BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
|
|
- Verawati Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Modernitas yang ditandai oleh rasio instrumental mengimplikasikan beberapa persoalan seperti filsafat kesadaran, positivisme, universalitas serta kecenderungan ideologi yang mapan. Habermas bermaksud merekonstruksi rasio di zaman modern. Rasio yang berpusat pada subjek hendak direkonstruksi oleh Habermas menjadi rasio komunikatif. Habermas juga hendak mengintegrasikan pengetahuan teoritis, praktis dan estetis berdasarkan pada prinsip tindakan komunikasi, artinya estetika kemudian diintegrasikan dengan sains, norma dan hukum sosial serta politik. Habermas juga menyebut rasio instrumental di era modern merupakan pemiskinan rasionalitas barat yakni subjek yang memandang kenyataan secara instrumental saja. Sikap dasar ekspresif dalam dimensi estetik diperlukan untuk menyeimbangkan rasionalisasi sikap objektivikasi yang menghasilkan sains berdasarkan rasionalitas instrumental, dan sikap penyesuaiannorma yang menghasilkan hukum dan norma. Sedangkan Lyotard menyatakan beberapa persoalan modernitas seperti narasi besar yang universal, tragedi kemanusiaan dan persoalan legitimasi pengetahuan. Berdasarkan permasalahan modernitas tersebut, Lyotard membentuk suatu paradigma baru yakni postmodern, paradigma yang menekankan ketidakpastian, ketidakstabilan, paradoks dan disensus dan paralogi. Lyotard mejelaskan strategi paralogi, yakni gerakan menggerogoti sesuatu yang mapan, sebagai legitimasi pengetahuan serta 154
2 gerakan dalam seni. Melalui estetika, Lyotard hendak menolak aturan-aturan seni yang mapan, termasuk kriteria penilaian seni. Melalui estetika postmodern, Lyotard mendeklarasikan perang terhadap totalitas dan determinisme yang didengungkan oleh modernitas dengan selalu menciptakan bentuk-bentuk baru karya seni, memberikan perasaan sublim dan menghidupkan perbedaanperbedaan. Dasar pemikiran Habermas perihal estetika adalah rasio komunikatif, yakni rasio yang mendorong tindakan komunikasi yang ditujukan untuk mencapai kesepemahaman atau konsensus. Rasio komunikatif merupakan formulasi hasil rekonstruksi Habermas yang dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari dominasi rasio yang berpusat pada subjek. Pemikiran Habermas perihal estetika merupakan hasil dari rasionalisasi bidang estetis. Sedangkan Lyotard memberi dasar sublim dalam pemikiran estetikanya. Lyotard mengadopsi konsep sublim dari Kant dalam usahanya merumuskan cara berfikir yang dapat melampaui zaman modern (strukturalisme dan fenomenologi). Ia hendak menawarkan cara berfikir yang dapat memikirkan sesuatu yang tak terbatas, dapat melawan sesuatu yang mapan dan terus mengkreasikan sesuatu yang baru. Ia menjelaskannya dalam bidang seni yang dianggapnya mampu mengakomodasi cara berfikir tersebut. Seni mampu mempresentasikan yang tak dapat terpresentasikan, mampu mendobrak berbagai macam aliran yang mengekang kreativitas, dan mendorong untuk menciptakan jenis dan aliran yang baru. Poin dalam pemikiran estetika Habermas antara lain estetika sebagai interpretasi kebutuhan, estetika sebagai proses komunikatif serta estetika sebagai 155
3 proses belajar. Estetika sebagai interpretasi kebutuhan yakni kebutuhan merupakan latar belakang yang mendeterminasi tindakan subjek dalam hubungannya dengan dunia eksternal. Seni mampu menggoyahkan fondasi tradisi kultural yang membentuk identitas/karakter individu. seni berperan dalam mendobrak sesuatu yang mapan, atau mencairkan tradisi kultural yang kokoh dan kaku terhadap interpretasi kebutuhan dan kemudian mengeksplorasi bentukbentuk alternatif dari realisasi diri sebagai jalan menuju kebahagiaan manusia. Sedangkan estetika dalam teori tindakan komunikatif yakni secara subjektif, estetika merupakan proses kreatif subjek. Secara sosial estetika, mewujud dalam presentasi diri dan secara objektif mewujud dalam karya seni. Estetika sebagai proses belajar merupakan tahapan evolusi motivasi subjek menuju ego dewasa. Sedangkan pemikiran Lyotard perihal estetika berkisar pada cara berfikir kritis, dorongan sublim dalam seni, serta seni eksperimental Avant-Garde. Sublim sebagai dasar estetika merupakan dorongan cara berfikir yang sanggup memikirkan sesuatu yang tak terbatas. Sublim merupakan dorongan dalam seni untuk mendobrak standart kategori estetik yang mapan, dan terus bergerak mencari dan menemukan aturan baru. Seni dalam estetika postmodern, mampu mempresentasikan yang tak terpresentasikan dalam wujudnya sendiri. Dalam seni Avant-Garde, Lyotard melihat ada unsur eksperimentasi terus-menerus, yang tidak terikat pada aturan tertentu, berbeda dengan realisme yang tidak mempertanyakan realitas dan cenderung mendukung status quo. Kesenangan dalam seni Avant-Garde dihasilkan dari pencarian suatu aturan baru secara terusmenerus, ketika aturan baru itu mapan, maka akan terus dipertanyakan kembali 156
4 dengan bereksperimentasi mencari aturan baru lagi. Lyotard mengajukan cara bagi seni untuk tidak terjebak dalam logika kapitalisme yakni melalui presenting the unpresentable. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka seni berpotensi untuk melakukan eksperimen dengan berbagai medium. Posisi Habermas dalam mengkritik modernitas adalah sebagai kritikus yang masih percaya pada proyek zaman modern yang sudah digagas sejak revolusi Prancis dan deklarasi kemerdekaan Amerika, yakni cita-cita untuk membentuk masyarakat emansipatif. Posisi yang bertentangan diperankan oleh Lyotard, ia menyatakan pememutusan proyek zaman modern yang mendewakan rasionalitas dan objektivitas makna untuk memulai era baru yang disebutnya postmodern. Estetika merupakan kritik terhadap rasionalitas. Habermas menyatakan bahwa filsafat kesadaran dan rasio instrumental dalam modernitas merupakan pemiskinan rasionalisme barat, karena hanya memandang realita secara objektif saja. Secara umum, Habermas memberikan tiga macam cara pandang/sikap dasar terhadap realita, yakni objektif, normatif dan eskpresif. Sikap dasar ekspresif inilah yang berkaitan dengan estetika, pengalaman alam dalam aktor yang dikomunikasikan. Jadi estetika sebagai kritik menurut Habermas merupakan suatu sikap dasar aktor secara ekspresif yang juga harus dirasionalisasikan. Target kritiknya sebenarnya adalah sikap dasar yang objektivistik terhadap realita yang telah tertanam ke dalam struktur dan norma di masyarakat. Estetika juga merupakan kritik terhadap positivisme. Positivisme terbentuk dalam sistem birokrasi, ekonomi dan administrasi. Sikap dasar ekspresif yang dirasionalisasikan 157
5 nantinya akan mampu menyelamatkan manusia dari economic and administrative imperative (tuntutan ekonomi dan administrasi) dalam berfikir dan bertindak dalam hubungannya dengan realitas, alam, sosial serta individual. Estetika mampu mengubah hubungan individu dengan dunia-kehidupan secara refleksif untuk mencari dan menemukan interpretasi kebutuhan, self-realization dan identitas yang cocok dengan situasi dan kondisi yang mengalami perubahan. Sublim dalam estetika merupakan kritik terhadap modernitas, dalam hal ini narasi-narasi besar yang universal. Sublim menjelaskan bahwa subjek dapat memikirkan sesuau yang tak terbatas. Estetika dalam seni dan sastra berperan dalam memaknai pengalaman secara eksperimentatif melalui phrase. Ia juga berperan dalam menawarkan ruang representasi baru sebagai tempat relasi sosial beroperasi. Dalam konteks yang lebih khusus, estetika sublim merupakan kritik terhadap estetika modern yang menuntut totalitas namun selalu gagal dan menimbulkan penyesalan. Estetika sublim yang sebenarnya memberikan kesenangan dengan pencarian bentuk maupun aturan baru secara terus menerus. Target kritik Lyotard berikutnya adalah seni realisme yang cenderung mendukung status quo. Sublim memberikan dorongan pada seni untuk kritis terhadap realitas dengan selalu bereksperimentasi. Estetika juga merupakan kritik terhadap historisisme. Melalui seni Avant-Garde Habermas dan Lyotard mencerabut seni Avant-Garde dari historisitasnya dan mengambil semangat eksperimentalnya. Kritik terhadap estetika Habermas yakni ia memerangkap nilai estetika dalam teori tindakan komunikatif dan menyetarakannya dengan sains dan moral. Seni memiliki pemaknaan yang lebih kompleks, tidak bisa dikekang oleh suatu 158
6 teori tertentu. Habermas juga masih melihat estetika dalam karya seni berkutat pada persoalan sesuatu yang indah. Sedangkan Lyotard merancukan pengertian eksperimental dan dengan eklektik dalam seni. Hubungan sublim dengan seni yang dirumuskan Lyotard juga problematis, karena sublim menuntut klaim universal, sedangkan Lyotard mengaitkannya dengan ide différend yang menuntut pluralitas. Sublim sebagai dorongan seni Avant-Garde yang eksperimental selalu mencari aliran dan aturan baru. Dalam pemikiran Kant, konsep yang menjelaskan kreasi yang baru adalah jenius, bukan sublim. Kontribusi Habermas perihal budaya dan seni populer adalah pemikirannya perihal pembedaan sistem dan dunia-kehidupan. Dunia-kehidupan seharusnya berkembang berdasarkan logika internalnya, atau seni yang mengalami proses rasionalisasi, sehingga tidak mudah terpengaruh sistem. Seni dalam industri media massa merupakan fenomena seni yang gagal berkembang dengan logika internalnya. Maksud Habermas dengan nilai estetika yang berkembang dengan logika internalnya adalah seni seharusnya memiliki imunitas terhadap sistem. Perkembangan seni dimulai berdasarkan logika internalnya, lalu diinstitusionalisasikan sehingga bisa menghasilkan structure forming effect. Lyotard juga bertentangan dengan seni kontemporer dalam logika kapitalisme, yang kemudian disebutnya dengan seni populer. Dengan dorongan sublim dan semangat eksperimentatif, Lyotard bermaksud hendak menyelamatkan seni dari pengaruh kapitalisme. Kontribusi Lyotard dalam perkembangan seni di era kapitalisme dan informasi adalah ia memberikan jalan perihal bagaimana seni berperan dalam masyarakat kontemporer. Peran yang ia maksud adalah politik 159
7 representasi, yang memberikan ruang representasi yang mengakomodasi hubungan sosial yang demokratis, ia merupakan ruang di mana hubungan sosial beroperasi, dan perjuangan kelas mengambil perannya. Subkultur dalam pemikiran Habermas memang tidak banyak mempengaruhi perubahan struktur di masyarakat, tapi setidaknya perlawanan simbolik dalam subkultur bisa berperan sebagai alternatif dalam pemaknaan atas pengalaman. Subkultur juga merupakan pemaknaan terhadap identitas subjek di masyarakat. Identitas dalam tradisi dominan mengalami proses pemaknaan secara aktif yang memungkinkan munculnya kondisi yang dibayangkan Habermas, yakni masyarakat emansipatif. Sedangkan kontribusi Lyotard dalam fenomena subkultur adalah semangat perlawanan simbolik subkultur bisa mendapatkan legitimasinya dalam dorongan sublim. Hal ini dimaksudkan supaya subkultur bukanlah gerakan reaktif dan spontan saja namun ia menjadi budaya yang memiliki landasan perlawanan yang kreatif dengan terus mencari model-model resistensi yang mampu berkompetisi seiring berkembangnya zaman. Pemikiran Habermas bisa dikatakan tidak sesuai dengan perkembangan seni dalam estetika postmodernisme (kitsch, parody, pastiche dan camp) karena Habermas menganggap seni tidak boleh terombangambingkan oleh sesuatu di luar dirinya, seperti teknologi dan sistem. Perkembangan teknologi dan informasi diandaikan sebagai sistem yang berpretensi menjajah dunia-kehidupan manusia. Jika nilai-nilai kehidupan, termasuk estetika telah dikuasai oleh sistem maka kehidupan sosial tidak memiliki pegangan nilai untuk berkembang secara evolutif. Seni parodi, pastiche, kitsch dan camp bisa dikatakan merupakan pluralitas pemaknaan dan ekspresi 160
8 pengalaman manusia, seperti yang dibayangkan Lyotard. Seni tersebut merupakan eksperimentasi berbagai bentuk yang berusaha keluar dari tradisi pemaknaan yang lama. Seni parodi, pastiche, kitsch dan camp adalah bentuk perayaan besar terhadap keberagaman pemaknaan pengalaman manusia. B. SARAN Pemikiran Habermas dan Lyotard masih memerlukan perhatian untuk dikembangan lebih lanjut, apalagi jika melihat konteks zaman yang terus berkembang serta perbedaan situasi dan kondisi kebudayaan di Indonesia. Habermas sendiri terus merevisi karyanya disesuaikan dengan permasalahan zaman yang terus berkembang, dengan fokus perhatian yang berbeda-beda. Begitu juga dengan Lyotard karyanya juga mendapat banyak kritik baik dari seniman, maupun para filsuf setelahnya. Hal ini disebabkan karena perkembangan permasalahan zaman yang terus berubah, sedangkan seorang pemikir memiliki keterbatasan usia yang tidak memungkinkannya untuk terus memperbaiki pemikirannya menyesuaikan perkembangan zaman. Maka dari itu, diharapkan adanya para penerus yang terus melanjutkan dan merevisi pemikiran-pemikiran mereka, dan yang berpotensial dalam meneruskannya adalah para sarjana ilmu filsafat. Perkembangan kebudayaan khususnya di Eropa yang notabene memiliki tradisi filsafat yang panjang cenderung menuju pada usaha homogenisasi bangsa Eropa. Sumbangan Habermas pada kebudayaan Eropa adalah tentang komunikasi rasional antarbangsa, yang kemudian membentuk kelompok yang disebut dengan 161
9 Uni Eropa. Baru-baru ini, Yunani mengalami krisis keuangan, salah satunya disebabkan karena pola pengaturan ekonomi yang diatur oleh Uni Eropa dan wajib diterapkan oleh para anggotanya, termasuk Yunani. Permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian, apakah rumusan Habermas tentang komunikasi rasional dan konsensus pada akhirnya membawa dampak homogenisasi yang mengakibatkan monopoli kekuatan baik politik, ekonomi maupun kebudayaan. Pemikiran Habermas perlu diteliti lebih lanjut perihal dampak penerapan dan realisasinya di masyarakat. Di sisi lain, Lyotard dengan deklarasinya untuk memerangi universalitas dan mengmumkan perayaan akan keberagaman, masih mengandung beberapa persoalan. Pertama, ia mengakibatkan kecenderungan terhadap relativitas. Hal ini akan menjadi masalah jika berada pada ranah moral. Peristiwa Auschwitz yang dikritik Lyotard tentang genosida di Negara rasional seperti Jerman akan memiliki pembenaran moral sendiri, yang tidak boleh dinilai berdasarkan standart moral lainnya, apalagi dengan standart nilai moral yang universal. Pemikiran Lyotard perihal sublim dan pemaknaan pengalaman manusia perlu dirumuskan lebih lanjut supaya tidak terjebak pada relativisme moral yang eksklusif dan beku yang dapat berakibat membenarkan fenomena kekerasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Habermas, dalam hal estetika, sebenarnya tidak membahasnya secara khusus, ia mengintegrasikan nilai estetika dengan nilai sains dan moral yang mensyaratkan praktik komunikasi. Estetika dalam pemikiran Habermas merupakan dimensi reflektif dan interpretatif dari praktik komunikasi. Dalam hal 162
10 ini, estetika sebagai pemaknaan pengalaman manusia perlu dikembangkan lebih lanjut untuk memberikan gambaran tentang kehidupan yang berbasis estetika yang reflektif dan interpretatif. Di era kontemporer belum banyak pemikir atau filsuf yang konsen di permasalahan estetika setelah Lyotard. Kesenian di era kontemporer menghadapi tantangan berupa perkembangan teknologi dan kapitalisme. Pemikiran estetika Lyotard, dalam hal seni, perlu diperhatikan dan dikembangkan, karena rumusannya tentang sublim dan estetika postmodern, menurut Lyotard mampu menyelamatkan seni dari perangkap ekonomi dan komodifikasi. Apalagi melihat perkembangan Avant Garde yang dianggap kurang dapat menampilkan kreativitas yang baru dan cenderung meniru kreativitas seni Avant Garde sebelumnya. Sublim dalam pemikiran Lyotard yang terwujud dalam estetika postmodern mengarahkan seni pada peran politiknya dalam kehidupan. Hal ini masih mengandung berbagai macam persoalan, karena seni membawa beban peran praktisnya, seni menjadi tidak bebas atau membawa suatu misi tertentu, yakni politik representasi. Sublim perlu dirumuskan lebih lanjut untuk bisa membawa kesenian dalam semangat perlawanannya terhadap berbagai macam simbolisasi yang merepresi pengalaman manusia, demi membawa manusia pada kemerdekaannya dalam berekspresi. 163
Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME
Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM E MODERNISME POSTMODERNISME PENGERTIAN POSTMODERNISME 1. Postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern (Lyotard).
Lebih terperinciSAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH
l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah
Lebih terperinciFILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )
FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam
BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini berangkat dari sikap afirmasi penulis terhadap kebutuhan akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua model pemikiran
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.
BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu kehidupan, bentuk materi maupun non-materi mengalami sebuah siklus perubahan yang natural terjadi dalam segala aspek kehidupan yang mencakup mulai dari
Lebih terperinci5.9.Topeng Postmodern Karya Ida Bagus Anom Dan Idiom Estetikanya Dengan pertumbuhan dan ekspansi kebudayaan luar terhadap segala aspek kehidupan
5.9.Topeng Postmodern Karya Ida Bagus Anom Dan Idiom Estetikanya Dengan pertumbuhan dan ekspansi kebudayaan luar terhadap segala aspek kehidupan masyarakat seiring dengan pesatnya teknologi informasi,
Lebih terperinciSAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tema mengenai parodi sebagai bentuk sindiran terhadap situasi zaman, banyak ditemukan sepanjang sejarah dunia seni, dalam hal ini khususnya seni lukis, contohnya Richard
Lebih terperinciBab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus
Bab 4 PENUTUP Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus liberalisasi, ruang-ruang publik di tanah air mulai menampakkan dirinya. Namun kuatnya arus liberalisasi tersebut, justeru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diklasifikasikan menjadi dua, yakni kritik filosofis dan estetis. Kedua macam
BAB I PENDAHULUAN 1. Modernitas dan Permasalahannya A. Latar Belakang Beberapa pemikiran yang berniat untuk mengkritik zaman modern dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni kritik filosofis dan estetis.
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118
BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.
Lebih terperinciMAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan
MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang
Lebih terperinciBAB III KERANGKA TEORI ANALISIS
BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.
Lebih terperincidengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba
BAB V KESIMPULAN Seni rupa modern Islam Indonesia adalah kenyataan pertumbuhan dan praktik seni rupa modern dan kontemporer Indonesia. Pada dasarnya semangatnya merangkul prinsip-prinsip baik pada nilai-nilai
Lebih terperinciFilsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU
RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman
Lebih terperinciImaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU
RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan
Lebih terperinciBAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
160 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarlan pemaparan dari Bab II, III, dan IV, penelitian ini bermuara pada kesimpulan, yaitu: Pertama, konsep dasar arsitektur postmodernisme adalah membangkitkan kembali
Lebih terperinciTUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA
TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL 071211133053 KETUA 2. MAS ULA 071211132008 SEKRETARIS 3. VINANDA KARINA D. P
Lebih terperinci2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7
DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ideologi marxisme pada saat ini telah meninggalkan pemahaman-pemahaman pertentangan antar kelas yang dikemukakan oleh Marx, dan menjadi landasan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh
180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah
Lebih terperinciPusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI
hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama
Lebih terperinciKEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.
KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009
BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan
BAB V KESIMPULAN Persepolis karya Marjane Satrapi merupakan karya francophone yang telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan dimasukkan ke dalam ranah studi literatur.
Lebih terperinciALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,
Lebih terperinciKuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi
Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan terpaan kapitalisme global dalam sistem dunia, hukum liberal juga semakin mendominasi kehidupan hukum dalam percaturan global. Negara-negara developmentalis,
Lebih terperinciPOSTMODERNISME HUKUM
POSTMODERNISME HUKUM BANGKITNYA PAHAM POSMODERNISME Pemikiran modern abad 17 THOMAS HOBBES Masy sebagai gerombolan macan liar (homo homini lupus) : dimana yang kuat dia akan memangsa yang lemah dan saling
Lebih terperinciTeori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1
Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1 Sebagai seorang akademisi yang sangat memperhatikan aspek-aspek pengajaran dan pengembangan kebudayaan, E.K.M. Masinambow merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang
Lebih terperinciMengembangkan Diri Mengembangkan Organisasi
Mengembangkan Diri Mengembangkan Organisasi Dr. phil. Reza A.A Wattimena Penceramah, Peneliti dan Penulis di bidang Pengembangan Diri dan Organisasi, Metode Berpikir Ilmiah dan Kebijaksanaan Timur. Doktor
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang
97 BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN PENELITIAN Studi ini memiliki hipotesa awal bahwa arena yang cukup esensial dalam mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang publik,
Lebih terperinciFilsafat Ilmu dan Logika
Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Persoalan identitas, baik itu yang bersifat kolektif atau personal, telah menjadi isu penting dalam perdebatan yang dimunculkan oleh teori posmodern. Ideologi-ideologi
Lebih terperinciBAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,
BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika
Lebih terperinciPARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.
PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani
Lebih terperinciDASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI
DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oktober 2011 PADA MULANYA...WEBER ZWECKRATIONALITÄT RASIONALITAS BERTUJUAN WERTRATIONALITÄT RASIONALITAS
Lebih terperinciESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita
ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER Oleh : Ritter Willy Putra 12120210157 Christina Abigail 12120210195 Daniz Puspita 12120210208 Fifiani Lugito 12120210231 Harryanto 12120210370 Fakultas Seni dan Desain,
Lebih terperinciUNIVERSALISME DAN RELATIVISME BUDAYA DALAM HAK ASASI MANUSIA
UNIVERSALISME DAN RELATIVISME BUDAYA DALAM HAK ASASI MANUSIA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-4 FH Unsri UNIVERSALISME ALL HUMAN RIGHTS FOR ALL HUMAN Hak Asasi Manusia untuk Semua hak asasi manusia
Lebih terperinciNew Media & Society ADI SULHARDI. Media Baru sebagai Teknologi yang Berbudaya. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi Penyiaran
Modul ke: New Media & Society Media Baru sebagai Teknologi yang Berbudaya Fakultas ILMU KOMUNIKASI ADI SULHARDI. Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Tiga level definisi pendekatan
Lebih terperinciEstetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen
Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.
BAB VII KESIMPULAN Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya. Tari kontemporer kini memperlihatkan proses kreatif dan inovasi yang semakin
Lebih terperinciBAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang
BAB VIII PENUTUP Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang telah disajikan pada Bab V, Bab VI, dan Bab VII. Pada bab ini juga dicantumkan saran yang ditujukan kepada Pemerintah
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat
226 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan atas hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti, sampailah pada akhir penelitian ini dengan menarik beberapa kesimpulan sebagai
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hakikat tubuh menurut Merleau-Ponty: Berangkat dari tradisi fenomenologi, Maurice Merleau-Ponty mengonstruksi pandangan tubuh-subjek yang secara serius menggugat berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Skripsi
Panduan Tugas Akhir 1 BAB I PENDAHULUAN Buku pedoman ini disusun untuk memudahkan proses tugas akhir mahasiswa. Tugas akhir adalah tugas akademik yang harus dilakukan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA)
HUKUM LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA) HUKUM PROGRESIF DAN KEARIFAN LOKAL: TELAAH TENTANG ETIKA KEPEMIMPINAN LOKAL (JAWA) SEBAGAI SUMBER PENGAYAAN
Lebih terperinciPendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si
Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si Pendekatan Fungsional Pendekatan fungsional dalam kajian komunikasi politik lebih berorientasi pada peran atau fungsi komunikasi
Lebih terperinciPatung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia
Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia Anusapati SENI PATUNG DALAM WACANA SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA 1* Anusapati Patung dan aspek-aspek utamanya Di dalam ranah seni klasik/tradisi, pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertimbangan-pertimbangan subjektif masing-masing masyarakat berupa filosofi, nilai-nilai,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Praktik penyelenggaraan pendidikan dalam masyarakat dilatarbelakangi oleh adanya pertimbangan-pertimbangan subjektif masing-masing masyarakat berupa filosofi,
Lebih terperinciBAB 5 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
BAB 5 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA Modul ke: Mengapa mempelajari? Agar memahami Pancasila sebagai ideologi negara yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Fakultas Program Studi Rina Kurniawati,
Lebih terperinciBAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN
BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Konsep Seni dan Pengalaman Nilai Estetis Parker
BAB VI PENUTUP Berdasarkan hasil kajian terhadap pemikiran Parker maka kesimpulan dari penelitian ditemukan sebagai berikut: A. Konsep Seni dan Pengalaman Nilai Estetis Parker 1. Konsep seni merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15). Yang ditandai dengan munculnya gerakan renaissance.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),
Lebih terperinciILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan
25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
Lebih terperinciPara filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.
Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni di sekolah diarahkan untuk menumbuhkan rasa estetik sehingga tumbuh sikap apresiatif dalam jiwa siswa. Hal ini sesuai dengan aturan pemerintah
Lebih terperinciILMU DAN FILSAFAT SOSIAL
FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id . Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan modal utama untuk seseorang yang harus ditingkatkan dalam rangka melaksanakan pembangunan suatu
Lebih terperinciPENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE
PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE Pandangan Freire tentang Netralitas Kelompok Netralitas yang memiliki ideologi yang sama Netralitas gereja yang berkaitan dengan sejarah dan politik
Lebih terperinciMemahami Pluralitas Permainan Bahasa dalam Filsafat Postmodernisme Jean- François Lyotard
Memahami Pluralitas Permainan Bahasa dalam Filsafat Postmodernisme Jean- François Lyotard I. Pendahuluan Oleh Hans Hayon Mahasiswa STFK Leladero, Maumere, NTT Bahasa memainkan peranan penting dalam teori
Lebih terperinciBAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari
BAB V Penutup 5.1. Kesimpulan PKI lahir sebagai organisasi kepartaian yang memiliki banyak tujuan. Di samping untuk menguasasi politik domestik negara, PKI juga memiliki misi untuk menghapus pengaruh kapitalisme
Lebih terperinciDenis M c Q u a il. Teori Komunikasi Massa c Q a il
Denis M c Q u a il Teori Komunikasi Massa c Q a il Prakata Bagaimana Menggunakan Buku Ini ix xi BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1 1 Pengenalan terhadap Buku 3 Objek Studi 4 Struktur Buku Tema dan Isu dalam Komunikasi
Lebih terperinciPenutup BAB Kesimpulan
BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Perkembangan filsafat yang sampai pada pemahaman bahwa perlunya perkembangan pemikiran yang menitikberatkan pada wilayah sosial, membawa filsafat akan perlunya pemahaman solidaritas
Lebih terperinciPENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI
PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI NAMA : Ragil Prasetia Legiwa NIM : 11.02.7942 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : D3 - MI : A : M. Khalis Purwanto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai
Lebih terperinciKAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA
KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA Pertemuan ke 4 suranto@uny.ac.id 1 Pengetahuan, Ilmu Empiris, dan Filsafat Manusia adalah makhluk berpikir (animal rationale). Dengan kemampuan pikirnya, manusia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.
Lebih terperinciBAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN
BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah
Lebih terperinciVIII KESIMPULAN DAN SARAN
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Empirik 8.1.1. Konstruksi Pengetahuan Zakat Konstruksi pengetahuan zakat LAZ Komunitas, BAZDA, dan LAZ Swasta, merupakan hasil dari bekerjanya rezim pengetahuan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan
Lebih terperinciBerpikir Kritis (Critical Thinking)
Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi
Lebih terperinciAKTUALISASI NILAI PANCASILA
PANCASILA Modul ke: 10Fakultas Ekonomi dan Bisnis AKTUALISASI NILAI PANCASILA Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi S1 Manajemen Aktualisasi Nilai Pancasila Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen
Lebih terperinciBAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang
BAB V A. KESIMPULAN Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang buruk terhadap seluruh aspek kehidupan manusia. Praktik kloning masih menjadi perdebatan. Manfaat yang didapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk
Lebih terperinciSOSIOLOGI PENDIDIKAN
SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis sastra oral, berbentuk kisah-kisah yang mengandalkan kerja ingatan, dan diwariskan.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam
BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan
Lebih terperinci