Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause Menopause adalah salah satu bagian dari siklus alami kehidupan reproduktif perempuan. 1 Menopause merupakan berhentinya menstruasi, biasanya ditandai ketika seorang perempuan tidak lagi mengalami menstruasi selama 12 bulan berturut-turut, yaitu berakhirnya masa kesuburan akibat penurunan produksi dua hormon sex dari ovarium, yaitu esterogen dan progesteron. 1 Menopause adalah periode dimana siklus seksual berhenti dan hormon-hormon kelamin perempuan menghilang dengan cepat sampai hampir nol Tahapan Menopause Tahapan menopause dibagi menjadi 4, yaitu premenopause, perimenopause, menopause dan paskamenopause. Premenopause adalah masa sebelum menopause yang dapat ditandai dengan munculnya keluhan-keluhan klimakterium dan periode perdarahan uterus yang tidak teratur. Masa premenopause terjadi 4-5 tahun sebelum menopause, yang diawali dengan adanya keluhan berupa gangguan siklus menstruasi yang tidak teratur dan terkadang disela dengan jumlah darah menstruasi yang banyak. 3 Perdarahan yang terjadi disebabkan karena turunnya kadar esterogen, insufisiensi korpus luteum dan kegagalan proses ovulasi. 3 Setelah masa premenopause, seorang perempuan akan mengalami masa perimenopause. 3 Perimenopause adalah masa menjelang dan setelah menopause. Di beberapa literatur, masa perimenopause di sebut juga dengan klimakterium. 3,9 Masa klimakterium adalah periode transisi selama penurunan gradual dari efisiensi ovarium ketika ovulator berkurang regulasinya dan akhirnya berhenti, selama menopause, dan termasuk periode setelah menopause, ketika tubuh menyesuaikan perubahan endokrin dan perubahan lain yang terjadi. 1 Masa klimakterium ditandai dengan kegagalan fungsi ovarium dan mulai muncul pada Fakultas Kedokteran Gigi

2 5 usia sekitar tahun. 10 Beberapa keluhan sistemik yang muncul berkaitan dengan vasomotor seperti gejala panas, insomnia, berkeringat banyak, sakit kepala, serta juga terjadi gangguan mental, seperti depresi. 1,3,8 Masa menopause adalah haid terakhir yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi yang berlanjut dengan tidak adanya haid selama 12 bulan berturutturut, kemudian dilanjutkan dengan masa paskamenopause. 1,3 Paskamenopause adalah masa yang berlangsung 3-5 tahun setelah menopause. 2 Perubahan yang muncul pada masa ini antara lain atropi organ reproduksi, penurunan ketebalan dan keratinisasi kulit dan mukosa, perubahan pada tulang yang dapat mengarah ke osteoporosis, dan kondisi predisposisi seperti artherosclerosis, diabetes, dan hipotiroid. 1, Patofisiologi Menopause Esterogen, yang disekresi oleh ovarium, adalah hormon yang penting untuk perkembangan dan keberlangsungan dari karakteristik sekunder dan untuk pertumbuhan uterus. Progesteron, yang disekresi oleh corpus luteum dan plasenta, bertanggung jawab untuk membentuk dinding uterus pada bagian setengah akhir siklus menstruasi dan selama kehamilan. 11 Pada usia tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur, dan ovulasi tidak terjadi selama beberapa siklus. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus terhenti sama sekali. Penyebab menopause adalah matinya ovarium. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya beberapa folikel primordia yang masih tertinggal yang akan dirangsang oleh FSH (Follicle Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon). Produksi esterogen dari ovarium berkurang ketika jumlah folikel primordia menjadi nol. Esterogen adalah hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium. Esterogen di sekresi dalam jumlah besar oleh ovarium sebagai respon terhadap hormon kelenjar hipofisis anterior, yaitu FSH dan LH, dan dalam jumlah kecil oleh hormon korteks adrenal. 8 Ketika produksi esterogen menurun dibawah nilai kritis, esterogen tidak lagi dapat menghambat produksi dari FSH dan LH, juga tidak dapat merangsang aliran LH dan FSH ovulasi untuk menimbulkan siklus osilasi. FSH dan LH (khususnya Fakultas Kedokteran Gigi

3 6 FSH) diproduksi sesudahnya dalam jumlah besar dan kontinu. Esterogen diproduksi dalam jumlah dibawah nilai kritis untuk jangka waktu yang singkat sesudah menopause, tetapi setelah beberapa tahun, ketika folikel primordia yang tersisa menjadi atretik, produksi esterogen oleh ovarium turun menjadi hampir nol. 8 Kadar esterogen saat premenopause adalah pg/ml dan terus turun sampai pada masa paskamenopause pg/ml. Penurunan ini menimbulkan keluhan atau perubahan klinis. 6,8 Menstruasi muncul dalam beragam interval, dan penurunan aliran menstruasi disebabkan oleh sekresi estradiol (esterogen) yang tidak beraturan dan kurangnya sekresi progesteron saat fase luteal. Hilangnya hampir seluruh folikel membuat sekresi esrtradiol dari ovarium terhenti, dan estrone yang diproduksi theca cell dan adrenal androgens menjadi esterogen yang predominan. 12 Selama menopause terjadi, sensitivitas folikuler terhadap stimulasi gonadotropin berkurang dan level plasma FSH dan LH meningkat. Ketika menopause terjadi, hilangnya feedback negatif dari estradiol dan inhibin meningkatkan plasma gonadotropin 4-10 kali lipat dari karakteristik pada fase folikuler, dan level FSH melebihi level LH. Walaupun siklus sekresi gonadotropin masih terjadi, tetapi kesuburan/fertilitas sudah hilang. 12 Pada saat paskamenopause, seorang perempuan harus menyesuaikan kembali kehidupannya dari kehidupan yang mendapat rangsangan fisiologis dari esterogen dan produksi progesteron menjadi kehidupan yang kosong dari hormonhormon tersebut. 8 Hilangnya esterogen seringkali menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis yang besar pada fungsi tubuh, termasuk rasa panas yang ditandai dengan kemerahan di kulit, dyspnea, mudah letih, berkeringat banyak, sakit kepala, insomnia, dan gangguan pada emosional seperti gelisah, cemas, depresi dan rasa tidak berguna yang muncul di beberapa perempuan. 1, Pengaruh Menopause Terhadap Keadaan Intra Oral Baik progesterone maupun esterogen memiliki pengaruh terhadap jaringan periodonsium dan penyakit periodontal (gingivitis dan periodontitis). 13 Penurunan kadar esterogen pada perempuan akan menimbulkan berbagai keluhan fisik dan Fakultas Kedokteran Gigi

4 7 psikologis. 1,8 Keluhan fisik antara lain dapat berupa rasa tidak nyaman di dalam rongga mulut. Perubahan-perubahan pada rongga mulut dapat ditemukan pada gingiva, membran mukosa dan lidah, serta hilangnya tulang alveolar. 1 Pada gingiva, terjadi beberapa perubahan seiring proses penuaan, antara lain hilangnya keratinisasi, berkurangnya stippling, meningkatnya lebar dari attached gingiva, berkurangnya selularitas jaringan ikat, meningkatnya substansi interselular dan pengurangan konsumsi oksigen. Pada pasien menopause, keratinisasi berkurang, epitelnya atropi, dan elastisitas gingiva menghilang. 1,6,14 Perubahan gingiva terkait dengan menopause biasanya merepresentasikan respon berlebihan terhadap plak bakterial, dan menyebabkan gingivitis. 11,13 Kondisi yang disebut sebagai menopausal gingivostomatitis (Senile Athrophic Gingivitis) juga dapat terjadi, yang ditandai dengan perubahan gingiva menjadi kering, mudah berdarah dan warnanya bervariasi dari pucat sampai menjadi sangat eritema. 15 Menopausal gingivostomatitis umumnya terjadi selama menopause ataupun pada periode paskamenopause. 1,15 Pasien dengan menopausal gingivostomatitis juga mengeluhkan adanya rasa kering pada mulut, sensasi terbakar pada kavitas oral terkait dengan sensasi ekstrim terhadap perubahan termal, sensasi rasa yang abnormal serta kesulitan dalam penggunaan GTSL (Gigi Tiruan Sebagian Lepasan). 1,15 Jumlah cairan gingiva meningkat seiring bertambah parahnya inflamasi. Hormon progesterone dan esterogen meningkatkan permeabilitas dari pembuluh di gingiva dan aliran dari cairan gingiva. 11,13,16 Cairan gingiva (gingival crevicular fluid) merupakan eksudat inflamasi yang normalnya muncul secara klinis pada sulkus gingiva. 15 Penelitian Vittek menyatakan bahwa gingiva manusia memiliki protein reseptor untuk esterogen. Esterogen dapat mempengaruhi proliferasi selular dan proses keratinisasi pada epitel yang sensitif. Progesterone mempengaruhi dilatasi dan peningkatan permeabilitas mikrovaskular gingiva, serta peningkatan kerentanan terhadap luka dan eksudasi. 11,13 Gejala dari gingivitis akibat pengaruh hormon termasuk akumulasi plak pada gigi, adanya inflamasi pada gingiva, gingival yang memerah, dan adanya perdarahan pada gingival. Perubahan ini bervariasi tergantung respon imun Fakultas Kedokteran Gigi

5 8 masing-masing individual terhadap berbagai iritan di dalam mulut (contohnya plak gigi). 13 Pada membran mukosa dan lidah dapat terjadi beberapa perubahan, seperti kekeringan (dryness) disertai dengan sensasi terbakar (burn sensation), perubahan komposisi saliva, gangguan pada kelenjar liur, yang dapat menyebabkan xerostomia dan menurunkan aliran saliva, epitel menjadi tipis dan atropi dengan pengurangan keratinisasi, dan toleransi terhadap protesa bisa berkurang, gangguan persepsi rasa kebiasaan makan dan diet yang tidak mencukupi dapat menyebabkan perubahan pada jaringan mukosa, dimana gejala ini biasanya terkait dengan defisiensi vitamin, terutama vitamin B. 1,7,15 Defisiensi nutrisi yang terjadi dapat meningkatkan kerentanan jaringan periodontak terhadap terjadinya penyakit periodontal akibat faktor lokal seperti plak dan akumulasi kalkulus. Tekstur diet yang lunak juga dapat meningkatkan akumulasi plak dan pembentukan kalkulus. 15 Mulut kering (xerostomia) biasa terjadi pada wanita menopause sehingga terjadi penurunan aliran saliva atau adanya perubahan konsistensi saliva. Berkurangnya aliran saliva menyebabkan produk bakteri akan mudah menempel pada permukaan plak sehingga dapat meningkatkan frekuensi terjadinya karies. 11,17 Pada perempuan paskamenopause juga dapat terjadi hilangnya tulang alveolar akibat dari osteoporosis sistemik, resorpsi alveolar ridge, dan dapat terjadi kehilangan gigi. Tulang akan mengalami osteoporosis seiring dengan penuaan. Kepadatan tulang menjadi berkurang, jumlah trabekula berkurang, tulang kortikal menipis, vaskularisasi berkurang, dan kecenderungan fraktur meningkat. 1,14 Pada orang tua, apalagi yang yang berusia lanjut seperti pada perempuan paskamenopause (usia tahun) 5,18,19 dapat mengalami kesulitan dalam menjalankan prosedur kebersihan mulut yang maksimal. Hal ini disebabkan karena adanya kondisi fisik dan psikologis yang sudah mengalami kemunduran, adanya medikasi yang sedang dijalani, serta terjadinya keterbatasan mobilitas dan kecekatan. 20 Fakultas Kedokteran Gigi

6 Gingiva Normal Anatomi Gingiva Gambar 2.1 Anatomi normal gingiva Sumber: Carranza s Clinical Periodontologi 9th edition. Philladelphia: W.B. Saunders Company. 2003:17. Gingiva merupakan bagian dari mukosa mulut yang melapisi prosesus alveolaris dari rahang dan mengelilingi servikal gigi. Gingiva secara anatomis dibagi menjadi gingiva margin, sulkus gingiva, attached gingiva, dan interdental gingiva. 21 Gingiva margin (free gingiva) merupakan batas tepi dari gingiva bebas yang berada di sekeliling gigi di bagian servikal (collar-like fashon), atau biasa juga disebut dengan unattached gingiva (gingiva yang tidak melekat). Lebar gingiva margin ± 1 mm dan dapat dipisahkan dari permukaan gigi dengan prob periodontal. 21 Sulkus gingiva adalah ruangan dangkal di sekeliling gigi yang dibatasi oleh permukaan gigi pada satu sisi dan batas epitel dari marginal gingiva di sisi lainnya, dan berbentuk V. Penentuan klinis dari kedalaman probing pada sulkus gingiva merupakan parameter diagnosis yang penting. Kedalaman probing dari sulkus gingiva yang normal adalah 2-3 mm. 21 Attached gingiva (gingiva yang melekat pada permukaan gigi dibawah garis servikal) merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Karakteristiknya firm dan Fakultas Kedokteran Gigi

7 10 resilient, serta terikat erat ke periosteum di bawahnya terhadap tulang alveolar. Aspek fasialnya relatif longgar dan merupakan mukosa alveolar yang bersifat movable. Lebar attached gingiva juga merupakan parameter klinis yang penting, yaitu jarak antara mucogingival junction ke proyeksi permukaan eksternal dari dasar sulkus gingiva/poket periodontal. Lebar dari attached gingiva bertambah seiring dengan penuaan. 21 Interdental gingiva mencakup gingival embrasure, yaitu ruang interproksimal dibawah area kontak gigi, dapat berbentuk piramidal/ col shape. Pada salah satu bagian papila, ujungnya berada diantara titik kontak; bagian lainnya berbentuk depresi (cekungan) seperti lembah yang menghubungkan papila fasial dan lingual, dan menyesuaikan diri dengan bentuk kontal interproximal. Bentuk gingival pada ruang interdental bergantung pada titik kontak diantara 2 gigi yang berdekatan dan ada/ tidak adanya resesi. Batas tepi dan ujung dari papila interdental di bentuk oleh marginal gingival Karakteristik Gingiva Normal Pada gingival normal, warna dari gingival cekat dan marginal gingival dideskripsikan sebagai coral pink. Hal ini terjadi karena suplai vaskularisasi, ketebalan dan derajat keratinisasi epitel serta ada atau tidaknya sel berpigmen. Sel berpigmen seperti melanin, non-hemoglobin yang memberikan warna coklat bertanggung jawab pada pigmentasi normal kulit, gingival, dan membrane oral mukosa. Ukuran gingival berhubungan dengan jumlah elemen- elemen seluler dan interseluler serta suplai vascular. Jika terjadi perubahan ukuran pada gingiva, maka hal tersebut merupakan tanda umum penyakit gingival. 21 Kontur/ bentuk gingival bervariasi dan bergantung pada bentuk gigi dan susunannya dalam lengkung rahang, lokasi dan ukuran dari area kontak proksimal, serta dimensi fasial dan lingual dari gingival embrasure. Bentuk interdental gingival ditentukan oleh kontur permukaan proksimal gigi dan lokasi serta bentuk gingival embrasure. Konsistensi gingiva padat dan kenyal, kecuali pada free margin, dan terikat dengan erat pada tulang di bawahnya. Gingiva cekat Fakultas Kedokteran Gigi

8 11 tekstur permukaannya stippled, dimana stippling merupakan bentuk spesialisasi atau penguatan (reinforcement) adaptif terhadap fungsi gingiva. 21 Tekstur permukaan dari gingiva juga berkaitan dengan kehadiran dan derajat keratinisasi epitel. Keratinisasi merupakan adaptasi protektif dari fungsi gingiva dan meningkat ketika gingiva distimulasi dengan penyikatan gigi. Kontur dari gingiva beragam dan bergantung dari bentuk gigi dan susunannya pada lengkung, lokasi dan ukuran dari area kontak proksimal, serta dimensi facial dan lingual dari gingival embrasure. Ukuran dari gingiva sama dengan jumlah total elemen selular dan intraselular yang dimiliki serta suplai vaskularnya Gingivitis Gingivitis dapat didefinisikan sebagai adanya peradangan pada jaringan gingiva yang mengelilingi gigi, tanpa adanya kehilangan tulang secara radiografis. 13 Peradangan atau inflamasi ditandai dengan adanya tumor (pembengkakan); kalor (perubahan suhu menjadi meningkat/panas); rubor (rasa sakit); dan dolor (kemerahan). 22 Perubahan patologi pada gingivitis terkait dengan kehadiran mikroorganisme pada sulkus gingiva. Organisme ini memiliki kemampuan untuk mensistesa produk-produk (seperti kolagenase, hyalurodinase, protease, dsb.) yang menyebabkan kerusakan pada sel epitel dan jaringan ikat. 22 Keradangan gingiva hampir selalu dihubungkan dengan adanya akumulasi plak yang terdapat pada/dekat marginal gingiva, ataupun kalkulus, plak yang telah termineralisasi. 23 Keradangan gingiva biasanya disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk. 24 Kebersihan mulut adalah prosedur untuk menjaga kesehatan rongga mulut, antara lain dengan menyikat gigi dan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi. 25 Keradangan gingiva dapat diatasi dengan membersihkan plak gigi secara efektif dengan menjaga kesehatan mulut. Kesehatan gingiva dapat dipertahankan dengan pemeliharaan kebersihan mulut secara efektif dan skeling. 26 Fakultas Kedokteran Gigi

9 Etiologi Gingivitis Gingivitis yang terjadi terkait dengan formasi plak gigi merupakan bentuk penyakit gingiva yang paling umum terjadi. Plak yang menginduksi terjadinya penyakit gingiva adalah hasil interaksi dari mikroorganisme yang ditemukan di biofilm plak gigi dan jaringan, dan sel inflamasi host. Interaksi plak-host ini dapat dipengaruhi oleh efek faktor lokal, faktor sistemik ataupun keduanya; medikasi; dan malnutrisi yang dapat mempengaruhi keparahan dan durasi respon yang terjadi Plak Gigi Plak gigi merupakan deposit lunak yang membentuk biofilm, menempel ke permukaan gigi atau permukaan keras lainnya pada kavitas oral, area supragingiva terutama sepertiga gingiva dan subgingiva terutama pada permukaan yang kasar, berlubang atau tepi restorasi yang overhanging. Plak gigi berwarna putih keabuabuan, kuning dan memiliki penampakan globular. 17 Menurut posisinya pada permukaan gigi, plak diklasifikasikan menjadi plak supragingiva dan plak subgingiva. Plak supragingiva berada pada atau di atas bagian yang berbatasan dengan tepi gingival. Plak supragingiva yang langsung berkontak pada tepi gingival disebut sebagai plak margin. Plak subgingiva berada di bawah tepi gingiva, diantara gigi dengan jaringan sulkus gingiva. 17 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi plak dan ph plak, yaitu: bakteri (Streptococcus mutans), area kontak retensi plak misalnya restorasi yang overhanging dan over-contour, ketebalan plak, buffer saliva, aliran saliva, fluoride, dan frekuensi mengkonsumsi karbohidrat. 20 Beberapa faktor diketahui juga dapat mempengaruhi akumulasi plak, antara lain: gigi berjejal, permukaan yang kasar, area yang sulit dibersihkan, gigi berada diluar oklusi, serta multiplikasi bakteri. 17 Plak gigi ini terlihat pada permukaan gigi setelah 1-2 hari tidak melakukan pembersihan pada mulut. Pergerakan jaringan dan pergeseran materi makanan pada permukaan gigi pada saat mengunyah mengakibatkan pembuangan plak Fakultas Kedokteran Gigi

10 13 secara mekanik pada dua pertiga bagian koronal gigi, sehingga plak secara spesifik terlihat pada sepertiga bagian gingiva. 17 Lokasi dan kecepatan pembentukan plak berbeda-beda pada setiap individu, tergantung dari kebersihan mulut, makanan yang dikonsumsi, faktor-faktor yang berasal dari tubuh inang, seperti komposisi dan aliran saliva. Pembentukan plak terjadi melalui tiga fase, yaitu pembentukan pelikel gigi, kolonisasi awal bakteri pada permukaan gigi, kolonisasi sekunder dan maturasi plak. 17 Permukaan di dalam mulut ditutupi oleh glikoprotein saliva. Terjadi pertukaran hidroksiapatit dengan glikoprotein saliva, diikuti dengan penguncian (interlocking) antara kristal-kristal anorganik dan masuk ke tubulus dentin sehingga terbentuklah pelikel. Pelikel mengandung substrat yang merupakan tempat bakteria di sekitarnya dapat melekat. Pelikel dengan substratnya pada permukaan benda keras yang tidak terlindung, menyebabkan bakteri secara progresif terakumulasi dan membentuk plak. 17,28 Hanya dalam beberapa jam, bakteri dapat ditemukan melekat pada pelikel. Bakteri-bakteri ini melekat ke pelikel memalui adesin, yaitu molekul spesifik yang ada pada permukaan sel bakteri. Adesin ini akan berinteraksi dengan reseptor dalam pelikel gigi membuat massa plak menjadi matang, sehingga terjadilah transisi dari lingkungan awal aerobik (dimana banyak ditemukan spesies fakultatif gram positif) ke lingkungan anaerobik (dimana banyak ditemukan spesies anaerob gram negatif). 17 Kolonisasi sekunder terbentuk dari bakteri yang pada awal kolonisasi tidak menempati permukaan gigi yang bersih. Bakteri-bakteri ini termasuk Prevotella intermadia, Prevotella loescheii, Capnocytophaga spp., Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis. Mikroorganisme ini melekat pada bakteri yang telah melekat pada massa plak (koagregasi). Pada fase ini juga terjadi proses maturasi plak bakteri secara bersamaan Kalkulus Gigi Interaksi plak-host untuk menginduksi terjadinya penyakit gingiva dipengaruhi oleh faktor lokal. Salah satu faktor lokal yang berkontribusi terhadap Fakultas Kedokteran Gigi

11 14 gingivitis adalah pembentukan kalkulus. Faktor ini berkontribusi karena kalkulus mampu mempertahankan mikroorganisme pada plak dan menghambat pembersihan dari teknik kontrol plak yang dilakukan sendiri oleh pasien. 27 Menurut Carranza 29, kalkulus gigi merupakan plak gigi yang telah termineralisasi yang menutupi permukaan gigi asli dan gigi tiruan. Hampir sama dengan Carranza, Wilkins 1 juga mendefinisikan kalkulus gigi sebagai deposit keras hasil mineralisasi plak gigi yang terbentuk pada mahkota klinis gigi asli atau gigi tiruan atau pada protesa gigi lainnya Klasifikasi Kalkulus Gigi Kalkulus gigi, berdasarkan lokasi perlekatannya pada gigi serta jaraknya dari tepi gingiva (free gingival margin), terbagi menjadi dua, yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva. 1,30,31 Kalkulus supragingiva terletak pada bagian korona dari tepi gingiva sehingga dapat terlihat mata. 29 Kalkulus supragingiva ini biasanya berwarna putih atau putih kekuningan, konsistensi keras seperti tanah liat namun mudah dilepaskan dari permukaan gigi. 29 Kalkulus supragingiva biasanya cepat terbentuk lagi setelah dilakukan pembersihan. 29 Kalkulus supragingiva dapat ditemukan di permukaan bukal gigi molar rahang atas dan di permukaan lingual gigi anterior rahang bawah, mahkota dari gigi yang berada diluar lengkung oklusi, di gigi yang tidak digunakan (nonfunctioning teeth), atau di gigi yang tidak terkena sikat waktu menyikat gigi. 1,29 Kalkulus subgingiva terletak lebih ke apikal dari tepi gingiva, meluas ke arah dasar sulkus gingiva atau ke dasar poket periodontal dan bila poket semakin dalam akibat penyakit periodontal, maka kalkulus akan terbentuk pada permukaan akar yang terekspos. 1 Kalkulus subgingiva terletak dibawah puncak marginal gingiva sehingga tidak akan terlihat pada pemeriksaan klinis. 29 Konsistensi kalkulus subgingiva lebih keras dan lebih padat serta lebih melekat erat ke permukaan gigi dibandingkan dengan kalkulus supragingiva. 29 Kalkulus subgingiva biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauan. 29 Kalkulus subgingiva dibentuk oleh mineralisasi plak subgingiva, eksudat inflamasi, dan Fakultas Kedokteran Gigi

12 15 cairan gingiva (gingival crevicular fluid) sebagai sumber mineral utama pembentukan. 1, Mekanisme Pembentukan Kalkulus Kalkulus adalah dental plak yang telah mengalami mineralisasi. 29 Pembentukan kalkulus terjadi dalam tiga tahap, yaitu pembentukan pelikel, maturasi plak, dan mineralisasi plak menjadi kalkulus. 1 Plak yang lunak akan menjadi keras akibat presipitasi garam mineral, 1-14 hari setelah pembentukan plak. 29 Tidak semua plak akan mengalami kalsifikasi. Plak pada awalnya mengandung sejumlah kecil material anorganik yang akan bertambah seiring dengan perkembangan plak menjadi kalkulus. Mikroorganisme tidak selalu berperan penting dalam pembentukan kalkulus karena kalkulus juga bisa terbentuk pada gigi yang tidak memiliki plak berisi bakteri. 1,29 Kalsifikasi dimulai dari pengikatan ion kalsium ke komplek karbohidratprotein pada matriks organik dan presipitasi kristal garam kalsium fosfat. Mineralisasi terdiri dari pembentukan kristal hidroksiapatit, octocalcium phosphate, whitlockite, dan brushite, masing-masing dengan pola perkembangannya khasnya. Kalsifikasi dimulai sepanjang permukaan bagian dalam plak supragingiva dan pada plak subgingiva yang berbatasan pada gigi. Dalam jam, kalsifikasi dari pusat-pusat yang terpisah akan membesar dan menyatu, membentuk deposit padat dari kalkulus. Kalkulus terdiri dari lapisanlapisan yang dipisahkan oleh kutikula tipis yang akan menyatu selama proses kalsifikasi. 29 Saliva merupakan sumber terjadinya mineralisasi bagi kalkulus supragingiva, sedangkan serum transudat yang disebut gingival crevicular fluid merupakan sumber mineral bagi kalkulus subgingiva. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan kalkulus dari tahap plak lunak menjadi termineralisasi sekitar 10 hari hingga 20 hari, dengan waktu rata-rata 12 hari 1, sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai jumlah maksimum pembentukan kalkulus adalah 10 minggu hingga 6 bulan. 29 Fakultas Kedokteran Gigi

13 16 Waktu yang diperlukan untuk mengawali kalsifikasi dan jumlah dari akumulasi kalkulus berbeda-beda pada setiap orang tergantung kecenderungan individu dalam membentuk kalkulus, derajat kekasaran permukaan gigi, dan kebiasaan tiap orang dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. 1 Berdasarkan perbedaan tersebut, tiap orang mungkin akan diklasifikasikan sebagai heavy, moderate, atau slight calculus, atau bahkan non-calculus formers Klasifikasi Gingivitis Berdasarkan durasi dan keparahannya, gingivitis dibagi menjadi gingivitis akut, gingivitis rekuren, dan gingivitis kronis. Gingivitis akut muncul tiba-tiba, durasinya pendek, serta disertai rasa sakit. Gingivitis Rekuren adalah gingivitis yang muncul kembali setelah disembuhkan melalui perawatan atau hilang secara spontan. Gingivitis kronis muncul perlahan, durasinya panjang, dan tanpa disertai rasa sakit, kecuali jika terjadi komplikasi eksaserbasi akut. 32 Berdasarkan distribusinya, gingivitis dibagi menjadi localized marginal gingivitis dimana distribusinya terbatas pada satu area atau lebih pada marginal gingiva, localized diffuse gingivitis dimana perluasan distribusinya terbatas dari marginal gingiva ke mucobuccal fold, localized papillary gingivitis dimana distribusinya terbatas pada satu area atau lebih dari interdental gingiva, generalized marginal gingivitis dimana distribusinya melibatkan marginal gingiva pada semua gigi yang berhubungan, serta generalized diffuse gingivitis dimana distribusinya melibatkan seluruh gingiva Patogenesis Gingivitis Secara klinis, penyakit periodontal dimulai dengan adanya peradangan jaringan gingiva di sekitar leher gigi dan warnanya menjadi lebih merah daripada jaringan gingiva sehat. Peradangan jaringan gingiva (gingivitis) ditandai juga dengan adanya perdarahan spontan atau perdarahan yang sering saat menyikat gigi. Gingivitis jika tidak dirawat akan menimbulkan kerusakan jaringan perio yang lebih dalam. Proses terjadinya gingivitis dibagi menjadi 4 tahap yaitu tahap Fakultas Kedokteran Gigi

14 17 1 (lesi inisiasi), tahap II (lesi awal), tahap III (lesi terbentuk), dan tahap IV (lesi advanced/meluas). 32 Manifestasi awal dari adanya inflamasi gingiva adalah perubahan vaskular yang terdiri dari dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan inflamasi awal ini terjadi sebagai respon dari aktivasi leukosit terhadap mikrobial dan stimulasi sel endotel. Secara klinis, respon awal gingiva terhadap plak bakterial (gingivitis subklinis) tidak terlihat. Lesi initial ini terjadi 2-4 hari setelah stimulus mikrobial. Perubahan ini terjadi pada gingivitis tahap I. 32 Seiring berjalannya waktu, gambaran klinis berupa eritema mulai muncul sebagai akibat dari proliferasi vaskular, serta terjadi perdarahan saat probing. Lesi awal ini terjadi 4-7 hari setelah stimulus mikrobial. Pada gingivitis tahap III, pembuluh darah menjadi engorged dan congested, tidak terjadi arus balik dari pembuluh vena, dan aliran darah menjadi terhambat, sehingga mengakibatkan gingival anoxemia yang terlihat seperti warna kebiruan pada gingiva yang memerah. Lesi ini terbentuk pada hari ke setelah stimulus mikrobial. Pada tahap lesi advanced, lesi telah meluas hingga ke tulang alveolar dan mengarah ke kerusakan periodontal Gambaran klinis gingivitis Dalam mengevaluasi tanda-tanda klinis gingivitis, kita harus sistematis, dimulai dari warna, kontur, konsistensi, posisi, derajat keparahan perdarahan dan rasa sakit. Gejala awal dari inflamasi gingiva yang mengarah ke terjadinya gingivitis adalah peningkatan produksi gingival crevicular fluid dan perdarahan pada sulkus gingiva dengan probing perlahan. Perdarahan gingival bervariasi keparahannya, durasi, dan kecepatanya untuk berhenti. Perdarahan pada probing terjadi lebih awal dibanding perubahan warna dan tanda-tanda visual yang lain pada inflamasi. Melihat perdarahan dibanding perubahan warna untuk mendiagnosa inflamasi gingiva tahap awal lebih berguna dibanding melihat tandatanda objektif yang lain, tetapi bukan berarti tanda-tanda klinis lainnya diabaikan. 32 Indikator klinis terbaik untuk mengetahui adanya inflamasi gingiva adalah adanya perdarahan saat probing. 33 Fakultas Kedokteran Gigi

15 18 Karakteristik dari keradangan gingiva atau gingivitis adalah adanya perubahan warna dari merah muda (coral pink) menjadi merah, dan lama kelamaan bisa menjadi merah kebiruan, adanya perubahan bentuk gingiva dari yang awalnya bentuk tipis dengan batas tajam menjadi edema dan bengkak pada papila interdental, perubahan pada posisi gingiva dengan pembengkakan tepi gingiva yang mendekati/terletak pada tonjolan mahkota, perubahan tekstur permukaan menjadi mengkilat, kehilangan bentuk gingiva yang bergelombang, kehilangan interdental groove dan free marginal groove, serta terjadi perdarahan pada tekanan ringan sampai spontan, atau timbulnya eksudat supuratif melalui orifis gingiva. 27 Fakultas Kedokteran Gigi

16 Kerangka Teori Perempuan paskamenopause Perubahan Hormonal Perubahan Psikososial Perubahan Fungsional Penurunan progesteron dan esterogen Penurunan GCF Penurunan resistensi terhadap bakteri Depresi Gangguan emosional Stress Penurunan sel-sel sekretori saliva Perubahan kualitas & kuantitas saliva Penurunan Salivary flow rate & ph, serta buffer saliva Penyakit sistemik dan obatobatan Diet Penurunan vasomotor Penurunan fungsi pengunyahan Protesa Penurunan fungsi kognitif Kebersihan Mulut Frekuensi menyikat gigi Kunjungan ke dokter gigi Xerostomia PLAK Kalkulus Karies, antara lain karies servikal Keradangan penyakit periodontal Gingivitis Periodontitis Gambar 2.2. Skema Kerangka Teori Fakultas Kedokteran Gigi

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 28 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2008. Pengambilan data dilakukan di Perumahan Bekasi Jaya Indah wilayah Bekasi dengan subjek penelitian adalah perempuan paskamenopause.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar yang berfungsi melindungi jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause 2.1.1. Definisi Menopause Kata menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti bulan dan penghentian sementara. Berdasarkan definisinya, kata menopause berarti masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause Tubuh manusia akan mengalami proses penuaan dengan berbagai macam perubahan yang sifatnya fisiologik baik dalam tingkatan organ, selular maupun molekular sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Peridontal Periodonsium secara harfiah artinya adalah di sekeliling gigi. Periodonsium terdiri dari jaringan-jaringan yang mengelilingi gigi yaitu: 14 1. Gingiva Gingiva

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain perubahan kadar hormon seksual yang terjadi pada saat pubertas, kehamilan, menstruasi dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi ECC dan SECC Early childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (SECC) telah digunakan selama hampir 10 tahun untuk menggambarkan status karies pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara anatomis sistem pencernaan manusia dimulai dari rongga mulut. Di dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan saliva

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan dilalui oleh seorang wanita. Menopause merupakan fase terakhir pendarahan haid seorang wanita. Fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin majunya Ilmu Kedokteran menyebabkan penyakit infeksi sudah mulai berkurang sehingga lebih banyak orang yang mengalami penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Penyakit Periodontal Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan pendukung gigi (periodontium). 9 Penyakit periodontal dapat hanya mengenai gingiva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu mencapai 96,58% (Tampubolon, 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) masalah gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu  , BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik/mikroba yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari 300 spesies dapat diidentifikasi dalam rongga mulut. Spesies yang mampu berkoloni dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis penyakit, baik lokal seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada saat ini semakin meningkat. Ortodonsi adalah cabang ilmu kedokteran gigi

BAB I PENDAHULUAN. pada saat ini semakin meningkat. Ortodonsi adalah cabang ilmu kedokteran gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring kemajuan zaman, kebutuhan dan minat akan perawatan ortodonsi pada saat ini semakin meningkat. Ortodonsi adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 21 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif analatik dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional study). Penelitian potong lintang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pentingnya Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pentingnya Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti. Fixed orthodontic merupakan perawatan yang membutuhkan waktu yang cukup lama oleh karena itu setiap pasien yang menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut adalah pintu gerbang sistem pencernaan manusia yang berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Di dalamnya terdapat fungsi perlindungan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Alveolar Prosesus alveolaris merupakan bagian dari tulang rahang yang menopang gigi geligi. Tulang dari prosesus alveolaris ini tidak berbeda dengan tulang pada bagian

Lebih terperinci

FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL BAHAN AJAR FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL (Periodonsia I) Disusun oleh: drg. H. Ahmad Syaify, Sp. Peno FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2004 TINJAUAN MATA KULIAH 1. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit kronis yang sering terjadi pada anak-anak. Rasa sakit pada karies yang tidak dirawat akan mempengaruhi kehadiran di sekolah, makan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut yang sehat berarti memiliki gigi yang baik dan merupakan bagian integral dari kesehatan umum yang penting untuk kesejahteraan. Kesehatan mulut yang buruk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Ortodonti Piranti ortodonti cekat adalah salah satu alat yang digunakan di kedokteran gigi untuk perawatan gigi yang tidak beraturan. Biasanya melibatkan penggunaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, anaerob dan mikroaerofilik yang berkolonisasi di area subgingiva. Jaringan periodontal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi jaringan periodontal yang tidak sehat sebesar 95,21% atau

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi jaringan periodontal yang tidak sehat sebesar 95,21% atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada umat manusia yang meluas ke seluruh dunia. 1 Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana tiap trimester berlangsung hampir 3 bulan lamanya. Trimester 1

BAB I PENDAHULUAN. dimana tiap trimester berlangsung hampir 3 bulan lamanya. Trimester 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan salah satu fase terpenting bagi wanita. Ratarata, kehamilan normal akan berlangsung selama 40 minggu atau kurang lebih 275 hari. Waktu kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan asupan nutrisi atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak 2.1.1 Defenisi Plak Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan estetik (Fernatubun dkk., 2015).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang berkembang dari interaksi antara sel epitel rongga mulut dan sel bawah mesenkim. Setiap gigi berbeda secara anatomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memikirkannya sehingga dapat memahaminya. Hal ini tersirat dalam Q.S.An-

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memikirkannya sehingga dapat memahaminya. Hal ini tersirat dalam Q.S.An- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT mengajari manusia apa yang sebelumnya tidak diketahui. Allah SWT mengkaruniakan akal untuk memahami dan membedakan antara yang baik dan buruk, serta hati untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early childhood caries merupakan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). 26 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai dengan 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI). Jumlah Orang Dengan Lupus ( Odapus) yang berkunjung ke YLI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fixed orthodontic atau disebut juga dengan pesawat cekat ortodonti

BAB 1 PENDAHULUAN. Fixed orthodontic atau disebut juga dengan pesawat cekat ortodonti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fixed orthodontic atau disebut juga dengan pesawat cekat ortodonti merupakan alat ortodonti yang dicekatkan langsung pada gigi. Komponen fixed orthodontic terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Indikator yang paling penting dalam kesehatan gigi dan mulut adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan gigi geligi. Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) JUDUL MATA KULIAH : Periodonsia I NOMOR KODE/ SKS : PE 142/ 2 SKS GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar) A. DESKRIPSI SINGKAT : Mata Kuliah ini membahas mengenai pengenalan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial dengan interaksi antara tiga faktor, yaitu gigi, mikroflora, dan diet. Bakteri akan menumpuk di lokasi gigi kemudian membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan. Hal ini terlihat dari hasil Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa (adult periodontitis) atau periodontitis dewasa kronis (chronic adult periodontitis), adalah

Lebih terperinci

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916 OHI (Oral Hygiene Index) OHI merupakan gabungan dari indeks debris dan indeks kalkulus, masing-masing didasarkan pada 12 angka pemeriksaan skor debris

Lebih terperinci

TUGAS PERIODONSIA 1. Nama : Rahayu Sukma Dewi NIM :

TUGAS PERIODONSIA 1. Nama : Rahayu Sukma Dewi NIM : TUGAS PERIODONSIA 1 Nama : Rahayu Sukma Dewi NIM : 021311133072 1. Derajat Kegoyangan Gigi (Indeks kegoyangan gigi) Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi destruktif pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan kerusakan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep penggunaan bahan kimia untuk perawatan dalam rongga mulut telah diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre Fauchard

Lebih terperinci

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI

MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI MEKANISME ERUPSI DAN RESORPSI GIGI 1. Mekanisme sel-sel dalam erupsi gigi desidui Erupsi gigi desidui dimulai setelah mahkota terbentuk. Arah erupsi adalah vertikal. Secara klinis ditandai dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan dan tidak bisa saling dipisahkan. Masalah yang timbul pada kesehatan gigi dan mulut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan alat ortodontik merupakan salah satu perawatan dari kesehatan gigi dan mulut. Perawatan ortodontik merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat,

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis merupakan suatu penyakit berupa kelainan pada gingiva yang dapat menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan, eksudat, perubahan kontur normal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara selalu menjaga kebersihan gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara selalu menjaga kebersihan gigi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. 1 Gigi dan mulut dikatakan sehat apabila memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. percaya diri. Salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. percaya diri. Salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut penting bagi kesehatan tubuh secara umum dan sangat mempengaruhi kualitas kehidupan, termasuk fungsi berbicara, mastikasi dan juga rasa percaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Bunga Rosella Rosella (Hibiscus sabdariffa) memiliki lebih dari 300 spesies yang tersebar didaerah tropis dan no tropis. Pohon Rosella mulai dikenal di Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Gigi 2.1.1 Definisi Plak Gigi Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral Higiene Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida hard setting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik. Kesehatan ibu harus benar-benar dijaga agar janin yang dikandungnya sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik. Kesehatan ibu harus benar-benar dijaga agar janin yang dikandungnya sehat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang selayaknya dipersiapkan dengan baik. Kesehatan ibu harus benar-benar dijaga agar janin yang dikandungnya sehat dan tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB 11 KURETASE GINGIVAL

BAB 11 KURETASE GINGIVAL 161 Kuretase gingival BAB 11 KURETASE GINGIVAL Pada uraian berikut akan dibahas tiga tehnik bedah yang termasuk kategori kuretase, yaitu: kuretase gingival (gingival curettage), kuretase subgingival (subgingival

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang terpusat untuk membimbing, mengawasi dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan bisa menyebabkan hilangnya gigi. Faktor-faktor yang memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi sering digunakan sebagai informasi diagnostik tambahan yang dikumpulkan melalui pemeriksaan jaringan lunak. Radiografi yang pada umumnya

Lebih terperinci