KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM"

Transkripsi

1 KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektr penerangan jalan umum (PJU) akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, kndisi dan perencanaan di daerah masing-masing. RINGKASAN EKSEKUTIF Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dkumen Prastudi Kelayakan yang disusun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menguraikan latar belakang diperlukannya pryek KPBU dalam pengembangan dan pembangunan infrastruktur PJU. Kndisi pelayanan PJU saat ini. Target dan rencana pembangunan PJU. Kendala yang dihadapi dalam upaya pembangunan PJU. Kndisi anggaran daerah (APBD) secara singkat. Perlunya kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam pengellaan PJU. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud 2. Tujuan Mengkaji kelayakan teknis pryek KPBU dan mendrng minat swasta untuk berinvestasi di sektr PJU. Mengembangkan struktur pembiayaan pryek melalui bentuk KPBU yang disepakati. Mengkaji dan menyampaikan kepada PJPK terkait kemampuan daerah untuk melakukan kerjasama dalam pengellaan ataupun pembangunan PJU. Dan/atau lain-lain. Meningkatkan kinerja pengellaan PJU. Meningkatkan kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan pengellaan PJU. Terciptanya transfer teknlgi maupun kemampuan manajerial dalam pengellaan PJU. Dan/atau lain-lain 1

2 C. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Menjelaskan sistematika pembahasan dkumen Prastudi Kelayakan yang sedang disusun, yaitu: Bab 1 : Pendahuluan Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan Bab 3 : Kajian Hukum dan Kelembagaan Bab 4 : Kajian Teknis Bab 5 : Kajian Eknmi dan Kmersial Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Ssial Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU Bab 8 : Kajian Risik Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues) Bab 11 : Kajian Pengadaan 2

3 II. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN A. Kajian Kebutuhan Rencana pengembangan pryek KPBU harus didasari dengan adanya kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud. Kebutuhan akan infrastruktur tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan kajian terhadap data-data sekunder yang menggambarkan: 1. Dasar pemikiran teknis dan eknmi rencana pryek KPBU; 2. Pryek KPBU memiliki permintaan yang berkelanjutan serta ketidakcukupan layanan saat ini, baik secara kuantitas maupun kualitas; 3. Ptensi dan perkembangan ssial eknmi wilayah; 4. Ptensi sumber daya alam; dan 5. Pryek KPBU mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. B. Kajian Kepatuhan Rencana pengembangan pryek KPBU sektr PJU harus sesuai dan selaras dengan rencana pengembangan Pemerintah maupun pemerintah daerah yang tertuang di dalam dkumen perencanaan sistem PJU yang ada. 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasinal Mengkaji arahan pembangunan jaringan jalan Nasinal/Prvinsi/Kabupaten/Kta dan taman terutama target-target capaian cakupan layanan pengellaan yang ingin dicapai serta bagaimana rencana pryek KPBU dapat memberikan kntribusi terhadap indikatr-indikatr ingin dicapai dalam RPJPN di sektr PJU. 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasinal Mengkaji arahan pembangunan jaringan jalan Nasinal/Prvinsi/Kabupaten/Kta dan taman khususnya penyediaan PJU, terutama target di sektr keselamatan transprtasi dan bagaimana kndisi penganggaran yang ada. Sejauh mana kesesuaian pryek KPBU PJU ini terhadap rencana nasinal yang ada tersebut. Selain itu juga arahan priritas daerah dalam knteks nasinal dapat menjadi bahan kajian, seperti misalnya arahan kabupaten/kta yang menjadi bagian dari Kawasan Strategis Nasinal (KSN), Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), dan/atau sebagainya. 3. Rencana Umum Energi Nasinal (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Mengkaji kndisi energi nasinal dan daerah saat ini dan akan datang yang berkaitan dengan pemanfaatan energi untuk PJU. Penerapan teknlgi PJU harus mempertimbangkan kndisi ketersediaan energi dan rencana penerapan ke depan di wilayah tersebut. 4. Rencana Tata Ruang Wilayah Prvinsi Mengkaji peran kabupaten/kta dalam lingkup prvinsi sehingga diperlukan dukungan infrastruktur yang memadai. 5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kta Mengkaji peran wilayah perencanaan terhadap kabupaten/kta serta rencana pengembangan wilayah perencanaan tersebut. Rencana pengembangan wilayah juga akan sangat bermanfaat 3

4 untuk menguatkan pentingnya pengembangan infrastruktur dan pengellaan PJU yang memadai. 6. Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) Mengkaji visi, rencana atau kebijakan strategis daerah di sektr keselamatan transprtasi dan keamanan serta bagaimana pryek KPBU dapat menjawab permasalahan dalam pengembangan pengellaan PJU yang tertuang dalam Jakstrada tersebut. 7. Kesimpulan Menyimpulkan kesesuaian pryek KPBU dengan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan sektr keselamatan transprtasi dan keamanan lingkungan yang telah dibahas diatas. 4

5 III. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN A. Kajian Hukum 1. Analisis Peraturan Perundang-undangan Kajian hukum akan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, sektr PJU, pengadaan, dan lainnya. 1. Peraturan KPBU Menjelaskan diperblehkannya beserta persyaratannya melakukan KPBU untuk penyediaan infrastruktur, prinsip-prinsip dasar KPBU yang akan diterapkan dalam pryek KPBU yang akan dilaksanakan, dan tahap-tahap penyiapan KPBU yang telah dilaksanakan. Beberapa aturan terkait adalah: 1. Peraturan Presiden N. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dengan pint-pint penting: Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur yang dsebut dengan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). KPBU dapat melakukan kerjasama lebih dari satu jenis infrastruktur atau gabungan dari beberapa jenis infrastruktur. Menetapkan Penanggung Jawab Pryek Kerjasama (PJPK) dalam skema KPBU dapat dilakukan leh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di sektr infrastruktur yang dikerjasamakan. PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya mdal, biaya perasinal, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana. 2. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas N. 4/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Berdasarkan Panduan Umum KPBU, pelaksanaan KPBU terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu: a. Tahap Perencanaan b. Tahap Penyiapan c. Tahap Transaksi 2. Peraturan Sektr Penerangan Jalan Umum Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan sektr PJU yang harus dipenuhi dalam pryek KPBU, antara lain: 1) Undang-Undang Nmr 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indnesia tahun 2009 Nmr 96 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indnesia Nmr 2028); 2) Undang-Undang N. 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan pint-pint penting: Pajak Penerangan Jalan Merupakan Jenis Pajak kabupaten/kta. 5

6 Objek pajak penerangan jalan Subyek Pajak Penerangan Jalan Wajib Pajak Penerangan Jalan Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan Tarif Pajak Penerangan Jalan 3) Peraturan Presiden Nmr 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasinal Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Kajian kesesuaian upaya pelaksanaan pryek KPBU sektr PJU dengan rencana Pemerintah dalam penurunan emisi gas rumah kaca. 4) Peraturan Pemerintah Nmr 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Prvinsi, Pemerintahan Kabupaten/Kta (Lembaran Negara Republik Indnesia Tahun 2007 Nmr 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indnesia Nmr 4737); 5) Peraturan Pemerintah Nmr 65 tahun 2002 Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) merupakan salah satu jenis pajak daerah sekaligus sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun Wajib pajak penerangan jalan adalah rang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan/atau pengguna tenaga listrik. 6) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nmr : 19/PRT/M/2011tentang persyaratan teknis jalan dan kriteria perencanaan teknis jalan. 7) Kepmendagri Nmr 10 tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan Pelanggan wajib membayar PPJ setiap bulan, yang pembayarannya menyatu dalam pembayaran rekening listrik PLN. Dalam hal ini kedudukan PLN adalah sebagai pihak yang membantu Pemda untuk memungut PPJ. 8) Peraturan Menteri Perhubungan N. 83 Tahun 2010 tentang Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transprtasi. 9) Peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah. 3. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha Berisi kajian tentang pendirian badan usaha sebagai badan usaha pelaksana pryek KPBU. Peraturan perundang-undangan yang terkait pada sektr Penerangan Jalan Umum adalah Undang-Undang N. 40 Tahun 2007 Tentang Perseran Terbatas 4. Peraturan Terkait Lingkungan Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan besaran pryek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain: 1) Undang-undang N. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengellaan Lingkungan Hidup 2) Peraturan Pemerintah N. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan 6

7 3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup N. 5 tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 5. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah Membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri N. 13 tahun 2006 tentang Pengellaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui leh Permendagri N. 59 tahun 2007 dan Permendagri N. 21 tahun Peraturan Terkait Pengadaan Membahas beberapa peraturan terkait pengadaan terutama untuk menentukan tapahan prses pengadaan, apakah pengadaan dilakukan secara satu tahap atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran pryek KPBU. Peraturan yang perlu dikaji adalah: 1) Peraturan Kepala LKPP N. 19 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur 7. Peraturan Terkait Penanaman Mdal Berisikan kajian mengenai kesesuaian pryek KPBU sektr Penerangan Jalan Umum dengan Peraturan Presiden Nmr 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Mdal. Berdasarkan peraturan presiden tersebut, terdapat batas kepemilikan mdal asing untuk bidang usaha: instalasi penyediaan Tenaga Listrik (maksimal kepemilikan mdal asing 95%) instalasi pemanfaatan tenaga listrik (mdal dalam negeri 100%) pengperasian dan pemeliharaan instalasi tenaga listrik (maksimal kepemilikan mdal asing 95%). 8. Peraturan Terkait Pemanfaatn Barang Milik Negara/Barang Miik Daerah Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah dalam Pryek KPBU berdasarkan: Peraturan Pemerintah N. 27 Tahun 2014 Tentang Pengellan BArang Milik Negara/Daerah Peraturan Menteri Keuangan N. 78/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Peraturan Peraturan Menteri Keuangan N. 164/PMK.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur 9. Peraturan terkait pembiayaan pryek Pada bagian ini dianalisa ptensi pembiayaan pryek KPBU Penerangan Jalan Umum. Pada pryek KPBU ini secara umum menggunakan mekanisme Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) leh Pemerintah. Saat kerangka acuan ini disusun, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang tata cara pembayaran ketersediaan layanan yang 7

8 bersumber dari APBD sebagai amanat dari Peraturan Presiden N. 38 Tahun 2015 belum diundangkan. 10. Peraturan terkait perpajakan. Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan Badan Usaha yang melaksanakan pryek KPBU Penerangan Jalan Umum. Pada bagian ini diharapkan dapat teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha. Peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah: 1) PP N.69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2) PP N. 18 Tahun 2015 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penenman Mdal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-daerah tertentu. 11. Peraturan terkait Dukungan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian dukungan pemerintah atas sebagian biaya knstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap Peraturan Menteri Keuangan N. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Knstruksi Pada Pryek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur. 12. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan leh Menteri Keuangan melalui PT.Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) selaku badan usaha penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerinah diberikan dengan memperhatikan prinsip pengellaan dan pengendalian risik keuangan dalam APBN. Prses pemberian jaminan pemerintah leh PT. Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) diatur dalam: Peraturan Presiden Nmr 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Pryek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan Peraturan Menteri Keuangan Nmr 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Pryek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. 2. Risik Hukum dan Strategi Mitigasi Menguraikan isu-isu hukum yang berptensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun pelaksanaan pryek KPBU, serta menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi dan besaran dampaknya. Misalnya, risik yang diakibatkan dari diterbitkannya peraturan baru. 3. Kebutuhan Perijinan Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan pryek KPBU serta rencana strategi untuk memperleh perijinan-perijinan tersebut, baik perijinan sebelum prses pengadaan maupun setelah prses pengadaan. Sebagai cnth adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat Penetapan Lkasi dari Gubernur, persetujuan prinsip 8

9 dukungan dan/atau jaminan pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum prses pengadaan. Sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan, dan sebagainya diperlukan setelah prses pengadaan dan penandatangan kerjasama. Perlu diterangkan pula rencana permhnan izin-izin tersebut termasuk penanggung jawabnya. 4. Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum Rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan dan hukum disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi, serta pelaksanaan pryek KPBU. B. Kajian Kelembagaan 1. Analisa Kewenangan PJPK Berdasarkan Undang-Undang N. 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Penerangan Jalan Merupakan Jenis Pajak kabupaten/kta. Oleh karena itu PJPK dalam KPBU Penerangan Jalan Umum adalah Bupati/Walikta. Berkaitan dengan kewenangan PJPK terdapat ptensi permasalahan sebagai berikut 1) Penentuan PJPK apabila kerjasama melibatkan 2 atau lebih kabupaten/kta. 2) Tidak terdapat herarkisitas kewenangan dalam sektr penerangan jalan umum. 2. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakehlder Mapping) Dalam sub-bab ini akan diuraikan struktur kelembagaan kerjasama termasuk peran dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga terkait termasuk Tim Penyiapan KPBU. 1. Penanggung Jawab Pryek Kerjasama (PJPK) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan leh PJPK, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. 2. Tim KPBU Berisikan penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. 3. Badan Usaha Pelaksana (Special Purpse Cmpany - SPC) Menguraikan tugas dan tanggung jawab SPC, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menguraikan peranan DPRD dalam tupksinya untuk urusan legislasi, penganggaran dan pengawasan. Peranan DPRD ini perlu dimasukkan karena pryek KPBU akan menyangkut masalah penganggaran daerah dan juga penetapan tarif/retribusi. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. 5. Dinas Pengella PJU Dinas pengella PJU dapat berbeda-beda di setiap daerah, seperti misalnya Badan Lingkungan Hidup yang mengawasi kegiatan PJU, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan sebagainya. Diuraikan tugas, tanggung jawab, serta peran dalam pengambilan keputusan dari pengella PJU. 9

10 6. PT PLN Menguraikan peranan PT PLN dalam pryek KPBU seperti misalnya untuk melakukan pemungutan dan pengumpulan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang dibayarkan pelanggan bersamaan dengan pembayaran rekening listrik, untuk kemudian disetrkan ke kas Pemerintah Daerah. Hal ini didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertambangan dan Energi Nmr : 71.A Tahun 1993 dan Nmr 2862.K/841/M.PE/1993 tgl Badan Regulatr Menguraikan tugas dan tanggung jawab Badan Regulatr apabila memang akan dibentuk. Perlu diuraikan pula mengenai siapa saja anggta Badan Regulatr serta siapa yang akan mengesahkan keberadaan badan ini. Menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan. 8. PT Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indnesia (Perser) apabila pryek KPBU yang direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah. 9. Badan Lainnya Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang akan terlibat dalam pryek KPBU yang direncanakan. 3. Perangkat Regulasi Kelembagaan Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakehlder) terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi untuk mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud. 4. Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakehlder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan pengambilan keputusan terkait pelaksanaan Pryek KPBU. 10

11 IV. KAJIAN TEKNIS A. Kndisi Eksisting Menjelaskan kndisi eksisting PJU di wilayah perencanaan, termasuk diantaranya adalah: Data inventarisasi PJU. Jenis lampu dan sumber listrik yang digunakan. Kesesuaian dengan standar pemasangan PJU (jarak, luminasi, pencahayaan, dan sebagainya). Kndisi pertumbuhan dan pemeliharaan PJU. B. Tinjauan Tata Ruang Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kndisi eksisting dan rencana tata ruang wilayah perencanaan untuk dikaitkan dengan jenis dan desain penerangan yang perlu diterapkan sehingga dapat menerapkan strategi pencapaian pembangunan PJU yang menekankan capaian Efisiensi, Optimal, dan Revitalisasi melalui tiga strategi utama yaitu REHABILITASI, OPTIMALISASI, DAN EFISIENSI PJU. Beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya adalah: struktur tata ruang titik-titik pusat kegiatan sistem jaringan transprtasi rencana pengembangan wilayah-wilayah knservasi/khusus C. Kajian Desain PJU Kajian desain PJU dilakukan untuk melihat kesesuai desain dengan standar-standar perencanaan dan pemasangan PJU yang meliputi antara lain: Regulasi teknis terkait PJU Acuan standar kualitas pencahayaan jalan Acuan standar peralatan/kmpnen sistem PJU Kinerja PJU Penghematan energi Kinerja keamanan dan metde uji Dan sebagainya D. Spesifikasi Keluaran Spesifikasi keluaran dari pryek KPBU PJU diantaranya dapat terdiri dari: Indeks rendering warna Knsumsi energy dari sistem PJU Umur perasi PJU Penurunan flux pencahayaan selama siklus perasi 11

12 Keseragaman cahaya Ketinggian tiang lampu yang terkait dengan jarak antar tiang Peralatan tambahan seperti untuk sistem peredupan Emisi CO 2 selama siklus kerjasaman Dan sebagainya E. Jadwal Pelaksanaan Knstruksi Menguraikan jadwal pelaksanaan knstruksi dan pengadaan peralatan yang akan dilakukan. 12

13 V. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL A. Analisis Permintaan (Demand) 1. Analisis kndisi eksisting PJU Kebutuhan PJU ditentukan berdasarkan beberapa hal seperti tipe jalan, kndisi lalu lintas, kndisi gemetrik dan perkerasan jalan, dan lain-lain. Berikut adalah tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan analisis permintaan Penerangan Jalan Umum (PJU). 1) Identifikasi tipe jalan yang ditinjau Tipe jalan yang berbeda membutuhkan kualitas (intensitas) pencahayaan yang berbeda sehingga penting untuk diidentifikasi terlebih dahulu tipe jalan yang ditinjau. 2) Analisis vlume lalu lintas eksisting Analisis vlume lalu lintas eksisting dilakukan dengan melakukan estimasi besar vlume jam puncak pada kndisi eksisting. Analisis ini digunakan sebagai dasar dalam menentukan besar kapasitas ruas jalan dalam hal ini lebar ruas jalan. Analisis lalu lintas dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu link-based dan netwrk-based. Pryeksi disesuaikan dengan metde analisis yang digunakan. 3) Analisis kapasitas jalan eksisting Berdasarkan vlume lalu lintas eksisting yang telah diestimasi, kapasitas jalan dihitung sedemikian rupa agar mampu mengakmdir besar vlume lalu lintas yang melintas ruas jalan yang ditinjau. Kapasitas jalan dalam hal ini terutama lebar jalan merupakan dasar dalam menentukan kebutuhan titik-titik lampu penerangan jalan. 4) Evaluasi gemetrik jalan eksisting Disamping lebar ruas jalan, Kndisi gemetrik terutama pada tikungan juga menentukan kebutuhan titik lampu penerangan jalan. Seringkali kndisi gemetrik yang ada di lapangan tidak sesuai dengan standar yang ada sehingga dibutuhkan penyesuaian kembali. 5) Evaluasi tekstur perkerasan eksisting Tekstur perkerasan dalam kaitannya dengan PJU adalah karakteristik pantulan cahaya leh perkerasan jalan. Jika tekstur eksisting tidak sesuai dengan kebutuhan maka diperlukan penyesuaian. 6) Analisis aktivitas lain eksisting di sekitar jalan tinjauan PJU tidak hanya memberikan penerangan pada aktifitas lalu lintas melainkan pada aktifitas lainnya, seperti pejalan kaki, tempat parkir, dan lain-lain. 7) Evaluasi kesesuaian kebutuhan titik lampu eksisting Kebutuhan titik lampu disesuaikan dengan lebar jalan dan kndisi gemetrik. Dengan menyesuaikan panjang jalan yang ditinjau dengan standar jarak antar PJU untuk tipe jalan tertentu dengan jenis PJU tertentu maka dapat diperleh jumlah titik PJU yang dibutuhkan untuk menerangi ruas jalan yang ditinjau. 8) Evaluasi kesesuaian kualitas pencahayaan eksisting Seringkali kebutuhan kualitas (intensitas) pencahayaan berbeda dengan kualitas pencahayaan yang terjadi di lapangan. Dengan melakukan evaluasi terhadap kndisi yang terjadi dengan kebutuhannya maka dapat diperleh perbedaan (gap) yang perlu diantisipasi. 13

14 Dengan mengetahui kualitas (intensitas) pencahayaan yang dibutuhkan untuk tiap titik lampu maka dapat diestimasi besar demand PJU ttal yang dibutuhkan. 9) Analisis penghematan energi Tahap ini membahas mengenai perbandingan antara kndisi eksisting dengan slusi yang diprpse sehingga dapat diperleh nilai penghematan energi yang terjadi. Secara sederhana, tahapan ini merupakan perbandingan antara 2 (dua) skenari, yaitu Skenari With Prject dan Skenari Withut Prject. Setelah kndisi dasar diketahui maka langkah selanjutnya adalah mempryeksikan kebutuhan kedepannya sehingga dapat diprediksi besar kebutuhan dan penghematan energi yang diperleh. 2. Pryeksi permintaan PJU Pada dasarnya tahapan pada pryeksi demand tidak jauh berbeda dengan tahapan pada analisis kndisi eksisting. Perbedaan mendasar pada tahapan ini adalah kndisi yang ditinjau adalah kndisi di masa depan yang direncanakan. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan pryeksi demand PJU antara lain adalah sebagai berikut: 1) Analisis kebutuhan tipe jalan (jika terjadi perubahan) Rencana perubahan tipe jalan akan mengakibatkan perubahan kebutuhan PJU baik dari segi jumlah titik PJU maupun kualitas pencahayaan. Perubahan tipe jalan (jika terjadi) harus sesuai dengan RTRW. 2) Pryeksi vlume lalu lintas Vlume lalu lintas umumnya meningkat tiap tahunnya. Peningkatan lalu lintas yang tinggi mengakibatkan meningkatnya kebutuhan kapasitas ruas jalan yang berdampak pada kebutuhan penambahan lebar jalan. Pryeksi disesuaikan dengan metde analisis yang digunakan. 3) Pryeksi kebutuhan peningkatan kapasitas jalan Sesuai dengan vlume lalu lintas yang dipryeksikan. Kebutuhan peningkatan lebar jalan sebagai fungsi dari kapasitas dilakukan selama masa waktu perencanaan (umumnya tahun). 4) Pryeksi gemetrik jalan (jika terjadi perubahan) Jika terjadi perubahan gemetrik jalan (penyesuaian ataupun penambahan gemetrik baru seperti persimpangan dan lain-lain) perlu dilakukan selama masa waktu perencanaan. 5) Pryeksi tekstur perkerasan jalan (jika terjadi perubahan) Kebutuhan peningkatan perkerasan jalan berpengaruh terhadap tipe perkerasan jalan sehingga berpengaruh pula pada tekstur perkerasannya. Perencanaan perkerasan jalan harus mempertimbangkan tekstur perkerasan jalan yang dapat memberikan karakteristik pemantulan cahaya sesuai dengan kebutuhan. 6) Pryeksi aktifitas sekitar jalan tinjauan Perubahan tata guna lahan dapat mempengaruhi aktifitas sekitar seperti peningkatan jumlah pejalan kaki, tempat ngetem, dan lain sebagainya. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat keamanan, jika penerangan jalan tidak memadai akan mengakibatkan peningkatan kerawanan. 14

15 7) Pryeksi kebutuhan penambahan titik lampu Kebutuhan penambahan titik lampu disesuaikan dengan peningkatan jalan baik dari segi tipe jalan maupun kapasitas jalan selama waktu perencanaan. 8) Pryeksi kebutuhan kualitas pencahayaan Kebutuhan kualitas pencahayaan disesuaikan dengan peningkatan jalan yang direncanakan baik dari segi tipe jalan selama waktu perencanaan. 9) Analisis umur rencana PJU Penggunaan jenis lampu disesuaikan dengan umur lampu. Perencanaan penggantian PJU dapat dilakukan dengan menyesuaikan umur lampu dengan efisiensi selama waktu perencanaan. 10) Pryeksi penghematan energi Serupa seperti pada analisis kndisi eksisting, tahapan ini merupakan perbandingan antara 2 (dua) skenari, yaitu Skenari With Prject dan Skenari Withut Prject selama waktu perencanaan. B. Analisis Pasar (Market) Tanggapan dan pendapat investr ptensial terhadap rencana pryek KPBU yang diperleh dari hasil penjajakan minat (market sunding), diantaranya mencakup ketertarikan investr ptensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risik utama yang menjadi pertimbangan investr, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah. Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasinal dan/atau internasinal terhadap bankability rencana pryek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perlehan pinjaman yang dapat disediakan, serta risik utama yang menjadi pertimbangan. Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana pryek KPBU, diantaranya mencakup risik-risik yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prsedur perlehan penjaminan, dan lainnya, jika pryek membutuhkan penjaminan. Identifikasi strategi untuk mengurangi risik pasar tidak dilakukan karena pembeli layanan adalah pemerintah. Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kmpetisi dari pryek-pryek KPBU sektr PJU. Identifikasi ini diantaranya meliputi pemetaan peratr industri PJU (rival firm), kemampuan pemerintah sebagai pembeli layanan (custmer), peluang munculnya pemain baru, prduk subsitusi, dan supplier. C. Analisis Struktur Pendapatan KPBU Menguraikan ptensi-ptensi sumber pendapatan pryek KPBU serta mekanisme penyesuaiannya. Sumber pendapatan untuk sektr PJU adalah sebagai berikut: Pendapatan yang diterima leh pemerintah dari Pajak Penerangan Jalan Umum; Pendapatan yang diterima leh Badan Usaha Pelaksana dari pembayaran pemerintah atas pemenuhan layanan PJU; dan/atau Pendapatan lain sesuai dengan bentuk kerjasama, seperti dari pendapatan dari iklan yang terintegrasi dengan fasilitas PJU, dan lainnya. 15

16 Pada sub-bab ini juga dijabarkan mekanisme penyesuaian tarif serta diidentifikasi dampak terhadap pendapatan jika terjadi: kenaikan biaya KPBU (cst ver run); pembangunan KPBU selesai lebih awal; pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan sehngga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian keuntungan (clawback mechanism); pemberian insentif atau pemtngan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban. D. Analisis Biaya Manfaat Ssial (ABMS) Analisis Biaya Manfaat Ssial merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kndisi dengan ada pryek KPBU dan tanpa ada pryek KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan eknmi pryek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran dukungan pemerintah. 1. Asumsi umum 2. Manfaat 3. Biaya Peride evaluasi; Faktr knversi; Asumsi lain yang diperlukan. Meningkatkan kegiatan eknmi di wilayah perencanaan. Mendukung keamanan (menurunkan tingkat kriminalitas) wilayah. Menurunkan tingkat kecelakaan. Manfaat lain yang dapat dikuantifikasi. Manfaat dikuantifikasi dan diknversi dari nilai finansial menjadi nilai eknmi. Biaya penyiapan KPBU; Biaya mdal; Biaya perasinal; Biaya pemeliharaan; Biaya lain-lain yang timbul dari adanya pryek. Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya knstan di luar biaya kntijensi dan pajak. Biaya diknversi dari nilai finansial menjadi nilai eknmi. 4. Parameter penilaian Ecnmic Internal Rate f Return (EIRR) Ecnmic Net Present Value (ENPV) Ecnmic Benefit Cst Rati (BCR) 16

17 5. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan eknmi pryek, misalnya: Perubahan nilai scial discunt rate; Penurunan/kenaikan kmpnen biaya; Penurunan/kenaikan kmpnen manfaat. E. Analisis Keuangan 1. Asumsi analisis keuangan Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan pryek KPBU SPAM adalah sebagai berikut : Tingkat inflasi per tahun. Prsentase pembiayaan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman per tahun. Jangka waktu dan besarnya penyesuaian tarif listrik. Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai indeks inflasi per tahunnya. Prsentase biaya pemeliharaan terhadap aktiva tetap yang dihitung berdasarkan ratarata biaya pemeliharaan terhadap aktiva. Biaya kntingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risik, biaya perijinan, pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya. Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya. Peride kerjasama. 2. Perkiraan kebutuhan investasi Biaya investasi (CAPEX) Berisikan ringkasan biaya investasi, baik leh PJPK, Badan Usaha maupun secara ttal. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga knstan dan harga berlaku. Ringkasan biaya investasi ini di-breakdwn per tahun. Untuk biaya investasi (CAPEX) sektr PJU ini antara lain meliputi : Biaya material PJU Biaya jasa knstruksi Biaya penyambungan Biaya Jaminan Instalasi Biaya Administrasi Selain itu ada wrking capital yang timbul dari pengperasian pryek investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan pihak manajemen ke lkasi pryek, biaya bantuan hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran. 17

18 Biaya peratinal dan pemeliharaan (OPEX) Berisikan ringkasan biaya OPEX PJU yang perlu dikeluarkan leh Badan Usaha maupun PJPK. Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi tentang biaya-biaya perasinal, yang antara lain: 3. Pendapatan Pemeliharaan dan penggantian lampu Biaya tenaga Kerja Pemungutan Pajak Penerangan Jalan Biaya Jaminan Instalasi Biaya Administrasi Berisikan uraian mengenai pryeksi tarif pendapatan PJPK dan juga Badan Usaha. Pendapatan yang dapat diperleh dari Sektr PJU diantaranya sebagai berikut : Pendapatan yang diterima leh pemerintah dari Pajak Penerangan Jalan Umum; Pendapatan yang diterima leh Badan Usaha Pelaksana dari pembayaran pemerintah atas pemenuhan layanan PJU; dan/atau Pendapatan lain sesuai dengan bentuk kerjasama, seperti dari pendapatan dari iklan yang terintegrasi dengan fasilitas PJU, dan lainnya. 4. Indikatr keuangan Indikatr keuangan ini akan membahas beberapa indikatr penting yang akan menentukan layak tidaknya pryek ini dijalankan leh Badan Usaha. Beberapa indikatr keuangan tersebut adalah: IRR (Internal Rate f Return), NPV (Net Present Value) dan DSCR (Debt Service Cverage Rati) dari pryek dan mdalitas. Perbandingan FIRR pryek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC maka Pryek KPBU dinilai LAYAK. Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Pryek KPBU dinilai LAYAK. Jika IRR ekuitas lebih besar daripada Minimum Attractive Rate f Return (MARR) maka Pryek KPBU dinilai LAYAK. Jika DSCR lebih besar dari 1 maka pryek LAYAK. 5. Pryeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana Pada sub-bab ini akan dikaji pryeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Pryeksi keuangan yang perlu dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan: Pryeksi laba rugi (incme statement) Pryeksi arus kas (cash flw) Pryeksi neraca (balance sheet) 6. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan keuangan pryek, misalnya: 18

19 Penurunan/kenaikan biaya; Penurunan/kenaikan permintaan. F. Analisis Nilai Manfaat Uang (Value fr Mney) Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value fr Mney VFM) adalah untuk membandingkan dampak finansial dari pryek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif penyediaan infrastruktur secara tradisinal leh Pemerintah (Public Sectr Cmparatr PSC). Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah psitif, maka pryek tersebut memberkan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih. Cmpetitive neutrality Risk Ancillary cst Financing Value fr Mney Risk Ancillary cst Financing Base cst Base cst PSC KPBU 1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cst) Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama. Untuk PSC Untuk KPBU 2. Financing : CAPEX dan OPEX : CAPEX, OPEX, dan prfit Menguraikan perbandingan antara ttal pembiayaan KPBU dengan PSC. Biasanya ttal pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperleh pinjaman dengan suku bunga yang lebih tinggi. 3. Ancillary cst Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan pryek namun tidak terkait langsung dengan pryek, seperti biaya manajemen pryek dan biaya transaksi. 4. Risk Sub-bab ini menguraikan risik-risik yang ditanggung leh Pemerintah. Pada PSC seluruh risik ditanggung leh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risik ditransfer kepada Badan Usaha. 19

20 5. Cmpetitive neutrality Sub-bab ini menguraikan cmpetitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian kmpetitif yang dimiliki leh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang terdapat pada base cst mungkin tidak dihitung pada kmpnen base cst dari PSC yang menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, cmpetitive neutrality ditambahkan ke dalam PSC. 6. Kesimpulan Merekapitulasi perhitungan dari setiap kmpnen untuk memperleh gambaran besaran VFM dari pryek KPBU. 20

21 VI. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi: A. Pengamanan Lingkungan Pada Dkumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal lingkungan (Initial Envirnmental Examinatin IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan disampaikan pada kajian awal lingkungan: 1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang, tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap tahapan pryek ((i) perencanaan/desain, (ii) knstruksi, (iii) perasi, (iv) end-f-life); 2. Lkasi terkena dampak; 3. Kebijakan dan prsedur lingkungan yang diatur leh peraturan perundang-undangan; 4. Evaluasi ptensi dampak lingkungan -- matriks dampak pryek: - Susun daftar ptensi dampak; - Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak; - Prediksi dan karakterisasi ptensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/merugikan), jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi); 5. Rekmendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi. B. Pengamanan Ssial dan Pengadaan Lahan Sebagian ptensi dampak ssial yang ditimbulkan dari pryek KPBU serta rencana mitigasinya telah dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak ssial yang ditimbulkan cukup besar maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini. Selain itu, bagian ini juga berfkus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak pryek KPBU. Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini: 1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya; 2. Mengidentifikasi karakteristik ssial dan eknmi dari pihak-pihak yang terkena dampak; 3. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak pryek KPBU, apakah pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya; 4. Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan; 5. Menentukan kmpensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kmpensasi tersebut; 6. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali; 7. Melaksanakan knsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak; 8. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali. Bersamaan dengan penyusunan Dkumen Prastudi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan dkumen pendukung terkait kajian lingkungan dan ssial yang dipersyaratkan leh peraturan 21

22 perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan leh PJPK: 1. Identifikasi persyaratan dkumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau SPPL) untuk memperleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup N. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Berikut adalah kriteria pryek KPBU yang wajib memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup): a. Berlkasi di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung (batas tapak bersinggungan atau dampak ptensial diperkirakan mempengaruhi kawasan lindung terdekat); dan/atau b. Memenuhi salah satu kriteria pada Lampiran 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup N. 5 Tahun Namun, sektr Penerangan Jalan Umum belum masuk dalam daftar yang ada pada lampiran tersebut maka mengenai wajib AMDAL atau UKL-UPL atau SPPL perlu didiskusikan lebih lanjut dengan Kementerian Lingkungan Hidup atau institusi lain yang berwenang. 2. Dalam menyusun dkumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat menunjuk knsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur leh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup N. 7 Tahun

23 VII. KAJIAN BENTUK KPBU Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai dengan penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi: A. Alternatif Skema Kerjasama Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut. B. Pemilihan Skema KPBU Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan. Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan, ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan finansial) pemerintah, ptimalisasi investasi leh Badan Usaha, kemungkinan pembiayaan dari sumber lain serta pembagian risiknya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari sektr swasta kepada sektr publik. Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab masingmasing lembaga. 1. Lingkup Kerjasama KPBU Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana dalam sistem pengellaan PJU yang akan dikerjasamakan. Pada intinya adalah bahwa tidak bisa seluruh sistem perngellaan PJU dikella leh Badan Usaha. Untuk pemungutan retribusi/ pajak penerangan jalan hanya dapat dilakukan leh PLN. Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktr-faktr kritis yang akan menentukan suksesnya pryek KPBU, seperti misalnya kmitmen, prses pengadaan yang efektif, alkasi dan manajemen risik, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya. Peran dan tanggung jawab instansi terkait perlu diuraikan secara lebih mendetail dalam sub-bab ini, seperti misalnya peran PJPK, Badan Usaha Pelaksana, Dinas Energi, DPRD, dan sebagainya, berdasarkan struktur KPBU yang akan diterapkan, seperti cnth di bawah ini. 2. Jangka waktu dan pentahapan KPBU Penentuan jangka waktu mempertimbangkan tingkat dan jangka waktu pengembalian investasi yang ditanamkan Badan Usaha. 3. Keterlibatan pihak ketiga Keterlibatan pihak ketiga perlu diidentifikasi termasuk peran, tanggung jawab, kmpensasi /pembayaran (jika ada), serta kebutuhan perjanjian. 4. Penggunaan aset daerah Dalam sub-bab ini akan dikaji aset-aset pemerintah daerah atau BUMN/BUMD apa saja yang akan digunakan untuk kerjasama ini dan bagaimana sistem pemakaian yang akan diterapkan. Aset ini juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti misalnya aset jalan tl, aset jalan kereta api, aset jaringan listrik dan sebagainya. 23

24 5. Alur finansial perasinal Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah pryek KPBU diimplementasikan. Sebagai bagian dari pelayanan umum, biaya PJU dibayarkan leh masyarakat dalam bentuk Pajak Penerangan Jalan yang dibayarkan bersamaan dengan pembayaran listrik bulanannya kepada PLN untuk kemudian dikembalikan kepada Pemerintah Daerah sebagai PAD. Oleh karenanya, alur finansial perasinal secara umum dapat dilihat seperti di bawah ini. Badan Usaha Pelaksana selanjutnya akan memperleh pembayaran atas pemenuhan layanan PJU dari pemerintah. Jika disepakati dan ditetapkan pada perjanjian kerjasama, Badan Usaha Pelaksana juga dimungkinkan untuk memperleh pendapatan lainlain, seperti pendapatan dari pemanfaatan fasilitas PJU untuk iklan. PT PLN PAD Pemda/ PJPK Pembayaran PJU Badan Usaha Pelaksana Pajak Penerangan Jalan Masyarakat 6. Status kepemilikan aset dan pengalihan aset Sub-bab ini menguraikan status kepemilikan aset selama jangka waktu perjanjian kerjasama dan mekanisme pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian kerjasama. 24

25 VIII. KAJIAN RISIKO Risik adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama kelangsungan suatu pryek. Risik tersebut dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Prses analisa risik terdiri atas identifikasi risik, alkasi risik, penilaian risik, dan mitigasi risik. Tujuan analisa risik adalah agar stakehlder dapat memperleh manfaat finansial sebesar-besarnya melalui prses pengellaan risik yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan menyerap/menerima risik tersebut. A. Identifikasi Risik Identifikasi risik dilakukan untuk mengetahui jenis risik yang mungkin timbul di dalam pryek. Untuk sektr PJU, risik-risik tersebut biasanya antara lain meliputi: a. Risik Lkasi kesulitan pada kndisi lkasi yang tak terduga, dan sebagainya. b. Risik Desain, Knstruksi dan Uji Operasi risik keterlambatan dan kenaikan biaya akibat desain yang tidak lengkap, terlambatnya penyelesaian knstruksi, kenaikan biaya knstruksi, risik uji perasi, dan sebagainya. c. Risik Spnsr adanya anggta knsrsium yang tidak dapat memenuhi kewajiban kntraktualnya, kinerja kntraktr EPC dan OPC yang buruk, d. Risik Finansial risik tidak tercapainya perlehan biaya pryek (financial clse), terjadinya fluktuasi Nilai Manfaat Uang dan tingkat bunga pinjaman, perubahan tingkat inflasi yang signifikan, dan sebagainya. e. Risik Operasinal kinerja penyediaan listrik dari PLN yang kurang baik, adanya fasilitas yang tidak bisa terbangun, buruk atau tidak tersedianya layanan akibat fasilitas tidak dapat berperasi, perubahan biaya perasi & pemeliharaan, isu keselamatan, dan sebagainya. f. Risik Pendapatan kesalahan estimasi pendapatan, pemerintah gagal bayar (APBD terlambat atau tidak sesuai dengan tagihan), kegagalan penyesuaian tarif sesuai rencana dalam mdel finansial, kesalahan perhitungan estimasi tarif, dan sebagainya. g. Risik Knektivitas Jaringan ingkar janji tritas untuk membangun dan memelihara jaringan, fasilitas penghubung, fasilitas pesaing, dan sebagainya h. Risik Plitik risik perubahan plitik yang signifikan, pemutusan kerjasama akibat perubahan regulasi, risik mata uang asing (repatriasi, eksprpriasi, dan knversi). i. Risik Kahar risik kahar plitik akibat perang dan sebagainya, risik bencana alam j. Risik Kepemilikan Aset risik hilang atau rusaknya aset, buruknya kndisi aset saat serah terima dan sebagainya B. Prinsip Alkasi Risik Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alkasi risik, dimana dalam pelaksanaan pryek KPBU, pendistribusian atau alkasi risik harus dapat dilakukan secara ptimal dengan cara mengalihkan risik kepada pihak yang memang dapat mengella risik-risik tersebut secara lebih efisien dan efektif. Prinsip alkasi risik lazimnya adalah Risik sebaiknya dialkasikan kepada pihak yang relatif lebih mampu mengellanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risik tersebut. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risik yang rendah dan 25

26 biaya pryek yang lebih rendah sehingga berdampak psitif bagi pemangku kepentingan pryek tersebut. Dalam transaksi pryek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama (yang dilakukan setelah melakukan analisis risik sebagai bagian dari studi kelayakan pryek) perlu memenuhi prinsip Alkasi Risik. Upaya menghasilkan suatu skema alkasi risik yang ptimal penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value fr mney). C. Metde Penilaian Risik Dalam menentukan risik yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang paling signifikan terhadap kelangsungan pryek KPBU ini, maka disusun suatu kriteria penilaian risik yang dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat knsekuensi risik tersebut. Peringkat Hampir Pasti Terjadi Mungkin Sekali Terjadi Mungkin Terjadi Jarang Terjadi Hampir Tidak Mungkin Terjadi Keterangan Ada kemungkinan kuat risik ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang telah terjadi di pryek lainnya. Risik mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian kasual Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa terjadi, tapi mungkin tidak akan pernah terjadi Risik ini secara teritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati terjadi di pryek lainnya. Peringkat Tidak Penting Dampak Keuangan Varian <5% terhadap anggaran Ringan Varian 5%- 10% terhadap anggaran Sedang Besar Serius Varian 10%-20% terhadap anggaran Varian 20%_30% terhadap anggaran Varian 30%-50% terhadap anggaran Keselamatan Penundaan Kinerja Hukum Plitik Tidak ada atau hanya cidera pribadi, Pertlngan Pertama dibutuhkan tetapi tidak ada penundaan hari Cidera ringan, perawatan medis dan penundaan beberapa hari Cidera: Kemungkinan rawat inap dan banyak penundaan hari Cacat sebagian atau penyakit jangka panjang atau beberapa cidera serius Kematian atau cacat permanen < 3 bulan Sesuai tujuan, tetapi ada dampak kecil terhadap unsur-unsur nn-inti 3 6 bulan Sesuai tujuan, tetapi ada kerugian sementara dari sisi layanan, atau kinerja unsur-unsur nn-inti yang berada dibawah standar 6 12 bulan Kerugian sementara unsur pryek inti, atau standar kinerja unsur inti yang menjadi berada di bawah standar 1 2 tahun Ketidakmampuan untuk memenuhi unsur inti, dan secara signifikan menjadikan pryek dibatalkan Pelanggaran Kecil Pelanggaran prsedur/ pedman internal Pelanggaran kebijakan/ peraturan pemerintah Pelanggan lisensi atau hukum, pengenaan penalti >2 tahun Kegagalan ttal pryek Intervensi peraturan atau tuntutan, pengenaan penalti Perubahan dan dampak kecil terhadap pryek Perubahan memberikan dampak yang signifikan terhadap pryek Ketidakstabilan situasi berdampak pada keuangan dan kinerja. Ketidakstabilan berdampak pada keuangan dan kinerja Ketidakstabilan menyebabkan penghentian layanan 26

27 Metde penilaian risik tersebut akan dimasukaan dalam matriks peta risik sebagai berikut: Kemungkinan Knsekuensi Tidak Penting Ringan Sedang Besar Serius Hampir Pasti Menengah Menengah Tinggi Tinggi Tertinggi Mungkin Sekali Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi Mungkin Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi Jarang Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi Hampir Tidak Mungkin Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah D. Mitigasi Risik Mitigasi risik bertujuan untuk memberikan cara mengella risik terbaik dengan mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengella risik dan juga dampak risik. Mitigasi risik ini berisi rencanarencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kndisi preventif, saat risik terjadi, ataupun paska terjadinya risik. Mitigasi risik ini dapat berupa penghapusan risik, meminimalkan risik, mengalihkan risik melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau menerima/menyerap risik tersebut. 27

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU)

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektr pelabuhan akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PERSAMPAHAN Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektor persampahan akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM. Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dokumen Prastudi Kelayakan yang disusun.

KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM. Bagian ini menguraikan ringkasan hasil kajian pada dokumen Prastudi Kelayakan yang disusun. KERANGKA ACUAN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Template dan isi dari Prastudi Kelayakan sektor air minum akan dibahas seperti di bawah ini, namun template ini tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metde Penilaian Investasi Metde Penilaian Investasi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan penambahan gudang pada PT. Prima Lintas Express dapat dikatakan layak

Lebih terperinci

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id 13 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PANDUAN UMUM PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 64 BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Kriteria ptimasi yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah dengan studi kelayakan bisnis yang berdasarkan beberapa aspek,

Lebih terperinci

Manajemen Proyek. Manajemen

Manajemen Proyek. Manajemen Manajemen Pryek Manajemen Aktivitas yang meliputi perencanaan, pengrganisasian, pelaksanaan dan kepemimpinan, serta pengawasan terhadap pengellaan sumber daya yang dimiliki suatu rganisasi untuk mencapai

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN BAB IX PERENCANAAN, PENGELOLAAN, DAN EVALUASI USAHA JASA ALAT MESIN PERTANIAN Drs. Kadirman, MS. KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT

Lebih terperinci

VISI MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT

VISI MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT VISI MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT 4.1. Visi dan Misi Visi adalah gambaran realistis masa depan yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu

Lebih terperinci

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan Jenis Infrmasi yang Terbuka dan Dikecualikan Kelmpk Infrmasi Publik yang diatur dalam UU KIP mencakup Infrmasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; Infrmasi Publik yang wajib diumumkan

Lebih terperinci

I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI DAERAH KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI DAERAH KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA Nomor : [NOMOR SURAT] [KOTA], [TGL, BLN, ] Sifat : [SIFAT SURAT] Lampiran : 5 (lima) Berkas Hal : Usulan Rencana Penerbitan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN AGRIBISNIS

STUDI KELAYAKAN AGRIBISNIS 2012 STUDI KELAYAKAN AGRIBISNIS Seri Analisis Pryek 5/24/2012 1. Pengertian Studi Kelayakan Sebelum menyusun Prpsal usaha pada uumnya dilakukan studi kelayakan usaha terlebih dahulu. Studi kelayakan usaha

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN BINA KEUANGAN DAERAH KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR: KEBIJAKAN DAN MEKANISME PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN (AVAILABILITY PAYMENT) DALAM APBD Oleh: Ir. BUDI ERNAWAN, MPPM Kasubdit

Lebih terperinci

GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA

GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA GLOSARIUM KPBU DAFTAR ISTILAH-ISTILAH DALAM SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH BADAN USAHA Buku ini disusun oleh Tim IIGF Institute : Bely Utarja, Reni F. Zahro, Ratna Widianingrum didukung oleh berbagai narasumber;

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d

2015, No Mengingat b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah d No.829, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Kerja Sama. Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Pelaksanaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA Disampaikan leh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Pada acara Indnesia Eximbank Investr Gathering 2017 Jakarta, 7 Februari 2017

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Latar Belakang Tujuan Toolkit KPBU Penerima Manfaat... 2

DAFTAR ISI Latar Belakang Tujuan Toolkit KPBU Penerima Manfaat... 2 DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan Toolkit KPBU... 2 1.3. Penerima Manfaat... 2 1.4. Apa Itu Kerjasama Pemerintah dan Badan Badan Usaha (KPBU)?... 3 1.5. Mengapa Perlu KPBU?...

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta

2015, No Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5178); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Ta No.1486, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Ketersediaan Layanan. Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur.Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.08/2015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB III PROFIL RESPONDEN DAN LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III PROFIL RESPONDEN DAN LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III PROFIL RESPONDEN DAN LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Prfil Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT.Tiara Utffar Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang industri pertambangan mineral

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 *

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 * Fitur Pemeringkatan ICRA Indnesia Maret 2014 Metdlgi Pemeringkatan untuk Perusahaan Real Estat 1 * Tinjauan sekilas Industri real estate memiliki tingkat vlatilitas dan siklus yang tinggi dan kinerjanya

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN a) LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM BPK mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan,kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

Lebih terperinci

AKURASI DAN MACAM ANGGARAN

AKURASI DAN MACAM ANGGARAN Pertemuan 6 AKURASI DAN MACAM ANGGARAN Halaman 1 dari Pertemuan 6 6.1 Ciri ciri dan Penyebab Perkiraan Biaya yang Kurang Akurat Anggaran pryek dihasilkan dari perkiraan biaya kmpnen-kmpnennya dengan memperhatikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.417, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Kilang Minyak. Dalam Negeri. Pembangunan. Pengembangan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metde penganggaran yang digunakan adalah metda tradisinal atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN. Latar Belakang

PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN. Latar Belakang PSAK NO. 30 AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indnesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN & TATA TERTIB PRAKTIKUM ANALISIS DAN PERANCANGAN PERUSAHAAN

PERATURAN & TATA TERTIB PRAKTIKUM ANALISIS DAN PERANCANGAN PERUSAHAAN PERATURAN & TATA TERTIB PRAKTIKUM ANALISIS DAN PERANCANGAN PERUSAHAAN a. Penilaian Praktikum: 1. Penilaian praktikum terdiri dari 2 kelmpk nilai: tugas kelmpk dinilai leh pembimbing asistensi yang bersangkutan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI BERSAMA KEMITRAAN PLATFORM PANTAU GAMBUT

NILAI-NILAI BERSAMA KEMITRAAN PLATFORM PANTAU GAMBUT NILAI-NILAI BERSAMA KEMITRAAN PLATFORM PANTAU GAMBUT Dkumen ini mendefinisikan misi, tujuan, tata kella, dan prinsip-prinsip perasinal Pantau Gambut yang perlu disepakati bersama leh para rganisasi mitra.

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

MODUL MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

MODUL MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MODUL MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MATERI: STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MODUL 4 AKUNTANSI DOSEN: Dr. Arif Setyawan, SE, MSi, Ak PERKULIAHAN KELAS KARYAWAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU?

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Mengapa KPBU? Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Definisi: KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-08/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN EVALUASI USULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni Octavery Kamil, Irwant, Ignatius Praptraharj, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitrus, Sari Lengggeni Jumlah kasus AIDS yang tercatat adalah sebesar 33.364 rang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind

2017, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Ind BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 KEMENKEU. Ketersediaan Layanan KPBU. Pembayaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 260/PMK.08/2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Isu-isu strategis

1.1. Latar Belakang. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Isu-isu strategis pada desain terpadu antara tata guna lahan, berbagai elemen rancang lingkungan serta sarana dan prasarana lingkungan. Oleh karena itu, melalui prgram Penataan Lingkungan Berbasis Kmunitas (PLP-BK) maka

Lebih terperinci

BAB V RENCANA AKSI. bisnis mobile application platform PinjamPinjam. Penjelasan dalam bab ini

BAB V RENCANA AKSI. bisnis mobile application platform PinjamPinjam. Penjelasan dalam bab ini BAB V RENCANA AKSI Bab ini menjelaskan rencana aksi atau realisasi dari perancangan model bisnis mobile application platform PinjamPinjam. Penjelasan dalam bab ini meliputi rencana kegiatan dan waktu pelaksanaan,

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PSAK N. 2 IKATAN AKUNTAN INDONESIA Lapran Arus Kas Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) N. 2 tentang Lapran Arus Kas disetujui dalam Rapat Kmite Prinsip Akuntansi

Lebih terperinci

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penyiapan. Pelaksanaan. Transaksi. Fasilitas. Penyediaan Infrastruktur. Proyek Kerjasama. Pemerintah dan Bahan Usaha. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Dalam menentukan harga setiap usaha mungkin memiliki strategi yang berbeda-beda. Namun

Dalam menentukan harga setiap usaha mungkin memiliki strategi yang berbeda-beda. Namun CHAPTER V Harga menurut Philip Ktler (2001 : 439) ialah sebagai berikut, charged fr a prduct r service. Mre bradly, price is the sum f all the value that cnsumer exchange fr the benefits f having r using.

Lebih terperinci

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Dipersiapkan untuk Market Sounding Proyek KPBU: Pengembangan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional dan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA PENGADILAN TINGGI AGAMA GORONTALO TAHUN 2016

LAPORAN KINERJA PENGADILAN TINGGI AGAMA GORONTALO TAHUN 2016 LAPORAN KINERJA PENGADILAN TINGGI AGAMA GORONTALO TAHUN 2016 Pengadilan Tinggi Agama Grntal Jl. Tinalga N. 5 Kta Grntal Telp. 0435-831591 Fax. 0435-831625 E-mail: admin@pta-grntal.g.id KATA PENGANTAR Assalamualaikum

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MEKANISME PELAKSANAAN PROYEK KPBU OLEH PEMERINTAH DAERAH

MEKANISME PELAKSANAAN PROYEK KPBU OLEH PEMERINTAH DAERAH MEKANISME PELAKSANAAN PROYEK OLEH PEMERINTAH DAERAH LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH Jakarta, 14 September 2017 OUTLINE TUGAS DAN FUNGSI LKPP DALAM PENGADAAN SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-07/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN PENGUSULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur PLTSa RAWA KUCING 24 Januari 2017 Daftar Isi 1. Latar Belakang Penjajakan Minat Pasar 2. Tahap

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAYARAN KETERSEDIAAN LAYANAN DALAM RANGKA KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2028 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2028 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Issue yang sedang hangat menjadi pembicaraan adalah rencana pemindahan aktivitas pelabuhan laut khusus penumpang lintas Semarang - Kumai pada Pelabuhan Tanjung Emas.Tanjung

Lebih terperinci

TUGAS ARTIKEL RENCANA WIRAUSAHA

TUGAS ARTIKEL RENCANA WIRAUSAHA TUGAS ARTIKEL RENCANA WIRAUSAHA Oleh : MOCH AFIF BAHTIYAR NIM : 04113029 PROGRAM STUDI SISTEM KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 1. ALASAN PENDIRIAN USAHA Mendirikan usaha sendiri

Lebih terperinci

Amnesti Pajak materi lengkap diperoleh dari pajak.go.id

Amnesti Pajak materi lengkap diperoleh dari pajak.go.id Amnesti Pajak materi lengkap diperleh dari pajak.g.id Jul 2016 - Frm: www.itkind.rg (free pdf - Manajemen Mdern dan Kesehatan Masyarakat) 1 Daftar Isi Ruang Lingkup (ringkas)... 3 Tarif... 4 Repatriasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan teori-teori yang terkait yang digunakan dalam analisa dan pembahasan penelitian ini satu persatu secara singkat dan kerangka berfikir

Lebih terperinci

2010, No LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M /2010 TANGGAL : 21 Oktober 2010 I.

2010, No LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M /2010 TANGGAL : 21 Oktober 2010 I. 19 2010, No.682 LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M /2010 TANGGAL : 21 Oktober 2010 I. UMUM Dalam Lampiran Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Analisis Biaya dan

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja ICRA Indnesia Rating Feature May 2013 ICRA Indnesia Metdlgi Pemeringkatan untuk Perusahaan Baja Industri baja memainkan peran yang penting dalam pertumbuhan eknmi. Baja merupakan kmpnen umum pada beberapa

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN Peluncuran Dkumen Kebijakan Respnsif Gender: Kertas Kebijakan: Pengarusutamaan Gender dalam Adaptasi Perubahan

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013 Lampiran 1 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013 PENDAHULUAN Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) merupakan dkumen pembangunan yang disusun untuk kurun waktu

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Daftar Istilah Asuransi Jiwa Non-Syariah

Daftar Istilah Asuransi Jiwa Non-Syariah Daftar Istilah Asuransi Jiwa Nn-Syariah Istilah Asuransi Dasar Asuransi Tambahan Biaya Administrasi Biaya Akuisisi Biaya Asuransi Biaya Tp-up Cacat Ttal dan Tetap Jenis pertanggungan yang merupakan pertanggungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan suatu penelitian, diperlukan suatu desain penelitian yang didalamnya memuat proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian yang sistematis, terorganisasi

Lebih terperinci

by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi

by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi Manajemen Risik K3 di Perusahaan Pertambangan Psted n 21 Januari 2011 by Aria Gusti by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi Pendahuluan Pertambangan memiliki peran

Lebih terperinci

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN KERJASAMA SPAM 1. UU 23/2014 2. PP 50/2007 3. PP 121/2015 4. PP 122/2015 5. PP 54/2017 6. Perpres 38/2015 7. Permen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model

Lebih terperinci

BAB V RENCANA AKSI. model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. tanggung jawab, dan evaluasi pengukuran kinerja.

BAB V RENCANA AKSI. model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. tanggung jawab, dan evaluasi pengukuran kinerja. BAB V RENCANA AKSI Bab V berisi tentang rencana aksi yang dilakukan untuk merealisasikan model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. Untuk mendukung realisasi rancangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M /2010 TANGGAL : 21 Oktober 2010 I. UMUM

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M /2010 TANGGAL : 21 Oktober 2010 I. UMUM LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M /2010 TANGGAL : 21 Oktober 2010 I. UMUM Dalam Lampiran Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Analisis Biaya Manfaat Sosial, selanjutnya

Lebih terperinci

ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI KOTA MANADO

ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI KOTA MANADO Jurnal Sipil Statik Vl.1 N.9, Agustus (623-629) ISSN: 2337-6732 ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI KOTA MANADO Ardi Palin A. L. E. Rumayar, Lintng E. Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 KELAYAKAN PROYEK BERDASARKAN KAJIAN BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUM 4.1.1 Asumsi Proyeksi Keuangan Proyeksi Keuangan Rencana Jangka Panjang PAM JAYA tahun 2009-2013

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 ABSTRAK : a. Bahwa memenuhi ketentuan Pasal 186 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

Notulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013

Notulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013 Ntulensi Rapat Kerja Pencanangan Pelaksanaan Refrmasi Birkrasi Pemda Birawa Bidakara, 28 Mei 2013 Peserta : Kepala Daerah dan Ketua DPRD seluruh Indnesia Agenda : Pencanangan Pelaksanaan Refrmasi Birkrasi

Lebih terperinci

CATATAN : - Hal-hal yang belum ditentukan dalam perda ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati - Peraturan ini berlaku pada tanggal diundangkan

CATATAN : - Hal-hal yang belum ditentukan dalam perda ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati - Peraturan ini berlaku pada tanggal diundangkan Irigasi PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 ABSTRAK : a. Bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam perekonomian nasional dan irigasi merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN E-GOVERNMENT

MEMBANGUN E-GOVERNMENT 1 MEMBANGUN E-GOVERNMENT 1. Pendahuluan Di era refrmasi ini, kebutuhan masyarakat akan transparansi pelayanan pemerintah sangatlah penting diperhatikan. Perkembangan teknlgi infrmasi menghasilkan titik

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jadwal Pembangunan dan Pemasaran Proyek

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jadwal Pembangunan dan Pemasaran Proyek BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Asumsi-Asumsi Pembangunan 4.1.1. Jadwal Pembangunan dan Pemasaran Proyek Berdasarkan keterangan yang diperoleh, pelaksanaan pembangunan proyek telah dimulai sejak awal

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lemba

2017, No Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lemba No.27, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG I SALINAN I GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOM OR 17 TAHUN 2015 TENTANG c PENGADAAN JASA LAYANAN ANGKUTAN UMUM TRANSPORTASI JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Landasan Penelitian Terdahulu Hellen Mayora Violetha (2014) Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Kelayakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 1. Pengertian Keuangan Negara Keuangan Negara Menurut UU RI Nmr 17 tahun 2003, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KOMITE AUDIT PEDOMAN KERJA KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) BAB I Tujuan Umum... 3

KOMITE AUDIT PEDOMAN KERJA KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) BAB I Tujuan Umum... 3 PEDOMAN KERJA KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) DAFTAR ISI Executive Summary BAB I Tujuan Umum... 3 BAB II Organisasi... 4 1. Struktur... 4 2. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang... 4 3. Hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN LATAR BELAKANG LAPORAN AKHIR

BAB PENDAHULUAN LATAR BELAKANG LAPORAN AKHIR BAB 1 PENDAHULUAN Bab iniberisilatarbelakang, maksudtujuandansasaran, ruanglingkuppekerjaan, landasanhukum, pendekatan dan metdlgi sertasistematikapenulisanlapran Akhirkegiatan penyusunanpersiapanpeninjauankembali

Lebih terperinci

INSPEKTORAT. Laporan Keuangan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2013

INSPEKTORAT. Laporan Keuangan. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2013 INSPEKTORAT Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Lapran Keuangan Untuk Peride Yang Berakhir 31 Desember 2013 Jalan Pramuka N. 33 Jakarta 13120 KATA PENGANTAR Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang

Lebih terperinci