IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH-MspI) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) SKRIPSI LIDIA PUSPA AGUSTIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH-MspI) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) SKRIPSI LIDIA PUSPA AGUSTIANI"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH-MspI) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) SKRIPSI LIDIA PUSPA AGUSTIANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN LIDIA PUSPA AGUSTIANI Identifikasi Keragaman Gen Hormon Pertumbuhan (GH-MspI) pada Kerbau Lokal (Bubalus bubalis). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. Kerbau lokal (Bubalus bubalis) merupakan sumber plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan ketersediaan pangan karena memiliki potensi besar sebagai penghasil daging. Perbaikan secara genetik merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerbau yaitu dengan mencari keragaman gen yang memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan. Salah satunya adalah gen hormon pertumbuhan (GH-MspI). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen hormon pertumbuhan (GH-MspI) intron 3 pada kerbau lokal dengan metode PCR-RFLP yang dapat dijadikan sebagai dasar informasi untuk melakukan seleksi. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sampel darah kerbau yang digunakan berjumlah 320 sampel yang diambil dari empat daerah, yaitu 75 sampel dari Semarang, 103 sampel dari Mataram, 65 sampel dari Medan dan 77 sampel dari Banten. Pengidentifikasian keragaman gen hormon pertumbuhan (GH-MspI) dilakukan menggunakan metode PCR-RFLP. Metode ini mendeteksi keragaman gen dengan memanfaatkan perbedaan runutan DNA yang bisa dikenali oleh enzim restriksi MspI. Total sampel yang berhasil diamplifikasi sebanyak 261 sampel dengan persentase keberhasilan sebesar 81,56%. Panjang fragmen hasil amplifikasi gen GH-MspI intron 3 adalah 327 pb dengan situs pemotongan pada posisi 104. Lokus GH-MspI pada kerbau lokal bersifat polimorfik dengan 3 genotipe, yaitu genotipe +/+ (223 pb dan 104 pb), genotipe +/- (327 pb, 223 pb dan 104 pb) dan genotipe -/- (327 pb). Frekuensi genotipe total yaitu +/+ (0,805), +/- (0,146) dan -/- (0,05) serta frekuensi alel total yaitu + (0,878) dan (0,122). Genotipe +/+ dan tipe alel + memiliki frekuensi kemunculan yang paling besar pada tiap populasi. Nilai heterozigositas tertinggi terdapat pada populasi kerbau asal Semarang (0,562) dan terendah pada populasi asal Banten (0,093). Rata-rata heterozigositas dari semua populasi adalah 0,370. Nilai indeks fiksasi gen GH menunjukkan bahwa tidak terjadi fiksasi gen GH karena nilainya menyebar dan tidak sama dengan nol. Kata-kata kunci: Kerbau, Gen GH-MspI, PCR-RFLP

3 ABSTRACT Identification of Growth Hormone Gene (GH-MspI) in Local Buffalo (Bubalus bubalis) Agustiani, L. P., C. Sumantri and A. Farajallah The aim of this study was to identify polymorphism of buffalo s growth hormone (GH-MspI) gene that localized in intron 3 using Polymerase Chain Reaction (PCR) Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) method. Total of the blood samples were 320 which is from Semarang, Medan, Mataram and Banten. Polymorphism in 261 samples were identified and revealed three genotypies that are 223 bp and 104 bp for the +/+ genotype; 327 bp, 222 bp and 104 bp for the +/- genotype and 327 bp (no digestion) for the -/- genotype. Frequencies of the +/+ genotype and + allele were the highest in whole populations. Frequencies were for +/+ genotype, for +/- genotype, and 0.05 for -/- genotype. The frequency of + allele was The frecuencies of + allele and +/+ genotype were the highest. The highest heterozygocities was for Semarang population and the lowest was for Banten population and the average heterozygocities for all populations detected was Index fixation value of GH gene showed there was no gene fixation in all populations. Keywords: Buffalo, GH-MspI gene, PCR-RFLP

4 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH-MspI) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) LIDIA PUSPA AGUSTIANI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH-MspI) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) Oleh LIDIA PUSPA AGUSTIANI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 April 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc Dr. Ir. Achmad Farajallah, M. Si Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1987 di Bogor. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan (Alm.) Bapak N. Walidi dan Ibu Lilis Djubaedah. Penulis menyelesaikan sekolah dasar pada tahun 1999 dari SD Negeri Ciriung 02, Cibinong. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Cibinong dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMA Negeri 3 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di organisasi dan kegiatan kemahasiswaan yaitu HIMAPROTER 2006/2007 dan 2007/2008, Uni Konservasi Fauna (UKF) 2005/2006 dan 2006/2007, dan Paduan Suara Fakultas Peternakan Graziono Symponia. Selain itu, penulis juga berperan aktif dalam berbagai kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi dengan judul Identifikasi Keragaman Gen GH-MspI pada Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen hormon pertumbuhan (GH- MspI) intron 3 pada kerbau lokal dengan metode PCR-RFLP yang dapat dijadikan sebagai dasar informasi untuk melakukan seleksi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu Penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan. Tak lupa ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amal saleh. Amin. Bogor, April 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Kerbau... 2 Populasi Kerbau di Indonesia... 3 Karakteristik Pertumbuhan Kerbau... 4 Peternakan Kerbau di Indonesia... 4 Gen Hormon Pertumbuhan (GH)... 5 Analisis Keragaman DNA... 6 Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)... 6 Single-Strand Conformation Polymorphism (SSCP)... 6 Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE)... 7 Analisis Sekuen (Sequencing)... 7 METODE... 8 Lokasi dan Waktu... 8 Materi... Sampel Darah dan Ekstraksi DNA... 8 Primer... 8 PCR-RFLP... 8 Elektroforesis... 8 Pewarnaan Perak... 9 Rancangan... 9 Prosedur Pengambilan dan Penanganan Sampel Ekstraksi DNA dari Sampel Darah Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RFLP Elektroforesis i ii iii iv v vi vii ix x xi

9 Halaman Pewarnaan Perak Pendeteksian Keragaman DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH-MspI) Pendeteksian Keragaman Gen GH-MspI dengan PCR Keragaman Gen GH-MspI Kerbau Lokal Nilai Heterozigositas Indeks Fiksasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 25

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Populasi Kerbau Terbanyak di 10 Propinsi Indonesia Hasil Perhitungan Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Gen GH-MspI Nilai heterozigositas (ĥ) dan Rataan Heterozigositas (Ĥ) Gen GH- MspI Kerbau Lokal Nilai Indeks Fiksasi Gen GH-MspI Kerbau Lokal... 18

11 Nomor DAFTAR GAMBAR 1. Pita DNA hasil elektroforesis setelah pewarnaan perak. Fragmen Halaman hasil amplifikasi PCR ditambah dengan enzim pemotong MspI Posisi Penempelan Primer (cetak tebal) pada sekuen Gen GH-MspI. Terjadi Mutasi pada Situs Pemotongan C CGG pada Posisi 104 (C menjadi T)(Gordon et al., 1983) Hasil Pemotongan Fragmen Gen GH-MspI pada Gel Poliakrilamida 6%

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Modifikasi Metode Ekstraksi DNA Menggunakan Genomic DNA Mini Kit Geneaid Sekuen Gen GH-MspI yang diakses di GenBank (no. M57764)... 27

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kerbau lokal (Bubalus bubalis) merupakan sumber plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan ketersediaan pangan. Kerbau memiliki potensi besar sebagai penghasil daging. Tercatat bahwa pertambahan bobot badan kerbau yang digemukkan bisa mencapai 0,8 sampai 1 kg per hari yang berarti tidak kalah dengan pengemukkan sapi (Bahri dan Talib, 2007). Akan tetapi di Indonesia pemeliharaan ternak kerbau masih dilakukan secara tradisional serta hanya ditujukan untuk ternak kerja dan tabungan hidup. Hal ini mengakibatkan rendahnya pertumbuhan kerbau dan menurunnya populasi kerbau di Indonesia. Pertumbuhan populasi kerbau dari data statistik peternakan adalah sekitar 3,41% dengan jumlah total populasi 2,201 juta ekor. Perkembangan ternak kerbau di Indonesia selama 5 tahun terakhir menunjukkan terjadinya penurunan populasi pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar 2,28% dan 11,43% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006). Upaya perbaikan pertumbuhan dapat dilakukan dengan seleksi untuk meningkatkan kualitas ternak kerbau. Kemajuan teknologi sekarang ini memungkinkan seleksi langsung pada DNA yang mengontrol sifat-sifat ekonomis. Keterkaitan antara keragaman DNA dengan sifat-sifat ekonomis ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan metode MAS (Marker Assisted Selection). Metode MAS merupakan cara yang lebih unggul untuk melakukan seleksi karena dapat mempercepat pengambilan keputusan dalam manajemen ternak. Gen hormon pertumbuhan (GH) merupakan salah satu gen yang berkaitan erat dengan pertumbuhan. Berdasarkan penelitian, gen hormon pertumbuhan (GH) berpengaruh terhadap produksi ternak. Oleh karena itu, hormon pertumbuhan merupakan kandidat gen yang dapat digunakan untuk penanda genetik dalam program seleksi kerbau. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen hormon pertumbuhan (GH-MspI) intron 3 pada kerbau lokal (Bubalus bubalis) pada populasi di Semarang, Mataram, Medan dan Banten dengan metode PCR-RFLP. 1

14 TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Klasifikasi kerbau menurut Bhattacharya (1993) adalah kelas Mamalia, ordo Ungulata, famili Bovidae, sub familia Bovinae, genus Bubalus, dan spesies bubalis. Kerbau termasuk dalam spesies Bubalus bubalis diduga hasil domestikasi dari Bubalis arnee, kerbau liar dari India yang dijumpai pada daerah Assam. Ternak kerbau adalah ternak semi akuatik. Indonesia adalah habitat yang baik untuk ternak kerbau dimana 40% dari wilayah Indonesia beriklim tropis basah (Praharani dan Triwulanningsih, 2007). Kerbau diketahui memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sapi. Diwyanto dan Handiwirawan (2006) menyatakan bahwa kerbau dapat hidup dalam kondisi pakan yang berkualitas rendah. Kemampuan ini menjadikan peternakan kerbau sangat baik untuk dikembangkan karena dengan input yang sedikit, kerbau masih dapat menghasilkan output yang tinggi. Selain itu, pemeliharaan kerbau yang masih ditujukan untuk ternak kerja sedikit demi sedikit harus diubah karena sudah dapat digantikan dengan mesin atau traktor. Dengan demikian potensi kerbau sebagai penghasil daging dapat lebih dioptimalkan dengan melakukan pemeliharaan yang sesuai. Berdasarkan karakteristiknya, kerbau dibagi menjadi dua, yaitu kerbau sungai dan kerbau lumpur (rawa). Kedua bangsa kerbau ini merupakan kerbau Asia yang telah didomestikasi dan memiliki jumlah pasangan kromosom yang berbeda, yaitu kerbau lumpur memiliki 48 kromoson dan kerbau sungai memiliki 50 kromosom. Perkawinan keduanya akan menghasilkan keturunan yang juga fertil baik pada ternak jantan maupun betina, hanya diduga bahwa daya reproduksi crossbred tersebut lebih rendah dibandingkan masing-masing tetuanya (Bahri dan Talib, 2007). Kerbau sungai menunjukkan kesenangan terhadap air mengalir yang bersih, sedangkan kerbau lumpur suka berkubang dalam lumpur, rawa-rawa dan air menggenang. Kerbau tipe lumpur biasa digunakan sebagai ternak kerja dan penghasil daging sedangkan kerbau sungai merupakan tipe penghasil susu (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau lumpur memiliki dua bentuk tanduk, yaitu bertanduk normal yang memanjang ke belakang lalu melengkung ke atas dan tanduk tergantung yaitu tanduk memanjang ke belakang dan mengarah ke bawah, sedangkan kerbau 2

15 sungai (Murrah) memiliki dua tipe tanduk yaitu tanduk normal melingkar ke atas membentuk spiral dan tanduk tergantung yaitu tanduk jatuh ke bawah lalu melengkung ke dalam (Asoen, 2008). Kerbau rawa memiliki beberapa ciri-ciri yang spesifik, diantaranya 1) warna kulit kerbau rawa pada umumnya abu-abu, 2) memiliki garis kalung (chevron), 3) memiliki unyeng-unyeng (whorls) yang terdapat di pinggang, dan 4) memiliki warna kaki putih dan hitam (Erdiansyah, 2008). Populasi Kerbau di Indonesia Ternak kerbau di Indonesia sebagian besar merupakan kerbau rawa (swamp buffalo) yang mencapai 95% dengan keragaman warna, ukuran dan tingkah laku yang besar pula. Sisanya sebanyak 5% termasuk kerbau sungai (river buffalo) yang banyak dipelihara di Sumatera Utara. Puslitbang Peternakan (2006) menyatakan bahwa ada kecenderungan populasi dan mutu genetik kerbau nasional menurun dari tahun ke tahun, karena sistem perkawinannya tidak menentu. Tabel 1. Populasi Kerbau Terbanyak di 10 Propinsi Indonesia Lokasi Jumlah (ekor) Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Jawa Barat Nusa Tenggara Barat Banten Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Jawa Tengah Sumatera Selatan Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2006) Data populasi kerbau di Indonesia yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Peternakan (2006) menunjukkan bahwa rataan pertumbuhan populasi kerbau di Indonesia adalah sekitar 3,41% per tahun. Jumlah populasi kerbau di Indonesia adalah sebanyak 2,201 juta ekor yang menyebar hampir di seluruh propinsi tetapi tidak merata jumlahnya. Perkembangan ternak kerbau di Indonesia selama 5 tahun 3

16 terakhir menunjukkan terjadinya penurunan populasi pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar 2,28% dan 11,43% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara pada tahun 2003 dan 2006 terjadi peningkatan masing-masing sebesar 2,35% dan 3,41%. Karakteristik Pertumbuhan Kerbau Kerbau merupakan ternak yang lambat dewasa secara seksual, umur dewasa kelamin antara 2 sampai 3 tahun bergantung dari tipe, kondisi manajemen, perkawinan dan pakan. Kerbau dapat hidup sampai tahun. Kerbau sungai memiliki bobot jantan dewasa antara kg dan kg pada betina, sedangkan kerbau lumpur jantan memiliki bobot dewasa 500 kg dan kerbau betina 400 kg dengan tinggi pundak jantan dan betina adalah 135 dan 130 cm (Fahimuddin, 1975). BPTP (2002) menyebutkan bahwa kerbau lumpur pada umur 1 tahun dapat mencapai bobot kg, panjang badan 95,4-97,6 cm dan lingkar dada 135,7-138,4 cm. Kerbau lumpur dewasa berumur 3 tahun mencapai berat badan kg dengan panjang badan cm dan lingkar dada 174,6-177,0 cm. Kerbau lumpur memiliki bentuk tubuh yang gempal, padat dan berisi yang membuktikan bahwa kerbau ini mampu mengubah pakan yang berkualitas rendah menjadi daging. Laju pertumbuhan kerbau terbilang lebih rendah dibandingkan dengan sapi, hal ini terkait dengan manajemen pemeliharaannya (Fahimuddin, 1975). Peternakan Kerbau di Indonesia Di Indonesia, pemeliharaan kerbau masih dilakukan secara tradisional, baik dalam pemberian pakan, perkandangan, pemeliharaan kesehatan, penggunaan tenaga ternak dan pemerahan serta pengolahan susu. Keterbatasan peternakan kerbau diantaranya adalah kualitas pakan yang rendah, terbatasnya pengetahuan peternak tentang reproduksi dan belum diterapkannya teknologi tepat guna. Beternak kerbau secara umum merupakan usaha turun temurun sebagai tabungan. Pertimbangan ekonomi masih jauh dari pertimbangan peternak kerbau, yang ada hanya kerbau dipelihara dan setelah besar akan dijual. Sistem pemeliharaan kerbau secara umum hanya dengan melepaskan kerbau di padang pengembalaan untuk memperoleh rumput dan hijauan lain. Kerbau tidak diberi makanan tambahan (konsentrat). 4

17 Pemeliharaan dan pemberian pakan anak kerbau, kerbau dara, kerbau laktasi, kerbau kering dan pejantan tidak dibedakan (Ibrahim, 2008). Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Hormon pertumbuhan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam pertumbuhan dan perkembangan sel hewan (Pierzchała et al., 2004). Pada hewan yang sedang tumbuh, hormon pertumbuhan dapat meningkatkan efisiensi produksi, pengurangan deposisi lemak, merangsang pertumbuhan otot, meningkatkan efisiensi pertumbuhan pakan, meningkatkan pertumbuhan organ, dan meningkatkan pertumbuhan tulang (Etherton dan Bauman, 1998). Hormon pertumbuhan dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan dan metabolisme lemak yang berperan penting untuk reproduksi, laktasi, dan pertumbuhan tubuh (Burton et al., 1994; Ohlsson et al., 1998). Hubungan tersebut menjadikan hormon pertumbuhan sebagai salah satu kandidat gen yang dapat digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ternak. Walis et al. (1973) menyatakan bahwa bovine growth hormone (bgh) merupakan sebuah peptida tunggal dengan berat molekul 22 KDa. Lingappa et al. (1977) dan Wallis et al. (1973) menyatakan bahwa bgh disusun oleh 190 atau 191 asam amino dengan panjang sekuen nukleotida 2856 pb (Gordon et al., 1983) dan menurut Hediger et al., (1990) gen bgh terletak pada kromosom nomor 19. Gen bgh terdiri atas 5 ekson ( Gordon et al., 1983 dan Woychick et al., 1982). Cowan et al. (1989) dan Hilbert et al. (1989) mendeteksi situs keragaman untuk enzim restriksi MspI, situs keragaman GH-MspI terletak pada intron 3 dari gen hormon pertumbuhan pada posisi 1547 (Zhang et al., 1993). Dilaporkan bahwa keragaman gen GH-MspI pada babi berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan dan kualitas karkas (Pierzchała et al., 2004). Thomas et al. (2006) menyatakan bahwa pada sapi Brangus bergenotipe +/- (heterozigot) fragmen GH-MspI memiliki pengaruh positif terhadap pertambahan bobot badan harian dan karkas. Selain itu, genotip +/+ dan +/- framen GH-MspI berpengaruh positif pada sifat bobot badan dan kualitas daging (Unanian et al., 2000)Keragaman gen GH-MspI juga dilaporkan pada berbagai ternak meliputi sapi Holstein Beijing (Zhou et al., 2005); sapi Brahman muda (Beauchemin et al., 2006); sapi Pesisir, sapi Bali, sapi Limousin dan sapi Simmental (Jakaria, 2008). 5

18 Analisis Keragaman DNA Polimerase chain reaction (PCR) adalah suatu reaksi in vitro untuk menggandakan molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesa molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA tersebut dengan enzim polymerase dan oligonukleotida pendek sebagai primer dalam mesin thermocycler Metode ini berjalan secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu. Proses yang terjadi dalam mesin PCR melipti tiga tahap utama yaitu denaturasi (pemisahan untai ganda DNA), annealing (penempelan primer) dan ekstensi (pemanjangan primer). Proses dari mulai denaturasi, penempelan dan ektensi disebut sebagai satu siklus. Produk PCR dapat langsung divisualisasikan melalui proses elektroforesis dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Muladno, 2002). Keragaman DNA amplikon atau produk PCR bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain RFLP, SSCP, DGGE dan sequensing. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) PCR-RFLP merupakan metode analisis lanjutan dari produk PCR. Metode PCR memanfaatkan perbedaan pola pemotongan enzim restriksi atau enzim pemotong yang berbeda pada tiap-tiap mikroorganisme. Analisis RFLP sering digunakan untuk mendeteksi lokasi genetik dalam kromosom yang menyandikan penyakit yang diturunkan (Orita et al., 1989) ataupun untuk mendeteksi adanya keragaman pada gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis, seperti produksi dan kualitas susu (Sumantri et al., 2004; Sumantri et al., 2005). Single-Strand Conformation Polymorphism (SSCP) PCR-SSCP merupakan salah satu metode analisis lebih lanjut yang memanfaatkan produk PCR. Metode PCR-SSCP merupakan metode yang handal dalam mendeteksi adanya mutasi secara cepat. Dalam analisis ini, sekuen mutasi dapat dideteksi dengan perubahan pola migrasi dari bentuk ikatan utas tunggal DNA pada gel poliakrilamida (Hayasi, 1991), yang disebut sebagai perubahan konformasi atau bentuk molekul. Pendeteksian dalam SSCP dipengaruhi oleh matriks gel, kondisi elektroforesis, panjang fragmen dan kandungan G+C (Nataraj et al., 1999). 6

19 Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) Elektroforesis yang dilakukan menggunakan gel poliakrilamida dengan gradien urea yang ditambah dengan formamida. Pemisahan dilakukan tanpa enzim restriksi dan sekuen bukan berdasarkan berat molekul. Teknik ini menggunakan dasar perbedaan stabilitas produk PCR. Dengan demikian sangat tergantung dari jumlah ikatan hidrogen yang ada dalam DNA tersebut (Suryanto, 2008). Analisis Sekuen (Sequencing) Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang dianggap paling baik untuk melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok organisme. Teknik ini berkembang setelah orang menciptakan mesin DNA sequencer. Pada prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen tertentu dari suatu genom organisme (Suryanto, 2008). Sequencing merupakan proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA atau RNA. Sequencing menghasilkan penggambaran linear simbolik yang disebut sekuens yang meringkas sebagian besar struktur tingkat atom atas molekul yang disekuensing. Sequencing DNA akan menghasilkan sekuens DNA yang digambarkan sebagai untaian abjad lambang nukleotida-nukleotida penyusun DNA (Muladno, 2002). 7

20 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, dimulai dari bulan September 2008 Desember Lokasi penelitian ini adalah Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, dan Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Sampel Darah dan Ekstraksi DNA Sampel darah kerbau yang digunakan berjumlah 320 sampel yang diambil dari empat daerah, yaitu 75 sampel dari Semarang, 103 sampel dari Mataram, 65 sampel dari Medan dan 77 sampel dari Banten. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA mini kit (Geneaid). Primer Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengikuti Mitra et al., (1995), yaitu forward 5 -CCCACGGGCAAGAATGAGGC-3 reverse 5 -TGAGGAACTGCAGGGGCCCA-3 PCR RFLP Bahan bahan yang digunakan adalah air bebas ion steril, sampel DNA, MgCl 2 2,5 mm (NEB), pasangan primer 25 ng/ml, enzim Taq polymerase (NEB) 5 unit/µl dan buffernya,, dntp 10 nmol/µl, air destilata dan enzim restriksi (RE) MspI masing masing dengan buffernya. Alat alat yang digunakan antara lain tabung PCR, mesin thermocycler (TaKaRa PCR Thermal Cycler MP4), alat sentrifugasi, pipet mikro dengan tipsnya, vortex, dan power supply 500vA. Elektroforesis Bahan bahan yang digunakan adalah air destilata steril, akrilamida 30%, 5 x TBE, TEMED (tetramethylendiamine) dan APS (ammonium persulfat) 10%, loading dye, dan marker. 8

21 Alat alat yang digunakan antara lain dua lempeng kaca (20 x 16 cm) untuk cetakan gel, gelas ukur, tabung reaksi, sisir pencetak sumur, pipet mikro 2 µl dengan tipsnya dan power supply 500vA. Pewarnaan Perak Bahan bahan yang digunakan adalah air destilata, CTAB (cetyltrimetil ammonium bromide), NH 4 OH, AgNO 3, NaOH, Na 2 CO 3, formaldehida dan asam asetat. Alat alat yang digunakan antara lain nampan, gelas ukur, tabung Erlenmeyer, dan water-bath shaker. Rancangan Keragaman genotip pada masing masing individu ternak dapat ditentukan melalui pita pita DNA yang ditemukan. Frekuensi alel dihitung dengan rumus Nei (1987), sebagai berikut : x i = 2n ii + n ij 2n Dimana : x i n ii n ij n = Frekuensi alel i = Jumlah individu bergenotip ii = Jumlah individu bergenotip ij = Jumlah individu sampel Derajat heterozigositas (ĥ) dihitung berdasarkan frekuensi alel pada tiap lokus DNA menggunakan rumus Nei (1987) : Keterangan : ĥ x i n Ragam ĥ = = Nilai heterozigositas lokus = Frekuensi alel i = Jumlah individu sampel 2n (1 - x i 2 ) (2n 1) heterozigositas (Vsl( ĥ )) diantara individu dalam satu kesatuan frekuensi alel populasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 9

22 Vsl( ĥ ) = {} 2 { 2(2n 2)( x 3 i ( x 2 i ) 2 2 ) + x i ( x 2 i ) 2 } 2n(2n-1) dan SE diperoleh dari akar ragam heterozigositas (Nei, 1987). Rataan heterozigositas (Ĥ) dihitung dengan rumus sebagai berikut : Ĥ = r j= 1 ĥ j /r Keterangan : ĥ j = derajat heterozigositas untuk lokus ke-j r = jumlah lokus yang diuji Ĥ = rataan heterozigositas Indeks fiksasi pada masing masing populasi diperoleh dari persamaan : F ISki = X X ki 2 X (1 X kii ki ki ) Keterangan : X kii = Frekuensi genotipe homozigot alel i pada populasi ke-k X ki = Frekuensi alel i Prosedur Pengambilan dan Penanganan Sampel Sampel darah diambil melalui vena jugularis menggunakan jarum dan tabung vaccutainer berheparin. Ekstraksi DNA dari Sampel Darah Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA mini kit Geneaid (Lampiran 1). 10

23 Amplifikasi DNA dengan Teknik PCR-RFLP Proses amplifikasi DNA secara umum menggunakan metode sebagai berikut: 2 µl sampel DNA dimasukkan kedalam tabung PCR, kemudian ditambah 0,2 µl primer. Larutan dalam tabung kemudian ditambah dengan premix yang terdiri dari 18,45 µl air destilata, 2,5 µl 10 x bufer, 2 µl 2,5 mm MgCl 2, 0,2 µl dntp 2mM, dan 0,15 µl enzim taq polymerase. Tabung kemudian diinkubasi pada mesin thermocycler dengan suhu annealing 62 0 C. Produk PCR sebanyak 2 µl dipindahkan ke dalam tabung baru 0,2 ml dan ditambahkan dengan enzim restriksi MspI dan buffernya. Campuran tersebut diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C overnight. Elektroforesis Potongan DNA produk PCR dipisahkan dengan teknik elektroforesis gel polyakrilamida 6%. Gel dibuat dengan cara mencampurkan 12 ml air destilata, 4 ml 5 x TBE, 4 ml akrilamida 30%, 15 µl TEMED, dan 160 µl APS 10%. Sebanyak 2 µl produk PCR dilarutkan dalam loading dye. Elektroforesis dilakukan selama 40 menit pada tagangan konstan 220 v atau sampai pewarna bromtimol blue mencapai bagian bawah gel. Setelah elektroforesis selesai, gel diambil untuk dilakukan pewarnaan perak. Pewarnaan perak Pewarnaan perak (silver staining) dilakukan dengan langkah sebagai berikut: gel dimasukan kedalam larutan CTAB 0,2 g/200 ml air destilata selama 8 menit sambil digoyang, kemudian dicuci dengan air destilata selama 2 x 2 menit. Air tersebut dibuang dan ditambahkan larutan NH 4 OH selama 6 menit sambil digoyang. Kemudian dilanjutkan dengan larutan AgNO 3 selama 10 menit sambil digoyang. Kemudian gel dicuci kembali dengan air destilata 2 x 2 menit. untuk memunculkan pita, gel direndam dalam larutan Na 2 CO 3. Setelah pita muncul, ditambahkan larutan asam asetat. Pendeteksian keragaman DNA Setelah pewarnaan, akan muncul pita pita DNA. Setiap pita DNA dibandingkan dengan marker untuk mengetahui panjangnya. Setiap pita DNA dari setiap sampel dibandingkan untuk menentukan genotipe pita DNA. Gambar di bawah 11

24 merupakan gambar pita-pita DNA yang menunjukkan genotipe kerbau. Kerbau memiliki genotipe +/+ apabila terdapat fragmen terpotong di panjang 223 pb dan 104 pb. Genotipe +/- apabila terdapat fragmen gabungan yaitu terdapat 3 pita di panjang 327, 223, dan 104 pb. Genotipe -/- apabila fragmen tidak terpotong, hanya terdapat 1 pita di panjang 327 pb. 327 pb 223 pb 104 pb M +/+ +/- -/- Gambar 1. Pita DNA hasil elektroforesis setelah pewarnaan perak. Fragmen hasil amplifikasi PCR ditambah dengan enzim pemotong MspI. 12

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH-MspI) Gen hormon pertumbuhan pada kerbau lokal berhasil diamplifikasi dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Primer yang digunakan yaitu pasangan primer berdasarkan penelitian Mitra et al. (1995) yang digunakan pada ternak sapi. Primer ini berhasil mengamplifikasi gen target sepanjang 327 pb di intron 3 dan ekson 4. Hasil amplifikasi disajikan pada Gambar pb 300 pb 327 pb 200 pb 100 pb Gambar 1. Hasil Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan dengan PCR dalam Gel 6% Poliakrilamida Fragmen gen GH-MspI intron 3 dan ekson 4 sepanjang 327 pb dapat diketahui dengan mencocokkan pasangan primer pada sekuen gen GH pada GenBank (nomor akses M57764). Panjang fragmen ini berbeda 2 pb dengan hasil yang didapatkan oleh Zhou et al. (2005) yaitu 329 pb. Posisi penempelan primer dan titik mutasi pada intron 3 pada sekuen gen GH-MspI disajikan pada Gambar 2. Suhu annealing merupakan suhu yang memungkinkan terjadinya penempelan primer pada sampel. Suhu annealing sangat penting dalam proses amplifikasi karena proses pemanjangan DNA baru dimulai dari primer. Suhu annealing yang digunakan dalam penelitian ini adalah 620C, suhu ini merupakan suhu optimal untuk penempelan primer dan berbeda dengan suhu yang digunakan oleh Zhou et al. (2005) dalam penelitiannya yang menggunakan suhu annealing 600C. Hal ini mungkin saja 13

26 terjadi namun selama perbedaan suhu menghasilkan produk amplifikasi yang sama, maka kisaran suhu tersebut dapat digunakan CCCCCACGGG CAAGAATGAG GCCCAGCAGA AATCAGTGAG TGGCAACCTC GGACCGAGGA forward 1501 GCAGGGGACC TCCTTCATCC TAAGTAGGCT GCCCCAGCTC CCGCA C CGGC CTGGGGCGGC 1561 CTTCTCCCCG AGGTGGCGGA GGTTGTTGGA TGGCAGTGGA GGATGATGGT GGGCGGTGGT 1621 GGCAGGAGGT CCTCGGGCAG AGGCCGACCT TGCAGGGCTG CCCCAGACCC GCGGCACCCA 1681 CCGACCACCC ACCTGCCAGC AGGACTTGGA GCTGCTTCGC ATCTCACTGC TCCTCATCCA 1741 GTCGTGGCTT GGGCCCCTGC AGTTCCTCAG CAGAGTCTTC ACCAACAGCT TGGTGTTTGG reverse Gambar 2. Posisi Penempelan Primer (cetak tebal) pada sekuen Gen GH- MspI. Terjadi Mutasi pada Situs Pemotongan C CGG pada Posisi 104 (C menjadi T)(Gordon et al., 1983) Menurut Viljoen et al. (2005), keberhasilan dalam mengamplifikasi DNA bergantung pada interaksi komponen PCR dalam kosentrasi yang tepat. Beberapa hal yang umum dilakukan untuk optimasi PCR diantaranya adalah suhu penempelan primer, kosentrasi Mg 2+, kosentrasi primer, dan kosentrasi DNA target. Selain itu, terdapatnya inhibitor yang dapat menghambat proses PCR harus dieliminasi semaksimal mungkin. Inhibitor yang biasa ditemukan mencemari PCR diantaranya adalah material organik, logam berat, lipid, hemoglobin dan urea. Pendeteksian Keragaman Gen GH-MspI dengan PCR-RFLP Metode restriction fragment length polymorphisms (RFLP) digunakan untuk mengidentifikasi keragaman gen GH-MspI pada kerbau lokal. Analisis RFLP mendeteksi keragaman dengan memanfaatkan perbedaan panjang fragmen DNA yang dipotong oleh enzim restriksi MspI. Enzim restriksi MspI mengenali situs pemotongan empat basa C CGG. Cowan et al. (1989) and Hilbert et al. (1989) mendeteksi situs keragaman untuk enzim restriksi MspI, keragaman berlokasi di intron 3 dari gen GH pada posisi 1547 (Zhang et al., 1993). Terjadinya mutasi transisi yang merubah basa C T menyebabkan situs pemotongan untuk enzim restriksi MspI berubah. Mutasi transisi yang terjadi karena adanya subtitusi antara basa Adenin dengan Guanin (Purin) atau antara basa Sitosin dengan Timin (Pirimidin) (Paolella, 1998). Diketahui bahwa titik mutasi gen GH-MspI berada pada daerah intron 3, daerah intron merupakan daerah non-coding karena pada saat transkripsi bagian ini 14

27 akan hilang (splicing). Mutasi yang terjadi pada sekuen yang tidak ditranskripsikan (intron) akan mengakibatkan silent mutation yaitu mutasi yang tidak mengakibatkan perubahan fenotipik. Selain itu, silent mutation juga dapat terjadi karena 1) mutasi yang terjadi tidak menyebabkan perubahan asam amino karena beberapa asam amino yang sama dikodekan oleh kodon yang berbeda, 2) mutasi tidak terjadi pada situs aktif protein (Paolella, 1998). Namun Funk (2001) menyatakan bahwa tingkat polimorfisme dan mutasi yang tinggi pada daerah non-coding diduga dapat mempengaruhi ekspresi gen secara tidak langsung. Mutasi pada intron dapat mengganggu proses spilicing, seperti tidak terpotongnya intron atau timbulnya splice site baru, hal ini yang akan menyebabkan terganggunya pengaturan ekspresi gen. Sebagai contoh, menurut Gunadi (2006) hampir 50% penyakit genetik pada manusia diakibatkan oleh mutasi yang mengganggu splicing dan salah satu contoh penyakitnya adalah ß-thalasemia. Terdeteksinya keragaman gen GH-MspI karena ditemukan 2 alel + dan - dengan genotipe yaitu +/+, +/-, dan -/-. Genotipe homozigot (+/+ dan -/-) berarti bahwa kedua tetua masing-masing menyumbangkan gen (alel) yang sama dan genotipe heterozigot (+/-) merupakan kombinasi gen yang berbeda dari kedua tetua atau kromosom yang berpasangan. Ketiga jenis genotipe dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Hasil Pemotongan Fragmen Gen GH-MspI pada Gel Poliakrilamida 6% 15

28 Keragaman Gen GH-MspI Kerbau Lokal Nei (1987) menyatakan bahwa suatu alel dikatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,99(99%) atau dengan kata lain suatu alel dikatakan monomorfik jika frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,01(1%). Frekuensi alel yaitu frekuensi relatif dari suatu alel dalam populasi atau jumlah suatu alel terhadap jumlah total alel dalam suatu populasi (Nei dan Kumar, 2000). Selain dengan mengetahui frekuensi alel, keragaman genetik juga dapat diukur secara akurat dengan nilai heterozigositas (Nei, 1987). Pendugaan nilai heterozigositas memiliki arti penting untuk diketahui karena dapat memberikan informasi mengenai tingkat polimorfisme suatu alel, serta prospek populasi dimasa yang akan datang (Falconer dan Macay, 1996). Berdasarkan hasil gen GH-MspI pada kerbau lokal bersifat polimorfik. Sejumlah 261 sampel dari 320 sampel berhasil diidentifikasi keragaman gen GH- MspI dengan metode PCR-RFLP yang berarti persentase keberhasilannya sebesar 81,56%. Dari total sampel, kemunculan alel + sebesar 0,878 dan alel sebesar 0,122. Frekuensi genotipe +/+ sebesar 0,805, genotipe +/- sebesar 0,146 dan genotipe -/- sebesar 0,05. Frekuensi genotipe dan frekuensi alel gen GH-MspI secara lengkap disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Perhitungan Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Gen GH- MspI Lokasi N Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel +/+ +/- -/- + - Semarang 52 0,750 0,077 0,173 0,788 0,212 Mataram 94 0,787 0,181 0,043 0,867 0,133 Medan 52 0,731 0, ,865 0,135 Banten 63 0,952 0, ,976 0,024 Total 261 0,805 0,146 0,05 0,878 0,122 Tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi genotipe +/+ tinggi di seluruh populasi dengan nilai tertinggi terdapat di populasi Banten (0,952) dan terendah di 16

29 populasi Medan (0,731). Frekuensi genotipe +/- tertinggi terdapat di populasi Medan (0,269) dan terendah di populasi Banten (0,048), sedangkan frekuensi genotipe -/- tertinggi terdapat di populasi Semarang (0,173) dan terendah terdapat di populasi Medan dan Banten (tidak ditemukan genotipe -/-). Alel + juga memiliki frekuensi yang paling tinggi di setiap populasi, dengan frekuensi tertinggi terdapat pada populasi Banten (0,976) dan terendah pada populasi Semarang (0,788). Sebaliknya untuk alel -, frekuensi yang tertinggi terdapat pada populasi Semarang (0,212) dan terendah pada populasi Banten (0,024). Berdasarkan hasil perhitungan ini dapat diartikan bahwa kerbau lokal Indonesia berpotensi untuk dijadikan ternak pedaging karena berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa genotip +/+ dan +/- framen GH-MspI berpengaruh positif pada sifat bobot badan dan kualitas daging (Unanian et al., 2000). Nilai Heterozigositas Nilai heterozigositas dari masing-masing populasi berkisar 0,093 0,562. Populasi Semarang memiliki nilai heterozigositas tertinggi dan populasi Banten terendah. Nilai heterozigositas total adalah 21,5 % dan nilai rataan heterozigositas dari seluruh populasi adalah 37%. Dapat dikatakan bahwa nilai heterozigositas di keseluruhan populasi rendah, karena menurut Javanmard et al., (2005) nilai heterozigositas di bawah 0,5 (50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen dalam populasi. Tabel 3. Nilai heterozigositas (ĥ) dan Rataan Heterozigositas (Ĥ) Gen GH- MspI Kerbau Lokal Daerah ĥ ± SE Ĥ Semarang 0,562 ± 0,047 0,370 ± 0,039 Mataram 0,409 ± 0,036 Medan 0,417 ± 0,049 Banten 0,093 ± 0,026 Total 0,215 ± 0,087 Berdasarkan penelitian Primasari (2009), nilai heterozigositas dari gen GHRH pada populasi kerbau lokal yang sama didapatkan hasil nilai heterozigositas total sebesar 46,1%. Hasil tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai yang 17

30 diperoleh pada penelitian ini yang berarti pelaksanaan usaha peternakan tradisional ternyata sejalan dengan upaya seleksi gen GH. Indeks Fiksasi Indeks fiksasi dapat digunakan untuk mengetahui pola perkawinan dan seleksi yang dilakukan dalam populasi. Indeks fiksasi bisa bernilai positif maupun negatif, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya inbreeding, seleksi dan kawin tidak acak. Nilai indeks fiksasi gen GH-MspI kerbau lokal dari empat populasi di Indonesia disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Indeks Fiksasi Gen GH-MspI Kerbau Lokal Daerah Alel F ISki Semarang + 0,7725-0,7665 Mataram + 0,3062-0,2195 Medan + -0, ,1561 Banten + -0, ,0246 Nilai indeks fiksasi tertinggi adalah 0,7725 (alel +) yaitu pada populasi kerbau lokal Semarang. Sedangkan nilai indeks fiksasi terendah terdapat pada populasi Medan yaitu -0,1561 (alel -). Nilai indeks fiksasi menyebar dan tidak bernilai nol, hal ini menandakan bahwa tidak terjadinya fiksasi gen GH atau tidak mengarah ke salah satu tipe alel (perkawinan acak masih terjadi). 18

31 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Gen GH-MspI pada kerbau lokal bersifat polimorfik. Penelitian menemukan 2 tipe alel yaitu alel + (0,878) dan alel (0,122) serta genotipe yaitu +/+ (0,805), genotipe +/- (0,146) dan genotipe -/- (0,05). Tipe alel + dan genotipe +/+ memiliki frekeunsi kemunculan yang paling besar pada tiap populasi. Tingginya frekuensi genotip +/+ menunjukan bahwa kerbau lokal diduga berpotensi untuk menjadi ternak pedaging karena genotip ini berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bobot badan dan kualitas daging. Nilai heterozigositas total sebesar 21,5% dengan nilai terendah pada populasi Banten (9,3%) dan tertinggi pada populasi Semarang (56,2%). Nilai indeks fiksasi menyebar dan tidak bernilai nol yang berarti gen GH tidak terfiksasi tau masih terjadinya kawin acak. Saran Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan antara keragaman gen GH-MspI dengan sifat-sifat kuantitatif sehingga selanjutnya dapat dijadikan acuan untuk melakukan program seleksi dalam upaya memperoleh bibit unggul. 19

32 UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Mama dan Alm. Bapak tercinta yang telah memberikan kasih sayang, nasehat, bimbingan dan pengorbanan yang begitu besar, kedua adik tersayang, Aditya Prabowo dan Fahmi Ramadhan serta beserta seluruh keluarga lainnya yang telah membantu hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan. 2. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc dan Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan, perhatian, motivasi dan arahan bagi penulis dalam penelitian dan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Heni Nuraeni, MSi dan Ir. Lilis Khotijah, MS sebagai dosen penguji sidang yang telah banyak memberikan saran dalam penyelesaian tugas akhir ini. 4. Terima kasih Penulis ucapkan kepada teman-teman satu tim (Mira, Ires dan Wiwin), Grup Zoo (Pak Khoirul, Bu Bibah, Bu Ria, Kak Wildan, Kak Ogi, Mba Muli) dan Kak Eryk Andreas atas bimbingannya. 5. Sahabat-sahabat tercinta 3G (Asty, Tristy, Thata, Mpit dan Nenk) atas semua kebersamaan dan keceriaan selama berada Fakultas Peternakan, persahabatan yang telah terjalin semoga tak akan pernah terlupakan 6. Personil maupun alumni Alcatraz (Aan, Othel, Windy, Trimi, Mbo, Asty, Mamah, Baqi, Mpus, Vina, Yuni dan Putri) yang telah menjadi kelurga selama di IPB. 7. Seluruh teman-teman di IPTP 42 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 8. Kak Vamy yang telah memberikan semangat serta kasih sayangnya selama ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia peternakan Indonesia. Amin. Bogor, April 2009 Penulis 20

33 DAFTAR PUSTAKA Asoen, N. J. F Studi craniometrics dan pendugaan jarak genetik kerbau sungai, rawa dan silangannya di Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahri, S dan C. Thalib Strategi pengembangan pembibitan ternak kerbau. Prosiding. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Balai Pengkajian Teknologi Peternakan Dalam : Lendhanie, U. U Karakteristik reproduksi kerbau rawa dalam kondisi lingkungan peternakan rakyat. J. of Bioscientiae vol. 2 (1): Beauchemin, V. R., M. G. Thomas, D. E. Franked dan G. A. Silver Evaluation of DNA polymorphisms involving growth hormone relative to growth and carcass characteristics in Brahman steers. Genet. Mol. Res. 5: Bhattacharya Dalam : W.G.A. Williamson dan W. J. A. Payne (Editor). Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Burton, J. L., B. W. Mc Bride, E. Block dan D. R. Glimm A review bovine growth hormone. Can. J. Anim. Sci. 74 : Cowan, C. M., M. R. Dentine, R. L. Ax dan L. A. Schuler Restriction fragment length polymorphism associated with growth hormone and prolactin genes in Holstein bulls: evidence for a novel growth hormone allele. Anim. Genet Direktorat Jenderal Peternakan Statistik Peternakan CV Arena Seni, Jakarta. Diwyanto, K. dan H. Handiwirawan Strategi pengembangan ternak kerbau: aspek penjaringan dan distribusi. Prosiding. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Erdiansyah, E Studi keragaman fenotipe dan pendugaan jarak genetik antara kerbau lokal di Kabupaten Dompu NTB. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Etherton, T.D. dan D.E. Bauman Biology of somatotropin in growth and lactation of domestic animals. Physical Rev., 78: Fahimudin, M Domestic Water Buffalo. Oxford dan IBH Publishing Co., New Delhi. 21

34 Falconer, D. S. Dan T. F. C. Mackay Introduction to Quantitative Genetics. Fourth Ed. Longman Inc., New York. Funk, D Genetics technologies in the http// [ ]. Gunadi Antisense oligonukleotide : potensial terapi penyakit genetik akibat gangguan splicing. http// [ ]. Gordon, D. F., D. P. Quick, C. R. Ewin, J. E. Donelson dan R. A. Maurer Nucleotide sequence of the bovine growth hormone chromosomal gene. Mol. Cell. Endocrinol. 33:81 95 Hasinah, H. dan E. Handiwirawan Keragaman genetik ternak kerbau di Indonesia. Prosiding. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hayashi, K PCR-SSCP: A Simple and Sensitive Method for Detection of Mutations in the Genomic DNA. PCR Methods Appl. 1: Hediger, R, S. E. Johnson, W. Barendse, R. D. Drinkwater, S. S. Moore dan J. Hetzel Assignment of the growth hormone gene locus to 19q26-qter in cattle and to 11q25-qter in sheep by in situ hybridization. Genomics 8: Hilbert, P., A. Marcotte, A. Schwers, R. Hanset, G. Vassart dan M. Georgens Analysis of genetic variation in the Belgian Blue cattle breed using DNA sequence polymorphism at the growth hormone, low density lipoprotein receptor, a- subunit of glycoprotein hormones and thyroglobin loci. Anim. Genet Ibrahim, L Produksi susu, reproduksi dan manajemen kerbau perah di Sumatera Barat. J. Peternakan vol. 5 (1) : 1-9. Jakaria Keragaman genetik gen hormon pertumbuhan pada sapi Pesisir Sumatera Barat. Disertasi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Javanmard, A., N. Asadzadeh, M. H. Banabazi dan J. Tavakolian The allele and genotype frequencies of bovine pituitary specific transcription factor and leptin genes in Iranian cattle and buffalo populations using PCR-RFLP. Iranian journal of biotechnology vol. 39(2). Lingappa, V. R., T. A. Devillers dan G. Blobel Nascent prehormones are intermediates in the biosynthesis of authentic bovine pituitary growth hormone and prolactin. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 74:

35 Mitra, A., P. Schlee, C. R. Balakrishnan dan F. Pirchner Polymorphisms at growth hormone and prolactin loci in Indian cattle and buffalo. J. Anim. Breed. Genet. 112: Muladno Seputar Teknologi Rekayasa Genetik. Pustaka Wira Usaha Muda. Bogor. Nataraj, A. J., I. O. Glander, N. Kusukawa dan W. E. Highsmith Jr Single- Strand Conformation Polymorphism and Heteroduplex Analysis for Gel- Based Mutation Detection. Electrophoresis 20: Nei, M Molecular Evalutionery Genetics. Columbia University Press. New York. Nei, M and S. Kumar Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press, Inc., New York. Ohlsson, C., B. A. Bengtsson, O. G. P. Isaksson, T. T. Andreassen dan M. C. Slootweg Growth hormone and bone. Endocr. Rev. 19 : Orita, M., H. Iwahana, H. Kanazawa, K. Hayashi, dan T. Sekiya Detection of polymorphisms of human DNA by gel electrophoresis as single-strand conformation polymorphisms. Proc. Natl. Acad. Sci. 86: Paolella, P Introduction to Molecular Biology. Mc Graw Hill Companies, Inc., Boston, Massachusetts. Pierzchala, M., B. Tadeusz dan K. Jolanta Growth rate and carcass quality in relation to GH/MspI and GH/HaeII PCR-RFLP polymorhism in pigs. Animal Science Papers and Reports vol. 22(1): Praharani, L dan E. Triwulanningsih Karakterisasi bibit kerbau pada agroekosistem dataran tinggi. Prosiding. Seminar dan lokakarya nasional usaha ternak kerbau Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Primasari, A Identifikasi keragaman gen growth hormone-releasing hormone (GHRH) pada kerbau lokal (Bubalus bubalis) dengan metode PCR-RFLP. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Studi karakterisasi kerbau sungai, kerbau lumpur dan persilangannya di Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Badan penelitian dan pengembangan peternakan Departemen Pertanian, Bogor. [ ] Sumantri, C., A. Anggraeni, R. R. A. Maheswari, K. Dwiyanto, A. Farajallah, dan B. Brahmantiyo Frekuensi gen kappa-kasein (κ-kasein) pada sapi perah FH berdasarkan produksi susu di BPTU Baturaden. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner

36 Sumantri, C., A. Anggraeni, R. R. A. Maheswari, K. Dwiyanto, dan A. Farajallah Pengaruh genotipe kappa-kasein terhadap kualitas susu pada sapi perah FH di BPTU Baturaden. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Suryanto, D Melihat keanekaragaman organism melalui beberapa teknik genetika molekuler. Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. [ ] Thomas, M. G., G. A. Silver dan R. M. Enns Relationships of DNA polymorphisms in growth hormone (GH) to growth and carcass traits observed in a population of Brangus bulls with a larger number of sires. Int. Plant and Animal Genome XIV: P526 (Abstract). Unanian, M. M., C. C. Borreto, A. R. de Freitas dan C. M. T. Cordeiro. Association between GH gene polymorphism and weight traits in Nellore Novines. Rev. Bras zootec. 29 : Viljoen, G. J., L., H. Nel, dan J. R. Crowther Molecular Diagnostic PCR Handbook. Springer, Dordrecht, Netherland. Wallis, M The primary structure of bovine growth hormone; FEBS Lett. 35: Woychick, R. P., S. A. Camper, R. H. Lyons, S. Horowtts, E. C. Goodwin dan F. M. Rottman Cloning and nucleotide sequencing of the bovine growth hormone gene. Nucleic Acids Res. 10: Zhang, H. M., K. C. Maddock, D. R. Brown, S. K. Denise dan R. L. Ax A novel allele of the bovine somatotropin gene detected by PCR-RFLP analysis. J. Anim. Sci Zhou, G. L., H. G. Jin, S. L. Guo, Q. Zhu dan Y. H. Whu Association of Genetic Polymorphism in GH Gene with Milk Production Traits in Beijing Holstein Cows; J. Biosci. 30 :

37 LAMPIRAN 25

38 Lampiran 1. Modifikasi Metode Isolasi DNA Menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Geneaid) Sampel darah Sentrifugasi 3500 rpm, 10 menit Sel darah putih dipindahkan ke tabung 1,5 ml + Etoh absolut sampai 1 ml Masukkan ke freezer, 2 jam Sentrifugasi 7000 rpm, 10 menit Supernatan dibuang + TE sampai 500 μl Sentrifugasi 7000 rpm, 10 menit Supernatan dibuang + 1 x STE sampai 350 μl + 5 mg/ml proteinase K 10 μl Inkubasi 56 C, 1 jam + 10 % SDS 40 μl + Bufer GB 250 μl Inkubasi 70 C, 10 menit + Ethanol 250 μl Pindahkan ke GD Column Sentrifugasi rpm, 3 menit Cairan ditabung penampung dibuang + Bufer W1 400 μl Sentrifugasi rpm, 1 menit Cairan ditabung penampung dibuang + Bufer pencuci 600 μl Sentrifugasi rpm, 1 menit Cairan ditabung penampung dibuang Pindahkan GD Column ke tabung 1,5 ml + Bufer pengelusi 100 μl Sentrifugasi rpm, 1 menit Didapatkan cairan berisi DNA dalam tabung 1,5 ml 26

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP SKRIPSI ALMIRA PRIMASARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

berkualitas rendah, toleran terhadap parasit lokal dan menyatu dengan kehidupan sosial petani di pedesaan. Sumber tenaga kerja, daging,

berkualitas rendah, toleran terhadap parasit lokal dan menyatu dengan kehidupan sosial petani di pedesaan. Sumber tenaga kerja, daging, APLIKASI GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH, GHRH) SEBAGAI MARKA DALAM SELEKSI PENINGKATAN BOBOT POTONG DAN KUALITAS DAGING PADA KERBAU (Penelitian lanjutan Tahun III) Tim Peneliti: Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH MspI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG, BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH MspI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG, BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN HORMON PERTUMBUHAN (GH MspI) PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN DI BIB LEMBANG, BBIB SINGOSARI, DAN BET CIPELANG SKRIPSI DINY WIDYANINGRUM DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia. Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi memiliki peran utama dalam evolusi kebudayaan manusia dan penting dalam segi ekonomi. Semua ternak sapi saat ini diperkirakan telah di domestikasi dari Bos

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN

UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI LANGUANG KECAMATAN RAO UTARA KABUPATEN PASAMAN 1 SEMINAR MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS Nama : Yul Afni No. BP : 07161055 Jurusan : Produksi Ternak UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KERBAU LUMPUR BETINA PADA UMUR YANG BERBEDA DI NAGARI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP Identification of β-casein Gene Variability (CSN2) in Etawah Grade, Saanen and

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA SKRIPSI IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA Oleh: Astri Muliani 11081201226 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Rawa Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water bufallo berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat. (Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5% pada tegangan 85 V selama 6 jam. Standar DNA yang digunakan adalah ladder (Promega) Gel polyacrilmide dibuat dengan menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GH, GHRH, DAN PIT-1 PADA KERBAU DI PROVINSI BANTEN

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GH, GHRH, DAN PIT-1 PADA KERBAU DI PROVINSI BANTEN IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GH, GHRH, DAN PIT-1 PADA KERBAU DI PROVINSI BANTEN (Identification of GH, GHRH, and Pit-1 Genes Polymorphism in Buffalo at Banten Province) ROHMAT D 1, C. SUMANTRI 1 dan A. FARAJALLAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Penemuan-penemuan arkeologi di India menyatakan bahwa kerbau di domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang lalu. Hampir tidak ada bangsa kerbau

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Tinjauan Umum Kerbau Kerbau rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, terutama untuk daerah pedalaman pada agroekosistem rawa dengan kedalaman air 3 5 m

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE DNA MITOKONDRIA

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE DNA MITOKONDRIA ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) BERDASARKAN HAPLOTIPE DNA MITOKONDRIA (Analysis of Genetic Diversity of Local Buffaloes (Bubalus bubalis) Based on Mitochondrial DNA Haplotypes)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi TINJAUAN PUSTAKA Sapi Ternak sapi secara zoologi termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, sub filum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, genus Bos, dan spesies Bos taurus

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu terak asli, ternak yang telah beradaptasi dan ternak impor (Sarbaini,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci