III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 51 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada pada Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu (KAMM) yang merupakan salah satu kawasan agropolitan yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Mentan Nomor: 312/TU.210/A/X/2002. Kegiatan awal berupa kegiatan penyusunan master plan pengembangan KAMM dilaksanakan tahun 2003, dan sosialisasi master plan serta penyiapan masyarakat dilaksanakan tahun 2004, kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan pelaksanaan pengembangan kawasan agropolitan melalui kegiatan-kegiatan lintas sektor berupa dukungan stimulans pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten selama tiga tahun berturut-turut mulai tahun 2005 sampai tahun Setelah pemberian dukungan stimulans dari pemerintah, selanjutnya pengembangan KAMM ini dilaksanakan secara mandiri dengan mengandalkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten, swasta dan masyarakat, tanpa harus tergantung lagi kepada dukungan pemerintah pusat. Peta lokasi KAMM disajikan pada Gambar 15, dan Peta Rupa Bumi KAMM disajikan pada Lampiran 1. Magelang Jakarta Bandung Pulau Jawa Semarang Jogjakarta Surabaya Grabag Ngablak Dps Tegalrejo Pakis Candimulyo Sawangan Lokasi Penelitian KAMM Dukun Meliputi: 7 kecamatan 96 desa. Komoditi unggulan hortikultura Gambar 15 Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu dan sekitarnya.

2 52 KAMM ini termasuk kategori kawasan agropolitan by nature karena merupakan kawasan yang telah ada secara alami dengan mengandalkan kekayaan sumberdaya alam bidang pertanian, yang didukung dengan agroklimat dataran tinggi yang cocok untuk pengembangan pertanian khususnya hortikultura. KAMM terdiri dari tujuh kecamatan, yaitu: Kecamatan Sawangan, Dukun, Pakis, Ngablak, Grabag, Candimulyo, dan Tegalrejo, dengan jumlah desa yang menjadi cakupan pengembangan KAMM adalah 96 desa, luas 399,13 km 2 atau Ha. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan, mulai dari studi literatur, survei lapangan, kompilasi data, pengolahan data, analisis dan sistesis, kesimpulan, hingga penulisan disertasi. Seluruh tahapan ini dilaksanakan dalam waktu 36 bulan mulai dari bulan April 2008 sampai Desember Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahapan secara sekuensi, dengan urutan seperti disajikan pada Gambar 16. Tahapan pertama, menganalisis kinerja pengembangan KAMM pasca fasilitasi pemerintah, dengan output yang diinginkan adalah terukurnya kinerja kawasan agropolitan melalui indikatorindikator keberhasilan. Tahapan kedua, menganalisis tingkat kemandirian KAMM berdasarkan dimensi-dimensi kemandirian kawasan agropolitan, yaitu dimensi usahatani, dimensi agroindustri, dimensi pemasaran, dimensi infrastruktur, dan dimensi suprastruktur dengan output yang diinginkan adalah tingkat kemandirian KAMM. Tahapan ketiga, menganalisis model pembangunan infrastruktur berkelanjutan, yang terdiri dari beberapa sub-model yaitu sub-model penduduk, sub-model penggunaan lahan, sub-model agribisnis, sub-model infrastruktur, submodel ekonomi, dan sub-model tenaga kerja dengan output yang diinginkan adalah struktur model dinamik pembangunan infrastruktur. Tahapan keempat, menyusun arahan kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan KAMM.

3 53 Gambar 16 Tahapan penelitian model pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan Kinerja Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan adalah tentang gambaran umum KAMM yang meliputi data: sumberdaya manusia, sumberdaya alam, permukiman, infrastruktur, teknologi, serta data-data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis kinerja pengembangan KAMM, yang meliputi data : tata ruang, usahatani, permodalan, serta kelembagaan.

4 Metode Analisis Untuk mengetahui gambaran umum wilayah studi dilakukan analisis situasional sebagai berikut: a. Analisis sumberdaya manusia: komponen yang dianalisis antara lain: (1) jumlah dan kepadatan penduduk Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu; (2) Struktur penduduk menurut mata pencaharian; dan (3) Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan. Hasil yang diharapkan adalah tergambarkannya keadaan penduduk selaku stakeholders utama dalam pengembangan kawasan agropolitan, baik dari segi mata pencaharian apakah mayoritas bekerja di sektor pertanian sebagai persyaratan sebuah kawasan agropolitan, serta tingkat pendidikan masyarakat sebagai modal awal dalam mengembangkan usahatani (agribisnis) di kawasan agropolitan. b. Analisis sumberdaya alam: komponen yang dianalisis antara lain: (1) geografis; (2) topografi dan morfologi; (3) geologi dan jenis tanah; (4) hidrologi; (5) klimatologi; dan (6) konservasi lahan. Hasil yang diharapkan adalah tergambarkannya keadaan sumberdaya alam sebagai potensi yang akan dikembangkan di kawasan agropolitan, baik dari segi lahan, air, maupun iklimnya. c. Analisis permukiman: dilakukan untuk melihat keseimbangan pembangunan antara permukiman (politan) sebagai tempat tinggal masyarakat dengan pembangunan wilayah pertanian (agro) sebagai tempat aktifitas utama petani di wilayah perdesaan. Dalam analisis permukiman ini akan dikaji: tipe-tipe perumahan penduduk, luas kavling, jenis konstruksi, building coverage (BC), dan analisis kebutuhan sarana dan prasarana serta fasilitas umum permukiman di wilayah perdesaan. d. Analisis penyediaan infrastruktur: dilakukan untuk menganalisis kinerja pembangunan infrastruktur di KAMM, yang telah dicapai selama kurun waktu 3 tahun fasilitasi pemerintah. Analisis akan mengkaji dampak yang telah terjadi terhadap peningkatan produktivitas hasil pertanian, peningkatan pengolahan hasil, serta kelancaran pemasaran hasil.

5 55 e. Analisis teknologi: dilakukan untuk menentukan pilihan model pengembangan pertanian di KAMM, apakah lebih cocok dikembangkan dengan model pertanian modern atau menggunakan metoda-metoda konvensional. Pilihan teknologi dan informasi ini dilakukan berdasarkan variabel-variabel dan penilaian dengan ordinal (generik) pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian (1 = tidak terpenuhi; 3 = kurang terpenuhi; 5 = terpenuhi). Sandingan variabel pertanian modern dan pertanian konvensional disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Variabel Pertanian Modern Dibandingkan dengan Pertanian Konvensional No Variabel Lahan Status lahan Pengelolaan lahan Jenis tanaman Teknologi Cara budidaya Tenaga kerja Permodalan Proses produksi Pengelolaan Cara pengambilan keputusan Standarisasi produksi Perputaran modal Pasar Usahatani Skala sempit (konvensional) Skala relatif luas (modern) Relatif sempit Relatif luas Milik, sewa, sakap Umumnya Hak Guna Usaha Oleh petani sendiri Kebanyakan swasta Sebagian tenaga kerja Tenaga upah Sederhana Rumit Campuran atau monokultur Monokultur tanaman tanaman pangan perdagangan Sederhana Modern Tradisional Menggunakan teknologi modern Mekanik, mesin Manusia, ternak dan mekanik Padat karya Di alam terbuka, tergantung alam Sederhana Cepat dan jangka pendek Relatif sulit Lama Domestik Padat modal Di ruangan dan tidak tergantung alam Modern Cepat dan jangka panjang Relatif mudah Cepat Orientasi ekspor Untuk mengetahui kinerja wilayah studi pasca fasilitasi pemerintah dilakukan analisis sebagai berikut: 1. Analisis tata ruang: berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, rencana tata ruang kawasan agropolitan merupakan rencana rinci tata ruang yang memuat antara lain: (a) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan agropolitan; (b) Rencana struktur ruang kawasan agropolitan yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana

6 56 kawasan agropolitan; (c) Rencana pola ruang kawasan agropolitan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya; (d) Arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi indikasi program utama yang bersifat interdependen antar desa, dan (e) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan agropolitan, arahan ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Rencana tata ruang wilayah memuat skenario-skenario perkembangan kedepan sehingga penyediaan infrastruktur kawasan agropolitan yang sesuai dengan skenario-skenario tersebut benar-benar dapat digunakan sebagai instrumen yang saling sinergis untuk menstimulasi pengembangan kawasan agropolitan. Penempatan infrastruktur kawasan agropolitan yang mengikuti struktur ruang akan meningkatkan efisiensi penyediaan infrastruktur karena jenis dan skala infrastruktur yang akan dibangun disesuaikan dengan keberadaan atau rencana pengembangan pusat-pusat kegiatan lokal (kota-kota kecil dan menengah) di wilayah perdesaan. Komponen tata ruang yang dianalisis dalam studi ini, adalah yang terkait dengan penyediaan infrastruktur, sehingga penempatan infrastruktur dapat mengikuti struktur ruang dan hierarki kawasan agropolitan. (1) Analisis struktur dan hierarki ruang kawasan agropolitan: untuk menganalisis wilayah mana yang menjadi (a) kawasan sentra produksi (KSP), yang merupakan hamparan sistem produksi primer (on-farm) mencakup satu desa atau lebih yang memiliki komoditas unggulan berjenis tunggal atau jamak; (b) kota tani utama (agropolis), adalah ruang yang menjadi pusat orientasi pengembangan kawasan agropolitan yang berdasarkan strategi geografi, dan existingnya memiliki tingkat intensitas akses yang tinggi, yang di dalamnya terdapat suatu sentra pelayanan agribisnis yang berhubungan dengan pasar luar di luar daerah ataupun kawasan; dan (c) kota pemasaran akhir (outlet), yang merupakan wilayah atau kota-kota yang menjadi tempat pemasaran produksi pertanian bisa di lingkup kabupaten, provinsi, regional, nasional, bahkan luar negeri. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Matriks Potensial.

7 57 (2) Analisis penggunaan lahan: untuk mengetahui pola penggunaan lahan di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Identifikasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan pendekatan geographical information system (GIS) untuk melihat berbagai kesesuaian penggunan lahan di kawasan agropolitan. Analisis dilakukan dengan teknik overlay antara peta dasar dan peta tematik. Pola pemanfaatan ruang yang ada akan dianalisis apakah sesuai dengan model pendekatan analisis spasial seperti yang dikembangkan Teori Von Thunen, dengan pola penggunaan lahan terdiri dari empat cluster, yaitu : (1) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan komersial, (2) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan industri, (3) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan permukiman, dan (4) Cluster yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Metode analisis yang digunakan adalah land allocations precentages (LAP) analysis. 2. Analisis potensi komoditi pertanian: dilakukan dalam dua tahap. Pertama : Analisis komoditi pertanian primer, untuk menentukan pilihan komoditi pertanian primer yang akan dikembangkan di KAMM, antara lain: (1) hortikultura, (2) tanaman pangan, (3) perkebunan, (4) peternakan, dan (5) perikanan, akan dipilih satu komoditi pertanian primer, menggunakan analisis matriks potensial. Selanjutnya, untuk menentukan pilihan jenis komoditas unggulan yang akan dikembangkan di KAMM, dari 30 jenis komoditi hortikultura yang sudah ada akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis Bayes, dengan kriteria yang dipertimbangkan adalah : (1) perolehan bibit, (2) kemudahan perawatan, (3) efisiensi dan kesesuaian lahan, (4) agroklimat, (5) budaya masyarakat, dan (6) harga jual. Penilaian alternatif dengan ordinal (generik) pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian 1 sampai dengan 5 (1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = biasa; 4 = bagus; dan 5 = sangat bagus). Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai setiap alternatif komoditi pertanian hortikultura adalah seperti di bawah ini: m Total Nilai i = Nilai ij (Krit j ) j = i

8 58 keterangan: Total Nilai i Nilai ij Krit j I j = total nilai akhir dari alternatif ke-i = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j = 1,2,3,...n; n = jumlah alternatif = 1,2,3,...m; m = jumlah kriteria 3. Analisis usahatani: dilakukan dengan menghitung : (1) biaya sarana produksi, (2) biaya tenaga kerja, (3) biaya sewa tanah, (4) bunga modal usaha, dan (5) biaya infrastruktur dan pengangkutan. Analisis total pendapatan dilakukan dengan menghitung total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi. Untuk analisis total pendapatan dari aspek produksi, metode yang digunakan adalah metode R/C ratio (Return per Cost). R/C ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Dari analisis ini dapat diketahui besarnya R/C ratio. 4. Analisis pengolahan hasil: dilakukan untuk menghitung : (1) peningkatan nilai tambah (added value), (2) peningkatan kualitas hasil, (3) peningkatan penyerapan tenaga kerja, (4) peningkatan keterampilan produsen dan (5) peningkatan pendapatan produsen. Analisis pengolahan hasil, menggunakan metode added value analisys, dengan gambar peningkatan nilai tambah sepanjang rantai (lifting up the chain) disajikan pada Gambar 17. Industri Pendukung Nilai tambah Primer Sekunder Tersier Per pekerja Produktifitas per unit Gambar 17 Peningkatan nilai tambah sepanjang rantai (lifting up the chain).

9 59 5. Analisis pemasaran hasil: dilakukan untuk mengetahui kelompok produk hortikultura yang dipasarkan yang paling menguntungkan sampai yang tidak dapat dipertahankan pada sentra pemasaran hasil Sub Terminal Agribisnis (STA) Sewukan KAMM. Metode analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan model BCG (Boston Consulting Group), dengan empat kuadran yaitu : - Kuadran I stars prospek: yaitu group produk yang dipasarkan adalah paling menguntungkan, dan karenanya pengembangan produk tersebut perlu mendapatkan prioritas. - Kuadran II cash cows prospek: yaitu group produk yang masih mendatangkan keuntungan, artinya produk yang dipasarkan perlu dipertahankan walaupun sewaktu-waktu produk tersebut terpaksa harus dihentikan karena arus kas yang negatif (kalah bersaing) - Kuadran III children prospek: yaitu group produk yang dipasarkan belum mempunyai prospek yang jelas. Karena itu perlu dipikirkan kapan produk tersebut menjadi stars walaupun dengan injeksi arus kas dan memerlukan waktu yang agak lama. - Kuadran IV dogs prospek: yaitu group produk yang dipasarkan benarbenar tidak dapat dipertahankan. 6. Analisis permodalan: permodalan di bidang pengembangan usahatani (agribisnis), merupakan energi yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan hasil pertanian. Namun disadari bahwa petani sangat kesulitan di dalam mendapatkan modal kerja akibat akses petani yang tidak terbuka terhadap sistem keuangan yang begitu sulit untuk ditembus dengan berbagai persyaratan-persyaratan birokrasi dan perbankan yang cukup rumit seperti harus adanya agunan dan kelayakan usaha. Secara umum ada empat jenis permodalan dalam usahatani yaitu, Pertama: modal sendiri, dengan mengandalkan biaya yang ada pada petani baik dana tunai maupun biaya barter hasil pertanian ataupun tabungan yang dimiliki petani sebagai hasil saving dari pendapatan sebelumnya. Kedua: modal pinjaman perbankan, dengan skim kredit yang dapat membantu petani dalam mendapatkan modal

10 60 usahatani, antara lain melalui kredit usaha kecil perbankan, kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E) dan kredit usaha rakyat (KUR). Ketiga: pinjaman tengkulak, merupakan pinjaman modal usahatani dari pengusaha kepada petani dengan berbagai persyaratan dan ketentuan yang memberatkan petani, seperti bunga yang tinggi dan harus menjual hasil panen kepada pengusaha dengan harga sepihak. Keempat : pinjaman modal dengan bagi hasil, yaitu pemilik lahan memberikan lahannya kepada petani untuk digarap dengan sistem bagi hasil pasca panen. Dalam studi ini jenis permodalan yang dianalisis adalah melalui pinjaman kredit perbankan dengan bunga ringan. Metode analisis yang digunakan adalah Metode analisis compounding factors, yang dapat dituliskan dengan rumus : F = P (1 + i ) n F = jumlah pinjaman modal berikut bunga yang harus dikembalikan P = jumlah pinjaman modal saat di pinjam (Present amount) 1 = bilangan lebih besar dari 1,0, yang dapat dipakai untuk mengalihkan suatu jumlah yang ada sekarang demi menentukan nilainya di waktu yang akan datang, setelah diberi berbunga pada akhir setiap tahun. i = tingkat suku bungan n = jumlah tahun selama uang itu dipinjam 7. Analisis Kelembagaan: bertujuan untuk membangun alternatif institusi pengelolaan kawasan agropolitan yang tepat sesuai dengan karakteristik daerah, perkembangan masyarakat dan peraturan yang berlaku. Analisis akan mengkaji bentuk-bentuk kelembagaan yang telah ada di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, baik itu kelembagaan yang dibentuk untuk mengelola kawasan agropolitan, seperti pokja pengembangan kawasan agropolitan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke tingkat kawasan, maupun kelembagaan lainnya yang telah berkembang seperti: Asosiasi kelompok agribisnis sayuran (KAS), gabungan kelompok tani (Gapoktan), kelompok tani & nelayan andalan (KTNA), dan lain-lain. Untuk menganalisis kelembagaan di kawasan agropolitan ini menggunakan metode interpretative structural modelling (ISM).

11 Analisis Tingkat Kemandirian Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan adalah data tentang atribut yang dihasilkan dari pengembangan kriteria dan indikator kawasan agropolitan mandiri. Jumlah atribut (elemen) yang dikembangkan adalah 44 atribut, meliputi dimensi usahatani 12 atribut, dimensi agroindustri 7 atribut, dimensi pemasaran 7 atribut, dimensi infrastruktur 10 atribut, dan dimensi suprastruktur 8 atribut. Ke 44 atribut disajikan pada Tabel Metode Analisis Analisis tingkat kemandirian menggunakan rapfish (the rapid appraisal of the status of fisheries) (Kavanagh, 2001) dengan metode Multi Dimensional Scalling (MDS), dengan modifikasi dari Rapfish yang dinamakan sebagai Rapagro. Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu (1) penentuan atribut kemandirian kawasan agropolitan; (2) penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria kemandirian setiap dimensi; dan (3) penyusunan indeks dan status kemandirian kawasan agropolitan. Setiap atribut pada masing-masing dimensi diberikan skor berdasarkan scientific judgment dari pembuat skor. Rentang skor berkisar antara 0 3 atau tergantung pada keadaan masing-masing atribut yang diartikan mulai dari yang buruk (0) sampai baik (3). Nilai skor dari masing-masing atribut dianalisis secara multidimensional untuk menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi kemandirian kawasan agropolitan yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik (good) dan titik buruk (bad). Nilai skor yang digunakan dimodifikasi dengan titik acuan baik sebagai cerminan kemandirian kawasan, sementara titik acuan buruk sebagai cerminan kondisi pra kawasan agropolitan I yang merupakan kawasan perdesaan dengan tingkat pertumbuhan rendah. Perangkat lunak rapfish yang digunakan dimodifikasi menggunakan dimensi-dimensi dan atribut-atribut terkait tingkat kemandirian kawasan agropolitan. Adapun nilai skor yang merupakan nilai indeks kemandirian setiap dimensi dapat disajikan pada Tabel 4.

12 62 Tabel 3 Dimensi dan atribut kemandirian kawasan agropolitan No Dimensi dan Atribut (Elemen) Kriteria USAHATANI 1 Ketersediaan sarana produksi tidak sedang mencukupi mencukupi 2 Ketersediaan alat pertanian tidak sedang mencukupi mencukupi 3 Komoditas unggulan satu dua >dua 4 Nilai ekonomi komoditas unggulan rendah sedang tinggi 5 Teknologi budidaya komoditas tradisional sedang maju unggulan 6 Produktivitas komoditas unggulan rendah sedang tinggi 7 Masyarakat yang telibat dalam sedikit (<25%) sedang 25-50% tinggi (>50%) usahatani komoditas unggulan 8 Luas kawasan usahatani komoditas minoritas sedang dominan unggulan 9 Akses mayoritas petani terhadap buruh penggarap pemilik lahan 10 Pengelolaan pasca panen tidak dilakukan ringan dilakukan dengan baik 11 Kelayakan usahatani (R/C) <1 1 >1 12 Ketersediaan permodalan usahatani kurang sedang lebih dari cukup No AGROINDUSTRI 1 Pengolahan hasil pertanian belum ada jarang biasa dilakukan 2 Produk yang dihasilkan primer skunder skunder-tertier agroindustri 3 Skala industri pengolahan komoditas unggulan rumah tangga industri kecil perusahaan menengahbesar 4 Jumlah jenis produk olahan tidak aka satu >satu 5 Jumlah tenaga kerja terlibat sedikit (<25%) sedang 25-50% tinggi (>50%) agroindustri 6 Pengolahan limbah agroindustri tidak ada sebagian seluruhnya 7 Kelayakan usaha agroindustri <1 1 >1 No PEMASARAN 1 Terminal agribisnis (SubTerminal Agribisnis) tidak ada ada, modern 2 Ketersediaan pasar sarana produksi tidak ada ada, modern 3 Sistem pemasaran tidak ada ada tapi tidak berfungsi ada, berfungsi, 4 Produk yang dipasarkan primer primer>olahan olahan>primer 5 Tujuan pemasaran lokal regional nasional, export 6 Standarisasi mutu tidak ada untuk produk tertentu untuk seluruh produk 7 Penggunaan teknologi informasi ada sedikit cukup banyak No INFRASTRUKTUR 1 Jalan usahatani tidak ada ada, setapak bisa dilalui kendaraan 2 Jalan poros jalan tanah pengerasan batu aspal

13 63 Tabel 3 Dimensi dan atribut kemandirian kawasan agropolitan (lanjutan) No Dimensi dan Atribut (Elemen) Kriteria 3 Jalan penghubung desa-kota pengerasan aspal hotmix batu 4 Jaringan irigasi tidak ada ada, tidak mencukupi 5 Jaringan air bersih tidak ada ada, tidak mencukupi 6 Jaringan drainase permukiman tidak ada ada, tidak mencukupi 7 Jaringan listrik tidak ada ada, tidak mencukupi 8 Jaringan telekomunikasi tidak ada ada, tidak mencukupi 9 Bangunan penyuluh pertanian tidak ada ada, tidak mencukupi 10 Bangunan penunjang pertanian tidak ada ada, tidak mencukupi No SUPRASTRUKTUR 1 Kualitas SDM masyarakat mayoritas SD SMP SMA 2 Ketersediaan kelompok tani tidak ada ada, tidak berfungsi ada, berfungsi, 3 Ketersediaan koperasi tidak ada ada, tidak berfungsi ada, berfungsi, 4 Ketersediaan lembaga keuangan/bank tidak ada ada, tidak berfungsi ada, berfungsi, 5 Ketersediaan lembaga penyuluhan tidak ada ada, tidak berfungsi ada, berfungsi, 6 Ketersediaan lembaga sosial tidak ada ada, tidak berfungsi ada, berfungsi, 7 Ketersediaan lembaga konsultasi Agribisnis tidak ada ada, tidak berfungsi ada, berfungsi, 8 Badan Pengelola Kawasan agropolitan tidak ada ada, tidak berfungsi ada, berfungsi, Tabel 4 Kategori status kemandirian kawasan agropolitan berdasarkan nilai indeks Nilai Indeks 0 24, , , ,00 Kategori Pra Kawasan Agropolitan I Pra Kawasan Agropolitan II Kawasan Agropolitan Kawasan Agropolitan Mandiri Melalui metode MDS, maka posisi titik kemandirian dapat divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Adanya proses rotasi, memungkinkan posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan

14 64 nilai indeks perkembangan diberi nilai skor 0 % (pra kawasan agropolitan I) dan 100 % (kawasan agropolitan mandiri). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks kemandirian lebih besar atau sama dengan 75 % (> 75 %), maka sistem dikatakan mandiri dan belum mandiri jika nilai indeks kurang dari 75 % (< 75 %). Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks kemandirian disajikan pada Gambar 18. Pra Kawasan Agropolitan I Kawasan Agropolitan Mandiri 0 % 50 % 100 % Gambar 18 Ilustrasi penentuan indeks kemandirian kawasan agropolitan dalam skala ordinasi. Nilai indeks kemandirian setiap dimensi kawasan agropolitan yang meliputi dimensi agribisnis, agroindustri, pemasaran, infrastruktur, dan suprastruktur dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) disajikan pada Gambar 19. Atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks kemandirian kawasan agropolitan ditampilkan melalui analisis sensivitas dengan melihat bentuk perubahan root mean square (rms) ordinasi pada sumbu X. Dalam hal ini semakin besar perubahan nilai rms, maka semakin sensitif atribut tersebut dalam kemandirian kawasan agropolitan. Suprastruktur Usahatani Agroindustri Infrastruktur Pemasaran Gambar 19 Ilustrasi indeks kemandirian setiap dimensi pengembangan kawasan agropolitan.

15 Pemodelan Sistem Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan Kawasan Agropolitan Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan adalah: (1) data infrastruktur, yang meliputi infrastruktur air, infrastruktur jalan, infrastruktur sarana transportasi, infrastruktur pengelolaan limbah, infrastruktur bangunan, infrastruktur energi, dan infrastruktur telekomunikasi, (2) data pendapat pakar, yang dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD), dan (3) data standard pelayanan minimum (SPM) Metode Analisis Menyusun model pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Analisis yang dilakukan meliputi : a. Analisis model pembangunan infrastruktur: dimaksudkan untuk mendapatkan model pembangunan infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan kawasan agropolitan, yang meliputi : (1) sub-model penduduk, (2) sub-model penggunaan lahan, (3) sub-model agribisnis (usahatani, pengolahan, dan pemasaran), (4) sub-model infrastruktur (yang dapat menunjang usahatani, pengolahan hasil, pemasaran hasil pertanian), (5) submodel ekonomi dan tenaga kerja. Metode analisis yang digunakan adalah analisis sistem dinamis. Sistem dinamis ini lebih dikenal sebagai sebuah disiplin berfikir sistemik (system thinking) dalam khasanah ilmu pengetahuan sistem. Dalam khasanah ilmu sistem, perspektif tentang bagaimana titik tolak cara untuk melihat, menganalisis, dan menjelaskan masalah yang berciri kerumitan, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian telah terdokumentasi dalam kepustakaan analisis sistem. Sesuai dengan namanya, metode ini erat hubungannya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamik sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metode sistem dinamik lebih ditekankan pada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur kebijakan dalam sistem itu. Pemahaman ini sangat penting dalam perancangan kebijakan yang efektif (Tasrif, 2001).

16 66 Pembuatan model berdasarkan konsep berpikir sistem dimulai dengan suatu model mental, kemudian dijabarkan dalam suatu kerangka konsep, pembuatan diagram simpal kausal, pembuatan diagram alir, simulasi model untuk melihat perilaku, dan akhirnya uji sensitivitas serta analisis kebijakan. Sistem pengembangan kawasan agropolitan merupakan kumpulan dari aspek-aspek pengembangan yang saling terkait dan terorganisasi, yaitu: aspek pengembangan sdm, sda, tata ruang, permukiman, usahatani, infrastruktur, teknologi, permodalan, kelembagaan, dan aspek lainnya dalam rangka mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan. Karena sistem di kawasan agropolitan itu sangat kompleks, dan tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh proses yang terjadi, maka model yang ingin dibangun adalah pada pembangunan sub-sistem infrastruktur sebagai salah satu sub-sistem yang sangat berperan penting dalam pengembangan kawasan agropolitan. Model pembangunan infrastruktur hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan sebenarnya, maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan menyusun model pembangunan infrastruktur. Tujuan utama yang ingin dibangun adalah model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan mandiri, sebagai upaya untuk mendapatkan model kebijakan pengembangan kawasan agropolitan pasca fasilitasi pemerintah. Tahapan pendekatan sistem menurut Manetsch dan Park (1977) dalam Hartisari (2007), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3) identifikasi sistem, (4) Pemodelan sistem, (5) verifikasi dan validasi, dan (6) implementasi. (1) Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholders). Kebutuhan masing-masing stakeholders dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan infrastruktur berkelanjutan untuk menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri selalu berbeda-beda tergantung pada sisi pandang mereka sebagai pelaku sistem. Stakeholders yang merupakan

17 67 pemangku kepentingan dalam pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan ditentukan berdasarkan kriteria pengalaman atau jabatan mereka masingmasing. Stakeholdres yang terkait dengan pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan terdiri dari: pemerintah pusat dan daerah (sebagai regulator), pengusaha agroinput, peneliti/pakar, masyarakat (petani), DPRD, dan LSM. (2) Formulasi Permasalahan Formulasi permasalahan merupakan identifikasi dari kebutuhan stakeholders yang kontradiktif, yang dapat menyebabkan kejadian konflik pada pencapaian tujuan kajian ini. Kebutuhan masing-masing aktor yang saling bertentangan memerlukan solusi penyelesaian. Hal ini diperlukan untuk mengintegrasikan kebutuhan pelaku sistem. Secara umum solusi didapatkan dari pemahaman terhadap mekanisme yang terjadi dalam sistem. Berdasarkan mekanisme tersebut, hubungan antar faktor dapat diketahui sehingga solusi dapat ditentukan berdasarkan pengetahuan keterkaitan antar faktor. Pemahaman mekanisme sistem dilakukan pada tahap identifikasi sistem. (3) Identifikasi Sistem Berdasarkan mekanisme sistem yang telah diketahui dalam mengkaji model pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan mandiri, analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan yang telah dilakukan, maka pada awal tahap identifikasi perlu dilakukan pembatasan terhadap sistem yang dikaji, yaitu hanya difokuskan pada kajian model pembangunan infrastruktur berkelanjutan untuk menunjang kawasan agropolitan mandiri. Berdasarkan hal itu maka hanya variabel yang terkait dengan tujuan tersebut yang akan dipertimbangkan dalam penyusunan model ini. Pada tahap ini, pendekatan selanjutnya yang dilakukan adalah menyusun diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop diagram) dan diagram input-output (black box diagram). (4) Diagram Lingkar Sebab Akibat Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem yang dikaji, yang terdiri dari variabel-variabel yang

18 68 masing-masing dihubungkan dengan tanda panah yang menggambarkan hubungan antar variabel tersebut. Hubungan digambarkan dengan tanda positif (+) atau negatif (-). Lingkar positif digambarkan dengan putaran searah jarum jam, sedangkan lingkar negatif digambarkan dengan kebalikan jarum jam. (5) Diagram Input-Output Diagram input-output menggambarkan hubungan antara output yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan. Diagram input-output sering disebut dengan diagram kotak gelap (black box), karena diagram ini tidak menjelaskan bagaimana proses yang akan dialami input menjadi output yang diinginkan. Diagram input-output disajikan pada Gambar 20. Input Lingkungan Input Tak Terkendali Output yang diinginkan Model Pembangunan Inf Berkelanjutan dalam mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan Mandiri Input Terkendali Output yang tidak diinginkan Manajemen Pengendalian Gambar 20 Model diagram input-output. Output merupakan tujuan kajian sistem. Output dapat dikategorikan sebagai output yang diinginkan dan output yang tidak diinginkan. Output yang tidak diinginkan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan kadang-kadang diidentifikasi sebagai pengaruh negatif bagi kinerja sistem. Output yang tidak

19 69 diinginkan ini perlu ditindaklanjuti dengan umpan balik. Dalam hubungan ini, input harus dimodifikasi agar menghasilkan output yang diinginkan. Input merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja sistem yang dapat digolongkan pada input langsung dan tak langsung. Input langsung terdiri dari input terkendali dan input tak terkendali. Input terkendali adalah input yang secara langsung mempengaruhi kinerja sistem dan bersifat dapat dikendalikan, sedangkan input tak terkendali merupakan input yang diperlukan agar sistem dapat berfungsi dengan baik namun tidak dapat dikendalikan atau berada di luar kendali kita. Input tidak langsung merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan. Input ini biasanya berada di luar batasan sehingga input tidak langsung sering disebut sebagai input lingkungan. (6) Analisis Sistem Dinamik Potensi perilaku variabel-variabel indikator keterpaduan dan keberlanjutan seperti disebutkan di atas dapat diketahui dalam kurun waktu ke depan, dengan menggunakan analisis sistim dinamik. Analisis ini dibangun dengan mengembangkan model simulasi. Prinsip model dinamik adalah mengembangankan dua atau lebih variabel yang berkaitan secara dinamik dan simultan sebagaimana digambarkan pada persamaan order satu berikut ini. dx x& = = f ( x, y) g( x, y) dt dy y& = = g( x, y) dt Persamaan di atas mengandung dua variabel x dan y yang bergerak secara simultan dan berinteraksi sata sama lain melalui persamaan derivatif terhadap waktu (ordinary differential equation). Kedua persamaan di atas dapat dipecahkan untuk menentukan trajectory atau lintasan variabel terhadap waktu dengan mencari solusi homogen dimana diasumsikan sistem dalam kondisi keseimbangan melalui x & = 0, y& = 0. Kedua solusi x dan y tersebut kemudian

20 70 dapat dilihat keseimbangan nya dengan cara melakukan linierisasi. Linearisasi pada titik keseimbangan * X dan d& x ditulis sebagai berikut: dx& x& = dx y& dy& dx dx& dy x dy& y dy * * Dalam model sistim dinamik, variabel x dan y bisa saja variabel ekonomi dan lingkungan maupun infrastruktur yang saling berinteraksi satu sama lain. Ketika lebih dari dua varibel berinteraski, maka model menjadi kompleks sehingga umumnya model dinamik diimplementasikan ke dalam model simulasi. Dalam studi ini simulai interaksi variabel-variable di atas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Powersim Constructor 2,5 dan Studio. (7) Uji Validitas Kinerja Uji validitas kinerja ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan dapat diterima secara akademik atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara memvalidasi output model, yaitu dengan membandingkan output model dengan data empirik. Ada beberpa teknik uji statistik yang dapat digunakan antara lain AME (absoulte mean error) dan AVE (absolut variation error). Batas penyimpangan yang dapat ditolerir adalah 5-10%. (8) Simulasi Model Simulasi merupakan proses penggunaan model untuk meniru perilaku secara bertahap dari sistem yang dipelajari (Grant et al. 1997). Simulasi merupakan eksperimentasi yang menggunakan model suatu sistem dengan analisis sistem tanpa harus mengganggu atau mengadakan perilaku terhadap sistem yang diteliti dan kegagalan seperti yang terjadi pada eksperimen biasa. Siswosudarmo et al. (2001), menjelaskan bahwa simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan.

21 71 Model yang telah dibentuk digunakan untuk mencapai tujuan pembentukannya. langkah pertama adalah membuat daftar panjang semua skenario yang mungkin dapat dibuat dari model yang dikembangkan. Semua skenario tersebut simulasi, kemudian hasil simulasi tersebut dicoba untuk dipahami. Hasil simulasi tersebut selanjutnya dibuat daftar pendek yang memenuhi tujuan pemodelan. Dari daftar pendek tersebut dilakukan penajaman untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan, seperti makna yang lebih rinci dari skenario tersebut dan bagaimana hubungannya dengan komponen-komponen yang diubah-ubah untuk memenuhi skenario tersebut. (9) Skenario Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan KAMM Langkah selanjutnya adalah menganalisis tiap skenario yang akan dipakai untuk membuat peringkat skenario-skenario tersebut yang mencerminkan urutan skenario yang lebih cocok untuk diterapkan sesuai dengan model yang dikembangkan. Pada penelitian ini dapat dirumuskan berbagai kemungkinan yang terjadi, dalam bentuk alternatif-alternatif intervensi skenario pembangunan infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri dimasa yang akan datang, yang dapat dikategorikan sebagai: (1) Skenario pesimis adalah meningkatkan sebagian variabel dari kondisi existing ke kondisi yang lebih baik, (2) Skenario moderat adalah meningkatkan sebagian besar variabel ke kondisi yang lebih baik, dan (3) Skenario optimis adalah meningkatkan kondisi seluruh variabel menjadi lebih baik. Berdasarkan variabel-variabel intervensi yang berpengaruh, maka dibangun keadaan yang mungkin terjadi di masa depan sebagai alternatif penyusunan skenario pembangunan infrastruktur dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri. Intervensi dilakukan dengan meningkatkan kapasitas variabel berpengaruh sebesar 100% dari kondisi eksisting dan dilakukan secara bertahap. Skenario pembangunan infrastruktur dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan mandiri, disajikan pada Tabel 5.

22 72 Tabel 5 Skenario pembangunan infrastruktur dalam menunjang kawasan agropolitan mandiri No Variabel intervensi Skenario Pesimis Moderat Optimis 1 Variabel 1 Ya Ya Ya 2 Variabel 2 Ya Ya Ya 3 Variabel 3 - Ya Ya 4 Variabel 4 - Ya Ya Variabel n - - Ya b. Analisis standard pelayanan minimum (SPM) dan norma, standar, prosedur, kriteria (NSPK) infrastruktur KAMM: dilakukan untuk memenuhi standard/unsur kelayakan secara teknis, sosial, ekonomi, dan manfaat infrastruktur kawasan agropolitan yang dibangun di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu. Metode analisis yang digunakan adalah metode design criteria analisys. c. Analisis finansial infrastruktur KAMM: dilakukan untuk menghitung jumlah biaya yang dibutuhkan untuk program pembangunan infrastruktur dalam jangka menengah dan jangka pendek, berikut sumber pembiayaan dan penanggung jawab. Analisis ini akan dapat memberikan perhitungan sebelum pelaksanaan pembangunan infrastruktur dimulai untuk menentukan hasil dari berbagai alternatif dengan jalan menghitung biaya dan kemanfaatan yang dapat diharapkan dari masing-masing infrastruktur yang dibangun. Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang jumlah dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur dalam jangka menengah lima tahunan dimuat dalam sebuah matriks program lintas sektor. Matriks ini memuat tentang jenis program lintas sektor, volume, satuan biaya, total biaya, lokasi, tahunn pelaksanaan, sumber pembiayaan, dan instansi pelaksana.

23 Rumusan Arahan Kebijakan Pembangunan Infrastruktur KAMM Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan adalah data tentang kebijakan-kebijakan pengembangan kawasan agropolitan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai kawasan. Data yang didapatkan dalam bentuk angka, peta, jaringan, dan gambar bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi untuk dianalisis dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Data yang dikumpulkan bersumber dari instansi terkait, mulai dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten. Data dari instansi di tingkat pusat antara lain diperoleh dari: Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Data dari instansi di tingkat provinsi diperoleh dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, antara lain : Bappeda Provinsi, Dinas lingkup Pertanian, Dinas lingkup Pekerjaan Umum, Dinas Koperasi. Data dari instansi di tingkat kabupaten diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Magelang, antara lain : Kantor Statistik, Bappeda, Dinas lingkup Pekerjaan Umum, Dinas lingkup Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas lingkup ESDM, Kantor Telekomunikasi, Perbankan, Gapoktan, KTNA, HKTI, responden stakeholders dan tokoh masyarakat petani di KAMM Metode Analisis Metode analisis yang dilakukan adalah menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Prinsip kerja AHP adalah : (a) Penyusunan hirarki. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki, (b) Penilaian kriteria dan alternatif. Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Skala yang digunakan dalam mengekpresikan pendapat pakar untuk berbagai persoalan yaitu skala 1 sampai 9. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan tersebut disajikan pada Tabel 6.

24 74 Tabel 6 Skala penilaian perbandingan berpasangan Nilai Skor Keterangan 1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2, 4, 6, 8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas Bobot atau prioritas dihitung berdasarkan nilai nilai perbandingan relatif. (c) Penentuan prioritas didasarkan pada peringkat relatif dari seluruh peringkat, dan (d) Konsistensi logis. Semua elemen dikelompokkan secara logis dan disusun dalam bentuk peringkat secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Struktur prioritas model kebijakan disajikan pada Gambar 21. Gambar 21 Struktur prioritas model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kawasan agropolitan.

25 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan survei mendatangi instansi terkait. Data sekunder meliputi data statistik dan potensi desa (podes), kebijakankebijakan yang ada, hasil-hasil penelitian, rencana umum tata ruang (RUTR) kabupaten/kota, master plan, rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), land use, data infrastruktur dan data hasil olahan lainnya. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara kepada pakar dan masyarakat petani. Wawancara dan penyebaran kuesioner kepada pakar untuk menetapkan kriteria dan penilaian aspek-aspek strategis yang dikembangkan di kawasan agropolitan, sedangkan pembagian kuesioner dan wawancara kepada stakeholder serta FGD di daerah untuk mendapatkan respon keinginan masyarakat petani dan para pakar terhadap pembangunan infrastruktur berkelanjutan kawasan agropolitan. Penentuan prioritas kebijakan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan KAMM agar diperoleh hasil yang akomodatif sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat dilaksanakan oleh semua pihak Diagram Alir Rancangan Penelitian Diagram alir rancangan penelitian menggunakan beberapa metode analisis. Untuk tujuan antara pertama yakni menganalisis kinerja pengembangan KAMM, diawali dengan analisis situasional untuk mendapatkan gambaran umum wilayah studi, antara lain sumberdaya manusia, sumberdaya alam, permukiman, infrastruktur, dan teknologi. Tahapan ini dilanjutkan dengan menganalisis kinerja KAMM, yang meliputi: analisis tata ruang, usahatani, permodalan, dan kelembagaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis matriks potensial, land allocations precentages (LAP) analysis, analisis bayes, analisis R/C Ratio, analisis added value, BCG analysis, compounding factor analysis, dan analisis interpretative structural modelling (ISM). Tujuan antara kedua yakni menganalisis tingkat kemandirian KAMM yang dinilai berdasarkan dimensi-dimensi agribisnis, agroindustri, pemasaran, infrastruktur, dan suprastruktur. Metode analisis yang digunakan adalah multidimensional scaling (MDS).

26 76 Tujuan antara ketiga menganalisis model pembangunan infrastruktur berkelanjutan, yang terdiri dari : (1) sub-model penduduk, (2) sub-model penggunaan lahan, (3) sub-model agribisnis (usahatani, pengolahan, dan pemasaran), (4) sub-model infrastruktur (yang dapat menunjang usahatani, pengolahan hasil, pemasaran hasil pertanian), (5) sub-model ekonomi dan tenaga kerja. Sub-model infrastruktur dilengkapi dengan analisis standard pelayanan minimum (SPM), dan analisis pembiayaan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis sistem dinamis, analisis design criteria, dan analisis kelayakan investasi. Tujuan antara keempat, merumuskan arahan kebijakan pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan mandiri. Metode analisis yang digunakan adalah : analytical hierarchy process (AHP). Diagram alir rancangan penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur KAMM disajikan pada Gambar 22, sedangkan hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan, disajikan pada Tabel 7.

27 77 Gambar 22 Diagram alir rancangan penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kawasan agropolitan.

28 Tabel.7 Hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan hasil yang diharapkan. 78

VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI KESIMPULAN DAN SARAN 237 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

V. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAMM

V. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAMM 228 V. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN Kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu merupakan kebijakan pengembangan kawasan, yang meliputi pembangunan sektor-sektor pertanian dan sektor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan mempunyai potensi yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan Balong, Bungkal, Sambit, dan Sawoo dalam wilayah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Penetapan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS Arti Sempit Suatu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian sebagai upaya memaksimalkan keuntungan. Arti Luas suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 18 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Jawa Barat dan Daerah Irigasi Cihea yang mencakup tiga kecamatan yaitu

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perencanaan pembangunan wilayah harus mengedepankan pemanfaatan sumberdaya lokal yang diyakini akan lebih menghidupkan aktivitas ekonomi daerah sehingga mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan C12 Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan Ellen Deviana Arisadi dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Kondisi Geografis dan Administratif Kawasan Minapolitan Bontonompo terletak di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Gowa terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penyusunan model pengelolaan air bersih berkelanjutan yang berbasis otonomi daerah dilakukan dengan melakukan identifikasi kebijakan yang ada baik yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Propinsi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Penyusunan Master Plan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur meliputi beberapa tahapan kegiatan utama, yaitu : 1) Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

3.3. PENGEMBANGAN MODEL Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

6 METODE PENELITIAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI

6 METODE PENELITIAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGEMBANGAN AGROPOLITAN KONSEP PENGEMBANGAN AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI 6 METODE PENELITIAN 6.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Model pengembangan agropolitan yang dibangun adalah agropolitan yang dapat diterapkan dan terjaga keberlangsungannya. Kajian dimulai dengan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 42 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Pemerintah daerah Sumatera Barat dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah melakukan upaya memperbaiki perekonomian dengan menfokuskan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Baru Bumi Serpong Damai, Provinsi Banten, serta di wilayah sekitarnya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei September

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 133 VIII. ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI TANAMAN HORTIKULTURA PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 8.1. Pendahuluan Kabupaten Gowa mensuplai kebutuhan bahan material untuk pembangunan fisik, bahan

Lebih terperinci

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang C502 Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Chikita Yusuf Widhaswara dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan pertumbuhan di perkotaan melampaui kawasan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pengembangan agribisnis hortikultura, permasalahan klasik yang masih saja muncul adalah pemasaran. Masalah ini timbul karena banyaknya pihak yang terlibat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-156 Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Chikita Yusuf Widhaswara dan Sardjito

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI Nyimas Martha Olfiana, Adjie Pamungkas Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab.

Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten 6.1. VISI DAN MISI 6.1.1 Visi Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Kab. Melalui Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Product 6.1.2.

Lebih terperinci