PROSPEK DAN PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH DI JAWA TENGAH MENYONGSONG MDG s 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK DAN PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH DI JAWA TENGAH MENYONGSONG MDG s 2015"

Transkripsi

1 PROSPEK DAN PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH DI JAWA TENGAH MENYONGSONG MDG s 2015 (Prospect of Dairy Cattle Development Towards MDS s 2015 in Central Java) KUSMANINGSIH 1, SUSILOWATI 1, dan KUSUMA DIWYANTO 2 1 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor ABSTRACT The increase of international milk price has accelerated the increasing of milk price at the farm level, so that the farmers in Central Java are very enthusiastic to raise dairy cattle. During the last five years, the dairy cattle population was tend to stagnant or decrease by 0.33%, there for milk production has also decreased. The decrease in the population due to the increasing of feed price that were not balance with the increase of milk price at the farm gate. The decrease in the population are also caused by some factor, including: (i) cattle with low milk production were slaughtered, (ii) cattle with less productive were inseminated by beef cattle, or (iii) cattle were sold outside region. Districts of Boyolali and Semarang have the highest dairy cattle population among the others. The dairy cattle population in Boyolali has tend to decrease, while that in Semarang increased by 4.42% due to the technology application of JICA to increase milk quality and quantity in some groups of farmers. A significant support from the district local government of Semarang has also accelerate the dairy cattle development. Some districts such as: Tegal, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Karanganyar, Kudus, Pati, and Sragen are potencial for dairy cattle development, unfortunately for the time being there is a short supply for the heifers. There is a need to establish the rearing program that adapted to the environment and may use the agricultural by product for the basal feed. Through the support on breeding innovation and adaptive feed technology, the dairy cattle development in Central Java may increase the average milk consumption of the society toward MDG s Keywords: Dairy cattle, Central Java, MDG s 2015 ABSTRAK Meningkatnya harga susu di pasar internasional telah mendorong kenaikan harga susu di tingkat peternak, sehingga peternak di Jawa Tengah telah bergairah kembali untuk memelihara sapi perah. Dalam lima tahun terakhir, populasi sapi perah di Jawa Tengah cenderung stagnan atau menurun sekitar 0,33%, sehingga produksi susu juga menurun. Penurunan populasi ini disebabkan karena harga pakan yang terus meningkat tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan harga susu di tingkat peternak. Penurunan populasi sapi perah juga disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: (i) sapi dengan produksi susu rendah dipotong, (ii) sapi yang kurang produktif di IB dengan sapi potong, atau (iii) sapi dijual ke luar daerah. Dua kabupaten yang mempunyai populasi sapi perah cukup tinggi adalah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang. Kabupaten Boyolali populasi cenderung menurun, sementara di Kabupaten Semarang sedikit meningkat, sekitar 4,42%. Hal ini antara lain karena adanya penerapan teknologi budidaya model JICA di beberapa kelompok peternak sapi perah, dan berakibat terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas susu. Dukungan dari Pemda Kabupaten Semarang juga sangat signifikan terhadap perkembangan usaha sapi perah. Beberapa kabupaten seperti Tegal, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Karanganyar, Kudus, Pati, dan Sragen berpotensi untuk pengembangan sapi perah, namun saat ini peternak kesulitan untuk mendapatkan bibit. Diperlukan bibit yang lebih adaptif dan mampu memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber pakan utama. Dengan dukungan inovasi perbibitan dan teknologi pakan tepat guna, pengembangan sapi perah di Jawa Tengah diharapkan dapat meningkatkan rata-rata konsumsi susu sekaligus untuk menyongsong MDG s Kata kunci: Sapi perah, Jawa Tengah, MDG s

2 PENDAHULUAN Millennium Development Goals (MDG s) atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah delapan tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai bangsa pada tahun 2015 untuk menjawab tantangan-tantangan utama pembangunan di seluruh dunia. MDG s merupakan komitmen bersama negara-negara maju maupun negara-negara berkembang dalam menangani permasalahan kemiskinan dan memenuhi hak-hak asasi manusia di dalam satu paket. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia menghadapi tantangan maupun hambatan, sehingga masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Tantangan tersebut antara lain adalah: (i) masih tingginya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan terutama perempuan, (ii) belum terpenuhinya akses pendidikan dasar yang merata bagi semua orang, (iii) masih tingginya angka kematian ibu dan bayi, serta (iv) masih tingginya angka pengangguran. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi anak usia pertumbuhan. Setelah disapih, anak sangat memerlukan asupan gizi yang memadai agar mampu tumbuh dan berkembang fisik maupun kecerdasannya. Oleh karena itu peningkatan konsumsi susu berkaitan erat dengan upaya mencerdaskan masyarakat, sekaligus untuk mengurangi kematian bayi karena kekurangan asupan gizi. Secara umum, masyarakat di Jawa Tengah memang tidak terbiasa minum susu segar, hanya masyarakat perkotaan yang biasa meminum susu dalam bentuk olahan. Oleh karena itu sosialisasi minum susu bagi masyarakat dan anak sekolah atau dalam masa pertumbuhan menjadi sangat penting. Produksi susu di dalam negeri masih jauh dibawah kebutuhan nasional, kira-kira hanya mampu memasok 30% dan sekitar 70% harus dicukupi dari impor. Pada tahun 2005 permintaan susu secara nasional sudah mencapai 1,3 juta ton, sedangkan produksi susu nasional baru mencapai 0,4 juta ton. Meningkatnya harga susu dunia, telah menyebabkan susu di dalam negeri sangat kompetitif sehingga industri pengolahan susu (IPS) cenderung membeli bahan baku dari dalam negeri. Diperkirakan permintaan susu di Indonesia akan terus meningkat, sebagai akibat peningkatan populasi, perkembangan ekonomi nasional, serta kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi, disamping adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan susu dan mengurangi ketergantungan pada impor, diperlukan upayaupaya agar produksi susu nasional terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal-hal inilah yang akan menggairahkan petani untuk lebih giat dalam mengembangkan usaha sapi perah, termasuk para peternak di Jawa Tengah. Saat ini populasi ternak sapi di Jawa Tengah tahun 2006 adalah ekor dengan produksi susu liter. Makalah ini akan mengupas tentang peluang dan tantangan usaha sapi Perah di Jawa Tengah serta upaya-upaya yang akan dilakukan untuk ikut mewujudkan kesadaran masyarakat minum susu, serta dalam upaya meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah, sesuai MDGs PROGRAM PEMBANGUNAN SAPI PERAH Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah telah menyusun program pembangunan peternakan sapi perah, karena komoditas ini mempunyai prospek yang sangat baik. Tujuan dari program ini adalah untuk: 1. Meningkatkan pendapatan peternak sapi perah dengan mengoptimalkan usahanya melalui pemanfaatan sumberdaya domestik secara optimal, serta menerapkan good farming practice. 2. Meningkatkan kesempatan kerja masyarakat pedesaaan melalui usaha sapi perah secara berkelompok atau dalam suatu kelompok usaha bersama. 3. Meningkatkan populasi, produktivitas, dan total produksi susu, serta menjamin produk yang lebih berkualitas agar diperoleh harga yang lebih kompetitif. 4. Memperbaiki jalur pemasaran susu agar lebih efisien, serta meningkatkan nilai tambah melalui pengelolaan pra dan pasca panen yang lebih efektif. 5. Mendorong masyarakat agar lebih gemar minum susu segar, sekaligus dalam upaya untuk meningkatkan status gizi masyarakat. 405

3 6. Meningkatkan ketahanan pangan sumber protein hewani dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Program tersebut disusun mengingat kondisi Provinsi Jawa Tengah yang cukup kondusif untuk pengembangan sapi perah. Peternak di Jawa Tengah telah banyak mengenal sapi perah sejak jaman Belanda. Sementara itu juga memiliki potensi sumberdaya pakan. Dengan demikian pengembangan sapi perah mempunyai potensi untuk memberi andil nyata dalam mewujudkan kesejahteraan peternak melalui: (i) penciptaan lapangan kerja, (ii) diversifikasi usaha, (iii) peningkatan pendapatan keluarga, dan (iv) perbaikan kualitas hidup keluarga. Tabel 1. Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Tengah tahun (ekor) No Kabupaten/Kota R(%) 1 Kabupaten Cilacap (19,45) 2 Kabupaten Banyumas (4,08) 3 Kabupaten Purbalingga ,35 4 Kabupaten Banjarnegara ,01 5 Kabupaten Kebumen ,99 6 Kabupaten Purworejo (14,46) 7 Kabupaten Wonosobo (29,31) 8 Kabupaten Magelang (2,43) 9 Kabupaten Boyolali (1,67) 10 Kabupaten Klaten (7,72) 11 Kabupaten Sukoharjo ,94 12 Kabupaten Wonogiri ,00 13 Kabupaten Karanganyar (37,74) 14 Kabupaten Sragen (26,89) 15 Kabupaten Grobogan ,15 16 Kabupaten Blora (16,40) 17 Kabupaten Rembang ,00 18 Kabupaten Pati ,30 19 Kabupaten Kudus (4,57) 20 Kabupaten Jepara (13,06) 21 Kabupaten Demak Kabupaten Semarang ,12 23 Kabupaten Temanggung (6,51) 24 Kabupaten Kendal ,30 25 Kabupaten Batang ,67 26 Kabupaten Pekalongan (3,26) 27 Kabupaten Pemalang ,00 28 Kabupaten Tegal ,89 29 Kabupaten Brebes (19,09) 30 Kota Magelang (25,65) 31 Kota Surakarta ,82 32 Kota Salatiga ,14 33 Kota Semarang (6,88) 34 Kota Pekalongan ,67 35 Kota Tegal (21,84) 36 Jumlah (0,82) 406

4 KONDISI USAHA SAPI PERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Dalam lima tahun terakhir ini populasi sapi perah di Jawa Tengah cenderung stagnan atau sedikit menurun dari 119 ribu ekor (2002) menjadi 115 ribu ekor (2006). Penurunan populasi tersebut disebabkan antara lain karena: (i) sapi dengan produksi rendah dipotong, (ii) sapi yang kurang produktif di IB dengan sapi potong, atau (iii) sapi dijual ke luar daerah. Dua kabupaten yang mempunyai populasi sapi perah cukup tinggi adalah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang, masingmasing dengan populasi sekitar 59 ribu ekor dan 32 ribu ekor (Tabel 1). Namun di Kabupaten Boyolali populasi cenderung menurun, sementara di Kabupaten Semarang sedikit meningkat, sekitar 4,42%. Semakin membaiknya harga susu dalam beberapa bulan terakhir ini telah menyebabkan peternak sapi perah di Jawa Tengah bergairah kembali. Sapi dengan produksi rendah sekarang tetap dipertahankan. Harga sapi bibit sebagai replacement juga menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Peternak yang akan menambah populasi sapi perah mengalami kesulitan mendapatkan bibit, atau kalaupun ada harganya sangat mahal. Gambar 1 menunjukkan beberapa kota/ kabupaten yang memiliki populasi sapi perah lebih dari 1000 ekor berturut-turut adalah Kota Salatiga (7961 ekor), Kabupaten Klaten (5727 ekor), Kota Semarang (2227 ekor), Kabupaten Banyumas (1637 ekor) dan Kabupaten Magelang (1618 ekor). Keempat lokasi tersebut dalam lima tahun terakhir ini populasinya cenderung terus menurun, kecuali di Kota Salatiga yang meningkat sekitar 3,2%. Penurunan populasi ini menyebabkan produksi susu menurun dari 80 juta liter (2002) menjadi 71 juta liter (2006), seperti ditujukkan pada Gambar 2 dan 3. Beberapa Kabupaten seperti Tegal, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Karanganyar, Kudus, Pati, dan Sragen berpotensi untuk pengembangan sapi perah, namun saat ini peternak kesulitan untuk mendapatkan bibit. Bibit yang diperlukan di kawasan dataran rendah ini adalah bibit yang lebih adaptif dan mampu memanfaatkan limbah pertanian (jerami padi atau jagung sebagai sumber serat) sebagai sumber pakan utama. Gambar 1. Peta penyebaran sapi perah di Provinsi Jawa Tengah Kualitas susu yang dihasilkan peternak sapi perah di Jawa Tengah rata-rata rendah (jumlah bakteri > 5 juta/cc, Total Solid: 10,6-11%). Rendahnya kualitas ini antara lain disebabkan: (i) keterbatasan pemberian pakan konsentrat (kuantitas dan kualitas), (ii) hijauan yang sulit diperoleh pada musim kemarau, (iii) tata laksana pemeliharaan dan pemerahan yang 407

5 belum memenuhi syarat teknis atau belum menjalankan good farming practice, serta (iv) panjangnya alur transportasi susu (petani, pengumpul/loper, KUD/koperasi dan IPS). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas sapi perah di Jawa Tengah relatif masih belum optimal yang dicerminkan dengan rendahnya tingkat produksi sekitar rata-rata 6 8 liter/ hari. Hal ini disebabkan karena bibit sapi perah umumnya sudah tua dan tidak pernah dilakukan seleksi dengan baik. Selain itu tata laksana pemeliharaan sapi masih dilakukan secara tradisional, serta keterbatasan peternak dalam menyediakan pakan yang berkualitas dalam jumlah cukup. Pengamatan menunjukkan calving interval (jarak kelahiran) relatif masih sangat panjang > 18 bulan. Beberapa tahun terakhir sebelum tahun 2007, harga susu di tingkat peternak relatif sangat rendah. Rata-rata harga susu yang diterima peternak berkisar antara Rp ,- - Rp ,- /liter, tergantung kualitas yang dihasilkan. Harga susu impor bila dikonversikan setara dengan susu segar sudah sekitar Rp /liter. Kondisi ini memang belum menguntungkan peternak, karena harga pakan konsentrat terus meningkat. Idealnya rasio harga susu dan pakan konsentrat berkualitas adalah sekitar 2 : 1. Mata rantai tataniaga atau pemasaran susu dari peternak sampai kepada konsumen akhir relatif sangat panjang. Peternak mengirimkan susu ke pengumpul (loper), kemudian menuju tempat penampungan susu sementara, selanjutnya ke Koperasi KUD, GKSI, IPS (Industri Pengolahan Susu). Peternak jarang yang memasarkan susu langsung kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena minum susu segar belum membudaya. Mekanisme tataniaga ini mengakibatkan tingginya biaya pemasaran susu, disamping resiko menurunnya kualitas susu. Sementara itu diversifikasi usaha produk atau pengolahan susu untuk menjadi bahan makanan yang lebih berkualitas belum berkembang di daerah-daerah sentra produksi susu. Usaha pembuatan minuman segar, keju atau produk lain dalam skala rumah tangga agar meningkatkan nilai tambah bagi peternak sapi perah mungkin perlu digalakkan. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini belum ada investor yang tertarik mengembangkan industri pengolahan susu, sehingga sebagian besar susu harus dijual di luar Jawa Tengah. Gambar 2. Produksi susu di Provinsi Jawa Tengah 408

6 Gambar 3. Peta produksi susu di Provinsi Jawa Tengah Oleh karena itu dapat dipahami bahwa bukan hanya produksi susu yang rendah, tetapi konsumsi susu penduduk di Jawa Tengah juga masih sangat rendah. Oleh karena itu pengembangan usaha sapi perah harus diimbangi dengan sosialisasi minum susu segar bagi masyarakat, terutama anak-anak pada masa pertumbuhan. PROSPEK USAHA SAPI PERAH DI JAWA TENGAH Usaha ternak sapi perah merupakan salah usaha industri berbasis perdesaan dan padat karya. Agribisnis ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak, karena setiap 2-4 ekor sapi memerlukan sedikitnya seorang tenaga kerja untuk memelihara. Kegiatan on farm usaha ini seperti kegiatan pascapanen juga mampu menciptakan lapangan kerja yang tidak sedikit. Produk yang dihasilkan dari usaha ini tidak hanya susu, tetapi juga sapi bakalan yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan daging, terutama pedet jantan. Sapi juga menghasilkan kotoran, atau manure/faeces, yang bila diolah dengan benar dapat menghasilkan energi (biogas) dan pupuk organik (kompos). Saat ini masih sedikit peternak di Jawa Tengah yang mengolah dan memanfaatkan faeces dengan baik dan benar, padahal dengan kenaikan harga BBM dan pupuk kimia, kotoran sapi perah dapat dikembangkan menjadi produk alternatif penghasil energi. Di daerah Sukoharjo dan Sragen, saat ini telah dikembangkan usaha sapi perah yang produk unggulannya adalah kompos dengan susu sebagai bonus. Pola ini mungkin dapat dipergunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengembangkan usaha sapi perah di Jawa Tengah. Selain layak ekonomis, pola ini sangat sesuai dengan budaya masyarakat Jawa Tengah yang sangat tertarik pada pengembangan pertanian organik. Kenyataan ini menunjukkan bahwa usaha sapi perah ini sangat berarti dalam membangkitkan perekonomian masyarakat di pedesaan. Usaha ini secara langsung juga dapat berkontribusi dalam menyumbang pengadaan sapi bakalan, karena hanya 50% pedet yang dilahirkan adalah betina. Sehingga, secara alami peternakan sapi perah juga berkontribusi pada pengadaan sapi bakalan, dan sapi afkir masih tetap dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Namun apabila populasi sapi perah akan ditingkatkan, aplikasi IB dengan semen sexing (semen X) hanya akan menghasilkan anak jantan sekitar 20% saja. Peternak di Jawa Tengah saat ini juga telah ikut serta 409

7 untuk memanfaatkan teknologi inovatif sexing sperma yang dikembangkan BBIB Singosari dalam program pemanfaatan semen X. Usaha untuk mendorong perkembangan sapi perah di Jawa Tengah juga harus dibarengi dengan sosialisasai kesadaran gizi masyarakat untuk mengkonsumsi susu segar. Langkah ini sangat strategis karena meningkatnya asupan gizi bagi anak usia pertumbuhan dan pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan kualitas SDM, sehingga dapat meningkatkan dayasaing di era globalisasi. Rendahnya kemampuan daya beli masyarakat mungkin bukan alasan yang tepat, karena masyarakat lapis bawah di Jawa Tengah banyak yang mengalokasikan pengeluaran untuk keperluan yang tidak produktif, misalnya: membeli rokok, membayar pulsa, dlsb. KONDISI PERMASALAHAN DI LAPANG Agribisnis sapi perah di Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir ini menghadapi berbagai masalah yang cukup berat, baik yang bersifat makro maupun mikro. Aspek makro mungkin harus menjadi pemikiran pemerintah pusat bersama pemerintah daerah, serta lembaga legislatif. Modal atau kredit murah dalam jangka panjang masih menjadi masalah yang sangat besar bagi peternak yang ingin meningkatkan skala usahanya. Rantai pemasaran yang panjang, serta kebijakan dan dukungan dalam promosi maupun tataniaga pemasaran menjadi masalah lain yang juga harus ditangani pemerintah. Kelembagaan yang ada, seperti koperasi, pada prinsipnya sudah sangat tepat. Namun perlu lebih diberdayakan, sehingga peternak benar-benar memperoleh kemudahan dalam memperoleh sarana produksi dan pemasaran susu dengan harga yang layak. Dinas Peternakan sepenuhnya dapat membantu dukungan teknis, antara lain pencegahan dan pemberantasan penyakit. Bersama BPTP, Perguruan Tinggi, Swasta dan instansi/institusi lainnya, Dinas Peternakan juga akan proaktif dalam menyalurkan informasi dan inovasi yang sangat diperlukan peternak. Masalah utama dalam hal ini adalah kenyataan bahwa sebagian besar peternak (SDM) hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sehingga sulit diajak berubah ke arah yang lebih maju. Masalah teknis yang cukup menonjol adalah harga pakan (konsentrat) yang mahal, sehingga peternak tidak memberi pakan sesuai kebutuhan. Masalah kesadaran untuk menerapkan good farming practice juga menjadi kendala tersendiri, sehingga kualitas susu yang dihasilkan masih rendah. Hal ini berujung pada harga rendahnya susu yang diterima peternak.. Harga susu yang rendah akan berakibat sulitnya peternak untuk mencukupi pakan yang berkualitas. Masalahmasalah ini timbul karena adanya interaksi antara kualitas SDM, harga susu, serta masih belum mantapnya kelembagaan di tingkat desa yang berperan sebagai agen untuk membina peternak. Bibit sapi perah menjadi masalah serius, karena di Jawa Tengah masih sedikit usaha pembesaran (rearing) yang mampu menyediakan bibit pengganti (replacement) berkualitas. Saat ini kekurangan bibit menjadi masalah tersendiri, karena peternak sudah terlanjur memotong sapi betina yang kurang produktif, atau mengawinkan dengan sapi potong. Mutasi sapi juga sangat cepat, sementara identifikasi dan recording produksi belum berjalan dengan baik. Dengan demikian ancaman terjadinya inbreeding tidak mustahil. BIB-Daerah saat ini juga belum sepenuhnya dapat menyediakan semen dari elite bull. Oleh karena itu masalah perbibitan harus dapat diatasi, karena di Jawa Tengah terdapat BPTU Sapi Perah di Batu Raden dan ada BIB-D yang cukup bagus. Investasi dalam bidang persusuan di Jawa Tengah juga masih terbatas. Hal ini kemungkinan karena permasalahan akses terhadap modal dan rendahnya koordinasi antar instansi atau lembaga terkait. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY telah membuat kesepakatan untuk bekerjasama dalam mendorong agribisnis sapi perah bagi kesejahteraan masyarakat. Sasarannya bukan hanya untuk peternak, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu upaya untuk mewujudkan masyarakat yang lebih berkualitas. UPAYA-UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah telah dan akan terus melakukan langkahlangkah konkrit untuk mendorong perkem- 410

8 bangan usaha dan agribisnis sapi perah. Sasaran yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan dayasaing dan kesejahteraan peternak, dan pada saat yang sama juga melakukan upaya untuk mendorong masyarakat untuk lebih memahami manfaat susu sebagai sumber gizi bagi keluarga. Pemberdayaan kelompok peternak dan mengoptimalkan kelembagaan koperasi persusuan yang sudah ada akan terus dilakukan bersama instansi terkait dengan harapan agar peternak mempunyai posisi tawar yang lebih baik dalam memasarkan produknya. Harga susu yang atraktif di tingkat peternak diharapkan dapat mendorong peternak sapi perah untuk mengadopsi inovasi dan melakukan good farming practice. Dengan kelembagaan yang lebih handal, peternak diharapkan juga akan mudah untuk memperoleh informasi, sarana input produksi, serta pemasaran produk. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait, termasuk lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Dinas Peternakan juga secara langsung terus berupaya agar skala usaha sapi perah dapat ditingkatkan, baik melalui program PMUK, KKP, dlsb., maupun dengan mendorong peran swasta atau lembaga keuangan untuk membantu peternak dalam menambah populasi. Bila saat ini skala usaha masih berkisar 2-3 ekor/kk, diharapkan dapat meningkat menjadi 4-5 ekor/kk. Subsidi kredit murah jangka panjang dengan waktu tenggang yang cukup, sangat diperlukan. Dalam aspek teknis upaya yang terus dilakukan adalah menyiapkan informasi, bahan penyuluhan, maupun inovasi yang terkait dengan sistem budidaya maupun diversifikasi on farm. Teknologi budidaya juga terus diperbaiki, seperti program yang telah dilakukan dengan bantuan JICA. Model dalam program ini pada prinsipnya mengadopsi keberhasilan peternak di Jawa Barat, serta diperkaya dengan beberapa teknologi tepat guna. Dengan program ini bukan hanya produksi dan produktivitas meningkat, tetapi kualitas susu juga dapat diperbaiki. Dalam program ini peternak secara langsung belajar dan praktek, atau learning by doing, sehingga potensi SDM dan sumberdaya yang ada dapat lebih dioptimalkan. Walaupun peternakan rakyat yang menjadi target utama dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis peternakan sapi perah, Dinas Peternakan juga mendorong swasta atau investor untuk ikut berpartisipasi. Kemudahan dalam perijinan, dukungan teknis dan administrasi, serta bantuan lainnya diharapkan mampu menggairahkan investor untuk mengembangkan usaha sapi perah di Jawa Tegah. Peningkat produksi susu di Jawa Tengah nantinya diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan konsumsi susu, dan pada gilirannya dapat mewujudkan generasi penerus yang lebih tangguh. Diyakini, upaya untuk pengembangan usaha sapi perah ini akan mampu menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus dapat mendorong perkembangan ekonomi perdesaan. Kegiatan usaha sapi perah juga memberi alternatif kepada kaum wanita untuk melakukan berbagai kegiatan seperti pemberian pakan, pemerahan dan kegiatan pascapanen. Hal-hal tersebut diatas sangat sesuai dengan MDG s 2015, karena secara langsung akan menyentuh masyarakat perdesaan yang perlu mendapat perhatian. PENUTUP Tujuan MDG s 2015 diantaranya adalah untuk mengentaskan penduduk dari kemiskinan. Selain itu MDGs juga diarahkan untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena kelaparan atau kurang gizi, sekaligus untuk mengurangi pengangguran. Usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk dikembangkan di Jawa Tengah, karena banyak kawasan yang sesuai dan didukung kesiapan SDM serta sumberdaya lokal lainnya. Secara ekonomis, saat ini usaha sapi perah sangat atraktif dan prospektif. Produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama untuk anak pada masa pertumbuha, sehingga ancaman lost generation dapat diantisipasi dan diatasi. Perkembangan usaha sapi perah yang stagnan dalam beberapa tahun terakhir ini diharapkan dapat diatasi dengan melakukan pembenahan dalam berbagai hal, mulai dari hulu sampai hilir, dengan mendorong usaha yang berwawasan agribisnis. Kelembagaan 411

9 yang ada lebih diberdayakan, peran masyarakat dan swasta lebih diutamakan, dan pemerintah lebih berperan sebagai motivator, dinamisator dan (de) regulator. Namun dalam hal-hal tertentu Dinas Peternakan akan tetap melakukan rawing, misalnya dengan penguatan BIB-Daerah, atau kegaiatan di UPT lainnya. Koordinasi dan kerjasama dengan semua pihak merupakan hal yang sulit, namun harus diwujudkan agar usaha sapi perah di Jawa Tengah dapat berkembang merebut peluang pasar yang sangat menjanjikan. Populasi sapi perah yang stagnan, ke depan akan terus didorong untuk semakin berkembang, sehingga produksi susu dapat terus meningkat. Untuk itu diperlukan bibit yang lebih banyak dan lebih adaptif, yang dapat memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber pakan utama. Dengan dukungan inovasi perbibitan dan teknologi pakan tepat guna, pengembangan sapi perah di Jawa Tengah diharapkan dapat meningkatkan ratarata konsumsi susu yang saat ini cenderung terus menurun. Pertanyaan: DISKUSI 1. Bagaimana peran lembaga perkoperasian. Apakah ada, jika tidak kemungkinan ini yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadi penurunan populasi sapi perah di Jawa Tengah. Jawaban: 1. Sudah ada peran dari lembaga perkoperasian. Di tempat kami ada koperasi mandiri Adi Luhur di Kabupaten Semarang akan tetapi aktivitasnya belum optimal. Penurunan populasi disebabkan harga pakan yang sangat tinggi sehingga petani tidak mampu menyediakan pakan dengan kualitas bagus sehingga produktivitas sapi perah menjadi rendah. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS Millennium development goals Sebuah Info singkat. file://g:\milenium dg.htm. ANONIMUS Sumber-sumber tujuan pembangunan milenium. UN Volunteers Indonesia for Peace and Development. file:// G:\milenium.htm. ANONIMUS Menjadikan pertanian sebagai tumpuan. Poultry Indonesia. file: //G:\ Majalah Poultry Indonesia Online. ANONIMUS Grand design strategi pengembangan persusuan DIY Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi DIY Jawa Tengah. DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TENGAH Buku potensi peternakan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah. DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TENGAH Buku saku peternakan Provinsi Jawa Tengah. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah. 412

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zat-zat dalam Susu Nilai Kandungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan di Indonesia karena sektor pertanian mampu menyediakan lapangan kerja, serta

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

dengan usaha pemeliharaannya (BAPPENAS, 2006). Sasaran yang akan dicapai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah selama tahun dalam kaitannya

dengan usaha pemeliharaannya (BAPPENAS, 2006). Sasaran yang akan dicapai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah selama tahun dalam kaitannya PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMASARAN SUSU UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI SAPI PERAH DI JAWA TENGAH (Strengthening the Institutional on Milk Marketing to Support the Development of Dairy Cattle Industry

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 1 RAPAT KOORDINASI Pilot Project Reforma Agraria Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 Rencana Lokasi Pilot Project 2 Koordinasi lintas K/L untuk kegiatan Access Reform Lokasi yang diusulkan: Prov.

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA PAKAN DI WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH

POTENSI SUMBERDAYA PAKAN DI WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH POTENSI SUMBERDAYA PAKAN DI WILAYAH PROPINSI JAWA TENGAH (The Feed Resources Availability in Central Java) H. Tabrany 1, L. A. Sofyan 2, E. B. Laconi 2, dan A. Daryanto 2 1 Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Industrialisasi pada negara sedang berkembang sangat diperlukan agar dapat tumbuh

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sumberdaya manusia berkualitas yang dicirikan oleh keragaan antara lain: produktif, inovatif dan kompetitif adalah tercukupinya

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH Rachman Djamal, dkk Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp.

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Halaman : RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 0 Formulir RKA-SKPD. Urusan Pemerintahan :.0. - PERTANIAN Organisasi :.0.0. - Dinas Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan berkembang. Pasar senantiasa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu Negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor dimana

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan Halaman : 1 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 2017 Formulir RKA-SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan : 2.02. - Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu manusia telah menggunakan susu sebagai bahan pangan. Manusia mengambil susu dari hewan yang memiliki kelenjar susu seperti sapi, kuda dan domba. Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Agribisnis merupakan salah satu sektor dalam kegiatan perekonomian berbasis kekayaan alam yang dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan usaha berorientasi keuntungan. Sektor

Lebih terperinci

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... ii Daftar Tabel dan Gambar... xii Daftar Singkatan... xvi Bab I Pendahuluan... 1 1.1. Kondisi Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Jawa Tengah... 3 Tujuan 1. Menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci