MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH
|
|
- Agus Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 E. MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH Dalam kertas kerjanya yang berjudul Models of Public Sphere in Political Philosophy, Gürcan Koçan (2008:5-9) mengidentifikasi beberapa tokoh filosof yang mencoba mendefinisikan ruang publik (public sphere). Filosof pertama yang mendefinsikan ruang publik adalah Aristoteles. Menurut Aristoteles, ruang publik digambarkan sebagai kehidupan publik yang terbentuk melalui pengaturan dalam suatu spasial-temporal di mana warga negara secara setara berkumpul untuk mendialogkan hal-hal yang menjadi perhatian bersama warga kota (polis). Kemudian Hannah Arendt mengungkapkan bahwa gagasan ruang publik pada dasarnya merupakan suatu arena yang dapat terakses oleh seluruh warga. Fungsi utama dari ruang publik bukanlah untuk membentuk konsensus rasional kritis dan opini melalui dialog. Namun demikian, ruang publik merupakan ruang otonom bagi setiap pribadi warga negara yang memiliki semangat untuk berkompetisi dan berpikir kritis (rasional) dalam merumuskan kebajikan bersama. Ruang publik menjadi arena kontestasi diskursif yang mendasari terbentuknya ruang sosial dan politik yang dinamis di mana individu yang mewakili berbagai tradisi dan perspektif saling bertemu dan berargumen. Filosof selanjutnya yang mendefinisikan ruang publik adalah Jurgen Habermas. Menurut penjelasannya ruang publik memiliki beragam makna dan konotasi. Pertama, ruang publik menggambarkan keotonomian yang muncul pada masyarakat sipil yang membedakannya dengan negara. Definisi ini mengasumsikan adanya perbedaan yang jelas antara yang pribadi dan yang publik. Kedua, ruang publik merupakan semacam interaksi komunikasi publik dengan pertimbangan yang ditujukan pada keputusan maupun pendapat. Ketiga, ruang publik dilihat sebagai suatu fungsi dari struktur, institusi, dan pelaku. Dengan kata lain, struktur sosial dan ekonomi itu sendiri yang menjadi alasan utama bagi pengembangan dan berlakunya ruang publik. Berdasarkan hal tersebut maka ruang publik pada prinsipnya dapat diakses dan terbuka untuk semua dan dipastikan setiap warga negara yang memiliki kemampuan yang sama dapat berpartisipasi dalam debat publik serta mengekspresikan pendapat mereka. 99
2 F. Budi Hardiman (2010:10-13) mendeskripsikan lebih jauh pandangan Habermas bahwa ruang publik merupakan ruang yang memungkinkan para warganegara secara bebas menyatakan sikap mereka. Ruang publik menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan warganegara mempergunakan kekuatan argumentasi. Oleh karena itu, ruang publik dapat diakses oleh semua orang dan bercirikan terbuka serta inklusif maka ruang publik menjadi bersifat politis. Ruang publik politis hidup dan bertumbuh dari hubungan-hubungan saling pengertian secara intersubjektif di antara para warganegara.ruang publik politis terdapat di mana saja sehingga para warganegara dapat bertemu untuk mendiskusikan tematema yang relevan untuk masyarakat. Ruang publik politis hidup dan tumbuh dari hubungan-hubungan saling pengertian secara intersubjektif di antara para warganega yang berlangsung dalam bahasa sehari-hari, yakni dari tindakan komunikatif. Dalam ruang publik yang politis maka kepentingan-kepentingan yang menjadi diskursus adalah kepentingankepentingan yang bisa diuniversalkan atau persoalan-persoalan normatif tentang keadilan bukan persoalan-persoalan yang bersumber pada kepentingan primordial. Dalam ruang publik, kelompok anak semestinya dipandang sebagai bagian dari warga negara (children as citizenship) yang memiliki hak-hak yang setara dengan warga negara yang lain. Namun seringkali, dalam kehidupan bernegara anak-anak dianggap bukan sebagai aktor sosial yang memiliki kompetensi politik sehingga anak-anak tidak dibukakan akses dan kesempatan untuk berperan dalam kehidupan bernegara. Partisipasi anak sebagai warga negara dalam ruang publik berada pada 2 (dua) ranah relasi sekaligus yakni, ranah masyarakat sipil dan ranah negara. Menurut Ruth Lister (2007: ), untuk dapat memahami permasalahan kewarganegaraan anak maka harus berangkat dari pemahaman bahwa permasalahan kewarganegaraan tidak hanya terkait dengan hak-hak hukum semata, namun juga terkait dengan proses sosial sebagai upaya bagi individu dan kelompok sosial terlibat dalam mengklaim, memperluas atau kehilangan hak. Dengan mengutip Isin dan Turner, Ruth Lister menyatakan teori kontemporer yang membangun konstruksi kewarganegaraan penekanannya tidak hanya pada ruang lingkup aturan hukum namun juga meliputi ruang lingkup norma, praktik, makna, dan identitas. Kemudian Ruth Lister juga mengacu perspektif feminis yang diungkapkan oleh Werbner dan Yuval-Davis untuk mendefinisikan kewarganegaraan bahwa kewarganegaraan tidak lagi dipahami hanya dalam hal hubungan formal antara individu dan tetapi sebagai hubungan yang lebih total misalnya mengenai permasalahan posisi sosial, asumsi budaya, praktik-praktik kelembagaan dan rasa memiliki. Dengan kata lain, kewarganegaraan menyangkut permasalahan hubungan antara warga 100
3 negara, yakni suatu konstruksi dinamis sebagai upaya membuka percakapan antara kewargaan dalam lingkup kewargaan sebagai status hukum dan kewarganegaraan sebagai praktik sosial-politik. Sementara dari perspektif sosiologis, Ruth Lister menegaskan bahwa sosiologi kontemporer juga mengkonstruksikan anak sebagai aktor (pelaku) sosial dengan beragam derajat kompetensi. Pandangan ini membuka suatu pengakuan bahwa anak-anak sebagai warga negara yang aktif sehingga mereka tidak hanya menjadi obyek kebijakan dan praktik orang dewasa. Dalam kaitan ini, berdasarkan pandangan Habermas maka wilayah Aceh semestinya tidak hanya dimaknai sebagai ruang administrasi kewilayahan semata, namun wilayah Aceh seharusnya dimaknai sebagai ruang yang mewadahi realitas yang dinamis bagi seluruh elemen masyarakat dalam bermasyarakat. Dengan kata lain, wilayah Aceh menjadi ruang publik yang dapat mewadahi beragam isu-isu yang terkait dengan urusanurusan publik. Masa depan Aceh semestinya menjadi wilayah dialektika intersubyektif sehingga terdapat titik-titik temu antargenerasi tentang gambaran masa depan Aceh. Masa depan Aceh harus menjadi urusan politik bersama sehingga kehendak-kehendak yang bersifat primordial, sektarian, dan partikular dapat dihindari. Artinya, masa depan Aceh bukan lagi menjadi wilayah prapolitik melainkan wilayah politik. Selain itu, partisipasi anak-anak dalam perencanaan masa depan Aceh akan menambahkan pemahaman mengenai fenomena politik terkait dengan adanya hubungan antargenerasi antara orang dewasa dan anak-anak. Oleh karena itu, untuk mempertimbangkan partisipasi anak dalam ruang publik maka perlu untuk mempertimbangkan pengaruh struktural sosial dan politik yang ada di sekitarnya. Oleh karena model-model aturan yang ada selalu dikembangkan oleh orang-orang dewasa maka seringkali menampilkan diri sebagai struktur yang jusru mewakili kepentingan orang dewasa sehingga menghambat penciptaan ruang yang didedikasikan untuk partisipasi anak. Lebih jauh menurut Manuel Jacinto Sarmento, Natália Fernandes Soares dan Catarina Tomás dengan mengutip Louise Chawla (1997:7), dalam konteks perencanaan ruang pada setiap proses pengambilan keputusan pada institusi atau organisasi lingkup publik seringkali dikelilingi oleh hambatan yang berhubungan bahasa teknokratis dan gaya negosiasi sehinga tidak menganggap masuk akal atau dimasukkannya suara anak-anak dalam proses-proses perencanaan tersebut. Dengan kata lain, kemungkinan anak-anak untuk berpartisipasi dalam ruang publik hampir tidak ada kecuali dilakukan transformasi tatanan struktur politik dan sosial yang secara khusus didedikasikan untuk kepentingan anak. 101
4 Menurut Communication for Governance & Accountability Program Bank Dunia (tanpa tahun: 7) yang mengacu pandangan Odugbemi, pada prinsipnya fungsi ruang publik demokratis bertumpu pada 5 (lima) pilar sebagai berikut: 1. Kebebasan Sipil Dijamin Adalah Konstitusi Kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul sebagai bagian dari hak-hak sipil harus diatur dalam konstitusi. Negara harus menjamin kebebasan sipil dasar seperti telah dijamin dalam Deklarasi Universal HAM dan instrumen hukum HAM internasional lainnya; 2. Kebebasan, Plural, dan Sistem Media Yang Merdeka Tidak di Bawah Kontrol Negara Sistem media sering dilihat sebagai institusi utama ruang publik. Media harus menjamin akses dan suara yang sama kepada warga dan independen dari kepentingan politik dan korporasi; 3. Akses ke Informasi Publik Akses ini termasuk undang-undang kebebasan informasi dan budaya transparansi dan keterbukaan. Namun, perangkat hukum tersebut perlu dilengkapi dengan budaya yang kondusif untuk keterbukaan dan penyelidikan. 4. Masyarakat Sipil Sebuah masyarakat sipil yang dinamis menjadi prasyarat yang mendukung akuntabilitas dan partisipasi warga dalam ruang publik. Organisasi masyarakat sipil memiliki peran penting untuk mengatur dan mempromosikan agenda warga; 5. Terdapat Wahana (Sarana) Pembicaraan Sehari-hari Tentang Urusan Publik Berbicara sehari-hari adalah faktor penting dalam membentuk opini publik. Lokasi (situs) percakapan sehari-hari dapat berada pada semua tempat di mana orang berkumpul untuk membahas politik, seperti kafetaria, tempat kerja, atau sekolah. Adapun unsur-unsur konstitutif dari ruang publik adalan bekerja sama berdasarkan prinsip dasar keterbukaan dan publisitas. Dalam hal ini, Immanuel Kant menekankan prinsip publisitas sebagai kaidah hukum dan sebagai prinsip dasar demokrasi. Kant menyatakan bahwa semua tindakan yang mempengaruhi orang lain salah jika tidak melibatkan pengawasan publik. Selain itu, menurut Kant ruang publik menjadi ruang yang mendasari penggunaan alasan kepentingan umum. Penggunaan alasan kepentingan umum berdasarkan prinsip-prinsip etika komunikasi, seperti menghormati lawan bicara dan sudut pandang lawan bicara, kemampuan untuk berkompromi, dan prinsip-prinsip adil yang lain dalam perdebatan publik. 102
5 Ruang publik demokratis adalah kekuatan struktural dalam politik dan bagian penting dari arsitektur tata pemerintahan yang baik. Ruang publik adalah ruang partisipatif dan sarana penguatan suara-suara warga negara. Konsep ruang publik erat dengan masyarakat sipil, karena melalui pemanfaatan ruang publik masyarakat dapat bertindak dan bisa mendapatkan suara serta pengaruh sehingga dapat mempengaruhi otoritas resmi melalui opini publik. Ruang publik semestinya bebas dan terbuka bagi gerakan sosial untuk menguatkan suara publik, memperjuangkan upaya pengakuan, menyatakan diri, berusaha untuk membentuk opini publik, memimpin upaya memberikan pengaruh dan dalam pembuat kebijakan, dan membawa perubahan. Dengan demikian, dalam ruang publik mensyaratkan adanya aliran bebas informasi, kebebasan berekspresi, dan diskusi bebas terkait hal-hal yang menjadi perhatian politik (Communication for Governance & Accountability, tanpa tahun:3). Opini publik adalah produk dari ruang publik dan konsep penting dalam pemerintahan dan pengambilan keputusan politik. Opini publik terbentuk melalui proses pengambilan keputusan kolektif (Communication for Governance & Accountability, tanpa tahun:5), yakni: 1. Mengartikulasikan isu yang menjadi fokus perhatian; 2. Mengembangkan kemungkinan solusi untuk masalah yang hendak diselesaikan; 3. Pengambil keputusan menilai konsekuensi dari memilih satu pilihan dari yang lainnya; 4. Pengambil keputusan mengevaluasi solusi alternatif; 5. Pengambilan keputusan. 103
6 Lebih jauh mengacu pada pandangan Communication for Governance & Accountability Program, terdapat 5 (lima) aktor (pelaku) dalam ruang publik, yakni: 1. Masyarakat Pemahaman tradisional mengenai masyarakat merujuk kepada sekelompok orang yang secara imajiner terhubung karena kepentingan bersama mereka dalam satu atau beberapa isu yang menjadi perhatian publik. Anggota masyarakat tidak perlu berada di tempat yang sama. Dalam ilmu sosial kontemporer, istilah ini sering disamakan dengan kelompok-kelompok politik yang relevan dari warga, misalnya para pemilih, masyarakat sipil (masyarakat warga), masyarakat lokal, atau audiens (pendengar) media massa; 2. Masyarakat Sipil (Masyarakat Warga) Masyarakat warga dan publik berkaitan erat, tetapi secara konseptual tidak sama. Masyarakat warga dibentuk oleh organisasi dan kegiatan utamanya tidak memiliki karakter politik atau komersial, dan tidak termotivasi oleh keuntungan atau kekuasaan. Dalam kondisi tertentu mereka bisa menjadi bagian dari ruang publik; 3. Pejabat Publik Negara bukan merupakan bagian dari lingkup publik, tetapi memiliki kapasitas dan berkewajiban untuk menjadi aktor dalam ruang publik. Dalam ruang publik demokratis, otoritas mendengarkan publik dan menentukan keinginan publik, mengkomunikasikan masalah dan posisi mereka sendiri, dan memberikan informasi tentang keputusan dan tindakan mereka; 4. Media Media massa memiliki makna sentral dalam penciptaan sebuah kelembagaan (infra) struktur yang memungkinkan organisasi menyalurkan kepentingannya baik nasional maupun internasional. Selain itu, menyediakan saluran komunikasi, media massa juga memperkenalkan topik dan bentuk diskusi publik; 5. Aktor Swasta Ketika warga negara pribadi atau perusahaan memasuki ruang publik, mereka biasanya melakukannya upaya mempromosikan kepentingan pribadi atau publik. Dalam kasus yang terakhir, mereka menjadi bagian dari masyarakat. 104
7 Keterkaitan ruang publik demokratis dengan aktor-aktornya dalam menghasilkan opini publik dapat dilihat pada ragaan di bawah ini. Ruang Publik Nasional yang Demokratis Arus Informasi Berbasis Isu Warga/ Penduduk Rumah Tangga Ruang Privat Diskusi dan Debat publik Elemen Konstitutif: Kebebasan sipil (khususnya kebebasan berbicara, kemerdekaan pers, kebebasan berkumpul dan berkeyakinan) Kebebasan, keragaman, sistem media yang independen Akses terhadap informasi publik Masyarakat warga Semua lokasi setiap hari untuk membincangkan urusan publik. Isu Berbasis Kontestasi Publik Negara (Nasional, Provinsi, dan Lokal) Pemerintah DPR Perusahaan Kehakiman Opini/Pendapat Publik Sumber: Odugbemi dalam Communication for Governance & Accountability, tanpa tahun Dalam konteks pembangunan masa depan Aceh pasca transisi, keterlibatan kelompok anak dalam mendialogkan permasalahan tersebut dianggap tidak penting sehingga kepentingan kelompok anak seringkali hanya ditempatkan sebagai isu pelengkap. Orang dewasa seringkali memiliki asumsi bahwa mereka lebih mengetahui kebutuhan anak dari pada anak itu sendiri. Kedua, anak dianggap belum memiliki kapasitas untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. Padahal anak-anak lebih mengetahui apa yang mereka hadapi berdasarkan pengalaman hidup kesehariannya. Ketiga isu anak seringkali dianggap tidak bersifat politis. Dampak lebih jauh, situasi ini menjadikan isu anak semakin terpinggirkan dari diskursus penanganan permasalahan tersebut. Berdasarkan doktrin HAM memiliki hak untuk mempengaruhi kebijakan publik merupakan salah satu hak politik yang mendasar bagi setiap warga negara. Namun demikian anak-anak dan kaum muda belum dianggap memiliki hak politik. Padahal sejak ditetapkannya KHA anak-anak diakui memiliki hak politik termasuk dalam mempengaruhi kebijakan politik yang mempengaruhi kehidupan anak dan lingkungan sosialnya. 105
8 Menurut John Wall (2010:2-3), pengakuan anak sebagai subyek politik telah mementahkan pendapat filosof yang mendasari teori demokrasi seperti John Locke, Jean-Jacque Rousseau, dan Immanuel Kant yang menyatakan bahwa anak-anak milik ruang pribadi pada rumah tangga karena ketidakmampuan anak-anak pada wilayah otonomi publik dan dalam upaya memberikan pengaruh dalam urusan yang bersifat publik. Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas. Dalam kaitan ini, KHA tidak secara eksplisit menyebutkan hak anak untuk memilih atau hak lain yang mengarahkan pada representasi politik. Pasal 12 KHA mengatur bahwa setiap anak memiliki hak untuk mengekspresikan pandangan mereka secara bebas dan diberikan kesempatan untuk didengar dalam setiap proses peradilan dan administratif yang mempengaruhi anak. Hak untuk didengar memang tidak sama dengan hak suara tapi bisa ditafsirkan menyiratkan hal tersebut. Oleh karenanya, John Holt berpendapat bahwa untuk mewakili kepentingan politik anak-anak disyaratkan bukan hanya menurunkan usia pemilih, namun harus ada hak untuk memilih bagi orang-orang dari segala usia, harus dilaksanakan, apakah oleh anak atau orang dewasa, semata-mata atas dasar apakah seseorang ingin mengambil bagian dalam urusan publik (John Wall, 2010: 6). Berdasarkan uraian di atas, maka Skenario Masa Depan Aneuk dan Pemuda Atjeh Tahun 2018 harus diletakkan dalam kerangka ruang publik Aceh khususnya dalam rangka mendialogkan masa depan Aceh pasca transisi. Skenario Masa Depan Aneuk dan Pemuda Atjeh Tahun 2018 harus dikerangkakan dalam ruang publik sehingga menjadi opini publik dan bersifat politik. Namun demikian, anak-anak dan kaum muda harus diposisikan secara setara. Prasyarat mendasar untuk mewujudkan kesetaraan tersebut maka sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat partisipasi anak harus dihilangkan. Dengan demikian, dalam ruang publik tersebut akan didialogkan konstruksi masa depan Aceh baik yang didasarkan atas isu yang berbasis informasi maupun isu berbasis kontestasi kepentingan. Pada akhirnya melalui ruang publik yang demokratis akan dihasilkan konstruksi masa depan Aceh yang mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat Aceh, termasuk kelompok anak dan kaum muda. 106
D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA
D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA Kelompok anak dan kaum muda sampai saat ini masih mengalami hambatan dalam melaksanakan hak politiknya untuk berpartisipasi
Lebih terperinciC. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA
C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA KHA merupakan instrumen pertama yang mengikat secara hukum untuk mengenali spektrum penuh hak sipil, politik,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam
BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran
Lebih terperinciBab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus
Bab 4 PENUTUP Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus liberalisasi, ruang-ruang publik di tanah air mulai menampakkan dirinya. Namun kuatnya arus liberalisasi tersebut, justeru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah pembangunan yang bertumpu pada peningkatan sumber daya aparatur pemerintah sebagai kunci pokok
Lebih terperinciModul ke: Komunikasi Massa. Bidang Kajian Komunikasi Massa. Radityo Muhammad, SH.,MA. Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations
Modul ke: Komunikasi Massa Bidang Kajian Komunikasi Massa Fakultas FIKOM Radityo Muhammad, SH.,MA Program Studi Public Relations Peran Penting Media Massa Peran Penting Media Massa (Dennis McQuail,1987)
Lebih terperinciDemokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia
Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di seluruh dunia. Saking derasnya arus wacana mengenai demokrasi, hanya sedikit saja negara yang
Lebih terperinciMENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER
l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,
Lebih terperinciKesimpulan. Bab Sembilan
Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan
Lebih terperinciHAK PUBLIK MEMPEROLEH INFORMASI DAN KEBEBASAN PERS Oleh Ashadi Siregar
1 HAK PUBLIK MEMPEROLEH INFORMASI DAN KEBEBASAN PERS Oleh Ashadi Siregar ( 1 ) Ruang hidup bagi media pers/jurnalisme secara ideal menuntut landasan nilai kebebasan pers. Secara ideal normatif, nilai ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep
Lebih terperinciDenis M c Q u a il. Teori Komunikasi Massa c Q a il
Denis M c Q u a il Teori Komunikasi Massa c Q a il Prakata Bagaimana Menggunakan Buku Ini ix xi BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1 1 Pengenalan terhadap Buku 3 Objek Studi 4 Struktur Buku Tema dan Isu dalam Komunikasi
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI
PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan
Lebih terperinciBAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK
BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah
Lebih terperinciEDITORIAL. RESPONS volume 14 no. 2 (2009): (c) 2009 PPE-UNIKA ATMA JAYA, Jakarta. ISSN:
EDITORIAL Mengamati drama sengketa antar para anggota Dewan Perwakilan Rakyat panitia khusus (pansus) Bank Century yang cukup seru, muncul pertanyaan Siapakah sebenarnya yang layak menyandang predikat
Lebih terperinciREVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
REVITALISASI PERAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM MENEGAKKAN NILAI-NILAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Fakultas Hukum Universitas Brawijaya BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SPIRIT KONSTITUSI Pasal 36A UUD 1945 menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118
BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor
BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat yang tercakup atas aspek-aspek
Lebih terperinciom KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan
Lebih terperinciKOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK
KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 01 Demokrasi dan Komunikasi Pemasaran Politik Fakultas PASCASARJANA Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Dr. Heri Budianto.M.Si Pengertian Demokrasi Demokrasi secara
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan
BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya
Lebih terperinciGuru Sebagai Pemimpin Konstruktivis Tuesday, 27 December :59
Abstrak: Seorang guru sebagai pemimpin konstruktivis memfasilitasi proses pembelajaran partisipatori yang memungkinkan partisipan dalam suatu komunitas belajar untuk mengkonstruksikan makna bersama-sama
Lebih terperinciKONSEPSI KAJIAN PKN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARANNYA
KONSEPSI KAJIAN PKN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARANNYA oleh: Samsuri FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MURRAY PRINT (1999; 2000) civic education yang mencakup kajian tentang pemerintahan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan itu adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk mau memberi keyakinan pada seseorang yang ditujunya. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis dimana
Lebih terperinciBab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Elka Desty Ariandy TGA PONDOK PESANTREN DI YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Eksistensi Proyek DPR RI secara resmi mengesahkan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional ( UU sisdiknas ) yang sebelum disahkan UU ini mengundang
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang
97 BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN PENELITIAN Studi ini memiliki hipotesa awal bahwa arena yang cukup esensial dalam mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang publik,
Lebih terperinciDiadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH
Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu
Lebih terperinciNEW MEDIA & SOCIETY. Perkembangan Media. Rahmadya Putra Nugraha, M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Broadcasting
Modul ke: NEW MEDIA & SOCIETY Perkembangan Media Fakultas FIKOM Rahmadya Putra Nugraha, M.Si Program Studi Broadcasting http://www.mercubuana.ac.id Media dalam Kehidupan Manusia Dewasa ini, media telah
Lebih terperinciAji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK
Modul ke: Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pada Modul ini kita akan mempelajari tentang arti penting serta manfaat pendidikan kewarganegaraan sebagai mata kuliah
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun
BAB VI PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Pada awalnya penulis ingin mengetahui peran komunikasi dalam hal ini melalui konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas dapat mendorong proses penganggaran
Lebih terperinciPress Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda
Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Nusa Dua Bali, 25 26 Maret 2013 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciPiagam Tranparansi bagi Institusi Keuangan Internasional: Menagih Hak untuk Mengetahui. Pembukaan
Piagam Tranparansi bagi Institusi Keuangan Internasional: Menagih Hak untuk Mengetahui Pembukaan Hak untuk mengakses informasi bagi badan publik adalah hak asasi manusia yang paling mendasar, seperti tercantum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam standar isi BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan) 2006, disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam standar isi BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan) 2006, disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini bangsa Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudaya demokrasi, berkeadilan dan menghormati hak-hak
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciKerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia
Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan
Lebih terperinciKONSEPTUALISASI RUANG PUBLIK
II KONSEPTUALISASI RUANG PUBLIK Tinjauan terhadap konsep dan teori ruang publik dalam bagian ini hanya akan dilakukan sepintas. Di samping alasan bahwa tinjauan yang komprehensif sudah ada dalam teks lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik
BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan
Lebih terperinciKOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK
KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 08 Opini Publik Fakultas PASCASARJANA Program Studi Magister Ilmu Komunikasi http://mercubuana.ac.id Dr. Heri Budianto.M.Si Pengertian Opini Publik Opini publik berasal
Lebih terperinciMATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN
MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi MANAJEMENT MODUL 1 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin
Lebih terperinciAgen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan
Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa
Lebih terperinciKEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.
KEWARGANEGARAAN Modul ke: GOOD GOVERNANCE by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan : 1. Pengertian, Konsep dan Karakteristik Good Governance. 2. Prinsip-prinsip
Lebih terperinci13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan UU Nomor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun
Lebih terperinciproses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak
Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan Dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Fakultas
Lebih terperinciGood Governance. Etika Bisnis
Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep
Lebih terperinciPARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)
PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)
BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan kepada : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Oleh WILUDJENG HERAWATI NIM.
SKRIPSI PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn MATERI KEUTUHAN NKRI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW SISWA KELAS VII SMPN 2 KAUMAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Diajukan kepada : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tujuan pendidikan sangat sarat dengan kompetansi sosial, personal dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemampuan bangsa dan negara. Hal ini karena pendidikan merupakan proses budaya yang bertujuan untuk meningkatkan
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT
Lebih terperinciDasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro
Dasar-Dasar Michael Hariadi / 1406564332 Teknik Elektro Sama halnya antara karakter dan kepribadian, demikian juga antara etika dan moralitas yang penggunaan sering menjadi rancu. berasal dari bahasa Yunani,
Lebih terperinciSTATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*
STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah
Lebih terperinciBab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai
Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap
Lebih terperinciBAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK
BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK Untuk lebih mendalami hakekat pendidikan politik, berikut ini disajikan lagi beberapa pendapat ahli mengenai pendidikan politik. Alfian (1986) menyatakan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rencana reklamasi Teluk Benoa ini digagas oleh PT Tirta Wahana Bali
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setidaknya sejak 2013 terjadi perdebatan di lingkup masyarakat Bali pada khususnya dan nasional juga internasional pada umumnya yang dikarenakan adanya rencana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara demokrasi dimana kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Lebih terperincinegeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan politik di Indonesia saat ini adalah kurangnya kesadaran politik dalam masyarakat khususnya generasi pemuda untuk terlibat dalam partisipasi politik. Tuntutan
Lebih terperinciBAB V. Penutup. Transformasi institusi yang terjadi di Papua merupakan konsekuensi dari
BAB V Penutup A. Kesimpulan Transformasi institusi yang terjadi di Papua merupakan konsekuensi dari peberlakuan otonomi khusus. Otonomi khusus Papua merupakan respon dari Pemerintah Pusat untuk menjawab
Lebih terperinciDEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA
DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas beberapa hal sebagai berikut: 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah sistem demokrasi, rakyat adalah sumber hukum dan hukum pada gilirannya berfungsi menjamin perlindungan
Lebih terperinci: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)
KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan
Lebih terperinciBab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media
Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108
Lebih terperinciHAK BERKOMUNIKASI DALAM MASYARAKAT INFORMASI
1 HAK BERKOMUNIKASI DALAM MASYARAKAT INFORMASI Oleh Ashadi Siregar Pembicaraan tentang masyarakat informasi dapat dimulai dari basis material dalam kegiatan bermedia komunikasi yaitu teknologi yang secara
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR
Lebih terperinciSEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP GOVERNANCE ASAL MUASAL
SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP GOVERNANCE Teori dan Praktek Governance Program S2 Politik Lokal & Otonomi Daerah UNIVERSITAS GADJAH MADA ASAL MUASAL Secara etimologi, berasal dari kata kerja bahasa Yunani
Lebih terperinciSEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE
SEJARAH PERTUMBUHAN KONSEP DAN PRAKTEK GOVERNANCE Asal-usul Secara etimologi, berasal dari kata kerja bahasa Yunani kubernan (to pilot atau steer), dan Plato menyebutnya sebagai how to design a system
Lebih terperinciPengantar Penerbit. iii
Pengantar Penerbit Ekpresi rasa syukur wajib senantiasa kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Berilmu karena atas izinnya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Suatu kehormatan bagi kami karena mendapat
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini berangkat dari sikap afirmasi penulis terhadap kebutuhan akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua model pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik
Lebih terperinciPERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1
PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME A. Pengantar Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1 Tulisan pada artikel ini akan menyajikan persoalan peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Lebih terperinciSTATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA
STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA Pembukaan Presiden atau Kepala mahkamah konstitusi dan institusi sejenis yang melaksanakan kewenangan konstitusional di Asia: MENGINGAT
Lebih terperinciWORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan. Yogyakarta, Juni 2010 MAKALAH. Otda & Konflik Tata Ruang Publik. Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM
WORKSHOP Penyusunan Buku Kelompok Rentan Yogyakarta, 21-22 Juni 2010 MAKALAH Otda & Konflik Tata Ruang Publik Oleh: Wawan Mas udi JPP Fisipol UGM Otda & Konflik Tata Ruang Publik Wawan Mas udi JPP Fisipol
Lebih terperinciAKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK. Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan
AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan TUNTUTAN AKUNTABILITAS Kemampuan menjawab Tuntutan bagi aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan- pertanyaan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya
BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan
Lebih terperinciBULETIN ORGANISASI DAN APARATUR
BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Untuk mewujudkan visi dan misi, beserta tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan, diperlukan penetapan mengenai upaya mencapai tujuan dan sasaran misi tersebut dalam
Lebih terperinciPOKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE
POKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE A. Definisi dan Pengertian Tata pemerintahan yang baik (good governance) merupakan konsep yang kini sangat populer di Indonesia. Pembicaraan tentang good governance tidak
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai
286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami
Lebih terperinciGOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007
GOOD GOVERNANCE Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 Latar Belakang Pada tahun 1990an, dampak negatif dari penekanan yang tidak pada tempatnya terhadap efesiensi dan ekonomi dalam
Lebih terperinciKompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP.
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Andhika Danesjvara & Nur Widyastanti Kompetensi 1. Mampu menjelaskan pengertian tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. 2. Mampu
Lebih terperinciBAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN
BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara
Lebih terperinciPendidikan Kewarganegaraan
Modul ke: Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Kontrak Perkuliahan, Manfaat Pendidikan Kewarganegaraan, serta Etika Berwarganegara. Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom
Lebih terperinci