POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR BAGI ANAK-ANAK NELAYAN DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH (Kajian Terhadap Problem dan Alternatif Solusinya)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR BAGI ANAK-ANAK NELAYAN DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH (Kajian Terhadap Problem dan Alternatif Solusinya)"

Transkripsi

1 POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR BAGI ANAK-ANAK NELAYAN DI KAWASAN PANTURA JAWA TENGAH (Kajian Terhadap Problem dan Alternatif Solusinya) Titik Susiatik Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, IKIP Veteran Semarang tsusiatik@yahoo.co.id Abstrak Pendidikan dasar merupakan salah satu konstitusional yang harus disediakan oleh negara. Sebagai hak bagi warga negara, maka hal itu merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya. Dalam konteks otonomi daerah, penyelenggaraan pendidikan dasar secara operasional dikelola oleh Pemerintah Daerah dan didukung oleh Pemerintah Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potret pemenuhan atas pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan di Kabupaten Tegal. Ada tiga fokus masalah yang dijadikan obyek penelitian ini, yakni: faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi pendidikan dasar anak-anak nelayan, kebijakan pemerintah daerah dalam pemenuhan hak-hak atas pendidikan dasar di Kabupaten Tegal, serta implementasinya di lapangan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis dekriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam mengikuti pendidikan dasar adalah ekonomi, lingkungan dan budaya. Faktor-faktor ini masih terkait dengan penelitian-penelitia sebelumnya, yang menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut sampai saat ini masih belum berubah. Dalam aspek kebijakan, pemerintah daerah belum memiliki kebijakan afirmasi terhadap persoalan pendidikan anak-anak nelayan. Kebijakan yang ada difokuskan untuk menanggulangi persoalan drop-out siswa de jenjang pendidikan dasar secara umum. Namun, pada tahun 2014 ini Pemerintah Kabupaten Tegal telah mendesain program pendidikan inklusi bagi anak-anak yang drop-out sekolah, termasuk anak-anak nelayan. Sejalan dengan program tersebut maka relaisasi kebijakan ini akan di jalankan beriringan dengan program bantuan dari Kementerian Kelauatan dan Perikanan RI, yakni berupa Sekolah Lapang yang bersifat flexibel dna mengikuti ritme aktivitas anak-anak nelayan. Kata Kunci : Hak atas Pendidikan Dasar, Nelayan, Tegal, Afirmasi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nelayan merupakan salah satu masyarakat marginal yang seringkali tersisih dari akomodasi kebijakan pemerintah. Problem yang dihadapi masyarakat nelayan sangatlah kompleks, mulai dari yang bermuara pada minimnya penghasilan mereka. Seperti halnya masyarakat petani dan buruh (proletar), masyarakat nelayan pun tercekik jerat kemiskinan yang menyerupai lingkaran setan (Wahyono, dkk., 2001:iv). Gambaran kemiskinan para nelayan tersebut salah satunya bisa dilihat dari kondisi desa-desa nelayan yang dalam perkembangannya sangat lamban. Biasanya, posisi geografis desa nelayan terisolasi dan fasilitas pembangunan yang ada kurang memadai. Karena kondisi desa yang demikian, maka dinamika sosial dan ekonomi masyarakat nelayan juga terbatas dan kurang memiliki kemampuan atau keberdayaan dalam mengelola potensi-potensi sumber daya alam yang dimiliki. Faktor utama yang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 65

2 mengakibatkan kondisi tersebut adalah kurangnya keberpihakan kebijakan pembangunan pemerintah (daerah) terhadap kawasan dan masyarakat nelayan (Kusnadi, 2002:11). Sebagai hak fundamental (HAM) dalam konsepsi hak ekonomi sosial dan budaya, maka setiap pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Dalam konteks itu, persoalan mendesak yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Tengah adalah tingginya jumlah penduduk miskin, yaitu sebesar orang (20,49 %) pada tahun Pada Tahun 2003 jumlah penduduk miskin sebanyak orang (21,78 %). Dengan demikian, selama 5 tahun jumlah penduduk miskin hanya berkurang orang atau 1,29 % (Dinas ESDM Jateng, 2011; Aries, 2011). B. Perumusan Masalah Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apa saja faktor-faktor yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar?; 2) Bagaimanakah produk hukum lokal yang digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam mendukung terwujudnya pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan?; 3) Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah dalam memenuhi hak atas pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan?. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai peta persoalan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan dalam mendukung/tidak mendukung anak-anak mereka meraih pendidikan dasar. Adapun tujuan berikutnya dari penelitian ini adalah untuk menganalisis berbagai produk hukum dan kebijakan lokal baik di tingkat provinsi maupun di pemerintah kabupaten/kota. II. KAJIAN PUSTAKA A. Hukum HAM Internasional Dalam Pasal 12 UU HAM No. 39 Tahun 1999, telah diatur mengenai hak pendidikan, yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusiayang beriman, bertaqwa, bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 66

3 manusia." Ketentuan UU HAM mempertegas untuk memperoleh pendidikan maupun mencerdaskan dirinya. Artinya tidak hanya pendidikan semata, namun fasilitas untuk meningkatkan kecerdasan juga harus terpenuhi. Penanggungjawab utama untuk memenuhi hak-hak itu adalah Pemerintah. B. Hukum Nasional Pengaturan tentang hak atas pendidikan di Indonesia terdapat dalam berbagai jenjang regulasi, dari UUD 1945 hingga beberapa produk legislasi turunannya. Sebagai contoh, Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 menyatakan: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 6 ayat (1) dinyatakan: (1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Ayat (2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya Pasal 7 menyatakan: (1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Ayat (2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. C. Indikator Pemenuhan Hak Penulisan indikator pemenuhan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak atas pendidikan sangat penting terutama untuk menjelaskan kewajiban pemenuhan hak asasi manusia dan untuk mendiskusikan bagaimana ketentuan tentang hak-hak di atas data dioperasionalkan. Catarina Tomasevsky Pelapor Khusus PBB sebagaimana dikutip oleh Asbjorn (2001:531) menyatakan bahwa indikator ini diperlukan untuk menerjemahkan hukum hak asasi manusia ke dalam bahasa pemenuhan kuantitatif sebagai patokan realisasi hak-hak tersebut. D. Teori Kebijakan Publik Menurut Silalahi (1998:8), kebijakan merupakan pilihan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan atau campur tangan. Dengan demikian, menurut Widodo (1983:17), maka kebijakan dalam politik ekonomi dapat digolongkan ke dalam dua, yaitu: (1). Kebijakan distribusi yang bermaksud untuk: (a). meningkatkan distribusi pendapatan; (b). memperbaiki keseimbangan bargaining power antar kelompok; (c). memeratakan kesempatan antar individu (termasuk mengurangi akibat dari MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 67

4 kesempatan dengan meningkatkan atau memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, jaminan kesehatan, jaminan ekonomi di hari tua dan sebagainya. (2). Kebijakan pengaturan, terutama berhubungan dengan atauran-aturan permainan yang menjamin adanya persaingan yang sehat dan adil, seperti upah minimum, antitrust law, dan sebagainya. III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan pertimbangan bahwa pendekatan tersebut menyediakan beberapa perangkat yang fleksibel bagi pengumpulan dan analisa data (Riduwan, 2004; Sugiyono, 2004). B. Data Penelitian dan Pengumpulannya Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data lapangan berupa hasil wawancara dengan aktor-aktor kunci, baik dari pihak pemerintah daerah yang relevan (kepala dinas pendidikan), kalangan masyarakat sipil (aktivis LSM, akademisi), maupun masyarakat sebagai sasaran utama kebijakan pemerintah daerah. Adapun data sekunder berasal dari hasil penelitian kepustakaan, berbagai produk hukum dan kebijakan pemerintah daerah terkait dengan upaya pemenuhan hak atas pendidikan dasar (Moleong, 2002; Alsa, 2004). C. Teknik Analisis Data Untuk menguji akurasi data, maka peneliti akan melakukan pengujian data melalui validitas natural history, yaitu data disebut valid secara natural history apabila orang lain dapat menerima hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Proses ini dilakukan melalui verifikasi dalam wujud diskusi terbatas antara peneliti dengan partisipan dan kolega dalam kegiatan diskusi laporan penelitian (Alsa, 2004). Keseluruhan proses penelitian dan pengumpulan data tersebut disajikan secara skematis dalam desain diagram berikut ini. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 68

5 Cakupan Survei Lapagan (Lokasi Sample ) Survei Lapagan (Data Primer dan Sekunder) Pengolahan dan Analisis Data (Primer dan Sekunder) Keterpenuhan Hak Atas Pendidikan Menggunakan 4 Parameter Ketersediaan (Availability) Keterjangkauan (Accessibility) Keberterimaan (Acceptability) Kebersesuaian (Adaptability) Data Primer - Kondisi Sekolah di lokasi sample - Jumlah anak usia sekolah - Jumlah anak putus sekolah - Potret kemiskinan - Sarana dan Prasarana pendukung Data Sekunder: - BPS - Dokumen kebijakan dan hukum - Anggaran APBD untuk pendidikan - Teks book dan Jurnal Ilmiah Kompilasi dan Tabulasi Data Analisis Umum Gambaran kondisi eksisting keterpenuhan hak atas pendidikan (dassein dan dassollen) Analisis explanation building Kausalitas kesenjangan dassein dan dassollen dalam pemenuhan hak atas pendidikan di Kota Semarang Elaborasi Laporan Penelitian POTRET PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DI JAWA TENGAH DAN PENGUATAN KEBIJAKAN IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Pendidikan Dasar di Kabupaten Tegal 1. Usia Anak-Anak Pendidikan Dasar Tabel 1. Jumlah Anak Usia Sekolah (Pendidikan Dasar) di Kabupaten Tegal Kecamatan Kelompok Usia Sekolah Jumlah Margasari Bumijawa Bojong Balapulang Pagerbarang Lebaksiu Jatinegara Kedungbanteng Pangkah Slawi Dukuhwaru Adiwerna Dukuhturi Talang Tarub Kramat MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 69

6 Kecamatan Kelompok Usia Sekolah Jumlah 170. Suradadi Warureja Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Kab. Tegal 2013, (Online). 2. Jumlah Sekolah TK-SMA di Kabupaten Tegal Tabel 2. Kondisi Sekolah TK-SMA di Kabupaten Tegal Kecamatan T K S D SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Margasari Bumijawa Bojong Balapulang Pagerbarang Lebaksiu Jatinegara Kedungbanteng Pangkah Slawi Dukuhwaru Adiwerna Dukuhturi Talang Tarub Kramat Suradadi Warureja Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, Kab.Tegal, 2014 (online). 3. Jumlah Guru Pendidikan Dasar Tabel 3. Jumlah Guru Dalam Satuan Pendidikan di Kabupaten Tegal Kecamatan T K S D SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Margasari Bumijawa Bojong Balapulang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 70

7 Kecamatan T K S D SMP SMA / SMK Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 050. Pagerbarang Lebaksiu Jatinegara Kedungbanteng Pangkah Slawi Dukuhwaru Adiwerna Dukuhturi Talang Tarub Kramat Suradadi Warureja / / / Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga, Kab. Tegal 2013 (Online). B. Partisipasi Anak-Anak Nelayan Dalam Pendidikan Dasar Program pendidikan dasar merupakan pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara. Hal ini merupakan hak konstitusional setiap warga untuk mendapatkannya. Bagi pemerintah baik pusat maupun daerah, di satu sisi merupakan kewajiban konstotusional yang harus disediakan. Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan: Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (SD/MIdan SMP/MTs). Namun bisa juga bagi warga yang masih berumur 6 tahun untuk mengikuti program wajib belajar (Bab VII Pasal 34 ayat (1)). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 71

8 Dalam kaitan itu, di Kabupaten Tegal, pada Pasal 12 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan ketentuan serupa, yakni kewajiban penyelenggaraan pendidikan dasar menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Salah satu wujud tanggungjawab dari Pemerintah Daerah tersebut adalah menyediakan dana dari APBD sesuai dengan kemampuan (Pasal 7 (d)). Dalam konteks partisipasi anak-anak nelayan dalam pendidikan dasar, kecenderungannya masih rendah yang ditandai dengan minimnya anak-anak nelayan tersebut dalam menyelesaikan pendidikan dasarnya. Sebagai sample, di Kecamatan Suradadi sebagai basis nelayan di Kabupaten Tegal angka putus Sekolah Dasar anakanak nelayan di daerah tersebut mencapai 29.9% dari total peserta aktif yang mencapai 967 siwa (Dinasdikpora Kabpaten Tegal, 2014). Rincian data tersebut secara detail pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Perbandingan Jumlah Siswa SD Aktif dan Putus Sekolah dari Keluarga Nelayan di Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal No. Desa Siswa Aktif Drop Out Persentase 1 Karangwuluh ,6% 2 Gembongdadi ,5% 3 Karangmulya % 4 Harjasari ,6% 5 Kertasasri ,4% 6 Jatimulya ,9% 7 Jatibogor ,6% 8 Sidoharjo % 9 Purwahamba ,8% 10 Suradadi ,9% 11 Bojongsana % Jumlah ,9% Sumber: Dinas Pemdidikan, Pemudan dan Olah raga, Kabupaten Tegal, Data di atas menunjukkan bahwa perbandingan antara siswa SD yang aktif dengan yang putus sekolah dari keluarga anak-anak nelayan, selama kurun waktu 2013 di Kecamatan Suradadi secara umum berada dikisaran 50% ke bawah. Siswa putus sekolah terbesar berada di Desa Sidoharjo yang mencapai 70% (21 dari 30 siswa, disusul Harjasari yang mencapai 66,6% (8 dari 12 siswa), kemudian di Ibu Kota Kecamatan Suradadi yang mencapai 52% (12 dari 23 siswa), dan terbesar keempat berada di Desa Purwahamba yang mencapai 43% (78 dari 178 siswa). Sebaliknya, angka putus sekolah terkecil berada di Desa Kertasari dan Karngwuluh yang masingmasing mencapai 14,4% dan 16,6%. Berdasarkan data lapangan dari wawancara dengan sejumlah responden menyebutkan bahwa yang menjadi alasan terbesar yang menyebabkan partisipasi MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 72

9 anak-anak nelayan putus sekolah adalah alasan ekonomi, lingkungan dan budaya sebagaimana dirinci sebagai berikut: Tabel 5. Penyebab Partisipasi Pendidikan Dasar Anak-Anak Nelayan Rendah No Alasan Putus Sekolah Faktor Penyebab 1 Ekonomi 1. Ketiadaan biaya untuk sekolah, alokasi penghasilan diprioritaskan untuk kebutuhan sehari-hari. 2. Bantuan Pemerintah melalui BOS hanya meringankan, dan cukup berpengaruh terhadap penurunan angka putus sekolah dari anak-anak nelayan. 3. Jumlah anak-anak nelayan rata-rata dalam satu keluarga 3-5 orang, sehingga dianggap cukup berat untuk membiaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari. 2 Lingkungan 1. Anak-anak nelayan tidak mendapat perhatian orang tua dengan baik 2. Umumnya mereka lebih suka membantu orang tuanya melaut daripada sekolah 3 Budaya/Pandangan 1. Pandangan terkuat muncul dari anakanak sendiri yang meyakini bahwa pendidikan tinggi tidak bermanfaat, toh akhirnya akan kembali melaut seperti orang tuanya. 2. Umumnya mereka putus sekolah pada masa kelas 5-6 SD untuk melaut. 3. Faktor lingkungan sekolah yang cenderung tidak mendukung atau bullying, seperti: anak-anak nelayan identik dengan selalu berseragam bekas, tas bekas, buku bekas dan sepatu bekas. Sumber: Diolah dari Data Primer, Data pada Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa secara empiris kondisi nelayan di Desa Suradadi tersebut masih berada pada garis kemiskinan dan budaya tradisional yang memandang bahwa profesi anak tidak akan jauh dari orang tuanya, dalam hal ini menjadi nelayan. Selain itu, faktor profesi nelayan dna menjadi nelayan itu sendiri memiliki karakteristik yang khas dengan pola pandangan hidup yang yang khas juga. C. Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dasar Sebagaimana telah dideskripsikan pada bagian sebelumnya, bahwa trend pelaksanaan pendidikan dasar di Kabupaten Tegal setiap tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Misalnya saja pada tahun capaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dapat digambarkan sebagai berikut ini. 1. Jumlah anak usia tahun yang belum mendapatkan layanan pendidikan pada tahun 2003/2004 masih cukup tinggi, yaitu sekitar 2,78 juta. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 73

10 2. Angka putus sekolah SD/MI rata-rata nasional pada tahun 2002/2003 sebesar 2,97 %. Untuk tingkat SMP/MTs, angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 3,54 %. 3. Angka mengulang kelas juga masih cukup tinggi. Pada tahun 2002/2003 jumlah siswa yang mengulang kelas di SD/MI sebanyak anak, sedangkan di SMP/MTs sebanyak anak. 4. Mutu pendidikan dasar masih cukup rendah, yang ditunjukkan oleh antara lain belum idealnya rasio siswa guru (khususnya di daerah terpencil), rasio siswa-kelas, rasio kelas-ruang kelas, rasio laboratorium-sekolah, dan tingkat kelayakan guru serta kondisi gedung sekolah. Di samping itu, proses pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah yang kurang melatih anak untuk berfikir kritis, kreatif, dan inovatif. Meskipun pelaksaaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, khususnya pada empat tahun pertama sejak dicanangkan dapat dikatakan berhasil tetapi terdapat sejumlah masalah, di samping masalah krisis ekonomi, yang harus mendapat perhatian di masa yang akan datang. Selain sekolah lapang, menurut Sjarief, pihaknya juga meningkatkan kemampuan sekolah-sekolah formal kelautan dan perikanan dengan muatan lokal sesuai dengan lokasi. Kalau di Tegal, muatan lokal akan terkait dengan perikanan tangkap mulai dari hulu sampai dengan hilir. Di Boyolali, konsentrasinya budidaya lele. Nantinya, mereka yang sudah lulus bisa menjadi wiraswasta bidang perikanan dan kelautan. Hingga ini, KKP memiliki 9 Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), 3 Akademi Usaha Perikanan dan 1 Sekolah Tinggi Usaha Perikanan. Sementara, Kemendikbud memiliki 167 Sekolah Menengah Kejuruan Perikanan. Selain itu, ada 28 universitas negeri yang memiliki fakultas maupun jurusan perikanan. V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terdapat tiga faktor utama yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan dalam meraih pendidikan dasar, yakni: faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Pada faktor ekonomi, kebanyak keluarga nelayan berada digaris kemiskinan dengan tingkat penghasilan melaut yang tidak menentu. Pada umumnya, penghasilan nelayan melaut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari itu saja, sehingga tak jarang mereka meminjam tetangganya untuk menutup kebutuhan hidupnya tersebut, termasuk keperluan sekolah anak-anak mereka. Kondisi ini MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 74

11 diperparah lagi dengan kenyataan bahwa rata-rata keluarga nelayan di Kabupaten Tegal memiliki anak antara 3-5 orang, sehingga beban pengeluaran keluarga menjadi lebih besar. Pada faktor budaya, terdapat keyakinan dalam diri anak-anak nelayan sendiri bahwa sekolah tinggi tidak akan bisa merubah kehidupan mereka. Anak-anak nelayan meyakini bahwa setinggi apapun sekolah pada akhirnya akan kembali lagi ke asal keluarga, yakni meneruskan profesi keluarga sebagai nelayan. Kondisi ini diperkuat oleh rendahnya motivasi dari keluarga dalam mendorong anak-anak mereka dalam melanjutkan sekolah. Faktor lainnya yang terkait dengan partisipasi anak-anak nelayan bersekolah adalah faktor lingkunga. Pada umumnya anak-anak nelayan lebih mengutamakan membantu orang tuanya dibandingkan bersekolah. Kondisi ini diperparah lagi oleh sikap-sikap bullying dari teman-teman mereka di sekolah, yang sering mengolokngolok mereka secara fisik, semisal berseragam bekas, tas bekas, sepatu bekas, dan buku bekas. Kedua, pada tataran kebijakan hukum, Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal bisa dikatakan miskin regulasi dalam pendidikan dasar. Hanya terdapat Perda Penyelenggaraan Pendidikan yang bersifat pengaturan (regeeling). Perda ini hanya mengatur proses pendidikan yang ada di daerah tersebut secara makro. Padahal, untuk memutus mata rantai ketertinggalan pendidikan dasar bagi anak-anak nelayan diperlukan kebijakan afirmasi, sehingga berbagai faktor yang menghambat partisipasi anak-anak nelayan dalam mengenyam pendidikan dasar sebagaimana diuraikan di atas bisa dengan cepat dilakukan. Kondisi ini sedikit teratasi dengan adanya paket kebijakan afirmasi yang datang dari kementerian kelautan dan perikanan dengan program sekolah lapangnya yang bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kurikulum paket A di kementerian pendidikan. Pada level kementerian pendidikan sendiri, program afirmasi yang ada bersifat umum, yakni BOS (Biaya Operasional Sekolah). Diakui oleh keluarga nelayan, program tersebut cukup membantu mengurangi biaya pendidikan anak-anak nelayan. Namun, secara faktual dana BOS tersebut dikelola pihak sekolah dan secara operasional juga banyak diperuntukkan untuk programprogram sekolah. Ketiga, dengan miskinnya regulasi dalam pendidikan dasar di Kabupaten Tegal, maka secara otomatis konsentrasi kebijakan pendidikan di daerah tersebut diorientasikan untuk mengurangi angka putus sekolah anak-anak dan meningkatkan partisipasi pendidikan dasar. Kebijakan khusus untuk anak-anak nelayan dilaksanakan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 75

12 melalui kerjasama dengan pihak kementerian kelautan dan perikanan dalam program sekolah lapang. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil beberapa hal sebagai rekomendasi. Pertama, persoalan budaya yang tertanam kuat dalam diri anak-anak nelayan yang memandang bahwa sekolah tinggi kurang bermanfaat, perlu dikikis melalui kegiatan penyuluhan secara interaktif, sehingga bisa membuka wawasan bagi anak-anak nelayan dan keluarganya untuk bisa melanjutkan sekolah. Kedua, kebijakan afirmasi perlu dibuat baik dalam bentuk peraturan tertulis maupun program-program nyata dalam meningkatkan partisipasi anak-anak nelayan dalam mengikuti pendidikan dasar, sehingga mereka tidak putus sekolah di tengah jalan. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 2. Konvensi Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant Economi, Social and Cultural Right). Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966, dan terbuka untuk penandatangan, ratifikasi, dan aksesi 3. Konvensi Hak Anak Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan 6. Undang Undang Dasar Republik Indonesia UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 9. Pendidikan Anak Nelayan Mampu Memutus Rantai Kemiskinan Nelayan-Mampu-Memutus-Rantai-Kemiskinan DAFTAR PUSTAKA Abdi, S. dkk., Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Era Otonomi Daerah, PusHAM UII, Yogyakarta. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 76

13 Alsa, A. 2004, Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah, Pilot Studi Perumusan Indikator Kemiskinan di Jawa Tengah, Darmaningtyas, 2007, Pemenuhan Hak-Hak Atas Pendidikan, Makalah dipresentasikan dalam Seminar Mendorong Regulasi Pro Poor Bidang Pendidikan di Kabupaten Wonosobo, yang diselenggarakan INDIPT bersama TAF Jakarta dan Pemkab Wonosobo, di Pendopo Pemkab Wonosobo, 9 Agustus Ifdhal Kasim, 2006, Potret Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Hak Atas Kesehatan: Catatan ELSAM, Makalah Disampaikan pada Lokakarya yang diselenggarakan oleh PUSHAM UII, Yogyakarta, Hotel Jogja Plaza, 25 Januari. ILRC Melindungi Hak-Hak Anak: Kompilasi Peraturan dan Kebijakan terkait Anak Berhadapan dengan Hukum, Jakarta: ILRC. Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Alam, LKiS, Yogyakarta. Masrukhi, Tommi Yuniawan, Noorochmat Isdaryanto, Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun, Penyebaran Sekolah, Angka Partisipasi Kasar di Kabupaten Tegal. (Manuskrip Artikel Penelitian-LP2M UNNES). Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Rosdakarya, Bandung. Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Penerbit Alfabet, Bandung. Wahyono, A Pemberdayaan Masyarakat Nelayan, Media Pressindo bekerjasama dengan Yayasan Adikarya Ikapi dan Ford Foundation, Yogyakarta, MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN 77

MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL SEKTOR BANGUNAN Sektor Bangunan mencakup kegiatan konstruksi di wilayah Kabupaten Tegal yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain,

Lebih terperinci

Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tegal Pada Tahun 2013

Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tegal Pada Tahun 2013 Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tegal Pada Tahun 2013 Kepadatan Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk ( Km 2 ) Penduduk (Jiwa) ( Jiwa/Km 2 ) 010. Margasari 86,83 95.150

Lebih terperinci

KABUPATEN TEGAL. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN TEGAL

KABUPATEN TEGAL. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN TEGAL KABUPATEN TEGAL Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN TEGAL Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

BAB VI INDUSTRI, LISTRIK DAN AIR MINUM

BAB VI INDUSTRI, LISTRIK DAN AIR MINUM BAB VI INDUSTRI, LISTRIK DAN AIR MINUM A. INDUSTRI Kepercayaan diri sektor sub sektor Industri Besar/Sedang di Kabupaten Tegal mulai bangkit semenjak 1999 setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan

Lebih terperinci

SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI

SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. Pengangkutan meliputi kegiatan pemindahan penumpang dan atau barang

Lebih terperinci

SEKTOR BANGUNAN PDRB KABUPATEN TEGAL

SEKTOR BANGUNAN PDRB KABUPATEN TEGAL SEKTOR BANGUNAN Sektor Bangunan mencakup kegiatan konstruksi di wilayah Kabupaten Tegal yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain,

Lebih terperinci

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN Di wilayah Kabupaten Tegal sektor penggalian pada umumnya adalah penggalian yang dilakukan oleh pengusaha golongan C seluruhnya. Komoditi yang digali antara lain : pasir,

Lebih terperinci

BAB IV SOSIAL BUDAYA A. PENDIDIKAN

BAB IV SOSIAL BUDAYA A. PENDIDIKAN A. PENDIDIKAN BAB IV SOSIAL BUDAYA Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan, karena dengan pendidikan masyarakat akan semakin cerdas yang selanjutnya akan membentuk Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB IV SOSIAL BUDAYA A. PENDIDIKAN

BAB IV SOSIAL BUDAYA A. PENDIDIKAN A. PENDIDIKAN BAB IV SOSIAL BUDAYA Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan, karena dengan pendidikan masyarakat akan semakin cerdas yang selanjutnya akan membentuk Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK Penduduk A. PENDUDUK BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA penduduk Kabupaten Tegal tahun 2007 mencapai 1.492.548 jiwa. Kecamatan yang berpenduduk paling banyak adalah Adiwerna yaitu 124.920 jiwa dan yang

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK A. PENDUDUK BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA Jumlah penduduk Kabupaten Tegal tahun 2009 mencapai 1.420.760 jiwa. Kecamatan yang berpenduduk paling banyak adalah Adiwerna yaitu 118.824 jiwa dan yang paling

Lebih terperinci

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank)

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) SEKTOR KEUANGAN 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) 8.1.1 PERBANKAN Perbankan adalah suatu kegiatan pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kegiatan operasional Bank yang antara lain

Lebih terperinci

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN Di wilayah Kabupaten Tegal sektor penggalian pada umumnya adalah penggalian yang dilakukan oleh pengusaha golongan C seluruhnya. Komoditi yang digali antara lain : pasir,

Lebih terperinci

7.6 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kawasan

7.6 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kawasan 7.6 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kawasan 1. Rencana Sistem Pusat Kegiatan Wilayah pengembangan dan kawasan pengembangan dalam struktur tata ruang Kabupaten Tegal ditentukan berdasarkan efisiensi

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Anggaran : 205 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan :. 03 Urusan Wajib Pekerjaan Umum Organisasi :. 03. 0 Dinas

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB I GEOGRAFI A. LETAK GEOGRAFI Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dengan Ibukota Slawi. Terletak antara 108 57'6 s/d 109 21'30 Bujur Timur dan 6 50'41" s/d

Lebih terperinci

SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN

SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN Sektor perdagangan dalam Penghitungan Regional Income adalah semua balas jasa yang diterima oleh pedagang besar, pedagang eceran, rumah makan dan sebagainya. Adapun

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : 15 29 December 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB IX KEUANGAN. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB IX KEUANGAN. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB IX KEUANGAN Pembangunan Keuangan Daerah diarahkan pada peningkatan kemampuan dan daya guna keseluruhan tatanan, kelembagaan dan kebijaksanaan keuangan dalam menunjang keseimbangan pembangunan. Peningkatan

Lebih terperinci

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank)

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) SEKTOR KEUANGAN 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) 8.1.1 PERBANKAN Perbankan adalah suatu kegiatan pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kegiatan operasional Bank yang antara lain

Lebih terperinci

Tabel 2.2. Tingkat Produksi Pertanian di Kabupaten Tegal

Tabel 2.2. Tingkat Produksi Pertanian di Kabupaten Tegal kentang, kubis, tomat, wortel, bawang merah dan cabe merah. Kondisi budidaya hortikultura di kawasan Tegal bagian Selatan walaupun telah mempunyai tujuan pemasaran yang jelas, tetapi masih dirasakan belum

Lebih terperinci

TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI

TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI TREND DAN ESTIMASI ANGGARAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN DI PROVINSI JAMBI Oleh : Dr. Muhammad Ridwansyah, SE, M.Sc (Dosen Fakultas Ekonomi UNJA) 1. Pendahuluan Tugas negara adalah

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bekalang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan individu. Melalui pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya sangat ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi tiga prioritas pembangunan pendidikan nasional, meliputi 1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2. peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode Data

METODE PENELITIAN. (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode Data 50 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode 2001-2012. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pencapaian pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Bahkan pendidikan menjadi domain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Tegal Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Tegal Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Tegal Tahun 2013 sebanyak 105.987 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Tegal Tahun 2013 sebanyak 13 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

Banyaknya Perkara yang Diterima Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal Tahun Kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal. Perkara Yang Diterima

Banyaknya Perkara yang Diterima Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal Tahun Kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal. Perkara Yang Diterima Pidana Biasa Sumir Ringan Ekonomi Pelanggaran Gugatan Permohonan Tabel 4.9.2 Banyaknya Perkara yang Diterima Pengadilan Negeri Kabupaten Tegal Tahun 2007 Kejahatan Perkara Yang Diterima Jumlah ( 1 ) (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI SD NEGERI WONOTINGAL 04 KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TESIS

DAYA DUKUNG DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI SD NEGERI WONOTINGAL 04 KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TESIS DAYA DUKUNG DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI SD NEGERI WONOTINGAL 04 KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajeman Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN Pembagian urusan pemerintahan sesuai asas desentralisasi dalam sistem pemerintahan yang mensyaratkan adanya pembagian urusan yang jelas antara Pemerintah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara mempunyai kewajiban mencerdaskan kehidupan warga negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang Dasar 1945

Lebih terperinci

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN. 1. Biaya Operasional, Biaya Investasi, dan Biaya Personal Sekolah

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN. 1. Biaya Operasional, Biaya Investasi, dan Biaya Personal Sekolah BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan 1. Biaya Operasional, Biaya Investasi, dan Biaya Personal Sekolah Dasar (SD) di Jawa Barat a. Biaya Operasional Sekolah Dasar Kebutuhan pembiayaan SD di Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Menimbang : a. DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehinggga semua kewenangan adalah dimiliki oleh rakyat. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitasnya sumber daya manusia (human capital) negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitasnya sumber daya manusia (human capital) negara tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara yang kuat, disebabkan oleh berkualitasnya sumber daya manusia (human capital) negara tersebut. Sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder (Time Series) dari

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder (Time Series) dari III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder (Time Series) dari tahun 2006/2007 sampai dengan 2008/2009 yang diperoleh dari berbagai sumber

Lebih terperinci

Sapusapuan 1% Furniture Rotaan 0% Wooden Cable 4% Komponen 13% Benang Tenun. Perabot Kayu. Furniture. Kayu 51% 17% BAB VII PERDAGANGAN A.

Sapusapuan 1% Furniture Rotaan 0% Wooden Cable 4% Komponen 13% Benang Tenun. Perabot Kayu. Furniture. Kayu 51% 17% BAB VII PERDAGANGAN A. A. PERDAGANGAN BAB VII PERDAGANGAN Pembangunan di Sektor Perdagangan diarahkan pada terciptanya sistem perdagangan yang makin efisien dan efektif, mampu memperluas pasar serta dapat membentuk harga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tersebut pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan oleh masyarakat, terutama anak anak. Pendidikan merupakan faktor penting untuk menambah wawasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkembangan jaman telah berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana perkembangan ini telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan juga merupakan faktor pendukung yang memegang peranan penting diseluruh

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEREKONOMIAN KECAMATAN ADIWERNA TAHUN 2006

BAB III PROFIL PEREKONOMIAN KECAMATAN ADIWERNA TAHUN 2006 BAB III PROFIL PEREKONOMIAN KECAMATAN ADIWERNA TAHUN 2006 3.1 Gambaran Umum Kecamatan Adiwerna merupakan suatu daerah dengan potensi ekonomi yang strategis mengingat posisi geografis terletak pada pertemuan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEBIJAKAN DANA TRANSFER KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2016 Disampaikan Oleh : Direktorat Dana Perimbangan Direktorat Jenderal Perimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara politis tekad pemerintah untuk membangun pelayanan pendidikan bagi seluruh masyarakat terlihat cukup besar. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan anggaran 20% APBN untuk. pendidikan. Dalam Undang-Undang 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan anggaran 20% APBN untuk. pendidikan. Dalam Undang-Undang 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal itu dikarenakan pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan seusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi, keduanya memiliki makna yang hampir mirip yakni pelimpahan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi, keduanya memiliki makna yang hampir mirip yakni pelimpahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah sudah berjalan sejak diterbitkannya UU No 22/1999 dan 25/1999, menandakan sistem pemerintahan sudah beralih dari sentralisasi menjadi desentralisasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN I. UMUM Pembangunan Kabupaten Majene merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI BAHASA INDONESIA DALAM PENDIDIKAN. Yoga Yolanda Universitas Negeri Malang

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI BAHASA INDONESIA DALAM PENDIDIKAN. Yoga Yolanda Universitas Negeri Malang KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI BAHASA INDONESIA DALAM PENDIDIKAN Yoga Yolanda Universitas Negeri Malang yoga.yomail@gmail.com ABSTRAK Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR 4.1 Dinamika Pendidikan Dasar Sampai tahun 2012 Provinsi Sulawesi Utara mengalami pemekaran yang cukup pesat. Otonomi daerah membuat Sulawesi Utara yang sebelumnya hanya mempunyai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama yakni bab pendahuluan memuat latar belakang masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama yakni bab pendahuluan memuat latar belakang masalah yang BAB I PENDAHULUAN Bab pertama yakni bab pendahuluan memuat latar belakang masalah yang melandasi penelitian ini dibuat, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan nilai IR (incident rate per kecamatan) = x = 61, karena nilai IR Kecamatan Adiwerna > 55 per 100.

Lampiran 1. Perhitungan nilai IR (incident rate per kecamatan) = x = 61, karena nilai IR Kecamatan Adiwerna > 55 per 100. Lampiran 1 Perhitungan nilai IR (incident rate per kecamatan) 1. IR Adiwerna = JKD = 79 128968 x100.000 = 61, karena nilai IR Kecamatan Adiwerna > 55 per 100.000 penduduk, maka digolongkan sebagai daerah

Lebih terperinci

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENDIRIAN LEMBAGA SATUAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menempati urutan pertama di dunia sebagai negara dengan jumlah panti asuhan terbesar yaitu mencapai 5000 hingga 8000 panti terdaftar dan 15.000 panti

Lebih terperinci

Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional Sistem Pendidikan Nasional Oleh : M.H.B. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang, karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kehidupan setiap manusia. Dengan pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh sektor kehidupan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai rumusan mengenai sifat negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara Indonesia yang diinginkan

Lebih terperinci

2015 MANFAAT PEMBELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM PENUMBUHAN SIKAP WIRAUSAHA SISWA SMAN 1 CIMAHI

2015 MANFAAT PEMBELAJARAN PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DALAM PENUMBUHAN SIKAP WIRAUSAHA SISWA SMAN 1 CIMAHI 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah mengenai pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dalam penumbuhan sikap wirausaha siswa yang akan diteliti, rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah Satu indikator kemajuan pembangunan suatu bangsa adalah tingkat capaian Sumber Daya Manusianya, bahkan pendidikan merupakan bagian utama untuk suatu

Lebih terperinci

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR A. Tujuan dan Sasaran Strategis Berdasarkan pada amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta misi dan visi Dinas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun Cluster 1 Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun Oleh: Jumono, Abdul Waidil Disampaikan pada kegiatan Simposium Pendidikan 23 Febuari 2015 Ki Hadjar Dewantara: Rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun) URUSAN WAJIB: PENDIDIKAN PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 Meningkatnya Budi Pekerti, 1 Persentase pendidik yang disiplin Tata Krama

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA PELUNCURAN STRATEGI NASIONAL (STRANAS) PERCEPATAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) MELALUI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1 Perubahan Arah Kebijakan Perekonomian Daerah Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015 merupakan Tahun ke1 (satu)

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci