HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Gelombang NIR Benih Padi Panjang gelombang NIR yang digunakan pada penelitian ini berada pada kisaran nm dengan resolusi 1 nm. Gelombang NIR yang ditembakkan pada sampel benih sebagian akan diserap (absorban) dan sebagian lagi akan dipantulkan (reflektan). Prinsip pengukaran spektra adalah dengan memancarkan sinar lampu halogen ke sampel, sinar tersebut diterima sebagai energi yang memicu terjadinya getaran dan regangan pada kelompok ikatan atom O-H, N-H, dan C-H. Ikatan atom tersebut merupakan komponen utama pembentuk kandungan organik. Sebagian energi yang diberikan akan diserap untuk melakukan getaran dan regangan alami dan sisanya akan dipantulkan. Energi pantulan akan diterima detektor sebagai data frekuensi getaran dalam bentuk analog, selanjutnya data analog tersebut akan ditransformasi dengan metode fourier sehingga menjadi data spektra reflektan (Gambar 18), sementara untuk memperoleh data absorban, data reflektan ditransformasi dengan log(1/reflektan) seperti terlihat pada Gambar 19. Raflektan Gambar 18 Spektra reflektan benih padi Panjang Gelombang (nm)

2 36 Absorban Gambar 19 Spektra absorban benih padi Panjang Gelombang (nm) Spektra absorban pada Gambar 19 menunjukkan adanya beberapa puncak penyerapan gelombang yaitu pada panjang gelombang 1200, 1450, 1780, 1940, 2100, 2276, 2336 dan 2500 nm. Tabel 5 Ikatan atom dan struktur kimia yang merupakan puncak gelombang pada spektra absorban benih padi Panjang Gelombang Getaran ikatan Atom Struktur 1200 C-H str. Pati, CH 3 * 1450 O-H str. Air, Pati * 1780 C-H str. Selulosa * 1940 O-H str. + O-H def. Air * 2100 O-H def. + C-O str. Pati * 2276 O-H str. + C-C str. Pati * 2336 C-H str. + C-H def. Selulosa * 2500 C-H str. + C-C str. Pati * * Sumber : Osborne et. al. (1993) Gambar 19 dan Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan utama benih padi terdiri dari karbohidrat (pati, selulosa) dan air. Leonard dan Martin (1963) melaporkan bahwa karbohidrat merupakan komponen terbesar dalam beras pecah kulit yaitu 84%. Semakin tinggi nilai reflektan menunjukkan bahwa energi gelombang yang diserap benih (absorban) semakin kecil. Hal ini berarti bahwa konsentrasi bahan organik pada panjang gelombang tersebut juga kecil, demikian juga sebaliknya.

3 37 Pengaruh Pengusangan terhadap Kadar Air Benih Padi Benih padi merupakan bahan yang bersifat higroskopis, dimana pada kondisi setimbang kadar air bahan dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan. Peningkatan kandungan air benih akibat pengusangan dapat dilihat pada Gambar 20a. Kadar air dan lama pengusangan memiliki hubungan yang bersifat eksponensial dan memiliki hubungan yang sangat kuat dengan koefisien korelasi r sebesar Semakin lama benih dipaparkan pada RH tinggi, maka kandungan air benih semakin tinggi hingga mencapai kondisi jenuh. Semakin tinggi kadar air maka kecepatan dan kemampuan dalam menyerap air semakin rendah, hal ini dapat dilihat dari semakin landainya kurva pada kadar air tinggi. a b Gambar 20 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45 o C dan RH >90% terhadap (a) Kadar air, (b) Spektra Absorban-SNV pada 1450 nm Copeland dan McDonald (1995) menyatakan bahwa kelembaban lingkungan yang tinggi akan meningkatkan kadar air benih. Peningkatan kadar air menyebabkan peningkatan aktifitas biokimia benih, seperti peningkatan aktifitas enzim hidrolitik yang meningkatkan proses respirasi dan peningkatan asam lemak bebas. Sementara itu suhu tinggi menyebabkan proses laju reaksi kimia dalam benih menjadi lebih cepat. Peningkatan kadar air juga menyebabkan peningkatan aktifitas enzim lipoksigenase yang mengoksidasi lemak dan menghasilkan radikal bebas. Penyerapan air terhadap gelombang NIR salah satunya terjadi pada kisaran panjang gelombang 1450 nm oleh atom O-H. Gambar 20b menunjukkan semakin

4 38 lama waktu pengusangan, semakin tinggi intensitas penyerapan air, yang berarti semakin besar kandungan air dalam bahan. Pengaruh Pengusangan terhadap Protein Terlarut Perubahan protein terlarut akibat pengusangan sangat fluktuatif, namun memiliki kecenderungan eksponensial menurun (Gambar 21a). b a c d Gambar 21 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45 o C dan RH >90% terhadap (a) protein terlarut, (b) Spektra Absorban-SNV pada nm, (c) Spektra Absorban-SNV pada nm, (d) Spektra Absorban-SNV pada nm Benih dengan kadar air tinggi dapat mengalami peroksidasi lemak akibat aktifitas enzim lipoksigenase dan menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas tersebut dapat menyebabkan denaturasi protein (Copeland dan McDonald 1995) sehingga menurunkan kandungan protein terlarut yang dapat digunakan benih saat berkecambah (Kapoor et al. 2011). Koefisien korelasi r antara protein terlarut dengan lama waktu pengusangan sebesar Hal ini menunjukkan bahwa protein terlarut dengan lama waktu

5 39 pengusangan memiliki hubungan yang kuat, namun parameter lama pengusangan hanya mampu menduga 36.32% parameter protein terlarut dengan tepat, hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar Protein yang digunakan oleh Soltani (2003) untuk menduga viabilitas benih pada panjang gelombang 1722 dan 2110 nm, tidak menunjukkan adanya puncak gelombang pada absorban benih padi. Hal ini terjadi karena kandungan protein pada benih padi sangat kecil. Menurut Kapoor et al. (2011) benih yang mengalami kemunduran buatan, kandungan protein terlarutnya mengalami penurunan. Hal ini juga dapat dilihat pada spektra absorban benih padi yang diberi praperlakuan standard normal variate (SNV). Pada rentang , , nm (Workman 2001), bentuk gelombangnya hampir sama tetapi intensitas penyerapannya menurun seiring dengan lama pengusangan (Gambar 21b-d). Pengaruh Pengusangan terhadap Asam Lemak Bebas Perubahan asam lemak bebas akibat pengusangan sangat fluktuatif, namun memiliki kecenderungan eksponensial menaik (Gambar 22a). Copeland dan McDonald (1995) menyatakan bahwa kadar air benih yang tinggi menyebabkan peningkatan aktifitas biokimia benih seperti peningkatan aktifitas enzim hidrolitik yang meningkatkan proses respirasi dan peningkatan asam lemak bebas. Hubungan antara asam lemak bebas dengan lama waktu pengusangan sangat lemah, hal ini diindikasikan dengan kecilnya nilai koefisien korelasi r yaitu Lemahnya hubungan tersebut diduga karena terlalu kecilnya kandungan lemak di dalam benih padi yaitu hanya sebesar 2.2% (Leonard dan Martin 1963) sehingga data yang diperoleh sangat fluktuatif. Lemak yang dilaporkan oleh Olesen et al. (2011) berpotensi untuk menduga viabilitas benih bayam pada 1350 nm, tidak menunjukkan adanya puncak gelombang pada spektra absorban, hal ini terjadi karena kandungan lemak pada benih padi sangat kecil berkisar 2,2% (Leonard dan Martin 1963). Gelombang yang muncul di sekitar 1350 nm memiliki bentuk yang sama namun intensitas penyerapannya semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu pengusangan

6 40 (Gambar 22b). Gholami dan Golpayegani (2011) juga menyatakan bahwa dengan pengusangan selama 5 hari dapat meningkatkan asam lemak bebas. a b c Gambar 22 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45 o C dan RH >90% terhadap (a) asam lemak bebas, (b) Spektra absorban-snv pada 1350 nm, (c) Spektra absorban-snv pada 1415 nm Lemak juga dapat dideteksi pada panjang gelombang 1415 nm (Workmen 2001). Gelombang Absorban-SNV benih padi yang muncul pada panjang gelombang tersebut memiliki bentuk yang sama namun intensitas penyerapannya semakin meningkat seiring dengan lama waktu pengusangan (Gambar 22c). Pengaruh Pengusangan Terhadap Viabilitas Benih Pengusangan pada penelitian ini bertujuan untuk memperoleh berbagai tingkat nilai viabilitas. Pengaruh pangusangan benih padi pada suhu 45 o C dan RH > 90% selama 8 hari dengan interval 2 hari terhadap viabilitas benih dapat dilihat pada Gambar 23.

7 41 Gambar 23 menunjukkan bahwa perlakuan pengusangan dapat menyebabkan beberapa tingkat kelompok benih (lot) berdasarkan nilai daya berkecambah. Lot pertama adalah benih tanpa pengusangan dan 2 hari pengusangan, lot kedua adalah benih dengan 4 dan 6 hari pengusangan dan lot ketiga adalah benih dengan 8 hari pengusangan. Secara umum semakin lama waktu pengusangan menyebabkan penurunan viabilitas baik daya berkecambah, indeks vigor maupun potensi tumbuh maksimum. Penurunan viabilitas (daya berkecambah) pada benih padi karena perlakuan pengusangan, juga dilaporkan oleh Kapoor et al. (2011), Gholami dan Golpayegeni (2011). Gambar 23 Pengaruh lama pengusangan pada suhu 45 o C dan RH >90% dengan daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV) dan potensi tumbuh maksimum (PTM) Korelasi antara lama pengusangan dengan masing-masing parameter viabilitas sangat tinggi, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien korelasi r yaitu untuk daya berkecambah, untuk indeks vigor dan untuk potensi tumbuh maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pengusangan pada suhu 45 o C dan RH > 90% telah mampu menurunkan tingkat viabilitas benih. Setelah pengusangan selama 8 hari terjadi penurunan rata-rata daya berkecambah dari 90.22% menjadi 40.17%. Penurunan daya berkecambah tersebut juga disampaikan oleh Dalapati (2012) yang melakukan pengusangan (43-45 o C, RH 100%) terhadap lima varietas

8 42 padi gogo (Situ patenggang, Limboto, Inpago 4,5, dan 6) selama 5 hari dan diperoleh penurunan rata-rata daya berkecambah dari 97.06% menjadi 4.93%. Cutrisni (2011) juga melakukan pengusangan (40-45 o C, RH 100%) terhadap padi sawah, padi gogo, dan padi rawa selama 6 hari. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya penurunan rata-rata daya berkecambah padi sawah dari 91% menjadi 1%, padi gogo dari 91% menjadi 4.8% dan padi rawa dari 88.4% menjadi 0%. Model PCA JST Propagasi Balik Deskripsi Data Data input berupa data spektra benih padi yang telah diusangkan pada suhu 45 o C dan RH>90% selama 0-8 hari dengan interval 2 hari. Data input yang digunakan adalah spektra reflektan (R), absorban (A) serta spektra reflektan dan absorban yang diberi praperlakuan normalisasi 0-1 (Norm), standard normal variate (SNV), turunan pertama Savitzky-Golay (dg1) dan turunan kedua Savitzky-Golay (dg2) yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 6 Karakteristik nilai parameter benih padi yang digunakan dalam kalibrasi dan validasi Parameter Set Data N Mean Min Maks Stdev Kadar Air (KA) Kalibrasi Validasi Protein Terlarut (P) Kalibrasi Validasi Asam Lemak Bebas (ALB) Daya Berkecambah (DB) Kalibrasi Validasi Kalibrasi Validasi Indeks Vigor (IV) Kalibrasi Validasi Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Kalibrasi Validasi Principal Component Analysis (PCA) Data spektra benih padi memiliki sifat non linear dan memiliki ukuran matrik data yang besar yaitu 1500variabel x 180data sehingga sulit dalam pengolahannya, oleh karena itu perlu dilakukan reduksi data dengan PCA (analisis

9 43 komponen utama) dimana data akan direduksi menjadi satu set data yang linear dan lebih sedikit akan tetapi menyerap sebagian besar jumlah varian dari data awal. Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan software SPSS Statistic 19. Proses running data untuk kalibrasi dan validasi dilakukan secara terpisah. Komponen utama (PC) diekstrak sebanyak 20 komponen dimana dengan 20 PC diasumsikan sudah dapat mewakili hampir semua informasi yang terdapat dalam spektra aslinya. Persentase variasi kumulatif dari komponen utama dapat dilihat pada Lampiran 2. Persentase variasi kumulatif 20 komponen utama dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase variasi kumulatif 20 komponen utama Praperlakuan KA P ALB DB IV PTM R Kal Val Rnorm Kal Val RSNV Kal Val Rdg1 Kal Val Rdg2 Kal Val A Kal Val Anorm Kal Val ASNV Kal Val Adg1 Kal Val Adg2 Kal Val Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 20 komponen utamayang diekstrak, spektra tanpa praperlakuan memiliki persentase variasi kumulatif tertinggi, kemudian diikuti oleh spektra yang mendapat perlakuan SNV, Normalisasi 0-1, turunan pertama dan terkecil perlakuan turunan kedua. Persentase variasi kumulatif antara dataset kalibrasi dan validasi untuk setiap praperlakuan menunjukkan nilai yang relatif sama, kecuali pada

10 44 praperlakuan turunan pertama dan kedua dimana persentase dataset validasi lebih besar dari pada dataset kalibrasi. Model Jaringan Saraf Tiruan Model JST yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah jaringan layar jamak (multi layer network) dengan 3 layer yaitu input, hidden, dan output layer dengan fungsi aktivasi sigmoid pada hidden layer dan fungsi identitas pada output layer. Pada hidden dan output layer ditambahkan komponen bias yang nilainya 1. Nilai bobot awal jaringan ditentukan secara acak. Jenis pelatihan yang digunakan adalah supervised feed forward backpropagation. Input jaringan adalah komponen utama dari sepktra reflektan, absorban serta spektra reflektan dan absorban yang sebelumnya dilakukan praperlakuan berupa normalisasi 0-1, standard normal variate, turunan pertama Savitzky-Golay dan turunan kedua Savitzky-Golay. Jumlah komponen utama yang digunakan sebagai input layer bervariasi (maksimal 20 PC) karena dengan 20 PC diasumsikan sudah dapat mewakili hampir semua informasi yang terdapat dalam spektra aslinya. Untuk mengoptimalisasi kinerja jaringan maka dilakukan kombinasi jumlah unit input, hidden dan jumlah unit output. Variasi unit input adalah 5, 10, 15 dan 20 PC sedangkan unit pada lapisan hidden adalah 5, 10, 15 dan 20 unit. Output layer terdiri dari 2 variasi yaitu single output dan multi output. Single output terdiri dari KA, P, ALB, DB, IV dan PTM. Multi output terdiri dari 3 unit, 6 unit, 4 unit dan 2 unit output. Tiga unit output ada 2 jenis kombinasi yaitu KA-P-ALB dan DB-IV-PTM. Enam unit output terdiri dari KA- P-ALB-DB-IV-PTM. Empat unit output terdiri dari KA-DB-IV-PTM. Dan terakhir dua unit output yaitu KA-DB. Nilai output layer adalah nilai referensi hasil pengukuran untuk setiap parameter yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Variasi input, hidden dan ouput layer dikombinasikan menjadi 800 skenario yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Setiap skenario dilatih menggunakan modul jaringan saraf tiruan pada software MATLAB R2008b dengan kode program dan srtukur data input-target seperti pada Lampiran 4.

11 45 Pelatihan dengan algoritma backpropagation melatih jaringan untuk memperoleh keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Pelatihan backpropagation meliputi tiga fase. Fase pertama merupaka fase maju dimana pola masukan dihitung maju mulai dari input layer hingga output layer menggunakan fungsi aktifasi. Fase kedua adalah fase mundur dimana selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan eror yang terjadi. Eror tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di output layer. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang terus-menerus hingga kondisi penghentian terpenuhi. Pada penelitian ini kondisi penghentian didasarkan atas tiga kategori yaitu jumlah iterasi, minimum eror dan jumlah maksimum kegagalan iterasi dalam penurunan eror. Jumlah iterasi yang digunakan adalah 100 epoch, dengan target eror sebesar 0 dan maksimum kegagalan penurunan eror adalah 5 epoch. Pada penelitian ini data dibagi menjadi dua bagian yang saling terpisah yaitu data pelatihan yang dipakai untuk mengenali pola (kalibrasi) dan data yang dipakai untuk pengujian (validasi). Perubahan bobot dilakukan berdasarkan data pelatihan akan tetapi eror yang terjadi dihitung berdasarkan semua data (pelatihan dan pengujian). Selama eror terus menurun pelatihan terus dilakukan namun bila eror sudah meningkat (sebanyak 5 iterasi), pelatihan dihentikan karena jaringan sudah mulai mengambil sifat yang hanya dimiliki oleh data pelatihan tetapi tidak dimiliki oleh data pengujian dan jaringan sudah mulai kehilangan kemampuan melakukan generalisasi. Selama pelatihan dilakukan perubahan bobot dan bias dengan penurunan gradien (gradient descent) menggunakan momentum disebut learngdm. Bobot dan bias diubah pada arah dimana eror menurun paling cepat yaitu dalam arah negatif gradiennya. Untuk menghindari perubahan bobot yang terlalu mencolok akibat data yang sangat berbeda dengan yang lain, perubahan bobot dilakukan berdasarkan arah gradient pola terakhir dan pola yang dimasukan sebelumnya

12 46 (momentum). Apabila pola data terakhir memiliki pola serupa maka perubahan bobot dilakukan dengan cepat, namun bila data terkakhir memiliki pola yang berbeda dengan pola sebelumnya, maka perubahan dilakukan dengan lambat. Parameter yang digunakan adalah laju pembelajaran dan konstanta momentum dengan nilai default yang diberikan yaitu 0.01 dan 0.9. Selanjutnya untuk mengoptimasi penurunan eror digunakan fungsi pelatihan resilient backpropagation (trainrp) dengan cara membagi arah dan perubahan bobot menjadi dua bagian berbeda. Ketika menggunakan penurunan tercepat, yang diambil hanya arahnya saja, sementara perubahan bobot dilakukan dengan cara yang lain dalam penelitian ini digunakan learngdm. Hasil kalibrasi dan validasi untuk setiap sekenario dapat dilihat pada Lampiran 3. Untuk mempermudah pemilihan skenario terbaik, maka proses pemilihannya dilakukan secara bertahap. Dari Lampiran 3 selanjutnya dipilih kombinasi struktur JST terbaik untuk setiap jenis spektra dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Kemudian dilakukan pemilihan jenis spektra terbaik untuk setiap kombinasi jumlah output layer dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Sebagai tahap akhir, dilakukan pemilihan kombinasi jumlah output terbaik untuk setiap parameter pengamatan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8. Pemilihan model terbaik didasarkan pada rendahnya nilai SEC, rendahnya nilai SEP, tingginya nilai koefisien korelasi r, rendahnya selisih nilai SEC dan SEP serta tingginya nilai RPD (Hasbullah et al. 2002) Tabel 8 Model JST terbaik untuk setiap parameter pengamatan Parameter Ske Kalibrasi Validasi Spektra JST nario r SEC r SEP RPD Kadar Air 34 RSNV Protein Terlarut 65 Rdg Asam Lemak Bebas 148 Adg Daya Berkecambah 197 RSNV * Indeks Vigor 69 Rdg Potensi Tumbuh Maks 69 Rdg *) output : DB-IV-PTM Hasbullah et al. (2002) menyatakan bahwa model yang akurat memiliki nilai RPD > 2.5. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa semua parameter pengamatan memiliki nilai RPD yang besar dari 2.5 kecuali pada parameter daya

13 47 berkecambah. Semakin tinggi nilai RPD menunjukkan akurasi model yang tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gelombang NIR lebih akurat untuk menduga kadar air, protein terlarut, asam lemak bebas, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum dari pada daya berkecambah karena pengamatannya berupa kecambah normal yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Gambar 24 Hasil kalibrasi dan validasi model JST terpilih Walaupun daya berkecambah memiliki nilai RPD dibawah 2.5 namun nilai koefisen korelasi r validasi masih cukup tinggi yaitu dengan nilai R 2

14 48 validasi sebesar yang berarti nilai perediksi NIR masih dapat menduga dengan tepat sebanyak 80.05% nilai daya berkecambah sebenarnya. Grafik hubungan antara nilai duga parameter menggunakan NIR dengan nilai pengukuran sebenarnya menggunakan model JST terpilih dapat dilihat pada Gambar 24. Garis regresi antara data kalibrasi dan validasi pada Gambar 24 memiliki kemiringan yang hampir sama dan hampir berhimpit, hal ini menunjukkan bahwa pola data antara kalibrasi dan validasi hampir sama dan model yang dibangun mendekati stabil. Model Partial Least Square Deskripsi Data Data input yang digunakan adalah spektra reflektan (R), absorban (A), spektra reflektan dan absorban yang telah diberi praperlakuan normalisasi 0-1 (Norm), standard normal variate (SNV), turunan pertama Savitzky-Golay(dg1) dan turunan kedua Savitzky-Golay (dg2) yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Proses kalibrasi dan validasi menggukan software NIRCal 5.2. Pembagian sampel kalibrasi dan validasi dilakukan secara acak menggunakan NIRCal 5.2 lebih kurang 2/3 bagian sebagai data kalibrasi dan 1/3 bagian sebagai data validasi. Karakteristik sampel kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik nilai parameter benih padi yang digunakan dalam kalibrasi dan validasi Parameter Set Data N Mean Min Max Stdev Kadar air Kalibrasi Validasi Protein terlarut Kalibrasi Validasi Asam lemak Kalibrasi bebas Validasi Daya Kalibrasi berkecambah Validasi Indeks vigor Kalibrasi Validasi Potensi tumbuh Kalibrasi maksimum Validasi

15 49 Hasil kalibrasi dan validasi NIR dengan model PLS Hasil kalibrasi dan validasi menggunakan model PLS (Partial Least Square) untuk setiap parameter dengan berbagai spektra dapat dilihat pada Lampiran 7. Selanjutnya dipilih model yang terbaik untuk setiap parameter yang dapat dilihat pada Tabel 10. Pemilihan model terbaik didasarkan pada rendahnya nilai SEC, rendahnya nilai SEP, tingginya nilai koefisien korelasi r, memiliki selisih nilai SEC dan SEP yang kecil serta memiliki nilai RPD yang besar (Hasbullah et al. 2002) Tabel 10 Model PLS terbaik untuk setiap parameter pangamatan Parameter Spektra Kalibrasi Validasi R SEC R SEP RPD Kadar Air A Protein Terlarut Rdg Asam Lemak bebas R Daya Berkecambah Rdg Indeks Vigor R Potensi Tumbuh Maks RSNV Hasbullah et al. (2002) menyatakan bahwa model yang akurat memiliki nilai RPD > 2.5. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa hanya ada dua parameter yang memiliki nilai RPD yang lebih besar dari 2.5 yaitu kadar air dan asam lemak bebas, sementara parameter yang lain nilainya lebih kecil dari 2.5. Namun demikian keempat parameter yang nilai RPD nya kecil tersebut, memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang tinggi (>0.8), baik untuk kalibrasi maupun validasi. Persamaan kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Gambar 25. Evaluasi Model JST dan PLS Evaluasi model terbaik dari Model JST terpilih (Tabel 8) dan model PLS terpilih (Tabel 10) diperoleh model terbaik untuk masing-masing parameter pengamatan yang dapat dilihat pada Tabel 11 pemilihan parameter dilakukan dengan membandingkan nilai RPD, nilai r validasi dimana dari kedua nilai tersebut dipilih nilai yang terbesar, selain itu dilihat juga nilai SEC, SEP dan selisih nilai SEC dan SEP dimana dari nilai-nilai tersebut dipilih yang terkecil

16 50 Semakin besar nilai RPD menunjukkan bahwa model yang dibangun semakin akurat, semakin besar nilai r menunjukkan bahwa hubungan antara nilai duga dan nilai sebenarnya semakin kuat. Semakin kecil nilai SEC dan SEC menunjukkan bahwa penyimpangan nilai duga dari nilai sebenarnya semakin lebih kecil yang berarti nilai duga semakin akurat. Semakin kecil nilai selisih antara SEC dan SEP menunjukkan model yang dibangun semakin stabil. Hasil pemilihan model terbaik untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 11. Gambar 25 Hasil kalibrasi dan validasi model PLS terpilih

17 51 Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa hanya ada satu parameter yang memiliki nilai RPD lebih kecil dari 2.5 yaitu daya berkecambah dimana menurut Hasbullah et al. (2002) model yang akurat memiliki nilai RPD>2.5. Walaupun daya berkecambah memiliki nilai RPD dibawah 2.5 namun nilai koefisen korelasi r validasi masih cukup tinggi yaitu dengan nilai R 2 validasi sebesar yang berarti nilai prediksi NIR masih dapat menduga dengan tepat sebanyak 80.05% nilai daya berkecambah sebenarnya. Berdasarkan nilai RPD peringkat parameter yang akurat dilakukan pendugaannya dengan NIR beturut-turut adalah kadar air benih, kandungan asam lemak bebas, protein terlarut, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum dan terakhir daya berkecambah. Tabel 11 Hasil evalusai model JST dan PLS untuk masing-masing parameter Parameter Struktur Kalibrasi Validasi Model Spektra in h Out R SEC r SEP RPD Kadar Air PLS A Asam Lemak Bebas JST Adg Protein Terlarut JST Rdg Indeks Vigor JST Rdg Potensi Tumbuh Maks JST Rdg Daya Berkecambah JST RSNV * *) output : DB-IV-PTM Pengusangan benih pada suhu 45 o C dan RH >90% menyebabkan kadar air benih meningkat. Pada kondisi setimbang kadar air benih dipengaruhi kelembaban lingkungan. Semakin lama benih dipaparkan pada RH tinggi maka kada air benih semakin meningkat. Kadar air benih yang tidak diusangkan rata-rata % dan kadar air benih yang diusangkan selama 8 hari meningkat menjadi %. Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan asam lemak bebas dari mg/gr pada benih yang tidak diusangkan dan menjadi mg/gr pada benih yang diusangkan selama 8 hari. Peningkatan asam lemak bebas tersebut diduga karena adanya peningkatan kadar air benih yang mengakibatkan peningkatan aktifitas enzim hidrolitik. Pospolipid yang merupakan struktur membrane sel akan terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas menyebabkan peningkatan keasaman sel yang tidak sesuai bagi sel untuk melakukan metabolism secara normal. Lebih lanjut

18 52 akan menyebabkan kerusakan protein enzim dan menurunkan/ menghilangkan aktifitasnya (Copeland dan McDonald 1995). Selain itu benih yang memiliki kadar air tinggi (melebihi 14%) mengalami peningkatan enzim lipoxygenase yang dapat menimbulkan radikal bebas. Radikal bebas akan merusak pospolipid dari membrane sel. Kerusakan pospolipid tersebut meyebabkan hilangya integritas membrane sehingga terjadi kebocoran cairan sel. Kebocoran membran ini dapat meyebabkan kemuduran benih dan menurunkan vigor benih (Copeland dan McDonald 1995). Radikal bebas juga dapat merusak komponen lain selain lemak yaitu protein benih berupa protein enzim, protein cytokrome, protein kromosom (Copeland dan McDonald 1995). Kerusakan protein tersebut ditandai dengan menurunya kandungan protein terlarut dalam benih (Kapoor et al. 2011). Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kandungan protein terlarut dari mg/gbahan benih yang tidak diusangkan menjadi mg/gbahan pada benih yang diusangkan semala 8 hari. Kerusakan membran sel dan kerusakan protein dapat meyebabkan kemunduran benih yang ditandai dengan penurunan mutu fisiologis benih baik berupa vigor (indeks vigor) maupun viabilitasnya (potensi tumbuh maksimum dan daya berkecambah). Gambar 23 memperlihatkan bahwa benih yang tidak diusangkan memiliki vigor dan viabilitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan benih yang telah diusangkan selama 8 hari. Dampak dari benih yang mendapat cekaman pengusangan pertama sekali akan terlihat pada vigornya. Gambar 23 memperlihatkan bahwa penurunan kurva indeks vigor lebih curam dibandingkan dengan daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa vigor lebih cepat terkena dampak cekaman pengusangan dibandingkan dengan viabilitasnya. Benih yang memiliki vigor tinggi sudah pasti memiliki nilai viabilitas yang tinggi, namun benih yang memiliki viabilitas yang tinggi belum tentu memiliki vugor yang tinggi. Oleh karena itu benih yang terkena cekaman bisa jadi memiliki viabilitas yang masih tinggi namun benih tersebut sudah tidak vigor lagi. Dari uraian diatas secara umum perlakuan pegusangan meningkatkan kadar air benih, selanjutnya peningkatan kadar air menyebabkan kerusakan lemak

19 53 membran sel dan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas dan munculnya radikal bebas akan menyebabkan kerusakan protein sehingga menurunkan kandungan protein terlarut di dalam benih. Kerusakan membran dan kerusakan protein dapat menggangu proses metabolisme benih yang akhirnya menggagu proses perkecambahan benih dan berdampak pada penurunan vigor dan selanjutnya menurunkan viabilitas benih bahkan kematian benih. Urutan tingkat keakuratan pendugaan parameter (Tabel 11) menggunakan NIR mulai dari kadar air hingga daya berkecambah diduga berhubungan dengan faktor sebab akibat terjadinya kemunduran benih. Semakin jauh parameter dari penyebab awal kemunduran benih, maka keakuratan dalam pendugaan juga semakin rendah karena semakin banyak faktor-faktor yang terlibat yang mempengaruhi dan terlibat pada parameter tersebut. Kadar air memiliki RPD yang paling tinggi (9.6028) sementara daya bekecambah paling rendah (2.2359). Pada penelitian ini kadar air hanya dipengaruhi oleh satu faktor yaitu kelembaban lingkungan, sementara itu pada daya berkecambah dipengaruhi oleh banyak faktor selain yang telah disebutkan diatas juga dipengaruhi oleh faktor lain baik yang berhubungan dengan internal benih itu sendiri maupun faktor lingkungan pada saat pengecambahan benih. Secara umum gelombang NIR berpotensi untuk menduga viabilitas dalam hal ini daya berkecambah. Model terbaik untuk pendugaan daya berkecambah menggunakan NIR adalah JST dengan input berupa komponen utama dari spektra reflektan yang diberi praperlakuan SNV dan output terdiri dari 3 unit yaitu daya berkecambah, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum. Koefisien korelasi r validasi antara nilai duga NIR dengan pengukuran standard masih cukup tinggi yaitu dengan SEP % dan selisih antara SEC-SEP sebesar %.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Spektra NIR Buah Mangga Varietas Gedong Selama Penyimpanan Pengukuran spektra menggunakan perangkat NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 menghasilkan data pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Reflektan Near Infrared Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Perangkat NIRFlex Solids Petri N-500 yang digunakan dalam penelitian ini, menghasilkan data pengukuran berupa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

Deteksi Cepat Viabilitas Benih Padi Menggunakan Gelombang Near Infrared dan Model Jaringan Saraf Tiruan

Deteksi Cepat Viabilitas Benih Padi Menggunakan Gelombang Near Infrared dan Model Jaringan Saraf Tiruan FIRDAUS ET AL.: DETEKSI CEPAT VIABILITAS BENIH PADI Deteksi Cepat Viabilitas Benih Padi Menggunakan Gelombang Near Infrared dan Model Jaringan Saraf Tiruan Jonni Firdaus 1, Rokhani Hasbullah 2, Usman Ahmad

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kalibrasi NIR Spektra Kalibrasi NIR dapat dilakukan apabila telah terkumpul data uji minimal 60 sampel yang telah diubah menjadi spektrum. Pada penelitian ini telah terkumpul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Data Untuk Analisis Jaringan Syaraf Tahapan pertama sebelum merancang model jaringan syaraf tiruan adalah menyiapkan data. Secara garis besar tahapan-tahapan dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* 1)Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak Badan Meteorologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 23 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai pada bulan Februari-Juli 2011. Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Kromatografi dan Analisis Tumbuhan, Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2010, di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Suhu pada Respirasi Brokoli Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa brokoli mempunyai respirasi yang tinggi. Namun pada suhu yang rendah, hasil pengamatan menunjukkan

Lebih terperinci

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Andi Ihwan 1), Yudha Arman 1) dan Iis Solehati 1) 1) Prodi Fisika FMIPA UNTAN Abstrak Fluktuasi suhu udara berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION Eka Irawan1, M. Zarlis2, Erna Budhiarti Nababan3 Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dwi Marisa Midyanti Sistem Komputer Universitas Tanjungpura Pontianak Jl Prof.Dr.Hadari Nawawi, Pontianak

Lebih terperinci

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN Ika Nurani Dewi 1*, Drs. Sumarjan M.Si 2 Prodi Pendidikan Biologi IKIP Mataram 1* Dosen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

Prediksi Pergerakan Harga Harian Nilai Tukar Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Prediksi Pergerakan Harga Harian Nilai Tukar Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation 1 Prediksi Pergerakan Harga Harian Nilai Tukar Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Reza Subintara Teknik Informatika, Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh tingginya vigor awal yang merupakan hasil dari faktor

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 205 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 205 IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 68 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini membahas tentang program yang telah dianalisis dan dirancang atau realisasi program yang telah dibuat. Pada bab ini juga akan dilakukan pengujian program. 4.1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.18, No.4, Oktober 2015, hal 151-156 PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK Zaenal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Perangkat Lunak Dalam mengetahui perangkat lunak yang dibuat bisa sesuai dengan metode yang dipakai maka dilakukan pengujian terhadap masing-masing komponen perangkat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Seminar Nasional Informatika 0 ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian, Purwa Hasan Putra Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), kebutuhan kedelai nasional

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), kebutuhan kedelai nasional 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,6 juta ton

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN : POSITRON, Vol. V, No. (5), Hal. - 5 ISSN : -97 Prediksi Ketinggian Gelombang Laut Perairan Laut Jawa Bagian Barat Sebelah Utara Jakarta dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Prada Wellyantama

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM Ayu Trimulya 1, Syaifurrahman 2, Fatma Agus Setyaningsih 3 1,3 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab IV ini dibahas tentang rangkaian proses pengolahan data EKG. Bagian pertama dibahas proses pengambilan data EKG dan hasil ekstraksi fitur EKG

Lebih terperinci

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation 4.1. Pengumpulan data Data trafik jaringan yang diunduh dari http://www.cacti.mipa.uns.ac.id:90 dapat diklasifikasikan berdasar download rata-rata, download maksimum, download minimum, upload rata-rata,

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 17 BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 4.1 Desain. yang digunakan adalah jaringan recurrent tipe Elman dengan 2 lapisan tersembunyi. Masukan terdiri dari data : wind, SOI, SST dan OLR dan target adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Soybean Seed Deterioration Using Accelerated Aging Machine IPB 77-1 MM Compared to Natural Storage Syarifa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) melaporkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya meningkat 1,48

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1

OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1 OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1 Suroso 2 dan Gunawan Kiswoyo 3 ABSTRAK Keberhasilan proses penggilingan gabah dapat dilihat nilai efisiensi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Iklim Mikro di Dalam Rumah Tanaman Kondisi suhu udara di dalam rumah tanaman selama penelitian berlangsung disajikan pada Gambar 12. 40 36 Suhu ( o C) 32 28 24 20

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Gambar 3.1 menggambarkan desain penelitian peramalan volume penumpang kereta api di pulau Jawa-Sumatera dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DATA SPEKTROFOTOMETER DAN ANALISA DENGAN BACKPROPAGATION DAN ALGORITMA PCA

BAB 4 IMPLEMENTASI DATA SPEKTROFOTOMETER DAN ANALISA DENGAN BACKPROPAGATION DAN ALGORITMA PCA BAB 4 IMPLEMENTASI DATA SPEKTROFOTOMETER DAN ANALISA DENGAN BACKPROPAGATION DAN ALGORITMA PCA 4.1 Deteksi DD dengan Dengue Duo (NS1 Ag dan IgG/IgM) Data yang diperoleh merupakan hasil pemeriksaan Dengue

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SOFTSENSOR KADAR GAS BUANG PADA STACK HASIL KELUARAN HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR) DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN

PERANCANGAN SOFTSENSOR KADAR GAS BUANG PADA STACK HASIL KELUARAN HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR) DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN PERANCANGAN SOFTSENSOR KADAR GAS BUANG PADA STACK HASIL KELUARAN HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR) DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN Oleh : Hera Firdhausa Katili 2409100073 Dosen Pembimbing : Dr.

Lebih terperinci

Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat

Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat Andi Ihwan Prodi Fisika FMIPA Untan, Pontianak

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) MAKALAH SEMINAR UMUM ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) Disusun Oleh: MAHFUD NIM: 10/297477/PN/11918 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Prapto Yudhono, M.Sc. JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci