KONSTRUKSI SOSIAL PETANI DALAM PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI DI KABUPATEN MANOKWARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSTRUKSI SOSIAL PETANI DALAM PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI DI KABUPATEN MANOKWARI"

Transkripsi

1 KONSTRUKSI SOSIAL PETANI DALAM PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI DI KABUPATEN MANOKWARI SOCIAL CONSTRUCTION OF FARMER IN THE FARMERS GROUP FORMATION IN MANOKWARI Triman Tapi 1, H.M. Tahir Kasnawi 2, H.M. Darwis DPS 2 1 Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Manokwari,Papua Barat 2 Pasca Sarjana Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi : Triman Tapi STPP Manokwari Jl. SPMA Reremi Manokwari,98312 Papua Barat HP : triman_09@yahoo.com

2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui konstruksi sosial petani dalam pembentukan kelompok tani, mengetahui kinerja kelompok tani dan faktor-faktor penyebab petani tidak optimal terlibat dalam kelompok tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi sosial petani dalam pembentukan kelompok tani, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat setempat. Konsep igya ser hanjop sebagai produk dunia sosiokultur masyarakat Arfak mengalami proses eksternalisasi dalam sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat secara turun temurun, kemudian diinternalisasi melalui tindakan dan perilaku sosial yang lebih mengutamakan kepentingan kolektif kekerabatan. Dampaknya tiap individu dalam komunitas masyarakat Arfak memandang bahwa keikutsertaan dalam kelompok tani hanya dimungkinkan bila sesama anggota saling memiliki hubungan kekeluargaan (proses objektivasi). Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman dari pengurus dan anggota akan manfaat kelompok tani serta tidak adanya pendampingan oleh pelaksana program menyebabkan kinerja kelompok tani sangat rendah. Selain itu kelompok tani dianggap merupakan kebutuhan pemerintah (stake holder) dan bukan kebutuhan mereka. Untuk itu perlu diperhatikan kesesuaian nilai dan sifat-sifat inovasi dengan nilai-nilai adat setempat. Kata kunci : konstruksi sosial, kelompok tani ABSTRACT The aims of the study are to determine the social construction of farmers in the formation of farmer groups, determine the performance of farmer groups and the factors that cause unoptimum farmers involvement in farmer groups. The results indicated that the social construction of farmers in the formation of farmer groups, is strongly influenced by cultural values and traditions of the local community. The concept of " igya ser hanjop" as a product of the world sosiocultural of Arfak people undergoes a process of externalization in the field of the social life of the community from generation to generation, then internalized through social action and behavior that prioritizes the interests of collective kinship. Consequently each individual in Arfak community feel that participation in farmer groups is possible only if they have family ties. Limited knowledge and understanding of managers and members of farmer groups and the absence of a companion make it the performance of farmer groups is very low. Additionally, farmer groups is regarded as government interests (stakeholder) and they do not require the farmer groups. It is advised to consider the appropriateness of the value and nature of innovation with the values of the local customs. Keywords: social construction, farmers groups

3 PENDAHULUAN Pembentukan kelompok tani yang diatur oleh Surat Edaran Menteri pertanian, membuatnya cenderung merupakan kelompok formal. Hal ini berdampak, kelompok tani yang semula bersifat kelompok sosial (social groups) terpaksa berkembang menjadi kelompok tugas (task groups), karena terlampau banyaknya intervensi luar terhadap kelompok tani tersebut. Selain itu pembentukan kelompok tani lebih diarahkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas pemerintah menyalurkan sarana produksi kepada petani, yang memang lebih mudah dikoordinasikan dalam satuan kelompok dibanding perseorangan petani. Hasil penelitian berkenaan dengan pengorganisasian petani, ditemukan bahwa tindakan kolektif melalui organisasi formal seharusnya hanya dipandang sebagai sebuah opsi belaka, sehingga tak dipandang sebagai suatu keharusan (Syahyuti, 2010). Selain itu penting untuk memperhatikan keberadaan institusi sosial lokal dan modal sosial lokal karena telah berdampak positif pada upaya peningkatan dan pemberdayaan masyarakat miskin perdesaan (Oman, 2005). Kabupaten Manokwari merupakan salah satu daerah penyangga kebutuhan hasil-hasil pertanian untuk daerah-daerah lain di Papua Barat. Untuk mewujudkan kebijakan pembangunan pertanian di wilayah Kabupaten Manokwari, telah dihabiskan anggaran dan tenaga lapang yang cukup besar. Melalui data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Manokwari, jumlah dana bantuan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang telah disalurkan pada tahun 2008 mencapai Rp ,- dan sebanyak 30 Gabungan kelompok tani (Gapoktan) telah menerima kucuran dana masing-masing Rp ,-. Keberhasilan dari indikator output yang dicapai adalah 100 persen dana tersalurkan ke Gapoktan, sementara itu dana tersalurkan ke kelompok tani dan petani sebesar persen. Ketepatan sasaran penerima bantuan tercapai 100 persen bantuan jatuh ke petani miskin, namun belum tampak adanya peningkatan kemampuan sumber daya manusia dari adanya bantuan PUAP. Keberhasilan dari indikator outcome yang dicapai adalah baru 5.45 persen dari petani miskin yang mendapatkan bantuan PUAP (Situmorang dkk.,2012). Permasalahannya adalah kelompok-kelompok tani penerima dana bantuan program PUAP tersebut sulit berkembang sesuai harapan, sehingga tidak mampu mendukung pencapaian tujuan program. Salah satunya terjadi pada Kelompok tani Arfak yang menerima dana program PUAP di Kampung Hanghouw Distrik Tanah Rubu. Bagi masyarakat suku Arfak tindakan kolektif hanya terjadi dalam aktifitas yang berkaitan dengan urusan menyangkut kekerabatan keluarga besar (klan/marga). Kuatnya pengaruh adat dalam

4 aktifitas masyarakat turut mempengaruhi pengambilan keputusan individu dalam menjalin suatu relasi (Makabori,2005). Ini jelas terlihat dengan adanya konsep Igya ser hanjob atau hanjop (dalam bahasa Hattam/Moule ) atau Mastogow hanjob (dalam bahasa Sougbb). Igya dalam bahasa Hattam berarti berdiri, ser artinya menjaga dan hanjob berarti batas. Secara harfiah Igya ser hanjob mengandung makna berdiri menjaga batas namun batas disini bukan hanya bermakna sebagai suatu kawasan, namun secara luas bermakna mencakup segala aspek kehidupan masyarakat (Hastanti dkk., 2009). Dalam konsep ini terkandung nilai-nilai adat yang membatasi ruang gerak individu dalam menjalin relasi dan interaksi dengan sesamanya maupun lingkungannya. Realitas sosial masyarakat khususnya petani yang tergambar diatas menurut Berger dan Luckmann dalam Bungin (2006), merupakan pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang dimasyarakat, seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Dengan kemampuan dialektis, di mana terdapat tesa, anti tesa dan sintesa, Berger memandang di dalam masyarakat petani terjadi dialektika antara diri (the self) dengan dunia sosio-kultural. Dialektika itu berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan, yakni ekternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Tiga momen dialektika ini memunculkan suatu proses konstruksi sosial (Poloma,2010). Konstruksi sosial sebenarnya memiliki arti yang sangat luas dalam ilmu sosial. Hal ini biasanya dihubungkan dengan pengaruh sosial dalam pengalaman hidup setiap individu (Ngangi, 2011). Dari penjelasan-penjelasan tersebut diatas, peneliti ingin mengetahui bagaimana konstruksi sosial petani dalam pembentukan kelompok tani sebagai prasyarat petani menerima bantuan dana program PUAP. Melalui kajian terhadap proses eksternalisasi yaitu proses penyesuaian diri petani dengan dunia sosio kulturalnya, berupa pemberian konkretisasi (pemberian makna) terhadap keyakinan yang dihayati secara internal (konsep Igya ser hanjob) dalam memandang pembentukan kelompok tani. Tahap obyektivikasi adalah bagaimana interaksi sosial dalam dunia intersubyektif petani yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi tersebut. Tahap internalisasi adalah bagaimana petani mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki dengan kelompok tani tempat petani menjadi anggotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi sosial petani dalam pembentukan kelompok tani di Kabupaten Manokwari. Diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat dirumuskan rekomendasi yang kiranya menjadi pertimbangan stakeholder dalam memberdayakan petani lokal.

5 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Lokasi penelitian berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Manokwari dengan pengambilan data difokuskan di Kampung Hanghouw Distrik Tanah Rubu. Lokasi penelitian ini dipilih karena pertimbangan: Pertama, Kampung Hanghouw merupakan salah satu kampung yang menerima bantuan program PUAP untuk Tahun Anggaran 2009/2010. Kedua, kelompok tani yang ada di Kampung Hanghouw adalah kelompok tani yang terbentuk karena adanya program PUAP. Ketiga, keanggotaan dan pengurus kelompok tani merupakan masyarakat asli/lokal setempat dan bermatapencaharian sebagai petani tradisional. Pelaksanaan penelitian mulai dilakukan secara intensif pada bulan Mei hingga Juni 2014, dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan ke dalam paradigma kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode studi kasus. Menurut Yin dalam Moleong (2011), studi kasus merupakan strategi yang tepat digunakan jika bentuk pertanyaan penelitian adalah mengapa (deskriptif) dan bagaimana (eksplanasi). Informan Informan penelitian ini ditentukan berdasarkan beberapa indikator, yaitu semua informan adalah petani yang menjadi anggota kelompok tani penerima dana bantuan PUAP tahun 2009/2010 di Kampung Hanghouw, informan pernah menjadi anggota kelompok tani selain program PUAP, informan berusia tahun dan merupakan penduduk asli asal suku Hattam yang bermukim di Kampung Hanghouw. Metode pengumpulan data Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan berperanserta (participant-observation) dan wawancara mendalam (in-depth inteview). Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber serta studi pustaka dari penelitian terdahulu dan dokumen yang terkait penelitian. Penggambaran konstruksi sosial petani dalam pembentukan kelompok tani dilakukan dengan meneliti proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi masyarakat adat Arfak serta dinamika kelompok tani yang ada di Kampung Hanghouw. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif, yang bermaksud menggambarkan, menjelaskan, mengeksplorasi, dan menginterpretasi pengetahuan petani sasaran penelitian, berkaitan dengan konstruksi sosial petani dalam pembentukan kelompok tani. Langkah-langkah analisis data kualitatif meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi data.

6 HASIL Hasil wawancara mendalam dengan informan menunjukkan bahwa tatanan aturan igya rfvbser hanjob yang merupakan nilai budaya yang dipegang secara turun temurun, sangat dijaga dan dipahami dengan baik, terutama berhubungan dengan aturan adat tentang etika kehidupan sosial. Aturan-aturan tersebut telah diketahui dan dipahami dengan baik oleh anggota masyarakat, termasuk simbol-simbol larangan dan sanksi adat atau denda adat yang telah ada turun temurun. Dalam budaya adat Arfak, sistem nilainya diturunkan secara verbal, yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk norma adat sesuai konteks situasi dan kondisi. Artinya bahwa norma-norma adat disesuaikan pada situasi kondisi berkembang dengan berpegang pada sistem nilai, dalam norma adat tidak ada standar nilai sanksi atas pelangggaran norma. Besar kerugian atas pelanggaran suatu norma tertentu, tergantung pada klaim korban yang disampaikan dalam pertemuan untuk penyelesaian masalah (sengketa) yang biasanya dipimpin oleh pemimpin informal. Bagi masyarakat Arfak khususnya Suku Hattam yang mendiami Kampung Hanghouw, konsep igya ser hanjob dipandang sebagai bagian dari tata kehidupan sosial masyarakat adat terutama dalam membangun relasi antar sesama individu dalam kelompok maupun keterkaitannya dengan alam sekitarnya. Hasil wawancara dilapangan menunjukkan bahwa relasi sosial dibangun berdasarkan konsep ikatan kekerabatan. Ini dilakukan demi menjaga hanjop atau batas kepemilikan hak keluarga/marga/klen dan utamanya meminimkan munculnya konflik sosial dalam masyarakat yang berujung pada adanya sanksi/denda adat. Untuk itu sebagai suatu pandangan hidup masyarakat, nilai-nilai adat tersebut terus disosialisasikan melalui interaksi dalam keluarga maupun diluar keluarga. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan pula bahwa sosialisasi nilai-nilai adat yang diberikan dalam keluarga, dilakukan juga melalui berbagai aktivitas-aktivitas adat, diantaranya melalui upacara perkawinan, kematian, maupun syukuran keluarga. Dengan harapan, (a) timbulnya rasa keterikatan yang semakin kuat secara psikologis pada nilai-nilai adatnya (b) meningkatnya pemahaman terhadap nilai-nilai adat, (c) pengikat dalam mempertahankan kebersamaan dan kesetikawanan sosial. Berkaitan dengan kelompok tani sebagai organisasi petani dan wadah bekerja sama antar petani sebagi anggota kelompok, berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan dilapangan didapati hampir sebagian besar petani anggota kelompoktani tidak mengetahui apa sebenarnya kelompok tani itu dan manfaatnya bagi mereka. Kondisi ini dapat dimaklumi mengingat tujuan awal pembentukan yang tidak prosedural dan juga diikuti kurangnya atau bahkan tidak pernah ada kegiatan penyuluhan dan sosialisasi dari setiap pelaksana program

7 kegiatan (stake holder) maupun penyuluh lapangan mengenai apa itu kelompok tani. Sebagaimana ketika ditanyakan kepada beberapa informan petani tentang apa yang dipahami/diketahui tentang kelompok tani : saya cuman tahu kelompoktani kalo ada dinas dong mo bikin kegiatan suruh kitong bikin kelompok, katanya supaya bisa dapat bantuan.. (wawancara dengan petani informan DN, 37 tahun, 10 Mei 2014). yang kami tahu kelompoktani tuh seperti ini..ada orang dinas datang ke kampung ini, ketemu kepala kampung.. suruh kepala kampung data masyarakat, kasih masuk nama untuk jadi anggota kelompok..terus dong kasih bantuan seperti uang atau bibit..nanti kepala kampung kasih bantuan itu sesuai nama-nama yang masuk dalam kelompok tadi.. (wawancara dengan petani informan PM, 40 tahun, 10 Mei 2014). PEMBAHASAN Gambaran kondisi sosial budaya masyarakat Suku Hattam di Kampung Hanghouw diatas secara tidak langsung menciptakan secara terus-menerus suatu kenyataan yang dimiliki bersama yang dialami secara faktual objektif dan penuh arti secara subjektif. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai sebuah pandangan hidup masyarakat Arfak, konsep igya ser hanjob ataupun biasa disingkat hanjop sebagai suatu produk kesepakatan bersama yang diciptakan dalam ikatan kekerabatan dan merupakan warisan secara turun temurun dalam dunia sosiokultural masyarakat suku Hattam, memberikan pengaruh pada aktivitas pengambilan keputusan masyarakat dalam membentuk kelompok tani. Proses eksternalisasi sebagai salah satu elemen pembentuk konstruksi sosial petani dalam membentuk kelompok tani, meliputi unsur tekanan dan sanksi, menjelaskan petani Arfak yang kesehariannya di pengaruhi oleh norma-norma adat memiliki kecenderungan berupaya sedapat mungkin menghindari munculnya konflik antar mereka yang bisa berakibat dikenakannya denda adat. Untuk itu dalam mengambil keputusan terlibat atau menjadi anggota kelompok tani, lebih memilih bergabung dengan anggota keluarga sendiri dalam ikatan kekerabatan yang saling mengenal satu sama lain. Kedua, unsur persepsi terhadap realitas, menjelaskan bahwa dengan mata pencaharian utamanya sebagai petani peladang berpindah atau biasa disebut kegiatan berkebun, usaha pertanian yang dikelola sangat bergantung pada kemurahan alam (kesuburan tanah). Ketergantungan pada hasil kebun sebagai satu-satunya sumber penghasilan baik untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari maupun untuk dijual, dimungkinkan karena kegiatan berkebun merupakan tradisi dan warisan turun temurun untuk mempertahankan hidup, selain itu mereka tidak memiliki sumber

8 pendapatan lain diluar kegiatan berkebun (Mulyadi,2012). Kondisi yang ada ini menyebabkan mereka tidak memiliki keterampilan lain selain berkebun, maka tidak mengherankan bila ada program-program kegiatan yang ditujukan kepada mereka, diluar keterampilan berkebun seringkali menjadi gagal. Persepsi terhadap realitas yang dirasakan dan dialami sepanjang pelaksanaan beberapa kegiatan program tersebut diatas, menjadikan masyarakat di Kampung Hanghouw bersikap hanya mau menerima bantuan lalu menghabiskan bantuan sesegera mungkin. Ketiga,unsur kepercayaan diri, menjelaskan bahwa ketergantungan pada seorang figur/tokoh seperti kepala suku atau kepala kampung, menjadikan masyarakat dalam pengambilan keputusan tidak bisa bersikap memutuskan sendiri. Keputusan akhir seorang kepala suku atau kepala kampung lebih didengar, ini terlihat pada contoh kasus pembentukan kelompok tani dimana kepala kampung sebagai figur/tokoh yang disegani memiiliki kewenangan memutuskan siapa-siapa yang menjadi anggota kelompok tani, dan hal ini bagi mereka merupakan sesuatu yang wajar karena keterwakilan pengambilan keputusan sudah diserahkan penuh pada kepala kampung. Konsekuensinya sering terjadi penyimpangan dari setiap bantuan yang diberikan melalui kelompok. Nilai-nilai adat yang ada dalam kehidupan masyarakat ini merupakan sesuatu yang real berada di luar individu, namun mempengaruhi ruang gerak individu, inilah yang disebut objektivasi (Manuaba,2010). Objektivasi yang diterima individu petani tidak serta merta meyakinkan individu tersebut bahwa keikutsertaan dalam kelompok tani akan berkontribusi dalam peningkatan usahatani mereka, kelompok tani hanya dilihat sebagai organisasi luar yang diinternalisasi kepada mereka demi kepentingan pihak luar (stake holder) semata, tanpa mempertimbangkan kebutuhan esensi yang diinginkan masyarakat. Bagi masyarakat Arfak pembentukan kelompok tani lebih pada kebutuhan dan kepentingan pemerintah bukan berdasar kebutuhan masyarakat. Selain itu peran daripada tokoh masyarakat setidaknya berpengaruh pada keberlanjutan kelompok itu sendiri. Sebagaimana yang peneliti jumpai dilapangan bahwa yang menentukan perubahan nama kelompok, struktur kelompok, keanggotaan dan aktivitas yang akan dilakukan kelompok berdasarkan bantuan yang didapat, sepenuhnya berada pada diri seorang kepala kampung dan kepala suku. Dari beberapa teori kemandirian kelompoktani, diperjelas bahwa kemandirian kelompoktani harus timbul dari keinginan kolompoktani itu sendiri (Syahyuti,2007). Menurut Departemen Pertanian (2007), kelompok tani yang mandiri adalah kelompok tani yang mampu mengambil keputusan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan para petani dan anggotanya. Kemampuan mengambil keputusan dalam setiap aspek kegiatan harus didukung oleh kemampuan para anggota kelompok tani dalam pengelolaan komponen organisasi yang ada. Kondisi inilah yang tidak

9 dimiliki oleh kelompok tani Arfak. Kesimpulannya, dalam menghadapi tuntutan perubahan yang menghendaki petani lokal mengubah perilakunya dalam berusaha tani, bila tidak dibarengi dengan upaya peningkatan kualitas SDM mereka, melalui pelatihan, penyuluhan dan pendampingan yang terencana dan berkesinambungan, maka dipastikan petani lokal ini tidak akan pernah mengalami perubahan dalam perilaku bertaninya (Sesbany,2009). Dalam konteks penguasaan peran, melalui program pengembangan usaha agribisnis perdesaan, petani diharapkan menguasai peran dan fungsinya sebagai seorang petani sekaligus pengusaha dalam bidang pertanian, berorientasi pasar dan berwawasan agribisnis, tidak hanya menjadikan petani sebagai petani sub sisten yang hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhannnya sendiri (Munthe,2007). Namun kondisi yang terjadi dalam contoh kasus pembentukan kelompok tani di Kampung Hanghouw, terlihat bagaimana anggota kelompok tani tidak mengetahui peranannya sebagai anggota sebuah kelompok. Sikap apatis ditunjukkan dengan tidak antusiasnya petani mengembangkan kelompok taninya, dan lebih menyerahkan tanggung jawab kelompok kepada kepala kampung, karena kepala kampung dipandang lebih tahu/paham dan sebagai orang pertama yang berhubungan langsung dengan penanggungjawab dan pelaksana program (dinas terkait). Tindakan patuh tiap individu dalam masyarakat Arfak pada keputusan seorang kepala kampung didasari pada struktur sosial masyarakat Arfak yang masih mengedepankan sistem kepemimpinan tradisional. Max Weber dalam Ritzer dan Goodman (2005), menyebutkan tindakan individu diatas sebagai tindakan sosial. Selanjutnya Weber mengkategorikan tindakan sosial tersebut merupakan tindakan tradisional atau tindakan karena kebiasaan, dimana seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Timbulnya tindakan demikian karena masyarakat masih menganut sistem otoritas tradisional. Pada aspek pembentukan kelompok tani, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan petani dalam menginternalisasi tradisi yang telah turun temurun dilakukan, memperlihatkan individu petani lebih merasa nyaman bila dia berada dalam kelompok yang notabene anggotanya merupakan keluarganya sendiri atau memilki hubungan kekerabatan dengan anggota yang lain. Dalam hal ini Internalisasi merupakan proses yang mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya (Bungin,2006). Pembentukan kelompok tani berangkat bukan dari inisiatif petani untuk membentuk kelompok melainkan karena permintaan pelaksana program tingkat kabupaten yang menghendaki adanya kelompok tani di Kampung Hanghouw

10 sebagai prasyarat mendapatkan bantuan Program PUAP. Umumnya keikut sertaan individu petani untuk mau menjadi anggota kelompok didasari karena adanya kesamaan kepentingan yang diwujudkan dalam suatu tujuan berkelompok, namun dalam kasus yang ditemui di Kampung Hanghouw kesadaran tersebut tidak ada. Keterlibatan menjadi anggota hanya karena dorongan untuk bisa mendapat bantuan semata dan dipengaruhi oleh pihak lain. KESIMPULAN DAN SARAN Konstruksi sosial petani khususnya petani Arfak dalam pembentukan kelompok tani dipengaruhi oleh norma budaya dan tradisi yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat. Konsep Igya ser hanjop atau biasa disingkat hanjop (berdiri menjaga batas) merupakan suatu pandangan hidup masyarakat Arfak yang masih dipegang dalam menjaga hubungannya dengan alam sekitar dan sesama. Konsep ini di eksternalisasi dan mengalami internalisasi dalam tata kehidupan sosial masyarakat Arfak sehari-hari, sehingga terobjektivasi dalam menyingkapi perubahan dalam kehidupan mereka. Hal ini tergambar dalam pembentukan kelompok tani yang lebih mengedepankan ikatan kekerabatan keluarga/klen/marga saat menentukan keanggotaan kelompok tani, sehingga pola relasi yang terbangun dalam kelompok tani adalah pola relasi kolektif kekerabatan. Kinerja kelompok tani di Kampung Hanghouw tergolong masing sangat rendah, selain itu faktor rendahnya pendidikan serta keterbatasan pengetahuan dan pengalaman pengurus dan anggota kelompok tani menyebabkan mereka memiliki sikap apatis terhadap kelompok tani, tercermin dari tidak adanya motivasi atau antusiasme dalam mengembangkan kelompok tani yang telah terbentuk. Kelompok tani bagi masyarakat Arfak dianggap merupakan kebutuhan pemerintah (dinas terkait) dan bukan kebutuhan mereka, sehingga ketika bantuan di salurkan kepada mereka tidak digunakan sesuai anjuran/petunjuk penggunaan bantuan sebagaimana diharapkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan intervensi pembangunan pada masyarakat lokal/asli adalah memperhatikan kesesuaian nilai (compatibility) dan sifat-sifat inovasi lainnya dengan nilai-nilai adat yang setempat, disamping adanya penempatan tenaga pendamping lapangan yang secara kontinu mendampingi petani dan setidaknya memahami karakteristik budaya masyarakat setempat.

11 DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian. (2007). Pedoman Umum Peraturan Menteri Pertanian Tentang Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan. Bungin,Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.Jakarta:Kencana. Hastanti B.&Yeni I. (2009). Strategi Pengelolaan Cagar Alam Pegunungan Arfak Menurut Kearifan Lokal Masyarakat Arfak di Manokwari Papua Barat.Jurnal Penelitian Sosial & Ekonomi Kehutanan,Vol.9,No.1: Makabori, (2005). Pergeseran Pola Perilaku Kepatuhan Masyarakat Pada Norma Adatnya, Kasus Pergeseran Nilai Igya Ser Hanjop pada Masyarakat Lokal di Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak Kabupaten Manokwari. Bogor: IPB. Manuaba,I,B Putera. (2010). Memahami Teori Konstruksi Sosial. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Vol.21,No.3: Surabaya: Fakutas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga Mulyadi. (2012). Budaya Pertanian Papua, Perubahan Sosial dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat Arfak.Yogyakarta:KartaMedia Moleong. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).Bandung:Remaja Rosdakarya Munthe, Hadriana Marhaeni. (2007). Modernisasi dan Perubahan Sosial Masyarakat dalam Pembangunan Pertanian: Suatu Tinjauan Sosiologis.Jurnal Harmoni Sosial,Vol.2.No. 1: 1-7. Ngangi,Charles. (2011). Konstruksi Sosial Dalam Realitas Sosial. Journal ASE,Vol.7.No.2:1-4 Oman,Sukmana. (2005). Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pedesaan Melalui Pengembangan Institusi dan Modal Sosial Lokal.Jurnal Humanity, Vol.1,No.1: Poloma, Margaret M. (2010). Sosiologi Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada Ritzer,George dan Goodman,Dougles. (2005). Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Pranada Media Sesbany. (2009). Penguatan Kelembagaan Petani untuk Meningkatkan Posisi Tawar Petani. Jurnal Agrica Ekstensia,Vol.3.No.1:1-8. Situmorang E.,Asfi M. & Kaluge D. (2012). Modal Sosial dan Keberhasilan Pelaksanaan Pengembangan Agribisnis Pedesaan Di Kabupaten Manokwari.Journal Sepa, Vol.8.No.2: Syahyuti. (2007). Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Pedesaan. Journal Litbang Pertanian,Vol.5.No.1: Syahyuti. (2010). Lembaga dan Organisasi Petani dalam Pengaruh Negara dan Pasar. Forum Penelitian Argo Ekonomi,Vol.28.No.1:35-53.

12

13

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann

Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Kuliah ke-10 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Fenomenologi: Dunia Apa Adanya Realitas Sosial Trilogi Realitas Berger-Luckmann Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Deddy N. Hidayat dalam penjelasan ontologi paradigma kontruktivis, realitas merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang 248 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Penelitian ini mengkaji tentang Internalisasi Nilai Integrasi untuk Menciptakan Harmonisasi Hubungan Antaretnik di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi bangsa Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5 4. KARAKTERISTIK DESA Pertemuan 5 TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami berbagai karakteristik desa 2. Mahasiswa mampu menganalisa berbagai karakteristik desa KARAKTERISTIK DESA Secara umum dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu kota yang dikenal sebagai kota kembang, Bandung menyediakan sarana pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, atas dan perguruan tinggi

Lebih terperinci

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru?

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Ukuran kemiskinan adalah relatif, ketika seseorang masuk dalam kategori miskin namun baginya bukan suatu kesulitan maka pemaknaan miskin yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

KELOMPOK SOSIAL. Oleh Firdaus

KELOMPOK SOSIAL. Oleh Firdaus KELOMPOK SOSIAL Oleh Firdaus Pertemuan ini akan Membahas : 1. Konsep Kelompok Sosial 2. Faktor pendorong terbentuknya kelompok Sosial 3. Bentuk-bentuk pengelompokan sosial Pertanyaan untuk Diskusi Awal:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi 219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk monodualis, di satu sisi ia berperan sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri (internal individu), namun di sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia merupakan buah Pergumulan Kreatif dari penduduk setempat dan telah menjadi warisan untuk genarasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Misi ini berkaitan dengan program-program lain untuk meningkatkan

BAB V PENUTUP. Misi ini berkaitan dengan program-program lain untuk meningkatkan BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Dengan latar belakang kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang masih miskin dan tertinggal oleh pembangunan, maka upaya kesehatan ibu dan anak perlu ditingkatkan dalam konteks

Lebih terperinci

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Kuwati, M. Martosupono dan J.C. Mangimbulude Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Email: kuwatifolley@yahoo.co.id Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 57 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kapasitas dan peningkatan kemampuan yang ada pada masyarakat baik dilihat

Lebih terperinci

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah. BAB V KESIMPULAN, ILPIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan pada Bab IV penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kepemimpinan kepala sekolah harus didukung oleh nilai-nilai

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2 KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN Pertemuan 2 BERBAGAI KESATUAN HIDUP 1. Individu 2. Keluarga 3. Golongan/ kelompok 4. Masyarakat INDIVIDU Sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, satuan terkecil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NEQUALITY DAN MUNCULNYA PERILAKU ANOMI Beberapa konsep yang digunakan pada kajian ini ialah, komunitas, inequality, konflik, dan pola perilaku. Komunitas yang dimaksud disini

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR Bab 9 Kesimpulan Kehidupan rumah tangga nelayan tradisional di Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Penyebab kemiskinan berasal dari dalam diri nelayan sendiri

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Program PUAP Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program yang dinisiasi oleh Kementrian Pertanian.Menteri Pertanian

Lebih terperinci

Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang Endro Pebi Trilaksono Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati (biodiversity) maupun keberagaman tradisi (culture diversity).

Lebih terperinci

[Type the document subtitle]

[Type the document subtitle] PENGAKUAN KEBERADAAN KEARIFAN LOKAL LUBUK LARANGAN INDARUNG, KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU DALAM PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP [Type the document subtitle] Suhana 7/24/2008 PENGAKUAN

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN. A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMANN A. Pengaruh Fenomenologi Terhadap Lahirnya Teori Konstruksi Sosial Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi,

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i

ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i Dwi Priyo Ariyanto Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Sumberdaya air saat ini semakin sulit serta mempunyai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa

BAB VI PENUTUP. Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang. telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa 282 BAB VI PENUTUP Bab ini merupakan penutup dari berbagai data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya yang pernyataannya berupa kesimpulan dan saran yang diperlukan. A. Kesimpulan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Peneliti : dominikus rato 1), fendi setyawan 2) mahasiswa yang terlibat : - sumber dana : BOPTN Universitas Jember Tahun 2013

ABSTRAK. Peneliti : dominikus rato 1), fendi setyawan 2) mahasiswa yang terlibat : - sumber dana : BOPTN Universitas Jember Tahun 2013 PENDEKATAN BUDAYA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT PADA MASYARAKAT NGADHU-BHAGA, KABUPATEN NGADA-NTT ABSTRAK Peneliti : dominikus rato 1), fendi setyawan 2) mahasiswa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang terkenal akan keanearagaman budaya yang dimiliki setiap suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Kemajemukan Indonesia tercermin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon Nasrulloh 2 memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga, yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa). 1 Koentjaraningrat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KAWASAN, HEMAQ BENIUNG, HUTAN ADAT KEKAU DAN HEMAQ PASOQ SEBAGAI HUTAN ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tradisi sedekah bumi dengan berbagai macam istilah memang banyak diadakan di berbagai tempat di pulau Jawa. Namun, tradisi ini sudah tidak banyak

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah saat ini merupakan ruang otonom 1 dimana terdapat tarik-menarik antara berbagai kepentingan yang ada. Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 79 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Temuan penelitian atau analisa data adalah salah satu tahap yang terdapat pada penelitian kualitatif yang berguna untuk menganalisis lebih mendalam tentang

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. interpretatif. Sesuai dengan pendapat Van Wynsberghe dan Khan paradigma

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. interpretatif. Sesuai dengan pendapat Van Wynsberghe dan Khan paradigma BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan paradigma interpretatif. Sesuai dengan pendapat Van Wynsberghe dan Khan paradigma interpretif

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) 3.1. Kerangka Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) Analisis ini digunakan untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER A. Teori Konstruksi Sosial Realitas Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

VIII KESIMPULAN DAN SARAN VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Empirik 8.1.1. Konstruksi Pengetahuan Zakat Konstruksi pengetahuan zakat LAZ Komunitas, BAZDA, dan LAZ Swasta, merupakan hasil dari bekerjanya rezim pengetahuan

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian Pendidikan merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN INDEKS KEMISKINAN MANUSIA 81 Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 5.1. Arah dan Kebijakan Umum Arah dan kebijakan umum penanggulangan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kekuatan yang dimiliki oleh kelompok pengrajin tenun ikat tradisional di desa Hambapraing, sehingga dapat bertahan sampai sekarang adalah, kekompakan kelompok, suasana

Lebih terperinci

Bab Tiga Belas Kesimpulan

Bab Tiga Belas Kesimpulan Bab Tiga Belas Kesimpulan Kehidupan manusia senantiasa terus diperhadapkan dengan integrasi, konflik dan reintegrasi. Kita tidak dapat menghindar dari hubungan dialektika tersebut. Inilah realitas dari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Corporate Social Responsibility (CSR) telah lama diadakan di dunia usaha perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. CSR PT TIA Danone telah dirilis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Gabungan Kelompok Tani (Gapokan) PERMENTAN Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menetapkan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan itu adalah kemauan seseorang atau sekelompok orang untuk mau memberi keyakinan pada seseorang yang ditujunya. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis dimana

Lebih terperinci

A N G G A R A N D A S A R KEKERABATAN ALUMNI ANTROPOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA (KELUARGA) MUKADIMAH

A N G G A R A N D A S A R KEKERABATAN ALUMNI ANTROPOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA (KELUARGA) MUKADIMAH A N G G A R A N D A S A R KEKERABATAN ALUMNI ANTROPOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA (KELUARGA) MUKADIMAH Bahwa Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga telah menghasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Indonesia selama ini diwarnai dengan ketidakadilan distribusi manfaat hutan terhadap masyarakat lokal. Pengelolaan hutan sejak jaman kolonial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci