Pengukuran Emotional Recognition dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengukuran Emotional Recognition dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya"

Transkripsi

1 Pengukuran Emotional Recognition dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya P. Tommy Y. S. Suyasa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Emotion recognition adalah salah satu komponen utama dari kecerdasan/kompetensi emosional (Bänziger, Grandjean, & Scherer (2009). Dalam kecerdasan/kompetensi emosional, emotion recognition diidentikkan dengan fungsi persepsi. Fungsi ini berkaitan dengan kemampuan mengenali dan menginterpretasi emosi orang lain secara akurat di dalam pergaulan sehari-hari. Fernández-Dols, Carrera, Barchard, dan Gacitua (2008) menyatakan bahwa pengenalan emosi identik dengan istilah program pengenalan ekspresi wajah (Facial Expression Program). Program yang dimaksud adalah berkaitan dengan asumsi, pemikiran, ataupun cara (metode) dalam mengenal ekspresi wajah. Pengenalan ekspresi wajah tersebut, secara lebih spesifik, meyangkut pengenalan prototipe emosi dari ekspresi wajah tertentu. Individu dapat mengenal emosi individu lain, dengan mengenali prototipe emosi dari ekspresi wajah orang lain. Pengukuran Pengenalan Emosi Berdasarkan studi yang ada selama ini, terdapat empat cara dalam pengenalan emosi, yaitu dengan media: (a) text/picture, (b) picture, (c) voice/audio, dan (d) video. Masing-masing metode dalam pengukuran pengenalan emosi tersebut, belum ada yang menggunakan mekanisme kecerdasan buatan. Untuk lebih jelasnya, masing-masing metode dapat dilihat pada uraian di bawah ini. Text dan Picture. Perception of Affect Task (PAT). PAT memiliki dua sub-test. Sub-test pertama berupa text, sub-test kedua berupa gambar. Dalam sub-test pertama, testee diminta memilih emosi dari text yang sedang dibacanya. Contoh: testee diminta untuk membaca text An older man looks at the picture of his recently departed wife. Setelah membaca text tersebut, testee diminta untuk memilih emosi yang mencerminkan text tersebut. Dalam sub-test kedua, testee diminta untuk melihat sebuah gambar, lalu testee diminta untuk menyatakan emosi yang sedang dialami tokoh di dalam gambar. PAT memiliki 35 butir, untuk masing-masing sub-test, yang mengukur enam jenis emosi, yaitu: marah (angry), jijik (disgusted), takut (fearful), senang (happy), sedih (sad), terkejut (surprised), dan netral (neutral). Menurut penulis, alat ukur PAT Halaman 1 dari 10 halaman

2 yang digunakan dalam penelitian Isaacowitz et al. (2007) belum mengukur emosi subjek (testee). Boleh jadi, emosi testee pada saat diukur adalah emosi senang (happy), namun ia diminta untuk mencari pilihan pernyataan (subtest pertama) atau pilihan gambar (subtest ke dua) yang mencerminkan emosi sedih (sadness). Picture (Visual). Pictures of Facial Affect (PFA), dikembangkan oleh Ekman and Friesen pada tahun 1976 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009; Elfenbein & Ambady, 2003; Hänggi, 2004; Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, & Skuse, 2003; Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009; Ruffman, Sullivan, & Dittrich, 2009). Tes ini terdiri dari gambar-gambar yang berjumlah 30 butir, dengan warna gambar abu-abu (hitam/putih). Warna abu-abu (hitam/putih) dari foto yang ditampilkan, dimaksudkan untuk mengurangi bias yang dapat terjadi karena perbedaan budaya serta warna kulit (Elfenbein & Ambady, 2003). Prototype of Facial Expressions (children version). Alat ukur yang dikembangkan oleh Fernández-Dols, Carrera, Barchard, dan Gacitua (2008), terdiri dari 18 butir ekspresi emosi, yang ditampilkan dalam bentuk slide. Slide tersebut berisi gambar anak-anak, yang sedang berada dalam suatu kondisi, salah satunya kondisi ketika anak (usia 3-4 tahun) sedang diberikan vaksinasi. Alat ukur ini diinspirasikan dari alat ukur emotion prototype yang dikembangkan oleh Matsumoto and Ekman (1988; Fernández-Dols, Carrera, Barchard, & Gacitua, 2008). Prototipe emosi yang diukur dalam alat ukur ini mencakup 5 emosi dasar, yaitu: senang (happiness), takut (fear), sedih (sadness), marah (anger), dan jijik (disgust). Alat ukur ekspresi wajah, dalam versi orang yang lebih dewasa (adult version) juga telah dikembangkan. Tema yang ada dalam salah satu butir adalah gambar/foto wajah para penonton dari pertandingan sepak bola. Japanese and Caucasian Brief Affect Recognition Test (JACBART). Tes ini dikembangkan oleh Matsumoto, LeRoux, Wilson-Cohn, dan Raroque (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009; Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009). Dalam tes ini, terdapat 56 gambar yang merupakan foto ekspresi wajah orang Jepang/Asia dan wajah orang Caucasian/Eropa (14 lakilaki Caucasian, 14 perempuan Caucasian, 14 laki-laki Asia, and 14 perempuan Asia). Gambar foto tersebut menampilkan tujuh emosi dasar (surprise/terkejut, sadness/sedih, anger/marah, happiness/senang, fear/takut, disgust/jijik, and contempt/melecehkan). Dalam prosedur pelaksanaan tes ini, testee diminta untuk menyatakan emosi yang diekspresikan oleh individu digambar urutan ke-2 (setiap rangkaian gambar, memiliki 3 urutan; 3 urutan gambar identik dengan satu butir soal). Gambar urutan pertama adalah ekspresi wajah netral, gambar urutan kedua adalah ekspresi wajah yang menjadi butir tes, dan gambar urutan ketiga adalah ekspresi wajah netral kembali. Emotion Evaluation Test (EET). Tes ini digunakan dalam penelitian McDonald dan Flanagan (2004). Tes ini memiliki 28 gambar/foto artis, yang menampilkan tujuh jenis emosi, Halaman 2 dari 10 halaman

3 yaitu: senang (happy), sedih (sad), cemas (anxious), jijik (disgusted), terkejut (surprised), marah (angry), dan netral (neutral). Tugas testee adalah menentukan jenis emosi yang ada di dalam gambar tertentu. NimStim Faces. Alat ukur ini dikembangkan oleh Tottenham, Borscheid, Ellertsen, Marcus, dan Nelson pada tahun 2002 (Paradee, Rapport, Lumley, Hanks, Langenecker, & Whitman, 2008). Alat ukur ini menggunakan butir-butir pengukuran berupa gambar/foto artis dari berbagai suku bangsa, yaitu: European American, Latino American, African American, dan Asian American. Emosi yang diukur dalam alat ukur tersebut adalah senang (happy), sedih (sad), marah (angry), takut (fearful), dan netral (neutral). Partisipan diminta untuk memberikan respons terhadap gambar-gambar yang ada, dengan cara memilih satu dari empat pilihan jawaban yang ada. Voice (Audio). Vocal Recognition Test (Vocal-Index), dikembangkan oleh Scherer et al. pada tahun 1991 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009).. Dalam alat ukur tersebut terdapat 30- item berupa sampel suara, yang mewakili lima jenis emosi, yaitu: sedih (sadness), takut (fear), marah (anger), senang (joy), dan netral (neutral). Suara yang ada dalam alat ukur tersebut merupakan suara para professional-actor (pengisi acara) salah satu radio di German. Voice expression measure (VEM). Alat ukur ini dikembangkan oleh Realo and colleagues (dalam Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009). Alat ukur ini meminta subjek untuk menyatakan salah satu emosi dari suara yang diperdengarkan kepadanya. Suara yang diperdengarkan kepada testee, diambil dari kalimat yang bersifat netral, namun dibacakan beberapa kali dengan variasi emosi yang berbeda-beda. Jumlah keseluruhan butir alat ukur ini adalah 64 kalimat (8 kalimat x 4 jenis emosi [marah, senang, sedih, netral] x 2 aktor [laki & perempuan]). Auditory Emotion Expression. Alat ukur berupa rekaman suara yang terdiri dari 2 set rekaman ini dikembangkan oleh Ruffman, Sullivan, dan Dittrich (2009). Masing-masing set terdiri dari 6 rekaman yang dapat diputar selama 20 detik. Pada set pertama, artis memberikan ekspresi suara yang bersifat non-verbal, seperti: suara senandung yang menandakan kegembiraan (a happy humming sound), suara keluh-kesah yang mencerminkan kesedihan (sad sighs and groans), suara/nada tinggi yang menunjukkan ketakutan (gasps and high-pitched tones of fear), suara geram orang marah (angry snorts and grr sounds), suara ringan yang mengindikasikan reaksi terkejut (light and high-pitched gasps of surprise), dan suara yang mengindikasikan perasaan jijik ( ieuu sounds of disgust). Set kedua adalah suara dari aktor yang membacakan paragraph dengan mengandung muatan salah satu emosi dari enam jenis emosi dasar yang ada. Audio/Visual. The Multimodal Emotion Recognition Test (MERT) [video version]. Alat ukur ini dikembangkan oleh Bänziger, Grandjean, dan Scherer (2009). Dalam alat ukur MERT, terdapat 30 butir potret emosi yang bersifat dinamik. Ketiga-puluh potret emosi tersebut mengukur 10 potret emosi, yaitu: jijik, benci, senang/bahagia, bersorak-sorai/bergembira, ngambek/uring-uringan/kesal, marah besar, cemas, panik/takut, sedih, dan putus asa/depresi; Halaman 3 dari 10 halaman

4 masing-masing emosi ditampilkan 3 kali. Potret emosi tersebut ditampilkan oleh 12 aktor professional (6 laki-laki & 6 perempuan). Masing-masing aktor memerankan emosi yang berbeda-beda, Tidak ada aktor yang memerankan dua kali untuk potret emosi yang sama. DANVA. Dalam alat ukur DANVA, terdapat 48 butir soal, yang terdiri dari 24 butir dengan jenis audio (rekaman vocal expression) dan jenis visual (rekaman facial expression). Alat ukur DANVA mengukur 4 jenis emosi, yaitu: marah (anger), takut (fear), senang (joy/happiness), dan sedih (sadness). Jenis-jenis emosi tersebut ditampilkan/diperdengarkan oleh aktor, dengan durasi waktu tertentu untuk setiap butir. Testee diminta untuk memilih salah satu dari pilihan emosi, berdasarkan gambar yang ditampilkan atau suara yang diperdengarkan. Alat ukur DANVA dikembangkan oleh Nowicki dan Duke pada tahun 1994 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009). PONS Test. Alat ukur PONS memiliki 20 butir soal, yang terdiri dari rekaman audio dan rekaman visual. Keduapuluh butir soal tersebut, berisikan tema-tema tingkah laku, seperti: berdoa, mengagumi sesuatu, cemburu, marah, dsb. Alat ukur ini dikembangkan oleh Rosenthal et al. pada tahun 1979 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009) untuk mengukur emosi secara tidak langsung. Emosi yang terukur melalui PONS Test, dapat mengindikasikan, apakah individu memiliki kepribadian dominant atau sub-missive; atau juga dapat mengindikasikan kecenderungan sikap (positif ataupun negatif) yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan berbagai metode pengukuran pengenalan emosi di atas, penulis melihat ada beberapa kekurangan yang masih dapat dicoba untuk disempurnakan. Beberapa kekurangan tersebut adalah: (a) Alat ukur pengenalan emosi yang ada, menggunakan aktor. Aktor adakalanya tidak mencerminkan emosi asli yang tampil dari raut wajah ataupun yang tampil dari suara; (b) Alat ukur pengenalan emosi yang ada, mengukur kemampuan pengenalan emosi individu, bukan emosi yang sedang dirasakan oleh individu; (c) Alat ukur yang ada bersifat self-report; selfreport membutuhkan kesediaan dari individu dan membutuhkan konfirmasi dari individu yang bersangkutan; (d) Alat ukur pengenalan emosi yang bersifat self-report membutuhkan expertjudgement, yang bersifat manual. Artinya, hasil skor selalu harus dikonfirmasi kepada expert untuk mendapatkan keakuratan hasil pengukuran; dan (e) Alat ukur pengenalan emosi yang bersifat self-report mudah dipengaruhi oleh kondisi subjektif individu yang melakukan proses pengenalan emosi. Halaman 4 dari 10 halaman

5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengenalan Emosi (Emotion Recognition) Setidaknya ada tujuh hal yang memengaruhi pengenalan emosi, yaitu: (a) media yang digunakan untuk mengenali; (b) intensitas dan jenis emosi; (c) kesamaan etnik antara individu yang mengenali dan individu yang dikenali emosinya; (d) prototype emosi; (e) Kondisi/situasi pada saat mengenali emosi; (f) Kesehatan individu; dan (g) Usia. Masing-masing faktor yang memengaruhi pengenalan emosi tersebut, akan diuraikan dalam alinea di bawah ini. Media yang digunakan untuk mengenali emosi. Media yang digunakan untuk mengenali emosi umumnya adalah gambar dan suara. Dalam mengenali emosi, media gambar, khususnya gambar bergerak, adalah media yang paling akurat. Dalam bentuk simulasi, media dalam bentuk gambar bergerak ini, dapat berupa video. Individu lebih mampu melakukan pengenalan emosi (emotion recognition) yang dimiliki orang lain, dengan menggunakan metode video (gambar bergerak), dibandingkan dengan metode suara atau foto. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Bänziger, Grandjean, dan Scherer (2009), yang menyatakan bahwa pengenalan emosi dengan simulasi video (gambar bergerak; baik dengan suara ataupun tanpa suara), adalah lebih baik daripada pengenalan emosi hanya dengan simulasi audio (suara) saja atau foto (gambar statis) saja. Intensitas dan emosi. Emosi dapat diekspresikan dengan berbagai intensitas. Semakin besar intensitas emosi, semakin individu menampilkan emosi yang bersangkutan dalam bentuk tingkah laku maupun penampilan pada wajah. Sebaliknya, semakin kecil intensitas emosi, individu semakin tidak menampilkan apa yang dirasakannya dalam bentuk tingkah laku nyata ataupun pada wajah. Menurut Bänziger, Grandjean, dan Scherer (2009), ada jenis-jenis emosi yang memiliki intensitas besar dan ada jenis-jenis emosi yang memiliki intensitas kecil. Jenisjenis emosi yang memiliki intensitas besar adalah: contempt (senang/bahagia), elation (bersoraksorai/bergembira), hot anger (marah besar), panic fear (panik/takut), dan despair (putus asa/depresi). Sedangkan jenis-jenis emosi yang memiliki intensitas kecil adalah: disgust (jijik), happiness/contentment (senang/bahagia), cold anger (ngambek/uring-uringan/kesal), anxiety (cemas), dan sadness (sedih). Penelitian lebih lanjut dari Elfenbein dan Ambady (2003), menunjukkan bahwa emosi senang (happy; contempt & elation) adalah emosi yang paling akurat saat diidentifikasi dibandingkan jenis emosi lainnya; sedangkan emosi takut (afraid; fear) dan emosi marah (anger; khususnya cold anger) adalah emosi yang paling rendah keakuratannya. Kesamaan etnik antara individu yang mengenali dan individu yang dikenali emosinya. Pengenalan emosi akan semakin akurat, jika individu yang mengenali dan individu yang dikenali, memiliki kesamaan etnik (Elfenbein & Ambady, 2003). Dalam penelitiannya, Elfenbein dan Ambady menggunakan kelompok etnik Chinese dan kelompok etnik America. Partisipan dari etnik America lebih akurat mengenali ekspresi emosi dari kelompok America daripada ekspresi emosi dari kelompok Chinese. Demikian pula pada partisipan Chinese, mereka Halaman 5 dari 10 halaman

6 lebih akurat dalam mengenali ekspresi emosi kelompok Chinese daripada ekspresi kelompok America. Hal ini dijelaskan oleh Elfenbein dan Ambady, bahwa individu dari etnik tertentu lebih menyimpan informasi (dalam memory-nya) mengenai ekspresi dari kelompoknya (in-group) daripada ekspresi emosi dari individu di luar kelompoknya (out-group). Prototype emosi. Berbagai jenis emosi memiliki prototipe yang berbeda-beda. Contohnya, emosi senang, memiliki prototipe wajah tersenyum, emosi sedih memiliki prototipe mata berkaca-kaca, emosi kaget memiliki prototipe perubahan raut wajah yang menegang secara seketika. Kejelian individu menangkap prototipe suatu emosi, berhubungan dengan keakuratan individu dalam mengenali emosi. Permasalahannya, prototipe suatu emosi cenderung tidak selalu bersamaan dengan emosi yang sedang dirasakan oleh individu. Fernández-Dols, Carrera, Barchard, dan Gacitua (2008), menyatakan bahwa semakin besar usia individu, semakin jarang individu menampilkan prototipe emosi yang sedang dirasakannya. Dalam opersionalnya, anak-anak usia 6-7 tahun, masih lebih lugu atau spontan dalam menampilkan prototipe emosinya, daripada anak-anak usia di atasnya (8-9 tahun). Ketiadaan prototipe emosi atau ketidaksesuaian antara prototipe emosi dengan emosi yang sedang dirasakan oleh individu yang bersangkutan, dapat berpotensi menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengenalan emosi (false recognition). Kondisi/situasi pada saat mengenali emosi. Pengenalan emosi oleh individu terhadap individu lain, dapat menjadi bias, pada saat situasi/kondisi yang dialami oleh individu yang bermaksud melakukan pengenalan emosi, dalam keadaan yang tertekan (stressful). Keadaan tertekan juga menyebabkan waktu dalam mengenali emosi (response time) menjadi lebih lama dibandingkan dengan keadaan tidak tertekan. Individu yang berada dalam kondisi tertekan, cenderung mempersepsi lingkungan secara negatif. Dengan analogi yang sama, individu yang mengalami kondisi tertekan, cenderung mempersepsi secara negatif ekspresi emosi dari individu lain, walaupun belum tentuk ekspresi yang ditampilkan tersebut negatif (Hänggi, 2004). Kesehatan individu. Kesehatan individu merupakan salah satu faktor penting yang turut memengaruhi keakuratan dalam mengenali emosi. Menurut Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, dan Skuse (2003), individu yang mengalami kondisi Turner syndrome, sulit mengenali ekspresi wajah dari individu lain. Kondisi Turner syndrome, adalah kondisi pada wanita yang mengalami ketiadaan kromosom X, sebagian atau keseluruhan. Ciri dari kondisi Turner syndrome, adalah ukuran tinggi badan yang pendek, dan mengalami hambatan dalam pertumbuhan/perkembangan secondary sexual characteristics. Individu yang mengalami kondisi Turner syndrome, kurang akurat dalam mengenali emosi, khususnya emosi takut (Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, & Skuse, 2003). Contoh lain bahwa kesehatan memengaruhi keakuratan dalam mengenali emosi, terbukti pada penelitian mengenai Traumatic Brain Injuries (TBI; McDonald & Flanagan, 2004; Paradee, Rapport, Lumley, Hanks, Langenecker, & Whitman, 2008). Individu yang mengalami TBI, walaupun memahami konteks pembicaraan Halaman 6 dari 10 halaman

7 dengan orang lain, namun mereka mengalami kesulitan dalam mengenali emosi orang lain; khususnya emosi negatif orang lain, baik melalui ekspresi wajah, maupun ekspresi suara. Usia. Usia memengaruhi pengenalan emosi. Semakin tua usia, semakin besar kemungkinan terjadi bias dalam pengenalan emosi. Dengan kata lain, emosi dari individu yang berusia tua lebih sulit dikenali daripada individu yang berusia lebih muda. Dari meta-analisis yang dilakukan oleh Isaacowitz et al. (2007), tampak bahwa emosi tertentu seperti emosi marah (anger), emosi takut (fear), dan emosi sedih (sadness), semakin sulit untuk dikenali pada individu yang berusia semakin tua. Namun demkian, untuk emosi/perasaan jijik (disgust), justru lebih mudah untuk dikenali. Dalam hal emosi senang (happy) dan terkejut (surprises), emosi pada kelompok individu yang berusia lebih tua/lanjut, sama mudah dan sama akuratnya untuk dikenali dengan emosi pada kelompok usia lainnya (usia yang lebih muda). Bias dalam pengenalan emosi pada individu yang berusia tua/lanjut, dapat dijelaskan dengan asumsi, bahwa semakin tua usia individu, semakin individu memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri (self-regulatory; Carstensen & Mikels, dalam Isaacowitz et al. (2007). Kemampuan mengendalikan diri tersebut, tampak dari ekspresi wajah yang biasa-biasa saja, walaupun individu yang bersangkutan sedang mengalami emsoi marah, takut, maupun sedih. Penelitian yang hampir serupa, mengenai usia, juga dilakukan oleh beberapa peneliti (Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009; Ruffman, Sullivan, & Dittrich, 2009; Stanley & Blanchard-Fields, 2008). Sekelompok peneliti tersebut menemukan bahwa semakin tua usia individu, semakin kurang akurat atau kurang dapat mengenali emosi, khususnya emosi negatif (sedih & marah; Mill et al., 2009). Namun demikian, tidak ada batasan pasti, usia berapa individu mulai sulit dalam mengenali emosi. Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan mengapa usia individu mempengaruhi kemampuan mengenali emosi adalah bahwa adanya penurunan kemampuan visual, seiring semakin tuanya usia individu. Fungsi Pengenalan Emosi Keterampilan/fungsi sosial. Skuse et al. (dalam Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, & Skuse, 2003), menyatakan bahwa kemampuan pengenalan emosi, akan memengaruhi keterampilan/fungsi sosial. Individu yang mampu mengenali emosi secara baik, akan memiliki hubungan sosial yang baik pula. Dengan kemampuan mengenali emosi, individu mampu memberikan respons secara tepat terhadap individu lain. Kemampuan memberikan respons yang tepat, akan membuat individu diterima oleh lingkungan sosialnya dan membuat penyesuaian diri individu menjadi lebih mudah. Halaman 7 dari 10 halaman

8 Daftar Pustaka Bänziger, T., Grandjean, D., & Scherer, K. R. (2009). Emotion recognition from expressions in face, voice, and body: The Multimodal Emotion Recognition Test (MERT). Emotion, 9, Elfenbein, H. A., & Ambady, N. (2003). When familiarity breeds accuracy: Cultural exposure and facial emotion recognition. Journal of Personality and Social Psychology, 85, Fernández-Dols, J., Carrera, P., Barchard, K. A., & Gacitua, M. (2008). False recognition of facial expressions of emotion: Causes and implications. Emotion, 8, Hänggi, Y. (2004). Stress and Emotion Recognition: An Internet Experiment Using Stress Induction. Swiss Journal of Psychology/Schweizerische Zeitschrift für Psychologie/Revue Suisse de Psychologie, 63, Isaacowitz, D. M., Löckenhoff, C. E., Lane, R. D., Wright, R., Sechrest, L., Riedel, R., & Costa, P. T. (2007). Age differences in recognition of emotion in lexical stimuli and facial expressions. Psychology and Aging, 22, Lawrence, K., Kuntsi, J., Coleman, M., Campbell, R., & Skuse, D. (2003). Face and emotion recognition deficits in Turner syndrome: A possible role for X-linked genes in amygdala development. Neuropsychology, 17, McDonald, S., & Flanagan, S. (2004). Social Perception Deficits After Traumatic Brain Injury: Interaction Between Emotion Recognition, Mentalizing Ability, and Social Communication. Neuropsychology, 18, Mill, A., Allik, J., Realo, A., & Valk, R. (2009). Age-related differences in emotion recognition ability: A cross-sectional study. Emotion, 9, Paradee, C. V., Rapport, L. J., Lumley, M. A., Hanks, R. A., Langenecker, S. A., & Whitman, R. D. (2008). Circadian preference and facial emotion recognition among rehabilitation inpatients. Rehabilitation Psychology, 53, Ruffman, T., Sullivan, S., & Dittrich, W. (2009). Older adults recognition of bodily and auditory expressions of emotion. Psychology and Aging, 24, Stanley, J. T., & Blanchard-Fields, F. (2008). Challenges older adults face in detecting deceit: The role of emotion recognition. Psychology and Aging, 23, Tracy, J. L., & Robins, R. W. (2008). The automaticity of emotion recognition. Emotion, 8, Halaman 8 dari 10 halaman

9 Daftar Emosi (Basic Emotion Family) (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009) -1 dis = Disgust = jijik con = Contempt = benci 4 hap = Happiness = senang/bahagia ela = Elation = bersorak-sorai/bergembira -5 col = Cold anger = ngambek/uring-uringan/kesal hot = Hot anger = marah besar -8 anx = Anxiety = cemas pan = Panic fear = panik/takut -12 sad = Sadness = sedih des = Despair = putus asa/depresi Halaman 9 dari 10 halaman

10 Daftar Emosi (Basic Emotion Family) (Isaacowitz et al., 2007) -1 D = Disgust = jijik 4 H = Happiness = senang/bahagia -5 A = Anger = marah besar -8 F = Fear = takut 9 N = Neutral = netral -10 SU = Surprise = terkejut -12 S = Sadness = sedih Daftar Emosi (Basic Emotion Family) (Tracy & Robins, 2008) -1 Contempt = benci -1 Disgust = jijik -3 Pride = bangga -4 Sadness = sedih 4 Happiness = senang -5 Anger = marah -9 Embarrassment = canggung -9 Shame = malu -9 Fear = takut -10 surprise = terkejut Halaman 10 dari 10 halaman

Manajemen Stress & Pengendalian Emosi pada Pelatih dan Atlet. Oleh : JOKO PURWANTO

Manajemen Stress & Pengendalian Emosi pada Pelatih dan Atlet. Oleh : JOKO PURWANTO Manajemen Stress & Pengendalian Emosi pada Pelatih dan Atlet Oleh : JOKO PURWANTO Mengapa Atlet perlu Latihan Mental? semangat pantang menyerah PRESTASI MENTAL YANG TANGGUH BERLATIH & BERTANDING PROGRAM

Lebih terperinci

EKSPLORASI KEPEKAAN DEWASA AWAL TERHADAP EKSPRESI WAJAH ANAK

EKSPLORASI KEPEKAAN DEWASA AWAL TERHADAP EKSPRESI WAJAH ANAK Jurnal Psikologi Insight Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 14-24 Departemen Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia EKSPLORASI KEPEKAAN DEWASA AWAL TERHADAP EKSPRESI WAJAH ANAK Hartosujono Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. ekspresi emosi pada keempat suku tersebut baik di rumah sendiri maupun di

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. ekspresi emosi pada keempat suku tersebut baik di rumah sendiri maupun di BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat perbedaan

Lebih terperinci

Database Ekspresi Wajah Perempuan Indonesia Berbasis 2D untuk Pengenalan Emosi

Database Ekspresi Wajah Perempuan Indonesia Berbasis 2D untuk Pengenalan Emosi JURNAL TEKNIK POMITS Vol 1, No 1, (2013) 1-6 1 Database Wajah Perempuan Indonesia Berbasis 2D untuk Pengenalan Emosi Dwi Angga Yulianto, Muhtadin, dan Surya Sumpeno Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wajah sering digunakan sebagai sarana berekspresi dalam berkomunikasi interpersonal dalam kehidupan sehari hari. Dengan ekspresi wajah, seseorang dapat memahami emosi

Lebih terperinci

* CULTURE AND EMOTION

* CULTURE AND EMOTION * CULTURE AND EMOTION OLEH: DR. ASIH MENANTI, MS Emosi adalah respon neuropsikologis terhadap stimulus yang menimbulkan komponen- koponen yang terorganisasi. Komponen-komponen tersebut meliputi perasaan

Lebih terperinci

TRANSFORMASI RUANG 2D KE 3D PADA ANIMASI WAJAH BERBASIS DATA MARKER MENGGUNAKAN RADIAL BASIS FUNCTION

TRANSFORMASI RUANG 2D KE 3D PADA ANIMASI WAJAH BERBASIS DATA MARKER MENGGUNAKAN RADIAL BASIS FUNCTION TESIS TRANSFORMASI RUANG 2D KE 3D PADA ANIMASI WAJAH BERBASIS DATA MARKER MENGGUNAKAN RADIAL BASIS FUNCTION TROY No. Mhs.: 155302474/PS/MTF PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

JENIS-JENIS EMOSI YANG DIALAMI OLEH GURU LAKI-LAKI DAN GURU PEREMPUAN DI SMPN 4 TAMBANG KECAMATAN TAMBANG ABSTRACT

JENIS-JENIS EMOSI YANG DIALAMI OLEH GURU LAKI-LAKI DAN GURU PEREMPUAN DI SMPN 4 TAMBANG KECAMATAN TAMBANG ABSTRACT JENIS-JENIS EMOSI YANG DIALAMI OLEH GURU LAKI-LAKI DAN GURU PEREMPUAN DI SMPN 4 TAMBANG KECAMATAN TAMBANG Leli Suryani 1), Prof. DR. H. Zulfan Saam, MS 2), Dra. Rosmawati, SS., M.Pd., Kons 2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

PARAMETERISASI EKSPRESI EMOSI PADA MODEL WAJAH TIGA DIMENSI

PARAMETERISASI EKSPRESI EMOSI PADA MODEL WAJAH TIGA DIMENSI PARAMETERISASI EKSPRESI EMOSI PADA MODEL WAJAH TIGA DIMENSI Mitra Istiar Wardhana, S.Kom, M.T. Abstrak Emosi seperti senang, sedih, marah, takut, terkejut dan jijik telah dikenal sejak lama dan menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Aplikasi Metode Viola Jones dan Eigenface Untuk Pengenalan Ekspresi Wajah Manusia

ABSTRAK. Aplikasi Metode Viola Jones dan Eigenface Untuk Pengenalan Ekspresi Wajah Manusia ABSTRAK Aplikasi Metode Viola Jones dan Eigenface Untuk Pengenalan Ekspresi Wajah Manusia Disusun Oleh : Ayu Maulidya (1122065) Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik,, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri,

Lebih terperinci

Database Ekspresi Wajah Perempuan Indonesia Berbasis 2D untuk Pengenalan Emosi

Database Ekspresi Wajah Perempuan Indonesia Berbasis 2D untuk Pengenalan Emosi Tugas Akhir Database Ekspresi Wajah Perempuan Indonesia Berbasis 2D untuk Pengenalan Emosi Oleh : Dwi Angga Y. 2210106042 Pembimbing : I. Dr. Surya Sumpeno, ST., M.Sc. II. Muhtadin, ST., MT. Halaman 1

Lebih terperinci

PERASAAN DAN EMOSI. Psikologi Umum. By Hiryanto, M.si.

PERASAAN DAN EMOSI. Psikologi Umum. By Hiryanto, M.si. PERASAAN DAN EMOSI Psikologi Umum Perasaan Gejala psikis yang bersifat subyektif Berhubungan dengan gejala-gejala mengenal Dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf Perasaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi mendorong para perancang teknologi untuk dapat membangun sebuah teknologi komputer yang bukan hanya berjalan sebagaimana fungsinya saja namun harus

Lebih terperinci

KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI. Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya

KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI. Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya KOMUNIKASI VERBAL = KOMUNIKASI DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA/KATA- KATA, BAIK LISAN

Lebih terperinci

10/17/2013. Suatu proses yang kita gunakan untuk mencoba memahami orang lain. Garis besar pembahasan meliputi: Baron & Byrne (2002) :

10/17/2013. Suatu proses yang kita gunakan untuk mencoba memahami orang lain. Garis besar pembahasan meliputi: Baron & Byrne (2002) : PERSEPSI SOSIAL Baron & Byrne (2002) : Suatu proses yang kita gunakan untuk mencoba memahami orang lain. Garis besar pembahasan meliputi: 1. Komunikasi Nonverbal 2. Atribusi perilaku 3. Pembentukan kesan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD. Oleh : Yulia Ayriza

PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD. Oleh : Yulia Ayriza PENGEMBANGAN AFEKSI ANAK SD Oleh : Yulia Ayriza Pengertian Pengembangan Afeksi (What?) Afeksi merupakan hal yang sama dengan sosial-emosional. Perkembangan emosi merupakan perkembangan yang mengarah pada

Lebih terperinci

PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK

PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK PERNYATAAN EMOSI BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP DHARMA WIWEKA DENPASAR: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Maria Imaculada Dc. S email: missysarmento@yahoo.com Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. seseorang. Hal inilah yang mendorong adanya perkembangan teknologi

BAB 3 METODOLOGI. seseorang. Hal inilah yang mendorong adanya perkembangan teknologi BAB 3 METODOLOGI 3.1. Kerangka Berpikir Pengenalan ekspresi wajah adalah salah satu bentuk representasi kecerdasan manusia yang dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi emosi seseorang. Hal inilah yang

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari.

LATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari. EMOSI DAN SUASANA HATI Prof. Dr. Umi Narimawati, M.Si. LATAR BELAKANG Adanya keyakinan bahwa segala jenis emosi bersifat mengganggu. Mereka beranggapan bahwa emosi negative yang kuat khususnya sn kemarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode deteksi kebohongan sangat penting bagi pihak-pihak yang bergerak di bidang penegakan hukum dan keamanan seperti kepolisian, hakim, jaksa, KPK (Komisi Pemberantasan

Lebih terperinci

PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto *

PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto * Running Head : PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN 14 PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto * Cemburu, yang dalam hubungan percintaan disebut romantic jealousy (Bringle, 1991),

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK

MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK MENINGKATKAN PENGEMBANGAN ASPEK EMOSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN ANAK Makalah Disusun Dalam Acara Seminar Nasional Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UNY Pada hari Sabtu Tanggal 03 Maret 2007 di Aula Registrasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Alat Ukur Liebowitz Social Anxiety Scale for Children and Adolescents Petunjuk: Untuk setiap situasi, isilah dengan angka berikut yang menunjukkan seberapa besar ketakutan yang

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SOSIAL 1 MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 06

PSIKOLOGI SOSIAL 1 MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 06 MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI SOSIAL 1 Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 06 MK10230 Irfan Aulia, M.Psi. Psi Abstract Persepsi sosial Pengertian persepsi sosial, faktor

Lebih terperinci

Rizki Laksamana Buana. Prodi S1 Desain Komunikasi Visual, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom.

Rizki Laksamana Buana. Prodi S1 Desain Komunikasi Visual, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom. JUNAL EKSPRESI WAJAH KARAKTER ANIMASI 3D SI KANCIL YANG TERLALU PERCAYA DIRI JOURNAL FACIAL EXPRESSIONS OF 3D ANIMATION CHARACTER THE TOO CONFIDENT MOUSE DEER Rizki Laksamana Buana Prodi S1 Desain Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah, kehadirannya mengubah hidup menjadi lebih berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena kehadirannya juga orang

Lebih terperinci

Modul ke: Psikologi Sosial I PERSEPSI SOSIAL. Fakultas Psikologi. Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi

Modul ke: Psikologi Sosial I PERSEPSI SOSIAL. Fakultas Psikologi. Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi Modul ke: 06 Setiawati Fakultas Psikologi Psikologi Sosial I PERSEPSI SOSIAL Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi Kompetensi Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian, proses serta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Komunikasi Koseling Islam dengan Analisis Ego State. Remaja pada Teks di Beranda Media Sosial Facebook

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Proses Komunikasi Koseling Islam dengan Analisis Ego State. Remaja pada Teks di Beranda Media Sosial Facebook BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Proses Komunikasi Koseling Islam dengan Analisis Ego State Remaja pada Teks di Beranda Media Sosial Facebook Dalam proses konseling terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan.

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEMAMPUAN ANAK USIA DINI DALAM MELABEL DAN MENGKATEGORISASI EMOSI EKSPRESI WAJAH DITINJAU DARI IKONISITAS DAN USIA

PERBEDAAN KEMAMPUAN ANAK USIA DINI DALAM MELABEL DAN MENGKATEGORISASI EMOSI EKSPRESI WAJAH DITINJAU DARI IKONISITAS DAN USIA PERBEDAAN KEMAMPUAN ANAK USIA DINI DALAM MELABEL DAN MENGKATEGORISASI EMOSI EKSPRESI WAJAH DITINJAU DARI IKONISITAS DAN USIA Fadhila Rahmawati Mahasiswa S2 Prodi Sains Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Lebih terperinci

MEDIA AUDIO VISUAL SEBAGAI SARANA PENGENALAN EKSPRESI EMOSI

MEDIA AUDIO VISUAL SEBAGAI SARANA PENGENALAN EKSPRESI EMOSI JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI MEDIA AUDIO VISUAL SEBAGAI SARANA PENGENALAN EKSPRESI EMOSI Henie Kurniawati Dosen Tetap Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto, Psikolog

Lebih terperinci

Emosi P S I K O L O G I U M U M I I

Emosi P S I K O L O G I U M U M I I Emosi P S I K O L O G I U M U M I I Definisi emosi melibatkan 3 komponen utama: 1. Perubahan fisiologis pada wajah, otak dan tubuh 2. Proses kognitif interpretasi peristiwa 3. Pengaruh budaya ekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba.

BAB I PENDAHULUAN. peneliti ingin meneliti salah satu karya dari Asa Nonami berjudul Kogoeru Kiba. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asa Nonami merupakan seorang novelis terkenal di Jepang, ia lahir pada 19 Agustus 1960 di Tokyo. Asa Nonami adalah penulis cerita fiksi kejahatan dan cerita horor,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data yang dilakukan dengan metode ilmiah secara sistematis yang hasilnya berguna untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Animasi Jepang dan video game adalah salah satu hal yang menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. Animasi Jepang dan video game adalah salah satu hal yang menjadi pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Animasi Jepang dan video game adalah salah satu hal yang menjadi pusat perhatian seluruh dunia. Dikatakan industri ini setiap tahunnya menghasilkan lebih dari 20 triliun

Lebih terperinci

BATASAN WAKTU PENYAJIAN TES BINET

BATASAN WAKTU PENYAJIAN TES BINET BATASAN WAKTU PENYAJIAN TES BINET PADA ANAK NORMAL Hartosujono Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Jalan Kusumanegara 157, Yogyakarta ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji

Lebih terperinci

MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI. : Menjalin rapport dengan anak serta membuat peraturan-peraturan dengan

MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI. : Menjalin rapport dengan anak serta membuat peraturan-peraturan dengan LAMPIRAN 1. Informed Consent 152 153 154 LAMPIRAN 2. Modul Psikoedukasi 155 MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI Sesi 1 Tema Tujuan : ice breaking : Menjalin rapport

Lebih terperinci

Psikologi Sosial. Persepsi Sosial 3. Reno Laila Fitria, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi.

Psikologi Sosial. Persepsi Sosial 3. Reno Laila Fitria, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi. Psikologi Sosial Modul ke: Persepsi Sosial 3 Fakultas Psikologi Reno Laila Fitria, M.Si. Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Space Communication Penggunaan ruang akan mengungkapkan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

PERASAAN DAN EMOSI. Pokok Bahasan 10

PERASAAN DAN EMOSI. Pokok Bahasan 10 Pokok Bahasan 10 PERASAAN DAN EMOSI Prof. Drs. Dakir Prof. Dra. Sri Rumini Dr. Edi Purwanto Dra. Purwandari, M.Si Dra. Tin Suharmini, M.Si Yulia Ayriza, M.Si, Ph.D (yulia_ayriza@uny.ac.id) Perasaan Gejala

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell (2010: 4-5), metode ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memaknai segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan cerita dongeng. Dongeng merupakan bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa yang penuh khayalan

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Pada dasarnya komunikasi interpersonal digunakan pada keseharian umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat berkomunikasi di sekolah

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com / 0813 140 23 148 Tim Pengembang Dukungan Psikologis Awal Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Outline

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami situasi konflik emosi dimana ketika antara apa yang diharapkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami situasi konflik emosi dimana ketika antara apa yang diharapkan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegagalan merupakan kondisi dimana antara apa yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang didapatkan, hal ini membuat individu khususnya remaja akan mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Penelitian ini dilakukan di kelas II SD Negeri 6 Sindurejo, Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Penelitian ini dilakukan di kelas II SD Negeri 6 Sindurejo, Kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan di kelas II SD Negeri 6 Sindurejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. 2. Waktu Penelitian Waktu berlangsungnya penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V ANALISI DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB V ANALISI DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB V ANALISI DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Data Subjek yang sesuai dengan karakteristik penelitian berjumlah 30 orang. Setelah memperoleh data yang diperlukan, maka dilakukan pengujian hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. 3D yang realistis dengan menunjukkan emosi yang tepat (Seol et al., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. 3D yang realistis dengan menunjukkan emosi yang tepat (Seol et al., 2011). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Animasi wajah berkonsentrasi pada penciptaan ekspresi wajah karakter 3D yang realistis dengan menunjukkan emosi yang tepat (Seol et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

Nursakinah Oktaviana Sasmita, S.Psi, M.Si

Nursakinah Oktaviana Sasmita, S.Psi, M.Si Modul ke: DAP (Draw A Person) Fakultas PSIKOLOGI Nursakinah Oktaviana Sasmita, S.Psi, M.Si Program Studi Tes Proyektif SEJARAH DAP Sejarah Perkembangan Tes DAP Tes DAP (Draw A Person) atau juga sering

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (Musfiqon, 2012:14). Dalam penelitian ini, metode yang peneliti gunakan adalah

METODE PENELITIAN. (Musfiqon, 2012:14). Dalam penelitian ini, metode yang peneliti gunakan adalah 24 III. METODE PENELITIAN A. Metode Yang Digunakan Metode penelitian merupakan langkah dan cara dalam mencari, menggali data, menganalisis, membahas dan menyimpulkan masalah dalam penelitian (Musfiqon,

Lebih terperinci

EKSPRESI EMOSI PADA MODEL WAJAH TIGA DIMENSI MENGGUNAKAN NAIVE BAYES DAN LOGIKA FUZZY

EKSPRESI EMOSI PADA MODEL WAJAH TIGA DIMENSI MENGGUNAKAN NAIVE BAYES DAN LOGIKA FUZZY EKSPRESI EMOSI PADA MODEL WAJAH TIGA DIMENSI MENGGUNAKAN NAIVE BAYES DAN LOGIKA FUZZY DOSEN PEMBIMBING Moch. Hariadi, S.T., M.Sc., Ph.D. Mitra Istiar Wardhana 2208205720 LATAR BELAKANG Emosi mempunyai

Lebih terperinci

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN Dalam bab ini berisikan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai temuan fakta di lapangan, dan saran yang diberikan sehubungan dengan hasil penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Sub disiplin Psikologi Bidang terapan Psikologi

PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Sub disiplin Psikologi Bidang terapan Psikologi PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Pendekatan Biologi-saraf Pendekatan Perilaku Pendekatan Kognitif Pendekatan Psikoanalitik Pendekatan Phenomenologi Sub disiplin Psikologi

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun 32 BAB 5 HASIL PENELITIAN Dari Penelitian Analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di Sekolah Dasar Pelangi kasih, Sekolah Dasar Theresia, dan Sekolah Dasar Negeri Pegangsaan

Lebih terperinci

PENGENALAN EMOSI SESEORANG BERDASARKAN BENTUK BIBIR DENGAN METODE DISCRETE HARTLEY TRANSFORM ABSTRAK

PENGENALAN EMOSI SESEORANG BERDASARKAN BENTUK BIBIR DENGAN METODE DISCRETE HARTLEY TRANSFORM ABSTRAK PENGENALAN EMOSI SESEORANG BERDASARKAN BENTUK BIBIR DENGAN METODE DISCRETE HARTLEY TRANSFORM Lucas Sanjaya (1122034) Jurusan Teknik Elektro Email: Lucas_sanjaya93@yahoo.co.id ABSTRAK Ketika berhadapan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi

Lebih terperinci

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL Oleh: HALDILA LINTANG PALUPI 802008039 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

Pengaruh Urutan Kelahiran pada Kecemasan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi X Jakarta

Pengaruh Urutan Kelahiran pada Kecemasan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi X Jakarta Pengaruh Urutan Kelahiran pada Kecemasan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi X Jakarta Untung Subroto et al. Pengaruh Urutan Kelahiran pada Kecemasan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi X Jakarta

Lebih terperinci

REALISTIS RETARGETING EKSPRESI MODEL WAJAH 3D NON- MANUSIA MENGGUNAKAN RADIAL BASIS FUNCTIONS

REALISTIS RETARGETING EKSPRESI MODEL WAJAH 3D NON- MANUSIA MENGGUNAKAN RADIAL BASIS FUNCTIONS REALISTIS RETARGETING EKSPRESI MODEL WAJAH 3D NON- MANUSIA MENGGUNAKAN RADIAL BASIS FUNCTIONS Muhammad Nasrulloh 1, Dr. Surya Sumpeno, ST., M.Sc. 2, Dr. Eko Mulyanto Yuniarno, ST., MT. 3 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Afid Burhanuddin Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami sumber dan teknik pengumpulan data Indikator Mahasiswa mampu memahami sumber data dalam penelitian pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua nilai dan norma dalam kehidupan manusia. Karya sastra tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua nilai dan norma dalam kehidupan manusia. Karya sastra tersebut harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah hasil pemikiran dan imajinasi pengarang yang menyentuh hampir semua nilai dan norma dalam kehidupan manusia. Karya sastra tersebut harus dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai berikut: Aceh, Gayo-Alas dan Batak, Nias dan Batu, Minangkabau,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai berikut: Aceh, Gayo-Alas dan Batak, Nias dan Batu, Minangkabau, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris atau kepulauan, perbedaan letak geografis menyebabkan setiap kelompok pada letak geografis tertentu membentuk kebudayaan dan kemudian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk pengenalan ekspresi wajah diantara metode Non Negative Matrix

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk pengenalan ekspresi wajah diantara metode Non Negative Matrix BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian akan dilakukan untuk mencari hasil yang paling optimal untuk pengenalan ekspresi wajah diantara metode Non Negative Matrix Factorization (NMF),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sistem Pendidikan Nasional yang diatur dalam UU No.20 Tahun tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. satu sistem Pendidikan Nasional yang diatur dalam UU No.20 Tahun tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan Nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal yang seringkali dialami oleh kebanyakan orang. Bahkan seseorang yang telah berpengalaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode penelitian Metode penelitian mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian. Dalam suatu penelitian perlu memutuskan metode mana yang akan dipakai, hal

Lebih terperinci

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran Bab 5 Simpulan, Diskusi dan Saran 5.1 Simpulan Penelitian ini dilakukan terhadap 60 anak-anak pra-sekolah usia 3-6 tahun. Subjek terdiri dari dua populasi yang masing-masing terdiri dari 30 anak. Populasi

Lebih terperinci

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG Manuscript OLEH : Sri Utami G2A009102 PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan atas dasar permasalahan yang muncul di lapangan seperti yang telah diungkapkan pada BAB I yaitu kurang berkembangnya

Lebih terperinci

BAB III KETERAMPILAN KOMUNIKASI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB III KETERAMPILAN KOMUNIKASI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BAB III KETERAMPILAN KOMUNIKASI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING Proses untuk mendapatkan data yang ada di pembahasan bab III ini, penulis menggunakan beberapa metode seperti wawancara dan observasi. Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA

BAB IV PENYAJIAN DATA BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1. Penyajian Data Iklan Tim-Tam 4.1.1. Iklan 1 : Iklan Tim-Tam versi Kebahagiaan Kecil Berlapis Cokelat 4.1.1.1. Breakdown per Scene Kedua iklan ini akan dibreakdown berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Iklan A Mild versi Manimal dan U Mild versi Cowo Lebih Tau sama-sama menggunakan format naskah campuran, yakni antara slice of life, vignettes and situations serta personality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas VII G dan VII C SMP Negeri 9 Salatiga yang memiliki keterampilan sosial rendah yang masing-masing berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling sering terjadi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Belajar Penelitian tentang gaya belajar telah banyak dilakukan untuk dapat mengenali jenis gaya belajar dari mahasiswa. Banyak learning styles model yang telah dikembangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emotional Eating 2.1.1 Definisi Emotional Eating Menurut Arnow (1995) emotional eating adalah keinginan untuk makan ketika timbul perasaan emosional seperti frustrasi, cemas

Lebih terperinci

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra ( Studikasus di Purwacaraka, Cibubur b ) Disusun Oleh : Nama : Bagus aditya Reinovandy Pratama NPM : 1 0 5 0 7 3 1 8 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Warda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang berjalan terus menerus dimulai dari bayi baru lahir, masa anak-anak, masa dewasa dan masa tua. Dalam pertumbuhannya

Lebih terperinci

73 Perpustakaan Unika LAMPIRAN

73 Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN 73 74 LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1. SKALA SELF EFFICACY A-2. SKALA KEMAMPUAN KOMUNIKASI PERSUASIF 75 A-1. Skala Self Efficacy No. skala :.. 76 PETUNJUK PENGERJAAN Pada skala ini ada beberapa

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 25 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengambilan keputusan untuk bekerja pada penderita SLE laki-laki. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penelitian ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI MELALUI BIMBINGAN SOSIAL DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL. Richah Sofiyanti dan Heri Saptadi Ismanto

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI MELALUI BIMBINGAN SOSIAL DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL. Richah Sofiyanti dan Heri Saptadi Ismanto Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 2, Mei 2015 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI MELALUI BIMBINGAN SOSIAL DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL Richah Sofiyanti

Lebih terperinci

PERASAAN DAN EMOSI. Motive dan Tingkahlaku

PERASAAN DAN EMOSI. Motive dan Tingkahlaku PERASAAN DAN EMOSI Serta Motive dan Tingkahlaku Oleh : Diana Septi Purnama, M.Pd Email : dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Perasaan Gejala psikis yang bersifat subyektif Dialami dalam kualitas

Lebih terperinci

Aditya Putra Kurniawan & Nida Ul Hasanat Universitas Gadjah Mada

Aditya Putra Kurniawan & Nida Ul Hasanat Universitas Gadjah Mada Jurnal Psikologi Indonesia 2010, Vol VII, No. 1, 50-64, ISSN. 0853-3098 Himpunan Psikologi Indonesia EKSPRESI EMOSI PADA TIGA TINGKATAN PERKEMBANGAN PADA SUKU JAWA DI YOGYAKARTA: KAJIAN PSIKOLOGI EMOSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung (dependent) : Kecemasan ibu hamil hipertensi 2. Variabel bebas

Lebih terperinci

PENGUKURAN SPEKTRUM SUARA MANUSIA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN DAN SUKU MENGGUNAKAN SOFTWARE PRAAT

PENGUKURAN SPEKTRUM SUARA MANUSIA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN DAN SUKU MENGGUNAKAN SOFTWARE PRAAT PENGUKURAN SPEKTRUM SUARA MANUSIA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN DAN SUKU MENGGUNAKAN SOFTWARE PRAAT Salomo, Natalia, Erwin Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Pekanbaru email:m.cnatalia@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran grief pada ayah yang anaknya meninggal dunia secara mendadak. Untuk mendapatkan gambaran tersebut peneliti akan menggali secara

Lebih terperinci

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom Kecakapan Antar Personal Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom Proses Komunikasi Proses Komunikasi secara Primer Proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Kesimpulan dalam penelitian ini berisi gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya

Lebih terperinci