KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN"

Transkripsi

1 KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektr pelabuhan akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kndisi di daerah masing-masing. RINGKASAN EKSEKUTIF Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dkumen Prastudi Kelayakan yang disusun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub-bab ini akan menguraikan latar belakang diperlukannya pryek KPBU dilihat dari kebutuhan pengembangan dan pembangunan infrastruktur dan sarana pelabuhan serta pemenuhan target-target pembangunan di sektr transprtasi, khususnya transprtasi laut. Kndisi sarana transprtasi laut, mulai dari kndisi nasinal hingga wilayah pelayanan. Target dan rencana pengembangan pelabuhan secara berjenjang, mulai dari kndisi nasinal hingga wilayah pelayanan. Perlunya kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan pelabuhan di wilayah pelayanan. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud 2. Tujuan Mengkaji kelayakan teknis pryek KPBU dan mendrng minat swasta untuk berinvestasi di sektr pelabuhan. Mengembangkan struktur pembiayaan pryek melalui bentuk KPBU yang disepakati. Dan/atau lain-lain. Meningkatkan kinerja pengellaan pelabuhan, baik itu skala pelayanan kawasan, skala kta/kabupaten dan skala reginal/nasinal. Meningkatkan kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan pengellaan pelabuhan. Terciptanya transfer teknlgi maupun kemampuan manajerial dalam pengellaan kepelabuhan. Dan/atau tujuan lain disesuaikan dengan jenis pelabuhan yang akan dikerjasamakan. C. Sistematika Pembahasan Menjelaskan sistematika pembahasan dkumen Prastudi Kelayakan yang sedang disusun, yaitu: Bab 1 : Pendahuluan 1

2 Bab 2 Bab 3 Bab 4 Bab 5 Bab 6 Bab 7 Bab 8 Bab 9 Bab 10 Bab 11 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan : Kajian Hukum dan Kelembagaan : Kajian Teknis : Kajian Eknmi dan Kmersial : Kajian Lingkungan dan Ssial : Kajian Bentuk KPBU : Kajian Risik : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues) : Kajian Pengadaan 2

3 II. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN A. Kajian Kebutuhan Rencana pengembangan pryek KPBU harus didasari dengan adanya kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud. Kebutuhan akan infrastruktur tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan kajian terhadap data-data sekunder yang menggambarkan: 1. Dasar pemikiran teknis dan eknmi rencana pryek KPBU; 2. Pryek KPBU memiliki permintaan yang berkelanjutan serta ketidakcukupan layanan saat ini, baik secara kuantitas maupun kualitas; 3. Ptensi dan perkembangan ssial eknmi wilayah; 4. Ptensi sumber daya alam; dan 5. Pryek KPBU mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. B. Kajian Kepatuhan Rencana pengembangan pryek KPBU sektr pelabuhan harus sesuai dan selaras dengan rencana pengembangan Pemerintah maupun pemerintah daerah yang tertuang di dalam dkumen-dkumen perencanaan yang ada. 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasinal Mengkaji arahan pembangunan sektr transprtasi laut terutama target-target capaian yang ingin dicapai serta bagaimana rencana pryek KPBU dapat memberikan kntribusi terhadap indikatr-indikatr yang ingin dicapai dalam RPJPN di sektr transprtasi laut. 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasinal Mengkaji arahan pembangunan sektr transprtasi khususnya sistem pelabuhan, terutama target nasinal di sektr pelabuhan dan bagaimana kndisi penganggaran yang ada. Sejauh mana kesesuaian pryek KPBU terhadap rencana nasinal yang ada tersebut. Selain itu juga arahan priritas daerah dalam knteks nasinal dapat menjadi bahan kajian, seperti misalnya arahan kabupaten/kta yang menjadi bagian dari Kawasan Strategis Nasinal (KSN), Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), dan sebagainya. 3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Mengkaji kesesuaian rencana pryek KPBU dengan rencana pembangunan pada daerah di mana lkasi pryek KPBU tersebut berada. Kajian ini bertujuan agar pryek KPBU dapat harmnis dan saling mendukung dengan rencana pembangunan di daerah. 4. Rencana Tata Ruang Wilayah Prvinsi Mengkaji peran kabupaten/kta dalam lingkup prvinsi sehingga diperlukan dukungan infrastruktur yang memadai. 5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kta 3

4 Mengkaji peran wilayah perencanaan terhadap kabupaten/kta serta rencana pengembangan sistem kepelabuhan di wilayah perencanaan tersebut. Rencana pengembangan wilayah juga akan sangat bermanfaat untuk menguatkan pentingnya pengembangan infrastruktur dan pengellaan pelabuhan. 6. Rencana Strategis Direktrat Jenderal Perhubungan Laut, Rencana Induk Pelabuhan Nasinal, dan Rencana Induk Pelabuhan Mengkaji kesesuaian pelabuhan yang akan dikerjasamakan dengan Rencana Strategis Direktrat Jenderal Perhubungan Laut, Rencana Induk Pelabuhan Nasinal, dan Rencana Induk Pelabuhan, termasuk hierarki pelabuhan yang akan dikerjasamakan tersebut. 7. Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) Mengkaji visi, rencana atau kebijakan strategis daerah di sektr transprtasi laut serta bagaimana pryek KPBU dapat menjawab permasalahan dalam pengembangan pelabuhan yang tertuang dalam Jakstrada tersebut. 8. Rencana Strategis Sektr Terkait Lain Mengkaji keterkaitan antara rencana pryek KPBU dengan rencana pengembangan sektr lainnya sehingga dapat teridentifikasi ptensi integrasi rencana antar sektr. 9. Kesimpulan Menyimpulkan kesesuaian pryek KPBU dengan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan yang telah dibahas diatas. 4

5 III. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN A. Kajian Hukum Kajian hukum bertujuan untuk memastikan bahwa rencana pryek KPBU sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait. 1. Analisis Peraturan Perundang-undangan 1. Peraturan KPBU Menjelaskan diperblehkannya beserta persyaratannya melakukan KPBU untuk penyediaan infrastruktur, prinsip-prinsip dasar KPBU yang akan diterapkan dalam dalam pryek KPBU yang akan dilaksanakan, dan tahap-tahap penyiapan KPBU yang telah dilaksanakan. Beberapa aturan terkait adalah: a. Peraturan Presiden N. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dengan pint-pint penting: Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur yang dsebut dengan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha; Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan melalui skema KPBU adalah infrastrktur transprtasi. KPBU dapat melakukan kerjasama lebih dari satu jenis infrastruktur atau gabungan dari beberapa jenis infrastruktur. Penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai Penanggung Jawab Pryek Kerjasama (PJPK) dalam skema KPBU dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di sektr infrastruktur yang dikerjasamakan. PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya mdal, biaya perasinal, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana. b. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas N. 4/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, dengan pint-pint penting: Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan panduan umum ini diantaranya mencakup penyediaan dan/atau pengellaan fasilitas dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan. pelaksanaan KPBU terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu: 1) Tahap Perencanaan; 2) Tahap Penyiapan; dan 3) Tahap Transaksi. 5

6 2. Peraturan Sektr Pelabuhan a. UU N. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pin-pin penting yang perlu dikaji berdasarkan UU ini adalah Penyelenggara pelabuhan terdiri atas: 1) Otritas Pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara kmersil; dan 2) Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara kmersial. Otritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan knsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian. Kesesuaian rencana Pryek KPBU Pelabuhan dengan Tatanan Kepelabuhanan Nasinal. Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan. Lkasi pelabuhan merupakan suatu wilayah tertentu di daratan atau di perairan yang ditetapkan leh Menteri menjadi pelabuhan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Prvinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kta serta memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan. b. Peraturan Pemerintah N. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah N. 64 Tahun 2015 Pin-pin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan pemerintah ini adalah Kesesuaian rencana Pryek KPBU Pelabuhan dengan Tatanan Kepelabuhanan Nasinal. Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kelepabuhanan. Ketentuan pemberian knsesi dan bentuk lainnya. Persyaratan pembangunan dan pengperasian pelabuhan. Ketentuan dan pedman penetapan rencana lkasi pelabuhan. c. Keputusan Menteri Perhubungan Nmr KP. 414 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasinal Kajian dilakukan terhadap kesesuaian pelabuhan yang akan dibangun terhadap hierarki pelabuhan laut serta pryeksi lalu lintas muatan yang tercantum dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasinal. d. Peraturan Menteri Perhubungan N. 83 Tahun 2010 tentang Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transprtasi. Kajian dilakukan terhadap tata cara pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan badan usaha pada sektr perhubungan. 6

7 e. Peraturan Menteri Perhubungan N. 15 Tahun 2015 Tentang Knsesi dan Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan N. 166 Tahun Pin-pin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan menteri ini adalah Mekanisme identifikasi dan penetapan kegiatan pengusahaan di pelabuhan berdasarkan kerjasama dengan badan usaha pelabuhan. Mekanisme kerjasama pengusahaan di pelabuhan atas prakarsa badan usaha pelabuhan (untuk unslicited prject) Bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang kepelabuhanan Tatacara pemberian knsesi atau bentuk kerjasama lainnya Pemutusan atau engakhiran perjanian knsesi dan bentuk kerjasama lainnya. 3. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha Berisikan kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana pryek KPBU. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendirian Badan Usaha Pelabuhan sebagai badan usaha pelaksana pada sektr pelabuhan sekurang-kurangnya adalah: a. UU N. 40 Tahun 2007 Tentang Perseran Terbatas b. UU N. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran c. PP N. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan PP N. 64 Tahun Peraturan Terkait Lingkungan Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan besaran pryek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain: a. Undang-undang N. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengellaan Lingkungan Hidup b. Peraturan Pemerintah N. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup N. 5 tahun 2015 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 5. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri N. 13 tahun 2006 tentang Pengellaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui leh Peraturan Menteri Dalam Negeri N. 59 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri N. 21 tahun

8 6. Peraturan Terkait Pengadaan Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pengadaan terutama untuk menentukan tapahan prses pengadaan, apakah pengadaan dilakukan secara satu tahap atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran pryek KPBU. Beberapa peraturan yang perlu dikaji adalah: a. Peraturan Kepala LKPP N. 19 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur 7. Peraturan Terkait Penanaman Mdal Berisikan kajian mengenai kesesuaian pryek KPBU sektr kepelabuhanan dengan Peraturan Presiden Nmr 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Mdal. Berdasarkan peraturan presiden tersebut, batas kepemilikan mdal asing untuk bidang usaha penyediaan fasilitas pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal terminal peti kemas, terminal curah cair terminal curah kering dan terminal R-R) maksimal sebesar 49% (maksimal 95% apabila dalam rangka KPS selama masa knsesi) 8. Peraturan Terkait Persaingan Usaha Berisikan kajian kesesuaian pryek KPBU sektr kepelabuhanan dengan peraturan persaingan usaha diantaranya yaitu Undang-Undang N. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Mnpli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan peraturan pelaksanaannya. 9. Peraturan Terkait Ketenagakerjaan Dalam kegiatan pengusahaan pelabuhan dapat menimbulkan hubungan ketenagakerjaan. Dalam kajian ini berisikan kesesuaian Pryek KPBU kepelabuhanan dengan Undang-Undang N. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 10. Peraturan Terkait Pengadaan Tanah Penyediaan infrastruktur kepelabuhanan merupakan bagian dari jenis infrastruktur dalam peraturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam kajian ini dianalisa kesesuaian pryek KPBU dengan peraturan-peraturan berikut: a. UU N. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. b. Peraturan Presiden N. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden N. 40 Tahun 2014, Peraturan Presiden N. 99 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden N. 30 Tahun c. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasinal N. 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana teleah diuban dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasinal N. 6 Tahun d. Peraturan Menteri Dalam Negeri N. 72 Tahun 2012 Tentang Biaya Operasinal dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 8

9 e. Peraturan Menteri Keuangan N. 13/PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasinal dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 11. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah dalam Pryek KPBU berdasarkan: a. Peraturan Pemerintah N. 27 Tahun 2014 Tentang Pengellan Barang Milik Negara/Daerah b. Peraturan Menteri Keuangan N. 78/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara c. Peraturan Peraturan Menteri Keuangan N. 164/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur. 12. Peraturan Terkait Dengan Pembiayaan Pryek KPBU Berisikan kajian mengenai kemungkinan pembiayaan Pryek KPBU Kepelabuhanan mengacu pada bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang kepelabuhanan dalam Peraturan Menteri Perhubungan N. 15 Tahun 2015 Tentang Knsesi dan Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan N. 166 Tahun Peraturan Terkait Tarif Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap penentuan dan penetapan tarif pada pengusahaan kepelabuhanan. Analisa dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan N. 95 Tahun 2015 Tentang Pedman Penetapan Harga Jual (Charge) Jasa Kepelabuhanan yang diusahakan leh Badan Usaha Pelabuhan. 14. Peraturan Terkait Perpajakan Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan pengusahaan kepelabuhanan leh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan dapat teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha. 15. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian dukungan pemerintah atas sebagian biaya knstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap Peraturan Menteri Keuangan N. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Knstruksi Pada Pryek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur. 16. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan leh Menteri Keuangan melalui PT.Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) selaku badan usaha penjaminan 9

10 infrastruktur. Jaminan pemerinah diberikan dengan memperhatikan prinsip pengellaan dan pengendalian risik keuangan dalam APBN. Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap Prses pemberian jaminan pemerintah leh PT. Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) yang diatur dalam: a. Peraturan Presiden Nmr 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Pryek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan b. Peraturan Menteri Keuangan Nmr 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Pryek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. 2. Risik Hukum dan Strategi Mitigasi Menguraikan isu-isu hukum yang berptensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun pelaksanaan pryek KPBU, serta menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi dan besaran dampaknya. Misalnya, resik yang diakibatkan dari diterbitkannya peraturan baru. 3. Kebutuhan Perijinan Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan pryek KPBU serta rencara strategi untuk memperleh perijinan-perijinan tersebut, baik perijinan sebelum prses pengadaan maupun setelah prses pengadaan. Sebagai cnth adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat Penetapan Lkasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau jaminan pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum prses pengadaan. Sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan setelah prses pengadaan dan penandatangan kerjasama. 4. Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum Rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan dan hukum disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi, serta pelaksanaan pryek KPBU. B. Kajian Kelembagaan 1. Analisis Kewenangan PJPK Pada bagian ini dilakukan analisa mengenai kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi BUMN/Direksi BUMD sebagai PJPK dalam melaksanakan KPBU. Berdasarkan Pasal 82 Ayat (4) UU N. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 65 Ayat (1) Peraturan Pemerintah N. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah N. 64 Tahun 2015 Otritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan knsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian. 2. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakehlder Mapping) Dalam sub-bab ini akan diuraikan struktur kelembagaan kerjasama termasuk peran dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga terkait. 10

11 a. Penanggung Jawab Pryek Kerjasama (PJPK) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan leh PJPK, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. b. Tim KPBU Berisikan penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. c. Badan Usaha Pelaksana (Special Purpse Cmpany - SPC) Menguraikan tugas dan tanggung jawab SPC, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. d. Pemerintah Daerah Pemerintah daerah mempunyai peran, tugas, dan wewenang sebagai berikut: a. mendrng pengembangan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan pereknmian lainnya; b. mengawasi terjaminnya kelestarian lingkungan di pelabuhan; c. ikut menjamin keselamatan dan keamanan pelabuhan; d. menyediakan dan memelihara infrastruktur yang menghubungkan pelabuhan dengan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan pereknmian lainnya; e. membina masyarakat di sekitar pelabuhan dan memfasilitasi masyarakat di wilayahnya untuk dapat berperan serta secara psitif terselenggaranya kegiatan pelabuhan; f. menyediakan pusat infrmasi muatan di tingkat wilayah; g. memberikan izin mendirikan bangunan di sisi daratan; dan h. memberikan rekmendasi dalam penetapan lkasi pelabuhan dan terminal khusus. e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menguraikan peranan DPRD dalam tupksinya untuk urusan legislasi, penganggaran dan pengawasan. Peranan DPRD ini perlu dimasukkan karena pryek KPBU akan menyangkut masalah penganggaran daerah dan juga penetapan tarif. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. f. PT. Pelind Menguraikan peran pengella pelabuhan eksisting, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. g. Badan Regulatr Menguraikan tugas dan tanggung jawab Badan Regulatr apabila memang akan dibentuk. Perlu diuraikan pula mengenai siapa saja anggta Badan Regulatr serta siapa yang akan mengesahkan keberadaan badan ini. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. 11

12 h. PT Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) apabila pryek KPBU yang direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah. i. Badan Lainnya Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang akan terlibat dalam pryek KPBU yang direncanakan. 3. Perangkat Regulasi Kelembagaan Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakehlder) terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi untuk mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud. 4. Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakehlder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan pengambilan keputusan terkait pelaksanaan Pryek KPBU. 12

13 IV. KAJIAN TEKNIS A. Kndisi Eksisting Umumnya, prastudi kelayakan merupakan studi yang dilakukan untuk menentukan lkasi terbaik dari suatu set alternatif pilihan lkasi dalam rangka pembangunan pelabuhan baru. Namun, pada pelaksanaannya, tidak tertutup kemungkinan berupa pengembangan pelabuhan eksisting. Oleh karena itu, sub-bab mengenai kndisi eksisting merupakan subbab yang berisikan penjelasan mengenai kndisi saat ini dari tiap-tiap alternatif lkasi pelabuhan baik alternatif lkasi yang telah memiliki pelabuhan eksisting maupun tidak. 1. Hierarki Pelabuhan (psinal) Identifikasi terhadap hierarki pelabuhan eksisting dan juga rencana sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam KP N. 414 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasinal. 2. Pelabuhan Sekitar Menjelaskan mengenai identifikasi terhadap pelabuhan-pelabuhan yang ada disekitar alternatif lkasi beserta dengan hubungannya terhadap rencana pengembangan pelabuhan baru ini. 3. Wilayah Hinterland Subbab ini berisi mengenai daerah asal dari angkutan yang dilayani beserta dengan daerah tujuannya. Perlu dicatat bahwa daerah asal dan tujuan tidak terbatas pada batasan administratif. 4. Jenis Kmditas Menjelaskan mengenai jenis-jenis kmditas aktual dan juga kmditas-kmditas yang berptensi untuk dikembangkan. 5. Kndisi Ssieknmi Kndisi ssieknmi merupakan faktr penting untuk meninjau ptensi perkembangan pelabuhan. Beberapa kndisi ssieknmi yang perlu ditinjau antara lain adalah: Ppulasi penduduk Pla pertumbuhan penduduk Pryeksi penduduk PDRB Pla pertumbuhan PDRB Pryeksi PDRB Tinjauan terhadap kndisi-kndisi ssieknmi tersebut harus dilakukan untuk tiap-tiap alternatif lkasi pelabuhan. 6. Data histris thrughput Subbab ini mengenai data histris thrughput dan juga mencakup jenis kapal, ship call, GT, dan lain-lain. 13

14 7. Kinerja Pelabuhan Beberapa kinerja pelabuhan yang diukur antara lain adalah sebagai berikut: Berth thrughput (BT) Turn rund time (TRT) Berth ccupancy rati (BOR) B. Tinjauan Tata Ruang Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kndisi eksisting tata ruang wilayah dari tiap-tiap alternatif lkasi pelabuhan meliputi: Struktur tata ruang Titik-titik pusat kegiatan Sistem jaringan transprtasi Rencana pengembangan Wilayah-wilayah knservasi/khusus C. Aspek Transprtasi 1. Kndisi Lalu Lintas Kajian terhadap kndisi lalu lintas dilakukan untuk mengidentifikasi kinerja lalu lintas di sekitar rencana pelabuhan. Kajian meliputi kndisi gemetrik, lalu lintas, manajemen lalu lintas, dan lainlain. 2. Indikatr Lalu Lintas Indikatr yang digunakan untuk mengukur kinerja lalu lintas bergantung pada tipe analisis yang digunakan. Secara umum indikatr kinerja lalul lintas yang dapat digunakan antara lain adalah: Indikatr Lalu Lintas N Tipe Analisis Indikatr 1 Link-based Vlume-Capacity Rati (VCR) Waktu Tempuh (Travel Time) 2 Netwrk-based Vlume-Capacity Rati (VCR) Rata-rata Waktu Tempuh (Average Travel Time) Rata-rata Jarak Tempuh (Average Travel Distance) 3. Survei Transprtasi Pada dasarnya survei transprtasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan analisis. Namun, pada umumnya survei yang harus dilakukan adalah survei Traffic Cunting (TC). Survei TC membahas mengenai: Titik survei Waktu pelaksanaan survei 14

15 Jenis/glngan kendaraan yang di-survei Fluktuasi lalu lintas Lalu lintas jam puncak 4. Kinerja Lalu Lintas Subbab ini menjelaskan mengenai perbandingan kinerja lalu lintas terhadap masing-masing alternatif lkasi pelabuhan. Ukuran perbandingan adalah manfaat yang diperleh dari suatu alternatif lkasi terhadap alternatif lkasi lainnya. Ukuran perbandingan yang digunakan adalah: Penghematan waktu tempuh Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) D. Aspek Fisik 1. Alur Subbab ini berisikan mengenai spesifikasi dari alur pelayaran di tiap-tiap altenatif lkasi. Spesifikasi yang dimaksud meliputi: Kedalaman alur Lebar alur 2. Klam Pelabuhan Permasalahan-permasalahan terkait alur Klam pelabuhan berfungsi sebagai tempat manuver kapal sehingga terdiri dari beberapa kmpnen berikut ini: Klam putar Area bngkar muat Selain daripada itu, klam putar juga perlu memperhatikan kedalam dari klam tersebut. 3. Hidr-Oseangrafi Kajian hidr-seangrafi membahas mengenai kndisi perairan yang terjadi di tiap-tiap alternatif lkasi pelabuhan. Kajian hidr-seangrafi meliputi: Kecepatan dan arah arus Tinggi gelmbang Peride gelmbang Simulasi pengaruh gelmbang dari berbagai arah Tingkat sedimentasi 4. Survei Batimetri Survei batimetri sunding dimaksudkan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut. Cara yang dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan menentukan psisi-psisi kedalaman laut pada jalur memanjang dan jalur melintang untuk crss check. 15

16 5. Survei Hidr-Oseangrafi Survei Hidr-Oseangrafi mencakup 3 hal, yaitu: Pasang surut Arus Sedimen Dari survei pasang surut dihasilkan data-data seperti berikut ini: Jenis pasang surut Elevasi penting Sedangkan dari survei arus didapat data-data berikut ini: Kecepatan arus pada saat pasang tertinggi Kecepatan arus pada saat surut terendah Arah arus Dan dari survei sedimen data-data yang diperleh antara lain adalah: Sampel sedimen suspensi (air) Sampel sedimen dasar (material) E. Pemilihan Lkasi Pelabuhan Terbaik Pemilihan lkasi dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang telah dibahas pada subbabsubbab sebelumnya. Pemilihan lkasi ini dilakukan untuk menentukan lkasi pelabuhan terbaik dari suatu set alternatif lkasi pelabuhan 1. Penentuan Kriteria Kriteria ditentukan berdasarkan aspek-aspek: Tata ruang Transprtasi Teknis 2. Pembbtan Kriteria Pembbtan dilakukan leh seluruh stakehlder terkait seperti regulatr, peratr, dan user. 3. Analisis Multikriteria Analisis multikriteria dilakukan dengan melakukan skring terhadap masing-masing alternatif lkasi pelabuhan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 16

17 F. Desain Layut Pelabuhan 1. Tipe Dermaga Dalam pembahasan mengenai penentuan tipe dermaga, tinjauan perlu diarahkan pada: Tpgrafi daerah pantai Jenis kapal yang dilayani Daya dukung tanah 2. Layut dan Elevasi Layut dermaga meliputi: Elevasi dermaga Panjang dermaga Lebar dermaga Sistem fender Alat penambat kapal 3. Jalan akses pelabuhan Perencanaan jalan akses pelabuhan meliputi: Pryeksi lalu lintas Perencanaan kridr G. Gambar Rencana Perencanaan tipikal ptngan melintang jalan akses Rencana layut pelabuhan untuk tiap-tiap alternatif lkasi disajikan dalam gambar teknik. H. Spesifikasi Keluaran Spesifikasi keluaran N Spesifikasi Teknik Keterangan 1 Kndisi Lalu Lintas: VCR Vlume/Kapasitas Penghematan waktu tempuh Rp Penghematan biaya perasi kendaraan Rp 2 Thrughput Tn/tahun atau TEUs/tahun 3 Tinggi Gelmbang m 4 Klam Pelabuhan Luas klam m 2 Kedalaman klam m 5 Sedimentasi m/tahun 6 Dermaga Dimensi m 17

18 N Spesifikasi Teknik Keterangan Draft m 7 Luasan Layut Pelabuhan per kmpnen m 2 8 Jalan akses Tipe jalan...lajur/...arah terbagi/tak terbagi Panjang jalan m Lebar jalan m Tipikal ptngan melintang I. Jadwal Pelaksanaan Knstruksi Menguraikan jadwal pelaksanaan knstruksi dan pengadaan peralatan yang akan dilakukan. 18

19 V. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL A. Analisis Permintaan (Demand) Kajian permintaan mengkaji mengenai estimasi dan pryeksi permintaan pada pelabuhan yang direncanakan untuk dikembangkan. Kajian permintaan dapat dibedakan terhadap pendekatannya, yaitu pendekatan makr dan pendekatan mikr. Untuk kajian prastudi kelayakan, permintaan yang dikaji adalah permintaan dari tiap-tiap alternatif lkasi pelabuhan. Permintaan tersebut kemudian menjadi dasar dalam pemilihan alternatif lkasi pelabuhan terbaik sehingga utput dari kajian prastudi kelayakan adalah lkasi pelabuhan yang memiliki ptensi permintaan terbesar. 1. Pendekatan Makr Kajian permintaan dengan menggunakan pendekatan makr menitikberatkan pada keterkaitan pelabuhan kajian terhadap pelabuhan-pelabuhan lainnya dalam sistem transprtasi laut yang ditinjau. Peningkatan ataupun penurunan permintaan terjadi akibat adanya interaksi antara tiap-tiap pelabuhan yang tercakup di dalam sistem. a. Analisis Kndisi Eksisting 1) Penentuan cakupan sistem transprtasi laut yang ditinjau Cara yang paling sederhana adalah dengan mengacu pada hierarki pelabuhan seperti yang diatur dalam KP 414 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasinal. Masingmasing hierarki pelabuhan memiliki peran yang berbeda. Berdasarkan aturan tersebut, secara sederhana peran dari masing-masing hierarki pelabuhan adalah sebagai berikut: a) pelabuhan pengumpan lkal berperan sebagai pengumpan bagi pelabuhan pengumpan reginal (lalu lintas nasinal), pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasinal), dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasinal); b) pelabuhan pengumpan reginal memiliki peran sebagai pengumpan (feeder) bagi pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasinal) dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasinal). Berdasar pada peraturan tersebut maka jika pelabuhan yang ditinjau adalah pelabuhan utama maka cakupan sistem yang perlu ditinjau adalah seluruh pergerakan yang terjadi baik pergerakan pada pelabuhan lkal, reginal, nasinal maupun internasinal yang bersinggungan dengan pelabuhan yang ditinjau tersebut. Sebagai cnth, jika pelabuhan yang ditinjau adalah Pelabuhan Tg. Prik maka cakupan sistem adalah seluruh Indnesia dan seluruh pelabuhan di luar Indnesia yang memiliki rute pelayaran dari/ke Tg. Prik. 2) Penentuan asal tujuan pergerakan dari pelabuhan yang ditinjau Asal tujuan angkutan ini umumnya direpresentasikan leh suatu matriks pergerakan yang dikenal dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) atau Origin Destinatin Matrix (OD Matrix). MAT merupakan representasi pergerakan yang ditinjau sehingga perlu juga dibedakan berdasarkan kebutuhan. Sebagai cnth, jika pergerakan yang ditinjau adalah pergerakan barang maka MAT perlu dikelmpkkan sesuai dengan kelmpk kmditasnya, misal peti 19

20 kemas, curah cair, curah kering, karg umum, dll, atau bahkan per jenis kmditasnya, misal padi, jagung, alat-alat elektrnik, dll. MAT merupakan sebuah tabel yang berisikan zna asal pada sistem yang ditinjau pada klm pertamanya dan zna tujuan pada baris pertamanya. Sehingga, setiap sel lainnya merepresentasikan besaran pergerakan dari zna asal ke zna tujuan dan sebaliknya. Asal tujuan pergerakan ini dapat dikelmpkkan menjadi 2 (dua) kelmpk, yaitu hinterland dan freland, sehingga penentuan asal tujuan pergerakan dilakukan dalam 2 (dua) tahapan berikut ini: a) Penentuan hinterland eksisting dari masing-masing alternatif lkasi pelabuhan Hinterland adalah daerah di belakang pelabuhan. Hinterland dapat diartikan sebagai asal tujuan angkutan yang ditinjau, baik angkutan penumpang maupun barang, yang berada di sisi darat dari pelabuhan yang ditinjau. MAT hinterland sebaiknya memasukkan pelabuhan sebagai zna internal sehingga dapat terlihat besar pergerakan baik yang masuk ke pelabuhan maupun yang keluar pelabuhan. Secara visual, ilustrasi dari MAT hinterland ini dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1 - Ilustrasi Hinterland Eksisting Angkutan Peti Kemas Pelabuhan Tg. Prik MAT ini juga menunjukkan besar permintaan yang berasal dari hinterland masingmasing pelabuhan. Artinya, besar permintaan dari pelabuhan yang ditinjau merupakan ttal permintaan yang masuk dari kawasan industri ke pelabuhan tersebut dan yang keluar dari pelabuhan ke pasar. b) Penentuan freland eksisting dari masing-masing alternatif lkasi pelabuhan Freland adalah asal tujuan angkutan yang ditinjau baik angkutan penumpang maupun angkutan barang yang berada di sisi laut dari pelabuhan yang ditinjau. Asal tujuan angkutan ini umumnya juga direpresentasikan leh suatu matriks pergerakan yang dikenal dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) atau Origin Destinatin Matrix (OD Matrix). 20

21 MAT yang paling baik digunakan adalah MAT prt-t-prt dimana sel-sel asal dan tujuan berada pada level pelabuhan (umumnya berada pada level administratif). Gambar berikut menunjukkan cnth visualisasi untuk MAT prt-t-prt: Gambar 2 - Ilustrasi Freland Eksisting Angkutan Peti Kemas Dmestik di Indnesia Tahun 2012 Pada tahap ini juga dilakukan estimasi besar permintaan yang berasal dari freland masing-masing pelabuhan. Artinya, besar permintaan dari pelabuhan yang ditinjau merupakan ttal permintaan yang masuk dari pelabuhan-pelabuhan lain ke pelabuhan yang ditinjau dan sebaliknya yang keluar dari pelabuhan yang ditinjau ke pelabuhanpelabuhan tujuan lainnya. 3) Identifikasi stakehlders terkait sebagai caln pengguna pelabuhan Secara umum, stakehlders yang terkait sebagai caln pengguna pelabuhan adalah pemilik barang (shipper), lgistik (frwarder), dan pemilik kapal atau perusahaan pelayaran (shipping lines). 4) Identifikasi besaran tarif jasa kepelabuhanan Jika sudah ada pelabuhan pada kndisi eksisting maka besaran tarif yang diidentifikasi adalah besaran tarif pada pelabuhan eksisiting tersebut. Namun, jika belum terdapat pelabuhan pada kndisi eksisting maka besaran tarif yang diidentifikasi adalah pelabuhan lain dengan skala yang kurang lebih sama untuk nantinya digunakan sebagai acuan dalam penentuan tarif. Tarif jasa kepelabuhanan yang dimaksud adalah tarif jasa kapal, bngkar/muat, tarif jasa dermaga, dan tarif jasa penumpukan. 5) Identifikasi kinerja eksisting pelabuhan Identifikasi dapat dilakukan jika pada kndisi eksisting sudah terdapat pelabuhan di alternatif lkasi yang menjadi tinjauan. Namun, jika belum terdapat pelabuhan pada kndisi eksisting maka kinerja eksisting yang dimaksud adalah kinerja eksisting yang direncanakan, baik berdasarkan standar maupun berdasarkan analisis. Identifikasi kinerja eksisting dilakukan dengan mengukur beberapa parameter kinerja kepelabuhanan, seperti Berth Occupancy Rati (BOR), Turn Rund Time (TRT), Yard Occupancy Rati (YOR), Shed Occupancy Rati (SOR), dll. 21

22 6) Identifikasi peralihan permintaan Peralihan permintaan diidentifikasi dengan mempertimbangkan keseluruhan data yang diperleh pada step-step sebelumnya. Peralihan permintaan ini menunjukkan besar permintaan yang akan menggunakan pelabuhan yang ditinjau. Untuk kasus hanya terdapat satu pelabuhan di sekitar sumber permintaan maka umumnya peralihan akan mempertimbangkan kmpetisi antara permintaan yang diangkut dengan mda darat atau permintaan yang diangkut melalui mda laut atau dengan kata lain melalui pelabuhan. Sedangkan, untuk kasus dimana terdapat lebih dari satu pelabuhan di sekitar sumber permintaan maka peralihan akan mempertimbangkan kmpetisi antar pelabuhan dan juga jalur darat. b. Pryeksi Permintaan 1) Penentuan peride perencanaan Pryeksi permintaan merupakan perkiraan permintaan pelabuhan untuk peride perencanaan yang ditetapkan. Umumnya peride perencanaan pelabuhan ditetapkan minimal selama 50 tahun. Namun, perencanaan pelabuhan sebaiknya difkuskan pada tahun pertama. 2) Pryeksi permintaan Tahapan ini berisi metde yang digunakan dalam mempryeksi permintaan mulai dari tahun eksisting hingga tahun rencana. Umumnya menggunakan metde-metde manipulasi matriks secara matematis yang dilakukan terhadap MAT, misal metde pemdelan transprtasi 4 tahap. Tentu saja karena pendekatan ini mempertimbangkan seluruh zna yang termasuk dalam sistem maka pryeksi permintaan dilakukan untuk seluruh zna yang tercakup dalam sistem. c. Analisis Kapasitas Pelabuhan Untuk menjaga nilai eknmis dari suatu pelabuhan maka perencanaan kapasitas pelabuhan harus memperhitungkan peride manfaat. Umumnya digunakan peride manfaat selama 5 tahun untuk 10 tahun pertama dan 10 tahun untuk 10 tahun berikutnya. Atas dasar ini, maka perencanaan kapasitas pelabuhan untuk 5 tahun pertama mengacu nilai prediksi permintaan pada tahun ke-5. Dengan mekanisme yang sama, maka peningkatan kapasitas pelabuhan dilakukan untuk memfasilitasi besar permintaan pada tahun ke-10. Sedangkan, untuk peningkatan selanjutnya digunakan acuan permintaan pada tahun ke-20. Gambar di bawah ini merupakan cnth dimana suatu pelabuhan direncanakan untuk dibangun pada kapasitas 900,000 TEUs walaupun pada tahun pertama besar permintaan dari pelabuhan tersebut baru sebesar 400,000 TEUs. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga nilai eknmis dari investasi yang dilakukan dimana jika pelabuhan dikembangkan dengan kapasitas sebesar 900,000 TEUs maka pelabuhan tersebut dapat diptimalkan untuk berperasi selama 5 tahun hingga kapasitasnya tercapai. 22

23 2. Pendekatan Mikr Gambar 3 - Ilustrasi Pryeksi Permintaan vs Kapasitas Pelabuhan Berbeda dengan pendekatan makr, kajian permintaan dengan menggunakan pendekatan mikr menitikberatkan pada dinamika dari pelabuhan yang ditinjau saja tanpa memperhitungkan dinamika yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan lain yang terkait dengan pelabuhan yang ditinjau tersebut. a. Analisis Kndisi Eksisting 1) Penentuan hierarki pelabuhan yang ditinjau Pada pendekatan mikr ini hanya perlu ditentukan hierarki dari pelabuhan yang ditinjau saja. Cara yang paling sederhana adalah tetap dengan mengacu pada hierarki pelabuhan seperti yang diatur dalam KP 414 Tahun 2012 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasinal. Masing-masing hierarki pelabuhan memiliki peran yang berbeda. Berdasarkan aturan tersebut, secara sederhana peran dari masing-masing hierarki pelabuhan adalah sebagai berikut: a) pelabuhan pengumpan lkal berperan sebagai pengumpan bagi pelabuhan pengumpan reginal (lalu lintas nasinal), pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasinal), dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasinal) b) pelabuhan pengumpan reginal memiliki peran sebagai pengumpan (feeder) bagi pelabuhan pengumpul (lalu lintas nasinal) dan/atau pelabuhan utama (lalu lintas internasinal) Penentuan hierarki pelabuhan ini menentukan cakupan daerah hinterland dari pelabuhan yang ditinjau. Untuk beberapa kasus bahkan menentukan hingga ke tingkat jenis kmditas dari pelabuhan tersebut. 23

24 2) Penentuan hinterland eksisting Hinterland adalah daerah di belakang pelabuhan. Hinterland dapat diartikan sebagai sumber permintaan dari pelabuhan yang ditinjau, baik angkutan penumpang maupun barang, yang berada di sisi darat dari pelabuhan yang ditinjau. b. Pryeksi Permintaan 1) Penentuan peride perencanaan Pryeksi permintaan merupakan perkiraan permintaan pelabuhan untuk peride perencanaan yang ditetapkan. Umumnya peride perencanaan pelabuhan ditetapkan minimal selama 50 tahun. Namun, perencanaan pelabuhan sebaiknya difkuskan pada tahun pertama. 2) Pryeksi permintaan Tahapan ini berisi metde yang digunakan dalam mempryeksi permintaan mulai dari tahun eksisting hingga tahun rencana. Umumnya menggunakan data-data ssieknmi dan metde-metde multilinear regressin berdasar pada data histris thrughput dari pelabuhan yang ditinjau. c. Analisis Kapasitas Pelabuhan Analisis kapasitas pelabuhan pada pendekatan mikr serupa dengan pada pendekatan makr (lihat Gambar 3). Untuk menjaga nilai eknmis dari suatu pelabuhan maka perencanaan kapasitas pelabuhan harus memperhitungkan peride manfaat. Umumnya digunakan peride manfaat selama 5 tahun untuk 10 tahun pertama dan 10 tahun untuk 10 tahun berikutnya. Atas dasar ini, maka perencanaan kapasitas pelabuhan untuk 5 tahun pertama mengacu nilai prediksi permintaan pada tahun ke-5. Dengan mekanisme yang sama, maka peningkatan kapasitas pelabuhan dilakukan untuk memfasilitasi besar permintaan pada tahun ke-10. Sedangkan, untuk peningkatan selanjutnya digunakan acuan permintaan pada tahun ke-20. B. Analisis Pasar (Market) Tanggapan dan pendapat investr ptensial terhadap rencana pryek KPBU yang diperleh dari hasil penjajakan minat (market sunding), diantaranya mencakup ketertarikan investr ptensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risik utama yang menjadi pertimbangan investr, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasinal dan/atau internasinal terhadap bankability rencana pryek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perlehan pinjaman yang dapat disediakan, serta risik utama yang menjadi pertimbangan. Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana pryek KPBU, diantaranya mencakup risik-risik yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prsedur perlehan penjaminan, dan lainnya. Identifikasi strategi untuk mengurangi risik pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat dalam pengadaan pryek KPBU. 24

25 Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kmpetisi dari pryekpryek KPBU sektr pelabuhan. C. Analisis Struktur Pendapatan KPBU Berisikan uraian mengenai pryeksi tarif pendapatan PJPK/BLUD dan juga Badan Usaha. Pendapatan yang dapat diperleh dari sektr pelabuhan beragam tergantung dari jenis dan tujuan pengembangannya. Berikut adalah cnth identifikasi ptensi pendapatan untuk terminal peti kemas: 1. Pelayanan jasa kapal peti kemas termasuk hak untuk menetapkan tarif pelayanan dermaga peti kemas yang meliputi: 1) Jasa labuh 2) Jasa pemanduan 3) Jasa penundaan 4) Jasa tambat 5) Jasa pelayanan tambahan: biaya administrasi nta dan biaya administrasi IT system 2. Pelayanan jasa peti kemas di terminal peti kemas termasuk hak untuk menetapkan tarif pelayanan dermaga peti kemas yang meliputi: 1) kegiatan perasi kapal, terdiri atas: 1) Kegiatan dermaga 2) Stevedring 3) Haulage/trucking 4) Shifting 5) Buka tutup palka 6) Lift n/lift ff 2) kegiatan perasi lapangan, terdiri atas: 1) Penumpukan 2) Lift n/lift ff 3) Gerakan ekstra 4) Relkasi 5) Angsur 3) kegiatan perasi cntainer freight statin, terdiri atas: 1) Stripping/ stuffing 2) Penumpukan 3) Penerimaan penyerahan 25

26 4) kegiatan pelayanan tambahan, terdiri atas: 1) Biaya administrasi nta 2) Biaya inter terminal transfer 3) Biaya SPP (Surat Penyerahan Petikemas) 4) Biaya kartu ekspr 5) Biaya hi-c scan 6) Biaya hi-c scan with behandle 7) Biaya stack awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra) 8) Biaya batal transaksi 9) Biaya after clsing time 10) Biaya administrasi IT System 11) Biaya PLP (Pindah Lkasi Penumpukan) 12) Biaya site ffice 13) Biaya mnitring/supervisi Pada sub-bab ini juga dijabarkan mekanisme penyesuaian tarif serta diidentifikasi dampak terhadap pendapatan jika terjadi: kenaikan biaya KPBU (cst ver run); pembangunan KPBU selesai lebih awal; pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan sehngga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian keuntungan (clawbac mechanism); pemberian insentif atau pemtngan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban. D. Analisis Biaya Manfaat Ssial (ABMS) Analisis Biaya Manfaat Ssial merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kndisi dengan ada pryek KPBU dan tanpa ada pryek KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan eknmi pryek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran dukungan pemerintah. 1. Asumsi umum Peride evaluasi; Faktr knversi; Dan asumsi lain yang diperlukan. 26

27 2. Manfaat Manfaat yang dari pengembangan pelabuhan dapat beragam tergantung dari jenis serta tujuan pengembangan pelabuhan tersebut. Berikut adalah beberapa manfaat yang mungkin terjadi dari investasi pelabuhan: Sumber: UNCTAD (1977), Appraisal f Prt Investment, pp-10 TB/D/C.4/174 Manfaat yang diperhitungkan pada ABMS adalah manfaat yang dapat dikuantifikasi, seperti penghematan biaya transprtasi, penghematan biaya bngkar muat karg, dan lainnya. Manfaat tersebut selanjutnya diknversi dari nilai finansial menjadi nilai eknmi. 3. Biaya Manfaat Langsung bagi Pelabuhan Biaya penyiapan KPBU; Biaya mdal; Biaya perasinal; Biaya pemeliharaan; Biaya lain-lain yang timbul dari adanya pryek. Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya knstan di luar biaya kntijensi dan pajak. Biaya diknversi dari nilai finansial menjadi nilai eknmi. 4. Parameter penilaian Manfaat Langsung bagi Pengguna Pelabuhan Pendapatan dari iuran kapal Penghematan dalam hal biaya transprtasi darat Peningkatan pendapatan dari penanganan karg Kemungkinan lahan penyewaan Penghematan dalam hal biaya penanganan karg Penghematan dalam hal beban bunga mdal persediaan Penghematan dalam hal biaya kapal di pelabuhan Penghematan dalam hal meningkatnya biaya perasi kapal Penghematan dalam hal biaya asuransi Peningkatan utput dari industri pengguna pelabuhan Manfaat Tidak Langsung bagi Pihak Terkait Peningkatan penghasilan buruh yang terkait dengan pelabuhan Peningkatan pendapatan industri yang terkait dengan pelabuhan Multiplier effects Keselamatan dan keamanan Manfaat lingkungan Ecnmic Internal Rate f Return (EIRR); Ecnmic Net Present Value (ENPV); 27

28 Ecnmic Benefit Cst Rati (BCR). 5. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan eknmi pryek, misalnya: Perubahan nilai scial discunt rate; Penurunan/kenaikan kmpnen biaya; Penurunan/kenaikan kmpnen manfaat E. Analisis Keuangan 1. Asumsi analisis keuangan Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan pryek KPBU Pelabuhan adalah sebagai berikut : 2. Pendapatan Tingkat inflasi per tahun Persentase pembiayan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman pertahun Jenis kapal yang Berkunjung Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai indeks inflasi per tahunnya Lama waktu standar tiap jenis kapal. Besarnya tarif pada pelabuhan laut Harga bahan bakar slar nn-subsidi per liter dengan kenaikan sesuai indeks inflasi. Tarif pajak Biaya kntingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risik, biaya perijinan, pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya. Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya Peride kerja sama Pryeksi pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis sebelumnya. 3. Biaya Biaya investasi (CAPEX) Berisikan ringkasan biaya investasi, baik leh PJPK, Badan Usaha maupun secara ttal. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga knstan dan harga berlaku. Ringkasan biaya investasi ini di-breakdwn per tahun. Untuk biaya investasi (CAPEX) sektr Pelabuhan ini antara lain meliputi : Biaya investasi untuk akuisisi dan pematangan tanah kawasan, reklamasi 28

29 Biaya investasi untuk pembangunan dermaga Biaya investasi untuk pembangunan terminal Biaya investasi untuk pembangunan bangunan penunjang Biaya investasi untuk pembangunan tangki timbun Biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur kawasan, termasuk jalan akses Biaya investasi untuk sarana Dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan tujuan pengembangan pelabuhan) Selain itu juga ada wrking capital yang timbul dari pengperasian pryek investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan pihak manajemen ke lkasi pryek, biaya bantuan hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran. Biaya peratinal dan pemeliharaan (OPEX) Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi tentang biaya-biaya perasinal, yang antara lain: 4. Indikatr keuangan Biaya tenaga kerja Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur pelabuhan Biaya listrik, bahan bakar, dan utilitas Biaya penyusutan Biaya asuransi Biaya bunga hutang Biaya lainnya Indikatr keuangan ini akan membahas beberapa indikatr penting yang akan menentukan layak tidaknya pryek ini dijalankan leh Badan Usaha. Beberapa indikatr keuangan tersebut adalah: IRR, NPV dan DSCR dari pryek dan mdalitas. Perbandingan FIRR pryek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC maka Pryek KPBU dinilai LAYAK. Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Pryek KPBU dinilai LAYAK. Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate f Return (MARR) masih lebih besar maka Pryek KPBU dinilai LAYAK. Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Pryek KPBU dinilai LAYAK. 5. Pryeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana Pada sub-bab ini akan dikaji pryeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Pryeksi keuangan yang perlu dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan: 29

30 6. Analisis sensitivitas Pryeksi laba rugi (incme statement) Pryeksi neraca (balance sheet) Pryeksi arus kas (cash flw) Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan keuangan pryek, misalnya: Penurunan/kenaikan biaya; Penurunan/kenaikan permintaan. F. Analisis Value fr Mney (Nilai Manfaat Uang) Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value fr Mney VFM) adalah untuk membandingkan dampak finansial dari pryek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif penyediaan infrastruktur secara tradisinal leh Pemerintah (Public Sectr Cmparatr PSC). Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah psitif, maka pryek tersebut memberkan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih. Cmpetitive neutrality Risk Ancillary cst Financing Value fr Mney Risk Ancillary cst Financing Base cst Base cst PSC KPBU 1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cst) Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama. Untuk PSC Untuk KPBU : CAPEX dan OPEX : CAPEX, OPEX, dan prfit 30

31 2. Financing Menguraikan perbandingan antara ttal pembiayaan KPBU dengan PSC. Biasanya ttal pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperleh pinjaman dengan suku bunga yang lebih tinggi. 3. Ancillary Cst 4. Risk Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan pryek namun tidak terkait langsung dengan pryek, seperti biaya manajemen pryek dan biaya transaksi. Sub-bab ini menguraikan risik-risik yang ditanggung leh Pemerintah. Pada PSC seluruh risik ditanggung leh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risik ditransfer kepada Badan Usaha. 5. Cmpetitive Neutrality Sub-bab ini menguraikan cmpetitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian kmpetitif yang dimiliki leh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang terdapat pada base cst mungkin tidak dihitung pada kmpnen base cst dari PSC yang menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, cmpetitive neutrality ditambahkan ke dalam PSC. 6. Kesimpulan Merekapitulasi perhitungan dari setiap kmpnen untuk memperleh gambaran besaran VFM dari pryek KPBU. 31

32 VI. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi: A. Pengamanan Lingkungan Pada Dkumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal lingkungan (Initial Envirnmental Examinatin IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan disampaikan pada kajian awal lingkungan: 1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang, tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap tahapan pryek ((i) perencanaan/desain, (ii) knstruksi, (iii) perasi, (iv) end-f-life); 2. Lkasi terkena dampak; 3. Kebijakan dan prsedur lingkungan yang diatur leh peraturan perundang-undangan; 4. Evaluasi ptensi dampak lingkungan -- matriks dampak pryek: - Susun daftar ptensi dampak; - Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak; - Prediksi dan karakterisasi ptensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/merugikan), jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi); 5. Rekmendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi. B. Pengamanan Ssial dan Pengadaan Lahan Sebagian ptensi dampak ssial yang ditimbulkan dari pryek KPBU serta rencana mitigasinya telah dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak ssial yang ditimbulkan cukup besar maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini. Selain itu, bagian ini juga berfkus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak pryek KPBU. Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini: 1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya; 2. Mengidentifikasi karakteristik ssial dan eknmi dari pihak-pihak yang terkena dampak; 3. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak pryek KPBU, apakah pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya; 4. Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan; 5. Menentukan kmpensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kmpensasi tersebut; 6. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali; 7. Melaksanakan knsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak; 8. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali. 32

33 Bersamaan dengan penyusunan Dkumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan dkumen pendukung terkait kajian lingkungan dan ssial yang dipersyaratkan leh peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan leh PJPK: 1. Identifikasi persyaratan dkumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau SPPL) untuk memperleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup N. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Berikut adalah kriteria pryek KPBU yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup): a. Berlkasi di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung (batas tapak bersinggungan atau dampak ptensial diperkirakan mempengaruhi kawasan lindung terdekat); dan/atau b. Memenuhi salah satu kriteria berikut: N Jenis Kegiatan Skala/Besaran 1 Pengerukan perairan dengan capital dredging - Vlume 500,000 m 3 2 Pengerukan perairan sungan dan/atau laut dengan capital dredging yang memtng batu, yang bukan termasuk material karang 3 Penempatan hasil keruk di laut - Vlume, atau - Luas area penempatan hasil keruk 4 Pembangunan pelabuhan dengan salah satu fasilitas berikut: a. Dermaga dengan bentuk knstruksi sheet pile atau pen pile - Panjang, atau - Luas b. Dermaga dengan knstruksi masif c. Penahan gelmbang (talud) dan/atau pemecah gelmbang (break water) - Panjang d. Fasilitas terapung (flating facility) 250,000 m 3 atau semua besaran yang menggunakan bahan peledak 500,000 m 3 5 ha 200 m 6,000 m 2 Semua besaran 200 m 10,000 DWT 2. Dalam menyusun dkumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat menunjuk knsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur leh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup N. 7 Tahun

34 VII. KAJIAN BENTUK KPBU Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai dengan penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi: A. Alternatif Skema Kerjasama Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut. B. Penetapan Skema KPBU Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan. Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan, ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan finansial) pemerintah, ptimalisasi investasi leh Badan Usaha, kemungkinan pembiayaan dari sumber lain serta pembagian risiknya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari sektr swasta kepada sektr publik. Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab masingmasing lembaga. 1. Lingkup kerjasama KPBU Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha. Dalam menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku, termasuk tupksi dari lembaga-lembaga terkait. Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktr-faktr kritis yang akan menentukan suksesnya pryek KPBU, seperti misalnya kmitmen, prses pengadaan yang efektif, alkasi dan manajemen risik, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya. Berikut adalah cnth struktur KPBU yang dapat diterapkan untuk knsesi penuh kepelabuhan: 34

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektr penerangan jalan umum (PJU) akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU)

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metde Penilaian Investasi Metde Penilaian Investasi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan penambahan gudang pada PT. Prima Lintas Express dapat dikatakan layak

Lebih terperinci

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buku Laporan ini disusun oleh Konsultan PT. Kreasi Pola Utama untuk pekerjaan Studi Penyusunan Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan ini adalah

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN AGRIBISNIS

STUDI KELAYAKAN AGRIBISNIS 2012 STUDI KELAYAKAN AGRIBISNIS Seri Analisis Pryek 5/24/2012 1. Pengertian Studi Kelayakan Sebelum menyusun Prpsal usaha pada uumnya dilakukan studi kelayakan usaha terlebih dahulu. Studi kelayakan usaha

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2028 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2028 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Issue yang sedang hangat menjadi pembicaraan adalah rencana pemindahan aktivitas pelabuhan laut khusus penumpang lintas Semarang - Kumai pada Pelabuhan Tanjung Emas.Tanjung

Lebih terperinci

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id 13 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PANDUAN UMUM PELAKSANAAN

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN BAB IX PERENCANAAN, PENGELOLAAN, DAN EVALUASI USAHA JASA ALAT MESIN PERTANIAN Drs. Kadirman, MS. KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

STUDI HARMONISASI LOGISTIK INDONESIA Kuesioner Operasi ekspedisi muatan laut petikemas

STUDI HARMONISASI LOGISTIK INDONESIA Kuesioner Operasi ekspedisi muatan laut petikemas STUDI HARMONISASI LOGISTIK INDONESIA Kuesiner Operasi ekspedisi muatan laut petikemas Terima kasih atas partisipasi Anda dalam survei singkat yang akan membantu kami menemukan rintangan dalam 'Rantai paskan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM. Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dokumen Prastudi Kelayakan yang disusun.

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM. Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dokumen Prastudi Kelayakan yang disusun. KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektor air minum akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1439, 2015 KEMENHUB. Kepelabuhanan. Konsensi. Bentuk Kerja Sama. Pemerintah. Badan Usaha Pelabuhan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 15 TAHUN

Lebih terperinci

BAB III PROFIL RESPONDEN DAN LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III PROFIL RESPONDEN DAN LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III PROFIL RESPONDEN DAN LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Prfil Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT.Tiara Utffar Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang industri pertambangan mineral

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN a) LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM BPK mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan,kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektor persampahan akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Isu-isu strategis

1.1. Latar Belakang. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Isu-isu strategis pada desain terpadu antara tata guna lahan, berbagai elemen rancang lingkungan serta sarana dan prasarana lingkungan. Oleh karena itu, melalui prgram Penataan Lingkungan Berbasis Kmunitas (PLP-BK) maka

Lebih terperinci

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d No.829, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Kerja Sama. Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

Manajemen Proyek. Manajemen

Manajemen Proyek. Manajemen Manajemen Pryek Manajemen Aktivitas yang meliputi perencanaan, pengrganisasian, pelaksanaan dan kepemimpinan, serta pengawasan terhadap pengellaan sumber daya yang dimiliki suatu rganisasi untuk mencapai

Lebih terperinci

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan Jenis Infrmasi yang Terbuka dan Dikecualikan Kelmpk Infrmasi Publik yang diatur dalam UU KIP mencakup Infrmasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; Infrmasi Publik yang wajib diumumkan

Lebih terperinci

AKURASI DAN MACAM ANGGARAN

AKURASI DAN MACAM ANGGARAN Pertemuan 6 AKURASI DAN MACAM ANGGARAN Halaman 1 dari Pertemuan 6 6.1 Ciri ciri dan Penyebab Perkiraan Biaya yang Kurang Akurat Anggaran pryek dihasilkan dari perkiraan biaya kmpnen-kmpnennya dengan memperhatikan

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 *

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 * Fitur Pemeringkatan ICRA Indnesia Maret 2014 Metdlgi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 * Tinjauan sekilas Industri real estate memiliki tingkat vlatilitas dan siklus yang tinggi dan kinerjanya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR: KEBIJAKAN DAN MEKANISME PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN (AVAILABILITY PAYMENT) DALAM APBD Oleh: Ir. BUDI ERNAWAN, MPPM Kasubdit

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

VISI MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT

VISI MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT VISI MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT 4.1. Visi dan Misi Visi adalah gambaran realistis masa depan yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA

GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA Buku ini disusun oleh Tim IIGF Institute : Bely Utarja, Reni F. Zahro, Ratna Widianingrum didukung oleh berbagai narasumber;

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 64 BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Kriteria ptimasi yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah dengan studi kelayakan bisnis yang berdasarkan beberapa aspek,

Lebih terperinci

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA Disampaikan leh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Pada acara Indnesia Eximbank Investr Gathering 2017 Jakarta, 7 Februari 2017

Lebih terperinci

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penyiapan. Pelaksanaan. Transaksi. Fasilitas. Penyediaan Infrastruktur. Proyek Kerjasama. Pemerintah dan Bahan Usaha. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

3.3. TAHAP METODE PENGUMPULAN DATA

3.3. TAHAP METODE PENGUMPULAN DATA BAB III METODOLOGI 3.1. TINJAUAN UMUM Tahapan pekerjaan merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan guna mencapai tujuan yang direncanakan. Dalam perencanaan ini tahapantahapan yang diambil meliputi

Lebih terperinci

1. Kerangka Peraturan Perundangan 2. Dasar Hukum 3. Uji Publik Rencana Kerjasama KPBU Di BPTJ 2018

1. Kerangka Peraturan Perundangan 2. Dasar Hukum 3. Uji Publik Rencana Kerjasama KPBU Di BPTJ 2018 1. Kerangka Peraturan Perundangan 2. Dasar Hukum 3. Uji Publik Rencana Kerjasama KPBU Di BPTJ 2018 4. Latar Belakang Penjajakan Minat (Market Sounding) TOD Poris Plawad 5. Tujuan, Sasaran dan Output 6.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN

Lebih terperinci

Pedoman Perlidungan Kawasan Ekosistem Esensial

Pedoman Perlidungan Kawasan Ekosistem Esensial Rancangan Peraturan Menteri LHK tentang Pedman Perlidungan Kawasan Eksistem Esensial Bgr 7 Mei 2018 Direktrat Jenderal Knservasi Sumber Daya Alam dan Eksistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR [*] TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Membaca : 1. surat

Lebih terperinci

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang PERANAN SEKTOR KEHUTANAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA BARAT 1) Oleh : Nur Arifatul Ulya 2) ABSTRAK Prvinsi Sumatera Barat merupakan salah satu prvinsi di Pulau Sumatera yang memiliki kawasan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 220, 2015 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5742). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial dan Non Komersial a. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial 1) Memiliki fasilitas

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN LATAR BELAKANG LAPORAN AKHIR

BAB PENDAHULUAN LATAR BELAKANG LAPORAN AKHIR BAB 1 PENDAHULUAN Bab iniberisilatarbelakang, maksudtujuandansasaran, ruanglingkuppekerjaan, landasanhukum, pendekatan dan metdlgi sertasistematikapenulisanlapran Akhirkegiatan penyusunanpersiapanpeninjauankembali

Lebih terperinci

Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metde penganggaran yang digunakan adalah metda tradisinal atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Sistem transportasi merupakan salah satu bagian penting bagi suatu pembangunan negara. Transportasi menjadi salah satu sektor pendukung kemajuan sistem logistik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Kabupaten :. Kelompok Hutan :.

Kabupaten :. Kelompok Hutan :. Lampiran : Peraturan Direktur Jenderal Bina Prduksi Kehutanan Nmr : P.05/VI-SET/2005 Tanggal : 3 Agustus 2005 FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Berdasarkan System Development Life Cycle (SDLC) metode waterfall yang

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Berdasarkan System Development Life Cycle (SDLC) metode waterfall yang BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Berdasarkan System Develpment Life Cycle (SDLC) metde waterfall yang digunakan dalam pembuatan aplikasi penentuan harga jual, terdapat beberapa tahapan yang terdiri

Lebih terperinci

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN KERJASAMA SPAM 1. UU 23/2014 2. PP 50/2007 3. PP 121/2015 4. PP 122/2015 5. PP 54/2017 6. Perpres 38/2015 7. Permen

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU?

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU? Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Definisi: KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 KEMENKEU. Ketersediaan Layanan KPBU. Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.08/2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

HIGHLIGHTS. Kebutuhan biaya modal sangat rendah (termasuk pertambangan dan kontrak jasa pengangkutan) sebesar US $ 75 juta

HIGHLIGHTS. Kebutuhan biaya modal sangat rendah (termasuk pertambangan dan kontrak jasa pengangkutan) sebesar US $ 75 juta T +61 7 3001 4100 E inf@ckal.cm.au Level 34 Riverside Centre, 123 Eagle Street, Brisbane QLD 4000 PO Bx 7122, Brisbane QLD 4001 ABN 55 082 541 437 (ASX: CKA) www.ckal.cm.au PENGUMUMAN ASX / SIARAN MEDIA

Lebih terperinci

I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI DAERAH KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI DAERAH KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA Nomor : [NOMOR SURAT] [KOTA], [TGL, BLN, ] Sifat : [SIFAT SURAT] Lampiran : 5 (lima) Berkas Hal : Usulan Rencana Penerbitan

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta No.1486, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Ketersediaan Layanan. Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur.Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.08/2015

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG I SALINAN I GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOM OR 17 TAHUN 2015 TENTANG c PENGADAAN JASA LAYANAN ANGKUTAN UMUM TRANSPORTASI JAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni Octavery Kamil, Irwant, Ignatius Praptraharj, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitrus, Sari Lengggeni Jumlah kasus AIDS yang tercatat adalah sebesar 33.364 rang

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING 24 Januari 2017 Daftar Isi 1. Latar Belakang Penjajakan Minat Pasar 2. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagai negara agraris, Indnesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang jika dikella dengan tepat, kekayaan tersebut mampu diandalkan menjadi andalan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan, peranan pelayaran sangat penting bagi kehidupan ekonomi, sosial, pemerintahan, pertahanan/keamanan. Bidang kegiatan pelayaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7 KOTA DUMAI LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang

Lebih terperinci

KEGIATAN PRIORITAS BADAN KARANTINA PERTANIAN TA 2017

KEGIATAN PRIORITAS BADAN KARANTINA PERTANIAN TA 2017 KEGIATAN PRIORITAS BADAN KARANTINA PERTANIAN TA 2017 Jakarta, 31 Mei 2016 ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Meningkatkan ketersediaan pangan melalui penguatan kapasitas prduksi dalam negeri Meningkatkan

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN OPERASIONAL. Yang dibimbing oleh Roro Arinda Reswanti Julian Pratama, S.E.

JURNAL MANAJEMEN OPERASIONAL. Yang dibimbing oleh Roro Arinda Reswanti Julian Pratama, S.E. JURNAL MANAJEMEN OPERASIONAL Disusun dan diajukkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Operasinal (Praktikum) Yang dibimbing leh Rr Arinda Reswanti Julian Pratama, S.E. Disusun Oleh :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PU NO. 20/PRT/M/2010

PERATURAN MENTERI PU NO. 20/PRT/M/2010 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA PERATURAN MENTERI PU NO. 20/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN BAGIAN JALAN Ssialisasi Permen Pemanfaatan Bagian- Bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.417, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Kilang Minyak. Dalam Negeri. Pembangunan. Pengembangan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun -, ;' MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 43 TAHUN 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara No.785, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Harga Jual. Jasa Kepelabuhan. Badan Usaha Pelabuhan. Penetapan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 95 TAHUN 2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini transportasi mempunyai peran yang sangat penting karena merupakan salah satu unsur yang turut menentukan perkembangan ekonomi suatu kota bahkan Negara. Moda

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI JASA KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN. Latar Belakang

PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN. Latar Belakang PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indnesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan

Lebih terperinci

ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI KOTA MANADO

ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI KOTA MANADO Jurnal Sipil Statik Vl.1 N.9, Agustus (623-629) ISSN: 2337-6732 ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI KOTA MANADO Ardi Palin A. L. E. Rumayar, Lintng E. Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Notulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013

Notulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013 Ntulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Refrmasi Birkrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013 Peserta : Kepala Daerah dan Ketua DPRD seluruh Indnesia Agenda : Pencanangan Pelaksanaan Refrmasi Birkrasi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA PENGADILAN TINGGI AGAMA GORONTALO TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA PENGADILAN TINGGI AGAMA GORONTALO TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA PENGADILAN TINGGI AGAMA GORONTALO TAHUN 2016 Pengadilan Tinggi Agama Grntal Jl. Tinalga N. 5 Kta Grntal Telp. 0435-831591 Fax. 0435-831625 E-mail: admin@pta-grntal.g.id KATA PENGANTAR Assalamualaikum

Lebih terperinci

UPAH MINIMUM SEBAGAI JARING PENGAMAN, BUKAN SEBAGAI UPAH STANDAR Oleh:

UPAH MINIMUM SEBAGAI JARING PENGAMAN, BUKAN SEBAGAI UPAH STANDAR Oleh: UPAH MINIMUM SEBAGAI JARING PENGAMAN, BUKAN SEBAGAI UPAH STANDAR Oleh: GIBSON SIHOMBING, SE., MMl A. PENDAHULUAN Definisi upah menurut UU N. 13/2003: IJpah adatah hak pekerja/buruh yang dinyatakan dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 193 Tahun 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG K E P E L A B U H A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci