STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD"

Transkripsi

1 STUDI KERAGAMAN GENETIK NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) HASIL PERSILANGAN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN RAPD Abstrak Tiga puluh genotipe nenas hibrida dan tetuanya Queen dan Smooth Cayenne dari Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB telah dianalisis keragamannya berdasarkan penanda morfologi dan RAPD. Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi jarak genetik dan pola hubungan antar hibrida tersebut. Di dalam studi ini dilakukan pengamatan terhadap 20 karakter vegetatif-generatif dan digunakan 12 primer (RAPD dan E-RAPD). Hasil analisis similaritas menunjukkan rentang koefisien kemiripan hibrida berbeda berdasarkan penanda morfologi ( ) dan RAPD ( ). Hasil analisis gerombol terhadap 30 hibrida dapat dibentuk dua kelompok hibrida, baik berdasarkan penanda morfologi dan RAPD yang dipisahkan masing-masing pada koefisien kemiripan 0.30 dan Meskipun sama-sama dapat dibentuk 2 kelompok, kedua penanda menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda. Masing-masing penanda menunjukkan pengelompokan genotipe yang tidak sesuai dengan komposisi karakternya. Hasil analisis gerombol berdasarkan data gabungan menghasilkan koefisien kemiripan berkisar dan dendrogramnya yang dipisahkan pada koefisien kemiripan 0.47 dapat dibentuk 2 kelompok utama. Pengelompokan berdasarkan data gabungan juga menunjukkan pengelompokan hibrida yang tidak sesuai dengan komposisi karakternya. Berdasarkan hasil analisis komparasi antar matrik koefisien kemiripan dari kedua penanda menunjukkan nilai korelasi yang lemah (r = ). Hasil analisis korelasi parsial antara karakter kualitatif dan profil RAPD (primer) pada taraf kepercayaan 95-99%, menunjukkan bahwa fragmen DNA OPE7 baris 5 yang cenderung berasosiasi dengan karakter kelopak warna putih perak dan buah kuning emas. Sedangkan fragmen SBH8 pita 3 yang cenderung berasosiasi dengan karakter duri tidak merata. Penanda-penanda yang digunakan ini, belum cukup optimum sebagai penanda untuk mengelompokkan berdasarkan genetiknya, dan belum dapat merefleksikan keanekaragaman genetik yang sesungguhnya. Pemilihan karakter morfologi dan primer polimorfik yang tepat mungkin dapat mengelompokkan hibrida ke dalam kelompok genotipik yang sesungguhnya. Kata kunci : morfologi, RAPD, E-RAPD, genotipe, similaritas, gerombol Abstract Genetic diversity analysis were conducted on 30 hybrids Ananas comosus (L).Merr and two parentals, which are collected by The Centre for Tropical and Fruit Studies based on phenotypic performance and RAPD markers to evaluation the genetic distance and relationship pattern among these accessions. Twenty phenotypic traits and 12 (RAPD and E-RAPD) primers had been used in this study. Similarity analysis showed different similarity coefficient of phenotypic ( ) and RAPD ( ) markers. Two primary groups could be distingiused at similarity coeficient of 0.30 dan 0.61, respectively, for phenotypic and RAPD dendrogram. Cluster analysis of integrated data, resulting similarity

2 coefficient ranged from , which fall into Two primary groups at similarity of coefficient 0.52, however, dendrogram, as shown in phenotypic and RAPD, showed any accession excluded from their genomic groups. In general, clustering analysis result based on RAPD seem to be closer to the clustering pattern of its genomic composition than the other clusters. Base on comparison analysis between phenotypic and RAPD similarity matrix indicated a poor fit correlation (r=0.7769). Partial correlation analysis between qualitative traits and DNA profile, at 95-99% confidence revealed OPE7 line 5 tends to associated with silvery-white of sepal colour and golden yellow of fruit color when ripe. DNA SBH8 line 3, significally, associated with spines occur irregularly along both margin of distribution of spines. These markers were not optimum to classify 30 hybrids and its parental, and neither reflects their real genetic diversity yet. Choosing more appropriate traits and polymorphic primers may be able to cluster the hybrids and its parental into the genomic composition groups precisely. Key words : phenotypic, RAPD, E-RAPD,, genotipe, similarity, clustering 53 Pendahuluan Studi keragaman genetik tanaman memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan efektivitas dalam program pemuliaan tanaman. Informasi mengenai keragaman genetik tanaman nenas hasil persilangan sangat diperlukan dalam kegiatan seleksi. Keberhasilan dalam program pemuliaan tanaman nenas sangat ditentukan dari keberhasilan dalam memilih invidu-individu tanaman plus yang digunakan sebagai sumber material genetik yang memiliki keragaman genetik total tinggi. Beberapa metode sering digunakan pada studi keragaman genetik tanaman nenas seperti analisis karakter morfologi, fisiologi dan biokimia serta beberapa marker atau penanda molekuler. Dari sejumlah metode tersebut, jenis penanda yang didasarkan pada tingkat molekuler DNA dianggap cukup handal dan lebih dapat dipercaya karena tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Analisis keragaman pada tanaman nenas oleh beberapa peneliti didasarkan pada penanda morfologi, penanda isozim dan penanda molekuler. Hadiati (2002) telah melakukan analisis kekerabatan pada 24 nomor aksesi nenas dengan mempergunakan penanda morfologi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan derajat kemiripan 0.84 persen dari 24 nomor aksesi yang dipergunakan dapat dikelompokkan menjadi sembilan kelompok. Hadiati dan Sukmajaya (2002) memperoleh empat kelompok kekerabatan dari 30 aksesi nenas yang dianalisis berdasarkan penanda isozim pada derajat kemiripan Duval et al., (2001) 53

3 54 dengan menggunakan RFLP berhasil membuktikan bahwa Ananas comosus dengan spesies lainnya, seperti Pseudananas sagenarius mempunyai polimorfisme yang tinggi, yaitu 58.7 persen, sedangkan Ananas lucidus, Ananas ananassoides dan Ananas parguazensis relatif homogen. Ruas et al., (2001) melalui penanda RAPD telah memperoleh koefisien kemiripan rata-rata aksesi Ananas comosus sebesar 0.85, sementara Ananas lucidus sebesar Popluechai et al., (2007) berhasil mengelompokkan tiga kelompok kultivar nenas di Thailand melalui penanda RAPD dengan kemiripan 0.64 hingga Cecilia et al., ( 2005) dengan penanda AFLP memperoleh koefisien kemiripan genetik sebesar 0.55 hingga 0.97 dari 100 aksesi, 48 aksesi dari Ananas comosus dan 14 aksesi dari spesies yang ada. Metode RAPD (random amplified polymorphic DNA) merupakan salah satu metode yang akhir-akhir ini banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tanaman, karena relatif lebih cepat dan lebih mudah. Selain itu, untuk keperluan analisis keragaman, teknik RAPD cukup potensial karena mampu menghasilkan karakter yang tidak terbatas jumlahnya. Liu dan Furnier (1993) melaporkan bahwa penggunaan analisis RAPD selalu memperlihatkan keragaman yang tinggi dibanding isozim dan RFLP. Beberapa alasan penting lainnya sehingga memilih teknik RAPD ini, yaitu (1) tidak diperlukan pengetahuan latar belakang genom yang dipelajari, (2) secara cepat hasil RAPD dapat diperoleh terutama jika dibandingkan dengan analisis RFLP yang memerlukan banyak tahapan, dan (3) beberapa jenis atau set universal primer acak yang umum secara komersial telah tersedia dan dapat digunakan untuk analisis genomik pada hampir semua jenis organisme (Wels dan McCleland, 1990; William et al., 1990). Teknik ini telah banyak membantu pemulia tanaman seperti seleksi dan evaluasi keragaman genetik nenas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman fenotipik dan genotipik nenas hibrida berdasarkan penanda morfologi dan penanda RAPD melalui analisis similaritas, analisis gerombol, dan analisis komponen utama. 54

4 55 Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian dimulai Januari 2005 sampai Desember 2007 yang terdiri dari dua bagian yaitu observasi fenotipik dan observasi genotipik. Observasi fenotipik dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda PKBT IPB. Observasi genotipik yang meliputi isolasi, pemurniaan, penetapan kuantitas DNA, seleksi primer dan reaksi amplifikasi dilaksanakan di Laboratorium Molekuler PKBT Kampus IPB Baranangsiang Bogor dan visualisasi hasil elektroforesis dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Bioteknologi PAU IPB, Kampus Darmaga, Bogor. Material Tanaman Material tanaman yang digunakan adalah 30 tanaman nenas hibrida dan sepasang tetuanya JBBMQH6 (Queen) x JBSMSC3 (Smooth Cayenne) yang berasal dari Kebun Percobaan Pasir Kuda PKBT IPB. Metode Penelitian Penelitian terdiri atas dua bagian, yaitu observasi fenotipik di lapang dan observasi genotipik di laboratorium. Observasi fenotipik dilakukan dengan mengamati penampilan morfologi tanaman dan observasi genotipik melalui analisis pola pita DNA dengan menggunakan teknik RAPD. Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan Observasi Fenotipik Observasi fenotipik nenas dimulai dengan penanaman hibrida di lapang, kemudian pemeliharaan dan pengamatan, serta analisis data. Teknik pengamatan pada 21 karakter morfologi dilakukan dengan menggunakan panduan deskriptor nenas (IBPGR, 1991). Pengamatan dilakukan terhadap kedudukan daun, warna daun, kehadiran duri pada daun, distribusi duri, kekakuan duri, warna duri, warna sepal, dan warna petal. Pada saat panen dilakukan pengamatan terhadap bentuk permukaan buah, warna buah sebelum matang, warna buah setelah matang, bentuk permukaan mahkota, orientasi daun mahkota, warna daun mahkota, kehadiran duri pada daun mahkota, orientasi spiral, aroma luar buah, warna daging buah, tekstur daging buah, dan profil mata buah (Lampiran 1). 55

5 56 Observasi Genotipik Observasi genotipik dilakukan dengan menggunakan analisis pola pita DNA berdasarkan teknik RAPD. Tahapan pelaksanaan terdiri dari isolasi, pemurniaan, penetapan kuantitas DNA, reaksi amplifikasi dan seleksi primer. Isolasi DNA Isolasi DNA dilakukan mengikuti metode CTAB Doyle dan Doyle (1987). Bahan yang dianalisis adalah daun muda (bagian pangkal) dari hasil persilangan sebanyak 0.5 g dan dipotong kecil-kecil. Potongan daun dimasukkan ke dalam mortal, lalu ditambah PVPP dan nitrogen cair, kemudian digerus sampai halus. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi 600 µl larutan buffer ekstrak CTAB (100 mm Tris-HCl ph 8.0, 1.4 M NaCl, 20 mm ethylene diamine extraacetic acid (EDTA) ph 8.0, 2% (m/v) cetyltrimethylamonium Bromide (CTAB), dan 0,2% β-mercapto-ethanol), campuran dikocok dan dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 65 o C (setiap 10 menit campuran dibolak-balik). Campuran dibiarkan hingga mencapai suhu kamar lalu ditambahkan 600 µl larutan khloroform-isoamil alkohol (24:1) dan dikocok. Sentrifuse campuran pada suhu ruang dengan kecepatan rpm selama 15 menit sehingga terbentuk dua fase cair. Fase cair bagian atas (supernatan) dituang ke dalam tabung baru, kemudian ditambahkan isopropanol dingin dengan volume yang sama dan disimpan dalam frezer selama semalam. Campuran dicairkan pada suhu kamar dan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Cairan dibuang dengan hati-hati dan pellet ditambah etanol 70% dingin sebanyak 100 µl, kemudian disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Cairan dibuang dan pellet dikeringkan dengan cara membalikkan tabung. Pellet yang telah kering ditambahkan 100 µl air bebas ion dan dikocok sampai larut. Pemurniaan DNA Pemurniaan DNA dengan menggunakan metode Sambrook et al. (1989). Larutan DNA ditambah 1 µl RNAase dan dibiarkan pada suhu kamar selama 2 jam. Selanjutnya tambahkan fenol kloroform isoamilalkohol dingin sebanyak 100 µl dan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Supernatan dipipet ke dalam tabung baru dan ditambahkan kloroform isoamilalkohol dengan 56

6 57 volume sama, kemudian disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit. Supernatan dipipet ke dalam tabung baru dan ditambahkan natrium asetat 3 M ph 5.2 sebanyak 1/10 volume dan isopropanol dingin sebanyak 2.5 volume. Larutan dikocok hingga homogen dan disimpan dalam freezer semalam. Larutan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 15 menit, pellet yang diperoleh ditambah etanol 70% sebanyak 100 µl dan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Cairan dibuang dan pellet dikeringkan dengan cara membalikkan tabung. Pellet yang telah kering ditambahkan 100 µl air bebas ion. Penetapan kuantitas DNA Penetapan kualitas DNA diestimasi melalui elektroforesis dan dibandingkan dengan standar DNA lamda. Sebanyak 5 µl masing-masing larutan DNA yang diperoleh dicampur dengan 1 µl loading dye (10:2) dimasukkan ke dalam sumur gel agarose 1% dan di running pada bak elektroforesis selama 30 menit dengan tegangan 100 volt. Gel yang telah dielektroforesis direndam dalam larutan ethium bromida 1% selama menit, dibilas dengan aquades, dan selanjutnya pita DNA hasil isolasi divisualisasi pada UV transiluminator, dan dipotret dengan kamera digital. Konsentrasi DNA ditentukan dengan membandingkan ketebalan DNA sampel dengan DNA lamda. DNA cetakan kemudian diencerkan sampai konsentrasi 25 ng dan siap digunakan untuk reaksi amplifikasi. Reaksi amplifikasi dan elektroforesis Amplifikasi DNA nenas dilakukan menurut metode Williams et al. (1990). Reaksi amplifikasi dilakukan menggunakan microtube volume 0.5 nl yang berisi 25 µl campuran larutan yang terdiri atas: 12.5 µl Go tag mix, 10.5 µl air bebas ion (ion free), 1 µl primer acak, dan 1 µl DNA. Volume akhir campuran reaksi amplifikasi adalah 25 µl. Selanjutnya tabung-tabung tersebut dimasukkan ke dalam blok mesin PCR (Applied Biosystem Thermal Cycler version 2.00), yang diprogramkan dengan tahapan sebagai berikut : Tahap I. Pre-PCR : 94 o C selama 4 menit sebanyak satu siklus; Tahap II. PCR : Denaturasi 94 o C selama 30 detik, annealing (penempelan primer) pada suhu 36 o C selama 1 menit; dan extention 57

7 (perpanjangan) pada suhu 72 o C selama 1 menit sebanyak 40 siklus; Tahap III Post PCR : Perpanjangan akhir pada suhu 72 o C selama 5 menit sebanyak satu siklus. Setelah reaksi amplifikasi berakhir produk amplifikasi diberi loading dye, dan selanjutnya dielektroforesis pada 1.2% gel agarose dalam larutan TBE 1x. Elektroforesis dilakukan selama 120 menit pada tegangan 60 volt pada suhu ruang. Pengamatan pita hasil amplifikasi dilakukan menggunakan alat dokumentasi gel (gel dok) dan direkam ke dalam disket. Seleksi primer Seleksi primer bertujuan untuk menyeleksi primer yang dapat menghasilkan produk amplifikasi, yang dilakukan terhadap 40 jenis primer RAPD dan 4 primer e-rapd dengan menggunakan DNA cetakan dari satu sampel tanaman hibrida yang memiliki stok DNA yang cukup. Seleksi primer dilakukan melalui reaksi amplifikasi dan elektroforesis. Primer yang memberikan hasil amplifikasi yang polimorfik berupa pita DNA yang jelas dan tajam, akan dipilih untuk digunakan dalam analisis selanjutnya. Sebanyak sembilan primer RAPD dan tiga primer e-rapd hasil seleksi terhadap 44 primer telah diketahui dapat memberikan amplifikasi yang polimorfis pada tanaman nenas. Hasil disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Primer-primer RAPD dan E-RAPD hasil seleksi yang digunakan dalam penelitian No. Primer 5 to 3 No. Primer 5 to OPE-07 OPE-11 SBR-04 SBR-08 SBN-05 SBN-13 AGATGCAGCC GAGTCTCAGG AATCGGGCTG GTGACGTAGG ACTGAACGCC AGCGTCACTC SBH-02 SBH-07 SBH-08 SOB-01 SOB-02 SOB-03 TCGGACGTGA GGAAGTCGCC ACCTCAGCTC AGATGCAGCCG AGATGCAGCCA AGATGCAGCCT Analisis Data Data Fenotipik Data fenotipik yang diperoleh dianalisis menggunakan program NTSYS-pc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis) versi 2.02 (Rohlf, 1993). Analisis kemiripan (Similarity Analysis) digunakan prosedur SIMQUAL 58 58

8 59 (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYS-pc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan rumus Nei dan Li (1979) atau koefisien Dice (S) yaitu : S= 2n ab/( n a + n b ); Keterangan: S = Koefisien kemiripan a dan b = dua individu yang dibandingkan n ab = jumlah subkarakter yang sama posisinya baik pada individu a maupun b = jumlah subkarakter pada individu a n a n b = jumlah subkarakter pada individu b Hasil skoring data biner morfologi disajikan pada Lampiran 3. Untuk analisis gerombol (Clustering analysis) dipilih metode Sequential, Agglomerative, Hierarchical, and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted pair-group method, arithmetic average) pada program NTSYS-pc versi Untuk analisis komponen utama (Principal Componen Analysis) digunakan prosedure analisis Ordination dalam program NTSYS-pc versi Untuk kebutuhan analisis, data fenotipik terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk data biner. Setiap karakter dibagi ke dalam sub karakter yang memungkinkan. Sub karakter yang terdapat pada genotipe tersebut diberi nilai 1 dan yang tidak tampak diberi nilai 0. Penetapan kriteria sub karakter berdasarkan pedoman Descriptors for pineapple diterbitkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR, 1991). Pembagian karakter menjadi sub karakter dan data binernya disajikan pada Lampiran 3. Selanjutnya untuk mengetahui korelasi antar karakter fenotipik dilakukan analisis korelasi melalui program NTSYS-pc versi 2.02 dengan menggunakan analisis perbandingan (Comparison) fungsi MXCOMP. Data Genotipik Data genotipik yang diperoleh dari visualiasi hasil RAPD adalah pola pita DNA dengan ukuran tertentu. Ukuran potongan DNA genom dilakukan dengan membandingkannya dengan berat molekul standar 1 kb DNA Ladder. Perbedaan antar tanaman ditunjukkan oleh jumlah pita dan jarak migrasinya. Apabila tidak terdapat perbedaan antara pola pita DNA tanaman berarti tidak terdapat keragaman genetik dan apabila sebaliknya berarti terdapat keragaman genetik. Untuk kebutuhan analisis, penilaian (skoring) dilakukan terhadap pita-pita tegas 59

9 dan tipis secara konsisten. Pita-pita yang dimiliki bersama diberi nilai skor 1 (ada), dan jika tidak diberi skor 0. Hasil skoring dalam bentuk data biner disajikan pada Lampiran 4. Analisis similaritas, analisis gerombol dan analisis komponen utama pada data RAPD digunakan prosedur yang sama dengan analisis data fenotipik. Matriks kemiripan genotipik dihitung berdasarkan koefisien Dice dengan n ab Keterangan: S rumus : S= 2n ab /(n a +n b ) = Koefisien kemiripan a dan b = dua individu yang dibandingkan = jumlah pita DNA yang sama posisinya baik pada individu a maupun b n a n b = jumlah pita DNA pada individu a = jumlah pita DNA pada individu b Selanjutnya korelasi antar primer dihitung melalui analisis perbandingan fungsi MXCOMP. Data Gabungan Analisis similaritas, analisis gerombol dan analisis komponen utama pada data RAPD digunakan prosedur yang sama pada analisis data fenotipik dan data genotipik. Untuk mengetahui tingkat keselarasan antara penampilan fenotipik dan pola pita RAPD, matriks kemiripan fenotipik dan matriks kemiripan genetik dibandingkan melalui uji korelasi fungsi MXCOMP pada program NTSYS-pc versi 2.1 (Rohlf, 1993). Nilai korelasi Spearman dihitung berdasarkan rumus berikut (Gasperz, 1995): 60 ρ = x y = 1 Σ n ( n 2 d i 2 1) Keterangan : d i : selisih setiap pasangan rank yang berkaitan dengan pasangan data (X i, Y i ) n : banyaknya pasangan rank Korelasi antara pasangan dua matriks yang diuji dengan statistik Z Mantel (Mantel, 1967 dalam Beer et al. 1993) sebagai berikut : Z = j k x y 60

10 61 Keterangan : x : elemen baris matrik ke j dan kolom ke k dari X y : elemen baris matrik ke j dan kolom ke k dari Y Nilai Z kemudian ditransformasi melalui Z mantel dan diperoleh nilai korelasi sebagai berikut : Z Keterangan : = Hipotesis : H 0 : nilai j k x x : hasil transformasi x y : hasil transformasi y y x tidak berkorelasi dengan H 1 : nilai x berkorelasi dengan y Dasar pengambilan keputusan : 1. Jika probabilitas > 0.05, maka H 0 diterima 2. Jika probabilitas < 0.05, maka H 0 ditolak 3. Jika t hitung < t(n-2): α/2, maka H 0 diterima 4. Jika t hitung > t(n-2): α/2, maka H 0 ditolak Keselarasan pengelompokan ditentukan dari kriteria goodness of fit, berdasarkan nilai korelasi menurut Rohlf (1993) yaitu : sangat sesuai (r > 0.9 ), sesuai (0.8 < r 0.9), tidak sesuai (0.7 r 0.8), sangat tidak sesuai (r < 0.7). Analisis Korelasi antara Karakter Kualitatif dan Primer Analisis korelasi untuk melihat tingkat kecenderungan terpaut antara karakter kualitatif dan DNA hasil amplifikasi masing-masing primer, dilakukan dengan menggabungkan data kualitatif morfologi dengan data DNA. Analisis dilakukan berdasarkan prosedur analisis similaritas dalam NTSYS-pc versi 2.02, kemudian dilanjutkan dengan analisis korelasi Pearson dalam MINITAB release 14. Hasil analisis korelasi diuji tingkat signifikasinya menggunakan uji t-student Penanda Fenotipik Analisis Kemiripan pada taraf kepercayaan 95-99%. H a s i l Matriks koefisien kemiripan morfologi antara 30 hibrida dan kedua tetuanya diturunkan dari matriks simqual menunjukkan rentang nilai kemiripan berkisar antara (Lampiran 5). Nilai koefisien kemiripan fenotipik (KF) tertinggi yaitu 0.86 diperoleh pada hibrida H05 dengan H06, yang memiliki perbedaan y 61

11 62 pada duduk daun. Nilai KF terendah diperoleh hibrida H03 dengan H17 yaitu 0.06, yang memiliki perbedaan pada karakter duduk daun, warna daun, keberadaan duri pada daun, warna duri daun, warna kelopak, bentuk buah, warna buah sebelum matang, warna buah setelah matang, bentuk mahkota, duduk daun mahkota, warna daun mahkota, duri pada daun mahkota dan warna daging buah. Hibrida H21 memiliki koefisien kemiripan fenotipik tertinggi sebesar 0.55 dengan tetua JBBMQH6 (T1) yang memiliki kesamaan pada karakter duduk daun, warna daun, kekakuan duri, warna kelopak, warna petal, bentuk buah, duduk daun mahkota, warna daun mahkota, karakter mahkota dan aroma buah. Hibrida H16 memiliki koefisien kemiripan terendah sebesar 0.15 dengan tetua JBBMQH6 (T1) yang memiliki kesamaan pada karakter duduk daun, warna petal dan karakter mahkota. Hibrida H14 dan H19 memiliki koefisien tertinggi sebesar 0.70 dengan tetua JBSMSC3 (T2) yang dimiliki kesamaan pada karakter warna daun, keberadaan duri pada daun, warna duri, kekakuan duri, warna kelopak, warna petal, warna buah setelah matang, duduk daun mahkota, karakter mahkota, warna daging buah dan permukaan kulit buah. Hibrida H07 memiliki koefisien kemiripan terendah sebesar 0.20 dengan tetua JBSMSC3 (T2) yang memiliki kesamaan pada karakter duduk daun, warna daun, warna petal dan warna buah sesudah matang. Nilai koefisien kemiripan yang tingginya antara hibrida nomor H14 dan H19 dengan H17 dengan JBSMSC3 (T2) menunjukkan terjadi segregasi beberapa karakter dari tetua jantan (T2) ke dalam dua hibrida tersebut. Adanya segregasi pada turunan hasil persilangan berarti terjadi keragaman genetik yang selanjutnya perlu diseleksi dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhannya (Poespodarsono, 1988). Analisis Gerombol Analisis gerombol terhadap 87 subkarakter morfologi menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 30 86% atau terdapat keragaman morfologi sebesar 14-70% (Gambar 4). Pada koefisien kemiripan 30% dapat dibentuk dua kelompok besar dimana tetua JBBMQH6 memisah dari turunannya (semua hibrida). 62

12 Gambar 4. Dendrogram kemiripan fenotip hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 87 subkarakter morfologi. Pada koefisien kemiripan 43% terbentuk 7 subkelompok yaitu, kelompok pertama (a) hibrida H17 dan H30 yang memiliki kesamaan pada karakter warna daun, warna duri, warna kelopak, warna buah sebelum dan sesudah matang, warna daun mahkota, aroma buah, warna daging buah dan tekstur daging buah. Kelompok kedua (b) hibrida H08, kelompok ketiga (c) hibrida H05, H06 dan H07 yang memiliki kesamaan pada karakter warna daun, keberadaan duri pada daun, warna petal, bentuk buah, warna buah sebelum dan sesudah matang, kedudukan daun mahkota, duri pada mahkota, karakter mahkota, orientasi spiral, warna daging buah, tekstur dan mata buah, kelompok keempat (d) hibrida H01, H04 dan H24 yang memiliki kesamaan pada karakter warna petal, orienatasi spiral, aroma buah dan warna daging buah. Kelompok kelima (e) hibrida H03, H21, H26, H27, H28, dan H29 yang memiliki kesamaan pada karakter warna kelopak, warna petal dan tekstur daging buah g Koefisien Kemiripan f g d b d a b a Kelompok hibrida keenam (f) hibrida H04, H09, H10, H11, H12, H13, H14, H15, H16, H18, H19, H20, H22, H23 dan H25 yang memiliki kesamaan pada h e e f c c 63 JBBMQH6 JBSMSC-3 H14 H19 H10 H15 H16 H25 H12 H20 H11 H13 H04 H09 H22 H18 H23 H03 H21 H27 H26 H29 H28 H01 H02 H24 H05 H06 H07 H08 H17 H30 63

13 karakter kedudukan daun, warna kelopak, bentuk buah, warna buah sebelum matang, kedudukan daun mahkota, warna mahkota, duri pada daun mahkota, orientasi spiral, aroma buah, warna daging buah dan tekstur dagung buah, warna petal dan warna buah sebelum matang dan kelompok ketujuh (g) adalah tetua JBBMQH6. Nilai korelasi matriks kesamaan MxComp r = Artinya dendrogram yang dihasilkan goodness of fit sesuai menggambarkan pengelompokan 30 hibrida tersebut (Rohlf, 1993). Analisis Komponen Utama Analisis komponen utama merupakan teknik eksplorasi data yang digunakan sangat luas ketika menghadapi data peubah ganda. Analisis ini memberikan gambaran berupa besarnya pengaruh persentase nilai keragaman dari beberapa komponen utama (biasanya 3 komponen utama) yang dapat dibentuk dari minimal 70% keragaman yang dimiliki oleh karakter-karakter pada populasi yang dikarakterisasi. Menurut Diyarti, 2003, konsep analisis komponen utama adalah pereduksian dimensi sekumpulan peubah asal menjadi peubah baru yang berdimensi lebih kecil dan saling bebas. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa hanya 25.20% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama dan 35.1% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan tiga komponen utama (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa nilai akumulasi keragaman yang diperoleh tidak memenuhi batas minimum 70% untuk tiga komponen pertama utama. Dengan demikian 87 subkarakter yang diamati tidak diperoleh karakter yang dapat dijadikan komponen utama untuk mengelompokkan 30 tanaman nenas hibrida dan kedua tetuanya. Rendahnya akumulasi keragaman pada populasi hibrida ini disebabkan karakter-karakter yang diamati memberikan keragaman yang relatif sama. Tabel 9. Nilai akar ciri tiga komponen utama (KU) 87 subkarakter morfologi KU Nilai ciri % keragaman % akumulasi keragaman

14 65 Penanda Genotipik Analisis DNA Pada Tabel 10 menunjukkan hasil amplifikasi DNA yang dilakukan terhadap 30 nomor nenas hibrida dan tetuanya dengan menggunakan 12 primer yang telah diseleksi untuk melihat polimorfisme DNA pada A. comosus (L.) Merr. Hasil seleksi diperoleh primer OPE7, OPE11, SBR04, SBR08, SBN05, SBN13, SBH02, SBH07, SBH08, SOB01, SOB02, dan SOB03 yang menghasilkan 105 pola pita dengan ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi berkisar 150 bp 3000 bp. Ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi tergantung daerah yang diapit oleh dua primer dalam arah bolak-balik (McPherson et al. 1992). Berdasarkan hasil yang diperoleh pita DNA terbagi dalam dua kelompok, yakni pita yang menunjukkan polimorfik dan pita monomorfik. Secara umum, hasil amplifikasi dengan 12 primer ini sudah memperlihatkan polimorfisme DNA. Primer yang menghasilkan jumlah pita terkecil adalah primer SOB01, sedangkan yang terbanyak adalah primer SBR04, SBR08, dan SBH08. Jumlah pita yang dihasilkan tergantung pada berapa banyak potongan DNA yang dihasilkan dari PCR. Pola pita yang paling bervariasi ditunjukkan oleh amplifikasi dengan primer SBR04, SBR08, dan SBH08, yakni masing-masing 13 pola pita. Sedangkan pola pita yang keragamannya paling rendah diperoleh dari hasil amplifikasi dengan primer SOB01, yakni 3 pola pita. Keragaman pola pita ini menunjukkan keragaman individu nenas hibrida dan tetuanya pada tingkat DNA. Pada Tabel 10 terlihat bahwa dari 12 primer yang digunakan diperoleh 105 pita DNA. Tingkat polimorfisme primer yang digunakan tinggi, terdapat sembilan primer yang memiliki tingkat polimorfisme 100%. Dari 105 pola pita yang dihasilkan oleh ke 12 primer diperoleh 101 (96.19%) pola pita polimorfik dan 4 (3.81%) pola pita monomorfik. Tapia et al. (2005) dengan menggunakan penanda AFLP memperoleh 95% pita polimorfik dari 100 pita yang dihasilkan dari sampel 40 aksesi nenas koleksi plasma nutfah Campo Experimental del Papaloapan, Veracruz. Menurut McGregor et al., (2000), polimorfisme merupakan gambaran amplifikasi yang diperoleh dari perbedaan fragmen DNA yang terobservasi. 65

15 Tabel 10. Data primer dan jumlah profil DNA hasil analisis RAPD dan E-RAPD Primer OPE07 OPE11 SBR04 SBR08 SBN05 SBN13 SBH02 SBH07 SBH08 SOB01 SOB02 SOB03 Ukuran pita (pb) Contoh pola pita RAPD hasil amplifikasi Jumlah Jumlah Profil DNA pita Monomorfik Polimorfik (100%) 4 (3.81%) 101 (96.19%) 66 primer SBN5 menggunakan DNA tetua JBBMQH6 dan JBSMSC3 serta 30 hibrida dan tetuanya dapat dilihat pada Gambar 5. M T1 T M Gambar 5. Pola pita penanda RAPD yang dibangkitkan menggunakan primer SBN5 pada genotipe tetua (T 1 =JBBMQH6; T 2 = JBSMSC3) dan 30 F 1 hasil persilangan tetua T 1 x T 2. Perbedaan ada tidaknya pita dapat digunakan untuk menduga jumlah pasang kopi basa pada setiap pita RAPD dan e-rapd. Ada tidaknya pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer sangat dipengaruhi: a. Kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan (template). DNA cetakan mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang samar-smar atau tidak jelas. b. Sebaran situs penempelan primer pada DNA cetakan. 66

16 67 c. Adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA cetakan yang menyebabkan satu fragment diamplifikasi dalam jumlah banyak dan fragment lainnya sedikit Primer yang tidak menghasilkan pita DNA mengindikasikan bahwa primerprimer tersebut tidak mempunyai homologi dengan DNA cetakan, karena terbentuknya fragmen pita DNA bergantung pada sekuen primer dan genotipe dari DNA cetakan. Perbedaan jumlah dan polimorfisme pita DNA yang dihasilkan dari setiap primer menggambarkan kekompleksan genom tanaman yang diamati. Pita RAPD merupakan hasil berpasangannya nukleotida primer dengan nukleotida genom tanaman, maka semakin banyak primer yang digunakan akan semakin terwakili bagian-bagian genom, sehingga semakin tergambar keadaan genom tanaman yang sesungguhnya. Polimorfisme yang dideteksi oleh RAPD pada prinsipnya merupakan hasil dari beberapa tipe peristiwa, yaitu: 1). Insersi DNA di antara dua situs penempelan primer, 2) Delesi pada bagian genom yang mengandung situs penempelan dan 3). Substitusi nukleotida pada situs penempelan primer (Weising et al., 1995). Insersi DNA yang berukuran besar diantara dua situs penempelan primer menyebabkan ketidakmampuan DNA polimerase untuk mensintesis DNA sehingga daerah tersebut tidak dapat diamplifikasi. Delesi pada genom yang mengandung situs penempelan menyebabkan primer tidak dapat menempel pada daerah tersebut, sehingga daerah tersebut tidak dapat diamplifikasi. Delesi di antara dua situs penempelan menyebabkan perubahan panjang dan ukuran daerah yang diamplifikasi. Analisis Kemiripan Matriks koefisien kemiripan genetik antara 30 hibrida dan kedua tetuanya diturunkan dari matriks simqual menunjukkan rentang nilai kemiripan berkisar antara (Lampiran 6). Nilai koefisien kemiripan genotipik (KG) tertinggi yaitu 0.81, diperoleh pada hibrida H25 dengan H27 dan hibrida nomor H27 dengan H28, kemudian disusul hibrida H23 dengan H26 dan H23 dengan H27 dengan nilai Nilai KG terendah diperoleh H01 dengan H30 yaitu Matriks kemiripan genetik dihitung berdasarkan jarak genetik antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya. Nilai kemiripan genetik

17 68 bearti jarak genetik antara hibrida nomor H01 dengan H30 paling jauh, hal ini berarti kedua individu sangat berbeda. Sedangkan nilai 0.81 menunjukkan bahwa antara pasangan hibrida nomor H25 dengan H27 dan pasangan hibrida nomor H27 dengan H28 memiliki jarak genetik yang sama dan rendah, yaitu Hibrida H13 memiliki koefisien kemiripan genetik tertinggi dengan tetua JBBMQH6 (T1) sebesar 0.68 dan hibrida H01 memiliki koefisien kemiripan genetik terendah dengan tetua JBBMQH6 (T1) sebesar Hibrida H22 memiliki koefisien kemiripan genetik tertinggi dengan tetua JBSMSC3 (T2) sebesar 0.73 dan hibrida H30 memiliki koefisien kemiripan genetik terendah dengan tetua JBSMSC3 (T2) sebesar Ini berarti hibrida H13 memiliki karakter yang sama lebih banyak dengan tetua JBBMQH6 (T1) dan hibrida H01 memiliki paling sedikit karakter yang sama dengan tetua JBBMQH6 (T1). Demikian pula hibrida H22 memiliki karakter sama yang lebih banyak dengan tetua JBSMSC3 (T2) dan H30 memiliki karakter yang sama lebih sedikit dengan tetua JBSMSC3 (T2). Analisis Gerombol Analisis gerombol terhadap 105 pola pita DNA menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 61 88% atau terdapat keragaman genetik sebesar 12-39% (Gambar 6). Pada koefisien kemiripan genetik (KKG) 61% terbentuk dua kelompok besar. Kelompok pertama terdapat empat hibrida, sedangkan kelompok kedua terdapat 26 hibrida dan kedua tetuanya. Pada KKG 72% terbentuk tujuh subkelompok. Subkelompok pertama (a) memiliki KKG sekitar 83% atau memiliki kisaran jarak genetik 17% terdiri dari nomor hibrida H05 dan H02, subkelompok kedua (b) memiliki KKG 73% atau meiliki jarak genetik 27% terdiri dari nomor hibrida H01 dan H20. Subkelompok tiga (c) dan keempat (d) masing-masing terdiri dari hibrida 30 dan 24. Sub kelompok lima (e) memiliki KKG 74% memiliki anggota hibrida nomor H15, H16, H17, H18, H19, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29. Subkelompok keenam (f) dengan KKG 72% memiliki anggota hibrida nomor H08, H09, H10, H11, H12, H13, H14, H21, dan tetua JBSMSC3. Sedang subkelompok ketujuh (g) dengan KKG 73% memiliki anggota hibrida nomor H03, H04, H06 dan H07 serta 68

18 tetua JBBMQH6. Berdasarkan pola pengelompokan ini terlihat bahwa belum terungkap penciri karakter morfologi tertentu, baik tingkat kelompok maupun pada tingkat subkelompok. Gambar 6. Dendrogram kemiripan genotipik hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 105 pola pita DNA. Nilai korelasi matriks kesamaan MxComp r = Artinya dendrogram yang dihasilkan goodness of fit kurang sesuai menggambarkan pengelompokan Analisis Komponen Utama Koefisien Kemiripan tersebut di atas (Rohlf, 1993). Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa hanya 20.30% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama dan 28.30% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan tiga komponen utama (Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa nilai akumulasi keragaman yang diperoleh tidak memenuhi batas minimum 70% untuk tiga komponen utama pertama. Dengan demikian 105 pola pita DNA yang diperoleh d c b c b tidak ada yang dapat dijadikan komponen utama untuk mengelompokkan 30 g f f tanaman nenas hibrida dan tetuanya. e e a a 69 JBBMQH6 H03 H04 H06 H07 JBSMSC-3 H09 H10 H13 H14 H11 H12 H08 H21 H15 H17 H16 H19 H22 H23 H26 H29 H27 H28 H18 H25 H24 H30 H01 H20 H02 H05 69

19 70 Tabel 11. Nilai akar ciri tiga komponen utama (KU) 105 pola pita DNA KU Nilai ciri % keragaman % akumulasi keragaman Penanda Data Gabungan Analisis Kemiripan Analisis kemiripan data gabungan penanda morfologi dan RAPD menghasilkan nilai koefisien kemiripan (KK) dengan kisaran antara 0.29 sampai 0.76 (Lampiran 8). Nilai KK paling rendah terdapat pada pasangan nomor hibrida H01 dengan H30 yakni Selain itu terdapat nilai KK 0.38 dari pasangan nomor hibrida antara H20 dengan H30. Nilai KK data gabungan paling tinggi terdapat pada pasangan H18 dengan H22 dan H26 dengan H29 sebesar 0.76, selain itu terdapat nilai KK 0.75 antara pasangan nomor hibrida H28 dengan H29. Analisis Gerombol Hasil analisis gerombol data gabungan didapatkan rentang koefisien kemiripan 47-76% (Gambar 7) atau terdapat tingkat keragaman Berdasarkan dendrogram ini pada koefisien kemiripan 47% dapat dibentuk 2 kelompok hibrida. Pada koefisien kemiripan 58% dapat dibentuk 10 subkelompok. Subkelompok pertama (a), kedua (b), ketiga (c), keempat (d) dan kelima (e) masing-masing terdapat hibrida nomor H30, H17, H01, H08 dan H24. Subkelompok keenam (f) memiliki kemiripan 59%, terdapat nomor hibrida H03 dan H04. Subkelompok ketujuh (g) memiliki kemiripan 61% terdapat nomor hibrida H09, H12, H18, H19, H20, H21, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29. Subkelompok delapan (h) dengan koefisien kemiripan 60% memiliki anggota hibrida nomor H10, H11, H13, H14, H15, H16, dan H19 dan tetua JBSMSC3. Subkelompok sembilan (i) dengan kemiripan genetik 58% terdapat anggota hibrida nomor, H05, H06 dan H07 serta tetua JBSMSC3. Subkelompok kesepeluh (j) terdapat hibrida nomor H02, H05 dan JBBMQH6. 70

20 Berdasarkan data gabungan, pola pengelompokan ini terlihat bahwa belum terungkap penciri karakter morfologi tertentu, baik tingkat kelompok maupun pada tingkat sub kelompok. Gambar 7. Dendrogram kemiripan data gabungan hasil analisis gerombol dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan 87 karakter morfologi dan 105 pola pita RAPD. Analisis Komponen Utama f b e d c c b a Koefisien Kemiripan Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa hanya 18.00% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan dua komponen utama dan 25.40% dari total 100% keragaman data dapat dijelaskan menggunakan tiga komponen utama (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa nilai akumulasi keragaman yang diperoleh tidak memenuhi batas minimum 70% untuk tiga komponen utama pertama. Dengan demikian data gabungan yang diperoleh tidak ada yang dapat dijadikan komponen utama untuk mengelompokkan 30 tanaman nenas hibrida dan tetuanya. h g j i 71 JBBMQH6 H02 H05 H06 H07 JBSMSC-3 H10 H11 H13 H14 H19 H16 H15 H09 H18 H22 H23 H12 H20 H21 H25 H27 H26 H29 H28 H03 H04 H24 H08 H01 H17 H30 71

21 72 Tabel 12. Nilai akar ciri 3 komponen utama (KU) data gabungan KU Nilai ciri % keragaman % Akumulasi keragaman Analisis Perbandingan antara Penanda Fenotipik dan RAPD Berdasarkan analisis perbandingan antara matriks kemiripan dua penanda (morfologi dan RAPD) menunjukkan nilai korelasi r = Nilai korelasi ini berdasarkan kriteria goodness of fit, yakni tingkat keselarasan nilai matriks pada 2 data, diinterpretasikan (poor fit, 0.7< r <0.8). Berdasarkan uji statistic Z mantel α 0.05 didapatkan korelasi yang sangat tidak nyata, karena pada tingkat korelasi tersebut didapatkan ρ = 1, dimana nilai ρ > 0.05 menunjukkan nilai korelasi yang diperoleh tidak nyata (Rohfl. 1993). Hal ini berarti pola antara keragaman fenotipik tidak selaras dengan pola keragaman profil DNA RAPD. Faktor utama yang menyebabkan ketidakselarasan memungkinkan adalah penanda morfologi yang diamati dan profil DNA RAPD yang teramplifikasi bukan merupakan satu bagian yang saling berhubungan, atau hanya berhubungan sebagian, artinya penanda RAPD yang diperoleh belum tentu merupakan DNA yang menjadi penyandi karakter morfologi yang diamati. Hasil analisis yang tidak selaras yang dihasilkan dalam penelitian ini, terdapat pula pada hasil penelitian Apriani (2005), dengan menggunakan penanda morfologi (berdasarkan data vegetatif dan generatif) plasma nutfah nenas bersama empat primer RAPD, dimana diperoleh tingkat keselarasan yang tidak sesuai antara kedua penanda. Analisis Korelasi antar Karakter Kualitatif Hasil analisis korelasi parsial antar 87 varian subkarakter didapatkan 22 varian nyata saling berkaitan pada taraf nyata 95-99%. Secara khusus didapatkan korelasi yang sangat nyata (99-100% kepercayaan) antar 14 karakter kualitatif (Tabel 13), dimana diperoleh korelasi 100% antara warna duri orange dengan duduk daun mahkota horisontal, antara warna kelopak putih perak dengan warna daging buah emas, dan antara warna buah sebelum matang (kuning pudar) dengan warna buah sesudah matang (kuning dalam sampai jingga tua). 72

22 73 Tabel 13. Nilai koefisien korelasi antar karakter kualitatif yang signifikan Kode Karakter Kode karakter : 14. warna duri orange; 18. duri daun kaku; 19. warna kelopak hijau dengan kuning bercorak merah; 23.kelopak putih perak; 32. Bentuk buah silinder tajam memanjang; 38. warna buah sebelum matang (kuning pudar); 43. Warna buah sesudah matang (hijau pudar); 46. Warna buah sesudah matang (kuning dalam sampai jingga tua); 49. bentuk mahkota kubus membujur; 53. duduk daun mahkota horisontal; 64. mahkota ganda; 65. mahkota tunggal kecil; 77. warna daging buah kuning dalam warna daging buah emas tajam. Analisis Korelasi Primer dengan Karakter Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat 15 varian karakter kualitatif yang nyata berkaitan dengan 8 primer dari 12 primer RAPD dan e_rapd yang digunakan. Delapan primer tersebut diwakili oleh 18 profil pita DNA. Berdasarkan analisis korelasi ini diperoleh 15 varian karakter semuanya sangat nyata (100% kepercayaan) berkorelasi anrtara 60-75% dengan 18 profil RAPD dari 12 primer yang berbeda (Tabel 14). Primer OPE7 pita 5 ukuran 750 pb berkorelasi dengan karakter kelopak warna putih perak (r=0.70), juga berkorelasi dengan warna daging buah kuning emas (r=0.70) yang terdapat pada hibrida H01, primer SBR4 pita 3 ukuran 500 pb berkorelasi dengan warna buah hijau setelah matang (r=0.70) yang terdapat hanya pada hibrida H08, primer SBN5 pita 3 ukuran 500 pb berkorelasi dengan warna buah kuning pudar sebelum matang (r=0.70) dan juga berkorelasi dengan warna buah kuning sampai jingga tua (r=0.70) yang hanya terdapat pada hibrida H21, primer SBH2 pita 8 berkorelasi dengan warna buah hijau setelah matang (r=0.70) yang terdapat pada hibrida H29, primer SBH8 pita 3 ukuran 1500 pb berkorelasi dengan karakter duri tidak merata (r=0.75) yang terdapat pada hibrida H03, H021, H023, H024, H025, H026, H027, dan H028. Profil DNA dari primer OPE7, SBR4, dan SBH8 masing-masing disajikan pada Gambar 8, 9 dan

23 75 Tabel 14. Karakter morfologi berkorelasi nyata dengan profil RAPD Kode Karakter : 3.4-Letak duri tidak merata; 4.2-Warna duri orange; 5.3-Duri kaku; 6.4-Kelopak warna merah keunguan; 6.5-Kelopak warna putih perak; 8.3- Bentuk buah kerucut; 9.4--Warna buah kuning pudar sebelum matang; 10.1-Warna buah hijau setelah matang; 10.7-Warna buah kuning sampai jingga tua setelah matang; 12.2-Daun mahkota semi tegak; 18.1-Warna daging buah putih; Warna daging kuning pucat; Warna daging buah kuning emas; Warna daging buah orange ; 19.3-Tekstur buah kasar

24 Gambar 8 Profil RAPD dari Primer OPE7. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (r=0.70) dengan karakter kelopak warna putih perak dan buah kuning emas Gambar 9 Profil RAPD dari Primer SBR4. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (r=0.70) dengan warna buah hijau setelah matang Gambar 10. Profil RAPD dari Primer SBH8. Panah menunjukkan fragmen yang berkorelasi (r=0.70) dengan dengan karakter karakter duri tidak merata 75

25 76 Pembahasan Pembadingan Hasil Analisis Kemiripan Hasil analisis penanda morfologi dan RAPD menunjukkan terdapat perbedaan rentang nilai koefisien kemiripan, dimana koefisien penanda morfologi menunjukkan rentang yang lebih besar dibandingkan nilai koefisien kemiripan RAPD (Tabel 15). Tabel 15. Nilai koefisien kemiripan tertinggi dan terendah pada penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan. Koefisien Kemiripan Nilai tertinggi (kode nenas hibrida) Data morfologi Data RAPD Data gabungan 0.86 H05- H H25-H27 dan H27- H28, 0.76 H28-H29. Nilai terendah (Kode nenas hibrida) 0.06 H03- H H01-H H01-H30 Analisis terhadap data gabungan menunjukkan adanya perbedaan hasil analisis antara data gabungan dengan masing-masing penanda (Tabel 15). Nilai koefisien tertinggi pada data gabungan mendekati nilai koefisien tertinggi pada data RAPD, demikian pula nilai koefisien terendah pada data gabungan cenderung mendekati nilai koefisien terendah data RAPD. Pembadingan Hasil Analisis Kelompok Hasil analisis gerombol menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda antara morfologi, RAPD, maupun data gabungan. Pembandingan hasil pengelompokan masing-masing gerombol menunjukkan pola yang berbeda (Tabel 16). Namun demikian, data gabungan cenderung mengikuti pola pengelompokan penanda RAPD. Hal ini dimungkinkan karena RAPD lebih dominan dalam pembentukan kelompok dibandingkan penanda morfologi dan ada keterkaitan komponen karakter yang dilibatkan dalam pembentukan kelompok pada RAPD dan data gabungan. 76

26 77 Tabel 16. Pengelompokan hibrida dan tetuanya berdasarkan penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan dengan analisis gerombol. Morfologi RAPD Data gabungan 1. a.. H17 dan H30 b. H08 2. c. H05, H06, dan H07 d. H01, H04 dan H24 e. H03, H21, H26, H27, H28 dan H29 f. H09, H18, H22 dan H23 g. H04, H10, H11, H12, H13, H14, H15, H16, H19, H20, H25 dan JBSMSC3 h. JBBMQH6 1. a. H05 dan H02 b. H01 dan H c. H24 dan H30 d. H15, H16, H17, H18, H19, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29 e. H08, H09, H10, H11, H12, H13, H14, H21, dan tetua JBSMSC3. f. H03, H04, H06 dan H07 serta JBBMQH6 Perbandingan hasil analisis komponen utama. 1 a. H17 dan H30 2 b. H03 dan H04 c. H09, H12, H18, H19, H20, H22, H23, H25, H26, H27, H28, dan H29 d. H10, H11, H13, H14, H15, H16, dan H19 dan tetua JBSMSC3 e. H02, H05, H06 dan H07 serta JBBMQH6 Berdasarkan hasil analisis komponen utama terlihat bahwa baik data morfologi maupun data RAPD menunjukkan bahwa ketiganya tidak mencapai nilai minimum akumulasi 70% keragaman. Dengan demikian analisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis komponen utama tidak diperlukan. Perbandingan antara matriks kemiripan penanda morfologi dan RAPD Hasil analisis gerombol telah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola pengelompokan nenas hibrida dan tetuanya antara penanda morfologi dan RAPD. Setelah dilakukan analisis komparasi antara matriks koefisien kemiripan kedua penanda didapatkan nilai korelasi keduanya r = yang dikategorikan sebagai korelasi yang lemah. Korelasi yang rendah ini menunjukkan bahwa pola kemiripan di antara dua penanda sangat sedikit yang selaras. Faktor utama yang menyebabkan ketidak selarasan kemungkinan adalah antara penanda morfologi yang diamati dan profil DNA RAPD yang teramplifikasi bukan merupakan satu bagian yang saling berhubungan, atau hanya berhubungan sebagian, artinya penanda RAPD yang diperoleh belum tentu merupakan DNA yang menyandi karakter morfologi yang diamati. Hal ini terlihat jelas pada hasil amplifikasi DNA kedua tetua, dimana sebagian besar primer yang digunakan tidak bisa membedakan antara genotipe tetua berduri dan tidak 77

27 78 berduri. Hasil analisis yang tidak selaras antara morfologi dan DNA yang menyandi karakter morfologi yang dihasilkan pada penelitian ini, terdapat pula pada hasil penelitian Crouch et al. (2002) dan Robi ah (2004). Korelasi Parsial antara Primer dengan Karakter Analisis perbandingan antara matrik kemiripan penanda morfologi dan RAPD menunjukkan tingkat korelasi yang rendah antara keduanya. Hasil ini diperkuat oleh hasil analisis korelasi parsial antara karakter kualitatif dan profil DNA, dimana dari analisis ini menunjukkan bahwa hanya 15 varian karakter kualitatif (dari 87 varian yang dianalisis) yang berkorelasi nyata dengan 7 primer yang digunakan dalam RAPD. Dari hasil analisis ini secara khusus didapatkan satu varians karakter yang sangat berkorelasi 75% dengan 1 profil RAPD, yakni primer SBH8 pita 3 yang berkorelasi dengan letak duri tidak merata pada tepian daun. Kesimpulan Bertdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Pengelompokan 30 hibrida nenas dan tetuanya berdasarkan penanda morfologi dan RAPD dan gabungan (morfologi dan RAPD) menggunakan analisis kemiripan dan analisis gerombol diperoleh hasil pengelompokan yang berbeda. 2. Penanda morfologi melalui analisis kemiripan diperoleh kisaran koefisien kemiripan antara 0.06 sampai 0.86, penanda RAPD memiliki rentang lebih kecil dibandingkan morfologi, yakni berkisar 0.38 sampai 0.81, sedang data gabungan menghasilkan koefisien kemiripan antara Hasil analisis gerombol dengan menggunakan penanda morfologi terbentuk dua kelompok dan 8 subkelompok dengan kisaran koefisien kemiripan 0.30 sampai 0.86, penanda RAPD terbentuk dua kelompok dan enam subkelompok dengan kisaran koefisien kemiripan antara 0.61 hingga 0.88, dan penanda data gabungan terbetuk dua kelompok dan lima subkelompok dengan kisaran koefisien kemiripan antara 0.47 hingga Hasil analisis keselarasan diperoleh bahwa penanda morfologi memiliki nilai r yang sesuai, RAPD memiliki nilai r yang lemah (kurang sesuai), sedangkan data gabungan memiliki nilai r kurang sesuai (lemah). 78

28 79 5. Belum terungkap karakter yang dapat dijadikan sebagai komponen utama untuk mempelari keragaman genetik dari 30 populasi nenas hibrida dan tetuanya. Saran Disarankan dalam karakterisasi selain melibatkan karakter morfologi, juga melibatkan karakter yang tepat, terutama karakter-karakter yang berasosiasi dengan karakter unggul nenas. Sedangkan karakterisasi yang menggunakan penanda RAPD sebaiknya digunakan primer yang secara spesifik dapat menghasilkan profil DNA yang polimorfik yang juga berasosiasi dengan karakter penting nenas. Dengan melakukan pemilihan penanda yang tepat kemungkinan akan memberikan hasil karakterisasi yang lebih akurat dan dapat mengelompokkan nenas ke dalam kelompok-kelompok karakter utama. 79

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi 36 HSIL DN PEMHSN nalisis Penanda Morfologi Penanda morfologi meliputi karakter bentuk, ukuran, warna untuk daun dan buah. Variasi kedudukan daun terlihat pada posisi tegak, terbuka dan terkulai. Letak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 s/d Januari 2016. Lokasi penelitian berada di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui variasi genetik beberapa varietas mangga berdasarkan RAPD (Random Amplified Polymorphic

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

TATA CARA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2017 di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016. Isolasi dan visualisasi RNA Colletrotichum dilaksanakan di Laboratorium Hama Penyakit

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD

ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD Endang Yuniastuti, Supriyadi, Ismi Puji Ruwaida Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian UNS Email: is_me_cute@yahoo.co.id

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Bahan dan Alat Penelitian 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011-Juni 2012. Tempat penelitian untuk perlakuan irradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

ABSTRACT. Genetic Relationship offour DwarfCoconut Populations Based on RAPD (Ram/QmA""lijkdPolymoT]Jhic DNA) SALEHA HANNUM

ABSTRACT. Genetic Relationship offour DwarfCoconut Populations Based on RAPD (Ram/QmAlijkdPolymoT]Jhic DNA) SALEHA HANNUM ABSTRACT Genetic Relationship offour DwarfCoconut Populations Based on RAPD (Ram/QmA""lijkdPolymoT]Jhic DNA) SALEHA HANNUM Under the supervision ofalex HARTANA and SUHARSONO Genetic relationships among

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Foto lokasi Pengambilan Ikan Uji. Lele Sangkuriang Tasikmalaya. Lele Sangkuriang. Lele Dumbo Singaparna Lele Albino Lele Sangkuriang Garut

Lampiran 1. Foto lokasi Pengambilan Ikan Uji. Lele Sangkuriang Tasikmalaya. Lele Sangkuriang. Lele Dumbo Singaparna Lele Albino Lele Sangkuriang Garut LAMPIRAN 54 Lampiran 1. Foto lokasi Pengambilan Ikan Uji Lele Sangkuriang Sumedang Lele Lokal Lele Sangkuriang Tasikmalaya Lele Dumbo Singaparna Lele Albino Lele Sangkuriang Garut 55 Lampiran 2. Bagan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 7 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Ketileng, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro pada bulan April Oktober 2015. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN ABSTRAK ABSTRACT

TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN ABSTRAK ABSTRACT BEBERAPA MODIFIKASI PERLAKUAN UNTUK MENGEKSTRAKSI DNA DARI BAHAN HERBARIUM (Several modifications of treatment in extracting DNA from herbarium material) TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pekarangan warga di Kecamatan Jumantono, Kecamatan Karanganyar dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Latosol (Desa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.)

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.) Vegetalika Vol.4 No.1, 2015 : 70-77 Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.) Tenti Okta Vika 1, Aziz Purwantoro 2, dan Rani Agustina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu tanaman buah tropika penting ketiga setelah pisang dan mangga, yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai kandungan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN JAMBU AIR (Syzigium aqueum (Burm.f.). Alston) DI KOTA PEKANBARU DAN KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN JAMBU AIR (Syzigium aqueum (Burm.f.). Alston) DI KOTA PEKANBARU DAN KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI ANALISIS HUBUNGAN KEKERABATAN JAMBU AIR (Syzigium aqueum (Burm.f.). Alston) DI KOTA PEKANBARU DAN KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI Nanda Marlian Iriani, Nery Sofiyanti, Fitmawati Mahasiswa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 SKRIPSI Oleh: ANN SINAGA 110301242/PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 3.2 Objek Penelitian DNA ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) yang resisten dan sensitif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan 2 sampel yaitu kultivar pisang Mas Kirana dan pisang Agung

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan 2 sampel yaitu kultivar pisang Mas Kirana dan pisang Agung BAB III METODE PENELITIAN 3.1Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan 2 sampel yaitu kultivar pisang Mas Kirana dan pisang Agung Semeru sebagai

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan prosedur isolasi DNA

Lampiran 1. Bagan prosedur isolasi DNA Lampiran 1. Bagan prosedur isolasi DNA 0.2-0.3 gr daun segar digerus dgn nitrogen cair,sambil digerus masukkan 0.1 gr PVPP sampai menjadi tepung. Lalu masukkan dalam tube 2 ml yng telah berisi 1 ml CTAB

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,

Lebih terperinci

ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH

ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH ANALISIS MULTIVARIATE DAN SELEKSI NENAS HASIL PERSILANGAN QUEEN DENGAN SMOOTH CAYENNE KOLEKSI PKBT UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH Abstrak Program hibridisasi telah dimulai tahun 2003 di PKBT IPB Bogor.

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION

ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN PENGEMBANGAN KRITERIA SELEKSI BAGI PEMULIAAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) DI INDONESIA MUHAMMAD ARIF NASUTION SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.. Tempat dan Waktu Tempat penelitian analisis DNA dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu untuk menganalisis hubungan kekerabatan kultivar Mangifera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. 3.2 Objek Penelitian Tujuh puluh tiga kultivar mangga (Mangifera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi DNA Genom Isolasi dalam penelitian ini menggunakan Wizard Genomic Purification Kit (Promega), yang dapat digunakan untuk mengisolasi DNA genom dari jaringan segar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci