IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR"

Transkripsi

1 IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR 4.1 Dinamika Pendidikan Dasar Sampai tahun 2012 Provinsi Sulawesi Utara mengalami pemekaran yang cukup pesat. Otonomi daerah membuat Sulawesi Utara yang sebelumnya hanya mempunyai 4 kabupaten dan 1 kota, saat ini memiliki 11 kabupaten dan 4 kotamadya. Untuk kepentingan penelitian, maka jumlah kabupaten/kota yang akan dipakai sebanyak 9 kabupaten dan 4 kotamadya. Jumlah penduduk Sulawesi Utara berdasarkan sensus penduduk 2010 adalah sebanyak jiwa. Distribusi penduduk yang masih di usia pendidikan dasar (umur 7-15 tahun) sebanyak 17,15 persen dari seluruh kelompok usia dimana penduduk usia SD (7-12 tahun) sebanyak 11,81 persen dan penduduk usia SMP (13-15 tahun) sebanyak 5,34 persen. Penduduk usia SD pada tahun 2010 yang masih bersekolah sekitar 98,3 persen, belum pernah sekolah 0,6 persen dan yang tidak sekolah lagi ada 1,1 persen (Gambar 7). Persentase penduduk usia SMP pada tahun 2010 yang masih bersekolah 89,1 persen sedangkan yang putus sekolah sejumlah 10,5 persen, dan yang tidak pernah sekolah sejumlah 0,5 persen (Gambar 7). putus sekolah 1% Belum Sekolah 1% putus Belum sekolahsekolah 10% 1% Masih sekolah 98% Masih sekolah 89% Partisipasi sekolah usia 7-12 tahun Partisipasi sekolah usia tahun Gambar 7 Partisipasi Sekolah Usia 7-15 Tahun 2010 Pembangunan yang tidak hanya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi namun juga pembangunan manusia seutuhnya menjadi target pemerintah. Pemerataan pendidikan dicerminkan dari terbukanya akses pendidikan kepada semua golongan.

2 40 Tabel 3 Partisipasi Sekolah Usia 7-15 Tahun di Sulawesi Utara (persen) Tahun Tidak/belum sekolah Usia 7-12 tahun Masih Sekolah Tidak bersekolah lagi Tidak/belum sekolah usia tahun Masih Sekolah Tidak bersekolah lagi ,34 97,82 0,84 0,49 87,96 11, ,56 97,82 0,62 0,48 88,35 11, ,15 98,30 0,55 0,46 89,06 10,49 Sumber :SUSENAS, tahun Untuk pencapaian pendidikan dasar di Sulawesi Utara selama tahun menunjukkan kenaikan. Dari data SUSENAS partisipasi sekolah umur 7-12 tahun yang masih bersekolah 97,82 persen pada tahun 2008 dan meningkat sampai 98,30 persen. Angka ini masih lebih besar dari partisipasi sekolah SMP dimana pada tahun 2008 sebesar 87,96 persen dan meningkat hanya sampai 89,06 persen. Anak yang putus sekolah juga cenderung menurun, anak usia SMP lebih yang tidak bersekolah lagi masih lebih banyak dari usia SD. Pada tahun 2010 dari 100 anak usia tahun, masih terdapat 11 anak yang tidak bersekolah atau putus sekolah (Tabel 3). Gambar 8 APS Kabupaten/Kota Tahun 2010 Angka Partisipasi Sekolah (APS) juga merupakan salah satu indikator pemerataan akses dan layanan pendidikan. Pada periode 2010, APS SD di Sulawesi Utara yang tertinggi adalah kabupaten Minahasa sedangkan yang terendah adalah Sangihe. Untuk APS usia tahun yang tertinggi adalah Kepulauan Talaud dan yang terendah adalah Bolaang Mongondow (Gambar 8).

3 41 Selain melihat partisipasi sekolah, yang perlu menjadi perhatian adalah angka putus sekolah pada usia 7-15 tahun. Kelompok ini adalah proporsi anak menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu. Gambaran angka putus sekolah selama periode penelitian disajikan dalam bentuk peta dengan 3 gradasi warna. Warna paling gelap menunjukkan angka putus sekolah yang masih diatas rata-rata tahun 2008, sedangkan warna yang paling terang menunjukkan angka putus sekolah di daerah tersebut masih di bawah rata-rata Sulawesi Utara. Untuk putus sekolah umur 7-12 tahun daerah yang tetap berada diatas ratarata angka putus sekolah adalah Kabupaten Sangihe, angka putus sekolah di kabupaten ini meningkat dari 3,21 persen di tahun 2008 menjadi 4,30 persen di tahun Daerah yang angka putus sekolahnya tetap berada di bawah rata-rata adalah kabupaten Talaud dan Minahasa Tenggara (Gambar 9a dan b). Daerah yang menunjukkan kondisi membaik angka putus sekolahnya adalah Kabupaten Minahasa, Minahasa Utara, Sitaro, Kota Bitung, Tomohon dan Kotamobagu. Angka putus sekolah di Kotamobagu dari 1,85 persen menjadi 1,05 persen. Kabupaten yang mengalami kondisi memburuk adalah Kabupaten Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, dan Manado (Gambar 9a dan b). Secara keseluruhan dari tahun 2008 ke tahun 2009 kondisi angka putus sekolah cenderung menunjukkan penurunan.

4 42 (a) Sebaran Putus Sekolah usia 7-12 tahun di tahun 2008 (b) Sebaran Putus Sekolah usia 7-12 tahun di tahun 2009

5 43 01 Bolaang Mongondow 02 Minahasa 03 Kep.Sangihe 04 Kep. Talaud 05 Minahasa Selatan 06 Minahasa Utara 07 Bolaang Mongondow Utara 08 Kep. Sitaro 09 Minahasa Tenggara 71 Manado 72 Bitung 73 Tomohon 74 Kotamobagu (c) Sebaran Putus Sekolah usia 7-12 tahun di tahun 2010 Gambar 9 Peta Sebaran Putus Sekolah Usia 7-12 Tahun di Tahun Sedangkan jika melihat perkembangan tahun 2009 ke tahun 2010 yang membaik adalah Bolaang Mongondow, Minahasa Selatan dan Sitaro. Kabupaten yang memburuk adalah Bolaang Mongondow Utara dan Kotamobagu. Kabupaten yang kondisinya tetap adalah Minahasa, Sangihe, Talaud, Minahasa Tenggara, Manado, Bitung, dan Tomohon. Secara keseluruhan angka putus sekolah membaik namun ada kabupaten yang tetap berada diatas rata-rata putus sekolah yaitu kabupaten Sangihe (Lampiran 8). Kabupaten Sangihe selama periode penelitian menunjukkan angka putus sekolah yang tetap berada di atas rata-rata provinsi hal ini disebabkan antara lain karena kabupaten Sangihe merupakan daerah kepulauan yang juga rawan bencana alam. Jumlah pulau di kabupaten Sangihe adalah 105 pulau (BPS, 2011). Pada tahun 2008 ada 112 bencana alam, terbanyak adalah bencana tanah longsor kemudian gelombang pasang air laut (Lampiran 5). Masih adanya sejumlah desa yang tidak memiliki sarana sekolah SD membuat anak usia sekolah SD kesulitan untuk bersekolah saat bencana alam datang. Kota Manado cenderung naik angka putus sekolahnya diduga karena biaya pendidikan yang cukup mahal. Walaupun program dana BOS dari pemerintah sudah ada, namun beberapa sekolah tetap memungut biaya. Hal ini

6 44 tetap diperbolehkan karena berdasarkan peraturan bahwa sekolah rintisan berstandar internasional dan sekolah berstandar internasional diperbolehkan memungut biaya. Angka putus sekolah usia tahun perkembangannya dari tahun 2008 ke tahun 2009 secara umum tetap. Kabupaten yang angka putus sekolahnya tetap dalam kategori diatas rata-rata adalah Bolaang Mongondow, sedangkan yang tetap dalam kategori dibawah rata-rata adalah Kepulauan Talaud, Minahasa Utara, Manado, dan Tomohon. Kabupaten yang keadaan angka putus sekolah memburuk adalah Minahasa (Gambar 10a dan b). Minahasa dan Bolaang Mongondow adalah kabupaten terbanyak yang tidak memiliki sekolah SMP di tiap desa (Lampiran 7). Kurangnya ketersediaan akses bisa menjadi penyebab angka putus sekolah yang tinggi. < 9,23 9,23-14,78 >14,78 (a) Sebaran Angka Putus Sekolah usia tahun 2008

7 45 (b) Sebaran Angka Putus Sekolah usia Tahun Bolaang Mongondow 02 Minahasa 03 Kep.Sangihe 04 Kep. Talaud 05 Minahasa Selatan 06 Minahasa Utara 07 Bolaang Mongondow Utara 08 Kep. Sitaro 09 Minahasa Tenggara 71 Manado 72 Bitung 73 Tomohon 74 Kotamobagu (c) Sebaran Angka Putus Sekolah Usia Tahun 2010 Gambar 10 Peta Sebaran Putus Sekolah Usia Tahun di Tahun

8 46 Perkembangan angka putus sekolah tahun menunjukkan trend menuju dibawah rata-rata. Kabupaten/Kota yang kondisinya memburuk pada tahun 2010 adalah Sangihe, Minahasa Utara, dan Manado. Dari segi jarak, hanya 28 desa/kelurahan di Manado yang tidak memiliki sekolah SMP dan jaraknya dengan SMP terdekat rata-rata adalah 2 km (Lampiran 7), sehingga jarak bukanlah merupakan faktor utama penyebab angka putus sekolah di Manado. Angka putus sekolah Sangihe selalu diatas rata-rata sejak tahun Sampai tahun 2008, ada 99 desa yang tidak memiliki sekolah SMP, dengan letak geografis Sangihe yang merupakan kepulauan ketiadaan akses seperti sekolah dapat menjadi salah satu penyebab seorang anak tidak melanjutkan sekolahnya. Sarana transportasi yang dibutuhkan untuk bersekolah biasanya adalah perahu antar pulau yang datang hanya di jam-jam tertentu. Pemerintah dapat mengupayakan perahu gratis layaknya bis sekolah yang beroperasi di jam-jam berangkat dan pulang sekolah. 4.2 Alokasi Anggaran Pendidikan Untuk melakukan suatu proses pendidikan dibutuhkan pendanaan yang berasal dari berbagai sumber. Amanat UUD 1945 bahwa pemerintah mengalokasikan dana untuk pendidikan minimal 20 persen dari total anggaran. Semenjak adanya otonomi daerah, maka anggaran pendidikan juga mengalami desentralisasi dana pendidikan. Daerah diberi kewenangan untuk mengelola dana. Besarnya realisasi belanja untuk pendidikan dasar menjadi salah satu tolak ukur perhatian pemerintah daerah dalam mencapai target pencapaian pendidikan dasar. Anggaran pendidikan dasar di daerah dikelola oleh dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Dinas provinsi bertugas sebagai pengawas untuk monitoring dan evaluasi program wajib belajar di daerah. Anggaran Dinas Pendidikan yang dialokasikan untuk pendidikan dasar fluktuatif sepanjang tahun , pada tahun 2008 rata-rata 89 persen dari total belanja langsung, sedangkan pada tahun 2010 rata-rata hanya 69,09 persen. Sebagian besar anggaran dibelanjakan untuk belanja modal. Pada tahun 2010 kabupaten yang mengalokasikan anggarannya dalam belanja langsung untuk belanja pendidikan dasar adalah kabupaten Sangihe, Minahasa Utara, dan Bolaang Mongondow Utara, sedangkan daerah dengan anggaran belanja pendidikan dasar terkecil adalah Kabupaten Minahasa Selatan. Perbedaan antar daerah di Sulawesi

9 47 Utara sangat bervariasi, hal ini dikarenakan belum adanya standar baku dari kementrian keuangan yang mensyaratkan minimal alokasi anggaran untuk pendidikan dasar dari anggaran dinas pendidikan. Tabel 4 Persentase Anggaran Belanja Tidak Langsung, Belanja Langsung dan Anggaran Pendidikan Dasar Tahun 2010 APBD PD PD DIKNAS BTL (%) BL(%) (%BL) (%APBD) Kabupaten/Kota (Milyar) Bolaang Mongondow 218,58 49,10 50,90 65,90 33,50 Minahasa 306,27 84,30 15,70 49,50 7,70 Sangihe 164,74 82,40 17,60 81,60 14,40 Kepulauan Talaud 51,29 35,40 64,60 70,30 45,40 Minahasa Selatan 150,02 77,00 23,00 33,70 7,80 Minahasa Utara 52,43 48,20 51,80 88,20 45,70 Bolaang Mongondow Utara 73,45 62,40 37,60 86,30 32,40 Kep. Sitaro 108,46 64,10 35,90 78,50 28,20 Minahasa Tenggara 92,15 67,80 32,20 61,80 19,90 Manado 309,45 90,10 9,90 75,90 7,50 Bitung 55,09 64,50 35,50 69,20 24,60 Tomohon 76,97 80,20 19,80 76,70 15,10 Kotamobagu 143,30 61,60 38,40 60,50 23,30 Rata-rata 138,63 66,70 33,30 69,10 23,50 Ket: BTL : Belanja Tidak Langsung, BL: Belanja Langsung, PD: Pendidikan dasar Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah, diolah Sedangkan jika dibandingkan dengan total anggaran Dinas Pendidikan persentase anggaran untuk pendidikan dasar lebih kecil lagi karena anggaran untuk gaji guru dan pegawai dinas pendidikan mempunyai porsi yang lebih banyak dari biaya langsung (Tabel 4). Menurut Stiglizt (1999) pembiayaan yang terlalu besar pada gaji pegawai menyebabkan ketidakefisienan dari suatu sistem. Realisasi anggaran pendidikan dasar bervariasi antara kabupaten/kota. Pada tahun 2010 realisasi anggaran terendah adalah kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Dana yang telah dialokasikan tidak diberdayakan semaksimal mungkin, implikasinya adalah tidak tercapainya indikator-indikator pendidikan dasar. Salah satu pengeluaran pemerintah lainnya adalah Bantuan Operasional Pemerintah (BOS). Program dana BOS dimulai pada tahun 2005 sebagai dana kompensasi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Dana BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat atas kenaikan harga BBM yang harus digunakan

10 48 untuk bidang pendidikan. Oleh karena itu, mekanisme dana BOS adalah transfer langsung kepada sekolah, diberikan kepada murid yang bersekolah disekolah tersebut. Mekanisme ini dipilih untuk meminimalisir kemungkinan dana disalahgunakan. Besaran dana BOS dihitung berdasarkan berapa banyak murid yang ada di sekolah tersebut dan besarnya sama untuk tiap siswa. Pada tahun 2005 besaran dana BOS untuk SD /siswa/tahun dan SMP /siswa/tahun. Tahun terdapat kenaikan dana BOS persiswa sedangkan di tahun 2008 besar dana BOS sama dengan tahun Pada tahun 2009 dana BOS untuk daerah kabupaten dibedakan dengan daerah kotamadya. Untuk daerah perkotaan dana BOS untuk SD sebesar 400 ribu sedangkan untuk perdesaan 397 ribu (Tabel 5). Tabel 5 Tahun Alokasi Dana BOS (rupiah/siswa/tahun) SD SMP Kabupaten Kotamadya Kabupaten Kotamadya Sumber: Kemdiknas Dari sisi besaran dana, BOS diberikan sama untuk tiap siswa pertahun perdaerah. Ini berarti bahwa sekolah-sekolah yang besar menerima dana lebih banyak sedangkan sekolah-sekolah kecil menerima dana lebih sedikit, dengan asumsi sekolah besar memiliki jumlah murid lebih banyak. Padahal, sekolahsekolah kecil seringkali mempunyai kebutuhan yang berbeda dan memerlukan dukungan operasional yang lebih besar daripada sekolah-sekolah perkotaan yang lebih besar. 4.3 Fasilitas Pendidikan Sekolah sebagai sarana pendidikan adalah salah satu kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Pertambahan jumlah SD dan SMP dari tahun

11 49 tidak signifikan, untuk sekolah SD hanya bertambah 0,76 persen. Sedangkan pertambahan untuk sekolah SMP sebesar 6,56 persen. Jumlah SD terbanyak terletak di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mongondow, hal ini dikarenakan kedua kabupaten ini adalah kabupaten terluas di Sulawesi Utara. Distribusi sekolah untuk SD relatif merata, hal ini disebabkan kewajiban program wajib belajar 6 tahun yang telah lebih dahulu dicanangkan oleh pemerintah. Namun, distribusi sekolah di tingkat SMP kurang merata. Sekolah SMP yang terbanyak berada di Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow dan di Kota Manado (Tabel 6). Implikasinya bagi penduduk yang mau bersekolah SMP di daerahnya kurang banyak pilihan, juga jarak dari sekolah ke tempat tinggal yang relatif jauh. Pemerintah sudah mencoba untuk menambah jumlah SMP jika melihat dari pertumbuhan jumlah sekolah SMP yang lebih besar dari pertumbuhan sekolah SD. Tabel 6 Jumlah SD dan SMP di Sulawesi Utara Tahun Kabupaten/Kota Sekolah SD Sekolah SMP Bolaang Mongondow Minahasa Kepulauan Sangihe Kepulauan Talaud Minahasa Selatan Minahasa Utara Minahasa Tenggara Bolaang Mongondow Utara Kep. Sitaro Manado Bitung Tomohon kotamobagu Sulawesi Utara Pertumbuhan 0,76 6,56 Sumber : Daerah Dalam Angka Kabupaten/Kota, dalam beberapa tahun Jika dihubungkan dengan anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan dasar, di setiap kabupaten/kota anggaran untuk pendidikan dasar mendapatkan porsi terbesar dari anggaran belanja langsung. Anggaran belanja langsung adalah

12 50 anggaran untuk program-program dalam pemerintahan diluar belanja rutin pegawai. Target MDGs adalah semua anak mendapatkan pendidikan dasar, atas dasar ini pula pemerintah memberikan porsi anggaran terbesar diantara programprogram lain yang ada di Dinas Pendidikan. Ketersediakan sekolah SMP masih lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah SD. Ini berimplikasi pada harus adanya biaya yang harus dikeluarkan seperti biaya transportasi. Bolaang Mongondow mempunyai desa terbanyak yang tidak memiliki sekolah SMP (Lampiran 7). Banyaknya desa yang memiliki jarak tempuh dengan SD terdekat 2 Km sejumlah 85 desa. Sekitar 35 desa di Sulawesi Utara yang jarak tempuh dengan SMP terdekat lebih dari 10 Km. Pemerintah dapat mengatasi hal ini dengan menyediakan sarana transportasi gratis seperti bis sekolah. Langkah ini sudah di ambil oleh pemerintah daerah Bolaang Mongondow Utara. Daerah kepulauan seperti Sangihe, Talaud dan Sitaro dapat menyediakan perahu sekolah yang beroperasi setiap jam berangkat dan pulang sekolah. Tabel 7 Jumlah Guru SD dan SMP di Sulawesi Utara Tahun Kabupaten/Kota SD SMP Bolaang Mongondow Minahasa Kep.Sangihe Kep. Talaud Minahasa Selatan Minahasa Utara Bolaang Mongondow Utara Kep. Sitaro Minahasa Tenggara Manado Bitung Tomohon Kotamobagu Sulawesi Utara Pertumbuhan ,12 31,98 Sumber : Daerah Dalam Angka Kabupaten/Kota, dalam beberapa tahun Ketersedian guru dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pertumbuhan guru SD sejak tahun sebesar 24,12 persen dan guru SMP 31,98 persen (Tabel 7). Jumlah guru SD tahun 2010 terbanyak di Kabupaten Bolaang

13 51 Mongondow. Hal ini terjadi dikarenakan kabupaten Bolaang Mongondow saat ini sudah pecah menjadi 3 kabupaten yaitu kabupaten Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Timur dan Bolaang Mongondow Selatan. Daerah Bolaang Mongondow merupakan daerah dengan angka partisipasi sekolah untuk SD dan SMP yang terendah diantara kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Utara. Pemerintah berusaha menyediakan akses pendidikan dasar lebih banyak di daerah yang rendah partisipasi SD dan SMP. 4.4 Rasio Murid dan Guru Rasio murid dan guru menggambarkan rata-rata banyaknya siswa yang dididik oleh seorang guru. Guru sebagai perantara memberikan ilmu pengetahuan kepada manusia mutlak diperlukan dalam dunia pendidikan. Keefektifan proses belajar mengajar dapat dilihat dari rasio murid dan guru. Murid yang terlampau banyak dalam suatu proses belajar akan berdampak kurang fokusnya penerimaan materi, akibatnya mutu pendidikan akan berkurang kualitasnya. Tabel 8 Rasio Murid terhadap Guru di Sulawesi Utara Tahun SD SMP Kabupaten/Kota Bolaang Mongondow 22,09 18,41 14,65 17,28 14,12 13,8 Minahasa 15,15 14,9 15,24 13,41 9,55 9,39 Kepulauan Sangihe 11,53 10,98 9,60 14,92 9,17 5,63 Kepulauan Talaud 12,83 11,18 11,18 12,64 9,70 9,70 Minahasa Selatan 16,32 14,34 15,81 14,85 15,85 11,70 Minahasa Utara 17,69 17,33 16,41 10,13 9,76 10,95 Bolaang Mongondow Utara 22,27 19,16 17,26 26,28 16,08 10,42 Kep. Sitaro 11,62 13,45 10,89 15,79 12,41 9,96 Minahasa Tenggara 25,01 17,27 26,52 11,93 9,41 12,54 Manado 21,83 14,96 15,78 17,76 17,59 17,69 Tomohon 13,60 13,87 14,96 16,57 14,55 14,65 Bitung 26,89 22,79 21,27 18,12 16,64 14,53 Kotamobagu 21,35 16,74 16,22 24,45 14,66 16,25 Sulawesi Utara 18,21 15,79 15,37 15,46 13,01 12,27 Sumber: Daerah Dalam Angka Kabupaten/Kota, dalam beberapa tahun The World Development Report (2004) menyatakan bahwa kebijakan yang menyarankan banyaknya siswa yang diajar oleh satu orang guru dibawah 40 orang adalah tidak efisien untuk negara berkembang, karena membutuhkan biaya

14 52 yang tinggi. Tetapi, jumlah siswa lebih dari 60 orang yang diajar oleh satu orang guru juga tidak disarankan karena proses belajar mengajar tidak efektif. Menurut petunjuk teknis tentang penataan pemerataan guru PNS bahwa untuk seorang guru dalam 1 rombongan belajar maksimal mengajar 32 siswa. Rasio murid yang dididik oleh seorang guru setiap tahunnya selalu menurun. Secara rata-rata di Sulawesi Utara setiap guru mengajar orang murid. Pada tahun 2010 rasio murid SD yang dididik oleh seorang guru terbesar di Minahasa Tenggara dan yang paling sedikit adalah di kabupaten Sangihe (Tabel 8). Jika dihubungkan dengan angka partisipasi sekolah SD di Sangihe yang sudah cukup tinggi yaitu 96,41 persen, maka jumlah guru SD sudah mencukupi untuk prasarana pendidikan. Angka ini menggambarkan kurang efisiennya praktek belajar mengajar di jenjang pendidikan SD karena guru lebih banyak dibanding dengan siswa yang harus dilayani. Tabel 9 Rasio Murid Guru jika Semua Anak 7-15 Tahun Bersekolah Tahun Kabupaten/Kota SD SMP Bolaang Mongondow 22,70 19,24 14,98 21,28 17,11 16,58 Minahasa 15,46 14,99 15,30 14,65 11,13 9,84 Kep. Sangihe 12,10 11,45 9,89 18,54 12,15 7,65 Kep. Talaud 12,99 11,29 11,41 13,54 9,98 10,05 Minahasa Selatan 16,68 14,65 16,00 17,92 17,35 12,47 Minahasa Utara 18,05 17,44 16,48 11,20 10,30 12,51 Bolaang Mongondow Utara 22,46 19,64 17,68 35,03 17,48 11,55 Kep. Sitaro 11,87 13,45 10,96 18,23 13,59 10,74 Minahasa Tenggara 25,31 17,68 26,95 13,37 11,34 13,53 Manado 22,00 15,31 16,13 18,42 19,03 19,65 Bitung 27,37 22,99 21,46 20,10 19,32 17,31 Tomohon 13,73 13,87 15,11 17,73 15,10 15,62 Kotamobagu 22,09 17,07 16,63 27,77 15,89 17,14 Sulawesi Utara 18,57 16,13 15,62 17,52 14,65 13,71 Sumber : BPS, di olah Rasio murid terhadap guru pada jenjang SMP makin menurun, setiap guru di Sulawesi Utara pada tahun 2010 rata-rata hanya mengajar 13 orang siswa. Kabupaten dengan rasio murid terhadap guru paling kecil adalah Sangihe, namun APS sangihe untuk tingkat SMP juga masih rendah. Ini menggambarkan bahwa

15 53 faktor ketersediaan guru SMP sudah bukan hambatan lagi untuk mencapai target pencapaian pendidikan dasar. Faktor yang masih perlu diperhatikan lagi adalah kualitas dari guru yang mengajar namun dalam penelitian ini tidak dibahas karena keterbatasan data. Implikasi dari masih dibawah rata-rata rasio murid guru yang ditetapkan berdampak pada pengeluaran pemerintah berupa gaji guru, ini terlihat dari pengeluaran belanja tidak langsung pada dinas pendidikan yang sangat besar. Jika kita asumsikan semua anak umur 7-12 tahun dan umur tahun bersekolah dan jumlah guru tidak bertambah, tetap masih kurang efektif karena semua daerah masih dibawah batas maksimal (Tabel 9). Hanya Bolaang Mongondow Utara yang pada tahun 2008 memiliki rasio murid guru lebih dari 32 siswa per guru. Hasil estimasi dengan kondisi guru tahun 2010 dan pertambahan jumlah penduduk, jumlah guru saat ini cukup sampai lebih dari 13 tahun untuk SD dan 36 tahun mendatang untuk SMP.

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH ( DPA PPKD )

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH ( DPA PPKD ) PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN ( ) TAHUN ANGGARAN 2015 NAMA FORMULIR 1 2.1 3.1 3.2 Ringkasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Rincian Dokumen

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI UTARA

GUBERNUR SULAWESI UTARA GUBERNUR SULAWESI UTARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN ALOKASI SEMENTARA BAGI HASIL PAJAK PROVINSI KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI SULAWESI UTARA DARI

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPPA SKPD )

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPPA SKPD ) PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN ( DPPA SKPD ) PPKD - HIBAH BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) TAHUN ANGGARAN 2013 DPPA SKPD DPPA SKPD 1 DPPA SKPD 2.1 DPPA SKPD

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013 No.50/08/71/Th.VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 2.826 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 8.461 TON DAN BAWANG MERAH SEBESAR 1.354 TON

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 33/05/Th. XI, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Utara Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Utara pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

V. DETERMINAN PENDIDIKAN DASAR

V. DETERMINAN PENDIDIKAN DASAR V. DETERMINAN PENDIDIKAN DASAR 5.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pendidikan Dasar secara Regional Penelitian ini menggunakan model regresi data panel untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 42/06/Th. X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Sulawesi Utara Tahun 2015 Pembangunan manusia di Sulawesi Utara pada tahun 2015 mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Sulawesi Utara berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 2,26 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,41 persen per tahun

Jumlah penduduk Sulawesi Utara berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 2,26 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,41 persen per tahun Jumlah penduduk Sulawesi Utara berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 2,26 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,41 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara. UNITED NATIONS POPULATION FUND JAKARTA 2015

Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara.  UNITED NATIONS POPULATION FUND JAKARTA 2015 Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara 2010-2020 BADAN PUSAT STATISTIK UNITED NATIONS POPULATION FUND JAKARTA 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH ( DPA PPKD )

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH ( DPA PPKD ) PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN ( ) TAHUN ANGGARAN 2015 NAMA FORMULIR 1 2.1 3.1 3.2 Ringkasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Rincian Dokumen

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,18 persen Angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD )

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD ) PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD ) SATUAN KERJA PENGELOLA KEUANGAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 KODE DPA SKPD DPA SKPD 1 DPA SKPD 2.1

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 No.50/08/71/Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 5.451 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 8.486 TON DAN BAWANG MERAH SEBESAR 1.242 TON

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI UTARA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI UTARA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI UTARA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI SULAWESI UTARA BULAN AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI SULAWESI UTARA BULAN AGUSTUS 2014 ` No. 70/11/71/Th. VII, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI SULAWESI UTARA BULAN AGUSTUS 2014 angkatan kerja di Sulawesi Utara pada Agustus 2014 mencapai 1,06 juta orang, bertambah sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SULAWESI UTARA

TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SULAWESI UTARA HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 BAN SM ACEH HASIL ANALISIS DATA AKREDITASI TAHUN 2016 1 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN 5.1 Kesimpulan dan Implikasi Penelitian Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan metode non parametrik (DEA) dapat dilihat secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mulai tahun 2011 akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan yang dilakukan melalui mekanisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 41/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perkembangan IPTEK yang pesat memaksa kita untuk dapat

Lebih terperinci

BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR 25-29 BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR 25-29 53 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara (World Bank, 1980; Barro, 1998; Barro dan Sala-i-Martin, 2004). Beberapa peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia saat ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat antar bangsa dan dalam berbagai kehidupan. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

KEMISKINAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO TAHUN 2016

KEMISKINAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO TAHUN 2016 No. 01 /06/7108/Th. I,... Juni 2017 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO KEMISKINAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO TAHUN 2016 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Simpulan 5.1.1 Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Berdasarkan analisis rasio ketergantungan daerah, semua pemerintah daerah di Pulau Sulawesi, memiliki

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI UTARA Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD )

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD ) PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN ( ) SATUAN KERJA PENGELOLA KEUANGAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 NAMA FORMULIR 1 21 Ringkasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 34 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah lebih kurang 101.510.0965 ha atau kurang lebih 4,5 % dari luas Propinsi Jawa Tengah dan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD )

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD ) PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA RENCANA KERJA ANGGARAN ( RKA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2014 URUSAN PEMERINTAHAN : 1. 20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD )

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD ) RENCANA KERJA ANGGARAN ( ) TAHUN ANGGARAN 2014 URUSAN PEMERINTAHAN 1. 20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian ORGANISASI

Lebih terperinci

Risalah Kebijakan (POLICY BRIEF)

Risalah Kebijakan (POLICY BRIEF) Risalah Kebijakan (POLICY BRIEF) Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah Provinsi Lampung Strategi Pembangunan Pendidikan di Provinsi Lampung dalam rangka Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian Pendidikan merupakan hak setiap warga negara (UUD 1945 Pasal 29)

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian Pendidikan merupakan hak setiap warga negara (UUD 1945 Pasal 29) BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan merupakan hak setiap warga negara (UUD 1945 Pasal 29) Realitasnya banyak masyarakat yang ingin sekolah tapi terbentur dengan biaya pendidikan. Anak-anak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

2) Pendidikan Menengah. rasio guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

2) Pendidikan Menengah. rasio guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS) diantara angka 1,54 1,67. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada guru yang harus bertanggungjawab pada lebih dari 1 (satu) rombongan belajar (kelas). 2) Pendidikan Menengah Fokus pelayanan pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0 hingga 114,4 Bujur Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pencapaian pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Bahkan pendidikan menjadi domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG

PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG Sirojuzilam, Abdiyanto, Bastari, A. Kadir, dan Binsar S Abstrak Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin sekolah tapi terbentur dengan biaya. Anak-anak banyak yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin sekolah tapi terbentur dengan biaya. Anak-anak banyak yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak setiap warga masyarakat, banyak masyarakat yang ingin sekolah tapi terbentur dengan biaya. Anak-anak banyak yang menjadi pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UNDP (United Nations Development Programme) mendefinisikan Indeks Pembangunan manusia sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging the choice

Lebih terperinci

Gambaran Umum Wilayah

Gambaran Umum Wilayah Bab 2: Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geogrfis, Administratif dan Kondisi Fisik Kabupaten Minahasa Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Amurang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram di segala bidang secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan berlangsung secara terus menerus dalam

Lebih terperinci

PROGRAM SANGIHE MENGAJAR: Kiat Baru Pemenuhan Guru di Pulau-Pulau dan Desa Terpencil DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA

PROGRAM SANGIHE MENGAJAR: Kiat Baru Pemenuhan Guru di Pulau-Pulau dan Desa Terpencil DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA PRAKTIK CERDAS Seri Lembaran Informasi BASICS No. 11 - September 2013 PROGRAM SANGIHE MENGAJAR: Kiat Baru Pemenuhan Guru di Pulau-Pulau dan Desa Terpencil DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

kualifikasi S1/D IV,S2 atau lebih. guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

kualifikasi S1/D IV,S2 atau lebih. guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS) serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Adapun yang dibahas yaitu : Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Fasilitas Pendidikan, Angka Putus Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting dan universal. Setiap pemerintahan harus menjalankan fungsi penganggaran dalam melakukan aktivitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah pada prinsipnya lebih berorientasi kepada pembangunan dengan berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan daerah untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan panjang. Namun sampai saat ini masih banyak penduduk miskin yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA KOTAMOBAGU DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD )

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD ) RENCANA KERJA ANGGARAN ( ) TAHUN ANGGARAN 2014 URUSAN PEMERINTAHAN 1. 20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian ORGANISASI

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi sulawesi utara sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD )

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD ) RENCANA KERJA ANGGARAN ( ) TAHUN ANGGARAN 2014 URUSAN PEMERINTAHAN 1 20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi tiga prioritas pembangunan pendidikan nasional, meliputi 1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2. peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,

Lebih terperinci

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia 04/03/2012 Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel Oleh Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia Latar Belakang Provinsi Sulsel sebagai pintu gerbang Indonesia Timur?? Dari segi kesehatan keuangan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (time series), yaitu tahun yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung

METODE PENELITIAN. (time series), yaitu tahun yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung 34 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah adalah jenis data sekunder dalam runtun waktu (time series), yaitu tahun 2006-2010 yang diperoleh dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai

BAB I PENDAHULUAN. bagian utama untuk suatu Negara yang ingin maju dan ingin menguasai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah Satu indikator kemajuan pembangunan suatu bangsa adalah tingkat capaian Sumber Daya Manusianya, bahkan pendidikan merupakan bagian utama untuk suatu

Lebih terperinci

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan Pembangunan Bidang Pendidikan : Perencanaan Yang Lebih Fokus dan Berorientasi Ke Timur Indonesia Merupakan Solusi Atasi Kesenjangan dan Percepat Pencapaian Target Nasional Abstrak Kesenjangan input pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD )

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD ) PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN ( DPA SKPD ) SATUAN KERJA PENGELOLA KEUANGAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 NAMA FORMULIR DPA SKPD DPA SKPD 1 DPA SKPD 2.1 Ringkasan Dokumen

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA AMBON MALUKU KOTA AMBON ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Ambon merupakan ibukota propinsi kepulauan Maluku. Dengan sejarah sebagai wilayah perdagangan rempah terkenal, membentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat penelitian Kabupaten Gorontalo Utara adalah sebuah kabupaten di Provinsi Gorontalo, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kwandang. Kabupaten ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN Kebijakan Pendidikan Working Paper: Investing in Indonesia s Education: Allocation, Equity, and Efficiency of Public Expenditures, World Bank

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN JUMLAH POLISI PAMONG PRAJA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN JUMLAH POLISI PAMONG PRAJA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN JUMLAH POLISI PAMONG PRAJA PENGHITUNGAN DAN PENETAPAN JUMLAH POLISI PAMONG PRAJA A.PROVINSI I. KRITERIA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

Struktur P-APBD TA. 2014

Struktur P-APBD TA. 2014 SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 Dalam rangka transparansi dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Masalah 1. B. Batasan Masalah 6. C. Rumusan Masalah 7. D. Luaran Penelitian 7. E. Kerangka Pikir Penelitian 8

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Masalah 1. B. Batasan Masalah 6. C. Rumusan Masalah 7. D. Luaran Penelitian 7. E. Kerangka Pikir Penelitian 8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii vi x BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Batasan Masalah 6 C. Rumusan Masalah 7

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 108 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja pengelolaan keuangan daerah Badan Pertanahan Nasional kota Tangerang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD DI PROVINSI SULAWESI UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD DI PROVINSI SULAWESI UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD DI PROVINSI SULAWESI UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci