PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI F A D L I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI F A D L I"

Transkripsi

1 PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar F A D L I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami, Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2007 Yang menyatakan, F a d l i NRP.A

3 ABSTRAK FADLI. Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami, Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar (Ernan Rustiadi sebagai Ketua dan D.S. Priyarsono sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Modal sosial merupakan faktor krusial yang mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami di Aceh Besar, disamping modal manusia, modal fisik dan modal ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan stok modal sosial masyarakat di masing-masing desa, menganalisis pengaruh modal sosial terhadap percepatan pembangunan rumah dan menganalisis pengaruh modal sosial terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pasca tsunami. Analisis data dilakukan secara deskriptif, uji beda nyata dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial berpengaruh terhadap percepatan pembangunan desa pasca tsunami di Aceh Besar, terutama terhadap pembangunan perumahan dan peningkatan pendapatan keluarga. Kata kunci: Jaringan, norma, kepercayaan, aksi kolektif, modal sosial, perumahan, pendapatan.

4 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

5 PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar F A D L I Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

6 Judul Tesis Nama NRP : Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar) : F a d l i : A Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Ketua Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS Anggota Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu-ilmu 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Institut Pertanian Bogor Wilayah dan Perdesaan Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 15 Mei 2007 Tanggal Lulus:

7 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul: Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar). Tesis ini merupakan tugas akhir pendidikan magister sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS, selaku pembimbing sebagai penghargaan tertinggi atas bimbingan, arahan, dan luangan waktunya untuk penulis. Ucapan terima kasih juga kepada Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi dan para stafnya untuk kelancaran dalam proses peyelesaian penulisan tesis ini. Terimakasih kepada para staf pengajar pada PS PWD atas ilmunya, kepada masyarakat Desa Beurandeh, Desa Kajhu, Desa Lamkrut atas bantuannya dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan tesis ini. Terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda A.Jalil (alm) dan Ibunda Rukmini, kepada Bang Joni, ST, Bang Bukhari, Kakak Dra. Khairiah, Bang Ramli, S.Si, Kak Maryana, S.Si, Dek Zurriyati, S.Ag, Dek Ida Rasyidah, SPd, istri-istri atau suami-suaminya atas segala dorongan dan pengorbanannya, kepada Paman Bapak Ridwan T.A, SH, MM, istri dan anaknya yang telah direpotkan selama ini, kepada Adek s Nurmaulida, SPd yang telah bersedia mendampingi dan menunggu selama penulisan tesis ini. Terima kasih kepada ketua dan staf Yayasan Samudra Langsa, kepada Rektor, para Pembantu Rektor, Dekan dan para Pembantu Dekan, Staf SBAK Fakultas Pertanian, Universitas Samudra Langsa, atas konstribusi dan izin untuk melanjutkan studi. Terima kasih juga kepada DIKTI atas Beasiswa BPPS, Pemda NAD, Pemkot Langsa, Pemda Aceh Timur atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Pak Ito, Pak Ramlan, pak Asep, Pak Asdy, Bu Sity, Ibu Utari atas kerjasamanya, rekan-rekan PWD 2003 atas persahabatan dan

8 sosial kapital yang terbangun sejak sama-sama memulai kuliah di PS PWD, juga kepada rekan-rekan PWD 2002, PWD 2004, dan angkatan lainnya. Terima kasih juga kepada saudara-saudara yang tergabung dalam keluarga besar IKAMAPA-Aceh di Bogor. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kontribusi pemikiran dan saran yang konstruktif sangat diharapkan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Agustus 2007 F a d l i

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Idi Cut pada tanggal 31 Desember 1973 dari ayah A. Jalil (alm) dan ibu Rukmini. Penulis merupakan putra ke enam dari delapan bersaudara. Jenjang pendidikan dasar sampai menengah atas ditamatkan di daerah kelahiran penulis, yaitu di Kecamatan Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Nanggroe Aceh Darussalam. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Neg. I Darul Aman dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Univ. Syiah Kuala Banda Aceh melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Unsyiah. Penulis memilih Program Studi dan Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian dan menamatkannya pada tahun pada tahun 2003 penulis diterima di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) dengan Beasiswa BPPS. Sebelum diterima pada Yayasan Samudra Langsa tahun 2002 sebagai tenaga pengajar Fakultas Pertanian Univ. Samudra Langsa, penulis pernah menjadi tenaga ahli bidang ekonomi di Laboratorium Pengolahan Daging dan Ikan Fakultas Peternakan Unsyiah tahun 2001.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 5 Tujuan Penelitian... 8 Manfaat Penelitian... 8 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Sosial. 9 Klasifikasi dan determinan Modal Sosial Kepercayaan (Trust) Jaringan (Network) Norma (Share Value) Modal Sosial dan Kesejahteraan Rumah Tangga METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Metode Penelitian Lokasi Penelitian Metode Penarikan Sampel Jenis dan Sumber Data Metoda Analisis Data Analisis Modal Sosial.. 26 Indeks Komposit Modal Sosial Masyarakat Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial. 28 Analisis korelasi Analisis Peran Modal Sosial terhadap Peluang Masyarakat Memiliki Rumah Analisis Peran Modal Sosial terhadap Pendapatan Keluarga Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kondisi Pembangunan Desa Pasca Tsunami Modal Sosial Masyarakat Modal Sosial Struktural Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal 50 Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal.. 53 Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan. 55 Dukungan di dalam Situasi Krisis 56 Derajat Pembatasan. 57 Modal Sosial Kognitif... 57

11 Derajat Kesetiakawanan Kepercayaan.. 60 Kerjasama 61 Penyelesaian Konflik. 61 Aksi Kolektif Tingkat Aksi Kolektif. 63 Jenis Kegiatan Kolektif.. 64 Kesediaan untuk Berpartisipasi dalam Aksi Kolektif 64 Modal Sosial dan Peluang Memiliki Rumah Modal Sosial dan Pendapatan Keluarga Ikhtisar SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 85

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/kota di Nanggroe Aceh Darussalam Kerangka Hubungan antara Pendapat Woolcock dan Narayan dengan Pendapat Grootaert dan Van Bastaeler terhadap Modal Sosial Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Tahapan Pengolahan Data Keadaan Umum Kabupaten Aceh Besar dengan Jumlah Desa dan Katagori Kerusakannya Kondisi Fasilitas Umum Penunjang Kebutuhan Dasar Masyarakat di Setiap Desa Pasca Tsunami Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial Masyarakat dan Komponenkomponennya antar Desa Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di setiap Desa Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut Uji Beda Rataan Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut Indeks Modal Sosial Masyarakat Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah Korelasi antara Modal Sosial Masyarakat dengan Kepemilikan Rumah Klasifikasi dan Kebenaran Prediksi Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status Kepemilikan Rumah dan Tanpa Memasukkan Variabel Keterlibatan NGO Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status Kepemilikan Rumah dan dengan Memasukkan Variabel Keterlibatan NGO Hasil Analisis Menggunakan Regresi Linier dengan Variabel Terikat Pendapatan Rumah Tangga.. 73

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Rata-rata Indeks Modal Sosial Masyarakat dan Komponenkomponennya di tiap-tiap Desa Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut Rata-rata Indeks Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut... 62

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Karakteristik Responden dan Pendapatannya 85 2 Indeks Modal Sosial Masyarakat pada Level Rumah Tangga 87 3 Deskriptif Statistik Indeks Modal Sosial per Desa 89 4 Descriptive Statistics Indeks Modal Sosial Berdasarkan Kepemilikan Rumah Korelasi antara Variabel Modal Sosial dengan Kepemilikan Rumah Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah Tanpa Memasukkan Faktor NGO Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah dengan Memasukkan Faktor NGO Hasil Analisis Regresi (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat terhadap Pendapatan Masyarakat. 113

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang ada, lebih dari 85 desa mengalami kerusakan (Tabel 1). Wilayah Aceh Besar juga termasuk wilayah dengan tingkat kerusakan desa yang paling banyak dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di NAD. Table 1. Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/Kota di Nanggroe Aceh Darussalam. No Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Jumlah Desa Rusak Tidak Total DNA 430 DNA DNA Total Sumber: Buku Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (2005) Keterangan: DNA = Daerah yang tidak Terkena Bencana Tsunami Kehidupan masyarakat di desa-desa yang mengalami kerusakan pasca tsunami penuh ketidakpastian, masyarakat yang selamat hampir tidak mampu lagi untuk membangun kembali kehidupannya. Namun, rasa empati yang datang dari berbagai pihak, secara pribadi maupun kelompok, yang berada di Indonesia maupun di negara lain dapat membantu masyarakat untuk bangkit kembali. Rasa empati tersebut ditunjukkan melalui berbagai bentuk bantuan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari. Kebutuhan utama masyarakat, yaitu: (1) kebutuhan akan ketersediaan pangan, sandang dan papan,

16 (2) kebutuhan terhadap sarana pendidikan, dan (3) kebutuhan terhadap sarana kesehatan. Sesuai dengan prioritas program rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang tertuang dalam Buku Induk Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (Anonim 2005), rencana pembangunan di prioritaskan pada pembangunan kembali berbagai sektor kehidupan masyarakat yang telah hancur akibat tsunami. Kebijakan dan strategi dalam proses rehabilitasi pasca bencana didasarkan pada upaya mengentaskan permasalahan yang ditimbulkan oleh tsunami. Dalam bidang fisik, tsunami telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan perumahan dalam skala besar. Hancurnya perumahan serta prasarana dan sarana pemukiman mengakibatkan ratusan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal, menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, serta rusaknya sistem lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana lingkungan (environment disaster). Dalam bidang ekonomi, tsunami menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi. Hampir semua sarana kegiatan ekonomi masyarakat seperti sarana pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan nelayan dan pertanian yaitu pelabuhan ikan, pusat-pusat penjualan perikanan dan pertanian, serta saluran irigasi rusak. Rusaknya sarana produksi masyarakat antara lain perahu nelayan dan lahan pertanian. Tidak berfungsinya sistem keuangan termasuk perbankan yang disebabkan oleh rusaknya berbagai sarana perbankan serta hilangnya kegiatan ekonomi yang didukung oleh perbankan. Tidak berjalannya kegiatan usaha yang menyebabkan tingkat pengangguran meningkat. Dalam bidang sosial, kehilangan tokoh-tokoh masyarakat adat dan pemuka agama serta aparatur pemerintah menyebabkan rusaknya tatanan kehidupan sosial masyarakat yang telah terbentuk sebelum tsunami. Berdasarkan pada permasalahan pokok bidang infrastruktur dan perumahan tersebut, kebijakan yang ditempuh dan strategi yang dijalankan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan kembali wilayah-wilayah yang mengalami kerusakan adalah memprioritaskan penyediaan prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar, dengan menetapkan prioritas utama pada

17 pembangunan kembali perumahan, air minum, sanitasi, dan drainase. Selain itu juga membantu dan melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan beserta prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi para korban bencana, dengan membantu korban yang ingin kembali ke tempat tinggal semula dalam bentuk incash atau in-kind dan membantu penyediaan perumahan dan prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi korban bencana yang berkeinginan pindah ke tempat baru (resettlement). Kebijakan dan strategi dalam menjawab permasalahan di bidang ekonomi salah satunya adalah memulihkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja dan memberikan pelatihanpelatihan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Untuk memperlancar proses rehabilitasi dan menjalankan kebijakan serta strategi yang telah ditetapkan, maka pemerintah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias. BRR bertugas untuk membantu percepatan pembangunan kembali wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang rusak akibat tsunami. Dengan dibentuknya BRR, pemerintah berharap proses pembangunan dapat dilakukan secara lebih cepat dan efisien. Tugas BRR yaitu memberikan bantuan kepada masyarakat, mulai dari membantu membangun kembali rumah-rumah masyarakat yang telah hancur dan merehabilitasi rumahrumah yang rusak baik rusak parah maupun rusak ringan, kemudian membantu menyediakan modal-modal usaha bagi masyarakat untuk pemulihan kondisi ekonomi disuatu wilayah serta membantu terhadap bidang-bidang lainnya yang rusak akibat tsunami. Selain itu, BRR juga berfungsi memfasilitasi lembagalembaga non pemerintah baik dari dalam maupun dari luar negeri yang ingin membantu masyarakat di wilayah NAD. Pembangunan kembali wilayah NAD pada umumnya dan wilayah Aceh Besar pada khususnya pasca tsunami hingga bulan juni 2006 belum menunjukkan hasil yang signifikan. Dalam bidang infrastruktur dan perumahan, sebahagian besar masyarakat belum memiliki rumah, mereka masih tinggal dibarak-barak pengungsian. Begitu juga dalam bidang ekonomi, seluruh sarana kegiatan ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan nelayan, petani, pedagang dan pengusaha seperti pusat-pusat penjualan perikanan dan pertanian, saluran irigasi serta perahu-perahu nelayan yang mengalami kerusakan belum

18 dibangun kembali. Para nelayan yang sebelum tsunami bekerja sebagai pencari ikan dilaut, sekarang bekerja sebagai buruh-buruh bangunan yang tidak sesuai dengan profesinya. Belum tersedianya modal-modal usaha yang memadai untuk masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi menyebabkan masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari. Pembangunan kembali pasca tsunami bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata untuk setiap wilayah yang mengalami kerusakan melalui pemenuhan kebutuhan hidupnya yang paling mendasar. Bawaan sumberdaya (resource endowment) yaitu sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya buatan (man-made resources) atau infrastruktur dan sumberdaya sosial (social resources) menjadi sangat penting bagi tercapai tujuan pembangunan tersebut. Akan tetapi, pasca tsunami masyarakat hampir tidak lagi memiliki bawaan sumberdaya yang dimaksud. Namun demikian, stok modal sosial yang masih dimiliki dapat digunakan sebagai modal dalam proses percepatan pembangunan kembali desanya. Percepatan pembangunan pasca tsunami sesungguhnya tidak hanya tergantung dari modal fisik saja namun juga dipengaruhi oleh modal non-fisik yang bersifat tangible maupun intangible. Kalau kapital manusia dan kapital fisik kurang tersedia, maka kapital sosial (modal sosial) menjadi andalan utama untuk pembangunan (Lawang 2004). Sementara itu, Bourdieu (1985) menyatakan bahwa modal sosial (social capital) dan modal budaya (cultural capital) juga merupakan modal pembangunan yang memiliki peran yang sama pentingnya dengan modal ekonomi (economic capital). Modal sosial yang dimiliki masyarakat dapat mendorong percepatan Pembangunan pasca tsunami. Masyarakat yang mampu membangun dan memelihara modal sosial akan memiliki kemudahan membangun dan menjaga kapital-kapital lainnya. Bersama dengan sumberdaya lain, modal sosial dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Tanpa modal sosial aktivitas atau pembangunan ekonomi dan juga Pembangunan fisik seperti Pembangunan rumah bagi korban tsunami akan sulit diwujudkan. Modal sosial selama ini relatif terabaikan untuk tujuan pembangunan, padahal hasil-hasil penelitian yang

19 dilakukan Putnam (1993), Grootaert (1999), Sabatini (2005) menunjukkan bahwa modal sosial memberi kontribusi yang nyata terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga, menekan kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu wilayah. Penelitian tentang modal sosial di daerah pasca bencana belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah yang mengalami bencana alam khususnya bencana tsunami yang dasyat seperti NAD akan membantu dalam memahami pentingnya faktor-faktor sosial dalam pembangunan kembali masyarakat. Karena itu, sangat diperlukan informasi mengenai keberadaan dan peranan modal sosial dalam Pembangunan perdesaan di Wilayah Naggroe Aceh Darussalam pasca tsunami melalui sebuah penelitian Perumusan Masalah Pemerintah baik pusat maupun daerah bersama-sama masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk membangun kembali wilayah-wilayah yang rusak. Upaya yang dilakukan mulai dari tahap tanggap darurat yaitu menyediakan tempat-tempat untuk pengungsian, makanan, pakaian, membersihkan puing-puing bangunan yang berserakan dan lain sebagainya. Kemudian dalam tahap rehabilitasi pemerintah juga telah menetapkan kebijakan dan prioritas pembangunan pada pembangunan kembali infrastruktur dan perumahan dengan membantu membangun kembali seluruh rumah masyarakat disetiap desa yang hancur maupun yang hanya rusak. Selain itu pemerintah juga membantu menyediakan modal-modal usaha untuk menghidupkan kembali perekonomian masyarakat, sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, Pemerintah juga telah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias. Pembentukan BRR diharapkan dapat mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi agar program yang dijalankan bisa lebih efektif, efisien dan merata. Kemudian kehadiran lembaga-lembaga donor non pemerintah (NGO/LSM) dari dalam dan luar negeri juga akan membantu proses rehabilitasi dan rekonstruksi melalui berbagai bentuk bantuan, seperti bantuan modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembangunan wilayah permukiman dengan membangun kembali rumah-rumah

20 yang telah hancur dan membangun infrastruktur sebagai sarana pendukung wilayah permukiman tersebut. Banyaknya bantuan dan lembaga/pihak yang membantu baik untuk perumahan maupun membantu menyediakan modal usaha yang digunakan dalam suatu kegiatan ekonomi di masyarakat tidak menjamin percepatan pembangunan desa-desa tersebut dapat terlaksana secara merata. Kesenjangan pembangunan antar desa tetap terjadi. Ada desa yang pembangunannya lebih cepat, ada juga desa-desa yang pembangunannya relatif lambat terutama dalam pembangunan kembali perumahannya. Desa Beurandeh Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar, merupakan salah satu desa yang pembangunan rumahnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan desa lain. Hingga bulan juni 2006 semua rumah di desa tersebut sudah selesai dibangun kembali dan masyarakat sudah bisa menempatinya kembali. Sementara itu di desa lain masyarakat masih tinggal di barak-barak pengungsian karena rumah mereka belum selesai dibangun. Desa Beurandeh termasuk dalam katagori rusak sedang (BRR, BPS dan ADB 2006), tetapi kalau dilihat dari kerusakan fisiknya, desa ini juga termasuk rusak parah. Sebahagian besar rumah penduduk hancur, hanya beberapa rumah yang selamat karena letaknya di perbukitan. Selain rumah infrastrukturinfrastruktur lain seperti fasilitas kesehatan yang ada juga ikut hancur. Tidak adanya korban jiwa di desa ini, menyebabkan struktur sosial masyarakat desa tidak mengalami banyak perubahan, karena tokoh-tokoh masyarakat adat, tokoh agama dan pemerintahan masih tetap seperti sebelum terjadi tsunami. Hal tersebut sangat berbeda dengan desa-desa lain yang tergolong dalam katagori rusak berat, dimana banyak terdapat korban jiwa termasuk kehilangan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pemuka adat dan agama, sehingga struktur sosial masyarakat yang tinggal pasca tsunami mengalami perubahan. Perubahan struktur sosial berdampak pada perbedaan stok modal sosial masyarakat. Perbedaan stok modal sosial masyarakat dimasing-masing desa berpengaruh terhadap percepatan pembangunan desa baik pembangunan infrastruktur dan perumahan maupun pembangunan ekonominya. Aksi kolektif yang dilakukan masyarakat Desa Beurandeh seperti melakukan proses perencanaan pembangunan desa secara partisipatif pasca tsunami yang hasilnya

21 yaitu salah satunya adalah membentuk kelompok-kelompok usaha yang sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing masyarakat. Dengan telah terbentuknya kelompok-kelompok tersebut menyebabkan banyak pihak yang menawarkan bantuannya untuk percepatan pembangunan desa mereka. Kerjasama tersebut terjadi karena antar sesama masyarakat saling percaya mempercayai. Modal kepercayaan yang ada menjadi modal untuk menarik minat pihak-pihak yang mau memberi bantuan untuk membantu membangun rumah yang merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar bagi masyarakat di desa tersebut. Kepercayaan dan kerjasama tentunya berimplikasi pada adanya modal sosial, karena kepercayaan adalah produk yang sangat penting dari norma-norma sosial kooperatif yang memunculkan modal sosial. Jika masyarakat bisa diandalkan untuk tetap menjaga komitmen, norma-norma saling menolong yang terhormat dan menghindari perilaku oportunistik, maka berbagai kelompok akan terbentuk secara lebih cepat, dan kelompok yang terbentuk itu akan mampu mencapai tujuan-tujuan bersama secara lebih efisien (Fukuyama 1995). Penelitian Grootaert (1999) yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Modal sosial terutama komponen rasa saling percaya dan partisispasi masyarakat, juga berperan untuk mencapai tingkat keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan yang lebih baik (Kirwen dan Pierce 2002). Dengan demikian modal sosial dapat berperan untuk mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami. Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang menyangkut dengan keberadaan modal sosial dan percepatan pembangunan desa pasca tsunami yaitu sebagai berikut: 1. Mengapa terjadi kesenjangan pembangunan terutama pada pembangunan rumah pasca tsunami antara satu desa dengan desa lain. Apakah hal tersebut ada kaitannya dengan perbedaan stok modal sosial masyarakatnya. 2. Sejauhmana modal sosial mempengaruhi percepatan pembangunan rumah pasca tsunami.

22 3. Apakah modal sosial juga berpengaruh terhadap pemulihan pendapatan masyarakat sebagai upaya pengentasan masalah ekonomi yang ditimbulkan oleh tsunami Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk menjawab beberapa permasalahan yang terkait dengan percepatan pembangunan desa pasca tsunami dan mendapatkan informasi atau pengetahuan mengenai hubungan/konstribusi modal sosial masyarakat dalam kaitannya dengan proses percepatan pembangunan desa pasca tsunami. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguraikan perbedaan stok modal sosial masyarakat di masing-masing desa pasca tsunami. 2. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap percepatan pembangunan rumah pasca tsunami 3. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pasca tsunami Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian lebih lanjut tentang modal sosial dan kaitannya dengan pembangunan wilayah terutama wilayah desa baik dalam bidang pembangunan fisik, pembangunan ekonomi, maupun sosial. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi pemerintah daerah di dalam menetapkan kebijakan untuk proses percepatan pembangunan desa khususnya pasca tsunami dan pembangunan desa pada umumnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Modal Sosial Konsep modal sosial memiliki pengertian yang berbeda-beda di kalangan pakar Ilmu Ekonomi dan pakar Ilmu Sosial. Masalah konsep kapital (modal dalam modal sosial) bersumber pada beberapa keterbatasan dan referensi. Konsep kapital dalam referensi ekonomi mempertimbangkan referensi bukan ekonomi yang sering kali terbatas, konsep kapital dalam referensi ilmu sosial terlalu sedikit

23 mempertimbangkan referensi ekonomi, sehingga sulit untuk mencapai keseragaman pengertian (Lawang 2004). Menurut Coleman dalam Eko (2004), modal sosial ditetapkan oleh fungsinya. Modal sosial bukan sebuah entitas tunggal, tetapi berbagai macam entitas yang berbeda-beda dengan dua elemen bersama yang terdiri dari beberapa aspek struktur sosial dan memfasilitasi tindakan pelaku-pelaku tertentu dalam struktur itu. Sebagaimana bentuk modal lain, modal sosial adalah produktif, memungkinkan pencapaian tujuan tertentu yang dalam ketiadaannya akan tidak mungkin. Sebagaimana modal fisik dan modal manusia, modal sosial sama sekali tidak fungible tetapi mungkin spesifik untuk aktivitas tertentu. Tidak seperti modal lain modal sosial melekat dalam struktur hubungan antar para pelaku dan di antara para pelaku. Walaupun definisi tersebut tidak begitu jelas, namun kumpulan tindakan, hasil dan hubungan yang berbeda ditetapkan sebagai modal sosial. Modal sosial juga dapat dilihat sebagai sekumpulan asosiasi diantara orang-orang yang mempengaruhi produktivitas komunitas yang mencakup jaringan dan norma sosial. Jaringan dan norma secara empirik saling berhubungan dan memiliki konsekuensi ekonomi yang penting. Modal sosial berperan di dalam menfasilitasi kerjasama dan koordinasi untuk manfaat bersama bagi anggotaanggota asosiasi (Putnam 1993) Paldam dalam Laba (2006), menggambarkan modal sosial sebagai perekat yang menyatukan masyarakat. Paldam membagi pendekatan teoritis terhadap modal sosial kedalam kepercayaan, kerjasama dan jaringan. Kepercayaan memudahkan kerelaan untuk bekerjasama, hubungan yang sama juga berlaku antara kepercayaan dan jaringan. Dalam hal ini definisi dari jaringan akan bermakna ketika ditempatkan dalam kepercayaan-kerjasama. Narayan (1999), memberikan definisi modal sosial sebagai norma dan hubungan sosial yang tertambat didalam struktur sosial masyarakat yang memungkinkan orang-orang untuk mengkoordinasikan tindakan dan mencapai tujuan bersama. Sedangkan Portes (1998), mendefinisikan modal sosial sebagai kemampuan dari para pelaku untuk mendapatkan manfaat melalui keanggotaan di dalam jaringan sosial atau struktur sosial lainnya.

24 Leser (2000), mendefinisikan modal sosial sebagai kesejahteraan atau keuntungan yang terjadi karena adanya hubungan sosial antar individu. Ada tiga dimensi utama yang mempengaruhi perkembangan dari keuntungan itu yaitu struktur hubungan, dinamika interpersonal yang terjadi dalam struktur serta konteks dan bahasa umum yang digunakan individu dalam struktur. Fukuyama (1995), menjelaskan social capital secara sederhana bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Jika anggota-anggota kelompok itu mengharapkan para anggota yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai. Selanjutnya Bank Dunia mendefinisikan modal sosial dalam dua versi yaitu modal sosial merupakan norma, institusi, dan hubungan sosial yang membentuk kualitas interaksi sosial didalam masyarakat dan modal sosial adalah norma, institusi, dan hubungan sosial yang memungkinkan orang dapat bekerjasama (Bank Dunia 1998). Kedua definisi tersebut perbedaannya terletak pada variabel terikatnya. Definisi pertama kualitas interaksi sosial didalam masyarakat menjadi variabel terikat dan pada definisi yang kedua peluang orang untuk melakukan kerjasama sebagai variabel terikatnya. Walaupun definisi modal sosial di kalangan pakar-pakar Ilmu Ekonomi dan pakar-pakar Ilmu Sosial berbeda-beda, akan tetapi secara umum modal sosial memiliki tiga unsur utama,yaitu; (1) Rasa percaya, (2) Norma dan (3) Jaringan kerja. Ketiga unsur utama tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur tingkat modal sosial di dalam suatu wilayah Klasifikasi dan Determinan Modal Sosial Uphoff (1999), membedakan modal sosial ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi struktural dan dimensi kognitif. Dimensi struktural bersumber dari peranan dan aturan dalam jaringan suatu organisasi sosial dan hubungan interpersonal, serta prosedur-prosedur dan presenden-presenden, yang didorong oleh faktor dinamis baik vertikal maupun horizontal. Dimensi kognitif bersumber dari norma-norma, nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan yang hidup di dalam masyarakat sipil oleh dorongan kepercayaan, solidaritas, kerjasama dan

25 persahabatan. Unsur modal sosial kognitif mempengaruhi/mengarahkan orang pada aksi kolektif yang menghasilkan manfaat bersama, sedangkan unsur-unsur struktural berperan di dalam memperlancar/memfasilitasi aksi kolektif itu. Dimensi-dimensi dari modal sosial struktural dan kognitif harus dikombinasikan untuk mewakili potensi agregat dari aksi kolektif yang mendatangkan manfaat bersama yang telah ada di dalam suatu komunitas (Krishna 2000; Uphoff 1999, diacu dalam Grootaert dan van Bastaeler 2002). Modal sosial juga dapat dinilai pada level mikro, meso, dan makro. Pada level mikro, modal sosial dapat terlihat dalam bentuk jaringan horisontal antara individu dan rumah tangga serta norma-norma yang mengatur hubungan itu dan nilai-nilai yang melandasi jaringan horisontal ini. Pengamatan modal sosial pada level meso mencakup hubungan horisontal dan vertikal di antara kelompok, diilustrasikan dengan pengelompokan asosiasi lokal menurut wilayah. Sedangkan pada level makro, modal sosial dapat diamati di dalam bentuk lingkungan kelembagaan dan politik yang mempengaruhi seluruh kegiatan ekonomi dan sosial, serta kualitas dari pengaturan pemerintah. Pada level makro, modal sosial berkaitan dengan ekonomi kelembagaan yaitu kualitas insentif dan kelembagaan yang merupakan faktor penentu yang utama dari pertumbuhan ekonomi (Grootaert dan van Bastaeler 2002). Woolcock dan Narayan dalam Vipriyanti (2007), menyatakan bahwa ada empat perspektif modal sosial dalam pembangunan ekonomi, yaitu; (1) pandangan komunitarian (the communitiarian view), pandangan ini menyamakan modal sosial dengan organisasi pada level lokal (seperti asosiasi, klub, dan kelompokkelompok warga). Modal sosial diukur secara sangat sederhana yaitu melalui jumlah dan kepadatan suatu organisasi dalam komunitas tertentu, semakin banyak akan lebih baik dan selalu memberikan dampak yang posistif terhadap kesejahteraan masyarakat, (2) pandangan jaringan (the networks view), menekankan pentingnya asosiasi vertikal dan horisontal antar individu, dan hubungan di dalam organisasi dan antar organisasi seperti kelompok-kelompok komunitas dan perusahaan. Dalam pandangan ini terdapat dua dimensi dasar dari modal sosial pada level komunitas, yaitu yang dikenal dengan bonding social capital (strong intra community ties) dan bridging social capital (weak extra

26 community network). Perspektif ini menganggap bahwa masyarakat dapat dicirikan oleh bawaan (endowment) mereka akan kedua dimensi modal sosial tersebut. Perbedaan kombinasi antar kedua dimensi akan mempengaruhi hasil yang diperoleh dari modal sosial, (3) pandangan kelembagaan (the institutionsl view), berpendapat bahwa jaringan kerja komunitas dan masyarakat sipil, secara luas adalah hasil dari keadaan politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. Pandangan ini telah menghasilkan sejumlah metodologi dan fakta empiris yang kuat namun hanya untuk kebijakan makro, (4) pandangan sinergi (the synergy view), menggabungkan pandangan jaringan dan kelembagaan atas dasar asumsi bahwa tidak satupun pelaku pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat) akan dapat berjalan sendiri di dalam mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Modal sosial digunakan sebagai variabel penghubung. Tabel 2. Kerangka Hubungan antara Pendapat Woolcock dan Narayan dengan Pendapat Grootaert dan Van Bastaeler terhadap Modal Sosial Fokus Penilaian Hubungan Horisontal antar Individu atau Asosiasi Lokal Level /perspektif modal sosial Grootaert dan Woolcock dan Van Bastaeler Narayan Mikro The Communitarian view Hubungan Horisontal dan Vertikal antar Meso The Network view Asosiasi/Kelompok Jaringan Kerja Komunitas The Institutional Hasil Keadaan Politik, Hukum dan Makro view Kelembagaan. Hubungan antara Masyarakat, Pemerintah The Synegry view dan Swasta Sumber: Woolcock dan Narayan (2000); Grootaert dan Van Bastaeler (2002) dalam Vipriyanti (2007) Pretty dan Ward (2001), menyatakan bahwa modal sosial dibangun dari empat aspek, yaitu; (1) hubungan dari rasa percaya, (2) resiproksitas dan pertukaran, (3) aturan umum, norma dan sangsi, (4) koneksi, kerjasama dan kelompok. Rasa percaya mempermudah kerjasama dan mengurangi biaya transaksi. Rasa percaya dapat dibedakan atas dua tipe yaitu percaya terhadap individu yang dikenal dan percaya terhadap individu yang tidak dikenal yang semakin meningkat karena percaya pada struktur sosial yang dikenal. Membangun rasa saling percaya membutuhkan waktu tetapi mudah sekali hilang. Ketika

27 masyarakat tidak saling percaya maka kerjasama tidak akan terbangun. Resiproksitas dan pertukaran juga meningkatkan kepercayaan Determinan modal sosial seperti jaringan kerja, norma dan rasa percaya mempengaruhi kinerja pembangunan desa. Jaringan kerja berpengaruh positif jika dampak proteksi terhadap perilaku rent-seeking lebih besar. Norma berdampak posistif jika peluang berkembangnya kreatifitas lebih besar dari peluang menipisnya etika dalam masyarakat. Rasa saling percaya akan mendorong peningkatan kinerja pembangunan bila mampu membangun kerjasama dan mengurangi konflik. Untuk menentukan determinan dari modal sosial perlu memahami keputusan individu dalam melakukan investasi modal sosial. Modal sosial individu ditentukan oleh umur, mobilitas, jarak dan penghasilan dari tingkat ketrampilan. Modal sosial individu ini berkaitan erat dengan human capital. Ketika individu berinvestasi untuk dapat berkomunikasi secara baik maka individu tersebut meningkatkan modal sosial dirinya dan masyarakat. Akan tetapi jika individu tersebut meningkatkan kemampuan dirinya untuk menipu orang lain maka dia meningkatkan modal sosialnya sendiri dan mengurangi modal sosial masyarakat (Glaeser et al. 2001). Determinan modal sosial juga dapat mencakup instabilitas ekonomi dan politik, hubungan patron-client, pendidikan, jenis pekerjaan, adanya collective interest dan legitimasi pasar bagi nilai-nilai bersama (common value). Selain itu pengutan internal dan eksternal juga mempengruhi terjalinnya norma bersama dan jaringan kerja (Christoforou 2003). Tingkat modal sosial dalam suatu masyarakat dapat diukur dari indikator densitas keanggotaan dalam berbagai organisasi sosial, tingkat rasa saling percaya antara individu dalam masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap aktivitas yang bersifat saling membantu (Putnam 1995). Perbedaan yang besar dalam keefektifan pemerintahan regional di Italia tidak disebabkan oleh sumberdaya yang dimiliki atau oleh strukturnya melainkan karena perbedaan dalam modal sosial wilayah tersebut (Putnam 1993). Hasil penelitian Putnam di Italia memperlihatkan kesuksesan Italia Utara karena kekayaan sosial dari kehidupan berkelompok, sebaliknya Italia Selatan menglami kemunduran karena amoral familism seperti ketidakpercayaan yang dikombinasi dengan ikatan kekeluargaan yang kuat.

28 Namun demikian ukuran tersebut masih sangat sederhana karena hanya melihat modal sosial dari kehidupan berkelompok saja. Mengukur tingkat stok modal sosial masyarakat di suatu wilayah dapat dilakukan melalui pengukuran hasil (outcome) dari modal sosial itu sendiri. Hasil yang tercipta dari ketersediaan modal sosial yang umumnya digunakan sebagai indikator modal sosial dapat dikelompokkan dalam kelompok proximal indikator maupun distal indikator. Proximal indikator adalah hasil modal sosial yang berhubungan langsung dengan komponen inti dari jaringan kerjasama, rasa percaya dan resiproksitas seperti penggunaan civic engagement sebagai indikator dari jaringan kerja sosial. Distal indikator adalah hasil tidak langsung dari modal sosial seperti indeks harapan hidup, status kesehatan, tingkat kriminalitas, tingkat partisipasi dalam pendidikan, tingkat pengangguran dan tingkat pendapatan rumah tangga (Vipriyanti 2007) Kepercayaan (Trust) Kepercayaan adalah rasa percaya yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk saling berhubungan. Ada tiga hal inti yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu: (1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Seseorang percaya pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orangorang dalam institusi itu bertindak. (2) Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak. (3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Dengan ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial (Lawang 2004) Percaya berarti seseorang memiliki kerelaan menerima segala resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya berdasarkan pada keyakinan bahwa orang lain akan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bertindak saling menguntungkan. Percaya yaitu menerima dan mengabaikan kemungkinan bahwa sesuatu akan tidak benar (Casson dan Godley 2000)

29 Rasa percaya merupakan dasar dari perilaku moral dimana modal sosial dibangun. Moralitas mengarahkan bagi kerjasama dan koordinasi sosial dari semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu sama lain. Sepanjang adanya rasa percaya, perilaku dan hubungan kekeluargaan maka akan terbangun prinsip-prinsip resiproksitas dan pertukaran. Sebagai alat untuk membangun hubungan, rasa percaya dapat menekan biaya-biaya transaksi yang muncul dalam proses kontak, kontrak dan kontrol. Dengan demikian semua orang tentunya akan lebih menyukai hubungan yang didasari oleh rasa saling percaya dibandingkan dengan hubungan yang oportunistik. Rasa percaya akan mempermudah terbentuknya kerjasama. Semakin kuat rasa percaya pada orang lain semakin kuat juga kerjasama yang terjadi diantara mereka. Kepercayaan sosial muncul dari hubungan yang bersumber pada norma resiprositas dan jaringan kerja dari keterkaitan warga negara. Dengan adanya rasa saling percaya, tidak dibutuhkan aktivitas monitoring terhadap perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku sesuai dengan yang kita inginkan. Kepercayaan dapat dibangun, akan tetapi dapat juga hancur. Demikian juga kepercayaan tidak dapat ditumbuhkan oleh salah satu sumber saja, tetapi seringkali tumbuh berdasarkan pada hubungan teman dan keluarga (Williamson dalam Vipriyanti 2007). Rasa percaya ditentukan oleh homogenitas, komposisi populasi dan tingkat keberagaman. Rasa percaya yang tinggi ditemukan pada wilayah dengan ras dan komposisi populasi yang homogen serta tingkat kebergaman yang rendah. Hasbullah (2006), menyatakan bahwa berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling percaya mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Ketiadaan rasa saling percaya dalam masyarakat akan mengundang berbagai masalah sosial yang serius. Masyarakat yang kurang memiliki rasa saling percaya akan sulit menghindari berbagai situasi kerawanan sosial dan ekonomi yang mengancam. Semangat kolektifitas dan partisipasi masyarakat untuk membangun bagi kepentingan kehidupan yang lebih baik akan hilang. Lambat laun akan mendatangkan biaya tinggi bagi pembangunan karena masyarakat cenderung bersikap apatis dan hanya menunggu

30 apa yang diberikan oleh pemerintah dan pihak-pihak lain. Jika rasa saling mempercayai sudah lemah, maka yang akan terjadi adalah sikap-sikap yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku, kriminalitas akan meningkat, tindakan-tindakan destruktif dan anarkhis gampang mencuat, kekerasan dan kerusuhan massa akan cepat tersulut. Kurangnya rasa saling percaya juga membuat masyarakat cenderung pasif, sendiri-sendiri dan pada akhirnya muncul perasaan keterisolasian diri. Pada situasi yang demikian masyarakat akan gampang terserang berbagai penyakit kejiwaan seperti kecemasan, putus asa, dan kemungkinan akan melekukan tindakan-tindakan yang fatal bagi dirinya maupun bagi orang lain Jaringan (Network) Lenggono (2004) menjelaskan, pengertian jaringan mengacu pada hubungan sosial yang teratur, konsisten dan berlangsung lama, hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga banyak individu. Hubungan antar individu tersebut akan membentuk jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan terjadinya pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat. Mitchell dalam Lenggono (2004) mengemukakan, bahwa jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk diantara kelompok orang, karakteristik hubungan tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Sementara Suparlan (1995) mengemukakan, bahwa jaringan sosial merupakan proses pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang (sedikitnya tiga orang) yang masing-masing mempunyai indentitas tersendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial. Setiap individu dapat memasuki berbagai kelompok sosial yang tersedia dimasyarakat dan menjalin ikatan-ikatan sosial berdasarkan unsur kekerabatan, ketetanggaan, dan pertemanan (Barnes dalam Lenggono 2004). Ikatan sosial tersebut dapat berlangsung diantara mereka yang memiliki status sosial-ekonomi yang sepadan atau tidak dan ikatan tersebut merupakan unsur pembentuk sistem kelas. Setiap individu akan melihat dirinya sebagai pusat dari jaringan yang dimilikinya, ikatan sosial yang terbentuk merupakan sarana yang dapat menjembatani hubungan diantara anggota jaringan tersebut. Di dalam jaringan

31 yang terbentuk tersebut, hubungan sosial dan keanggotaannya dapat melampaui batas teritorial (borderless) dan keberadaan masyarakat yang bersangkutan (Kusnadi 2000). Jika individu mempunyai mobilitas diri yang tinggi untuk melakukan hubungan sosial yang lebih luas, ini berarti individu tersebut akan memasuki sejumlah pengelompokan dan kesatuan sosial sesuai dengan ruang, waktu, situasi dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapainya. Keanggotaan individu dalam suatu jaringan bersifat fleksibel dan dinamis, karena pada dasarnya setiap individu sebagai makhluk sosial akan selalu terkait dengan jaringan sosial yang kompleks. Bila seorang individu memasuki sejumlah jaringan sosial yang berbeda-beda sesuai dengan konteks khusus atau fungsinya, ia akan merefleksikan struktur sosial yang berbeda pula. Struktur sosial bukan hanya pencerminan adanya keteraturan hubungan dalam suatu jaringan sosial, melainkan juga menjadi sarana untuk memahami batas-batas status dan peran, serta hak dan kewajiban individu yang terlibat dalam hubungan sosial tersebut. Berdasarkan tinjauan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial dalam suatu masyarakat, maka jaringan sosial dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut: 1. Jaringan kekuasaan, dimana hubungan sosial yang terbentuk bermuatan kepentingan kekuasaan. 2. Jaringan kepentingan, dimana hubungan sosial yang membentuknya adalah hubungan sosial yang bermuatan kepentingan. 3. Jaringan perasaan, dimana jaringan sosial yang terbentuk atas dasar hubungan sosial yang bermuatan peran. Masing-masing jenis jaringan sosial tersebut memiliki logika-situasional yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya (Agusyanto 1996). Jaringan kepentingan terbentuk oleh hubungan yang bermuara pada tujuan tertentu atau tujuan khusus. Bila tujuan yang spesifik atau konkrit, seperti untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa sudah dicapai oleh pelaku, hubungan kepentingan itupun tidak dilanjutkan lagi. Struktur sosial yang muncul dari jaringan sosial tipe ini bersifat sementara dan terus berubah-ubah, ruang bagi tindakan dan interaksipun lebih didasarkan pada tujuan relasional. Sebaliknya jika

32 tujuan tersebut tidak konkret dan spesifik atau hampir selalu berulang setiap saat, struktur yang tebentuk relatif stabil atau permanen (Agusyanto 1996). Berdasarkan status sosial-ekonomi individu yang terlibat dalam suatu jaringan, terdapat dua jenis hubungan sosial, yaitu hubungan sosial yang bersifat horizontal dan vertikal. Hubungan yang bersifat horizontal terjadi jika individu yang terlibat di dalamnya memiliki status sosial-ekonomi yang relatif sama, dengan kewajiban dan sumberdaya yang dipertukarkan relatif sama. Sebaliknya, di dalam hubungan yang bersifat vertikal individu-individu yang terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial-ekonomi yang sama atau sepadan. Dasgupta dan Serageldin (2002), mengansumsikan bahwa setiap orang mampu berinteraksi dengan orang lain tanpa harus memilih. Tetapi sesungguhnya, setiap orang memiliki pola tertentu dalam berinteraksi, melakukan pilihan dengan siapa berinteraksi dan dengan alasan tertentu. Jaringan kerja pada awalnya merupakan sistem dari saluran komunikasi (system of communication chanel) untuk melindungi dan mengembangkan hubungan interpersonal. Membangun saluran komunikasi ini membutuhkan biaya yang dikenal dengan biaya transaksi. Keinginan untuk bergabung dengan orang lain, sebagian disebabkan oleh adanya nilai-nilai bersama. Jaringan kerja juga berperan dalam membangun koalisi dan koordinasi. Secara umum dikatakan bahwa keputusan melakukan investasi dalam saluran tertentu disebabkan oleh adanya konstribusi saluran tersebut terhadap kesejahteraan ekonomi individu. Jaringan kerja menekankan pada pentingnya asosiasi vertikal dan horizontal antar manusia dan hubungan inter dan antar asosiasi tersebut. Granovetter (1973), menyatakan bahwa ikatan inter masyarakat (strong ties) diperlukan untuk memberikan identitas pada keluarga dan masyarakat serta tujuan bersama. Pandangan ini juga menganggap bahwa tanpa ikatan antar masyarakat (weak ties) yang menghubungkan berbagai asosiasi sosial, maka ikatan horizontal yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan keinginan kelompok yang terbatas. Lawang (2004), mengatakan jaringan sosial apapun harus diukur dengan fungsi ekonomi dan fungsi kesejahteraan sosial sekaligus. Fungsi ekonomi menunjuk pada produktifitas, efisiensi dan efektifitas yang tinggi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Modal Sosial

1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Modal Sosial 3. Apakah modal sosial juga berpengaruh terhadap pemulihan pendapatan masyarakat sebagai upaya pengentasan masalah ekonomi yang ditimbulkan oleh tsunami. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk

Lebih terperinci

Modal Sosial Dan Pendapatan Masyarakat

Modal Sosial Dan Pendapatan Masyarakat ISSN 1829-9288 Modal Sosial Dan Pendapatan Masyarakat Social Capital And Community Income Fadli 1) 1) Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh Kampus Cot Teungku Nie, Reuleut,

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN NURJANNAH YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR

BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR 4.1. Pendahuluan Studi kapital sosial ini bertitik tolak pada asumsi yang saling terkait, yaitu bahwa kapital sosial bukan suatu keberadaan yang berdiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan:

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbadan hukum koperasi telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Tenaga kerja yang diserap industri rumah

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ANALISIS PERAN GENDER DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN LAUT (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHANBATU PROPINSI SUMATERA UTARA) MAILINA HARAHAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk dapat merupakan potensi yang besar untuk peningkatan produksi nasional. Produksi nasional bisa meningkat jika penduduk merupakan tenaga kerja yang produktif,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224)

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) KULIAH 12: TEORI MODAL SOSIAL Koordinator : Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti gelombang tsunami yang melanda sebagian besar kawasan pesisir Aceh dan Nias pada hari Minggu tanggal

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN pihak luar terlibat di satu desa untuk membantu masyarakat dalam membangun rumah dan pemulihan ekonomi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Aceh Besar terletak di paling

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C54104067 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro 46 BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Modal sosial merupakan hal yang penting dalam membentuk suatu kerjasama,

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan ekonomi, sebab pembangunan ekonomi nasional masih tetap

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan ekonomi, sebab pembangunan ekonomi nasional masih tetap I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi, sebab pembangunan ekonomi nasional masih tetap berbasis sektor pertanian. Pembangunan

Lebih terperinci

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13,TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN LOGISTIK DAN PERALATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENERAPAN ISO 9001 DI PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI DAN KONTRIBUSINYA PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SERTA PENYERAPAN TENAGA KERJA KASUS DI KABUPATEN KAMPAR TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH III.1. VISI Visi merupakan gambaran masa depan yang ideal yang didambakan untuk diwujudkan. Ideal yang dimaksud memiliki makna lebih baik, lebih maju, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan psikologis

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital)

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Modal Sosial (Social Capital) PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Modal Sosial (Social Capital) Apa yang dimaksud dengan Modal Sosial dan apa relevansinya dengan Pembangunan? Modal yang dibutuhkan dalam proses pembangunan: Modal Sumber

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN PIDIE, KABUPATEN PIDIE JAYA, DAN KABUPATEN BIREUEN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana Gempa dan Tsunami yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan dampak yang sungguh luar

Lebih terperinci

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata. Peranan utama pertanian dianggap hanya sebagai

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

Oleh Prof Dr Abdullah Ali

Oleh Prof Dr Abdullah Ali EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD-NIAS Oleh Prof Dr Abdullah Ali Ketua Dewan Pengawas Rapat Tripartite BRR NAD-Nias Jakarta, 20 Oktober 2005 Isu dalam Pelaksanaan Rehabilitasi dan

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA G A S I M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK Pengenalan jenis kayu yang sering dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Kondisi Ketenagakerjaan Aceh kembali membaik, terlihat dari TPAK yang menunjukkan peningkatan dari 61,77% pada Agustus 2012 menjadi 65,56% per Februari

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI

Lebih terperinci

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH Merza Gamal SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BAB 4 Kondisi Ketenagakerjaan Aceh kembali memburuk, terlihat dari TPAK yang menunjukkan penurunan cukup dalam dari 65,85 per Februari 212 menjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA INDUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang

Lebih terperinci

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT A. Latar Belakang PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT 1. Semakin meningkatnya jumlah penyandang masalah sosial di Indonesia terutama disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berkenaan dengan tujuan pertama dari kajian ini yaitu menganalisis keberhasilan dan kelemahan dalam pelaksanaan program pemberdayaan dan pengembangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah dilaksanakan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana.

BAB VI PENUTUP. pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan. perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana. BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Berdasarkan ketiga indikator yang digunakan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perempuan pelaku usaha di Wukirsari mampu memanfatkan bentuk-bentuk modal sosial

Lebih terperinci

penelitian 2010

penelitian 2010 Universitas Udayana, Bali, 3 Juni 2010 Seminar Nasional Metodologi Riset dalam Arsitektur" Menuju Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset DESAIN PERMUKIMAN PASCA-BENCANA DAN METODA PARTISIPASI:

Lebih terperinci

ANALISA JABATAN DAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA PADA DIREKTORAT SUMBERDAYA MANUSIA DAN ADMINISTRASI UMUM INSTITUT PERTANIAN BOGOR.

ANALISA JABATAN DAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA PADA DIREKTORAT SUMBERDAYA MANUSIA DAN ADMINISTRASI UMUM INSTITUT PERTANIAN BOGOR. ANALISA JABATAN DAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA PADA DIREKTORAT SUMBERDAYA MANUSIA DAN ADMINISTRASI UMUM INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh : AGUNG HARIBOWO PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci