: KHOERINI RIFKI SAPUTRI I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": KHOERINI RIFKI SAPUTRI I"

Transkripsi

1 PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES MASYARAKAT MIGRAN DI PERMUKIMAN LIAR DI JAKARTA TERHADAP FASILITAS KESEHATAN GRATIS ATAU BERSUBSIDI (Kasus: Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan) Oleh : KHOERINI RIFKI SAPUTRI I DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ABSTRACT This research examines knowledge and factors affecting the access of migrants population in squatter dwellings to free or subsidized health services from the government. Most migrants live in this squatter dwellings came from villages around Java Island. Their migrants status will be an interesting topic related to their legal community status. There is a significant relation between the community legal status and their access to free or subsidized health services from the governmnet. The ownnership of a local ID Card or KTP (Kartu Tanda Penduduk) is very important for accessing the free or subsidized health services. Only minor of the respondents own DKI Jakarta ID Card, the majority of them still hold their origin village ID Card. Some respondents hold free or subsidized health services cards from their origin villages and only can use them in their origin villages. Keywords: health services, squatter settlements, community status

3 RINGKASAN KHOERINI RIFKI SAPUTRI. PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES MASYARAKAT MIGRAN DI PERMUKIMAN LIAR DI JAKARTA TERHADAP FASILITAS KESEHATAN GRATIS ATAU BERSUBSIDI. Kasus: Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. (Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI). Ketimpangan pendistribusian hasil pembangunan yang terjadi antara daerah perkotaan dan pedesaan menimbulkan kesenjangan sosial tersendiri antara penduduk yang tinggal di desa dengan penduduk yang tinggal di kota. Akibatnya banyak penduduk yang tinggal di desa memutuskan untuk pindah ke kota (migrasi) dengan harapan dapat menikmati hasil pembangunan yang telah dicapai tersebut sehingga kesejahteraan hidup mereka juga dapat meningkat. Meningkatnya jumlah penduduk di kota menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman juga mengalami peningkatan sedangkan jumlah lahan yang ada jumlahnya tetap. Tetapi pekerjaan di sektor informal dengan upah rendah yang dijalani oleh migran akan mempersulit mereka memiliki lahan untuk dijadikan permukiman. Pada akhirnya mereka memilih mendirikan gubuk dengan triplek dan seng bekas di lahan kosong yang biasa dikenal dengan istilah permukiman liar. Melihat status kependudukan yang mereka miliki, dimana sebagian besar dari mereka tidak memiliki KTP DKI Jakarta, maka para migran tersebut memiliki keterbatasan dalam mengakses fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh pemerintah. Salah satunya adalah pelayanan dalam bidang kesehatan Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis sejauhmana pengetahuan masyarakat migran di permukiman liar di Jakarta mengenai adanya fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi, (2) menganalisis kesulitan yang dialami masyarakat migran di permukiman liar di Jakarta dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi, (3) menganalisis pengaruh status kependudukan yang dimiliki migran di permukiman liar di Jakarta terhadap akses mereka dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat permukiman liar di wilayah RT 016 RW 05 Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan yang ditentukan secara sengaja (Purposive). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli Pemerintah memiliki program yang bertujuan untuk menunjang kesehatan masyarakatnya. Program tersebut memiliki berbagai macam nama antara lain adalah Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang dulunya lebih dikenal dengan Askes, Gakin (Kartu Keluarga Miskin) dan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Ketiganya memiliki fungsi untuk membantu meringankan beban yang harus ditanggung oleh keluarga miskin dalam bidang kesehatan. Akan tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya dapat dirasakan oleh masyarakat miskin kebanyakan, termasuk di permukiman liar di Kelurahan Lenteng Agung. Permukiman liar yang ada di wilayah RT 016 RW 05 Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan berada di antara bantaran rel kereta

4 api dan sungai Ciliwung. Permukiman liar tersebut terbagi atas dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah permukiman liar yang berdiri di atas tanah milik pribadi dan tanah milik PJKAI serta Dinas Perairan DKI Jakarta. Seluruh penghuninya adalah pendatang yang sebagian besar berasal dari beberapa wilayah di pulau jawa seperti Karawang, Pati, Tegal, Cikarang, Rangkas, Bogor, Banten, Ponorogo, Aceh, Ngawi, Riau, Ciledug, Bekasi, Surabaya dan Madura. Pekerjaan yang dilakukan oleh pendatang yang tinggal diwilayah tersebut semuanya bergerak di sektor informal seperti pengumpul barang rongsokan. Sebanyak sembilan orang responden memiliki pendapatan per bulan antara Rp ,00 sampai Rp ,00. Akan tetapi masih ada juga responden yang berpenghasilan dibawah Rp ,00 yaitu sebanyak 21 orang responden. Pendapatan yang dimiliki oleh responden sebagian besar dihabiskan untuk konsumsi makanan sehari-hari. Responden merasa bahwa cukup dengan makan saja tubuh mereka sudah sehat sehingga dianggap tidak perlu mengeluarkan uang untuk investasi kesehatan. Akses migran di permukiman liar terhadap pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi masih sangat kurang. Hal tersebut ditunjukkan dari kepemilikan responden terhadap kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 orang responden hanya terdapat empat orang atau sebesar 13,33 persen yang mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah dalam bentuk kartu pelayanan kesehatan yang dapat meringankan responden saat responden memerlukan bantuan kesehatan. Kurangnya pengetahuan penghuni di permukiman liar mengenai adanya bantuan dari pemerintah menjadi salah satu faktor rendahnya akses terhadap fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. Disebabkan antara lain tidak adanya sosialisasi yang dilakukan oleh aparat desa baik dari pihak kelurahan atau kecamatan dan dari RT atau RW. Tingkat pendidikan responden tidak menunjukkan bahwa adanya hubungan dengan kepemilikan terhadap kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi tidak selalu dapat dengan mudah memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Faktor ekonomi merupakan faktor dasar yang menyebabkan responden tidak mampu memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Selain itu status kependudukan juga menjadi syarat mutlak dalam memperoleh kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi tersebut. Responden yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta tidak mungkin memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi yang terdaftar di wilayah DKI Jakarta. Responden yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta tetapi memiliki kartu pelayanan kesehatan, biasanya kartu tersebut terdaftar di daerah asal responden.

5 PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES MASYARAKAT MIGRAN DI PERMUKIMAN LIAR DI JAKARTA TERHADAP FASILITAS KESEHATAN GRATIS ATAU BERSUBSIDI (Kasus: Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan) Oleh : KHOERINI RIFKI SAPUTRI I Skripsi Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama Mahasiswa Nomor Mahasiswa : Pengetahuan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akses Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Di Jakarta Terhadap Fasilitas Kesehatan Gratis atau Bersubsidi (Kasus: Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan) : Khoerini Rifki Saputri : I Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS NIP Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP Tanggal Kelulusan:

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES MASYARAKAT MIGRAN DI PERMUKIMAN LIAR DI JAKARTA TERHADAP FASILITAS KESEHATAN GRATIS ATAU BERSUBSIDI (KASUS: KELURAHAN LENTENG AGUNG, KECAMATAN JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK/LEMBAGA LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, September 2009 Khoerini Rifki Saputri I

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Khoerini Rifki Saputri yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan suami isteri H. Sakimo dan Hj. Ulfah Mundiastri. Pendidikan pertama yang ditempuh penulis adalah di Taman Kanak-Kanak Borobudur pada tahun Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SD Negeri 03 Jagakarsa Jakarta Selatan pada tahun , kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 41 Jakarta pada tahun , dan SMA 49 Jakarta pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati satu tahun di TPB (Tingkat Persiapan Bersama) penulia berhasil masuk pada mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, antara lain Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Theater FPIK Jaring pada tahun dan UKM Photography Faperta Lensa pada tahun , peserta Workshop Jurnalistik TV bersama AnTeve dengan Tema Topik Citizen Journalistik pada tahun 2008, anggota kepanitiaan Event besar di IPB Communication and Comunity Development Expo (COMMNEX) 2008 serta tergabung sebagai anggota Divisi Photography and Cinematography, Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) Prestasi lain yang pernah diraih antara lain, Juara 1 Kompetisi Geografi antar SMU se-dki Jakarta dan Juara 1 Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) dalam acara COMMNEX 2008.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan karunia dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengetahuan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akses Masyarakat Migran di Permukiman Liar di Jakarta Terhadap Fasilitas Kesehatan Gratis atau Bersubsidi (Kasus: Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan). Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini menjelaskan mengenai pengetahuan tentang fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi dari pemerintah yang dimiliki migran di permukiman liar. Selain itu juga mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi akses migran tersebut dalam memanfaatkan bantuan pemerintah tersebut. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bantuan, bimbingan dan arahan serta kesabarannya dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Ir. Said Rusli, MS selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktu dan memberi kritikan serta saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Martua Sihaloho, SP, Msi selaku penguji dari Departemen Sains KPM yang telah bersedia mengoreksi kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

10 4. Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS DEA selaku pembimbing akademik atas masukan dan nasihatnya selama ini. 5. Bapak H. Sakimo dan Ibu Hj. Ulfah, Mas Tiar, Mbak Vivin dan Zahra tersayang yang menjadi pemicu semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas doanya. 6. Seluruh responden, atas kerjasamanya yang baik selama penelitian. 7. Bapak Haidin dan keluarga, Ibu Dokter Dewi dan Bapak Mustofa yang telah membantu dalam proses penelitian di Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, terima kasih atas bantuannya. 8. Sahabatku, Ema, Puty, Nits, Taye, Hesti, Lusi, Indah, Egi, Rofian, Nchie, Tami, Riska, Achie, Yoe, Ufa, Ira, Novi, Merlin, Selvi, Sinta, Adilla, Corry, Ria, Nia, Ani, Hendri dan Edo yang telah memberikan motivasi, perhatian, bantuan, serta kesabarannya dalam mendengarkan cerita, kebahagiaan, keluh kesah selama ini. Terima kasih atas doanya. 9. Teman-teman KPM 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, semangat, dan dukungannya. 10. Mas Gunawan, atas perhatian, semangat dan motivasinya. 11. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat sebagai referensi skripsi selanjutnya, khususnya yang menyangkut topik serupa. Bogor, September 2009 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Migrasi dan Faktor-faktor yang Menyebabkan Migrasi Di Indonesia Konsep Urbanisasi dan Tingkat Urbanisasi yang Terjadi Di Indonesia Definisi Permukiman Liar dan Pertumbuhannya Di Daerah Perkotaan Konsep Masyarakat Miskin Fasilitas Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Kartu Keluarga Miskin (Gakin) Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) Sistem Pencatatan Penduduk di Indonesia Registrasi Vital Registrasi Penduduk Statistik Migrasi Internasional Kerangka Pemikiran Hipotesis... 31

12 ii Halaman 2.4. Definisi Konseptual Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pemilihan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN Lokasi dan Keadaan Wilayah Fasilitas Umum BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN Pembahasan Gambaran Umum Responden Pendidikan Terakhir Responden Daerah Asal Responden Keberadaan Keluarga Responden Pekerjaan Responden Pendapatan Responden Akses Migran Di Permukiman Liar Terhadap Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi Ikhtisar BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Pengetahuan Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Keterkaitan Antara Pengetahuan Responden dan Aksesnya Terhadap Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi... 65

13 iii Halaman 6.3. Kendala Dalam Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Serta Keterkaitannya dengan Akses Responden Terhadap Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi Tingkat Pendidikan Responden Pendapatan Responden Faktor-faktor Lainnya Status Kependudukan Responden Ikhtisar BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran Daftar Pustaka Lampiran... 93

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pencari Kerja dan Kesempatan Kerja Yang Terdaftar Menurut Provinsi DKI Jakarta, Tabel 2. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 3. Jumlah Responden Menurut Daerah Asalnya, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 4. Jumlah Responden Menurut Tempat Tinggal Keluraga, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 5. Jumlah Responden Menurut Pekerjaan, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 6. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendapatan, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 7. Jumlah Responden Menurut Informasi Mengenai Fasilitas Kesehatan Gratis atau Bersubsidi, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 8. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pengetahuan dan Aksesnya Terhadap Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 9. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir dan Aksesnya Terhadap Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 10. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendapatan Individu Per bulan dan Aksesnya Terhadap Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis atau Bersubsidi, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli

15 v Halaman Tabel 11. Jumlah Responden Menurut Pengetahuan Cara Memperoleh Kartu Pelayanan Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Kepemilikan KTP dan Masa Berlaku KTP, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli Tabel 13. Jumlah Responden Menurut Dimana KTP Terdaftar Terhadap Kepemilikan Kartu Pelayanan Kesehatan, di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Juli

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Dokumentasi Lampiran 2 Hasil Analisis chi-square (x 2 ) Lampiran 3 Hasil Analisis rank spearman... 95

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep pembangunan yang bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan konsep pembangunan yang bertujuan untuk membangun kualitas sumberdaya manusia (Sugianto, 2007). Pembangunan di Indonesia terlihat lebih mengarah pada pembangunan ekonomi. Hal tersebut menyebabkan hasil pembangunan yang diharapkan dapat dirasakan oleh semua pihak tidak dapat diwujudkan. Hasil pembangunan hanya tersentralisasi pada penduduk yang berada dekat dengan pusat pemerintahan dan kota-kota besar saja. Ketimpangan pendistribusian hasil pembangunan yang terjadi antara daerah perkotaan dan pedesaan merupakan salah satu bentuk permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam melaksanakan pembangunan (Sugianto, 2007). Menurut Sugianto (2007) hal tersebut menimbulkan kesenjangan sosial tersendiri antara penduduk yang tinggal di desa dengan penduduk yang tinggal di kota. Akibatnya banyak penduduk yang tinggal di desa memutuskan untuk pindah ke kota (migrasi) dengan harapan dapat menikmati hasil pembangunan sehingga kesejahteraan hidup mereka juga dapat meningkat. Setiap tahunnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi ke DKI Jakarta mengalami peningkatan sehingga terjadi kepadatan penduduk di wilayah DKI Jakarta. Jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan estimasi Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2006 penduduk DKI Jakarta sebanyak 8,96 juta

18 2 jiwa dengan luas wilayahnya adalah 661,52 kilometer persegi (BPS, 2007). Berdasarkan estimasi SUSENAS tersebut berarti kepadatan penduduknya mencapai 13,5 ribu per kilometer persegi. Jika dilihat dari jumlah dan laju pertumbuhan penduduk berdasarkan hasil SUSENAS pada tahun 1990, 2000 dan 2006 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1990 diketahui jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak jiwa, tahun 2000 jumlahnya mengalami peningkatan menjadi jiwa, tahun 2006 jumlah penduduk DKI Jakarta menjadi jiwa (BPS, 2007). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan laju pertumbuhan penduduk antara tahun (0,16%) dan tahun (1,11%). Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk kota di negara berkembang, termasuk DKI Jakarta, telah menimbulkan banyak masalah. Gejala paling nyata dalam masalah ini adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari permukiman migran dan juga semakin banyaknya daerah miskin di banyak kota. Menurut Suyono (2003) saat ini tidak kurang dari 1,3 milyar jiwa hidup dalam kondisi sangat miskin di negara-negara berkembang. Salah satu negara berkembang adalah Indonesia dimana jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia berjumlah 76,4 juta jiwa (Depkes, 2008). Menurut Rusli (1995) keputusan melakukan migrasi ke kota yang dilakukan oleh penduduk desa dipengaruhi oleh faktor pendorong yang berasal dari daerah asal para migran (desa) dan faktor penarik yang berasal dari tempat tujuan migrasi (kota). Faktor pendorong penduduk desa melakukan migrasi antara lain adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang terdapat di desa serta rendahnya upah yang diperoleh dianggap kurang dapat menopang biaya hidup yang semakin

19 3 mahal. Faktor penarik penduduk desa melakukan migrasi adalah beragamnya jenis pekerjaan yang tersedia di kota Terkadang kedatangan para migran ke kota tidak diimbangi dengan keterampilan yang mendukung dan tidak sedikit diantara mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal tersebut menjadi kendala bagi migran dalam memperoleh pekerjaan. Selain itu persaingan dalam memperoleh pekerjaan di kota juga dapat dilihat dari perbandingan jumlah penduduk pencari kerja dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS dapat diketahui bahwa di DKI Jakarta telah terjadi ketimpangan antara jumlah pencari kerja dengan lapangan pekerjaan yang masih tersedia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1. Pencari Kerja dan Kesempatan Kerja Yang Terdaftar Menurut Provinsi DKI Jakarta, Tahun Pencari Kerja Lapangan Pekerjaan yang Masih Tersedia Sumber: Badan Pusat Statistik, Data di atas menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan yang masih tersedia yang ada di DKI Jakarta belum mampu menampung jumlah pencari kerja. Oleh karena itu, banyak penduduk yang lebih memilih pekerjaan disektor informal, tidak terkecuali para migran. Para migran dengan tingkat pendidikan dan kemampuan yang rendah tidak mampu bersaing dengan pencari kerja lainnya yang memiliki tingkat pendidikan dan kemampuan yang lebih tinggi. Pada

20 4 akhirnya mereka lebih memilih menggantungkan hidupnya dengan bekerja pada sektor informal dengan upah yang rendah. Meningkatnya jumlah penduduk di kota menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman juga mengalami peningkatan sedangkan jumlah lahan yang ada jumlahnya tetap (Rindarjono, 2007). Harga lahan di kota semakin hari semakin mengalami peningkatan. Tetapi dengan keadaan ekonomi yang dialami oleh migran dengan upah rendah maka akan sulit memiliki lahan untuk dijadikan permukiman. Pada akhirnya mereka memilih mendirikan gubuk dengan triplek dan seng bekas di lahan kosong yang belum terpakai seperti di bantaran kali, pinggir rel kereta api, tempat pembuangan sampah akhir bahkan di pemakaman cina atau yang biasa dikenal dengan istilah permukiman liar. Keberadaan tempat tinggal mereka di tempat tersebut tentu saja bersifat ilegal. Hal tersebut berpengaruh terhadap status kependudukan yang dimiliki oleh migran. Keberadaan mereka yang ilegal menyebabkan mereka sulit memperoleh KTP kelurahan setempat. Melihat status kependudukan yang mereka miliki, dimana sebagian besar dari mereka tidak memiliki KTP DKI Jakarta, maka para migran tersebut memiliki keterbatasan dalam mengakses fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satunya adalah pelayanan dalam bidang kesehatan. Manusia sebagai makhluk biologis pada saat tertentu pasti mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga kuman penyakit dapat masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan orang yang bersangkutan menderita sakit. Jika seseorang mengalami sakit sudah selayaknya orang tersebut memeriksakan diri ke dokter

21 5 untuk mengetahui penyakit apa yang diderita dan apa penyebabnya. Akan tetapi, saat ini untuk dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan diperlukan biaya yang tidak sedikit. Hal tersebut menjadi pertimbangan tersendiri bagi penduduk yang berada di permukiman liar mengingat keadaan ekonomi mereka yang serba kurang. Pemerintah sebenarnya telah menyediakan beberapa pelayanan kesehatan bagi masyarakat menengah kebawah. Salah satunya cara yang dilakukan pemerintah antara lain menerbitkan kartu yang dapat digunakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis atau subsidi bagi masyarakat miskin yaitu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Surat Keluarga Miskin (GAKIN) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Namun apakah semua masyarakat miskin yang menjadi sasaran program tersebut sudah dapat memanfaatkannya dengan baik?. Kemungkinan terlewatinya masyarakat migran di permukiman liar untuk dapat menikmati fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah menjadi lebih besar karena mereka tidak mempunyai catatan tempat tinggal yang pasti. Selain itu, masih menjadi pertanyaan sejauhmana pengetahuan masyarakat yang menjadi target program tersebut mengerti apa dan bagaiamana cara menggunakan fasilitas kesehatan tersebut. Maka dalam penelitian ini akan dicoba untuk dapat menjawab pertanyaanpertanyaan yang menjadi perumusan masalah penelitian Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas ada beberapa masalah yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yaitu:

22 6 1. Sejauhmana pengetahuan masyarakat migran di permukiman liar di Jakarta mengenai adanya fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi? 2. Apa kesulitan yang dialami masyarakat migran di permukiman liar di Jakarta dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi? 3. Apakah status kependudukan yang dimiliki migran di permukiman liar di Jakarta mempengaruhi akses mereka dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis sejauhmana pengetahuan masyarakat migran di permukiman liar di Jakarta mengenai adanya fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. 2. Menganalisis kesulitan yang dialami masyarakat migran di permukiman liar di Jakarta dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. 3. Menganalisis pengaruh status kependudukan yang dimiliki migran di permukiman liar di Jakarta terhadap akses mereka dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keterkaitan yang terjadi antara keberadaan tempat tinggal migran yang bersifat ilegal dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah, khususnya bagi warga miskin. Dari segi akademis, penelitian ini

23 7 diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca maupun peminat studi yang dijadikan topik penulisan untuk menambah informasi sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan bagi penulisan ilmiah terkait. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih memperhatikan pola pendistribusian fasilitas kesehatan yang diperuntuhkan untuk masyarakat miskin. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan kesadaraan mengenai pentingnya melakukan registrasi penduduk serta dapat meningkatkan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk fasilitas kesehatan bagi masyarakat miskin.

24 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka Konsep Migrasi dan Faktor-faktor yang Menyebabkan Migrasi di Indonesia Migrasi merupakan salah satu istilah yang biasa dipakai dalam menyatakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lainnya. Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unitunit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari daerah asal ke tempat tujuan (Rusli, 1995). Menurut Rusli (1995) migrasi merupakan dimensi gerak penduduk permanen sedangkan dimensi gerak penduduk non-permanen terdiri dari sirkulasi dan komutasi. Zelinsky (1971) dalam Rusli (1995) menyatakan bahwa, istilah circulator secara umum bermakna berbagai macam gerak penduduk yang biasanya berciri jangka pendek, repetitif, atau siklikal dimana punya kesamaan dalam hal tak nampak niat yang jelas untuk mengubah tempat tinggal yang permanen. Menurut Rusli (1995) sirkulasi merupakan gerak berselang antara tempat tinggal dengan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk tujuan lain pada periode waktu tertentu dimana para sirkulator menginap ditempat tujuan sedangkan komutasi adalah gerak berulang hampir setiap hari antara tempat tinggal dengan tempat tujuan atau dengan kata lain komuter pada dasarnya tidak punya rencana untuk menginap didaerah tujuan.

25 9 Menurut Rusli (1995) secara umum terdapat dua jenis migrasi yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internasional adalah migrasi yang terjadi antar negara dan seorang dikatakan melakukan emigrasi jika migrasi internasional dipandang dari negara asal atau negara pengirim. Sementara imigrasi bilamana migrasi tersebut dilihat dari negara penerima atau negara tujuan. Migrasi internal adalah migrasi yang terjadi dalam batas-batas wilayah suatu negara. Menurut Kartini (1995) dalam Pardede (2008) yang mengutip pendapat Safa dan Du Toit (1975), menyatakan bahwa migrasi tidak semata-mata sebagai proses perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya, tetapi proses migrasi mencakup bagaimana penyesuaian warga yang melakukan migrasi terhadap lingkungan sosial yang baru. Proses migrasi pada umumnya terjadi karena adanya faktor pendorong dari desa asal (push factor) dan faktor penarik dari kota tujuan (pull factor). Selain itu, Lee (1969) berpendapat bahwa dalam tiap tindakan migrasi baik yang jarak dekat maupun jarak jauh senantiasa terlibat faktor-faktor yang berhubungan dengan daerah asal, daerah tujuan, pribadi dan rintangan-rintangan antara. 1 Faktor pendorong adalah faktor yang berasal dari daerah asal yang menjadi pertimbangan migran dalam melakukan migrasi. Melihat alasan-alasan yang dikemukakan responden maka dapat diketahui bahwa faktor pendorong yang melatarbelakangi migran keluar dari daerah asal terutama didorong oleh alasan ekonomi, yaitu untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui pendapatan yang lebih baik. Faktor penarik dalam penelitian ini adalah daya tarik kota bagi migran. Migran merasa tidak dapat berkembang jika tetap tinggal di kampung karena 1 Lee (1969) dalam Rusli, Said.1995.Pengantar Ilmu Kependudukan-cet 7(revisi).Jakarta:PT Pusaka LP3ES.

26 10 terbatasnya lapangan pekerjaan. Bayangan mengenai kota yang menawarkan lebih banyak kesempatan dalam memperoleh pekerjaan serta jenis pekerjaan yang lebih banyak telah menarik migran untuk bermigrasi ke kota. Jika dibandingkan antara faktor penarik dengan faktor pendorong, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa migran yang bermigrasi sebagian besar memiliki alasan untuk mencari pekerjaan. Penyebab utama perpindahan penduduk yang kebanyakan bersifat ekonomi juga didukung pula oleh pendapat Keyfitz dan Nitisastro (1955). Sebagian besar penduduk di desa menggantungkan hidup mereka pada sektor pertanian. Padahal, penduduk desa dari tahun ke tahun akan terus bertambah sehingga jumlah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan-lahan pertanian juga akan terus meningkat. Hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah lahan pertanian yang tersedia. Dengan demikian penduduk desa akan semakin sulit memperoleh pekerjaan dan kalaupun ada pekerjaan biasanya upah yang didapat sangat rendah. Hal tersebut juga didukung oleh Tangnga (1988) dimana hasil penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa faktor dominan yang mendorong meningkatnya arus migrasi di Kotamadya Ujung Pandang antara lain kecilnya peluang untuk mendapatkan pekerjaan di daerah asal dan kecilnya pendapatan yang diperoleh oleh pendatang di daerah asal. Pendatang yang berasal dari desa juga mengemukakan alasan lain yang melatarbelakangi keputusan mereka untuk melakukan migrasi yaitu banyaknya pekerjaan di kota dibandingkan di desa. Selain itu adanya anggapan bahwa di kota lebih mudah mendapatkan pekerjaan juga menarik minat para pendatang untuk datang ke kota.

27 Konsep Urbanisasi dan Tingkat Urbanisasi yang Terjadi di Indonesia Saat ini masih banyak orang memiliki persepsi yang salah mengenai konsep urbanisasi. Banyak orang mengetahui bahwa urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Menurut Rusli (1995) urbanisasi merupakan proses meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di daerah perkotaan yang disebabkan migrasi desa-kota, pertambahan alami penduduk perkotaan sendiri, dan adanya daerah pedesaan yang berubah menjadi daerah perkotaan. Menurut Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pertambahan alami penduduk adalah pertambahan penduduk yang disebabkan oleh selisih antara kelahiran dengan kematian dari suatu penduduk dalam jangka waktu tertentu. Watts (1992) dalam Nasution (2002) menyebut urbanisasi sebagai worldwide phenomenon merupakan realitas yang tidak dapat dihindari. Bahkan dalam batas tertentu, urbanisasi memberikan insentif bagi kemajuan perekonomian kota, dalam wujud supply tenaga kerja yang dibutuhkan bagi berbagai sektor ekonomi yang ada (Nasution, 2002). Urbanisasi berperan penting dalam meningkatkan angka pengangguran terbuka di perkotaan, yaitu 5,8 persen pada tahun 1992, meningkat menjadi 10,5 persen pada tahun 1999 (BPS, 2000). Hal ini selaras dengan temuan McGee (1971) dalam Nasution (2002) yang mengungkapkan bahwa dikebanyakan kota-kota negara dunia ketiga, yang pesat perkembangan ekonominya, sering tidak diimbangi oleh kesempatan kerja. Akibatnya selain memicu peningkatan pengangguran, luapan angkatan kerja tersebut lalu tertampung disektor informal dengan produktifitas yang bersifat subsisten (Nasution, 2002).

28 12 Setiap tahunnya penduduk di daerah perkotaan selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk yang disebabkan oleh pertambahan penduduk secara alami dan sebagian besar karena meningkatnya migrasi dari desa ke kota. Berdasarkan hasil sensus penduduk 1990 menunjukkan bahwa 30,9 persen penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah perkotaan dimana angka ini terus mengalami peningkatan dari 14,8 persen pada tahun 1961, 17,4 persen pada tahun 1971, dan 22,3 persen pada tahun 1980 (Rusli, 1995). Sensus Penduduk 1980 memperlihatkan angka urbanisasi di Indonesia sebesar 22,3 persen. Angka ini meningkat menjadi 30,9 persen di tahun 1990 (Chotib, 2000). Berdasarkan sensus penduduk yang telah dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) diperoleh data tingkat urbanisasi penduduk Indonesia pada tahun 1990 sebesar 30,9 persen dan meningkat menjadi 42,0 persen pada tahun 2000 (BPS, 2007). Selama kurun waktu sepuluh tahun ini angka pertumbuhan penduduk perkotaan diketahui sebesar 5,4 persen per tahun, yang berarti jauh lebih tinggi daripada angka pertumbuhan penduduk secara nasional, yaitu 1,97 persen per tahun (Chotib, 2000). Hal tersebut tidak berlangsung secara merata disetiap kota di Indonesia. Sebagai contoh adalah Kota Depok dimana pada tahun 1982 jumlah penduduk kota ini sebanyak jiwa, dan pada tahun 2002 meningkat menjadi jiwa, dengan kepadatan rata-rata jiwa per kilometer persegi dan pertumbuhan penduduk 3,70 persen per tahun (Astuti, 2006). Berdasarkan hasil perhitungan sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS di Kota Jakarta pada tahun 1961, 1971 dan 1980, penduduk DKI Jakarta pada waktu yang sama berkembang berturut-turut dari 2,97 juta, 4,58 juta dan kemudian menjadi 6,5 juta

29 13 jiwa. Dengan perkataan lain, penduduk Jakarta telah meningkat sebesar 4,46 persen dimana peningkatan setiap tahunnya sebesar 3,93 persen. Hasil sensus penduduk pada tahun 2000 yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa jumlah migran yang datang ke wilayah DKI Jakarta berjumlah jiwa atau sebesar (42,43%). Tahun 2001 pertambahan penduduk DKI Jakarta sebanyak jiwa, tahun 2002 sebanyak jiwa, tahun 2003 sebanyak , tahun 2004 sebanyak jiwa dan pada tahun 2005 sebanyak jiwa (Setiawan, 2006). Menurut Nafi (2006) laju penambahan penduduk DKI Jakarta selama lima tahun terakhir rata-rata 188 ribu orang yang datang. Saat ini secara definitif jumlah penduduk DKI Jakarta yang terregistrasi sebanyak 7,5 juta jiwa. Namun hasil sensus pada 2004 menyebutkan berjumlah 8,6 juta jiwa pada saat malam hari. Pada siang hari jumlah penduduk DKI Jakarta ada sekitar 12 juta jiwa (Nafi, 2006). Perbedaan jumlah penduduk yang ditunjukkan tersebut lantaran banyak yang bekerja dari luar Jakarta. Salah satu penyebab meningkatnya proporsi penduduk perkotaan adalah adanya daerah pedesaan yang berubah menjadi daerah perkotaan. Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang mengalami hal tersebut. Pada tahun 1906 kota ini dengan cepat mengalami perkembangan yang sangat pesat (Basundoro, 2004). Dalam beberapa segi terutama dalam sektor industri Surabaya telah mengalami kemajuan yang luar biasa. Masa-masa rekonstruksi setelah kotakota dilanda peperangan hebat telah menjadikan kota-kota besar di Indonesia berkembang menjadi tempat tujuan bagi masyarakat desa yang ingin mengadu nasib di kota. Proses urbanisasi merupakan salah satu akibat dari kemajuan-

30 14 kemajuan pesat di kota, dimana bagi kaum pendatang tersedia lapangan kerja yang luas Definisi Permukiman Liar dan Pertumbuhannya di Daerah Perkotaan Distribusi penduduk berhubungan atau terkait dengan pola permukiman dan persebaran penduduk di suatu negara atau daerah-daerah lain seperti kota dan pedesaan. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia memiliki kriteria yang dapat menentukan suatu daerah termasuk kota atau bukan yang pada umumnya dipengaruhi oleh banyaknya penduduk, kepadatan penduduk, dan persentasi angkatan kerja yang bekerja dibidang non pertanian. Proporsi atau persentase penduduk yang bermukim di daerah perkotaan suatu wilayah atau negara merupakan ukuran untuk mengetahui tingkat urbanisasi (Rusli, 1995). Pesatnya pertumbuhan kota cenderung menimbulkan permasalahan perumahan baru di kawasan sekitarnya seperti munculnya permukiman liar. Mengingat bahwa perumahan merupakan bagian dari kebutuhan dasar (basic need), yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk mempertahankan eksistensinya. Menurut Basundoro (2004) permukiman liar adalah suatu tempat atau wilayah tertentu yang dijadikan tempat hunian oleh sekelompok orang secara ilegal. Permukiman liar adalah suatu wilayah hunian yang telah berkembang tanpa meminta ijin kepada otoritas yang terkait untuk membangun; merupakam permukiman yang tidak sah atau semi-legal status, infrastruktur dan jasa pada umumnya tidak cukup (Suyogo, 2009). Permukiman liar berbeda dengan permukiman kumuh. Permukiman kumuh belum tentu permukiman liar karena

31 15 ada di beberapa daerah dimana permukiman kumuh yang ada di wilayah tersebut berdiri secara legal. Menurut Suyogo (2009), terdapat tiga karakteristik yang bisa membantu kita memahami permukiman liar 1. Physical ( Phisik ) Kurangnya pemaksimaksimalan fasilitas dan infrastruktur. Seperti halnya rumah yang didirikan semipermanen atau hanya sekedar gubuk, kurang layak atau tidak memiliki fasilitas kamar kecil, tidak memiliki RT dan RW yang jelas. 2. Social ( Sosial ) Kebanyakan penghuni liar mempunyai pendapatan tergolong lebih rendah, diantaranya bekerja sebagai tenaga kerja upah atau dalam perusahaan sektor informal. Kebanyakan mendapat gaji atau upah minimum atau dapat juga pendapatan tinggi karena bekerja sambilan. Penghuni liar sebagian besar orang pindah. Tetapi banyak juga penghuni liar dari generasi ke generasi secara turun - temurun. 3. Legal ( undang undang) Penghuni liar adalah ketiadaan kepemilikan lahan padahal diatasnya mereka sudah membangun rumah. Ini bisa jadi merupakan tanah pemerintah lowong atau daratan publik, parcels tanah pinggiran seperti pinggiran rel kereta api atau tanah kesultanan (sultan ground). Permukiman liar di perkotaan menjadi masalah tersendiri bagi kota atau wilayah yang bersangkutan. Keberadaan permukiman liar dianggap mengganggu pemandangan kota yang berisi gedung-gedung megah. Keberadaan permukiman liar juga memberikan masalah tersendiri terhadap proses registrasi penduduk di

32 16 wilayah tempat permukiman liar tersebut berada. Keberadaan mereka secara ilegal diwilayah tempat tinggal mereka menyulitkan mereka untuk memperoleh KTP yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses regristrasi penduduk diwilayah setempat. Registrasi penduduk adalah proses yang pelaporan dan pencatatan kelahiran, kematian, dan migrasi (Rusli, 2005). Kepadatan penduduk di desa-desa yang terus mengalami peningkatan dapat menyebabkan banyak penduduk desa-desa yang bersangkutan mencari nafkah ke kota. Hal tersebut lebih dikarenakan semakin besarnya persaingan dalam memperoleh pekerjaan di desa dimana jumlah pekerjaan yang tersedia di desa sangat terbatas. Dengan demikian banyak penduduk desa memutuskan melakukan migrasi ke kota dimana pekerjaan yang tersedia lebih banyak. Akan tetapi dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pendatang yang sebagian besar hanyalah lulusan Sekolah Rakyat (SR) menjadikan mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapannya. Pada akhirnya para pendatang hanya mampu bekerja pada sektor-sektor informal seperti buruh, tukang becak, pemulung. Dengan pekerjaan sektor informal yang digeluti oleh para pendatang tentunya upah yang diperoleh tidak sebanding dengan mereka yang bekerja disektor formal. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sandyatma (2004) dimana penulis melakukan penelitian terhadap tiga keluarga pendatang yang tinggal di permukiman liar sekitar tempat pembuangan sampah di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan disektor formal karena mereka terganjal dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki. Mereka tidak dapat bersaing dengan pendatang lain yang memiliki

33 17 pendidikan lebih baik dari mereka. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi pemulung disekitar tempat mereka tinggal. Permasalahan lain yang harus dihadapi oleh pendatang adalah tempat untuk mereka tinggal selama di kota. Di kota besar seperti Jakarta semakin hari semakin sulit untuk memperoleh tempat tinggal. Hal tersebut dikarenakan semakin berkurangnya lahan-lahan permukiman penduduk serta semakin banyaknya penduduk kota yang tentunya juga membutuhkan semakin banyak lahan untuk bermukim. Kalaupun masih ada lahan yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal, harga yang ditawarkan untuk mendapatkan lahan tersebut sangatlah mahal dan tidak dapat dijangkau oleh mereka yang bekerja pada sektor informal dengan upah rendah. Permasalahan harga lahan yang terus meningkat tersebut tidak menyurutkan niat para pendatang untuk tetap tinggal dan mengadu nasib di kota. Tentunya mereka masih tetap membutuhkan tempat tinggal yang dapat mereka gunakan sebagai tempat berlindung dari panas dan hujan. Oleh karena itu dengan kemampuan terbatas yang mereka miliki maka mereka memutuskan untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong yang masih tersisa di kota tidak jarang lahan tersebut adalah lahan milik negara. Mereka mulai menempati lahan-lahan tersebut dan menjadikannya permukiman. Ada yang menyewa rumah semipermanen dan ada pula yang mendirikan rumah-rumah dengan menggunakan peralatan seadanya seperti triplek dan seng bekas yang mereka temukan. Semakin banyak pendatang yang bernasib sama dengan mereka dan memiliki inisiatif untuk melakukan hal serupa maka dapat kita lihat sekarang ini semakin banyak permukiman liar yang ada di kota-kota besar di Indonesia.

34 Konsep Masyarakat Miskin Menurut KBI Gemari (2003) penduduk miskin DKI Jakarta secara absolut jumlahnya semakin meningkat. Peningkatan jumlah penduduk miskin karena adanya berbagai faktor seperti krisis ekonomi dan urbanisasi. Dari hasil survey BPS DKI Jakarta menyatakan bahwa jumlah rumah tangga miskin ada rumah tangga atau sebanyak anggota rumah tangga (KBI Gemari, 2003). Apabila dibandingkan dengan jumlah rumah tangga di DKI Jakarta yang berjumlah rumah tangga berarti rumah tangga miskin DKI Jakarta ada 5,02 persen atau dengan perkataan lain bila dibandingkan dengan jumlah penduduk ada 16,82 persen penduduk DKI Jakarta yang tergolong miskin (KBI Gemari, 2003). Tempat tinggal rumah tangga miskin pada umumnya bermasalah dan tidak layak huni. Mereka tinggal di bantaran aliran sungai, pinggiran jalan kereta api serta daerah kumuh lainnya. Pada umumnya mereka berada di lima wilayah kota dari 43 kecamatan, walaupun tidak seluruh dari 265 kelurahan dihuni oleh rumah tangga miskin (KBI Gemari, 2003). Menurut BPS (2007), ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin. Rumah tangga yang memenuhi minimal sembilan variabel, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Kriteria rumah tangga miskin yang dimaksud yaitu: 1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

35 19 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 meter persegi, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp ,00 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga: tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp ,00 seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

36 Fasilitas Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Beberapa tahun terakhir telah terjadi banyak perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan baik dalam hal pemberdayaan masyarakat, desentralisasi, upaya kesehatan, maupun lingkungan strategis kesehatan, termasuk pengaruh globalisasi. Salah satu kebijakan penting yang perlu menjadi acuan adalah Jamkesmas. Menurut Hambuako (2009) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang diselenggarakan secara nasional, agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Hambuako, 2009). Penamaan program Jamkesmas mengalami berbagai bentuk perubahan (Hambuako, 2009). Awalnya, sebelum program ini menjadi regulasi yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, berbagai upaya memobilisasi dana masyarakat dengan menggunakan prinsip asuransi telah dilakukan antara lain dengan program Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM). Konsep yang ditawarkan adalah secara perlahan pembiayaan kesehatan harus ditanggung masyarakat sementara pemerintah akan lebih berfungsi sebagai regulator. Program DUKM secara operasional dijabarkan dalam bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).

37 21 Penjaminan akses untuk penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1998 saat melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Bermula dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) Tahun , Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Tahun Tahun 2005 pemerintah meluncurkan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang dikenal dengan nama program Asuransi Kesehatan Masyakat Miskin (Askeskin). Program ini merupakan bantuan sosial yang diselenggarakan dalam skema asuransi kesehatan sosial yang diselenggarakan oleh PT Askes (Persero). Setelah dilakukan evaluasi dan dalam rangka efisiensi dan efektivitas, maka pada tahun 2008 dilakukan perubahan dalam sistem penyelenggaraannya. Perubahan pengelolaan program tersebut adalah dengan pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi pembayaran, yang didukung dengan penempatan tenaga verifikator disetiap rumah sakit. Nama program tersebut juga berubah menjadi Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kegiatan verifikasi yang dilakukan pada pelaksanaan Jamkesmas meliputi verifikasi pelayanan, keuangan dan administrasi akan dilakukan oleh verifikator independen yang direkrut oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan di daerah (Ariane, 2007). Dalam hal pendanaan, dana untuk program ini disalurkan langsung dari kas negara ke rekening rumah sakit melalui bank yang ditunjuk

38 22 pemerintah. Sehingga benar-benar dana yang ada diharapkan akan langsung diterima oleh penyelenggara pelayanan kesehatan. Tujuan umum diselenggarakannya program Jamkesmas menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) adalah untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Tujuan khusus program Jamkesmas, antara lain: a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa (Hambuako, 2009). Jumlah tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara nasional oleh Menkes. Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota. Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta Jamkesmas Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota. Administrasi kepesertaan Jamkesmas meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian kartu kepada peserta (Hambuako, 2009). Untuk administrasi

: KHOERINI RIFKI SAPUTRI I

: KHOERINI RIFKI SAPUTRI I PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES MASYARAKAT MIGRAN DI PERMUKIMAN LIAR DI JAKARTA TERHADAP FASILITAS KESEHATAN GRATIS ATAU BERSUBSIDI (Kasus: Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep

BAB I PENDAHULUAN. Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep pembangunan yang bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan konsep pembangunan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Migrasi dan Faktor-faktor yang Menyebabkan Migrasi di Indonesia Migrasi merupakan salah satu istilah yang biasa dipakai dalam menyatakan perpindahan

Lebih terperinci

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP AKTIVITAS PT. IKPP MILLS TANGERANG (Kasus: RT 005/002 Kampung Baru Selatan, Kecamatan Serpong Utara, Kabupaten Tangerang) SITI HANI RAHMANITA I34050585 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

LEONARD DHARMAWAN A

LEONARD DHARMAWAN A ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN 4.1. Lokasi dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kelurahan Lenteng Agung memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dalam usaha mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah selalu berusaha untuk memenuhi hak warga negaranya. Jumlah warga negara yang terganggu kesehatannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK TERHADAP MASYARAKAT LOKAL (Studi kasus di Desa Nambo, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR. KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR Oleh: NUR AZMI AFIANTI A14301087 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU

KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU Oleh : HESTI WORO TRIUTAMI I34051032 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR Oleh : PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) FACHRI AZHAR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia salah satu negara dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk mewujudkan tujuan Nasional dan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan sprituil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan hajat hidup orang banyak itu harus atau

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan hajat hidup orang banyak itu harus atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN ( PERSISTENCE PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA PADA LAHAN SISA KONVERSI PERTANIAN DAN KETAHANAN (PERSISTENCE) MASYARAKAT TANI (Studi Kasus: Kampung Ciharashas dan Cibeureum Batas, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Tahun 2000 strategi global kesehatan untuk semua dari World Health Organization (WHO) menekankan bahwa kesehatan adalah hak manusia, yang mengandung arti bahwa

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan

Lebih terperinci

Desa Tertinggal dan Subsidi BBM. Oleh Ivanovich Agusta. PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah

Desa Tertinggal dan Subsidi BBM. Oleh Ivanovich Agusta. PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah Desa Tertinggal dan Subsidi BBM Oleh Ivanovich Agusta PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah ketertinggalan pedesaan di Indonesia. Ketika akhirnya daftar desa

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak-hak dasar manusia yang harus dipenuhi, baik yang memiliki status sosial tinggi maupun yang status sosialnya rendah. Konstitusi Organisasi Kesehatan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA OLEH SITI ADELIANI H14103073 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A14304078 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT OLEH DEVI RETNOSARI H

ANALISIS PENGARUH KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT OLEH DEVI RETNOSARI H ANALISIS PENGARUH KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT OLEH DEVI RETNOSARI H14102093 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan yakni mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan semakin meningkat. Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005, diakses pada tanggal 9 Oktober 2009

BAB I PENDAHULUAN. dengan topik Sektor Informal Yogyakarta, pada hari Selasa 7 Maret 2005,  diakses pada tanggal 9 Oktober 2009 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang bekerja dan berusaha bagi sejumlah penduduk yang semakin bertambah masih perlu diatasi dengan sungguh-sungguh. Menurut Badan Pusat Statistik (2009) jumlah

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22 KRITERIA CALON PENERIMA BEASISWA PROGRAM JALUR MISKIN I. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan program Pemerintah Aceh untuk Peningkatan Sumber Daya Manusia Aceh. Salah satu program Lembaga Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan proses mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan di Indonesia semakin meningkat dengan pesat, ditunjukkan oleh angka pertumbuhan

Lebih terperinci

PRIMANA DEWI ALFIAN A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRIMANA DEWI ALFIAN A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS PERMASALAHAN STRUKTURAL MASYARAKAT PETANI DAN PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN (Studi Kasus: Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat) Oleh: SUKMA PRIMANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

POLA KESEMPATAN KERJA DI DAERAH PERTAMBANGAN EMAS GUNUNG PONGKOR

POLA KESEMPATAN KERJA DI DAERAH PERTAMBANGAN EMAS GUNUNG PONGKOR POLA KESEMPATAN KERJA DI DAERAH PERTAMBANGAN EMAS GUNUNG PONGKOR (Studi Kasus : Desa Bantar Karet, Desa Cisarua, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor) SITI MARYATI SETIANINGSIH DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci