BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka Konsep Migrasi dan Faktor-faktor yang Menyebabkan Migrasi di Indonesia Migrasi merupakan salah satu istilah yang biasa dipakai dalam menyatakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lainnya. Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unitunit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal yaitu dari daerah asal ke tempat tujuan (Rusli, 1995). Menurut Rusli (1995) migrasi merupakan dimensi gerak penduduk permanen sedangkan dimensi gerak penduduk non-permanen terdiri dari sirkulasi dan komutasi. Zelinsky (1971) dalam Rusli (1995) menyatakan bahwa, istilah circulator secara umum bermakna berbagai macam gerak penduduk yang biasanya berciri jangka pendek, repetitif, atau siklikal dimana punya kesamaan dalam hal tak nampak niat yang jelas untuk mengubah tempat tinggal yang permanen. Menurut Rusli (1995) sirkulasi merupakan gerak berselang antara tempat tinggal dengan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk tujuan lain pada periode waktu tertentu dimana para sirkulator menginap ditempat tujuan sedangkan komutasi adalah gerak berulang hampir setiap hari antara tempat tinggal dengan tempat tujuan atau dengan kata lain komuter pada dasarnya tidak punya rencana untuk menginap didaerah tujuan.

2 9 Menurut Rusli (1995) secara umum terdapat dua jenis migrasi yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internasional adalah migrasi yang terjadi antar negara dan seorang dikatakan melakukan emigrasi jika migrasi internasional dipandang dari negara asal atau negara pengirim. Sementara imigrasi bilamana migrasi tersebut dilihat dari negara penerima atau negara tujuan. Migrasi internal adalah migrasi yang terjadi dalam batas-batas wilayah suatu negara. Menurut Kartini (1995) dalam Pardede (2008) yang mengutip pendapat Safa dan Du Toit (1975), menyatakan bahwa migrasi tidak semata-mata sebagai proses perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya, tetapi proses migrasi mencakup bagaimana penyesuaian warga yang melakukan migrasi terhadap lingkungan sosial yang baru. Proses migrasi pada umumnya terjadi karena adanya faktor pendorong dari desa asal (push factor) dan faktor penarik dari kota tujuan (pull factor). Selain itu, Lee (1969) berpendapat bahwa dalam tiap tindakan migrasi baik yang jarak dekat maupun jarak jauh senantiasa terlibat faktor-faktor yang berhubungan dengan daerah asal, daerah tujuan, pribadi dan rintangan-rintangan antara. 1 Faktor pendorong adalah faktor yang berasal dari daerah asal yang menjadi pertimbangan migran dalam melakukan migrasi. Melihat alasan-alasan yang dikemukakan responden maka dapat diketahui bahwa faktor pendorong yang melatarbelakangi migran keluar dari daerah asal terutama didorong oleh alasan ekonomi, yaitu untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui pendapatan yang lebih baik. Faktor penarik dalam penelitian ini adalah daya tarik kota bagi migran. Migran merasa tidak dapat berkembang jika tetap tinggal di kampung karena 1 Lee (1969) dalam Rusli, Said.1995.Pengantar Ilmu Kependudukan-cet 7(revisi).Jakarta:PT Pusaka LP3ES.

3 10 terbatasnya lapangan pekerjaan. Bayangan mengenai kota yang menawarkan lebih banyak kesempatan dalam memperoleh pekerjaan serta jenis pekerjaan yang lebih banyak telah menarik migran untuk bermigrasi ke kota. Jika dibandingkan antara faktor penarik dengan faktor pendorong, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa migran yang bermigrasi sebagian besar memiliki alasan untuk mencari pekerjaan. Penyebab utama perpindahan penduduk yang kebanyakan bersifat ekonomi juga didukung pula oleh pendapat Keyfitz dan Nitisastro (1955). Sebagian besar penduduk di desa menggantungkan hidup mereka pada sektor pertanian. Padahal, penduduk desa dari tahun ke tahun akan terus bertambah sehingga jumlah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan-lahan pertanian juga akan terus meningkat. Hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah lahan pertanian yang tersedia. Dengan demikian penduduk desa akan semakin sulit memperoleh pekerjaan dan kalaupun ada pekerjaan biasanya upah yang didapat sangat rendah. Hal tersebut juga didukung oleh Tangnga (1988) dimana hasil penelitian yang dilakukannya menemukan bahwa faktor dominan yang mendorong meningkatnya arus migrasi di Kotamadya Ujung Pandang antara lain kecilnya peluang untuk mendapatkan pekerjaan di daerah asal dan kecilnya pendapatan yang diperoleh oleh pendatang di daerah asal. Pendatang yang berasal dari desa juga mengemukakan alasan lain yang melatarbelakangi keputusan mereka untuk melakukan migrasi yaitu banyaknya pekerjaan di kota dibandingkan di desa. Selain itu adanya anggapan bahwa di kota lebih mudah mendapatkan pekerjaan juga menarik minat para pendatang untuk datang ke kota.

4 Konsep Urbanisasi dan Tingkat Urbanisasi yang Terjadi di Indonesia Saat ini masih banyak orang memiliki persepsi yang salah mengenai konsep urbanisasi. Banyak orang mengetahui bahwa urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Menurut Rusli (1995) urbanisasi merupakan proses meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di daerah perkotaan yang disebabkan migrasi desa-kota, pertambahan alami penduduk perkotaan sendiri, dan adanya daerah pedesaan yang berubah menjadi daerah perkotaan. Menurut Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pertambahan alami penduduk adalah pertambahan penduduk yang disebabkan oleh selisih antara kelahiran dengan kematian dari suatu penduduk dalam jangka waktu tertentu. Watts (1992) dalam Nasution (2002) menyebut urbanisasi sebagai worldwide phenomenon merupakan realitas yang tidak dapat dihindari. Bahkan dalam batas tertentu, urbanisasi memberikan insentif bagi kemajuan perekonomian kota, dalam wujud supply tenaga kerja yang dibutuhkan bagi berbagai sektor ekonomi yang ada (Nasution, 2002). Urbanisasi berperan penting dalam meningkatkan angka pengangguran terbuka di perkotaan, yaitu 5,8 persen pada tahun 1992, meningkat menjadi 10,5 persen pada tahun 1999 (BPS, 2000). Hal ini selaras dengan temuan McGee (1971) dalam Nasution (2002) yang mengungkapkan bahwa dikebanyakan kota-kota negara dunia ketiga, yang pesat perkembangan ekonominya, sering tidak diimbangi oleh kesempatan kerja. Akibatnya selain memicu peningkatan pengangguran, luapan angkatan kerja tersebut lalu tertampung disektor informal dengan produktifitas yang bersifat subsisten (Nasution, 2002).

5 12 Setiap tahunnya penduduk di daerah perkotaan selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk yang disebabkan oleh pertambahan penduduk secara alami dan sebagian besar karena meningkatnya migrasi dari desa ke kota. Berdasarkan hasil sensus penduduk 1990 menunjukkan bahwa 30,9 persen penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah perkotaan dimana angka ini terus mengalami peningkatan dari 14,8 persen pada tahun 1961, 17,4 persen pada tahun 1971, dan 22,3 persen pada tahun 1980 (Rusli, 1995). Sensus Penduduk 1980 memperlihatkan angka urbanisasi di Indonesia sebesar 22,3 persen. Angka ini meningkat menjadi 30,9 persen di tahun 1990 (Chotib, 2000). Berdasarkan sensus penduduk yang telah dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) diperoleh data tingkat urbanisasi penduduk Indonesia pada tahun 1990 sebesar 30,9 persen dan meningkat menjadi 42,0 persen pada tahun 2000 (BPS, 2007). Selama kurun waktu sepuluh tahun ini angka pertumbuhan penduduk perkotaan diketahui sebesar 5,4 persen per tahun, yang berarti jauh lebih tinggi daripada angka pertumbuhan penduduk secara nasional, yaitu 1,97 persen per tahun (Chotib, 2000). Hal tersebut tidak berlangsung secara merata disetiap kota di Indonesia. Sebagai contoh adalah Kota Depok dimana pada tahun 1982 jumlah penduduk kota ini sebanyak jiwa, dan pada tahun 2002 meningkat menjadi jiwa, dengan kepadatan rata-rata jiwa per kilometer persegi dan pertumbuhan penduduk 3,70 persen per tahun (Astuti, 2006). Berdasarkan hasil perhitungan sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS di Kota Jakarta pada tahun 1961, 1971 dan 1980, penduduk DKI Jakarta pada waktu yang sama berkembang berturut-turut dari 2,97 juta, 4,58 juta dan kemudian menjadi 6,5 juta

6 13 jiwa. Dengan perkataan lain, penduduk Jakarta telah meningkat sebesar 4,46 persen dimana peningkatan setiap tahunnya sebesar 3,93 persen. Hasil sensus penduduk pada tahun 2000 yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa jumlah migran yang datang ke wilayah DKI Jakarta berjumlah jiwa atau sebesar (42,43%). Tahun 2001 pertambahan penduduk DKI Jakarta sebanyak jiwa, tahun 2002 sebanyak jiwa, tahun 2003 sebanyak , tahun 2004 sebanyak jiwa dan pada tahun 2005 sebanyak jiwa (Setiawan, 2006). Menurut Nafi (2006) laju penambahan penduduk DKI Jakarta selama lima tahun terakhir rata-rata 188 ribu orang yang datang. Saat ini secara definitif jumlah penduduk DKI Jakarta yang terregistrasi sebanyak 7,5 juta jiwa. Namun hasil sensus pada 2004 menyebutkan berjumlah 8,6 juta jiwa pada saat malam hari. Pada siang hari jumlah penduduk DKI Jakarta ada sekitar 12 juta jiwa (Nafi, 2006). Perbedaan jumlah penduduk yang ditunjukkan tersebut lantaran banyak yang bekerja dari luar Jakarta. Salah satu penyebab meningkatnya proporsi penduduk perkotaan adalah adanya daerah pedesaan yang berubah menjadi daerah perkotaan. Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang mengalami hal tersebut. Pada tahun 1906 kota ini dengan cepat mengalami perkembangan yang sangat pesat (Basundoro, 2004). Dalam beberapa segi terutama dalam sektor industri Surabaya telah mengalami kemajuan yang luar biasa. Masa-masa rekonstruksi setelah kotakota dilanda peperangan hebat telah menjadikan kota-kota besar di Indonesia berkembang menjadi tempat tujuan bagi masyarakat desa yang ingin mengadu nasib di kota. Proses urbanisasi merupakan salah satu akibat dari kemajuan-

7 14 kemajuan pesat di kota, dimana bagi kaum pendatang tersedia lapangan kerja yang luas Definisi Permukiman Liar dan Pertumbuhannya di Daerah Perkotaan Distribusi penduduk berhubungan atau terkait dengan pola permukiman dan persebaran penduduk di suatu negara atau daerah-daerah lain seperti kota dan pedesaan. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia memiliki kriteria yang dapat menentukan suatu daerah termasuk kota atau bukan yang pada umumnya dipengaruhi oleh banyaknya penduduk, kepadatan penduduk, dan persentasi angkatan kerja yang bekerja dibidang non pertanian. Proporsi atau persentase penduduk yang bermukim di daerah perkotaan suatu wilayah atau negara merupakan ukuran untuk mengetahui tingkat urbanisasi (Rusli, 1995). Pesatnya pertumbuhan kota cenderung menimbulkan permasalahan perumahan baru di kawasan sekitarnya seperti munculnya permukiman liar. Mengingat bahwa perumahan merupakan bagian dari kebutuhan dasar (basic need), yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk mempertahankan eksistensinya. Menurut Basundoro (2004) permukiman liar adalah suatu tempat atau wilayah tertentu yang dijadikan tempat hunian oleh sekelompok orang secara ilegal. Permukiman liar adalah suatu wilayah hunian yang telah berkembang tanpa meminta ijin kepada otoritas yang terkait untuk membangun; merupakam permukiman yang tidak sah atau semi-legal status, infrastruktur dan jasa pada umumnya tidak cukup (Suyogo, 2009). Permukiman liar berbeda dengan permukiman kumuh. Permukiman kumuh belum tentu permukiman liar karena

8 15 ada di beberapa daerah dimana permukiman kumuh yang ada di wilayah tersebut berdiri secara legal. Menurut Suyogo (2009), terdapat tiga karakteristik yang bisa membantu kita memahami permukiman liar 1. Physical ( Phisik ) Kurangnya pemaksimaksimalan fasilitas dan infrastruktur. Seperti halnya rumah yang didirikan semipermanen atau hanya sekedar gubuk, kurang layak atau tidak memiliki fasilitas kamar kecil, tidak memiliki RT dan RW yang jelas. 2. Social ( Sosial ) Kebanyakan penghuni liar mempunyai pendapatan tergolong lebih rendah, diantaranya bekerja sebagai tenaga kerja upah atau dalam perusahaan sektor informal. Kebanyakan mendapat gaji atau upah minimum atau dapat juga pendapatan tinggi karena bekerja sambilan. Penghuni liar sebagian besar orang pindah. Tetapi banyak juga penghuni liar dari generasi ke generasi secara turun - temurun. 3. Legal ( undang undang) Penghuni liar adalah ketiadaan kepemilikan lahan padahal diatasnya mereka sudah membangun rumah. Ini bisa jadi merupakan tanah pemerintah lowong atau daratan publik, parcels tanah pinggiran seperti pinggiran rel kereta api atau tanah kesultanan (sultan ground). Permukiman liar di perkotaan menjadi masalah tersendiri bagi kota atau wilayah yang bersangkutan. Keberadaan permukiman liar dianggap mengganggu pemandangan kota yang berisi gedung-gedung megah. Keberadaan permukiman liar juga memberikan masalah tersendiri terhadap proses registrasi penduduk di

9 16 wilayah tempat permukiman liar tersebut berada. Keberadaan mereka secara ilegal diwilayah tempat tinggal mereka menyulitkan mereka untuk memperoleh KTP yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses regristrasi penduduk diwilayah setempat. Registrasi penduduk adalah proses yang pelaporan dan pencatatan kelahiran, kematian, dan migrasi (Rusli, 2005). Kepadatan penduduk di desa-desa yang terus mengalami peningkatan dapat menyebabkan banyak penduduk desa-desa yang bersangkutan mencari nafkah ke kota. Hal tersebut lebih dikarenakan semakin besarnya persaingan dalam memperoleh pekerjaan di desa dimana jumlah pekerjaan yang tersedia di desa sangat terbatas. Dengan demikian banyak penduduk desa memutuskan melakukan migrasi ke kota dimana pekerjaan yang tersedia lebih banyak. Akan tetapi dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pendatang yang sebagian besar hanyalah lulusan Sekolah Rakyat (SR) menjadikan mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapannya. Pada akhirnya para pendatang hanya mampu bekerja pada sektor-sektor informal seperti buruh, tukang becak, pemulung. Dengan pekerjaan sektor informal yang digeluti oleh para pendatang tentunya upah yang diperoleh tidak sebanding dengan mereka yang bekerja disektor formal. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sandyatma (2004) dimana penulis melakukan penelitian terhadap tiga keluarga pendatang yang tinggal di permukiman liar sekitar tempat pembuangan sampah di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan disektor formal karena mereka terganjal dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki. Mereka tidak dapat bersaing dengan pendatang lain yang memiliki

10 17 pendidikan lebih baik dari mereka. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi pemulung disekitar tempat mereka tinggal. Permasalahan lain yang harus dihadapi oleh pendatang adalah tempat untuk mereka tinggal selama di kota. Di kota besar seperti Jakarta semakin hari semakin sulit untuk memperoleh tempat tinggal. Hal tersebut dikarenakan semakin berkurangnya lahan-lahan permukiman penduduk serta semakin banyaknya penduduk kota yang tentunya juga membutuhkan semakin banyak lahan untuk bermukim. Kalaupun masih ada lahan yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal, harga yang ditawarkan untuk mendapatkan lahan tersebut sangatlah mahal dan tidak dapat dijangkau oleh mereka yang bekerja pada sektor informal dengan upah rendah. Permasalahan harga lahan yang terus meningkat tersebut tidak menyurutkan niat para pendatang untuk tetap tinggal dan mengadu nasib di kota. Tentunya mereka masih tetap membutuhkan tempat tinggal yang dapat mereka gunakan sebagai tempat berlindung dari panas dan hujan. Oleh karena itu dengan kemampuan terbatas yang mereka miliki maka mereka memutuskan untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong yang masih tersisa di kota tidak jarang lahan tersebut adalah lahan milik negara. Mereka mulai menempati lahan-lahan tersebut dan menjadikannya permukiman. Ada yang menyewa rumah semipermanen dan ada pula yang mendirikan rumah-rumah dengan menggunakan peralatan seadanya seperti triplek dan seng bekas yang mereka temukan. Semakin banyak pendatang yang bernasib sama dengan mereka dan memiliki inisiatif untuk melakukan hal serupa maka dapat kita lihat sekarang ini semakin banyak permukiman liar yang ada di kota-kota besar di Indonesia.

11 Konsep Masyarakat Miskin Menurut KBI Gemari (2003) penduduk miskin DKI Jakarta secara absolut jumlahnya semakin meningkat. Peningkatan jumlah penduduk miskin karena adanya berbagai faktor seperti krisis ekonomi dan urbanisasi. Dari hasil survey BPS DKI Jakarta menyatakan bahwa jumlah rumah tangga miskin ada rumah tangga atau sebanyak anggota rumah tangga (KBI Gemari, 2003). Apabila dibandingkan dengan jumlah rumah tangga di DKI Jakarta yang berjumlah rumah tangga berarti rumah tangga miskin DKI Jakarta ada 5,02 persen atau dengan perkataan lain bila dibandingkan dengan jumlah penduduk ada 16,82 persen penduduk DKI Jakarta yang tergolong miskin (KBI Gemari, 2003). Tempat tinggal rumah tangga miskin pada umumnya bermasalah dan tidak layak huni. Mereka tinggal di bantaran aliran sungai, pinggiran jalan kereta api serta daerah kumuh lainnya. Pada umumnya mereka berada di lima wilayah kota dari 43 kecamatan, walaupun tidak seluruh dari 265 kelurahan dihuni oleh rumah tangga miskin (KBI Gemari, 2003). Menurut BPS (2007), ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin. Rumah tangga yang memenuhi minimal sembilan variabel, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Kriteria rumah tangga miskin yang dimaksud yaitu: 1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

12 19 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 meter persegi, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp ,00 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga: tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp ,00 seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

13 Fasilitas Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Beberapa tahun terakhir telah terjadi banyak perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan baik dalam hal pemberdayaan masyarakat, desentralisasi, upaya kesehatan, maupun lingkungan strategis kesehatan, termasuk pengaruh globalisasi. Salah satu kebijakan penting yang perlu menjadi acuan adalah Jamkesmas. Menurut Hambuako (2009) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang diselenggarakan secara nasional, agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Hambuako, 2009). Penamaan program Jamkesmas mengalami berbagai bentuk perubahan (Hambuako, 2009). Awalnya, sebelum program ini menjadi regulasi yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, berbagai upaya memobilisasi dana masyarakat dengan menggunakan prinsip asuransi telah dilakukan antara lain dengan program Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM). Konsep yang ditawarkan adalah secara perlahan pembiayaan kesehatan harus ditanggung masyarakat sementara pemerintah akan lebih berfungsi sebagai regulator. Program DUKM secara operasional dijabarkan dalam bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).

14 21 Penjaminan akses untuk penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1998 saat melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Bermula dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) Tahun , Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Tahun Tahun 2005 pemerintah meluncurkan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang dikenal dengan nama program Asuransi Kesehatan Masyakat Miskin (Askeskin). Program ini merupakan bantuan sosial yang diselenggarakan dalam skema asuransi kesehatan sosial yang diselenggarakan oleh PT Askes (Persero). Setelah dilakukan evaluasi dan dalam rangka efisiensi dan efektivitas, maka pada tahun 2008 dilakukan perubahan dalam sistem penyelenggaraannya. Perubahan pengelolaan program tersebut adalah dengan pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi pembayaran, yang didukung dengan penempatan tenaga verifikator disetiap rumah sakit. Nama program tersebut juga berubah menjadi Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kegiatan verifikasi yang dilakukan pada pelaksanaan Jamkesmas meliputi verifikasi pelayanan, keuangan dan administrasi akan dilakukan oleh verifikator independen yang direkrut oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan di daerah (Ariane, 2007). Dalam hal pendanaan, dana untuk program ini disalurkan langsung dari kas negara ke rekening rumah sakit melalui bank yang ditunjuk

15 22 pemerintah. Sehingga benar-benar dana yang ada diharapkan akan langsung diterima oleh penyelenggara pelayanan kesehatan. Tujuan umum diselenggarakannya program Jamkesmas menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) adalah untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Tujuan khusus program Jamkesmas, antara lain: a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel Peserta Program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Jumlah sasaran peserta sebesar 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa (Hambuako, 2009). Jumlah tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara nasional oleh Menkes. Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota. Bupati/Walikota wajib menetapkan peserta Jamkesmas Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota. Administrasi kepesertaan Jamkesmas meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian kartu kepada peserta (Hambuako, 2009). Untuk administrasi

16 23 kepesertaan Departemen Kesehatan menunjuk PT Askes (Persero), dengan kewajiban melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh PT Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di Kabupaten/Kota. b. Entry data setiap peserta. c. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan didistribusikan kepada peserta. d. PT Askes (Persero) menyerahkan kartu peserta kepada yang berhak, mengacu kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang ditanda tangani/cap jempol peserta atau anggota keluarga peserta. e. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta rumah sakit setempat. Kartu Jamkesmas dapat digunakan di puskesmas, rumah sakit pemerintah atau swasta yang sesuai kontrak di seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut merupakan kelebihan yang dimiliki kartu Jamkesmas dibandingkan kartu Gakin yang hanya dapat digunakan di wilayah DKI Jakarta Kartu Keluarga Miskin (Gakin) Selain kartu Jamkesmas pemerintah kota DKI Jakarta juga mengeluarkan kartu Gakin dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin. Akan tetapi kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota DKI Jakarta, membuat sebagian besar masyarakatnya belum mengetahui cara membuat kartu Gakin (keluarga miskin). Padahal, kartu Gakin sangat vital bagi keluarga

17 24 miskin untuk keperluan berobat gratis baik ke Puskesmas maupun rumah sakit (Bian, 2008). Akibatnya, tidak sedikit masyarakat yang tidak mengerti tetap dikenai biaya rumah sakit meski mereka tergolong tidak mampu. Program Gakin adalah program jaminan pemeliharaan kesehatan untuk keluarga miskin yang merupakan program yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta (Badan Informasi Daerah, 2007). Masyarakat yang berhak menerima kartu Gakin adalah yang memenuhi kriteria seperti tingkat ekonominya rendah, keadaan rumahnya buruk, dan belum memiliki penghasilan tetap (Bian, 2008). Sayangnya, ada sebagian masyarakat yang mengaku miskin dan mendaftar sebagai keluarga miskin sehingga kartu gakin menyebar tak merata ke masyarakat. Peserta program Gakin adalah masyarakat DKI Jakarta yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk DKI Jakarta dan memenuhi kriteria miskin menurut kriteria miskin yang dikeluarkan oleh BPS yaitu (Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, 2008): 1. Luas huni < 8 M2 per kapita 2. Jenis lantai rumah terluas tanah atau papan 3. Tidak memiliki sumber air minum 4. Tidak memiliki fasilitas jamban 5. Tidak mampu mengkonsumsi makanan berprotein atau bervariasi 6. Tidak mampu membeli pakaian satu stel setahun sekali untuk setiap anggota rumah 7. Tidak punya asset rumah tangga, seperti : tanah, motor, warung, bengkel, perhiasan berharga dan lain-lain

18 25 Dinas Kesehatan DKI mengeluarkan dua macam kategori miskin yaitu pasien miskin (gakin) dan pasien kurang mampu (SKTM) (Ariane, 2007). Apabila pasien dinyatakan miskin dan mempunyai kartu gakin atau surat pembebasan biaya dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta maka yang bersangkutan berhak mendapatkan pembebasan biaya. Bagi pasien yang dikategorikan kurang mampu, maka yang bersangkutan akan dikenakan iur biaya (cost sharing) yang besarannya ditentukan oleh Dinas Kesehatan DKI. Masyarakat sebagai peserta Gakin sebelum mendapatkan kartu Gakin maka harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur pengurusan kartu Gakin, antara lain (Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, 2008): 1. Peserta Gakin memiliki Kartu Tanda Penduduk DKI Jakarta. 2. Peserta Gakin mengajukan Surat Keterangan Miskin (SKM) pada RT / RW. 3. Peserta Gakin ke Kelurahan dan Kecamatan dengan membawa SKM untuk dilegalisir. 4. Peserta Gakin datang ke Puskesmas setempat dengan membawa SKM yang telah dilegalisir. Pihak Puskesmas akan memverifikasi dengan melakukan survey ke rumah pasien. Setelah survey dilakukan, akan ditentukan apabila pasien berhak untuk mendapatkan surat Gakin. 5. Setelah mendapat Hasil Laporan Verifikasi yang menyatakan pasien berhak mendapatkan surat Gakin, selanjutnya semua berkas diserahkan ke Koordinator Gakin untuk dibuatkan Surat Keterangan. 6. Pasien datang ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta (Jl. Kesehatan No. 10 Jakarta Pusat) dengan membawa seluruh berkas (KTP, KK, SKM, SKTM Lurah/Camat, Rujukan Puskesmas, Laporan Hasil Verfikasi, Surat

19 26 Keterangan), untuk memperoleh Surat persetujuan untuk memperoleh perawatan dan pengobatan serta tindakan lainnya (SJP). 7. Pasien menyerahkan Surat persetujuan untuk memperoleh perawatan dan pengobatan serta tindakan lainnya (SJP) ke Koordinator JPK Gakin rumah sakit bersangkutan. 8. Untuk selanjutnya pasien diharuskan memperpanjang SJP tersebut setiap bulannya dengan mengurus sendiri ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta dengan di lengkapi seluruh berkas (KTP,KK,SKM,RT/RW,SKTM Lurah/Camat, Rujukan Puskesmas, Laporan Hasil Verifikasi) Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) adalah surat yang dikeluarkan oleh pihak Kelurahan bagi Keluarga Miskin (Gakin) (Admin, 2007). SKTM ini berguna bagi Gakin untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan gratis di rumah sakit yang ada. SKTM digunakan untuk meringankan biaya rumah sakit. Surat keterangan itu bisa menggantikan asuransi kesehatan bagi warga miskin (Askeskin) (Baskoro, 2007). Masyarakat miskin atau tidak mampu yang belum mempunyai Kartu Jamkesmas atau kartu Askeskin dan telah terdaftar sebagai penduduk miskin di kelurahan setempat, dapat menggunakan SKTM pada saat sakit (hanya berlaku sekali pada saat sakit) (Admin, 2007). Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok Muhammad Ridwan dalam Baskoro (2007), menegaskan bahwa pengurusan SKTM ini tidak dipungut biaya alias gratis. Cara memperoleh SKTM:

20 27 a. Minta surat keterangan tidak mampu dari RT, RW, disahkan oleh Kelurahan dan Kecamatan. b. Setelah lengkap dibawa ke Dinkesos dengan dilampiri foto copy Kartu C Sistem Pencatatan Penduduk di Indonesia Sistem pencatatan atau sistem registrasi di Indonesia dibedakan menjadi tiga, yaitu registrasi vital (catatan peristiwa-peristiwa penting seperti kelahiran, kematian dan perkawinan); registrasi penduduk dan statistik migrasi internasional (Lucas et al. 1984) Registrasi Vital Statistik vital merupakan sumber utama untuk mengetahui perubahan penduduk karena statistik ini dikumpulkan secara kontinu dalam berbagai buku registrasi yang biasanya meliputi kematian, kelahiran dan perkawinan (Lucas et al. 1984). Menurut Rusli (1995) sistem registrasi kejadian-kejadian vital bertalian dengan registrasi seperti kelahiran, kematian, kematian janin, abortus, perkawinan dan perceraian. Negara yang memelihara sistem registrasi kejadian-kejadian vital biasanya mewajibkan para warganya untuk segera atau dalam jangka waktu tertentu melaporkan kejadian-kejadian vital seperti kelahiran dan kematian (Rusli, 1995). Akan tetapi, banyak negara berkembang tidak dapat menyelenggarakan suatu sistem registrasi dengan baik dikarenakan biaya yang harus dikeluarkan sangat besar (Lucas et al. 1984).

21 28 Menurut Rusli (1995) secara resmi telah dikeluarkan sertifikat yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan dengan dilengkapi bukti-bukti seperti umur, status perkawinan, dan sebagainya. Informasi didaftar isian formulir registrasi kelahiran antaranya berkisar pada nama dan jenis kelamin anak, tempat dan tanggal lahir, lahir hidup atau lahir mati; berbagai karakteristik orang tua seperti nama, umur, tempat lahir dan pekerjaan orang tua, dan nama-nama dan umurumur dari anak-anak yang dilahirkan sebelumnya oleh ibu dari anak yang bersangkutan. Daftar isian registrasi kematian biasanya mencatat informasi dari yang mengalami kematian meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, tanggal dan tempat lahir, dan sebab kematian Registrasi Penduduk Sistem registrasi kejadian-kejadian vital dibedakan dari sistem registrasi penduduk (Rusli, 1995). Menurut Rusli (1995) sistem registrasi penduduk merupakan suatu sistem registrasi yang dipelihara penguasa setempat dimana biasanya dicatat setiap kelahiran, kematian, adopsi, perkawinan, perceraian, perubahan pekerjaan, perubahan nama dan perubahan tempat tinggal. Menurut PBB dalam Lucas. et al (1984), catatan penduduk yang baik seharusnya dilakukan secara kontinu mencatat ciri-ciri setiap individu maupun keterangan tentang semua peristiwa penting yang dialaminya. Menurut Rusli (1995), di Indonesia sejarah registrasi penduduk dapat dikatakan mulai dalam masa pemerintahan antara Raffles yang memerintahkan di tiap desa harus diadakan suatu registrasi. Sayang rencana Raffles tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Bahkan setelah pemerintahan kolonial Belanda

22 29 berkuasa kembali, sistem registrasi tersebut semakin lama semakin tidak dapat dipercaya. Sampai kini, di Indonesia seperti halnya dikebanyakan negara-negara berkembang lain, di samping sistem registrasi penduduk belum dilaksanakan secara menyeluruh, data dari registrasi penduduk (jumlah kelahiran, kematian dan migrasi) sering tidak lengkap dan kurang dapat dipercaya (Rusli, 1995) Statistik Migrasi Internasional Menurut Lucas. et al (1984), statistik ini bersumber pada catatan tentang para pendatang di perbatasan internasional. Seorang pendatang yang melewati perbatasan biasanya harus menunjukkan paspor, dan mengisi berbagai formulir pada waktu datang maupun pergi. Namun demikian, tidak semua perpindahan internasional dapat dicatat. 2.2.Kerangka Pemikiran Pemerintah memberikan perhatian lebih pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan pada beberapa tahun terakhir. Salah satu cara yang dilakukan adalah meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memberikan atau menyediakan fasilitas kesehatan bersubsidi atau bahkan gratis. Program-program kesehatan gratis atau bersubsidi yang disediakan pemerintah antara lain Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Keluarga Miskin (Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Penelitian ini ingin melihat sampai sejauh mana program tersebut berjalan sesuai dengan tujuan awalnya. Selain itu ingin dilihat pula pendistribusian fasilitas tersebut, yang ditujukan bagi masyarakat miskin, sudah merata atau belum

23 30 termasuk bagi masyarakat migran yang tinggal di permukiman liar. Untuk mengetahui semua itu maka peneliti akan melihat pula akses para migran di permukiman liar tersebut terhadap fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi yang telah disediakan oleh pemerintah. Jika ingin mengetahui akses migran di permukiman liar terhadap fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi maka perlu diketahui juga pengetahuan yang dimiliki oleh individu mengenai fasilitas kesehatan itu sendiri. Dengan demikian akan diketahui apakah terdapat keterkaitan antara pengetahuan tentang fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi yang dimiliki masyarakat migran di permukiman liar terhadap aksesnya pada fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah tersebut. Pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi yang dilakukan oleh masyarakat migran di permukiman liar dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi dan kependudukan. Faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan status kependudukan yang dimiliki migran tersebut di wilayah DKI Jakarta. Selain faktor sosial ekonomi dan kependudukan, akses masyarakat migran di permukiman liar juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya antara lain kurangnya informasi yang dimiliki responden mengenai bantuan kesehatan dari pemerintah dalam bentuk kartu pelayanan kesehatan. Kurangnya informasi yang dimiliki responden karena tidak adanya sosialisasi mengenai bantuan kesehatan tersebut. Selain informasi yang kurang, responden juga merasa belum membutuhkan kartu pelayanan kesehatan seperti Jamkesmas, Gakin atau SKTM. Saat responden merasa membutuhkan bantuan biaya untuk pengobatan maka saat itu juga responden merasa membutuhkan kartu pelayanan kesehatan.

24 31 Pengetahuan Faktor-faktor Sosial Ekonomi dan Kependudukan Pendidikan Pendapatan Status Kependudukan Akses Masyarakat Migran di Permukiman Liar Terhadap Fasilitas Kesehatan Gratis atau Bersubsidi Jamkesmas Gakin SKTM Keterangan: : Mempengaruhi Faktor-faktor Lainnya Kurangnya Sosialisasi Mengenai Kartu Kesehatan Kebutuhan Terhadap Kartu Kesehatan Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.3. Hipotesis 1. Kurangnya pengetahuan masyarakat migran di permukiman liar mengenai fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. 2. Tingkat pendidikan diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi.

25 32 3. Pendapatan diduga akan menjadi faktor penghambat utama migran di permukiman liar dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. 4. Status kependudukan diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. 5. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan kepada migran di permukiman liar mengenai kartu kesehatan gratis atau bersubsidi diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. 6. Belum adanya rasa membutuhkan terhadap kartu kesehatan gratis atau bersubsidi diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi Definisi Konseptual 1. Permukiman liar adalah suatu wilayah hunian yang telah berkembang tanpa meminta ijin kepada otoritas yang terkait untuk membangun; merupakam permukiman yang tidak sah atau semi-legal status, infrastruktur dan jasa pada umumnya tidak cukup. 2. Pengetahuan tentang fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi antara lain mengenai keberadaan, kegunaan dan cara memperoleh fasilitas kesehatan tersebut.

26 33 3. Fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi adalah bantuan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang ditujukan untuk masyarakat menengah kebawah dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Definisi Operasional 1. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh responden yang berasal dari pekerjaan pokok dan sampingan yang digunakan untuk membiayai konsumsi sehari-hari biasanya dihitung per bulan. Harta yang dimiliki responden di daerah asal tidak diikutsertakan dalam penilaian pendapatan responden. Penilaian terhadap pendapatan digolongkan menjadi tiga. Kategori tersebut ditentukan berdasarkan pendapatan rata-rata responden yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan (emik). (1) Rendah jika pendapatan per bulan Rp ,00 = skor 1 (2) Sedang jika pendapatan per bulan Rp ,00 sampai Rp ,00 = skor 2 (3) Tinggi jika pendapatan per bulan Rp ,00 = skor 3 2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden. Pendidikan digolongkan menjadi lima, yaitu: (1) Tidak Sekolah = skor 1, (2) Tidak Tamat SD/Sederajat = skor 2, (3) Tamat SD/sederajat = skor 3, (4) Tamat SMP/sederajat = skor 4, (5) Tamat SMA/sederajat = skor 5.

27 34 3. Status kependudukan adalah kondisi kependudukan responden di wilayah DKI Jakarta, yang akan dibedakan menjadi: (1) Penduduk resmi adalah responden yang memiliki KTP DKI Jakarta (2) Penduduk tidak resmi adalah responden yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta atau tidak memiliki KTP daerah manapun 4. Akses terhadap pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi adalah suatu keadaan dimana responden mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi yang disediakan oleh pemerintah yang dibedakan menjadi: (1) lemah jika responden tidak memiliki ketiga kartu kesehatan gratis atau bersubsidi = skor 1, (2) sedang jika responden memiliki 1 atau 2 kartu kesehatan gratis atau bersubsidi = skor 2, dan (3) kuat jika responden memiliki ketiga kartu kesehatan gratis atau bersubsidi = skor Kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi adalah kartu yang dapat digunakan untuk membantu meringankan beban biaya masyarakat miskin. Kartu tersebut dikelompokkan menjadi (1) Jamkesmas, (2) Gakin dan (3) SKTM. 6. Tingkat pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh responden mengenai kartu kesehatan gratis atau bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah. (1) Responden dikatakan memiliki pengetahuan yang baik jika responden dapat dengan tepat menjelaskan konsep dan prosedur mendapatkan ketiga kartu kesehatan gratis atau bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah.

28 35 (2) Responden dikatakan memiliki pengetahuan yang kurang baik jika responden tidak dapat dengan tepat menjelaskan konsep dan prosedur mendapatkan ketiga kartu kesehatan gratis atau bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep

BAB I PENDAHULUAN. Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep pembangunan yang berkembang disekitar kita antara lain konsep pembangunan yang bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi dan konsep pembangunan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

: KHOERINI RIFKI SAPUTRI I

: KHOERINI RIFKI SAPUTRI I PENGETAHUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKSES MASYARAKAT MIGRAN DI PERMUKIMAN LIAR DI JAKARTA TERHADAP FASILITAS KESEHATAN GRATIS ATAU BERSUBSIDI (Kasus: Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa,

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dalam usaha mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah selalu berusaha untuk memenuhi hak warga negaranya. Jumlah warga negara yang terganggu kesehatannya

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa Indonesia saat ini adalah masalah pengangguran dan masalah kemiskinan. Kedua permasalahan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 7 TAHUN 2014 PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MERAUKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN Interview guide RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN A. Profil informan Nama ; Umur : Jenis kelamin : Pendidikan : Pekerjaan : Penghasilan perbulan : B. Pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN JAMKESMAS DI KOTA BANDUNG

BAB II PELAKSANAAN JAMKESMAS DI KOTA BANDUNG BAB II PELAKSANAAN JAMKESMAS DI KOTA BANDUNG II.1 Pengertian Jamkesmas Menurut sumber Dr.Suparyanto, M.Kes dari laman (page) web Jakarta : Dirjen Binkesmas. http://eprints.ui.ac.id Depkes. 2007. Pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk mewujudkan tujuan Nasional dan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan sprituil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan hajat hidup orang banyak itu harus atau

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan hajat hidup orang banyak itu harus atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha sumber daya manusia yang diarahkan pada tujuan meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan manusia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kemiskinan mempunyai indikator dan faktor penyebab. Mereka adalah sebagian warga miskin kota Depok. Pemerintah Depok menggolongkan mereka ke dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22 KRITERIA CALON PENERIMA BEASISWA PROGRAM JALUR MISKIN I. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan program Pemerintah Aceh untuk Peningkatan Sumber Daya Manusia Aceh. Salah satu program Lembaga Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu program bantuan bersyarat dari pemerintah berupa pemberian uang tunaiuntuk masyarakat miskindi Indonesia.

Lebih terperinci

Desa Tertinggal dan Subsidi BBM. Oleh Ivanovich Agusta. PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah

Desa Tertinggal dan Subsidi BBM. Oleh Ivanovich Agusta. PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah Desa Tertinggal dan Subsidi BBM Oleh Ivanovich Agusta PADA akhir tahun lalu berulang kali saya diberondong pertanyaan, setinggi apakah ketertinggalan pedesaan di Indonesia. Ketika akhirnya daftar desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak-hak dasar manusia yang harus dipenuhi, baik yang memiliki status sosial tinggi maupun yang status sosialnya rendah. Konstitusi Organisasi Kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, yang memiliki berbagai latar belakang dan penyebab. Bahkan, di beberapa negara menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah

Lebih terperinci

MIGRASI POPULATION MOBILITY

MIGRASI POPULATION MOBILITY MIGRASI POPULATION MOBILITY PENGERTIAN MIGRASI MIGRASI: pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen (jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN MISKIN UNTUK PELAYANAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN MISKIN UNTUK PELAYANAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN MISKIN UNTUK PELAYANAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 77 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN MISKIN UNTUK PELAYANAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diamanatkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3).

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3). VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung Situ Rawa Badung merupakan salah satu situ DKI Jakarta yang terbentuk secara alami. Semula luas Situ Rawa Badung mencapai 5 Ha, namun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara didunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

INOVASI/PEMANFAATAN BASIS DATA TERPADU UNTUK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA ACARA RATEK TIM TEKNIS TKPK

INOVASI/PEMANFAATAN BASIS DATA TERPADU UNTUK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA ACARA RATEK TIM TEKNIS TKPK INOVASI/PEMANFAATAN BASIS DATA TERPADU UNTUK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PADA ACARA RATEK TIM TEKNIS TKPK GAMBARAN UMUM WILAYAH KAB. MERANGIN Sebelah Barat : Berbatas dengan Kab. Kerinci Sebelah

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN RUMAH SINGGAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG,

Lebih terperinci

: Sekretaris Daerah Kota Medan

: Sekretaris Daerah Kota Medan Informan : Sekretaris Daerah Kota Medan 1. Database peserta Jamkesmas 2011 masih mengacu pada data makro BPS Tahun 2008, dan ditetapkan by name by address oleh Bupati/Walikota. Dengan demikian masih banyak

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN NON KUOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Teori teori yang akan diuraikan berkaitan dengan variabel variabel yang dibahas dalam penelitian antara lain mencakup (1) pengertian migrasi;

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Rumah bukan hanya berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai dengan saat ini masalah kemiskinan masih menjadi persoalan yang belum tertuntaskan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masyarakat yang berpenghasilan

Lebih terperinci

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Migrasi adalah salah satu fenomena penduduk yang dipelajari dalam studi geografi. Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang mepengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Nelayan Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Dari 67.439 desa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkatan kerja (pekerja) terdiri dari tenaga kerja sektor formal dan tenaga kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang melakukan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN MISKIN

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN MISKIN SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas BAB II LANDASAN_TEORI 2.1. Pengertian Aplikasi Menurut Indrajani (2011), aplikasi adalah suatu program yang menentukan aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas khusus

Lebih terperinci