Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015"

Transkripsi

1 Formulasi Pangan Darurat Berbentuk Food Bars Berbasis Tepung Millet Putih (Panicum miliceum.l.) dan Tepung Kacang-kacangan dengan Penambahan Gliserol sebagai Humektan R. Baskara Katri Anandito 1, Edhi Nurhartadi 1, Siswanti 1, dan Vera Setya Nugrahini 2 1 Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No.36A Kentingan Surakarta Telp. (0271) anandito_ito@yahoo.com 2 Alumni Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK Tujuan penelitian ini memperoleh formula pangan darurat berbentuk food bars berbasis tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan. Bahan penyusun produk pangan darurat ini terdiri dari tepung millet putih instan, tepung kacang hijau, tepung kedelai, gula, margarin, dan susu full cream. Formulasi awal ditentukan menggunakan kesetimbangan massa. Food bars dibuat menggunakan teknologi Intermediate Moisture Food (IMF) dengan teknik pencelupan basah dilanjutkan dengan pengovenan pada suhu C selama 5 menit. Data Isotherm Sorpsi Lembab (ISL) formula awal menjadi dasar untuk menentukan air yang harus ditambahkan dalam formula. Untuk menjadikan food bars ini awet, maka diperlukan penambahan gliserol. Jumlah gliserol yang ditambahkan ditentukan dengan persamaan Grover. Sebagai produk pangan darurat, food bars secara sensoris harus bisa diterima oleh orang yang mengkonsumsinya sehingga perlu pengujian sifat sensoris untuk masing-masing formula sehingga didapatkan formula terpilih. Formula terpilih berdasarkan sifat sensoris adalah tepung millet putih instan 28 %; tepung kacang hijau %; tepung kedelai %; gula 4 %; margarine %; dan susu full cream %. Sedangkan komposisi kimia formula terpilih adalah kadar air (,17 %); abu (1,41 %); lemak (19,13 %); protein (13,35 %); karbohidrat (47,94 %); a w (aktivitas air) sebesar 0,87; dan total kalori per bar 227,19 kkal. Kata Kunci : pangan darurat, food bars, tepung millet putih, tepung kacang - kacangan ABSTRACT This study aimed to determine the formulation of food bars made from white millet flour and beans flour as an emergency food product. The ingredients of this product were instant white millet flour, mung bean flour, soybean flour, sugar, margarine, and full cream milk. The initial formulations was determined with mass balance of the ingredients. Intermediate moisture food (IMF) technology was used to produce food bars. Then the product was cooked in oven with C for 5 minutes. The moisture sorption isotherm of initial formulation was used to determine amount of water added into formulations. For food bars preservation, gliserol was added into formulations using Grover equations. The sensory evaluation was used to determine the consumers acceptance of each product formulations. The selected formula was obtained from formulation with the best consumer acceptance. The result showed that selected formula was 28 % instant white millet flour, % mung bean flour, % soybean flour, 4 % sugar, % margarine, and % full cream milk. The chemical compositions of selected formula were.17 % moisture content, 1.41 % ash, % fat, % protein, % carbohydrate, a w (water activity) 0.87, and total calori kkal/bar. Keywords : emergency food, food bars, white millet flour, beans flour PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan ancaman bencana alam dengan intensitas yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan posisi Indonesia terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Indo-Australia bagian selatan, Eurasia bagian utara dan lempeng Pasifik bagian timur. Selain itu, Indonesia juga berada pada Pasific Ring of Fire yang merupakan jalur A-222

2 rangkaian gunung api aktif di dunia yang setiap saat dapat meletus dan menghasilkan bencana alam. Pada kondisi pasca bencana, pangan merupakan kebutuhan utama korban bencana. Kondisi pasca bencana merupakan keadaan yang tidak normal, sehingga manusia tidak bisa hidup secara normal, termasuk untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pendirian dapur umum merupakan solusi untuk mengatasi hal tersebut, tetapi dalam kondisi tertentu dapur umum tidak bisa didirikan. Oleh karena itu, dibutuhkan desain pangan khusus untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu produk pangan darurat. Bermacam-macam bentuk produk pangan darurat sudah diperkenalkan. Badan Litbang Pertanian (2011), memperkenalkan sup instan sebagai pangan darurat. Cookies berbahan dasar tepung kacang hijau sangrai juga merupakan alternatif pangan darurat (Sitanggang, 2010). Sedangkan dalam penelitiannya, Refdi (2010), mengembangkan biskuit bebasis bahan lokal (tepung beras, tepung mocaf, tepung sagu, dan tepung pisang) sebagai pangan darurat. Pangan semi basah atau Intermediate Moisture Food (IMF) merupakan salah satu bentuk pangan darurat yang potensial untuk dikembangkan. Dalam keadaan bencana tertentu, ketersediaan air bersih menjadi masalah sehingga perlu desain pangan darurat yang tidak membutuhkan air dalam penyajiannya, mudah ditelan, serta tidak menimbulkan rasa haus jika dikonsumsi. Penelitian tentang IMF sebagai pangan darurat telah banyak dilakukan. Setyaningtyas (2008), telah melakukan penelitian penelitian IMF berbahan dasar tepung ubi jalar sebagai pangan darurat. Selain itu, penelitian yang lain telah menyatakan bahwa dodol yang termasuk IMF, juga dapat dikembangkan menjadi produk pangan darurat (Lasnita, 2009). Kadar air pangan semi basah antara % dan aktivitas air (a w ) antara 0,65 0,90. Produk pangan semi basah memiliki karakteristik mudah ditelan, langsung dapat dikonsumsi, dan memiliki umur simpan yang lama. Menurut Karel (1976), terdapat tiga macam teknik produksi pangan semi basah, yaitu pencelupan basah (moist infution), pencelupan kering (dry infution), dan campuran (blending). Pada teknik pencelupan basah, bahan yang digunakan adalah bahan kering. Proses pembasahan dilakukan dengan menambahkan air hingga a w yang dikehendaki. Pada penelitian ini, jenis IMF yang akan dikembangkan adalah food bars dan dibuat dengan teknik pencelupan basah dilanjutkan dengan pengovenan. Penelitian mengenai potensi food bars sebagai pangan darurat telah dilakukan oleh Fajri (2012), yaitu food bars berbahan dasar labu kuning dengan penambahan tepung kedelai dan tepung kacang hijau. Pangan darurat berbentuk food bars dibuat dengan bahan dasar tepung millet putih, tepung kacang hijau, dan tepung kedelai. Penelitian tentang pemanfaatan millet sebagai pangan sudah banyak dilakukan. Rachmawanti, dkk (2010), telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan millet kuning sebagai substitusi tepung terigu dalam pembuatan mi kering. Millet kuning juga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan makanan pendamping ASI (Anandito, dkk., 2010; Pramesta, dkk., 2012; Husna, dkk., 2012; Arifianti, dkk., 2012; dan Ardhiandito, dkk., 2013) Pangan darurat berbentuk food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang merah merupakan produk pangan semi basah yang rentan terhadap kerusakan selama penyimpanan karena aktivitas airnya tinggi. Untuk memperpanjang umur simpan produk tersebut, diperlukan humektan. Humektan dapat menurunkan a w sehingga produk menjadi lebih awet. Gliserol dan sorbitol merupakan jenis humektan yang umum dipakai dalam pangan semi basah. Tujuan penelitian ini memperoleh formula pangan darurat berbentuk food bars berbasis tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah millet putih (Panicum miliceum L), kacang hijau (Phaseolus radiates L.) dan kedelai (Glycine max) yang diperoleh dari pasar lokal di Surakarta. Gliserol sebagai humektan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki spesifikasi food grade. Selain itu, digunakan juga bahan-bahan untuk analisa lemak dan protein. B. Pembuatan Tepung Millet Putih Instan Millet putih dihilangkan kulit arinya kemudian dilakukan pengecilan ukuran terhadap endospermnya. Setelah itu, dilakukan pengayakan 80 mesh sehingga didapatkan tepung millet putih. Selanjutnya, tepung millet putih kemudian ditambah air dengan perbandingan tepung millet A-223

3 putih dan air adalah 1 : 2. Campuran tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan drum dryer (115 0 C; 2 rpm) dan dihasilkan tepung millet putih instan. C. Pembuatan Tepung Kacang Hijau Instan Biji kacang hijau kering, direndam selama 4 jam kemudian dibuang kulitnya yang berwarna hijau. Selanjutnya, biji kacang hijau kupas yang telah direndam kemudian dikukus hingga pecah. Biji kacang hijau kupas yang telah dikukus kemudian dikeringkan dengan cabinet dryer, setelah itu dilakukan pengecilan ukuran, kemudian diayak 80 mesh dan dihasilkan tepung kacang hijau instan. D. Pembuatan Tepung Kedelai Biji kedelai dioven selama 2-3 jam dengan suhu o C. Setelah proses pengovenan, kulit biji kedelai kemudian dipisahkan. Biji kedelai yang telah bersih dari kulitnya kemudian digiling dan diayak menggunakan ayakan ukuran 60 mesh. E. Penentuan Formula Awal Food Bars Formula awal produk ditentukan berdasarkan persyaratan nutrisi pangan darurat yaitu mengandung kalori minimal 233 kkal/bar. Nilai ini berdasarkan asumsi bahwa satu bar sama dengan 50 gram. Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi adalah masing-masing tepung millet sebagai sumber karbohidrat, tepung kacang hujau dan tepung kedelai sebagai sumber protein, susu bubuk fullcream sebagai sumber protein dan lemak serta menambah cita rasa, dan margarin sebagai sumber lemak. Penambahan gula dilakukan untuk memperoleh rasa manis sesuai target rasa produk. Penentuan formula awal produk ini menggunakan prinsip kesetimbangan massa. Data komposisi bahan diperoleh dari analisa komposisi kimia bahan serta daftar komposisi bahan makanan (DKBM). F. Penentuan Kurva Isotherm Sorpsi Lembab (ISL) Kurva ISL digunakan untuk menentukan jumlah air yang akan ditambahakan pada formula awal produk. Pembuatan kurva ISL menggunakan metode termogravimetri statis (Labuza, 1984). Untuk keperluan ini digunakan larutan garam jenuh dengan RH berbeda-beda. Larutan garam jenuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah MgCl 2, K 2 CO 3, NaNO 2, NaCl dan KCl. G. Penentuan Formula Food bars Formulasi produk IMF dilakukan dengan pengaturan kadar air formula awal dan penggunaan humektan. Metode produksi yang digunakan adalah moist infution yaitu bahan-bahan seperti pada formulasi awal ditambah air sampai tidak menyebabkan rasa haus dan mudah ditelan. Besarnya jumlah air yang ditambahkan dapat diketahui dari persamaan isotherm sorpsi lembab formulasi awal. Berdasarkan kurva isotherm sorpsi lembab formula awal dapat diketahui nilai perkiraan kadar air pada a w tertentu. Selisih antara nilai kadar air pada a w tertentu berdasarkan kurva ISL dengan kadar air awal menunjukkan jumlah air yang akan ditambahkan pada formula. Bahan yang telah dicampur air kemudian ditambah humektan untuk menurunkan nilai a w menjadi Humektan yang digunakan adalah gliserol Penentuan jumlah humektan yang ditambahkan menggunakan persamaan Grover. a w = 1,04 0,1 (E 0 ) + 0,0045 (E 0 ) 2 E 0 = E i / m i E i adalah konstanta Grover untuk bahan penyusun (protein = 1,3; karbohidrat = 0,8; lemak = 0; gula = 1) dan m i adalah kadar air dalam gram air per gram bahan. Nilai E i pada gliserol sebesar 4,0. Hasil perhitungan jumlah humektan yang diperoleh dengan persamaan Grover diaplikasikan pada proses produksi IMF. Batas pemakaian gliserol adalah sampai tidak menimbulkan aftertaste pahit. H. Pembuatan Food Bars Pembuatan food bars mengacu pada formula produk yang telah ditentukan sebelumnya. Formula awal food bars kemudian ditambah air dan gliserol. Ssetelah itu, dilakukan pencampuran. Adonan yang terbentuk kemudian dicetak (50 gram/bar) dan dioven C selama 5 menit. Selanjutnya, produk kemudian dikemas dalam kemasan aluminium foil. Produk food bars yang dihasilkan selanjutnya dilakukan analisa sifat sensoris (Setyaningsih, dkk., 2010), untuk mengetahui penerimaaan terhadap produk tersebut. Dari uji sifat sensoris tersebut didapatkan A-224

4 formula terpilih. Selanjutnya formula terpilih tersebut dilakukan karakterisasi meliputi analisa proksimat (AOAC, 1995), meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Selain itu, dilakukan juga analisa a w (Apriyantono, dkk., 1989), dan nilai kalori (bomb calorimeter). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Formula Awal Food Bars Formula awal produk ditentukan berdasarkan persyaratan nutrisi pangan darurat yaitu mengandung kalori minimal 233 kkal/bar. Nilai ini berdasarkan asumsi bahwa satu bar sama dengan 50 gram. Formula awal food bars ditentukan dengan menggunakan prinsip kesetimbangan massa. Dalam prinsip kesetimbangan massa, setiap bahan yang masuk (input) harus memiliki jumlah yang setara dengan bahan yang keluar atau dihasilkan (output). Nilai kalori total didapatkan dari jumlah makronutrien bahan yang digunakan dikalikan dengan nilai kalori masing-masing. Protein memiliki nilai energi sebesar 4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat mengandung energi sebesar 4 kkal/gram. Tabel 1 menunjukkan kandungan makronutrien bahanbahan penyusun formula food bars. Tabel 1. Kandungan Makronutrien Bahan-bahan Penyusun Food Bars Bahan Makronutrien (gr/100 gr berat solid) Karbohidrat Lemak Protein Tepung millet instan a 83,27 2,26 8,23 Tepung kacang hijau a 64,01 1,75,78 Tepung kedelai b 35,9 20,36 31,32 Margarin c 0,4 81 0,6 Gula halus c Susu full cream d Keterangan : a = berdasarkan analisa proksimat b = berdasarkan penelitian (Fajri, 2012) c = berdasarkan data DKBM (Prawiranegara, 1989) d = berdasarkan label pada kemasan Formula awal food bars ditunjukkan pada Tabel 2. Ketiga formula memiliki perbedaan komposisi pada bahan utama, yaitu tepung millet putih instan, tepung kacang hijau, dan tepung kedelai. Berat produk pangan darurat yang direkomendasikan untuk memberikan total kalori 2100 kkal adalah 450 gram. Jumlah ini setara dengan 9 bar, dengan tiap barnya mengandung 233 kkal (Zoumas, et.al, 2002) Tabel 2. Formula Awal Food Bars Formula Bahan Jumlah (%) F1 Tepung Millet Putih Instan Tepung Kacang Hijau Tepung Kedelai Gula Margarin Susu Fullcream 28 4 F2 Tepung Millet Putih Instan Tepung Kacang Hijau Tepung Kedelai Gula Margarin Susu Fullcream A-225

5 F3 Tepung Millet Putih Instan Tepung Kacang Hijau Tepung Kedelai Gula Margarin Susu Fullcream Prediksi kecukupan gizi formula awal food bars ditunjukkan pada Tabel 3. Dari tabel tersebut, diketahui bahwa prediksi kalori food bars pada formulasi 1, 2 dan 3 adalah 234,848; 233,225 dan 235,864 kkal/bar. Nilai tersebut memenuhi desain pangan darurat sehingga ketiga formulasi tersebut dapat memenuhi total kalori kebutuhan manusia. Tabel 3. Prediksi Kecukupan Gizi Formula Awal Kandungan nutrisi 28 4 Sumbangan Kalori F1 F2 F3 Karbohidrat (kkal) 99,707 98,760 98,342 Protein (kkal) 31,714 32,295 32,398 Lemak (kkal) 103, , ,124 Total Kalori (kkal) 234, , ,864 B. Kurva ISL Formula Awal Kurva isotherm sorpsi lembab untuk masing-masing formula food bars ditunjukkan pada Gambar 1. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa ketiga kurva ISL pada food bars berbahan baku tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan membentuk kurva seperti huruf S (Sigmoid). Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Labuza (1984), yaitu bahwa bahan makanan serealia dan makanan kering mempunyai kurva ISL berbentuk sigmoid. Pada kurva bentuk sigmoid terdapat dua lengkungan, yaitu lengkungan pertama pada a w sekitar 0,2-0,4 dan lengkungan kedua pada a w 0,6-0,7. Dua lengkungan pada kurva ini mengindikasikan adanya perubahan sifat fisika-kimia pengikatan air oleh bahan. Lengkungan pertama menunjukkan batas air terikat primer dan terikat sekunder, serta lengkungan kedua menunjukkan batas air terikat sekunder. Gambar 1. Kurva Isotherm Sorpsi Lembab Formula Awal Food Bars (a). Formula 1; (b). Formula 2; dan (c). Formula 3 Kurva ISL dapat menunjukkan fraksi yang terkandung dalam bahan makanan. Terdapat tiga fraksi yaitu air terikat primer, sekunder dan tersier. Ketiga fraksi tersebut menunjukkan ketahanan bahan pangan dari kerusakan bahan pangan akibat mikroorganisme. Air terikat primer atau air terikat lapis tunggal terletak pada a w di bawah 0,25, air terikat sekunder terletak antara a w 0,25-0,75 dan air terikat sekunder terletak pada a w di atas 0,75. Data hubungan kadar air (M) dengan nilai a w dari kurva ISL yang telah diperoleh kemudian diubah dalam persamaan matematis model GAB (Guggenheim Anderson de Boer). Persamaan GAB tersebut adalah: A-226

6 Dengan m adalah kadar air, mo adalah kadar air monolayer, a w adalah aktivitas air, C dan k adalah konstanta persamaan GAB (Labuza, 1984). Nilai C, k, dan mo persamaan GAB untuk kurva ISL masing-masing formula ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai C, k, dan mo dari Persamaan GAB F1 F2 F3 k 0,9 0,9 0,9 C 35,74 49, mo 4,46 4,48 4,56 C. Penentuan Jumlah Air yang Ditambahkan Pembuatan IMF dilakukan dengan teknik pembuatan IMF metode moist infution, yaitu campuran bahan-bahan kering yang kemudian dikontrol proses pembasahannya. Proses pembasahannya dilakukan dengan menambahkan air pada bahan-bahan kering dan campurannya (Robson, 1976). Untuk menentukan besarnya jumlah air yang akan ditambahkan dapat diketahui dari ISL formula awal food bars. Berdasarkan kurva ISL formula awal dapat diketahui nilai perkiraan kadar air pada a w tertentu. Selisih antara nilai kadar air pada a w tertentu berdasarkan kurva ISL dengan kadar air awal menunjukkan besarnya jumlah air yang ditambahkan pada formula. Penambahan air pada setiap formula mengacu pada kurva ISL setiap formulanya yaitu F1, F2 dan F3. Penambahan air diperkirakan sampai mencapai a w produk pada kisaran 0,8-0,9. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pada a w 0,8-0,9 kadar air produk cukup tinggi sehingga produk yang dihasilkan nantinya tidak menyebabkan haus dan mudah untuk ditelan. Dari perhitungan yang dilakukan didapatkan kadar air dengan a w 0,9 pada formulasi 1,2 dan 3 secara berturut-turut sebesar 23,65%; 23,70%; dan 24,02% sehingga didapatkan hasil penambahan air pada masing-masing formula sebesar 7,51 g/bar; 7,29 g/bar dan 7,70 g/bar. Namun berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan penambahan air sejumlah tersebut dihasilkan produk food bars yang tidak menyatu dengan baik, mudah rapuh dan susah ditelan, sehingga dilakukan penambahan air yang tidak mengacu pada ISL. Penambahan air dilakukan sedikit demi sedikit sampai diperoleh tekstur produk yang kompak, menyatu, dan mudah dicetak. Hasil menunjukkan bahwa jumlah air yang harus ditambahkan untuk memenuhi kriteria tersebut adalah sebesar 17 g/bar. Sehingga diperoleh foodbars yang mudah menyatu ketika dicampurkan dan tidak menyebabkan foodbars terlalu keras serta mudah ditelan. D. Penentuan Jumlah Gliserol yang Ditambahkan Setelah menentukan besarnya jumlah air yang ditambahkan pada food bars, langkah selanjutnya adalah menentukan banyaknya gliserol yang akan ditambahkan. Tujuan dari penambahan gliserol pada food bars ini adalah untuk menurunkan a w sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang. Gliserol ditambahkan hingga pada kisaran a w produk IMF tetapi kadar air produk tetap terjaga sehingga menghasilkan produk yang masih tetap basah. Bahan yang telah dicampur dengan air kemudian ditambahkan dengan gliserol dengan konsentrasi tertentu. Gliserol yang digunakan adalah jenis gliserol food grade. Gliserol merupakan humektan yang termasuk golongan poliol. Poliol baik dipakai sebagai humektan, karena berat molekulnya relatif kecil, mempunyai daya serap yang besar terhadap air dan kebanyakan berbentuk cairan. Bell dan Labuza (2000), menggunakan persamaan Grover untuk memprediksi a w daging yang ditambahkan dengan glikol sebagai humektan dan memprediksi jumlah humektan yang digunakan untuk menurunkan a w daging tersebut. Untuk memperkirakan a w dengan persamaan Grover membutuhkan data kadar makronutrien, yaitu kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat, masing-masing formula. Data komposisi makronutrien pada masing-masing formula ditunjukkan pada Tabel 5. A-227

7 Tabel 5. Komposisi Makronutrien Masing-masing Formula Komponen F1 F2 F3 Lemak (%) 11,49 11,23 11,68 Protein (%) 7,93 8,07 8,10 Karbohidrat (%) 24,92 24,69 24,59 Pemakaian gliserol dimulai dari konsentrasi 5%, 10 % dan 15% dengan melihat nilai a w yang dihasilkan dan aftertaste pahitnya. Prediksi nilai a w pada penambahan gliserol dari setiap formulanya dengan persamaan Grover ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Prediksi a w Formula Food Bars Menggunakan Persamaan Grover Formula a w Gliserol 5 % Gliserol 10 % Gliserol 15 % F1 0,89 0,86 0,82 F2 0,89 0,86 0,83 F3 0,89 0,86 0,82 Berdasarkan Tabel 6, penambahan gliserol 10% mampu menurunkan a w hingga di bawah 0,9. Pada setiap penambahan gliserol dilakukan evaluasi rasa terhadap produk untuk mengetahui adanya aftertaste pahit. Pada saat ditambahkan 5% gliserol rasa dari food bars belum menimbulkan aftertaste pahit kemudian dilanjutkan hingga ke konsentrasi 10% dan rasa masih normal belum menimbulkan aftertaste pahit. Pada penambahan gliserol 15 %, mulai timbul aftertaste pahit, oleh karena itu dipilih penggunaan gliserol dengan konsentrasi 10% yang mampu menjadikan a w pada produk berada di bawah 0,9. E. Sifat Sensoris Food Bars Hasil pengujian sifat sensoris dari formula food bars ditunjukkan pada Tabel 7. Pengujian sifat sensoris meliputi atribut mutu warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Tabel 7. Sifat Sensoris Formula Food Bars Formula Parameter Warna Aroma Rasa Tekstur Overall F1 2,60 a 2,64 a 2,28 a 3,12 a 2,60 a F2 3,40 b 3, b 2,92 b 3,08 a 3,08 b F3 2,96 ab 3, b 3,20 c 3,44 b 3,48 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α = 5% Variasi penggunaan tepung millet putih instan, tepung kacang hijau, dan tepung kedelai memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall produk pangan darurat berbentuk food bars. Untuk aroma, rasa, tekstur, dan overall, formula yang paling disukai adalah formula 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa formula terpilih berdasarkan sifat sensoris adalah formula 3. F. Kandungan Gizi Formula Food Bars Terpilih Kandungan gizi food bars formula terpilih berdasarkan sifat sensoris ditunjukkan pada Tabel 8. Kadar air food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan sebesar,17 %. Hasil kadar air tersebut sudah sesuai dengan standar Institute of Medicine (IOM) untuk food bars. Produk IMF umumnya memiliki nilai a w antara 0,65-0,85 dan mempunyai kadar air 15 30% (Robson, 1976). Pangan darurat berbentuk food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan ini sudah sesuai standar kelayakan food bars dan komposisi yang tepat. A-228

8 Tabel 8. Kandungan Gizi Food Bars Formula Terpilih Komponen Jumlah/bar Sumbangan Kalori Makronutrien (%) Air (% wb),17 - Abu (% wb) 1,41 - Lemak (%) 19,13 37,89 Protein (%) 13,35 11,75 Karbohidrat (%) 47,94 42,20 Kalori (kkal) 227,19 - a w 0,87 - Kadar abu pada formula terpilih sebesar 1,41 %. Nilai kadar abu untuk food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang merah ini tidak sesuai dengan persyaratan ini gizi pangan darurat. Setyaningtyas (2008), menjelaskan bahwa kadar abu untuk pangan darurat berbahan dasar tepung-tepungan adalah berkisar antara 2-3 %. Berdasarkan Tabel 8, kadar lemak formula terpilih sebesar 19,13 %. Jumlah lemak dalam formula terpilih ini menyumbang kalori sebesar 37,89 % dari total kalori per bar. Hal ini sesuai dengan syarat pangan darurat. Zoumas, et. al (2002), menyatakan bahwa kadar lemak pada pangan darurat harus memiliki 35-45% dari total kalori. Kadar protein sebesar 13,35 % dan menyumbang kalori sebesar 11,75 % dari total kalori per bar. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan standar pangan darurat dari Zoumas, et. al. (2002) sebesar 10-15% dari total kalori. Kadar karbohidrat sebesar 47,94 % dan memberi sumbangan kalori sebesar 42,2 % dari total kalori per bar. Zoumas, et.al. (2002) mengemukakan bahwa kandungan karbohidrat dari pangan darurat minimal harus sebesar % dari total kalori, sehingga formula terpilih ini sudah sesuai dengan syarat pangan darurat. Aktivitas air (a w ) formula terpilih sebesar 0,87. Aktivitas air formula terpilih sudah sesuai dengan kisaran a w untuk IMF, yaitu 0,6-0,9 (Soekarto, 1979). Target kalori food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang merah adalah 233 kkal/bar (Zoumas, et.al., 2002). Nilai kalori food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan adalah sebesar 227,19 kkal/bar. Hasil tersebut belum memenuhi standar untuk nilai kalori sebagai pangan darurat, karena belum mencapai nilai kalori 233 kkal/bar, namun dapat memenuhi kebutuhan kalori per hari dengan 3 kali konsumsi perhari sebanyak 3-4 bar per konsumsi. KESIMPULAN Formula terpilih berdasarkan sifat sensoris adalah tepung millet putih instan 28 %; tepung kacang hijau %; tepung kedelai %; gula 4 %; margarine %; dan susu full cream %. Sedangkan komposisi kimia formula terpilih adalah kadar air (,17 %); abu (1,41 %); lemak (19,13 %); protein (13,35 %); karbohidrat (47,94 %); a w (aktivitas air) sebesar 0,87; dan total kalori per bar 227,19 kkal. DAFTAR PUSTAKA Anandito,R. B. K, Dian Rachmawanti, dan Esti Widowati Bubur Bayi Kaya Nutrisi Alami Berbahan Baku Tepung Millet Kuning dan Tepung Daun Kelor, Laporan Penelitian DIPA BLU, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. AOAC Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemists, Washinton DC. Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati, dan Budiyanto Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Ardianditto, D., R. Baskara Katri Anandito, Nur Her Riyadi Parnanto, dan Dian Rachmawanti Kajian Karakteristik Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet dan Tepung Beras Merah dengan Flavor Alami Pisang Ambon sebagai Makanan Pendamping ASI, Jurnal Teknosain Pangan vol.2 no.1. A-229

9 Arifianti, A., R. Baskara Katri Anandito, Dian Rachmawanti, dan Nur Her Riyadi Parnanto Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Baku Tepung Millet dan Tepung Beras Hitam dengan Flavor Alami Pisang Ambon, Jurnal Teknosain Pangan vol. 1 no. 1. Bell, L. N. dan T. P. Labuza Moisture Sorption: Practical Aspect of Isoterm Measurement and Use. American Association Cereal Chemist, Minnesota, USA. Fajri, Roifah Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Food Bars Labu Kuning dengan Penambahan Tepung Kedelai dan Tepung Kacang Hijau sebagai Alternatif Pangan Darurat, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Husna, E. A, Dian Rachmawanti, Kawiji, dan R. Baskara Katri Anandito Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet dan Tepung Kacang Hijau dengan Flavor Alami Pisang Ambon, Jurnal Teknosain Pangan vol. 1 no. 1. Karel, M Technology and Application of New Intermediate Moisture Foods. Di dalam R. Davies, G.G. Birch, and K.J. Parker. (eds.), Intermediate Moisture Foods. Applied Science Publisher LTD., London. Labuza, T.P Moisture Sorption: Practical Asepticts of Isotherm Measurement and Use. American Association of Cereal Chemists, St Paul, Minnesota. Lasnita, Prita Dewi Pengembangan Pangan Darurat Berbentuk Pangan Semi basah, Skripsi, IPB. Balitbang Pertanian Potensi Sup Instan sebagai Alternatif Pangan Darurat, Agroinovasi no tahun XLII. Pramesta, L.D., Dian Rachmawanti, Kawiji, dan R. Baskara Katri Anandito Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet dan Tepung Kacang Merah dengan Flavor Alami Pisang Ambon, Jurnal Teknosain Pangan vol. 1 no. 1. Prawiranegara Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Jenderal Departemen Kesehatan RI. Penerbit Bhratara, Jakarta. Refdi, C.W Formulasi dan Pembuatan Biskuit Berbasis Bahan Pangan Lokal sebagai Alternatif Pangan Darurat. Skripsi, Universitas Andalas. Robson J. N Some Introductory Thoughts on Intermediate Moisture Foods.Di dalam Davies R, G. G Birch, dan K. J. Parker (eds). Intermediate Moisture Food. Applied Science Publisher LTD, London. Rachmawati, D; R. B. K. Anandito; dan Lia Umi K Pemenfaatan Millet Kuning sebagai Subtitusi Pembuatan mie Kering, Laporan Penelitian Pemula, Diknas Jateng. Setyaningtyas, A.G Formulasi Produk Pangan Darurat Berbasis Tepung Ubi Jalar, Tepung Pisang, dan Tepung kacang Hijau Menggunakan Teknologi Intermediate Moisture Food, Skripsi, IPB. Setyaningsih, Dwi., Anton Ariyantono, Maya Puspita S Analisis Sensori. IPB Press, Bogor. Sitanggang, A. B Pembuatan Cookies sebagai Produk Alternatif Pangan Darurat dan Pemodelan Umur Simpannya Menggunakan Persamaan Arrhenius. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan vol. 8 no. 2. Soekarto S. T Air Ikatan, Penetapan Kuantitatif dan Penerapannya pada Stabilitas Pangan dan Disain Pangan Semi Basah. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fatemeta IPB, Bogor. Zoumas, B.L., L.E. Armstrong, J.R. Backstrand., W.L. Chenoweth., P. Chinachoti, B. P. Klein, H. W. Lane. K. S. Marsh., M Tolvanen. High- Energy, Nutrien-Dense Emergency Relief Food Product. Food and Nutrition Board : Intitute of Medicine. National Academy Press, Washington DC. A-230

FORMULASI PANGAN DARURAT BERBENTUK FOOD BARS BERBASIS TEPUNG MILLET PUTIH (Panicum milliaceum L.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.

FORMULASI PANGAN DARURAT BERBENTUK FOOD BARS BERBASIS TEPUNG MILLET PUTIH (Panicum milliaceum L.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L. FORMULASI PANGAN DARURAT BERBENTUK FOOD BARS BERBASIS TEPUNG MILLET PUTIH (Panicum milliaceum L.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.) Panicum milliaceum Phaseolus vulgaris L) Raden Baskara

Lebih terperinci

SENSORY EVALUATION AND CHEMICAL CHARACTERISTICS OF INSTANT PORRIDGE MADE FROM WHITE MILLET FLOUR AND RED BEANS FLOUR

SENSORY EVALUATION AND CHEMICAL CHARACTERISTICS OF INSTANT PORRIDGE MADE FROM WHITE MILLET FLOUR AND RED BEANS FLOUR KAJIAN KARAKTERISTIK SENSORIS DAN KIMIA BUBUR INSTAN BERBASIS TEPUNG MILLET PUTIH (Panicum miliceum L.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.) SENSORY EVALUATION AND CHEMICAL CHARACTERISTICS OF

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott) SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott) SUBSTITUTION OF GREEN BEAN FLOUR (Phaseolus radiathus L) IN MAKING KIMPUL BISCUIT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. umumnya berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan

I PENDAHULUAN. umumnya berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan 1 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6), dan (1.7)

Lebih terperinci

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 2014 Wilayah Indonesia Rawan Bencana Letak geografis Wilayah Indonesia Pertemuan 3 lempengan

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH

PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH PENENTUAN KADAR AIR LAPIS TUNGGAL MENGGUNAKAN PERSAMAAN BRUNAUER-EMMETT-TELLER (BET) DAN GUGGENHAIM-ANDERSON-deBOER (GAB) PADA BUBUK TEH Hatmiyarni Tri Handayani 1, Purnama Darmadji 2 1 Email: hatmiyarnitri@gmail.com

Lebih terperinci

Formulasi Daging Analog Berbentuk Bakso Berbahan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) dan Kacang Kedelai (Glycine max)

Formulasi Daging Analog Berbentuk Bakso Berbahan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) dan Kacang Kedelai (Glycine max) Formulasi Daging Analog Berbentuk Bakso Berbahan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) dan Kacang Kedelai (Glycine max) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

PENAMBAHAN SORBITOL PADA JENANG DODOL : KARAKTERISTIK SENSORIS DAN PERUBAHAN KUALITAS SELAMA PENYIMPANAN

PENAMBAHAN SORBITOL PADA JENANG DODOL : KARAKTERISTIK SENSORIS DAN PERUBAHAN KUALITAS SELAMA PENYIMPANAN PENAMBAHAN SORBITOL PADA JENANG DODOL : KARAKTERISTIK SENSORIS DAN PERUBAHAN KUALITAS SELAMA PENYIMPANAN SORBITOL ADDITION ON JENANG DODOL : SENSORY CHARACTERISTIC AND QUALITY CHANGES DURING STORAGE Windi

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi dan Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret FORMULASI DAN KARAKTERISASI SNACK BAR BERBASIS TEPUNG BERAS HITAM (Oryza sativa L.) DAN TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseoulus radiatus L.) SEBAGAI ALTERNATIF CAMILAN SEHAT SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG DAN PURE PISANG NANGKA PADA PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG SEBAGAI PANGAN DARURAT

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG DAN PURE PISANG NANGKA PADA PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG SEBAGAI PANGAN DARURAT Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG DAN PURE PISANG NANGKA PADA PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG SEBAGAI PANGAN DARURAT 1 Rohmah Luthfiyanti,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) i KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) SKRIPSI Oleh: JULIARDO ESTEFAN PURBA 120305048/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Labortorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG 1 Taufik Rahman, 2 Rohmah Luthfiyanti, dan 3 Riyanti Ekafitri 1,2,3 Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG LABU KUNING SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING ASI

FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG LABU KUNING SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING ASI FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG LABU KUNING SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING ASI (Formulations of Instant Baby Porridge with Tempeh Flour and Pumpkin Flour Substitution

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa tahap persiapan bahan baku untuk proses pembuatan produk dan juga analisis proksimat bahan baku utama

Lebih terperinci

FORMULASI PRODUK PANGAN DARURAT BERBASIS TEPUNG UBI JALAR, TEPUNG PISANG, DAN TEPUNG KACANG HIJAU MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INTERMEDIATE MOISTURE FOODS

FORMULASI PRODUK PANGAN DARURAT BERBASIS TEPUNG UBI JALAR, TEPUNG PISANG, DAN TEPUNG KACANG HIJAU MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INTERMEDIATE MOISTURE FOODS SKRIPSI FORMULASI PRODUK PANGAN DARURAT BERBASIS TEPUNG UBI JALAR, TEPUNG PISANG, DAN TEPUNG KACANG HIJAU MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INTERMEDIATE MOISTURE FOODS (IMF) Oleh : ANGGRAENI GIGIH SETYANINGTYAS F24104020

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

INOVASI PRODUK PANGAN DARURAT: SOLUSI PERMASALAHAN PANGAN BANGSA BIDANG KEGIATAN: PKM-GT. Diusulkan Oleh :

INOVASI PRODUK PANGAN DARURAT: SOLUSI PERMASALAHAN PANGAN BANGSA BIDANG KEGIATAN: PKM-GT. Diusulkan Oleh : INOVASI PRODUK PANGAN DARURAT: SOLUSI PERMASALAHAN PANGAN BANGSA BIDANG KEGIATAN: PKM-GT Diusulkan Oleh : Ferawati F24051044 2005 Fahmi Nasrullah F24051949 2005 Mutiara Utami F24050112 2005 INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Avaliable online at Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012

Avaliable online at  Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012 Avaliable online at www.ilmupangan.fp.uns.ac.id Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012 KARAKTERISASI BUBUR BAYI INSTAN BERBAHAN DASAR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN RATIO INFLUENCE OF LABLAB FLOUR WITH WHEAT FLOUR AND EGG WHITE USE OF THE CHARACTERISTICS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG PEMANFAATAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crauts) DAN KEDELAI (Glycine max) UNTUK MENINGKATKAN KANDUNGAN GIZI DARI KWETIAU KERING THE USE OF CASSAVA LEAF (Manihot esculenta Crauts) AND SOYBEAN (Glycine

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 524-530 Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING PADA TEPUNG TERIGU DAN KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN DONAT

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING PADA TEPUNG TERIGU DAN KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN DONAT PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING PADA TEPUNG TERIGU DAN KONSENTRASI RAGI PADA PEMBUATAN DONAT (The effect of Substitution of Pumpkin Flour on Wheat Flour and Concentration of Yeast on Doughnut) Meskayani

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

COOKIES DIET APRANATA SEMARANG SKRIPSI. Oleh :

COOKIES DIET APRANATA SEMARANG SKRIPSI. Oleh : APLIKASI TEPUNG BERAS MERAH PADA PRODUK COOKIES SEBAGAI CAMILAN KAYAA SERAT UNTUK DIET APPLICATION OF RED RICE FLOUR FOR COOKIES AS A HIGHH FIBER SNACK FOR DIET SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagaian

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PANGAN SEMI BASAH BERBASIS DAGING SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT. Oleh CHRISTINE F

SKRIPSI PENGEMBANGAN PANGAN SEMI BASAH BERBASIS DAGING SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT. Oleh CHRISTINE F SKRIPSI PENGEMBANGAN PANGAN SEMI BASAH BERBASIS DAGING SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT Oleh CHRISTINE F24104042 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Christine. F24104042.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BUBUR BUAH LABU KUNING KUKUS SEBAGAI FAT REPLACER TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK REDUCED FAT COOKIES JAGUNG

PENGARUH PENGGUNAAN BUBUR BUAH LABU KUNING KUKUS SEBAGAI FAT REPLACER TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK REDUCED FAT COOKIES JAGUNG PENGARUH PENGGUNAAN BUBUR BUAH LABU KUNING KUKUS SEBAGAI FAT REPLACER TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK REDUCED FAT COOKIES JAGUNG PROPOSAL SKRIPSI OLEH : TANYA WIJAYA 6103006040 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat 15 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL

KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL 1 KARAKTERISTIK SNACK BARS BERBAHAN DASAR TEPUNG KACANG HIJAU DAN PISANG LOKAL SKRIPSI Oleh MUHAMMAD DHANY ISMAIL PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari 11 hingga Juni 11. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang University Farm Sukamantri, Labolatorium

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) Disusun Oleh : DINA ADELINA (I8312014) LIA RAHMAWATI RETNA NINGRUM (I8312030) PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas (golden

Lebih terperinci

Lampiran 1. Spesifikasi Tepung Jagung

Lampiran 1. Spesifikasi Tepung Jagung Lampiran 1. Spesifikasi Tepung Jagung 64 65 Lampiran 2. Perhitungan Kadar Lemak secara Teoritis Tabel L2.1. Formulasi Cookies Jagung Proporsi Bubur Buah Labu Kuning Kukus Berat Bahan (g) P1 (0%) P2 (10%)

Lebih terperinci

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret KAJIAN PENGGUNAAN SORBITOL SEBAGAI PENGGANTI SUKROSA TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA BISKUIT BERBASIS TEPUNG JAGUNG (Zea mays) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.) Skripsi Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI

FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI PKMI-1-03-1 FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI Dian Sukma Kuswardhani, Yaniasih, Bot Pranadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

PEMANFAATAN IKAN TERI ( Stolephorus,sp) DALAM FORMULASI MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

PEMANFAATAN IKAN TERI ( Stolephorus,sp) DALAM FORMULASI MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) 147 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol.7 No.2, November 2014, 147-155 PEMANFAATAN IKAN TERI ( Stolephorus,sp) DALAM FORMULASI MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) UTILIZATION OF ANCHOVY (STOLEPHORUS,

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT Hardiyanti, Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 123-128 123 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES Hardiyanti¹), Kadirman²), Muh. Rais 3 ) 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani

Padang, Maret Putri Lina Oktaviani Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pengaruh Substitusi Tepung Keluwih (Artocarpus camansi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), legum (polong-polongan) dan umbi-umbian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada 2013 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 37% (terdiri dari 18% sangat pendek dan 19,2% pendek)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SISKA SANITA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : SISKA SANITA OPTIMALISASI TEPUNG PISANG (KEPOK PUTIH, RAJA ULI, DAN TANDUK) DALAM FORMULASI MIE KERING : EVALUASI FISIK, KIMIA, DAN SENSORIS OPTIMALISATION BANANA FLOUR (KEPOK PUTIH, RAJA ULI AND TANDUK) IN THE FORMULATION

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Vol IX Nomor 1 Tahun 26 PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses dan Pengolahan Pangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunung Kidul, Yogyakarta; Laboratorium

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT TERIGU, UBI KAYU, KEDELAI, DAN PATI KENTANG DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT TERIGU, UBI KAYU, KEDELAI, DAN PATI KENTANG DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT TERIGU, UBI KAYU, KEDELAI, DAN PATI KENTANG DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM (Physical, Chemical, and Sensory Characteristics Evaluation

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

Kajian Karakteristik Mutu Kerupuk Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii Selama Penyimpanan. Edison 1) dan Sumarto 1)*

Kajian Karakteristik Mutu Kerupuk Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii Selama Penyimpanan. Edison 1) dan Sumarto 1)* Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2015, hlm 67 73 ISSN 0126-4265 Vol. 43. No.1 Kajian Karakteristik Mutu Kerupuk Ikan Jelawat Leptobarbus hoevenii Selama Penyimpanan Edison 1) dan Sumarto 1)* * sumarto1976@yahoo.co.id

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan 1. Penepungan Kacang Tunggak Kacang tunggak yang akan digunakan dalam pembuatan cookies harus terlebih dahulu ditepungkan. Kacang tunggak ditepungkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK Utilization of Patin Fish Protein Concentrate To Make Biscuit and Dewita*, Syahrul, Isnaini Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Disusun Oleh. Devie Triyanaa J FAKULTAS

Disusun Oleh. Devie Triyanaa J FAKULTAS PENGARUH SUBTITUSI TEPUNG UBI JALAR PUTIH DALAM PEMBUATAN MIE KERING TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Devie Triyanaa J 310 080 007 PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS

Lebih terperinci