DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR"

Transkripsi

1 PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) JANTAN ZUMROTUN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya nyatakan bahwa tesis Peranan Sanrego (Lunasia amara Blanco) dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagia akhir tesis ini Bogor, Maret 2006 Zumrotun NRP. E

3 ABSTRAK ZUMROTUN. Peranan Sanrego (Lunasia amara Blanco) dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatan Libido Seksual Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) Jantan. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan MACHMUD THOHARI. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peranan sanrego dalam memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa jantan; (2) mencari dosis penggunaan yang paling tepat dan (3) mempelajari tahapan pola perilaku kawin rusa timor. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dilanjutkan dengan uji least significant difference. Pada pemberian sanrego dengan berbagai dosis perlakuan (6.000 mg, mg dan mg) masing-masing per ekor menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (a < 0,05) terhadap peningkatan libido seksual rusa timor jantan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya perilaku seksual yang meliputi: perilaku mendekati betina dengan rataan frekuensi (14,7±9,4), mencium betina (31,8±30,1), nyengir (10,7±5,0), berkubang (6,7±2,8), menggosokgosokkan velvetnya (8,2±5,0), agonistik (12,6±9,4) dan keinginan menaiki punggung betina11,6±13,8), sedangkan pengaruh tidak nyata ditemui pada perilaku kopulasi (0,1±0,3). Hasil penelitian menyimpulkan penggunaan sanrego pada dosis mg per ekor relatif memberikan penampilan perilaku seksual paling baik diantara perlakuan yang diberikan, ditunjukkan dengan pengelupasan velvet paling cepat (hari ke 5 selama 5,7 hari), intensitas perilaku seksual yang paling tinggi meliputi frekuensi perilaku seksual, tanggap perilaku seksual paling cepat (hari ke 4), lama perilaku seksual (10 hari), intensitas perilaku seksual setelah perlakuan dihentikan (3 hari) dan terjadi kopulasi. Pola perilaku kawin pada rusa timor diawali dengan: (1) pra percumbuan dengan aktivitas mendekati dan mengejar betina yang sedang birahi, berkubang, menggosok-gosokkan dan mengelupasnya velvet; (2) Percumbuan dengan aktivitas memisah atau menggiring betina birahi, agonistik terhadap sesama rusa jantan, mencium bagian belakang atau air kencing betina birahi dan nyengir;(3) ereksi;(4) penunggangan; (5) Intromisi; (6) Ejakulasi ; (7) Refraktorinese, semua perlakuan tersebut berlangsung dalam waktu 9 hari.

4 ABSTRACT ZUMROTUN. The role of sanrego (Lunasia amara Blanco) in decreasing of the antler cycle stags and increasing libido of the timor stags (Cervus timorensis de Blainville). Under supervision of BURHANUDDIN MASYUD and MACHMUD THOHARI. The aims of the research are :1) to explore the role of sanrego in decreasing antler cycle stags and increasing timor stags libido sexual, 2) to observe the appropriate doses of sanrego and 3) to know the sexual behaviour of timor stags. Three difference doses of sanrego ware tested to the timor stags, i.e mg, mg and mg per individual respectively. The role of sanrego in increasing libido sexual was analyzed using completely randomizet design, which was carreid out by significan difference least test. The trials showed that there were significant different (a < 0,05) in increasing libido sexual of timor stags, which was shown by its sexual behavior, i.e. approaching of famale (14,7±9,4), smelling the vulva (31,8±30,1), crying stage (10,7±5,0), wallowing in a mudhole (6,7±2,8), scrubing its velvet (8,2±5,0), agonistic (12,6±9,4) and mounting female (11,6±13,8), and there was no significant different in copulation activity (0,1±0,3). The use of sanrego of mg doses gave the highest sexual, which was shown by the appearance shedding (4 th day), activities highest sexual, the longest performance of sexual activities (10 days) and the respon to sexual appearance (4th day). The sexual behaviour of timor stags was defined by: 1) approaching and driving the estrus female, wallowing, scrubing its velvet, 2) kissing of estrus female, agonistic to other males, kissing urine of estrus female and crying stage 3) erection, 4) mounting 5) intromision, 6) ejaculation, 7) refraktorinese. The total sexual activities was appeared within nine days.

5 Hak cipta milik Zumrotun, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) JANTAN ZUMROTUN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

7 Judul Tesis : Peranan Sanrego (Lunasia amara Blanco) dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor (Cervus timorrensis de Blainville) Jantan. Nama : Zumrotun NIM : E Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi: Konservasi Biodiversitas Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Burhanudin Masyud, M.S. Ketua Dr. Ir..H. Machmud Thohari,DEA Anggota Diketahui Ketua Sub Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian 14 Maret 2006 Tanggal Lulus :

8 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap" (Q.S.Nasyrah: 6-8) " Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada keni'matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan diantara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman" (Q.S. Al Hijr: 88) Karya pena ini saya persembahkan untuk yang terkasih suamiku Tiswo Sutanto, anakku Herlingga Sutan Prabowo (Praba) dan Ranum Anggun Nasti (Ranum) yang selalu hadir dalam setiap detak jantungku.

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2005 ialah rusa timor dengan judul Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah dan Meningkatkan Libido Seksual Rusa Timor Jantan. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr.Ir. Burhanuddin Masy ud, MS dan Bapak Dr. Ir. H. Machmud Thohari, DEA selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan telaten membantu, memberi dorongan dan membimbing penulis. Disamping ini penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir.H. Yanto Santoso, DEA selaku Ketua Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas, Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta yang telah memberi kesempatan dan membiayai penulis belajar di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Pertanian Cianjur yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk belajar di Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Rasa hormat dan terima kasih kepada suami, almarhumah ibu, ayah, ananda praba dan ranum serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan.

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 9 April 1960 dari ayah H.Mahfudz sury dan ibu Almarhumah Hj. Kustiyah. Penulis merupakan putri ke- tiga dari tiga bersaudara. Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negeri Kendal dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNDIP. Penulis memilih Jurusan Peternakan pada Fakultas Peternakan dan Perikanan. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana pada sub program studi Konservasi Biodiversitas IPB, diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai Widyaiswara dan dosen D3 Politeknik Jurusan Agribisnis Ruminansia Pedaging di Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Pertanian Cianjur sejak tahun Bidang mengajar yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah budi daya peternakan.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Rusa Timor... 7 Fisiologi Reproduksi Rusa Timor Mekanisme Perilaku Rusa Libido Seksual Tumbuhan Obat Sanrego Keadaan Umum Penangkaran Rusa Timor di BKPH Jonggol, KPH Bogor. 29 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian HASIL PENELITIAN Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah (Perubahan dari Velvet ke Ranggah Keras) Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan PEMBAHASAN Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan Peranan Sanrego dalam Memperpendek Siklus Ranggah (Perubahan dari Velvet ke Ranggah Keras) Pengaruh Sanrego terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi vii viii

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Penyebaran rusa timor (Cervus timorensis ) di Indonesia Nilai konsentrasi androgen plasma dan pertumbuhan ranggah (rata-rata ± sd) rusa jantan dari waktu penanggalan tanduk pada bulan nopember Jadwal pemberian makanan tambahan pada rusa di penangkaran rusa di BKPH Jonggol Hasil pengamatan penelitian pendahuluan tentang peranan sanrego dalam peningkatan libido seksual rusa timor jantan Rerata perilaku harian rusa timor jantan selama perlakuan Rataan waktu mulai terkelupasnya velvet dan lama waktu yang dibutuh kan sampai sempurna terkelupasnya velvet rusa timur jantan Rerata perilaku seksual rusa timor selama perlakuan waktu penampakan libido rusa timor jantan sejak perlakuan Rataan lama waktu berbagai perilaku seksual rusa timor jantan dari awal Timbul sampai akhir seksual Rataan waktu penampakan libido rusa timor jantan sejak perlakuan Lama waktu berbagai perilaku seksual per hari rusa timor jantan Tahapan proses perilaku kawin... 78

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan alir kerangka pemikiran penggunaan sanrego untuk meningkatkan libido seksual rusa timor Tumbuhan obat sanrego Tahapan penyajian sanrego dari daun, tepung, ditimbang, dikemas dalam Kapsul, dimasukkan dalam pisang dan diberikan pada rusa Intensitas perilaku seksual pada berbagai perlakuan 50 5 Berbagai perilaku seksual pada rusa timor jantan Perilaku istirahat rusa timor jantan berbagai perlakuan Perbedaan kondisi velvet yang mulai mengelupas antara T2 dan T Frekuensi mendekati betina pada berbagai perlakuan Frekuensi mencium betina pada berbagai perlakuan Frekuensi nyengir(flahmen) pada berbagai perlauan Frekuensi menggosok-gosokkan velvet pada berbagai perlauan Frekuensi aktivitas agonistik pada berbagai perlakuan Frekuensi menaiki betina pada berbagai perlauan Intensitas perilaku seksual pada T3 (ulangan 1, 2 dan 3) Intensitas perilaku seksual sejak pemberian sanrego diberhentikan pada T Pola perilaku kawin rusa timur jantan : Pra percumbuan (1,2 dan 3), per cumbuan (4, 5, 6), penunggangan (7), kopulasi (8) dan refraktorinese (9) 79

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi makan per hari Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama makan per hari Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku istirahat per hari Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku istirahat pada puncak libido Pengaruh bubuk sanrego terhadap perilaku Lokomosi Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi mendekati betina Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama mendekati betina Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi mencium alat kelamin belakang rusa betina Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama mencium alat kelamin belakang rusa betina Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi nyengir Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama nyengir Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi menggaruk-garuk velvet Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama menggaruk-garuk velvet Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi berkubang Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama berkubang Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi agonistik Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama agonistik Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi menaiki punggung betina Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama menaiki punggung betina Pengaruh bubuk sanrego terhadap frekuensi kopulasi Pengaruh bubuk sanrego terhadap lama kopulasi Laporan hasil uji laboratorium Biofarmaka IPB terhadap bubuk kering daun sanrego (Lunasia amara Blanco)

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rusa adalah salah satu sumber daya hutan yang berpotensi untuk di budidayakan dan dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Namun pemanfaatannya sampai saat ini belum dilakukan secara optimal. Pada umumnya sistim penangkaran rusa di Indonesia masih bersifat ekstensif dan semi intensif dimana produktisitasnya belum mencapai apa yang diinginkan. Menurut UU No 5 Tahun 1990, rusa dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi, sehingga pemanfaatannya harus dibenarkan menurut undang-undang. Dalam rangka pengembangan sumber protein hewani, melalui SK Menteri Pertanian Nomer 362/Kpts/TN.120/5/1990, rusa dimasukkan kedalam kelompok aneka ternak yang dapat dibudidayakan sebagaimana ternak lainnya (Masyud 2003). Salah satu kunci keberhasilan dalam teknik penangkaran dtentukan oleh kemampuan bereproduksi baik jantan maupun betina. Pejantan yang baik adalah pejantan yang mempunyai libido yang tinggi, kemampuan untuk kopulasi dan kemampuan untuk memproduksi semen yang fertil (Joebearden and Fuquay 1984). Dengan libido yang tinggi maka seekor pejantan mampu melayani betina lebih banyak. Pada umumnya seekor pejantan akan mampu melayani empat ekor rusa betina, tetapi dengan adanya libido yang tinggi maka seekor pejantan dapat melayani lebih dari itu. Semiadi dan Nugraha (2004) mengatakan bahwa ternyata rusa-rusa tropik mampu melayani 12 sampai 20 ekor betina, bahkan rusa-rusa luar seperti Chital dan rusa merah, sanggup melayani 30 sampai 40 ekor betina. Hal ini bisa terjadi apabila pejantan mempunyai libido yang tinggi. Aktivitas reproduksi rusa jantan di daerah temperate dan sub tropik, sangat berpengaruh oleh musim. Adanya fotoperiod ikut berperan dalam tampilan reproduksi rusa jantan, berbeda dengan rusa tropik. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa rusa tropik tidak mengenal musim kawin dan dapat bereproduksi sepanjang tahun mengikuti siklus ranggah yang secara temporal dapat berganti sepanjang tahun. Perkawinan rusa jantan hanya terjadi pada saat ranggah keras.

16 2 Perubahan dan pertumbuhan dari ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah keras membutuhkan waktu 60 sampai 70 hari ( Anderson,1984). Pertumbuhan ranggah ini sejalan dengan kenaikan konsentrasi androgen dalam darah, sehingga penambahan hormon androgen atau hormon sintetik dari luar akan memperpendek siklus ranggah. Afrodisiaka merupakan kelompok tanaman obat yang mempunyai khasiat sebagai obat kuat (yaitu menambah stamina khusus pejantan). Hal ini disebabkan tumbuhan afrodisiaka mengandung senyawa-senyawa turunan saponin dan senyawasenyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi atau peredaran darah. Hasil penelitian pada hewan menunjukkan penggunaan afridisiaka juga berpengaruh terhadap aktivitas hormonal yaitu hormon androgen (Anwar 2001). Steroid merupakan hormon androgen yang bekerjasama dengan sistim syaraf secara terintegrasi dan saling ketergantungan dalam mengendalikan kelakuan reproduksi. Adanya steroid dalam gonad (testis) akan memberikan respon pada pertumbuhan ranggah dan perilaku seksualnya. Ada beberapa tanaman yang telah teruji secara klinis dapat meningkatkan libido. Sanrego (Lunasia amara Blanco) merupakan salah satu tumbuhan obat yang berpotensi afrodisiaka yaitu tumbuhan, bagian tumbuhan, ekstrak atau senyawa yang diisolasi dari tumbuhan yang terbukti secara eksperimental farmakologi memiliki efek afrodisiaka. Sanrego adalah tumbuhan yang mempunyai khasiat sebagai afrodisiaka meningkatkan gairah seks serta erat sekali hubungannya dengan libido seksual (Muhtadi 1999). Nurlaila (2000) melaporkan hasil penelitiannya di Laboratorium Farmasi UNPAD bahwa dalam kandungan sanrego tedapat beberapa senyawa bioaktif salah satunya adalah steroid.

17 3 Perumusan Masalah Kegagalan pengembangbiakan rusa di Indonesia merupakan salah satu kendala utama untuk berkembangnya Penangkaran rusa di Indonesia. Kegagalan ini disebabkan kurangnya informasi atau pengetahuan tentang reproduksi, baik fisiologi reproduksi maupun teknologi reproduksinya. Informasi yang ada umumnya berasal dari penelitian-penelitian rusa di negara subtropik sehingga aplikasi teknologi reproduksi pada rusa tropis di lingkungan alamiahnya memberikan hasil yang kurang memuaskan (Dradjat 2002). Meningkatkan perkembangbiakan rusa melalui teknologi reproduksi merupakan langkah yang tepat bagi kemajuan penangkaran rusa di Indonesia. Dalam meningkatkan efisiensi reproduksi pada aktivitas perkawinannya dilakukan upayaupaya untuk memperpendek siklus ranggah melalui pemberian hormon-hormon sintetik. Rusa merupakan satwa liar yang sulit penanganannya, sehingga pemberian hormon sintetik disamping memerlukan biaya yang lebih mahal juga membutuhkan penanganan khusus dan beresiko besar sehingga perlu penanganan yang sesuai. Teknik pemberian hormon yang berasal dari tumbuhan dan diberikan secara oral merupakan salah satu cara yang sesuai untuk diberikan pada rusa dan sekaligus dapat memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan afrodisiaka untuk lebih dimanfaatkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Handarini (2006) dilaporkan bahwa lama satu siklus ranggah rusa timor adalah 379,25±8,888 atau sekitar satu tahun lebih. Dengan pemberian hormon yang terkandung dalam tanaman afrodisiaka maka diharapkan selain dapat memperpendek siklus ranggah juga meningkatkan libido seksualnya. Sanrego yang telah diuji mempunyai potensi afrodisiaka, ternyata mempunyai khasiat untuk mengatasi dan meningkatkan libodo sekual. Namun tumbuhan ini belum banyak dikenal. Dari hasil penelitian Widyatmoko (2000) pada anak ayam jantan yang berumur 3 hari yang diberi infus daun sanrego secara oral sebanyak 1 ml selama 15 hari ternyata menunjukkan adanya pertambahan ukuran jengger, berat jengger, berat testis dan berat bursa fabrisius. Sedangkan Nurlaila (2000) melaporkan bahwa hasil pemeriksaan skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun sanrego mengandung steroid.

18 4 Kerangka Pemikiran Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat reproduksi hewan Salah satunya adalah kemampuan pejantannya, baik kemampuan untuk memproduksi semen yang berkualitas dan berkuantitas maupun kemampuan dalam melayani betina. Kemampuan untuk melayani betina secara optimal sesuai dengan sifat yang dimilikinya, dapat ditunjang dengan pemberian obat-obatan yang berfungsi sebagai stimulan terhadap libido seksualnya. Libido seksual pada rusa muncul seiring adanya proses kalsifikasi yaitu perubahan ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah. Libido seksual pada rusa muncul seiring adanya proses kalsifikasi yaitu perubahan ranggah lunak (velvet) menjadi ranggah. Pada rusa jantan, Libido hanya terjadi pada saat jantan memiliki ranggah keras. Libido seksual berhubungan langsung dengan faktor dalam yaitu sekresi hormon (androgen), faktor motivasi dorongan dan insentif sebagai akibat perangsangan mekanisme syaraf serta faktor luar seperti rangsangan terhadap betina yang sedang birahi baik melalui suara, bau, perabaan maupun penglihatan. Perubahan ranggah lunak menjadi keras dapat diperpendek waktunya dengan penambahan hormon androgen atau senyawa lain yang bekerja seperti androgen. Sanrego sebagai salah satu tumbuhan obat yang berpotensi afrodisiaka yang bekerja sebagai androgen mampunyai potensi untuk memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksualnya. Dalam sanrego mengandung steroid. Melalui peredaran darah steroid yang terkandung dalam sanrego masuk pada organ yang dituju. Steroid bekerja seperti hormon androgen pada tubuh hewan jantan yaitu testosteron, yaitu mengendalikan kelakuan kelamin. Dengan adanya penambahan steroid pada tubuh pejantan maka akan mempercepat proses kalsifikasi ranggah lunak dan meningkatkan libido seksual. Dalam penelitian ini akan difokuskan kepada penggunaan Sanrego pengaruhnya terhadap proses kalsifikasi ranggah dan libido seksual pada rusa. Sebagai parameter yang diukur adalah : waktu mulai pengelupasan velvet, lama pengelupasan velvet, timbulnya perilaku seksual pertama kali, lama perilaku seksual dan intensitas perilaku seksual dan terjadinya kopulasi. Bagan alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.

19 5 Teknik penangkaran Kandang Pakan Reproduksi Kesehatan Betina Jantan *.Hormon * Syaraf * Penglihatan * Bau * Suara,dll Libido seksual Perilaku seksual * penampakan perilaku Seksual pertama kali * Lama perilaku seksual * Intensitas perilaku seksual * Terjadi kopulasi Kualitas dan kuantitas semen Lama perub velvet jadi ranggah (60-70 hari) dan Kemampuan melayani betina (normal = 1:4) Libido normal No Penambahan Sanrego (steroid) Yes Selesai Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penggunaan sanrego dalam memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa timor.

20 6 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui peranan sanrego dalam memperpendek siklus ranggah dan meningkatkan libido seksual rusa timor jantan. 2. Mengetahui dosis pemberian Sanrego yang tepat untuk peningkatan libido seksual pada rusa timor jantan. 3. Mengetahui pola perilaku kawin (mating behaviour) pada rusa timor. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai masukan dalam pengembangan teknologi reproduksi rusa yang ada di penangkaran sehingga dengan meningkatnya kemampuan untuk bereproduksi diharapkan penangkaran rusa di Indonesia semakin maju. Hipotesis H1 : Pemberian daun Sanrego pada rusa jantan akan menimbulkan pengaruh terhadap peningkatan libido seksualnya. H2 : Semakin tinggi dosis Sanrego yang diberikan maka akan semakin tinggi dan atau semakin cepat timbul libido seksualnya.

21 7 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Rusa Timor Klasifikasi Indonesia mempunyai empat jenis rusa yang banyak dijumpai seperti rusa sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorrensis), rusa bawean (Axis kuhlii) dan muncak atau kijang (Muntiacus muntjak). Menurut Schroder (1976) rusa timor merupakan salah satu jenis rusa asli Indonesia yang secara singkat dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phillum : Chordata Sub Phillum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Artiodactyla Sub Ordo : Ruminantia Famili : Cervidae Sub Famili : Cervinae Genus : Cervus Spesies : Cervus timorensis de Blainville, 1822 Sub Spesies : C. t. russa Muller & Schlegal, 1839 C. t. laronesiotis nov. C. t. renschi Sody, 1932 C. t. timorensis Blainville, 1822 C. t. macassarius Heude, 1896 C. t. djongga nov. C. t. molucentis Quoi et Gaimard, 1830 C. t. floresiensis Heude, 1896 Morfologi Rusa timor merupakan rusa asli Indonesia dan terbesar kedua setelah rusa sambar. Dikenal juga dengan nama rusa jawa, memiliki warna bulu coklat abu abu

22 8 sampai coklat tua kemerahan. Rusa jantan warnanya lebih gelap. Warna di bagian perut lebih terang dari pada di bagian punggungnya. Rusa timor mempunyai banyak keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang mempunyai banyak jenis, dengan nama daerah yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling luas tersebar di luar negeri (Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan Dradjat (2002) mengatakan bahwa rusa timor merupakan rusa yang paling dapat menyesuaikan diri. Dapat hidup baik di daerah basah, kering, berpasir maupun berpegunungan. Rusa timor juga dapat hidup di daerah panas, dingin, daerah yang terbuka ataupun di hutan lebat. Rusa jantan relatif lebih besar dibandingkan dengan rusa betina. Tinggi bahu rusa betina dewasa 100 cm, sedangkan yang jantan dapat mencapai 110 cm. Panjang badan dengan kepala antara cm, panjang ekor cm. Sedangkan bobot badannya antara kg, tergantung pada jenisnya. Setelah lewat seleksi dan pemeliharaan yang optimal di tingkat peternakan, berat badan dapat mencapai kg pada yang jantan dan 70 sampai 90 kg pada yang betina (Semiadi dan Nugraha 2004). Ciri rusa jantan dewasa ialah memiliki ranggah atau tanduk. Ranggah penuh bercabang tiga, dengan ujungnya yang runcing, kasar dan beralur memanjang dari pangkal hingga ke ujung ranggah. Panjang ranggah cm. Ada juga yang mencapai cm (Semiadi dan Nugraha 2004). Daerah Penyebaran Penyebaran Rusa Timor hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Pulau Sumatra. Di Kalimantan, Irian dan Kepulauan Maluku, Rusa Timor merupakan rusa yang diintroduksikan. Pada tahun 1680, diintroduksikan dari Jawa ke Kalimantan, sedangkan di pada tahun , diintroduksikan dari Halmahera ke Irian dan pada tahun 1855 diintroduksikan dari pulau Seram ke Pulau Aru. Daerah penyebaran rusa timor dari 8 sub spesies yang ada di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 1.

23 9 Tabel 1 Penyebaran rusa timor (Cervus timorensis) di Indonesia No Sub species Daerah penyebarannya 1 C.t.timorensis Timor, Roti, Alor, Pantar, Semau, P. Rusa dan P. Kambing 2 C. t. Russa Jawa, Kalsel, Sulawesi dan Ambon (Introduksi) 3 C. t. Laronesiotes P. Peucang ( Ujung Kulon ). 4 C. t. Renschi Bali 5 C. t. Floresiensis Lombok, Sumbawa, Rinca, Komodo, Flores, Adonare, Solor dan Sumba 6 C. t. Macassaricus Sulawesi, Bangai dan Selayar 7 C. t. Jonga Muna dan Buton 8 C. t. Moluccensis Sulawesi, Ternate, Mareh, Sumber: Direktur Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan IPB (1991). Habitat Habitat Rusa timor adalah hutan, dataran terbuka serta padang rumput dan savanna. Rusa Timor diketemukan di dataran rendah hingga pada ketinggian 2600 m di atas permukaan laut. Dibanding dengan jenis rusa yang lain, rusa timor lebih mampu beradaptasi di daerah kering, karena ketergantungan terhadap ketersediaan air relatif lebih kecil. Kemampuan untuk beradaptasi cukup baik sehingga mereka mampu berkembangbiak dengan baik di daerah yang bukan habitat aslinya (Semiadi dan Nugraha 2004). Adaptasi Rusa Rusa adalah satwa yang kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan cukup tinggi. Dilingkungan yang terdapat banyak aktivitas manusia maupun di tempat yang kondisi lingkungan pakan kurangpun, rusa dapat beradaptasi dengan baik. Namun demikian bukan berarti rusa tidak luput dari stress, penyakit dan kematian. Untuk mencegah terjadinya stress maupun lainnya, perlu perhatian dan penanganan yang baik dan teratur. Salah satu cara yang dilakukan untuk

24 10 mempermudah penanganan individu rusa yang baru ditangkap ke tempat penangkaran adalah dengan menempatkan rusa dalam kandang yang gelap dan relatif tidak luas (Dradjat 2002). Fisiologi Reproduksi Rusa Timor Arti Penting perkembangbiakan (reproduksi) Reproduksi merupakan kunci utama dalam teknik penangkaran. Keberhasilan dalam bereproduksi berarti keberhasilan juga dalam usaha penangkarannya. Sebagaimana diketahui, keberhasilan dalam pengelolaan hewan, tergantung pada beberapa faktor yang saling berkaitan dan timbal balik antara satu dengan yang lainnya, baik faktor biotik maupun faktor abiotik (non hayati). Salah satu aspek penting yang harus diketahui adalah pengetahuan mengenahi biologi reproduksi atau bioreproduksi hewan itu sendiri. Menurut Masyud (1997) pengetahuan tentang bioreproduksi suatu jenis hewan dapat memberikan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam : a. Memperkirakan jumlah atau banyaknya anak yang mungkin akan dihasilkan b. Informasi tentang umur saat mulai bereproduksi c. Panjang atau lama waktu bagi hewan bereproduksi d. Kapan satwa bisa melakukan aktivitas bereproduksi e. Pola hormonal f. Teknik reproduksi yang dilakukan. Siklus Reproduksi Yang dimaksud siklus reproduksi adalah rangkaian semua kegiatan biologik kelamin yang berlangsung secara sambung menyambung sehingga terlahir generasi baru dari suatu mahluk hidup (Partodihardjo 1980). Reproduksi merupakan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan suatu individu, tetapi sangat penting untuk kelangsungan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Suatu siklus reproduksi akan dimulai setelah hewan mengalami pubertas (Toelihere 1985).

25 11 Pubertas. Pubertas adalah saat hewan atau satwa telah menjadi dewasa kelamin. Pada hewan betina ditandai dengan adanya sel telur yang telah masak (siap untuk dibuahi). Pubertas pada hewan betina di mulai dengan penampakan tanda berahi pertama kali dan hasrat untuk kawin. Pada hewan jantan pubertas dimulai dengan adanya spermatozoa yang masak, ditandai peningkatan libido yang ditampakkan melalui perilaku seksual sebagai hasrat untuk mengawini betina. Usia pubertas rusa timor betina adalah umur 8 bulan dengan berat badan minimun ±40 kg (Semiadi dan Nugraha 2004). Sedangkan menurut Masyud (1997) pubertas terjadi pada umur 7 8 bulan, usia awal berbiak optimal antara bulan (±16,5 bulan). Dinyatakan oleh Dradjat (2002) bahwa pada umur 7 bulan diperkirakan rusa jantan mencapai dewasa kelamin dengan berat badan 46 ± 6,91 dan rusa betina antara 39,65±7,01. Pada umur tersebut tubuh rusa belum siap untuk melakukan proses reproduksi selanjutnya, sehingga umur kawin harus ditunda sampai dewasa tubuh tercapai. Pubertas pada rusa jantan mulai terjadi saat pedikel mulai tumbuh yang dilanjutkan dengan pertumbuhan ranggah. Ranggah tumbuh pertama kali pada rusa umur 8 bulan (Dradjat 2002). Setiap individu hewan mempunyai usia pubertas yang berbeda-beda. Sedangkan faktor yang mempengaruhi waktu pubertas adalah faktor genetik dan faktor lingkungan seperti faktor nutrisi, faktor sosial dan faktor musim. Musim Kawin. Musim kawin adalah suatu musim dalam satu tahun dimana hewan betina memperlihatkan gejala-gejala berahi. Dalam periode satu musim, hewan betina jenis tertentu baik yang telah dewasa atau telah mencapai pubertas akan memperlihatkan gejala berahi. Rusa betina adalah termasuk hewan poliestrus bermusim yang artinya dalam satu musim kawin dapat menunjukkan beberapa kali gejala berahi. Rusa kawin bermusim terutama terjadi pada rusa-rusa yang hidup di lingkungan empat musim atau sub tropik. Sedangkan pada rusa-rusa tropik aktivitas reproduksi cenderung tidak mengenal musim kawin. Untuk rusa timor dihabitat alaminya, gejala berahi terlihat antara bulan juli-september (Hoogerwerf 1970).

26 12 Siklus Berahi. Siklus berahi adalah perubahan yang terjadi secara teratur pada sistim reproduksi hewan betina. Siklus berahi adalah jarak antara berahi yang satu dengan berahi berikutnya. Sedangkan berahi adalah saat dimana ditandai kesediaan hewan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi. Dalam periode siklus berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologis dalam alat kelamin betina. Perubahan ini bersifat sambung menyambung satu sama lain dan akhirnya bertemu kembali pada permulaannya. Berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh, menurut Partodihardjo (1980) satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase yaitu : proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Dari keempat fase tersebut, fase estrus merupakan fase terpenting karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala-gejala khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula betina mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi. Siklus berahi pada rusa antara hari (Richard dalam Masyud 1997). Hal ini berbeda dengan pendapat Dott dan Utai dalam Masyud 1997 yang mengatakan bahwa siklus berahi pada rusa antara 9 12 hari. Sedangkan Masyud 1997 berpendapat bahwa lama siklus berahi berkisar antara 9 hari (siklus pendek) dan 22 hari (siklus panjang). Berbagai variasi ini tergantung pada jenis rusa, lingkungan maupun pengamatan yang dilakukan. Lama Berahi. Lama berahi merupakan selang waktu mulai berahi ditandai dengan munculnya berahi sampai hilang tanda-tanda berahi. Lama berahi ini dipengaruhi oleh umur, musim dan kehadiran pejantan serta bobot badan (Toelihere 1985). Lama birahi rusa sangat bervariasi. Masyud (1997) mengatakan bahwa lama birahi rusa adalah rata-rata 24 jam. Sedangkan Rukman (1990) mengatakan bahwa lama birahi rusa berlangsung 1 2 hari. Imbangan Kelamin. Imbangan kelamin pada rusa yang ada dipenangkaran pada umumnya cukup rendah yaitu satu pejantan berbanding 3 sampai 4 betina. bahkan banyak juga antara jumlah pejantan lebih besar daripada jumlah betina sehingga disamping terjadi perebutan dan persaingan antar pejantan juga tidak

27 13 efisien dinilai dari analisa ekonominya. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004) pejantan rusa tropis pada dasarnya dapat melayani betina ekor. Bahkan lebih lanjut dikatakan imbangan kelamin untuk perkawinan rusa timor di Kaledonia baru dapat mencapai 3 pejantan untuk 37 betina. Pada rusa chital 1:20-30 atau 3:100 sedangkan pada rusa merah adalah satu ekor pejantan unggul untuk melayani ekor betina. Siklus dan Tahap Pertumbuhan Ranggah. Salah satu daya tarik dari satwa rusa adalah siklus ranggah. Ranggah adalah istilah untuk tanduk rusa yang mempunyai fungsi sebagai simbul status sosial pada pejantan di saat musim kawin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam musim kawin, bentuk ranggah berperan dalam penting untuk kepentingan dominasi kelompok dibandingkan dengan ukuran badan si pejantan itu sendiri ( Semiadi G 1997). Ranggah tersusun oleh tulang penuh yang akan lepas dan akan tumbuh ranggah baru. Menurut pendapat Dradjat (2002) Pertumbuhan ranggah berhubungan dengan dengan siklus seksual rusa jantan, iklim, photoperiod dan aktivitas hormon steroid. Siklus ranggah pada rusa terdiri atas beberapa tahap yaitu pedicle, tahap velvet (ranggah muda), tahap ranggah keras dan tahap lepas ranggah. Tahap Pedicle. Pedicle merupakan tahap pertumbuhan ranggah pertama kali saat rusa jantan memasuki pubertas. Pada rusa timor jantan umumnya pedicle akan tumbuh setelah mencapai bobot badan kg. Pertumbuhan pedicle diawali dengan peningkatan konsentrasi LH diikuti dengan peningkatan testosteron plasma. Lama tahap pedicle rusa merah sekitar 15 minggu ( Sutie et al. 1989). Tahap Ranggah muda (velvet). Ranggah muda tersusun atas kartilago dan banyak mengandung pembuluh darah dan pembuluh syaraf. Ranggah muda diselimuti kulit yang halus dengan bulu yang lembut. Pertumbuhan ranggah dimulai dari titik tumbuh pada bagian ujung pedicle ditopang oleh aktivitas neutropin-3. Ranggah muda akan tumbuh sejalan

28 14 dengan peningkatan hormon androgen dalam darah. Ranggah muda yang telah berkembang secara maksimal akan berhenti pertumbuhannya dan mengalami kalsifikasi. Pada saat itu pembuluh darah dan pembuluh syaraf akan mati. Pertumbuhan ranggah muda sampai mencapai perkembangan yang maksimal (ranggah keras) dicapai antara hari (Anderson 1984). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Handarini (2006) melaporkan bahwa pertumbuhan ranggah velvet pada rusa timor adalah 155,75 ± 7,13 hari. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pertumbuhan velvet sangat tergantung pada keberadaan dan pertumbuhan awal pedicle. Jika pertumbuhan pedicle tertunda karena kondisi pakan yang buruk maka petumbuhan pakan juga akan tertunda. Tahap pertumbuhan ranggah muda akan diakhiri dengan pengelupasan kulit velvet pada bagian ujung ranggah yang disebut shehding. Velvet dan kulit epidermis ranggah muda akan mati dan luruh. Ranggah mengelupas terjadi setelah ranggah mengalami kalsifikasi. Pengelupasan ranggah terjadi pada saat kadar testosteron dalam darah meningkat. Hormon testosteron akan langsung menstimuli konstriksi pembuluh darah di ranggah. Menurut Dradjat (2002) pengelupasan kulit dan lepas pada rusa merah membutuhkan waktu 6 22 hari. Tahap ranggah keras. Ranggah muda setelah perkembangan maksimal akan mengalami proses kalsifikasi atau ossifikasi. Ossifikasi dimulai dari bagian pangkal menuju ke bagian ujung ranggah. Menurut pendapat Dradjat (2002) bahwa proses penulangan terjadi dengan kombinasi kalsifikasi intra membranosus dan endochondral. Lebih lanjut dikatakan bahwa ostcoblast akan merubah osteosit dan trabekula tulang sehingga terjadi deposisi kalsium pada matriks, sehingga trabekula menjadi padat. Menurut Lincoln (1992) tahap ranggah keras pada rusa sambar adalah sekitar hari dan lama proses ossifikasi sendiri berlangsung selama 6 sampai 22 hari. Tahap Ranggah luruh. Ranggah luruh atau lepasnya ranggah dari pedikel (dasar ranggah) terjadi karena aktifitas osteoklastik dan erosi junction dan secara fisik dibantu oleh perilaku

29 15 rusa yang suka menanduk dan menyeruduk pohon. Pedicle mengambil peranan dengan cara menahan aliran darah benar-benar terhenti sehingga tidak ada lagi bagian yang secara langsung mengikat antara tubuh rusa dengan ranggah keras. Proses luruhnya ranggah tersebut memakan waktu satu sampai dua hari antara ranggah kanan dan kiri. Rataan dari raggah keras sampai ranggah luruh adalah 207,25 ± 2,75 hari. Sedangkan tanpa ranggah yaitu dari luruhnya ranggah sampai timbulnya ranggah baru adalah 16,25 ± 0,88 hari (Handarini, 2006). Hormon Dan Mekanisme Reproduksi Hormon-Hormon Reproduksi. Ada tiga hormon yang memegang peranan penting dalam sistim reproduksi yaitu realising hormone, hormon gonadotropin dan hormon hormon steroid. realising hormone adalah hormon yang diproduksi oleh hipotalamus, yang mempunyai peranan untuk mengontrol proses dan pelepasan hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisa seperti follicle stimulting hormone-releasing hormone dan luteinizing hormone-releasing hormone FSH-RH dan LH-RH) ( Masyud 1997). Hormon gonadotropin (FSH/RH) berasal dari kelenjar hipofise. Hormon ini berperan dalam proses pendewasaan, pelepasan gamet-gamet dan stimulasi sekresi hormon steroid kelamin dari gonad. Hormon gonadotropin yang terpenting adalah FSH, LH dan LTH (luteotrophic hormone atau Prolaktin). Hormon steroid yaitu hormon- hormon yang diproduksi oleh gonad yaitu ovarium dan testis. Hormon estrogen dan progesteron dihasilkan oleh ovarium dan testosteron dihasilkan oleh testis. Hormon steroid memegang peranan dalam aspek-aspek kelakuan reproduksi seperti tingkah laku birahi, tingkah laku kawin, bunting, melahirkan, pemeliharaan dan perkembangan organ-organ reproduksi serta pengaturan siklus reproduksi (Toelihere 1985). Mekanisme Siklus Ranggah Rusa Jantan. Siklus ranggah rusa seiring dengan siklus hormonal. Di negara-negara empat musim, iklim dan musim akan mempengaruhi hormon gonadotropin, sedangkan musim akan mempengaruhi sekresi

30 16 testosteron. Adanya pengaruh fotoperiod dan perbedaan latitude akan berperan dalam tampilan reproduksi jantan. Rusa adalah termasuk hewan yang mengenal hari pendek. Pada saat hari pendek maka produksi gonadotropin (FSH/LH) meningkat. FSH dan LH ini berfungsi dalam menstimulir testis sehingga kadar testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig terus meningkat (Fraser 1980). Pada kadar testosteron tertinggi maka libido akan meningkat dan akan menstimulisi musim kawin. Apabila hari pendek berlalu dan diganti dengan hari panjang maka sekresi hormon gonadotropin menurun, akibatnya testis akan mengkerut. Dengan mengkerutnya testis maka aktivitas spermatogenesis dan sekresi testosteron akan terganggu. Namun demikian dari hasil penelitian dilaporkan bahwa rusa tropik tidak menunjukkan musim kawin dan dapat bereproduksi sepanjang tahun mengikuti siklus ranggah. Dalam satu siklus perkembangan ranggah atau peningkatan panjang ranggah sejalan dengan peningkatan konsentrasi androgen. Konsentrasi androgen sangat rendah pada awal perkembangan ranggah dan mencapai puncak pada saat musim kawin yaitu pada kondisi ranggah keras. Setelah musim kawin, maka konsentrasi androgen menurun secara drastis, diikuti dengan periode penanggalan tanduk Tabel 2 Nilai konsentrasi androgen plasma dan pertumbuhan ranggah (rata-rata ±sd) rusa jantan dari waktu penanggalan tanduk pada bulan nopember Hari ke Androgen (ng/ml) Panjang tanduk (cm) 0 0,12 ± 0,03 3,78 ± 0, ,27 ± 0,10 6,40 ± 0,29 * 30 0,40 ± 0,23 10,15 ± 0,67 * 45 0,57 ± 0,17 13,60 ± 0,34 * 60 0,43 ± 0,16 16,00 ± 0,69 * 75 1,99 ± o,42 * 16,60 ± 0, ,63 ± 1,59 17,20 ± 1, ,60 ± 1,07 17,20 ± 1,53 *) Nilai berbeda nyata dari nilai sebenarnya (P> 0,05) Sumber : Sempere and Boissin (1981).

31 17 Mekanisme siklus reproduksi hewan betina. Dalam proses reproduksi hewan yang tidak terjadi kebuntingan maka corpus luteum yang mempunyai peranan menenangkan alat kelamin dengan sekresi progesteronnya akan mengalami regresi. Hal ini terjadi karena pengaruh dari prostaglandin yang dihasilkan oleh dinding uterus. Setelah progesteron merendah akibat dari mengecilnya corpus luteum, maka FSH-RH/LH-RH akan dilepaskan kedalam sistim porta dalam tangkai hipofise. FSH-RH /LH-RH ini akan merangsang produksi dan pelepasan FSH yang disusul produksi LH. FSH akan merangsang follikel tertier dalam ovarium untuk tumbuh menjadi follikel de Graff yang akan menghasilkan hormon estrogen. Estrogen mempunyai sifat mencegah produksi FSH tetapi akan merangsang produksi LH. Estrogen juga menyebabkan perubahan vaskularisasi alat kelamin dan kehendak untuk mengadakan hubungan seks dengan pejantan (Partodihardjo 1980). Dikatakan oleh Toelihere (1985) Pada saat produksi estrogen mencapai puncaknya, maka terlihatlah tanda-tanda estrus yang ditandai kehendak hewan untuk kawin. Pada saat kadar estrogen mencapai derajat ketinggian tertentu, akan memacu produksi LH sehingga kadar LH dalam darah mendadak meningkat sedemikian rupa sehingga terjadilah ovulasi. Setelah terjadi ovulasi, terbentuklah corpus hemorrhagicum. Kadar LH kemudian menurun dengan cepat. Oleh LH dan LTH, corpus hemorrhagicum akan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum tersebut akan memproduksi hormon progesteron yang berfungsi untuk meredakan aktivitas estrogen (Partodihardjo 1980). Lisisnya corpus luteum menyebabkan turunnya progesteron dengan cepatnya sampai pada kadar dasar dan diikuti dengan kenaikan produksi FSH secara berangsur-angsur. FSH berfungsi untuk merangsang pertumbuhan follikel. Folikel semakin lama akan semakin membesar. Dengan semakin tumbuhnya follikel tersebut maka secara berangsur-angsur kadar estrogen dalam darah akan meningkat (Salisbury and Vandemark 1985). Setelah kadar estrogen dalam darah mencapai derajat ketinggian tertentu, dinding uterus akan memproduksi prostaglandin dan menyebabkan corpus luteum mengalami regresi, yang diikuti dengan penurunan produksi progesterone secara tajam (Toelihere 1985).

32 18 Deteksi Berahi Tanda-tanda berahi pada rusa timor jantan diantaranya meraung-raung pada interval tertentu yaitu pada pagi, sore dan kadang-kadang malam hari sambil berendam di lumpur. Rusa tersebut akan berjalan dengan mulut mendatar dengan mendongakkan kepalanya ( Semiadi dan Nugraha 2004). Lebih lanjut dikatakan oleh Masyud (1997) bahwa rusa suka berdiri tegak sambil mengarahkan mulutnya kearah rusa betina yang berahi dan mengikuti jejak betina sambil membaui bekas urine yang dikeluarkan rusa betina. Masyud (1997) menyatakan bahwa tanda-tanda rusa betina dalam kondisi berahi adalah sebagai berikut : a. adanya rusa jantan yang mencoba mendekati pada jarak meter b. mulai terlihat keduanya istirahat bersama-sama ditempat tertutup c. pejantan tampak melindungi betina tersebut dengan tingkah laku mulai agresif dan menunjukkan makin tinggi perhatiannya terhadap betina d. Terlihat lebih galak, gelisah dan mondar-mandir e. punggung betina tegak, telinga berdiri dan kepala diangkat f. mulut terbuka g. Vulva membengkak dan mengeluarkan cairan jernih yang berbau khas h. pantat dan kaki digerak-gerakkan kedepan dan kebelakang, yang Selalu diikuti pejantan sambil menjilati dan mencium betina berahi i. Berdiri di belakang rusa lainnya sambil mencium ekornya j. Adanya rusa-rusa betina yang saling menaiki adalah merupakan tandatanda bahwa kedua betina tersebut sedang berahi. Mekanisme Perilaku Rusa Perilaku hewan adalah tindak tanduk hewan yang terlihat dan yang saling berkaitan secara individual maupun secara bersama-sama. Perilaku juga merupakan cara hewan untuk berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan makluk hidup maupun dengan benda-benda. Kelakuan hewan adalah respons atau rangsangan (stimuli) atau agent yang dipengaruhi oleh dua macam rangsangan yakni rangsangan dari dalam dan rangsangan dari luar. Tanda-tanda perilaku yang spesifik

33 19 atau khas yang secara kolektif di istilahkan sebagai bahasa badan (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa hewan satu sama lain akan berhubungan dengan suatu sistem. Tanda-tanda perilaku tersebut akan ditentukan oleh keperluan-keperluan fisiologis dan neurologis dan ditimbulkan oleh informasi yang datang kepada mereka dari lingkungannya. Faktor-Faktor Yang Mengendalikan Perilaku Faktor-faktor yang mengendalikan perilaku satwa berasal dari dalam tubuh satwa atau disebut faktor internal dan faktor yang berasal dari luar tubuh satwa atau faktor eksteral. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku satwa tersebut dinamakan rangsangan. Sedangkan aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan nama respons (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985). Faktor internal. Rangsangan yang berasal dari dalam tubuh tersebut antara lain berupa faktor fisiologis seperti sekresi hormon, faktor motivasi, dorongan dan insentif akibat dari perangsangan mekanisme syaraf seperti lelah, haus, lapar dan nyeri (Toelihere 1985). Lebih lanjut dikatakan bahwa mekanisme kerja kedua sistim ini seringkali berlangsung secara terintegrasi dan bekerjasama yang sering disebut sistem neuroendokrin. Hubungan kerjasama tersebut berlangsung melalui proses sistim syaraf dan efek-efek hormon yang disekresikan otak. Faktor eksternal. Rangsangan yang berasal dari luar dapat berbentuk suara atau pendengaran, penglihatan, stress, perabaan, makanan dan fisik tenaga mekanis dan kimia (Toelihere 1985). Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985) menjabarkan bahwa setiap macam perilaku akan melibatkan rangsangan-rangsangan melalui panca indra. Adanya perubahan rangsangan ini akan menjadi aktivitas syaraf, aksi (integrasi susunan syaraf) yang akhirnya terjadilah aktivitas berbagai organ motor penggerak, baik internal maupun eksternal. Lebih lanjut dikatakan bahwa perilaku terjadi karena adanya organisasi hereditas umum dari species, rangsangan primer yang mengenahi sistim syaraf (fisiologis) dan proses belajar selama perjalanannya.

34 20 Sistim Perilaku. Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985), sistim perilaku merupakan sekelompok pola perilaku dengan fungsi umum yang sama, dimana terdiri perilaku makan (ingestif), perilaku membuang kotoran (eliminatip), perilaku memelihara (epimelitik), perilaku mendekati, perilaku berkelahi (agonistik), perilaku meniru (allelomimetik), perilaku mencari perlindungan dan perilaku memeriksa, perilaku berkembang biak, perilaku istirahat dan perilaku tidur. Dalam tesis ini perilaku akan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu perilaku harian dan perilaku reproduksi. Perilaku harian terdiri atas perilaku sosial, perilaku makan minum, perilaku istirahat dan perilaku lokomosi. Perilaku Sosial. Perilaku ini penting sekali artinya dalam rangka survival terutama bagi anak-anak hewan. Pada rusa perilaku sosial ini ditunjukkan dengan perilaku berkelompok, perilaku memelihara oleh induk pada anaknya dan perilaku kerjasama antar individu serta perilaku bersaing. Wibowo (1985) melaporkan bahwa kumpulan rusa yang sedang beristirahat atau menumput di padang rumput, jarang membentuk suatu unit, tetapi terdiri dari kelompok-kelompok yang lebih kecil. Sedangkan kelompok rusa yang hubungannya lebih stabil adalah rusa betina dewasa dengan anaknya yang baru lahir sampai anaknya sudah menjelang umur satu tahun. Ini adalah unit sosial terkecil dari rusa Timor. Lebih lanjut dilaporkan Kurniawan (1997) bahwa hubungan demikian merupakan salah satu bentuk kerjasama satwa sejenis yang berupa hubungan suku dan kelompok maupun hubungan famili. Fungsi hubungan ini adalah penyusunan strategi penyerangan komunal, mempertinggi kecenderungan pertumbuhan badan karena meningkatnya nafsu makan serta memperkecil nilai pemangsaan karena adanya efek membingungkan (confussion effect ) terhadap pemangsa (predator). Dalam suatu kelompok rusa yang menjadi kelompok pemimpinnya adalah betina dominan. Sedangkan pejantan yang ikut bergabung dalam kelompoknya, apabila ada bahaya dan panik, justru melarikan diri untuk mementingkan keselamatan dirinya. Tingkahlaku seperti ini tidak pernah terlihat pada betina tua

35 21 yang tetap bersikap sebagai pemimpin dalam keadaan bahaya meskipun terhadap anak-anak rusa yang bukan anaknya sendiri (Hoogerwerf 1970). Rusa tidak mempunyai daerah teritori yang tetap, kecuali pada musim kawin. Pada saat musim kawin dimana rusa jantan dewasa memiliki daerah teritori dekat betina yang ingin dikawininya, akan memperlihatkan perilaku memperlihatkan perilaku mempertahankan teritorinya. Teritori merupakan daerah di sekitar rusa betina yang akan dikawininya dan akan dipertahankannya dari jantan lain yang akan mendekati betina tersebut. Mereka menandai teritorinya itu dengan bau-bauan. Namun demikian kadang-kadang rusa jantan muda berhasil mengawini betina walaupun ada pejantan yang lebih tua tetapi tidak menarik betina (Hoogerwerf 1970). Daerah teritori ditandai dengan bau-bauan (urine) atau tanda-tanda lain pada vegetasi seperti bekas gigitan atau goresan ceranggah pada kulit pohon. Rusa jantan yang tidak tertarik pada betina, tidak akan membuat teritori disekitar rusa betina (Schrodor 1976). Daerah teritori yang sempit dapat mengakibatkan penurunan kondisi fisik rusa jantan, karena makanannya terbatas. Ledeboer (1944) yang dikutip oleh Darnawi (1994) menyatakan bahwa penurunan berat badan rusa sebanyak 30 kg dari berat normalnya 160 Kg pada musim kawin. Untuk mendapatkan pasangan untuk kawin, rusa akan saling menunjukkan sifat agresif yang disertai dengan perkelahian semu (reproductive figthing). Perilaku ini merupakan bentuk kerjasama sejenis yang umum terjadi saat musim kawin, namun tidak jarang pula berkaitan dalam upaya pembentukan tingkatan (hierarki) sosial atau peck order. Perilaku ini berfungsi mencegah timbulnya pengaruh buruk akibat dari kepadatan yang tinggi (Wibowo 1985). Perilaku makan dan minum. Kegiatan mencari makan pada rusa dapat dilakukan Secara kelompok atau secara sendiri-sendiri. Rusa memiliki apa yang disebut feeding bout atau atau periode makan yaitu periode dimana terjadi aktivitas gerak pindah mencari pakan dilanjutkan dengan menemukan pakan dan memakannya. Setelah berkali-kali menemukan pakan dan memakan pakan, periode makan berakhir dan satwa memasuki periode interval between feeding bout

DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR

DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM MEMPERPENDEK SIKLUS RANGGAH DAN MENINGKATKAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) JANTAN ZUMROTUN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM PENINGKATAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville, 1822) JANTAN

PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM PENINGKATAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville, 1822) JANTAN PERANAN SANREGO (Lunasia amara Blanco) DALAM PENINGKATAN LIBIDO SEKSUAL RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville, 1822) JANTAN [The Role of Sanrego (Lunasia amara Blanco) to Increasing Libido Sexual

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Sanrego Terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan

PEMBAHASAN. Pengaruh Sanrego Terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan 54 PEMBAHASAN Pengaruh Sanrego Terhadap Perilaku Harian Rusa Timor Jantan Aktivitas harian adalah semua aktivitas yang biasa dilakukan satwa sehari-hari sejak ia keluar dari sarangnya atau tempat bermalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Rusa Timor

TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Rusa Timor 7 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Rusa Timor Klasifikasi Indonesia mempunyai empat jenis rusa yang banyak dijumpai seperti rusa sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorrensis), rusa bawean (Axis

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Eco India, 2008) sebagai berikut: kingdom: Animalia, pilum: Chordata, Class:

TINJAUAN PUSTAKA. (Eco India, 2008) sebagai berikut: kingdom: Animalia, pilum: Chordata, Class: TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Rusa Sambar Rusa Sambar (Cervus unicolor) merupakan populasi rusa terbesar untuk daerah tropik dengan sebaran di Indonesia mencakup pulau besar dan kecil yaitu pulau Sumatera,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pasak Bumi Salah satu suku tumbuhan yang mempunyai banyak anggota dan berkhasiat obat adalah Simaroubaceae. Anggotanya yang paling terkenal adalah pasak bumi (Eurycoma

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

POLA PERKAWINAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DENGAN BERBAGAI RATIO BETINA SKRIPSI. Oleh: JULI MUTIARA SIHOMBING

POLA PERKAWINAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DENGAN BERBAGAI RATIO BETINA SKRIPSI. Oleh: JULI MUTIARA SIHOMBING POLA PERKAWINAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DENGAN BERBAGAI RATIO BETINA SKRIPSI Oleh: JULI MUTIARA SIHOMBING 060306020 DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 POLA PERKAWINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-Ekologi Rusa Timor 1. Taksonomi Menurut Schroder (1976), rusa timor (Cervus timorensis) diklasifikasikan ke dalam : Phylum Chordata, Sub phylum Vertebrata, Class Mammalia, Ordo

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012 di penangkaran rusa dalam kawasan Hutan Penelitian (HP) Dramaga milik Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat masih dijumpai adanya kasus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH PEJANTAN PERKANDANG TERHADAP TINGKAH LAKU REPRODUKSI RUSA TIMOR (Rusa timorensis) BETINA

PENGARUH JUMLAH PEJANTAN PERKANDANG TERHADAP TINGKAH LAKU REPRODUKSI RUSA TIMOR (Rusa timorensis) BETINA PENGARUH JUMLAH PEJANTAN PERKANDANG TERHADAP TINGKAH LAKU REPRODUKSI RUSA TIMOR (Rusa timorensis) BETINA EFFECT OF NUMBERS OF MALES ON CAGE AGAINST REPRODUCTIONS BEHAVIOR FEMALES TIMOR DEER (Rusa timorrensis)

Lebih terperinci

BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI

BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI II.1 Pengertian Satwa Liar Di Indonesia terdapat banyak jenis satwa liar. Satwa liar adalah semua jenis satwa yang memiliki sifat-sifat liar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kambing Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau sangat bermanfaat bagi petani di Indonesia yaitu sebagai tenaga kerja untuk mengolah sawah, penghasil daging dan susu, serta sebagai tabungan untuk keperluan dikemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rusa Jawa dengan nama latin Rusa timorensis merupakan satwa endemik di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rusa Jawa dengan nama latin Rusa timorensis merupakan satwa endemik di PENDAHULUAN Latar Belakang Rusa Jawa dengan nama latin Rusa timorensis merupakan satwa endemik di Indonesia khususnya di Pulau Jawa dan Bali. Satwa ini menurut Vié dkk., (2009), termasuk satwa yang berstatus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Lebih terperinci

PERILAKU RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville, 1822) BETINA DI PENANGKARAN AKIBAT PEMBERIAN TABAT BARITO (Ficus deltoidea Jack) ELIS

PERILAKU RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville, 1822) BETINA DI PENANGKARAN AKIBAT PEMBERIAN TABAT BARITO (Ficus deltoidea Jack) ELIS PERILAKU RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville, 1822) BETINA DI PENANGKARAN AKIBAT PEMBERIAN TABAT BARITO (Ficus deltoidea Jack) ELIS DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

Bab IV Memahami Tubuh Kita

Bab IV Memahami Tubuh Kita Bab IV Memahami Tubuh Kita Pubertas Usia reproduktif Menopause Setiap perempuan pasti berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan dari dewasa menjadi dewasa yang lebih tua Sistem Reproduksi Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rusa Timor Taksonomi dan Morfologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rusa Timor Taksonomi dan Morfologi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rusa Timor 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Rusa timor yang dikenal juga dengan nama rusa jawa, secara taksonomi termasuk dalam Kingdom Animalia, Phylum Chordata, Sub Phyllum Vertebrata,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

[Tingkah laku Ternak Unggas]

[Tingkah laku Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Tingkah laku Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus sampai

Lebih terperinci