HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Karakteristik Jalan Jalan Lingkar KRB terdiri dari empat jalan, meliputi Jalan Juanda, Ottista, Pajajaran, dan Jalak Harupat. Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan (BAPPEDA, 2007), fungsi Jalan Lingkar KRB termasuk dalam jalan arteri sekunder dan kolektor primer. Jalan Pajajaran mempunyai fungsi sebagai jalan arteri sekunder yang berfungsi sebagai penghubung kawasan primer dengan kawasan sekunder satu, kawasan sekunder satu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder satu dengan kawasan sekunder dua. Sedangkan Jalan Jalak Harupat, Juanda, dan Ottista termasuk dalam jalan kolektor primer yang berfungsi menghubungkan antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal (Gambar 6). Gambar 6. Pembagian Fungsi Jalan Lingkar KRB (BAPPEDA, 2002).

2 29 Jalan Juanda mempunyai panjang 1,73 Km dan seluruh jalan tersebut terdapat pada Jalan Lingkar KRB. Bagian Jalan Pajajaran pada tapak mempunyai panjang 0,70 Km dari total keseluruhan jalan sebesar 2,10 Km. Bagian Jalan Ottista dan Jalak Harupat secara keseluruhan terdapat pada tapak dengan panjang masing-masing 0,8 Km dan 0,95 Km. Secara keseluruhan, total keliling dari jalan lingkar ini adalah 4,18 Km. Jalan pada tapak mempunyai fungsi sebagai jalan arteri atau kolektor dan status jalan nasional dan wilayah (Tabel 3). Batas-batas adminisratif tapak berupa wilayah kelurahan, yaitu: 1. Sebelah Utara : Wilayah Kelurahan Babakan, Pabaton, dan Sempur. 2. Sebelah Barat : Wilayah Kelurahan Paledang. 3. Sebelah Timur : Wilayah Kelurahan Tegallega dan Babakan. 4. Sebelah Selatan : Wilayah Kelurahan Babakan Pasar dan Kelurahan Gudang. Tabel 3.Data Fisik Jalan Lingkar KRB No Kondisi Umum Pajajaran Jalak Harupat Jalan Juanda Ottista 1 Status Jalan Nasional Propinsi Propinsi Propinsi 2 Fungsi Jalan Arteri Sekunder Kolektor Primer Kolektor Primer Kolektor Primer 3 Panjang Jalan 0,70 km 0,95 km 1,73 km 0,80 km 4 Lajur Jalan Arah Jalan Lebar DAMIJA 40 m 13 m 16 m 15 m Lalu lintas (Sumber: Dinas Bina Marga dan Pengairan, 2009) 20 m 8 m 12 m 9 m Penggunaan Lahan Rencana pemanfaatan ruang pada tapak ini disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan dan pengendalian program pembangunan kota jangka panjang (BAPPEDA, 1999). Untuk itu, Pemerintah Kota Bogor khususnya Pemkot Bogor Tengah membuat Rencana Tata

3 30 Ruang dan Wilayah (RTRW). Berdasarkan penggunaan lahannya, daerah Jalan Lingkar KRB dibagi menjadi 6 bagian, yaitu: 1. Perdagangan dan jasa, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk aktivitas yang berhubungan dengan jual beli barang serta jasa, seperti pusat perbelanjaan, pasar, toko, warung atau kios, bank dan koperasi. 2. Ruang Terbuka Hijau (RTH). 3. Permukiman, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk tempat tinggal masyarakat. 4. Perkantoran atau pemerintahan dan komplek militer, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk kegiatan perkantoran baik perkantoran milik pemerintah, maupun swasta dan kegiatan militer. 5. Fasilitas kesehatan, yaitu lahan terbangun yang digunakan untuk memfasilitasi kesehatan, rumah sakit, poliklinik, BKIA, puskesmas, dan apotik. 6. Fasilitas pendidikan, yaitu lahan terbangun yang berfungsi sebagai lokasi kegiatan proses belajar mengajar. Analisis Karakteristik Jalan Berdasarkan fungsinya, Jalan Lingkar KRB merupakan jalan dengan pusat aktifitas kegiatan skala nasional dan wilayah Kota Bogor. Kondisi jalan pada tapak akan menginterpretasikan pengguna jalan terhadap kondisi secara umum Kota Bogor. Perlu adanya penataan kondisi jalan dalam kasus ini adalah penataan reklame. Penataan jalan akan mencerminkan estetika jalan secara keseluruhan Kota Bogor karena jalan ini merupakan jalan utama. Analisis kecepatan kendaraan bermotor pada tapak mengenai jarak pandang dapat diamati untuk melihat bangunan atau pada kasus ini adalah reklame. Analisis ini dilakukan dengan konsep jarak pandang menurut Hough (1989). Pada jalan arteri primer, batas minimal kecepatan kendaraan adalah 60 kilometer per jam. Berdasarkan perhitungan zona aman tersebut, maka minimal jarak pandang bangunan harus dapat diamati dari jarak 200 meter. Untuk jalan arteri sekunder, batas minimal kecepatan kendaraan adalah 30 kilometer per jam. Jarak pandang bangunan harus dapat diamati dari jarak adalah 100 meter. Untuk

4 31 jalan kolektor primer dan sekunder, batas minimal kecepata kendaraan masingmasing adalah 40 dan 20 kilometer per jam. Maka, jarak pandang bangunan harus dapat diamati dari jarak adalah 13,3 dan 6,6 meter (Tabel 4). Untuk mengukur jarang pandang tersebut dapat disesuaikan dengan kecepatan pengendara bermotor. Akan tetapi, analisis tersebut dapat diterapkan pada jalan di Indonesia jika terdapat koefisien antisipasi, yaitu 4. Koefisien tersebut berfungsi sebagai antisipasi keadaan jalan di Indonesia yang dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi, seperti banyaknya kendaraan yang berhenti sembarangan, jalan yang rusak, dan lain-lain. Tabel 4. Jarak Pandang Pengendara Bermotor Menurut Fungsi Jalan No Nama Jalan Fungsi jalan Minimal kecepatan Jarak pandang 1 Pajajaran Arteri sekunder 30 km/jam 40,0 m 2 Jalak Harupat Kolektor primer 40 km/jam 53,2 m 3 Juanda Kolektor primer 40 km/jam 53,2 m 4 Ottista Kolektor primer 40 km/jam 53,2 m Penggunaan Lahan Pada Jalan Pajajaran, bagian timur jalan didominasi oleh bangunan perdagangan dan jasa kelas menengah ke atas di setiap sisi jalan. Kondisi ini dicirikan dengan banyaknya reklame. Sedangkan bagian barat jalan merupakan RTH Kebun Raya Bogor (Gambar 7). Pada bagian jalan ini tidak banyak terdapat reklame tetapi dipenuhi dengan vegetasi jenis pohon, semak, dan penutup tanah. Hal ini membuat perbedaan visual yang tinggi antara vegetasi pada bagian barat dan bangunan pada bagian timur jalan. Jalan Jalak Harupat didominasi oleh RTH Kebun Raya Bogor pada bagian selatan dan permukiman penduduk pada bagian utara (Gambar 7). Secara visual tidak ada perbedaan visual yang tinggi antara bagian utara dan selatan yang dicirikan dengan banyaknya vegetasi jenis pohon, penutup tanah, dan sedikit semak. Akan tetapi, fungsi RTH pada bagian utara dan selatan jalan menjadi kurang estetik karena adanya poster tempel dan banner pada tiang listrik dan lampu penerangan jalan umum (PJU). Peletakkan reklame tersebut bersifat tidak resmi karena melanggar perda setempat.

5 32 Jalan Juanda dipenuhi kegiatan perdagangan dan jasa, kantor pemerintahan atau swasta (Gambar 7). Menurut skalanya, kegiatan perdagangan dan jasa pada tapak dibagi dua, yaitu skala menengah ke atas dan menengah ke bawah. Kegiatan perdagangan dan jasa skala menengah ke bawah dicirikan pasar, pedagang kaki lima, dan ruko kecil. Kegiatan ini terdapat pada bagian selatan jalan dan berdekatan dengan Plaza Bogor. Sedangkan kegiatan perdagangan skala menengah ke atas terdapat pada bagian utara jalan. Kegiatan ini dicirikan dengan gedung dan ruko skala besar. Pada Jalan Ottista kegiatan didominasi perdagangan dan jasa kelas menengah ke bawah berupa pasar dan ruko kecil (Gambar 7). Sisi utara jalan merupakan RTH Kebun Raya Bogor sedangkan sisi selatan dipenuhi ruko dan pasar. Visual tapak menjadi kurang baik dan tidak teratur karena kegiatan perdagangan skala menengah ke bawah ini. Fungsi RTH pada KRB pun tidak terlihat lagi karena pada bagian utara jalan dipenuhi pedagang kaki lima. Gambar 7. Penggunaan Lahan Jalan Lingkar KRB

6 33 Persebaran dan Jenis Reklame Berdasarkan intensitas reklame, zona Jalan Lingkar KRB dibagi dua, yaitu zona intensitas reklame tinggi dan rendah. Pembagian tersebut berdasarkan pengamatan titik reklame (Gambar 8). Reklame intensitas tinggi terdapat pada Jalan Pajajaran bagian timur, Jalak Harupat titik Sempur, Juanda bagian selatan, dan Ottista bagian selatan. Reklame intensitas rendah terdapat pada Jalan Pajajaran Bagian Barat, Jalak Harupat, Juanda dan Ottista bagian utara. Jenis reklame didominasi oleh billboard, reklame rombong, dan spanduk (Tabel 5). Jalan Pajajaran memiliki titik pemusatan reklame pada bagian timur jalan. Titik pemusatan reklame pada bagian tersebut seperti pada Plaza Pangrango, factory Fame n Famous dan Brasco, Halte Rumah Sakit PMI, dan Tugu Kujang. Jenis reklame yang digunakan adalah billboard, spanduk, rombong, dan poster. Bagian barat jalan tidak ada titik pemusatan reklame tetapi terdapat reklame poster dan banner intensitas rendah. Jalan Jalak Harupat memiliki satu titik pemusatan reklame di bagian utara, yaitu pada daerah Sempur. Pada titik ini terdapat billboard SMP 1 Bogor dan spanduk. Sedangkan pada bagian lainnya terdapat reklame poster dan billboard dengan intensitas rendah dan ukuran kecil. Jalan juanda terdapat titik pemusatan reklame, yaitu titik KRB pintu 1, Plaza Bogor, Pasar Bogor, BTM, dan Gedung Bank Mandiri, Hotel Salak. Titik tersebut didominasi billboard, rombong, dan spanduk. Reklame rombong banyak terdapat di Jalan Juanda bagian selatan yang merupakan media perdagangan dan jasa kelas menengah ke bawah. Pada Jalan Ottista, tiap sisi selatan jalan hampir semua mempunyai titik pemusatan reklame, yaitu pemusatan reklame rombong, Billboard kecil dan beberapa billboard besar. Tabel 5. Jumlah dan Jenis Reklame Jalan Lingkar KRB No Jenis Jumlah Sifat reklame Satuan 1 Billboard 89 Permanen Per papan 2 Rombong 77 Permanen Per papan 3 Spanduk 56 Permanen dan Non Permanen Per spanduk 4 Poster 35 Non permanen Titik pemusatan 5 Banner 24 Non Permanen Per banner

7 34 Ada hubungan yang perlu dicermati antara penggunaan lahan, persebaran reklame, dan jenis reklame. Penggunaan lahan pada tapak mempengaruhi persebaran reklame, misalnya: penggunaan lahan kegiatan perdagangan dan jasa mempunyai titik persebaran reklame tinggi. Sedangkan penggunaan lahan untuk permukiman dan RTH mempunyai titik persebaran reklame rendah. Penggunaan lahan lain mempunyai titik persebaran reklame relatif bervariasi. Pada Jalan Pajajaran, luasan lahan yang digunakan untuk kegiatan perdagangan jasa lebih sedikit daripada Jalan Juanda. Titik persebaran reklame Jalan Juanda lebih banyak dibandingkan Jalan Pajajaran. Dengan demikian, penggunaan lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa mempunyai korelasi linier dengan persebaran reklame. Semakin banyak kegiatan perdagangan dan jasa, maka semakin banyak pula persebaran reklamenya. Untuk penggunan lahan lain, keberadaan reklame bersifat relatif persebarannya sehingga korelasinya tidak begitu jelas. Penggunaan lahan mempengaruhi jenis reklame. Penggunaan lahan untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala menengah ke bawah menggunakan jenis reklame rombong. Semakin banyak penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa skala menengah ke bawah, maka semakin banyak pula intensitas reklame rombong. Sedangkan daerah perdagangan dan jasa skala menengah ke atas menggunakan jenis reklame billboard (Tabel 6). Semakin banyak penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa skala menengah ke atas, maka semakin banyak pula intensitas reklame billboard. Tabel 6. Perbandingan Jenis Reklame Menurut Skala Penggunaan Lahan Perdagangan dan Jasa. No Perdagangan dan jasa Billboard Rombong Spanduk Banner Poster 1 Menengah keatas (Jalan Juanda) Menengah kebawah (Jalan Ottista) 2 Menengah ke atas (Jalan Juanda) Menengah kebawah (Jalan Ottista)

8 Gambar persebaran reklame 35

9 36 Estetika Jalan KRB Estetika Kondisi Umum Hasil uji SBE kondisi umum lanskap Jalan Lingkar KRB menunjukkan berkisar antara -120,889 sampai dengan 121,778 (Gambar 10). Nilai SBE lanskap reklame KRB dikelompokkan menjadi 3 kategori utama, yaitu kualitas estetika tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria tinggi adalah lanskap 20,001<Nilai SBE< 121,778; kriteria kualitas sedang dengan -20<Nilai SBE<20; kriteria rendah dengan -20<nilai SBE<-120,889. Nilai SBE tinggi menggambarkan kualitas estetika tinggi dan paling disukai. Lanskap yang memiliki nilai SBE rendah menggambarkan kualitas estetika rendah dan paling tidak disukai. Sedangkan, nilai SBE sedang menggambarkan kualitas estetika yang bisa-biasa saja atau diantara kualitas estetika tinggi dan rendah (Boster, 1976). Foto kualitas estetika terendah adalah foto nomor 34 yang mempunyai nilai SBE -120,889 dengan kategori estetika rendah. Foto ini terdapat pada Jalan Ottista dengan ciri foto kios-kios yang dipenuhi reklame rombong yang dapat merusak pemandangan. Hubungan visual antar elemen tidak harmonis secara keseluruhan (Unity) dengan banyaknya reklame dengan karakter masing-masing. Foto dengan kualitas estetika paling tinggi adalah foto nomor 16 yang mempunyai nilai SBE 121,778 dengan kategori estetika tinggi. Foto ini terdapat pada Jalan Jalak Harupat dengan kondisi jalan dominan vegetasi dan tanpa reklame. Pada lanskap ini terdapat pola visual yang menarik perhatian dengan visual yang berbeda dari jalan lain di sekitar Jalan Lingkar KRB (Vividness). Kesatuan antara lanskap alami (vegetasi) dan bebas dari elemen yang merusak pemandangan (Intactness) membuat nilai estetika lanskap ini tinggi (Gambar 9). Gambar 9. Foto Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan).

10 37 Ciri-ciri lanskap kategori tinggi adalah adanya vegetasi di jalan memberikan kesan lembut dan teduh. Lanskap ini tidak terdapat bangunan yang dominan. Foto estetika tinggi terdapat pada Jalan Jalak Harupat adalah lanskap nomor 15, 16,17, dan 20 dati total 9 foto. Jalan Pajajaran memiliki foto kategori tinggi, yaitu lanskap nomor 23, 25, 28, dan 29 dari total 11 foto. Lanskap Jalan Juanda memiliki kategori ini, yaitu foto nomor 4 dan 5 dari total 11 foto. Dari hasil tersebut, lanskap kategori estetika tinggi banyak terdapat pada Jalan Jalak Harupat dan Pajajaran. Ciri-ciri lanskap kategori sedang adalah adanya vegetasi dan bangunan. Kehadiran bangunan tidak merusak estetika karena tidak dominan dan tertata dengan baik. Foto estetika sedang terdapat pada jalan Pajajaran adalah lanskap nomor 21, 22, 24, 26, 27, dan 31. Jalan Juanda memiliki foto estetika sedang, yaitu foto lanskap nomor 2, dan 8. Jalan Jalak Harupat memiliki foto kategori sedang adalah lanskap 12, 14, dan 19. Dari hasil tersebut, lanskap kategori estetika sedang banyak terdapat pada Jalan Pajajaran dan Juanda dan Jalak Harupat. Ciri-ciri lanskap kategori rendah adalah adanya vegetasi dan bangunan. Bangunan lebih dominan dari vegetasi dan mengurangi nilai estetika. Foto estetika rendah terdapat pada Jalan Pajajaran, yaitu foto lanskap nomor 30. Jalan Juanda mempunyai estetika rendah, yaitu lanskap nomor 1, 3, 6, 7, 9, 10, dan 11. Jalak Harupat mempunyai foto estetika rendah nomor 13, 18. Jalan Ottista mempunyai lanskap rendah, yaitu nomor 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan 38. Dari hasil tersebut, lanskap kategori rendah banyak terdapat pada Jalan Juanda dan Ottista. Secara keseluruhan, Lingkar Jalan KRB mempunyai nilai estetika yang rendah. Estetika rendah disebabkan penempatan reklame dan bangunan tidak teratur atau intactness. Jalan Jalak Harupat dan Pajajaran merupakan jalan yang mempunyai nilai estetika tinggi. Jalan Ottista adalah jalan dengan nilai estetika rendah. Sedangkan, Jalan Juanda dan Pajajaran mempunyai proporsi nilai estetika bervariasi dari tinggi hingga rendah. Intensitas reklame dan keberadaan bangunan yang tidak intactness berbanding terbalik dengan nilai estetika lanskap. Semakin tinggi intensitas reklame dan bangunan yang tidak intactness, maka semakin mengurangi nilai estetika lanskap.

11 38 Grafk sbe kondisi umum 10

12 39 Uji SBE kondisi umum reklame Jalan Lingkar KRB dapat dianalisis menurut penggunaan lahannya. Analisis tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisis karakteristik dan fungsi masing-masing penggunaan lahan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota (RTRW) Kota Bogor. 1. Lanskap Daerah Permukiman Lanskap permukiman pada tepi jalan mempunyai nilai keindahan tinggi adalah lanskap dengan ciri vegetasi dan bangunan yang seimbang (Unity). Pada uji SBE ini, lanskap permukiman hanya terdapat pada nomor 20. Jumlah ini disesuaikan luas dari permukiman itu sendiri (Gambar 11). Gambar 11. Lanskap Permukiman Lanskap ini memiliki nilai SBE 106,833 dengan kategori estetika tinggi. Ciri foto ini adalah vegetasi yang rimbun dan teduh, bangunan tertata dengan baik, dan kondisi lingkungan bersih (Gambar 11). Lanskap ini tidak terdapat reklame dominan. Menurut survei lapang, tapak ini terdapat reklame poster dan banner yang berukuran. Peletakkan reklame tidak besar intensitasnya sehingga tidak mempengaruhi nilai estetikanya. Menurut Peraturan Pemerintah tentang Jalan, batas minimal kecepatan pada jalan ini (Jalan Jalak Harupat) adalah 40 kilometer per jam. Berdasarkan perhitungan, jarak pandang kendaraan yang perlu diamati untuk melihat bangunan adalah 13,3 meter. Reklame ukuran kecil tidak berpotensi diletakkan sehingga sasaran utama kawasan ini adalah pengendara bermotor.

13 40 2. Lanskap Perdagangan dan Jasa Lanskap perdagangan dan jasa pada tepi jalan mendominasi di Jalan Pajajaran, Juanda, dan Ottista. Salah satu contoh lanskap perdagangan dan jasa adalah foto nomor 34 mempunyai nilai SBE -120,889 dengan kategori rendah. Lanskap ini dicirikan dengan banyak reklame tidak tertata baik, dominasi bangunan, dan tidak ada vegetasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Meliawati (2003), bahwa lanskap pada area perdagangan dan jasa dinilai memiliki keindahan yang rendah. Gunawan dan Yoshida (1994) menambahkan bahwa dominasi bangunan pertokoan dianggap tidak indah dan nyaman karena terlalu padat. Keberadaan bangunan yang saling memperlihatkan dominasinya membuat lanskap menjadi tidak unity atau saling bertabrakan. Lanskap perdagangan dan jasa tertinggi adalah nomor foto 12. Lanskap ini mempunyai nilai SBE 23,278 dengan kategori tinggi. Lanskap ini dicirikan vegetasi rimbun dan teduh, reklame dengan intensitas rendah, bangunan tertata dengan baik. Menurut fungsinya, jalan ini merupakan jalan arteri sekunder. Batas minimal kecepatan pada kawasan ini adalah 30 kilometer per jam (Jalan Juanda, Pajajaran, dan Ottista). Berdasarkan perhitungan, jaraka pandang kawasan ini perlu diamati. Untuk melihat bangunan adalah 100 meter, jarak pandang yang digunakan adalah 12 detik. Batas minimal kecepatan terebut memungkinkan pengendara bermotor melihat reklame dengan ukuran besar. Sedangkan pejalan kaki dapat mengamati reklame dengan ukuran besar maupun kecil. Akan tetapi, pertigaan jalan merupakan kawasan yang berbahaya diletakkan reklame besar maupun kecil jika pengendara mengikuti peraturan tentang batas minimal kecepatan rata-rata (Gambar 25). Gambar 12. Lanskap Perdagangan dan Jasa Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan)

14 41 3. Lanskap Ruang Terbuka Hijau (RTH) Lanskap Ruang Terbuka Hijau (RTH) nomor 16 mempunyai nilai SBE tertinggi, yaitu 121,778 dengan kategori tinggi. Lanskap (RTH) nomor 35 mempunyai nilai SBE terendah, yaitu -23,611 dengan kategori rendah. Perbedaan penilaian itu disebabkan oleh visual gambar 16 yang menunjukkan RTH dekat daerah permukiman. Sedangkan, gambar 35 menunjukkan RTH dekat area perdagangan dan jasa. Karakteristik gambar adalah vegetasi sedikit dan mempunyai warna daun tidak menarik, bangunan dengan vandalisme, dan kesan gersang. Sedangkan batas minimal kecepatan pada jalan ini mengikuti bagian luar sisi jalan lingkar KRB, yaitu 30 kilometer per jam (Jalan Pajajaran, Otiista, dan Juanda) dan 40 kilometer per jam (Jalan Jalak Harupat). Akan tetapi, kawasan ini merupakan area bebas reklame sehingga tidak ada pengukuran jarak pandang reklame (Gambar 13). Gambar 13. Lanskap RTH Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Lanskap RTH mempunyai nilai estetika tinggi. Lanskap perdagangan dan jasa; permukiman; dan lanskap lainnya mempunyai nilai estetika tinggi jika terdapat keharmonisan antara elemen buatan dan alami (Intactness). Peletakkan reklame dan ukuran reklame dapat ditentukan melalui aturan mengenai batas minimal kecepatan kendaraan. Semakin tinggi batas kecepatan kendaraan, maka jarak pandang kendaraan untuk melihat ke reklame akan semakin jauh. Hal ini menyebabkan ukuran reklame harus semakin besar. Selain itu, tinggi reklame juga dipengaruhi jarak pandang. Semakin jauh jarak pandang, maka reklame yang dibuat harus semakin tinggi. Menurut Ashihara, view yang menyatu suatu bangunan diperoleh jika jarak pandang (D) bangunan 2 kali tinggi bangunan (H).

15 42 Hasil penilaian uji SBE kondisi umum Jalan Lingkar KRB memperlihatkan zonasi lanskap yang memiliki nilai estetika tinggi, sedang dan rendah. Zonasi ini tercipta dengan menggabungkan analisis berdasarkan ciri-ciri lanskap, jenis dan persebaran reklame yang digunakan, dan penggunaan lahan. Zona estetika tinggi memiliki ciri mempunyai nilai SBE rata-rata kategori tinggi. Zona estetika sedang memiliki ciri mempunyai nilai SBE rata-rata dengan kategori sedang. Sedangkan, zona estetika rendah memiliki ciri mempunyai nilai SBE rata-rata dengan kategori rendah. Nilai SBE titik mewakili kawasan di sekitarnya (Gambar 14). Gambar 14. Zona Estetika Jalan Lingkar KRB

16 43 Faktor-Faktor Estetika Reklame Kriteria pengelompokkan estetika nilai SBE faktor reklame dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu kualitas estetika tinggi, sedang, dan rendah dengan menggunakan sebaran normal. Pembagian kelas tersebut berdasarkan nilai SBE tertinggi dan terendah setiap faktor dengan perhitungkan nilai sedang dengan kisaran -20 sampai dengan 20. Hasi uji SBE faktor estetika reklame adalah: 1. Jenis reklame Nilai SBE tertinggi pada faktor jenis reklame adalah foto nomor 1 dan 2, nilai SBE masing-masing 39,778 dan 9,056 dengan kategori masing-masing tinggi dan sedang. Foto tersebut menampilkan reklame jenis billboard (Gambar 15). Media Billboard mempunyai keunggulan dibandingkan media lainnya. Desain billboard berdiri sendiri tanpa harus bergantung bangunan lain sehingga arah dari isi pesan dapat disesuaikan oleh mata pengendara bermotor dan pejalan kaki. Selain itu, desain billboard dapat disesuaikan dengan keperluan dengan ukuran, tinggi, dan bentukan desain. Nilai SBE terendah pada faktor jenis reklame adalah foto nomor 9 dan 10 dengan nilai SBE masing-masing -120,389 dan -102,778. Foto tersebut menampilkan reklame jenis poster (Gambar 15). Reklame poster bersifat sementara dan dapat diletakan di media atau objek yang berdiri tegak dari permukaan tanah, seperti dinding, paralon, beton besar, dan tiang penyangga. Karena penempatannya yang fleksibel, media poster cenderung mempunyai nilai estetika rendah. Selain itu, media reklame juga tidak memiliki nilai fungi yang baik. Hal ini karena penempatannya tidak tertata dengan baik, mudah rusak, dan intensitas yang tinggi. Gambar 15. Foto Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Faktor Jenis Reklame.

17 44 Jenis reklame spanduk pada foto nomor 3 dan 4 mempunyai nilai SBE masing-masing -60,056 dan -101,778 dengan kategori estetika rendah. Nilai-nilai tersebut disebabkan perbedaan intensitas spanduk. Pada foto nomor 3 terdapat satu reklame sedangkan foto nomor 4 terdapat lima reklame. Jenis reklame banner pada foto nomor 5 dan 6 mempunyai nilai SBE masing-masing -29,111 dan -53,556 dengan kategori estetika rendah. Setiap banner mempunyai ciri-ciri umum, yaitu peletakkannya di media tegak pada jalan dan tidak diletakkan dengan intensitas tinggi. Jenis reklame rombong foto nomor 7 dan 8 mempunyai nilai SBE masing-masing -21,056 dan -77,611 dengan kategori rendah. Pada foto nomor 7 terdapat banyak beberapa reklame rombong dengan view sekitar bangunan dan vegetasi. Sedangkan, foto nomor 8 terdapat reklame dengan intensitas tinggi dan bangunan yang tidak tertata dengan baik (Gambar 16). Berdasarkan hasil uji SBE faktor jenis reklame, billboard merupakan media reklame yang mempunyai estetika lebih tinggi dibandingkan media reklame lain yang dipilih oleh responden. Sedangkan, poster merupakan media reklame yang mempunyai estetika rendah dibandingkan dengan media reklame lain. Untuk jenis reklame banner, reklame rombong, dan spanduk mempunyai nilai SBE yang bervariasi dari kategori sedang dan rendah tergantung kondisi dan peletakkan media reklame tersebut. 50 Nilai SBE Foto Gambar 16. Grafik Nilai SBE Faktor Jenis Reklame

18 45 2. Ukuran Reklame Pada lanskap 1, pengurangan ukuran reklame dari 20m 2 hingga ukuran 5m 2 (75% dari ukuran semula). Pengurangan ukuran ini menyebabkan nilai estetikanya menjadi tinggi dari nilai SBE -25,222 pada foto nomor 1 menjadi 14,667 pada foto nomor 2 (Gambar 18). Reklame ini memiliki proporsi yang lebih baik dari ukuran awal dengan isi informasi, gambar, dan tulisan yang besar (Gambar 17). Pengurangan ukuran ini tidak menyebabkan isi informasi reklame sulit terbaca oleh pengamat. Ukuran reklame yang proporsional pada lanskap dapat meningkatkan kualitas estetika lanskap (BPKK, 2005). Gambar 17. Simulasi Foto Dengan Kualitas Estetika Tertinggi Faktor Ukuran Reklame. Pada lanskap 2, pengurangan ukuran reklame dari 30m 2 hingga ukuran 5m 2 (84,4% dari ukuran semula). Pengurangan ukuran reklame ini menyebabkan nilai estetikanya menjadi lebih rendah dari nilai SBE 22,667 pada foto nomor 3 menjadi -23,667 pada foto nomor 4 (Gambar 18). Ukuran ini menyebabkan isi informasi sulit untuk terbaca oleh pengamat dari semula yang dapat dibaca. Kasali (1993) menyebutkan bahwa isi reklame yang ingin disampaikan harus dapat dibaca setidaknya tujuh detik, mengunakan huruf yang mudah terbaca. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran media reklame yang dapat memuat isi pesan yang akan disampaikan. Berdasarkan hasil tersebut, reklame mempunyai ukuran ideal untuk mencapai fungsi pencapaian pesan dan estetikanya. Pengurangan ukuraan reklame dapat meningkatkan nilai estetika apabila isi pesan reklame tersebut masih dapat terbaca oleh pengamat. Selain itu, pengurangan ukuran ideal ini dapat mengurangi dominasi dari reklame itu sendiri. Pengurangan ukuran tidak ideal atau terlalu

19 46 kecil dapat mengurangi nilai estetika karena menyulitkan pengamat untuk membacanya. Pengurangan ukuran tersebut membuat interaksi antara reklame dengan lanskap menghilang karena proporsi reklame pada lanskap mengecil atau D/H>4 (Ashihara, 1970). Selain itu, aspek penyampaian pesan harus memperhatikan aspek yang mendidik bagi pengamat (Kasali, 1993). Pesan iklan tidak layak dikonsumsi dapat mendidik masyarakat terhadap hal yang tidak baik. Gambar 18. Grafik Nilai SBE Faktor Ukuran Reklame 3. Warna Reklame Nilai SBE tertinggi adalah foto nomor 1 dan 3 dengan nilai SBE masingmasing 63,556 dan 35,278 (Gambar 20). Gambar ini dicirikan warna reklame dengan saturasi tinggi. Menurut penelitian Titi W (2006), warna mencolok pada desain dapat menarik perhatian pengamat sehingga memberi nilai estetika tinggi. Sedangkan, Graves (1951) mengemukakan bahwa ada prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan warna yang salah satunya Chroma (kekuatan, intensitas, dan kesucian dalam warna). Desain dan penempatan reklame harus mempertimbangkan segi visual, skala dari tulisan, dan proporsi tulisan serta kontras antara tulisan dengan latar belakang yang digunakan. Untuk memperoleh desain dengan memperhatikan prinsip Chroma, warna yang disajikan harus memperhatikan intensitas warna. Saturasi tinggi pada warna pesan reklame dibandingkan saturasi latar belakang dapat memunculkan daya tarik pada reklame.

20 47 Gambar 19. Foto Dengan Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Faktor Warna Reklame. Pemberian warna mencolok pada desain dengan ketajaman yang rendah kurang menarik perhatian pengamat sehingga akan mengurangi nilai estetika. Hal ini terlihat pada contoh foto nomor 2 dan 4 dengan nilai SBE masing-masing - 15,000 dan -2,4444 (Gambar 20). Pada foto, warna latar belakang reklame terlihat tidak kontras dengan tulisannya. Perlakuan replace color Pengurangan saturasi menyebabkan kontras warna yang tidak terlalu tinggi antara pesan dengan latar belakang reklame (Gambar 19). Berdasarkan hasil uji warna reklame, pemberian warna yang mencolok dapat meningkatkan komunikasi visual reklame ke pengamat dengan memberikan dominance dibandingkan elemen lain. Sedangkan warna kurang mencolok reklame tidak memikat sehingga pengamat tidak menilai estetik. Gambar 20. Grafik Nilai SBE Faktor Warna Reklame

21 48 4. Pencahayaan Lanskap 1, 2, dan 3 pada siang hari masing-masing mempunyai nilai SBE -35,944; 2,056; dan 41,778. Sedangkan lanskap 1, 2, dan 3 pada malam hari mempunyai nilai SBE -78; -70,056; dan 2,611 (Gambar 22). Lanskap pada siang hari menampilkan pencahayaan yang bersumber pada sinar matahari yang bersifat alami. Sinar matahari ini bersifat menyeluruh pada tapak sehingga menimbulkan kesan interaksi antara reklame dengan keadaan sekitar. Ashihara (1970) menyebutkan bahwa interaksi antara ruang atau lanskap dengan suatu objek pada kesan viual dapat terwujud apabila keseluruhan objek pada ruang atau lanskap terlihat oleh pengamat. Pada uji SBE kondisi umum telah disebutkan bahwa reklame dapat menurunkan nilai estetika lanskap. Akan tetapi, lanskap siang hari pada uji ini mempunyai ciri adanya interaksi reklame dengan ruang sehingga nilai estetikanya tidak rendah. Lanskap malam hari menampilkan pencahayaan yang bersumber pada lampu penerangan yang bersifat buatan manusia. Penyinaran lampu ini tidak bersifat menyeluruh dan hanya menyinari di beberapa titik saja khusunya reklame. Tidak adanya interaksi antara reklame dengan ruang pada kean visual dapat terwujud apabila keseluruhan objek tidak terlihat oleh pengamat. Pada uji lanskap malam hari. Uji SBE malam hari ini mempunyai ciri tidak adanya interaksi reklame dengan ruang sehingga nilai estetikanya rendah (Gambar 21). Gambar 21. Contoh Lanskap Faktor Estetika Pencahayaan Reklame Dengan demikian, faktor pencahayaan mempengaruhi estetika reklame pada lanskap. Pencahayaan matahari mempunyai nilai esteika yang lebih tinggi dibandingkan dengan pencahayaan yang bersumber pada lampu penerangan pada reklame suatu lanskap.

22 Nilai SBE siang hari malam hari Foto Gambar 22. Grafik Nilai SBE Faktor Pencahayaan Reklame 5. Intensitas Nilai SBE tertinggi terdapat pada foto nomor 4 dengan nilai SBE 119,389 dan kategori estetika tinggi (Gambar 24). Foto ini dicirikan dengan simulasi lanskap tanpa reklame pada lokasi dekat lapangan Sempur (Gambar 23). Nilai SBE terendah terdapat pada foto nomor 1 dengan nilai SBE -101,278 dan kategori estetika rendah (Gambar 24). Foto ini dicirikan dengan kondisi kontrol lanskap dengan intensitas lima reklame yang terdiri dari spanduk dan billboard (Gambar 23). Sedangkan foto nomor 2 dan 3 masing-masing mempunyai nilai SBE -39,111 33,111 dengan kategori masing-masing rendah dan tinggi (Gambar 24). Menurut ASLA (1979), semakin sedikit komponen yang dapat mengganggu visual dan memiliki jumlah yang tidak sesuai dengan fungsi lanskap, maka nilai estetikanya akan semakin meningkat. Sebaliknya, semakin banyak komponen yang dapat mengganggu visual dan memiliki jumlah yang tidak sesuai dengan lanskap, maka nilai estetikanya akan semakin menurun (Scale dan Diversity). Pada kasus ini, komponen dalam lanskap yang dapat mengganggu dan memiliki jumlah yang tidak sesuai dengan fungsi lanskap adalah reklame. Sedangkan Reid (1993) mengatakan bahwa desain bernilai tinggi jika memperhatikan prinsip-prinsip desain dan salah satunya adalah Scale berupa intensitas. Jadi, komponen yang dapat mengganggu harus dapat diatur menurut prinsip desain berupa scale.

23 50 Gambar 23. Simulasi Faktor Estetika Intensitas Reklame Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Dengan demikian dapat diketahui bahwa semakin menurun intensitas reklame, maka semakin tinggi nilai estetikanya. Sebaliknya, Semakin meningkat intensitas reklame, maka semakin rendah nilai estetikanya. Lanskap pemandangan yang mempunyai nilai estetika tertinggi dapat tercipta apabila ketiadaan reklame Nilai SBE Foto Gambar 24. Grafik Nilai SBE Faktor Intensitas Reklame 6. View Sekitar Nilai SBE tertinggi adalah foto nomor 1 yang mempunyai nilai SBE 32,889 dengan kategori tinggi (Gambar 26). Foto ini dicirikan reklame Billboard dengan view sekitar vegetasi (Gambar 25). Hal ini sesuai dengan foto estetika tertinggi uji SBE kondisi umum yang menyebutkan bahwa adanya vegetasi dapat menambah nilai estetika. Menurut ASLA (1979), keindahan dapat tercipta karena

24 51 pola elemen visual lingkungan sekitar yang mendukung (form). Sedangkan foto nomor 2 menampilkan lanskap dengan kondisi visual yang tidak harmonis. Elemen vegetasi, reklame, dan kendaraan mengisi lanskap dengan dominansi masing-masing. Keindahan berbanding lurus dengan peningkatan elemen vegetasi (Meliawati, 2003). Akan tetapi, lanskap tersebut terdapat pada zona penggunaan lahan RTH. Penempatan reklame pada zona ini dikhawatirkan dapat merubah fungsi zona tersebut. Nilai SBE terendah adalah foto nomor 3 dan 4 masing-masing mempunyai nilai SBE -90,778 dan -66,667 dengan kategori rendah (Gambar 26). Foto ini dicirikan dengan view bangunan dengan reklame pada kios yang tidak teratur atau bangunan yang tidak mempunyai Intactness (Gambar 25). Penelitian Meliawati (2003) juga menyebutkan bahwa Estetika berbanding terbalik dengan peningkatan elemen bangunan. Bangunan yang dimaksud adalah bangunan yang tidak tertata dengan baik dan tidak mempunyai nilai historik atau memoribility. Reklame dengan view sekitar vegetasi dan bangunan pada foto nomor 5 dan 6 memiliki nilai SBE masing-masing 30,667 dan 0,889 dengan kategori estetika masingmasing tinggi dan sedang. Perpaduan view elemen buatan dan elemen alami lanskap memiliki nilai estetika tinggi apabila kualitas dan kuantias elemen tersebut seimbang (Unity). Gambar 25. Foto Kualitas Estetika Tertinggi (kiri) dan Terendah (kanan) Faktor View Reklame Sekitar. Dengan demikian, penempatan vegetasi yang harmonis sebagai view di sekitar reklame dapat menambah nilai estetika. Peningkatan elemen vegetasi akan meningkatkan estetika suatu pemandangan. Akan tetapi, penempatan reklame pada RTH perlu dipertimbangkan karena dikhawatirkan dapat merubah fungsi

25 52 penggunaan lahan (diversity). View bangunan di sekitar reklame dapat mengurangi nilai estetika. Peningkatan elemen bangunan akan menurunkan estetika pemandangan. Perpaduan antara elemen bangunan dan vegetasi berpotensi memiliki nilai estetika tinggi apabila terdapat keseimbangan (Unity). 50 Nilai SBE Foto Gambar 26. Grafik Nilai SBE Faktor View Sekitar Reklame Faktor-faktor yang telah diuji SBE memiliki pengaruh terhadap kualitas estetika suatu reklame. Pengaruh faktor-faktor tersebut dapat berbanding lurus atau terbalik. Akan tetapi, faktor-faktor selain yang diuji SBE perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas estetika reklame tersebut. Penggunan lahan dan elemen lanskap merupakan faktor yang mempengaruhi faktor-faktor yang diujikan di atas. Reklame dengan desain apa pun apabila diletakan pada tempat yang tidak semestinya dapat mengurangi nilai estetika. Kawasan yang perlu diminimalisir dari adanya reklame adalah area permukiman, RTH, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pemerintahan. Reklame dengan keberagaman desain tersebut dapat diletakan pada daerah perdagangan dan jasa. Kawasan ini diperuntukan untuk memfasilitasi seseorang atau badan perusahaan untuk memujikan, menganjurkan, menawarkan produk atau jasa yang dimilikinya.

26 53 Ukuran dan intensitas reklame perlu diperhitungkan agar tidak menjadi elemen dominan pada tapak. Ruang yang luas, reklame dengan ukuran besar atau intensitas tinggi dapat berfungsi sebagai pelengkap yang mengisi kekosongan elemen lanskap. Oleh karena itu, penggunaan lahan dan elemen lanskap merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam meletakan reklame. Reklame dengan view sekitar vegetasi mempunyai kualitas estetika tinggi. Akan tetapi, area yang memiliki elemen vegetasi tinggi adalah area RTH. Telah disebutkan di atas, area RTH sebaiknya tidak diletakkan reklame. Untuk meningkatkan kualitas estetika reklame pada area perdagangan dan jasa dapat menggunakan elemen vegetasi yang harmonis. Sedangkan pencahayaan reklame pada area perdagangan dan jasa perlu dilakukan pada tapak. Sedangkan, pencahayaan pada area lain ditujukan tidak untuk memberikan pencahayaan pada reklame tetapi dialokasikan untuk penerangan jalan saja. Uji SBE faktor estetika ini dapat dibandingkan dengan prinsip desain penataan media reklame Litbang Pemda Bandung (2004). Hasilnya, banyak kesamaan antara Litbang dengan penelitian ini hanya saja penelitian ini mengungkapkan faktor yang lebih spesifik (Tabel ). Tabel 7. Perbandingan Prinsip Penataan Media Reklame Litbang (2004) dan Hasil Uji SBE Faktor Estetika. Aspek Keindahan (Litbang) Keindahan (Hasil Uji SBE) Konstruksi, bentuk dan ukuran (Desain) Sesuai dengan : 1. Bentuk lanskap 2. Karakteristik lingkungan Penempatan Sesuai dengan : 1. Fungsi kawasan di kiri kanan jalan 2. Bentuk lanskap Jumlah Sesuai dengan : 1. Karakteristik fungsi kawasan di kiri kanan jalan 2. Bentuk lanskap Pencahayaan Indah menurut : 1. Fungsi kawasan di kanan jalan Indah sesuai dengan: 1. Sumberdaya visual 2. Penggunaan lahan 3. Elemen lanskap 4. Desain komunikasi visual Indah sesuai dengan: 1. Sumberdaya visual 2. Penggunaan lahan 3. Elemen lanskap Indah sesuai dengan: 1. Sumberdaya visual 2. Penggunaan lahan 3. Elemen lanskap Indah menurut : 1. Sumberdaya visual 2. Fungsi reklame

27 54 Rekomendasi Zonasi Penempatan Reklame Reklame sebaiknya diletakkan pada zona kegiatan perdagangan dan jasa. Media yang digunakan adalah media reklame rombong dan billboard. Media spanduk, banner dan poster yang bersifat sementara dapat dijadikan alternatif media reklame pada selain zona perdagangan dan jasa dengan intensitas rendah. Spanduk, banner, dan poster diletakkan pada shelter, terowongan penyeberangan orang, dan ornamen kota. Reklame yang bersifat permanen tidak diperbolehkan diletakkan seperti pada ruas-ruas jalan bagian dalam KRB, tempat ibadah, sarana pemerintahan, sarana pendidikan, dan fasilitas kesehatan. Untuk itu, peletakkan reklame dapat dibagi berdasarkan penggunaan lahan dan sifat reklame. Zonasi peletakkan reklame menurut proritasnya dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Zona utama reklame Zona utama reklame adalah kawasan paling utama diletakkan reklame. Pada zona ini dapat diletakkan reklame permanen dan non permanen. Jenis reklame yang dapat diletakkan adalah berbagai jenis reklame dan ukuran. Zona ini tercipta sebagai fasilitasi pemusatan media reklame pada daerah perdagangan dan jasa. Gambar 27. Simulasi Zona Utama Reklame 2. Zona alternatif reklame Zona alternatif reklame adalah kawasan yang hanya diletakkan reklame non permanen saja. Jenis reklame tersebut adalah spanduk, banner, dan poster dengan ukuran kecil saja. Zona ini tercipta mengacu pada uji SBE kondisi umum

28 55 yang memperlihatkan bahwa zona perkantoran dan pemerintahan mempunyai potensi untuk diletakkan reklame dengan intensitas rendah. Gambar 28. Simulasi Zona Alternatif Reklame 3. Zona bebas reklame Zona bebas reklame adalah kawasan tanpa peletakkan reklame sama sekali. Zona ini tercipta mengacu pada Perda Bogor yang menjelaskan kawasan yang tidak diperbolehkan adanya reklame. Selain itu, zona ini berusaha mempertimbangkan keselamatan pengendara bermotor dengan tidak mengizinkan peletakan reklame pada daerah trafic island. Gambar 29. Simulasi Zona Bebas Reklame

29 56 Titik pemusatan reklame sebaiknya diletakkan pada zona kegiatan perdagangan dan jasa pada bagian selatan Jalan Ottista, bagian selatan Jalan Juanda, dan bagian timur Jalan Pajajaran. Penempatan reklame yang menumpuk pada radius 10 meter perlu dihindari agar tidak mengurangi nilai estetika dan menambah efisiensi pesan reklame. Penempatan reklame pada zona lainnya dapat dilakukan tetapi tanpa titik pemusatan dan intensitas yang rendah. Peletakkan reklame ukuran besar dan kecil sebaiknya memudahkan pengamat. Untuk reklame ukuran besar yang mempunyai sasaran pembaca pengendara bermotor, posisi bidang reklame diletakkan dengan sudut 60º dari garis jalan. Reklame ukuran kecil permanen mempunyai sasaran pembaca pejalan kaki, posisi bidang reklame diletakkan sejajar dengan garis jalan. Sedangkan reklame kecil non permanen, posisi bidang reklame diletakkan tegak lurus atau sejajar dengan garis jalan (Gambar 30). Gambar 30. Tampak Atas (atas) dan Tampak Samping (bawah) Peletakkan Reklame Besar dan Kecil

30 57 Secara keseluruhan, rekomendasi peletakkan reklame berdasarkan penggunaan lahan dan sifat reklame pada Jalan Lingkar KRB dapat dispasialkan seperti pada Gambar 31. Zona bebas reklame mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan zona alternatif dan bebas reklame. Hal ini untuk menginterpretasikan user pada tapak sebagai kawasan yang estetik dengan peletakkan reklame yang tidak mengganggu dan tidak terkontrol. Gambar 31. Rekomendasi Zona Reklame.. Pertimbangan Kualitas Estetika Reklame Billboard dapat digunakan sebagai media reklame utama. Akan tetapi, media spanduk dan poster dapat digunakan pada zona permukiman, perkantoran, pemerintahan, dan RTH sebagai media sementara. Media spanduk dan poster hanya menyampaikan pesan tertentu saja dan mengurangi nilai estetika pada

31 58 waktu tertentu pula. Untuk aspek pesan, isi pesan dapat terbaca apabila reklame menggunakan warna dengan saturasi ideal tinggi. Selain dapat memperjelas pesan yang disampaikan, warna ideal tinggi juga dapat menambah estetika. Ukuran reklame dapat disesuaikan keperluan tetapi sebaiknya diminimalisir hingga ukuran ideal yang dapat menyampaikan isi pesan reklame dan tidak mengganggu pandangan. Pencahayaan malam reklame sebaiknya memperhatikan aspek estetika reklame dan lingkungan sekitarnya. Untuk pengontrolan, pencahayaan mempunyai peran untuk tata letak relame. Pada zona yang tidak diperbolehkan diletakkan reklame, lampu PJU dapat digunakan sebagai kontrol. Sifat lampu ini hanya sebagai penerangan jalan untuk umum dan tidak menerangi suatu objek saja sehingga tidak berpotensi untuk diletakkan reklame. Semakin rendah intensitas reklame pada pandangan mata, maka semakin estetik. Maka dari itu, berilah jarak titik pemusatan reklame sebatas radius 10 meter tidak melebihi lima reklame agar tidak ada titik jenuh reklame. Elemen vegetasi dapat digunakan sebagai pelembut jika diletakkan di sekitar reklame. Akan tetapi, adanya elemen vegetasi di sini bukanlah penempatan reklame RTH. Gambar 32. Simulasi Pertimbangan Kualitas Estetika Reklame

METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian mengenai pengaruh reklame ini dilakukan pada lanskap Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Gambar 3). Jalan Lingkar (Ringroad Way) pada penelitian ini meliputi

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Reklame

TINJAUAN PUSTAKA Reklame TINJAUAN PUSTAKA Reklame Komunikasi adalah penyampaian pesan seseorang atau lembaga kepada seseorang atau banyak orang, baik secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan media. Iklan adalah bentuk

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Aspek Biofisik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Aspek Biofisik HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Biofisik Kondisi Umum Jalan Tapak penelitian merupakan Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor dengan batas di sebelah utara Kelurahan Babakan, Sempur, dan Pabaton; sebelah barat Kelurahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

Gambar 12. Lokasi Penelitian

Gambar 12. Lokasi Penelitian III. METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalur wisata Puncak, terletak di Kabupaten Bogor. Jalur yang diamati adalah jalur pemasangan reklame yang berdasarkan data

Lebih terperinci

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 46 VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 7.1. Perencanaan Alokasi Ruang Konsep ruang diterjemahkan ke tapak dalam ruang-ruang yang lebih sempit (Tabel 3). Kemudian, ruang-ruang tersebut dialokasikan ke dalam

Lebih terperinci

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan. KONSEP Konsep Dasar Street furniture berfungsi sebagai pemberi informasi tentang fasilitas kampus, rambu-rambu jalan, dan pelayanan kepada pengguna kampus. Bentuk street furniture ditampilkan memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

KONSEP PENCAHAYAAN (LIGHTING) PADA LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR

KONSEP PENCAHAYAAN (LIGHTING) PADA LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR KONSEP PENCAHAYAAN (LIGHTING) PADA LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR Lighting Concepts on the Ring Road Landscape of Bogor Botanical Garden Arsyad Khrisna Arsitek Lanskap, Greenbaum Indonesia Andi

Lebih terperinci

KONSEP PENCAHAYAAN (LIGHTING) PADA LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR

KONSEP PENCAHAYAAN (LIGHTING) PADA LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR KONSEP PENCAHAYAAN (LIGHTING) PADA LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR Lighting Concepts on the Ring Road Landscape of Bogor Botanical Garden Arsyad Khrisna Arsitek Lanskap, Greenbaum Indonesia Andi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Tahapan ini merupakan tahap awal dengan menjabarkan beberapa kondisi umum tapak yang meliputi kondisi biofisik, kondisi sosial, dan kebijakan pemerintah setempat. Kondisi

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses penyusunan kebijaksanaan atau merumuskan apa yang harus dilakukan, untuk memperbaiki keadaan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah mendorong setiap daerah untuk menggali

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

METODOLOGI. Tempat dan Waktu METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor. Tempat penelitian adalah di sepanjang koridor Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang :

Lebih terperinci

Gambar 11 Lokasi Penelitian

Gambar 11 Lokasi Penelitian 22 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilakukan di kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, Kota Bogor. Kebun Raya Bogor itu sendiri terletak di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum U-Turn Menurut Tata Cara Perencanaan Pemisah (1990), median atau pemisah tengah didefinisikan sebagai suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, yang meliputi semua bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis temuan lapangan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan berkendara merupakan salah satu masalah yang selalu mendapatkan perhatian serius di setiap negara. Pencanangan Hari Keselamatan Dunia oleh WHO (World Health

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN STUDI DAN ARAHAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN STUDI DAN ARAHAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN STUDI DAN ARAHAN REKOMENDASI Rumusan akhir dalam studi karakteristik tundaan disajikan dalam dua bagian yang saling terkait dan melengkapi sebagai jawaban terhadap pertanyaan penelitian

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep 37 V. KONSEP Konsep Dasar Konsep dasar dalam perencanaan ini adalah merencanakan suatu lanskap pedestrian shopping streets yang dapat mengakomodasi segala aktivitas yang terjadi di dalamnya, khususnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA 3.1 TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA 3.1.1 Kondisi Geografis dan Aministrasi Kota Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa dengan luas 32,50 km2. Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

Daerah Kabupaten dalam lingkungan Jawa Barat ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 );

Daerah Kabupaten dalam lingkungan Jawa Barat ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 ); BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2005 SERI : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG PROSEDUR PENYELENGGARAAN PEMASANGAN REKLAME DI KABUPATEN MAJALENGKA BUPATI MAJALENGKA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN PASAR DAN SEKITARNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Arahan pengaturan intensitas penggunaan lahan di sepanjang koridor Jalan Arteri Daendels Kota Tuban dilakukan dalam beberapa skenario dengan memperhatikan rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menuntut masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menuntut masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menuntut masyarakat, terutama yang hidup di daerah perkotaan untuk dapat mengetahui berbagai macam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi penjelasan mengenai temuan studi yang akan mengantarkan pada kesimpulan studi faktor pertimbangan untuk penataan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota Karakter merupakan sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh suatu kelompok, baik orang maupun benda. Karakter lanskap merupakan suatu area yang mempunyai keharmonisan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang kemudian disintesis. Sintesis diperoleh berdasarkan kesesuaian tema rancangan yaitu metafora

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

LESTARI SURYANDARI. A Studi Kualitas Visual Lanskap Sejarah Kawasan Jakarta Kota. (Di bawah bimbingan MARZETJE WUNGKAR dan AND1 GUNAWAN)

LESTARI SURYANDARI. A Studi Kualitas Visual Lanskap Sejarah Kawasan Jakarta Kota. (Di bawah bimbingan MARZETJE WUNGKAR dan AND1 GUNAWAN) LESTARI SURYANDARI. A 3 1.0740. Studi Kualitas Visual Lanskap Sejarah Kawasan Jakarta Kota. (Di bawah bimbingan MARZETJE WUNGKAR dan AND1 GUNAWAN) Penelitian ini berlokasi di kawasan Jakarta Kota, yaitu

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK A.R. Indra Tjahjani 1, Gita Cakra 2, Gita Cintya 3 1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pancasila Jakarta, Lenteng Agung Jakarta

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk ditunjukkan pada pengunjung sekaligus sebagai pusat produksi

Lebih terperinci

Merasakan Perjalanan di Jalan Sholeh Iskandar

Merasakan Perjalanan di Jalan Sholeh Iskandar Merasakan Perjalanan di Jalan Sholeh Iskandar Oleh : Octadian Pratiwanggono Pendahuluan Pagi itu, hari Rabu tanggal 17 Februari 2016, waktu penunjukan pukul 07.00 wib, perjalanan setiap hari yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan arahan dan rekomendasi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada kawasan studi, dengan membawa visi peningkatan citra Kawasan Tugu Khatulistiwa

Lebih terperinci

V. KONSEP PENGEMBANGAN

V. KONSEP PENGEMBANGAN 84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN 2012-2032 I. UMUM Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di daerah kota-kota besar di Indonesia contohnya kota Medan. Hal seperti ini sering terjadi pada

Lebih terperinci

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN BAB VII PENGHIJAUAN JALAN Materi tentang penghijauan jalan atau lansekap jalan, sebagian besar mengacu buku "Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/TBM/1996" merupakan salah satu konsep dasar

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu. Keterangan Jl. KH. Rd. Abdullah Bin Nuh. Jl. H. Soleh Iskandar

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu. Keterangan Jl. KH. Rd. Abdullah Bin Nuh. Jl. H. Soleh Iskandar 20 METODOLOGI dan Waktu Studi dilakukan di kawasan Jalan Lingkar Luar Kota Bogor, Jawa Barat dengan mengambil tapak di kawasan lanskap Jalan KH. Rd. Abdullah bin Nuh dan Jalan H. Soleh Iskandar. Kegiatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa demi terpeliharanya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Penelitian terhadap hubungan desain lingkungan fisik dan aktivitas kriminal pada malam hari di Kawasan Kota Lama Semarang menghasilkan beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman Jalan merupakan salah satu ruang publik dalam suatu kawasan yang memiliki peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI Keadaan sungai Deli yang sekarang sangat berbeda dengan keadaan sungai Deli yang dahulu. Dahulu, sungai ini menjadi primadona di tengah kota Medan karena sungai ini

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PEMASANGAN ALAT PERAGA KAMPANYE PEMILIHAN

Lebih terperinci