berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya kegiatan ekonomi, pelayanan pemerintah (government service), serta pembangunan sarana dan prasana. Pertumbuhan penduduk secara cepat bukan hanya terjadi secara alamiah, namun juga dari arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Adanya ketimpangan pembangunan antara desa dan kota membuat penduduk cenderung memilih tinggal di pusat kota. Migrasi masyarakat dari desa ke kota atau lebih dikenal dengan istilah urbanisasi berkembang cepat karena belum meratanya pembangunan yang terjadi antara desa dan kota, ekspektasi mendapatkan penghasilan yang lebih besar dengan banyaknya kesempatan kerja di wilayah perkotaan menjadi salah satu daya tarik terjadinya migrasi masyarakat desa ke kota, dimana perkotaan lebih menjanjikan lebih banyak jenis lapangan perkerjaan bagi masyrakatnya untuk meningkatkan taraf hidup, meskipun pada gilirannya urbansasi menyebabkan tingginya angka pertumbuhan penduduk di kota tujuan dan selanjutnya bermunculan beberapa permasalahan di perkotaan. 1

2 Sebuah wilayah yang mengalami peningkatan jumlah penduduk, diharuskan memiliki daya dukung lingkungan yang juga memadai, salah satunya daya dukung tempat untuk bermukim. Pertumbuhan penduduk kota yang cenderung meningkat menimbulkan peningkatan kebutuhan terhadap tempat tinggal atau permukiman di daerah perkotaan. Meningkatnya kebutuhan tempat untuk bermukim memerlukan kemampuan wilayah dan pemerintah setempat untuk mengakomodir kebutuhan tersebut, jika tidak dilakukan, hal ini akan menjadi sebuah permasalahan, antara lain adalah munculnya permukiman liar, kumuh, dan sebagainya. Permukiman dan perumahan adalah dua hal yang berkaitan erat dengan aktifitas ekonomi, sosial, industrialisasi dan pembangunan. Permukiman dapat diartikan sebagai kumpulan rumah dengan segala unsur dan kegiatan yang berkaitan dan yang ada dalam permukiman. Setelah terpenuhinya kebutuhan sandang, dan pangan, kebutuhan terhadap tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam pengembangan hidup yang lebih tinggi. Kebutuhan tempat tinggal legal sejatinya merupakan salah satu kebutuhan pokok setelah kebutuhan pangan dan sandang. Namun hal ini menjadi sulit didapatkan di wilayah perkotaan yang semakin sempit, terutama bagi masyarakat yang mempunyai perkerjaan yang tidak tetap ataupun yang berpenghasilan rendah. Tinginya jumlah permintaan tanah pada pusat kota membuat harga tanah menjadi semakin mahal, dan hal ini merupakan suatu kendala utama bagi masyarakat ekonomi lemah dalam 2

3 pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, yang kemudian memaksakan diri untuk menempati lahan-lahan yang masih kosong sebagai tempat untuk membangun permukiman seperti disekitar rel kereta api, sepanjang bantaran sungai, dan lain-lain. Kabupaten Natuna adalah salah satu kabupaten di Propinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Natuna merupakan kepulauan paling utara di Selat Karimata. Di sebelah utara, Natuna berbatasan langsung dengan negara Vietnam dan negara Kamboja, di selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Jambi, di bagian Barat dengan negara Singapura, Malaysia, Propinsi Riau, dan di bagian Timur dengan Malaysia Timur dan Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan. Selain itu, cadangan gas alam sebesar 222 Triliun kaki kubik (TCT) dan gas Hidrokarbon yang mencapai 46 TCT menjadikan Natuna sebagai salah satu penyimpan cadangan gas bumi dan minyak terbesar se Asia bahkan di dunia. Selain potensi yang dimiliki Kabupaten Natuna seperti di atas, pada sisi yang lain, Kabupaten Natuna merupakan salah satu wilayah terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan jauhnya jarak serta aksesbilitas yang terbatas, Kabupaten Natuna seakan kurang mendapat perhatian dari pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi. Kurangnya perhatian dari pemerintah tersebut menjadikan Kabupaten Natuna semakin terisolisir dan lambat dalam proses pembangunan. 3

4 Lambannya pembangunan di Kabupaten Natuna menjadikan daerah ini tidak bisa menggali potensi yang terkandung, dimana selain selain letaknya yang strategis, potensi Natuna sebagai daerah kepulauan dari sumber daya perikanan sangatlah menjanjikan, namun keterbatasan sumber daya manusia di Natuna tidak dapat memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal, hal ini terlihat dengan masih banyaknya penduduk Natuna yang hanya merupakan nelayan tradisional yaitu sejumlah 8528 jiwa (Natuna dalam angka, 2013), yang hanya mencari ikan sebagai usaha memenuhi kehidupan sehari-hari tanpa ditunjang dengan peralatan yang mampu meningkatkan produktifitas nelayan tersebut. Kabupaten Natuna juga merupakan daerah yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil, yang menyajikan wisata bahari berupa pantai, dan terumbu karang yang masih sangat alami. Potensi diatas masih sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan maksimal, namun karena letaknya yang masih terisolir,hingga saat ini pengembangan dalam sektor pariwisata masih bergantung pada pemerintah daerah baik dalam pembangunan infrastruktur maupun sarana dan prasarana. Berdasarkan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Kabupaten Natuna mempunyai wewenang dalam membangunan daerah sendiri, hal ini karena adanya pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk berinisiatif mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalisasi potensi yang ada di daerah tersebut, tentu saja ini 4

5 merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk dapat mengubah paradigma yang ada, yaitu dari kabupaten terluar menjadi serambi terdepan negara Republik Indonesia, sehingga tidak lagi menjadi salah satu daerah tertinggal. Kecamatan Bunguran Timur merupakan Ibukota Kabupaten Natuna, yang secara tidak langsung menjadikan kecamatan ini disesaki oleh penduduk. Seiring perkembangan wilayah serta pembangunanpembangunan yang terjadi di Kecamatan Bunguran Timur, perlahan-lahan kecamatan ini berubah menjadi sebuah kota kecil, yang mana terjadi pemusatan berbagai kegiatan, baik pelayanan pemerintah, jasa, interaksi ekonomi, kegiatan sosial, serta kegiatan lainya. Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan, tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri maupun karena faktor urbanisasi. Perpindahan penduduk di sini juga mengingat Natuna terdiri dari banyak pulau-pulau kecil sehingga penduduk pulau melihat Kecamatan Bunguran Timur sebagai magnet yang menjanjikan kehidupan yang lebih layak. Kedatangan penduduk baik yang bersifat permanen maupun non permanen di daerah perkotaan, berdampak positif maupun negatif tergantung pada sudut pandang masing-masing pihak yang terlibat. Arus migrasi ke kota yang besar, pada umumnya dipandang negatif bagi kepentingan kota yang memerlukan peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas sosial, lingkungan, keindahan dan ketertiban. 5

6 Pada umumnya, masalah yang timbul akibat urbanisasi terjadi dikota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta sebagai ibukota negara, banyak masyarakat desa yang bergerak pindah ke kota dengan berbagai alasan, salah satunya karena banyaknya jenis perkerjaan yang bisa mereka dapatkan di kehidupan kota. Akan tetapi dengan keterbatasan daya dukung yang dimiliki dari sebuah kota berdampak pada munculnya permukiman liar. Namun alasan tersebut tidak bisa generalisir untuk beberapa wilayah seperti Natuna yang merupakan sebuah kabupaten baru, Wilayah Natuna yang masih mempunyai banyak lahan kosong yang belum terbangun, sejatinya tidak akan mempunyai masalah dalam penyediaan tempat untuk bermukim. Kabupaten Natuna masih terbilang sebuah kabupaten baru, yang mana ketersediaan lapangan perkerjaan selain dari pemerintah sendiri masih sangat minim, namun hal ini tidak menjadi penghalang terjadinya migrasi dari kota lain seperti dari pulau Kalimantan dan Pulau jawa. Perpindahan penduduk dari desa kekota serta mulai banyaknya pendatang yang masuk tersebut tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja, pemerintah daerah belum mampu menciptakan lapangan pekerjaan, apa lagi pihak infestor belum tertarik membuka lapangan perkerjaan dan pihak-pihak swasta lokal lainnya juga belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut sehingga mempengaruhi perekonomian masyarakat. Kondisi perekonomian yang tidak memadai ini memaksa penduduk berpenghasilan rendah 6

7 memanfaatkan lahan kosong seperti jalur-jalur hijau, pinggir jalan dan daerah pinggiran pantai serta sungai untuk membangun tempat bermukim. Permukiman spontan di Kabupaten Natuna, khususnya Kecamatan Bunguran Timur, tidak hanya dibangun dan huni oleh penduduk yang berasal dari luar Kabupaten Natuna seperti dari Kalimantan serta pendatang dari pulau jawa, namun juga terdiri dari masyarakat dari Kabupaten Natuna itu sendiri, yaitu dari pulau-pulau kecil di sekitar pulau Natuna besar. Pemanfaatan ruang oleh masyarakat untuk membangun rumah serta bangunan lainnya, tanpa mendahulukan legalitas tanah serta bangunannya serta belum adanya upaya pemerintah dalam penertiban hal tersebut, menjadikan fenomena tersebut semakin berkembang, terutama dalam hal pembangunan tempat bermukim. Permukiman spontan seringkali terletak pada lokasi-lokasi yang tidak sesuai peruntukannya, lokasi dan kualitas ruang yang tercipta dari terbangunya permukiman tersebut memberikan dampak negatif pada ekologi perkotaan serta keselamatan pemukim itu sendiri. Permukiman di sepanjang pinggiran pantai dan bantaran sungai banyak dijumpai di Kecamatan Bunguran Timur, karena tempat-tempat tersebut dianggap strategis dapat memenuhi beberapa kebutuhan seperti kebutuhan sehari-hari. Interaksi antara penduduk dan lingkungan yang tidak semestinya mulai dirasa mengganggu keseimbangan dan nilai estetika keindahan dan pencitraan kota, padahal sebagai daerah yang baru dan akan terus 7

8 berkembang, pembangunan Natuna dapat dirancang dan direncanakan sebaik mungkin, melihat potensi yang ada di daerah tersebut. Dengan melihat pertambahan jumlah penduduk, dan potensi untuk lebih berkembang yang dimiliki Kabupaten Natuna kedepannya, serta mencegah maraknya permukiman spontan di kecamatan Bunguran Timur sebagai Ibukota Kabupaten Natuna. Dalam penelitian ini akan membahas tentang permukiman spontan yang tersebar di Kecamatan Bunguran Timur. Maka dengan alasan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berjudul Permukiman Spontan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana karakter permukiman spontan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna? 2. Apakah faktor penyebab munculnya permukiman spontan di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna? 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan, tentu mempunyai sasaran yang hendak capai, untuk itu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 8

9 1. Mengidentifikasi karakter permukiman spontan yang ada di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. 2. Mengetahui faktor penyebab munculnya permukiman spontan tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini tentunya dilakukan dengan harapan memberikan manfaat, terutama kepada peneliti sendiri, juga dapat memberikan manfaat kepada pihak lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk para akademisi dan para peneliti yang tertarik dengan masalah permukiman spontan yang mulai marak terjadi, bukan hanya di kota-kota besar tetapi juga di daerah yang baru berkembang seperti di Kabupaten Natuna. 2. Secara praktis hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk mengambil sebuah kebijakan dalam menangani masalah permukiman di Kabupaten Natuna yang merupakan kabupaten yang baru. 1.5 Keaslian Penelitan Suatu penelitian pada dasarnya memiliki tiga pilar utama yang secara strukural menjadi sebuah satu kesatuan yang saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Pilar utama yang dimaksud adalah lokus atau lokasi penelitian, fokus penelitian serta metode penelitian. Berdasarkan uraian 9

10 diatas, maka keaslian penelitian ini dapat diuraikan berdasarkan struktur di atas sebagai berikut : Lokus : Kecamatan Bunguran Timur di Kabupaten Natuna. Fokus : Diarahkan pada pemanfaatan ruang serta masyarakat di permukiman spontan. Metode : Induktif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian tentang permukiman telah banyak dilakukan sebelumnya, namun pada umumnya penelitian tersebut dilakukan pada permukiman pada kota-kota besar dimana tanah yang bisa dimanfaatkan juga semakin sempit. Sedangkan penelitian ini dilakukan di daerah yang tanahnya masih sangat luas. Berikut beberapa penelitian tentang permukiman yang mempunyai sedikit kemiripan dengan penelitian yang penulis lakukan. Tabel 1.1 : Perbandingan keaslian penelitian. No Pengarang Judul 1. Ignatius Sumarmoto (2011). Fenomena membangun dulu sebelum izin pada kasus pengembangan perumahan di Kabupaten Sleman. 2. Ahmad Jalaludin (2010). Pembangunan rumah kelas menengah diatas lahan kas desa tidak bersertifikat di Pedukuhan dero Desa Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. 3. Renyta Permukiman spontan disekitar Setyawati(2004) pertambangan intan dikecamatan cempaka kota banjarbaru 10