Bab III Analisis Awal III.1. Teknik Pengambilan Gambar III.1.1. Lingkungan Pengambilan Gambar Terkontrol kontra Tidak Terkontrol

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Analisis Awal III.1. Teknik Pengambilan Gambar III.1.1. Lingkungan Pengambilan Gambar Terkontrol kontra Tidak Terkontrol"

Transkripsi

1 Bab III Analisis Awal III.1. Teknik Pengambilan Gambar III.1.1. Lingkungan Pengambilan Gambar Terkontrol kontra Tidak Terkontrol Kontrol kualitas pengambilan citra dapat dilakukan pada dua tahap, mengatur lingkungan pengambilan citra ke dalam bentuk yang lebih mudah diukur dan atau melakukan perbaikan citra pasca pengambilan citra tersebut. Pengaturan kondisi lingkungan citra dapat dilakukan dalam media terbatas terkontrol tertutup. Dengan pengaturan media tersebut, banyak tahapan dan parameter ukur pada citra yang dapat disederhanakan, seperti, bila telah diketahui bahwa wilayah latar memiliki warna tertentu, setiap objek dalam citra yang tidak dalam rentang warna tersebut merupakan objek di atas latar tersebut. Pada pengambilan gambar dengan lingkungan yang tidak dikontrol akan memberikan beban tambahan kepada sistem meliputi tahapan untuk memastikan bahwa objek yang akan diekstrak dari citra merupakan objek yang diinginkan dan pengaturan tingkat kualitas citra agar sesuai dengan yang diinginkan. Pemilihan metode pengambilan gambar terkontrol dimaksudkan agar pengaturan mutu pengolahan citra dapat dilakukan pada tahap yang sedini mungkin; bila mutu citra yang direkam ke dalam sistem dapat dijaga, maka kebutuhan akan pengolahan untuk penguatan kualitas citra dapat diminimasi. Pengaturan lingkungan yang dapat dilakukan meliputi memilih latar belakang yang mudah dibedakan dari objek dan pengaturan pencahayaan untuk mendapatkan citra yang ideal. 29

2 III.1.2. Pemilihan Latar Belakang Beberapa tujuan pengaturan latar belakang dari pengambilan citra adalah sebagai berikut. Latar belakang yang memiliki rentang warna yang diketahui akan lebih mudah dibedakan dengan objek yang akan diekstraksi dari citra; suatu wilayah yang ditempati selain rentang warna yang telah ditemukan adalah wilayah citra yang ditempati oleh objek. Tujuan lain yang dapat dicapai adalah bahwa latar belakang yang baik seharusnya tidak terlalu banyak memantulkan atau pun menyerap citra. Ia memiliki rentang warna yang homogen sehingga dapat menyederhanakan proses ekstraksi objek yang diperlukan. Latar yang memiliki sifat terlalu banyak memantulkan cahaya akan menyulitkan pengaturan pencahayaan, dan bahan yang terlalu menyerap cahaya akan menurunkan tingkat pencahayaan keseluruhan, sehingga citra yang ditangkap kamera akan cenderung tidak terfokus dengan baik. Sebagai suatu pendekatan, alangkah baiknya bila latar belakang yang dipilih merupakan latar belakang dengan warna yang bersifat matte. Warna warna dalam kelompok tersebut memiliki tingkat pemantulan cahaya yang rendah sehingga mudah dipakai sebagai alat bantu dalam pengambilan citra. III.1.3. Pengaturan Pencahayaan Pengaturan pencahayaan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan sebagai berikut. Pencahayaan dilakukan agar perangkat pengambilan citra (semisal kamera digital) mendapatkan tingkat pencahayaan yang cukup agar dapat membentuk citra dengan tingkat kualitas maksimal. Kekurangan tingkat pencahayaan dapat menghilangkan fokus perangkat pengambilan citra, dan kelebihan pencahayaan dapat menghilangkan beberapa informasi penting dari objek ukur. Pengaturan pencahayaan juga dapat dilakukan untuk memastikan bahwa informasi yang akan diambil dari objek memiliki tingkat kepercayaan tinggi, seperti eliminasi bayangan dan perataan pencahayaan. Dalam pengambilan citra dalam 30

3 ruangan tertutup, kedua hal tersebut akan sangat membantu dalam menyederhanakan proses pengolahan citra. III.2. Hipotesa Hubungan antara Parameter Masukan dan Parameter Keluaran Karena data nilai korelasi antara parameter ukur dan parameter mutu teh hitam tidak ada, hipotesa dari keeratan hubungan antara kedua parameter tersebut didekati berdasarkan kedekatan antara parameter pengukuran dan parameter pengamatan. Parameter ukur yang dipilih merupakan parameter ukur yang diharapkan dapat menggambarkan parameter yang biasa digunakan sebagai parameter pengamatan, seperti pada Tabel III-1. Tabel tersebut tidak memasukkan parameter bentukan seperti panjang / lebar. Hipotesa yang digunakan, bila suatu parameter ukur memiliki hubungan dengan parameter pengamatan, maka ia diduga memiliki hubungan yang erat terhadap parameter kualitas. Tabel III-1 Hipotesa korelasi antara parameter ukur dan parameter pengamatan Parameter Bentuk Ukuran Tip Warna Bau Tekstur Keseragaman Luas O 13 O O X X O O Pusat Massa O X O X X X O Momen Inersia O X O X X X O Tinggi X O O X X O O Lebar X O O X X O O Panjang X O O X X O O Keliling X O O X X O O Kompleksitas Bentuk O X O X X O O Kebulatan O X O X X O O Warna X X O O X X O 13 O melambangkan hubungan yang erat, X melambangkan korelasi yang lemah. 31

4 Parameter keseragaman belum dipakai dalam penelitian ini dikarenakan mereka akan menjadi suatu rangkaian parameter berdasarkan aras parameter apa yang menjadi patokan dalam pembentukan nilai keseragaman. Secara matematik keseragaman adalah kebalikan dari standard deviasi dari parameter yang dipilih, misal, standard deviasi luas partikel teh hitam. Bila dibentuk berdasarkan Tabel III-1, ada sepuluh macam keseragaman. Dalam pengenalan teh hitam tidak ada istilah keseragaman warna partikel, hanya ada keseragaman warna antar partikel. III.3. Kecepatan Ekstraksi Parameter kontra Kecepatan Pengolahan Parameter Dalam membangun suatu sistem berbasis jaringan syaraf tiruan, pemilihan parameter yang digunakan juga harus memperhatikan banyaknya usaha yang diperlukan untuk mengekstraksi parameter tersebut, karena performa sistem pakar tidak hanya diperhatikan dari akurasi, namun juga kecepatan eksekusi sistem. Sebagai gambaran dapat dilihat dalam dua kasus berikut. Sistem A menggunakan beberapa parameter dasar yang biasa digunakan dalam pengolahan citra. Parameter tersebut merupakan parameter yang mudah diekstrak sehingga kecepatan ekstraksi objek tinggi. Karena tingkat korelasi yang rendah antara parameter masukan dan parameter keluaran sistem, pelatihan jaringan syaraf tiruan membutuhkan waktu yang lama dan memberikan tingkat akurasi yang rendah. Perlu diperhatikan bahwa operasi jaringan perangkat lunak merupakan contoh operasi komputer yang mahal. Sebagai perbandingan, sistem B menggunakan beberapa parameter hasil uji korelasi, dan parameter yang dipilih merupakan parameter yang memiliki hubungan erat dengan parameter keluaran. Beberapa parameter yang dipilih membutuhkan upaya yang besar untuk mengekstraksinya, sehingga total waktu yang diperlukan untuk melakukan ekstraksi parameter lebih besar bila dibandingkan dengan metode standard. Karena tingkat korelasi yang tinggi, waktu pelatihan yang diperlukan untuk melatih sistem B secara signifikan lebih pendek dibandingkan dengan sistem A. 32

5 Pertanyaan yang timbul adalah, kapan sebaiknya digunakan sistem B atau A, bila diasumsikan tingkat akurasi keduanya seimbang? Suatu saran yang baik adalah, catat jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan ekstraksi setiap parameter. Bila waktu yang bertambah dengan penambahan parameter lebih sedikit dibandingkan dengan waktu yang berkurang pada saat pelatihan, sebaiknya gunakan metode yang diterapkan pada sistem B. III.4. Konsep Penyelesaian Masalah III.4.1. Kondisi Sekarang III Ketiadaan Standard Terukur Pengamatan teh hitam hingga saat ini dilakukan oleh pengamat terlatih dengan kompetensi sesuai Lampiran 4, seperti pada Lampiran 1. Parameter yang diamati adalah seperti pada Lampiran 5. Sampel yang akan dinilai oleh pengamat adalah sampel seperti pada Lampiran 3. Standard yang digunakan oleh pengamat adalah seperti pada Lampiran 5. Parameter kualitas yang diamati dituliskan kembali sebagian berdasarkan Lampiran Warna dinyatakan dengan kehitaman, kecokelatan, kemerahan, dan keabuan. 2. Bentuk dinyatakan dengan tergulung / tidak tergulung, keriting / tidak keriting. 3. Tekstur dinyatakan dengan rapuh / tidak rapuh, padat / tidak padat. 4. Benda asing dinyatakan dengan ada / tidak ada. Standard yang ada tidak merinci besaran terukur yang ekuivalen terhadap besaran kualitatif teramati tersebut, dan juga tidak merinci hubungan antara parameter kualitas tersebut dengan parameter kelas mutu yang menjadi tujuan dari pengamatan tersebut. 33

6 Dari pernyataan di atas terdefinisi sebuah masalah, besaran terukur apa yang merupakan perwakilan dari parameter kualitas amatan tersebut. Permasalahan ini didefinisikan di dalam tulisan ini dalam tujuan pada halaman 3. Imbas dari masalah ini adalah sebagai berikut. 1. Tiadanya standard kuantitatif dapat menyebabkan perbedaan hasil penilaian antar pengamatan dan pengamat, meskipun pada dasarnya mereka mengamati parameter objek yang sama. 2. Tiadanya standard kualitatif tersebut menyebabkan pembangunan perangkat lunak sistem pakar sebagai alat bantu tidak dapat dilakukan, karena nilai dan parameter ukur yang dibutuhkan tidak teridentifikasi. 3. Tiadanya standard kuantitatif menyebabkan informasi mutu yang diinginkan konsumen tidak dapat disimpan. Selama ini, yang disimpan adalah informasi jenis dan kelas mutu teh / campuran teh yang diinginkan oleh konsumen. 4. Tiadanya standard kuantitatif menyebabkan pelatihan sistem pengamatan / individu pengamat harus didekati secara empirik. III Perbedaan Kondisi Pengamatan Pengamatan sesuai Lampiran 1 dan standard pengamat sesuai Lampiran 4 dibakukan untuk menstandardkan lingkungan pengamatan untuk mendekati konsistensi pengamatan. Pelatihan di Pusat Penelitian Tanaman teh dan Kina Gambung dimaksudkan untuk meminimasi bias tersebut. Masalah justru timbul karena masalah laten berkaitan dengan metode standardisasi yang dipilih. 1. Penggunaan metode pengamatan oleh manusia cenderung memberikan bias yang lebih besar dibandingkan dengan pengamatan oleh alat. Alat dapat dibangun hingga melebihi kapasitas kerja manusia. 2. Perbedaan ruang pengamatan dapat memberikan faktor bias dalam pengamatan. 3. Penggunaan cahaya matahari membatasi waktu pengamatan. 34

7 Masalah ini tidak dituliskan dalam tujuan penelitian, karena merupakan bagian dari penjaminan kualitas perangkat lunak. III Kebutuhan atas Kemampuan Alat untuk Menyimpan Informasi Penilaian Kelemahan sistem yang diterapkan hingga saat ini adalah yang dapat disimpan dari informasi tentang mutu teh yang baik adalah informasi campuran, asal, atau pun chop 14 dan atau campurannya. Informasi kuantitatif tentang bagaimana teh yang baik atau parameter apa yang menentukan seberapa baik sebuah produk teh tidak dapat disimpan. Diperlukan suatu solusi sehingga setiap orang dapat mendefinisikan apa yang dijadikan sebagai parameter kualitas produk, dan parameter tersebut harus dapat diukur sehingga dapat dipahami bersama. Contoh sederhana, sebuah teh akan diakui sebagai teh dengan warna kehitaman bila kandungan unsur warna merah pada teh tersebut adalah antara besaran pertama dan kedua (keduanya adalah besaran terukur), dengan kondisi pencahayaan, pengambilan gambar, dan lain lain yang telah ditentukan. Keuntungan lain yang didapat dengan pendefinisian tersebut adalah sebagai berikut. 1. Bila ukuran mutu yang diperlukan telah dapat dipenuhi, ukuran mutu tersebut dapat dipakai oleh produsen sebagai tolok ukur; kebedalakuan antara produksi teh dapat ditekan, karena pada saat itu ia akan berusaha untuk memenuhi kelas mutu, bukan memenuhi jenis produk. 2. Sebuah konjektur 15, Kelas mutu dari produk akhir adalah fungsi dari kelas mutu produk penyusunnya. Metode ini biasa dipakai oleh perkebunan untuk mendaur ulang produk yang rendah mutu; ia mencampur kembali produk tersebut dengan produksi berikut yang lebih baik sehingga nilai mutu produk tetap seragam. Bila teori ini 14 Kode penomoran produksi teh. 15 Penulis tidak menemukan referen terhadap teori tersebut. 35

8 dapat dibuktikan, mutu teh dapat diperlakukan terpisah dari objek teh itu sendiri, sebagai pendukung dari keuntungan pertama. III Kebutuhan atas Kemampuan Alat sebagai Alat Bantu Pembentukan Standard Kondisi hingga saat ini, setiap pelanggan memberikan permintaan campuran produk yang ia inginkan sebagai standard baku dalam perdagangan, misal, ia membutuhkan teh hitam ortodoks dengan grade BOP dan standard mutu A asal perkebunan Walini. Keuntungan dari sistem ini adalah kemudahan bagi pembeli untuk mengenali objek. Masalah yang timbul adalah dapat terjadi ketimpangan tingkat pembelian produk antar kebun, produk kebun yang satu tidak selaku produk yang lain. Masalah ini juga dihadapi oleh semua produsen barang mewah. Pada kasus teh hitam, bila suatu produk tidak dapat dipenuhi oleh produsen, produsen tersebut dapat mengajukan campuran yang memiliki karakteristik yang mendekati produk teringinkan pelanggan tersebut. Pelanggan punya hak untuk menolak tawaran produsen tersebut. Pada kasus ini, nilai kedekatan produk pengganti terhadap produk referen dapat bersifat subjektif. Bila komunikasi antara setiap pihak perdagangan teh dilakukan dengan berbasis mutu produk, selain ia mengirimkan permintaan jenis produk yang ia butuhkan, ia dapat memberikan informasi karakteristik terukur terhadap produk tersebut. Karakteristik tersebut diberikan sebagai suatu sumber informasi (misal, file siap eksekusi) yang digunakan oleh konsumen untuk mendefinisikan produk seperti apa yang ia inginkan; ini akan sangat memudahkan konsumen untuk mengetahui mutu seperti apa yang diinginkan oleh produsen. Masalah lain yang mirip dan dapat ditangani dengan solusi yang sama adalah sebagai berikut. 36

9 1. Setiap orang dapat menetapkan sendiri standard mutu yang ia inginkan, dan dikomunikasikan terhadap setiap orang dengan bahasa yang sama. Secara tidak langsung ini justru akan dapat memperkuat posisi produsen dalam negosiasi; bila standard tersebut telah diikuti dengan baik dan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan konsumen, di luar kesalahan produksi, kesalahan tidak dapat ditimpakan pada produsen. 2. Pada produsen berbasis korporasi antar kebun, standard baku mutu teh dapat disosialisasikan kepada setiap kebun dengan bahasa yang sama. 3. Informasi mutu yang disimpan dapat menjadi alat bantu dalam pendidikan pengamat mutu teh, atau dapat pula digunakan untuk memperkenalkan baku mutu teh pada khalayak umum. III Alternatif Penggunaan Alat Alat bantu pengamatan fisik partikel teh hitam yang digunakan oleh para pakar telah didefinisikan pada Lampiran 1. Untuk pengamatan fisik teh hitam, mereka menggunakan alas berwarna putih, cahaya, dan alat pengamatan utama berupa mata dan hidung. Untuk pengolahan keputusan, mereka menggunakan otak yang telah terlatih berdasarkan pengalaman untuk mengambil keputusan kelas mutu teh hitam berdasarkan parameter pengamatan. Bila suatu alat sistem pakar dibangun untuk mewakili pengamat tersebut, ia harus dapat mensimulasikan mata dan hidung tersebut. mata dan atau hidung pengganti tersebut harus memiliki tingkat kepercayaan yang di atas atau sama atau mendekati tingkat kepercayaan pengamatan manual. Selain itu, sebuah otak juga diperlukan sebagai pengendali dalam pengambilan keputusan. Untuk pengamatan fisik teh hitam, hingga saat ini alat bantu pengamatan fisik yang digunakan adalah ayakan bertingkat, dan hanya digunakan untuk 37

10 memisahkan grade 16 teh, bukan kelas mutu. Penggunaan alat bantu pengenalan warna dan kejernihan tidak diterapkan pada partikel teh. Satu alat lain yang lumrah digunakan hingga saat ini adalah alat untuk mengukur berat jenis teh sebagai cara untuk mendekati tekstur teh hitam 17. Keluaran dari alat tersebut dipertimbangkan, tetapi tidak menjadi parameter langsung dalam penentuan kualitas teh hitam. Alat alat lain yang selama ini dipergunakan bukan merupakan alat bantu yang dapat mewakili pengamat untuk mengambil keputusan; ia tidak terlibat langsung dalam proses penilaian. Untuk mewakili sistem penilaian teh hitam, mata dan hidung yang dapat dipertimbangkan untuk penggunaan adalah sebagai berikut. 1. Alat berbasis pengolahan citra. Alat ini akan dapat mewakili mata dari pengamat. Penelitian awal telah dilakukan (Borah & Bhuyan, Nondestructive testing of tea fermentation, 2005). Karena teh merupakan objek kecil, diperlukan kamera dengan kemampuan super makro untuk mendapatkan detail objek. 2. Alat berbasis foto reseptor, untuk mendapatkan informasi kandungan molekul volatil dari teh untuk menggambarkan bau. Alat ini hingga saat ini bukan alat yang lumrah digunakan di luar lingkungan penelitian. 3. Alat berbasis hidung elektronis. Alat ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan zat volatil spesifik (setiap sensor yang digunakan dapat menangani suatu jenis zat volatil tertentu). Alat ini juga belum lumrah digunakan di luar lingkungan penelitian. Penelitian awal telah dilakukan (Borah, Machine vision for tea quality monitoring with special emphasis on fermentation and grading, 2005). 16 Kelas ukuran. 17 Definisi tekstur teh pada Lampiran 5, dan tidak seperti definisi tektur umum. 38

11 4. Alat berbasis pembebanan. Alat ini hanya data mengambil informasi berat dan berat jenis, sehingga banyak parameter penting dalam pengamatan teh hitam yang akan luput dari pengamatan, pengecualian bila alat tersebut dapat membangun peta pembebanan, sehingga informasi bentuk fisik objek dapat diketahui. Alat ini belum lumrah digunakan. 5. Alat berbasis ayakan bertingkat, sebagaimana yang telah digunakan hingga saat ini. III Masalah Laten 18 Teknik Pengambilan Citra Masalah ini hanya timbul pada usaha pembangunan perangkat penilaian mutu produk berbasis pengolahan citra. Ada dua paradigma yang dapat dipilih untuk membangun perangkat pengenalan pola tersebut. 1. Mengenali objek berdasarkan keunikan dari objek tersebut. Model ini digunakan untuk mengamati objek dengan keseragaman ciri tinggi. 2. Mengenali objek berdasarkan keunikan dari lingkungan pengamatan objek tersebut. Model ini dipakai untuk mengenali objek di mana lingkungan pengamatan dapat diatur. Teh merupakan suatu objek amatan yang berukuran kecil, sehingga penggunaan paradigma pengamatan pertama tidak perlu dilakukan; dapat digunakan suatu media pengambilan citra di mana parameter lingkungan dari media tersebut dapat diatur. Selain itu, diperlukan suatu alat khusus untuk mengambil informasi detail teh, yakni kamera super makro. Teh juga merupakan objek yang keseragaman sifat fisik antar objek rendah, lebih lanjut pada Lampiran 2. Hanya keseragaman ukuran dan warna fisik yang dapat dicapai untuk sebuah grade objek berdasarkan standard berlaku (Badan Standardisasi Nasional, 2000). 18 Laten dalam arti masalah ini pasti akan timbul bila metode tersebut digunakan. 39

12 Hal lain yang harus ditangani adalah bagaimana memastikan mutu citra, informasi di dalam citra, dan konsep ekstraksi informasi objek. III Masalah Laten Sistem Pakar berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan jaringan syaraf tiruan yang digunakan. 1. Jaringan syaraf tiruan memiliki bentuk yang sangat beragam, dan masing masing dirancang untuk menyelesaikan model masalah. 2. Jaringan syaraf tiruan membutuhkan sumber daya perangkat keras yang lebih besar bila dibandingkan dengan penggunaan metode logis biasa. 3. Jaringan syaraf tiruan membutuhkan fase adaptasi terhadap pola sistem yang ia tiru (proses ini dinamakan proses pelatihan) Performa perangkat lunak berbanding lurus dengan kecocokannya terhadap masalah yang ia pelajari. Di samping itu, jaringan syaraf tiruan juga memiliki keunikan masing masing. 1. Jaringan syaraf tiruan perseptron dan Hopfield serta turunannya dirancang khusus untuk permasalahan biner. Ia tidak dapat menyelesaikan permasalahan berbasis kontinu (kecuali dengan modifikasi tertentu). 2. Sebagian besar jaringan syaraf tiruan tidak memiliki sifat kedapatsusunan. Pengecualian untuk ini adalah jaringan perseptron dan turunannya. 3. Jaringan syaraf tiruan dengan pelatihan berbasis kompetisi (Hopfield, Hebbian, Hopman) secara definitif dirancang untuk persamaan biner. 4. Jaringan syaraf tiruan menuntut kelengkapan dari masukan yang ia butuhkan untuk dapat menghasilkan keluaran yang ia inginkan. Pengecualian untuk jaringan Hopfield. 19 (Supriana & Zacharias, 2007) mengatakan bahwa jaringan syaraf tiruan Hopfield tidak memiliki teknik pembelajaran, sedangkan (Rich & Knight, 1991) dan (Heaton Research, inc, 2005) mengatakan bahwa sistem belajar berdasarkan masukan data yang ia terima sebelumnya, dan sistem terlatih secara mendekati instan. 40

13 5. Struktur jaringan syaraf tiruan tidak berubah berdasarkan waktu. Pengecualian untuk ini adalah jaringan dapat kembang. Pada jaringan Hopfield, suatu simpul dapat mati, namun bukan berarti hilang atau berpindah. 6. Jaringan syaraf tiruan memerlukan semua masukan diberikan dalam waktu yang sama atau periode masukan yang tetap. Pengecualian untuk ini adalah jaringan syaraf impulsif. Semua batasan performa jaringan syaraf tiruan ini harus dijadikan pertimbangan dalam proses pemilihan. III.4.2. Konsep Penyelesaian Masalah III Pengembangan Standard Parameter Langkah berikut dilakukan untuk mendapatkan standard parameter yang digunakan dalam penentuan mutu teh hitam. 1. Sistem yang dibangun harus dapat menambang sebanyak mungkin parameter ukur umum yang mungkin digunakan. 2. Pada setiap parameter ukur yang digunakan, sistem harus dapat memberikan informasi pada pemilih parameter besar keeratan hubungan parameter tersebut dengan parameter mutu. 3. Parameter terpilih diujikan dengan melihat performanya dalam penentuan mutu teh hitam; apakah dengan menggunakan parameter tersebut terjadi perbaikan performa pemutuan. 4. Bila telah terbukti performa penentuan mutu berjalan dengan baik, dapat dilakukan kalkulasi mundur untuk menentukan standard selang nilai mutu teh hitam. Yang perlu diperhatikan dalam percobaan penentuan standard adalah apakah pola data dari parameter tersebut cukup teratur untuk dapat diterapkannya standard pengamatan tersebut. 41

14 III Pengembangan Standard Kondisi Pengamatan Masalah yang akan diberikan solusi pada pengembangan standard kondisi pengamatan adalah bagaimana agar kondisi pengamatan teh hitam dapat menjadi seragam. Dalam pembangunan kondisi pengamatan yang baik, hal hal berikut harus dapat diatasi. 1. Bagaimana agar pengamatan dapat dilakukan kapan pun tanpa pengaruh dari lingkungan. Cara sederhana untuk mendapatkan kondisi ini adalah dengan menggunakan media pengamatan yang tidak mendapatkan pengaruh sekitar. Media pengamatan tersebut berupa media tertutup. 2. Penggunaan media terkontrol dapat meminimasi perbedaan kondisi pengamatan. Selain itu, beberapa macam kondisi pengamatan seperti pencahayaan dan pelataran dapat diujicobakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. 3. Kondisi pengamatan yang memberikan hasil pengamatan optimal dapat diterapkan sebagai standard pengamatan. Penulis mengusulkan penggunaan suatu media pengamatan tertutup dengan model pencahayaan terkontrol. Alat tersebut memiliki tiga kompartemen terpisah untuk pengamatan masing masing, yakni butiran, cairan teh, dan sisa seduhan teh hitam. Penelitian ini hanya menangani tampak fisik teh hitam, namun keluaran yang dihasilkan dirancang agar dapat digabungkan dengan mudah dengan komponen pengamatan lainnya. III Pemilihan Alat Untuk pengamatan fisik baik partikel, air seduhan, dan sisa seduhan teh hitam, digunakan suatu kamera jarak dekat dengan ketelitian maksimum, agar dapat mengambil detail dari butiran teh. 42

15 Untuk pengamatan aroma, penggunaan perangkat spektroskop dapat membantu, namun karena alat tersebut tidak dapat dibuat portabel, alternatif lain masih harus dikembangkan agar dapat diterapkan untuk pengamatan aroma teh hitam. Penulis mengusulkan sebuah alat pengamatan mutu teh hitam berupa sebuah media tertutup dengan tiga kompartemen, masing masing untuk pengamatan fisik partikel teh hitam, pengamatan hasil seduhan, dan pengamatan residu seduh teh hitam. Sistem kontrol dirancang untuk mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan di ketiga kompartemen tersebut. Secara umum, setiap kompartemen memakai sebuah lensa dan sebuah sensor aroma. Kamera untuk pengamatan air seduhan dan sisa seduhan teh hitam dapat menggunakan lensa biasa, namun untuk mendapatkan detail ukuran fisik teh hitam, penggunaan lensa super makro dibutuhkan. Penelitian ini hanya mencakup pengamatan fisik teh hitam, sehingga rangkaian masalah berkaitan dengan pengamatan cairan seduhan panas maupun pengamatan residu tidak ditangani dalam penelitian ini. III Penanganan Masalah Pengambilan Citra Masalah yang berkaitan dengan mutu citra sebagian besar telah ditangani oleh media pengambilan citra terkontrol. Penguatan citra dapat memperbaiki mutu citra, namun juga mengaburkan sebagian informasi yang tersimpan pada citra objek. Tahap penambangan parameter merupakan tahapan yang paling banyak memakan sumber daya perangkat keras. Bila merujuk pada Lampiran 7, ada lebih dari 4000 parameter yang ditambang dan disimpan ke dalam basis data. Bila suatu set sampel terdiri dari beberapa objek, kebutuhan akan sumber daya memori untuk menyimpan data objek akan sangat besar. Di lain pihak, bila jumlah data yang 43

16 disimpan ditekan, kebutuhan akan sumber daya kekuatan hitung akan sangat besar. Untuk menangani ini, sebaiknya pembangunan perangkat lunak dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah untuk memaksimasi informasi yang didapatkan dari dalam citra objek. Tahap kedua dirancang untuk meningkatkan efikasi pemakaian sumber daya perangkat keras. III Penanganan Masalah Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan yang dipertimbangkan telah dijabarkan pada bab II.5. Pengamatan teh secara mendasar merupakan pengamatan yang berbasis komponen; keputusan yang diberikan pada tahap akhir membutuhkan rangkaian keputusan dari tahapan sebelumnya. Pengamatan teh juga bersifat kontinu, meskipun penentuan mutu selama ini bersifat diskrit. Garis kontinu itu sendiri terbentuk karena adanya titik kesulitan pengambilan keputusan antara setiap nilai mutu. Karena hal tersebut, penggunaan jaringan syaraf tiruan berbasis biner (perseptron, Hopfield, dan lain lain) tidak dapat digunakan. Di samping itu, penggunaan jaringan syaraf tiruan tidak dapat susun (Sebagian besar jaringan syaraf tiruan non supervisi) tidak efektif untuk pengamatan komponen. Pola hubungan antara parameter ukur teh hitam dan parameter mutu teh hitam tidak diketahui sebelumnya, sehingga penggunaan jaringan syaraf tiruan non statistik tidak efektif untuk digunakan. Selain itu, pola data diharapkan memiliki jumlah parameter yang tetap, sehingga jaringan syaraf tiruan dengan pelatihan berbasis kompetisi tidak efektif untuk diterapkan. Pilihan jaringan syaraf tiruan yang diperlukan untuk mengsimulasikan pengamatan teh hitam adalah adalah jaringan syaraf tiruan dengan pola pelatihan 44

17 dengan pemberian contoh, sehingga semua jaringan syaraf tiruan dengan pola pelatihan tersebut dapat digunakan. Berdasarkan kebutuhan pengamatan teh hitam, didapatkan kumpulan kebutuhan jaringan syaraf tiruan untuk teh hitam sebagai berikut. 1. Pengamatan teh bersifat komponensial, oleh sebab itu diperlukan jenis jaringan syaraf tiruan yang dapat disusun komponen, namun penelitian ini hanya mencakup salah satu komponen pengamatan mutu teh hitam. 2. Pengamatan teh memiliki pola penilaian kontinu, karena banyak keadaan di mana terjadi kerancuan antar beberapa jenis mutu. Diperlukan jenis jaringan syaraf tiruan yang memiliki pola pikir yang sesuai. 3. Calon Ahli dilatih dengan pengamatan sampel, sehingga jenis jaringan syaraf tiruan yang dipilih adalah jaringan syaraf tiruan dengan pembelajaran pemberian contoh. 4. Calon Ahli dilatih bertahap hingga tingkat kesalahan pengamatan minimal, oleh sebab itu pelatihan jaringan syaraf tiruan yang digunakan dilakukan dengan metode gradasi menurun. 5. Penilaian mutu teh hitam membutuhkan hasil pengamatan semua komponen, oleh sebab itu, jaringan syaraf tiruan yang dibutuhkan adalah jaringan syaraf tiruan di mana ia dapat menangani seluruh masukan dalam satu waktu Hubungan masukan dan keluaran sistem tidak diketahui sebelumnya, sehingga diperlukan jenis jaringan syaraf tiruan yang dirancang untuk dapat mempelajari pola tersebut. 7. Kelas mutu merupakan entitas yang berbeda dengan kelas ukur, sehingga diperlukan suatu jaringan syaraf tiruan yang melakukan pembedaan perlakuan antara masukan dan keluaran sistem. 20 Sebenarnya ini dapat dianggap bukan syarat, mengingat semua jaringan syaraf tiruan memenuhi batasan ini. 45

18 Jaringan syaraf tiruan yang diamati adalah sebagai berikut. Keterangan yang diberikan menunjukkan masalah apa yang membuat jaringan syaraf tiruan tersebut tidak terpilih. 1. Jaringan syaraf tiruan searah a. Perseptron (berbasis biner) b. Jaringan syaraf tiruan propagasi balik c. Adaline (berbasis biner) 2. Jaringan Kohonen (Tidak dapat disusun secara modular, dan masukan dan keluaran sistem diperlakukan sama) 3. Jaringan Syaraf Rekuren a. Jaringan Syaraf Siklis 1. Jaringan Hopfield 1. Statistik (Tidak dapat disusun secara modular, berbasis biner, pelatihan berbasis kompetisi, masukan dan keluaran sistem diperlakukan sama) 2. Non Statistik (Tidak dapat disusun secara modular, berbasis biner, pelatihan berbasis kompetisi, menuntut pengetahuan akan hubungan antar parameter, masukan dan keluaran sistem diperlakukan sama) 3. Mesin Boltzmann (Tidak dapat disusun secara modular, masukan dan keluaran sistem diperlakukan sama) b. Jaringan Syaraf Rekuren 1. Jaringan Elman (Berbasis biner) 2. Jaringan Jordan 3. Jaringan Rekuren dengan Model Mental 4. Jaringan Syaraf Impulsif 5. Jaringan Syaraf dapat Kembang 46

19 Jaringan syaraf tiruan impulsif sebenarnya juga dapat digunakan untuk membangun alat pengamatan ini, namun akan lebih mudah untuk merancang agar sistem dapat mendapatkan semua parameter masukan yang dibutuhkan dalam setiap periode dibandingkan mengandalkan kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk melakukan pemasukan data pada waktu acak. Penggunaannya dapat dikatakan berlebihan. Yang paling cocok untuk diterapkan dalam pengamatan teh hitam adalah komposisi modular dari jaringan syaraf tiruan dapat kembang, namun karena natur dari sistem, tidak mungkin dilakukan pembandingan performa antar jaringan syaraf tiruan untuk memenuhi tujuan penelitian, mengingat kontrol struktur jaringan berada tidak berada di tangan pengguna. Ide penggabungan beberapa jaringan syaraf tiruan diambil dari jaringan Jordan dan Rekuren dengan Model Mental (wujud akhir berupa jaringan syaraf tiruan modular). Jaringan syaraf tiruan paling sederhana yang dapat dipakai adalah jaringan syaraf tiruan propagasi balik. Penulis tidak mendapatkan cukup referen sebagai argumen apakah penggunaan jaringan syaraf tiruan ingatan holografis asosiatif dan jaringan syaraf dinamis dapat dipertimbangkan dalam pengamatan teh hitam. 47

Bab VI Hasil dan Pembahasan VI.1. Realisasi Penelitian VI.1.1. Sampel Teh Hitam VI.1.2. Pengambilan Gambar

Bab VI Hasil dan Pembahasan VI.1. Realisasi Penelitian VI.1.1. Sampel Teh Hitam VI.1.2. Pengambilan Gambar Bab VI Hasil dan Pembahasan VI.1. Realisasi Penelitian VI.1.1. Sampel Teh Hitam Sampel teh hitam didapatkan dari PT Perkebunan Nusantara VIII dan Institut Pertanian Bogor, dengan perincian sesuai dengan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 2 Mewah dalam arti banyak faktor yang menentukan tingkat penerimaan konsumen selain harga.

Bab I Pendahuluan. 2 Mewah dalam arti banyak faktor yang menentukan tingkat penerimaan konsumen selain harga. Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Teh hitam merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Komoditas ini merupakan komoditas mewah 2, di mana mutu teh merupakan salah satu penggerak utama

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1. Objek Pengamatan, Teh Hitam Teh adalah suatu minuman yang dihasilkan dari infusi daun dari tanaman Camellia sinensis atau Thea sinensis di dalam air panas dalam beberapa menit.

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK ANALISA HUBUNGAN ANTARA VARIABEL FISIK DAN KELAS MUTU TEH HITAM

PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK ANALISA HUBUNGAN ANTARA VARIABEL FISIK DAN KELAS MUTU TEH HITAM PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK ANALISA HUBUNGAN ANTARA VARIABEL FISIK DAN KELAS MUTU TEH HITAM Iping Supriana Suwardi 1), Renan Prasta Jenie 2) Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

Bab V Metode Penelitian

Bab V Metode Penelitian Bab V Metode Penelitian V.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di dua tempat, yakni Laboratorium Tesis Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK ANALISA HUBUNGAN ANTARA VARIABEL FISIK DAN KELAS MUTU TEH HITAM TESIS

PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK ANALISA HUBUNGAN ANTARA VARIABEL FISIK DAN KELAS MUTU TEH HITAM TESIS PEMBANGUNAN PERANGKAT LUNAK ANALISA HUBUNGAN ANTARA VARIABEL FISIK DAN KELAS MUTU TEH HITAM TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB

BAB I PENDAHULUAN BAB BAB I PENDAHULUAN BAB 1 1.1 Latar Belakang Teknologi pengindraan elektronik telah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pengindraan elektronik ini mengacu pada kemampuan reproduksi indra manusia menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA A. Pendahuluan Latar belakang Robot selain diterapkan untuk dunia industri dapat juga diterapkan untuk dunia pertanian. Studi yang

Lebih terperinci

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing Avicienna Ulhaq Muqodas F14110108 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Pada Umumnya semua perusahaan khususnya perusahaan yang bergerak dalam bidang manufactur (proses) tidak terlepas dari masalah perencanaan produksi. Dimana

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas merupakan faktor penting dalam industri makanan modern karena

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas merupakan faktor penting dalam industri makanan modern karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas merupakan faktor penting dalam industri makanan modern karena produk dengan kualitas tinggi adalah kunci untuk memenangkan pasar yang sekarang semakin kompetitif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN. bahan baku Herbal dan Tea Extract yang didirikan pada tahun Saat ini CV. Dwi

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN. bahan baku Herbal dan Tea Extract yang didirikan pada tahun Saat ini CV. Dwi BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 3.1 Profil perusahaan CV. Dwi Sarana Mandiri adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bahan baku Herbal dan Tea Extract yang didirikan pada tahun 1999. Saat ini CV.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Ibrahim Arief NIM : 13503038 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri keramik yang terdiri dari ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga (tableware), genteng telah memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan Latar Belakang Perkembangan sektor industri yang semakin maju, serta semakin ketatnya persaingan di dunia industri maka perusahaan dituntut untuk menerapkan sistem yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Buah-buahan merupakan salah satu kelompok komoditas pertanian yang penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi. Permintaan domestik terhadap

Lebih terperinci

PERANCANGAN VIDEO SPEKTROSKOPI-NEURAL NETWORK UNTUK IDENTIFIKASI JENIS CAIRAN SYAIFUDIN DOSEN PEMBIMBING DR. MOCHAMMAD RIVAI,ST.

PERANCANGAN VIDEO SPEKTROSKOPI-NEURAL NETWORK UNTUK IDENTIFIKASI JENIS CAIRAN SYAIFUDIN DOSEN PEMBIMBING DR. MOCHAMMAD RIVAI,ST. PERANCANGAN VIDEO SPEKTROSKOPI-NEURAL NETWORK UNTUK IDENTIFIKASI JENIS CAIRAN SYAIFUDIN 2205204001 DOSEN PEMBIMBING DR. MOCHAMMAD RIVAI,ST.MT Pendahuluan 1. Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENAL DIGIT ANGKA METER AIR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOHONEN

PERANCANGAN SISTEM PENGENAL DIGIT ANGKA METER AIR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOHONEN PERANCANGAN SISTEM PENGENAL DIGIT ANGKA METER AIR MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOHONEN Teguh Triantoro, F. Rizal Batubara, Fahmi Konsentrasi Teknik Komputer, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011 STMIK GI MDP Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011 PENGENALAN KARAKTER ANGKA DARI SEGMENTASI CITRA PLAT NOMOR KENDARAAN DENGAN METODE SOMs Winda Marlia

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan adalah salah satu hak azasi manusia dan sebagai komoditi strategis

BAB I PENDAHULUAN. Pangan adalah salah satu hak azasi manusia dan sebagai komoditi strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah salah satu hak azasi manusia dan sebagai komoditi strategis yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Tim Koordinasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang.

PENDAHULUAN Latar belakang. PENDAHULUAN Latar belakang. Manggis merupakan salah satu primadona ekspor buah-buahan segar, yang menjadi andalan Indonesia untuk meningkat pendapatan devisa Negara, dan memiliki pangsa pasar dan nilai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

Model Citra (bag. I)

Model Citra (bag. I) Model Citra (bag. I) Ade Sarah H., M. Kom Defenisi Citra Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Jenis dari citra ada 2, yaitu: 1. Citra analog (kontinu) : Dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat merupakan salah komoditas di pertanian Indonesia saat ini, tomat sudah menjadi kebutuhan pokok penunjang pangan di indonesia akan tetapi cara mengidentifikasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di 10 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di Laboratorium Daya Alat dan Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permainan catur cina, yang dikenal sebagai xiang qi dalam bahasa mandarin, merupakan sebuah permainan catur traditional yang memiliki jumlah 32 biji catur. Setiap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS Sinar Monika 1, Abdul Rakhman 1, Lindawati 1 1 Program Studi Teknik Telekomunikasi, Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gulma adalah tanaman pengganggu yang merugikan tanaman budidaya dengan cara berkompetisi terhadap kebutuhan cahaya, CO 2, air, hara, dan alelopati, dengan mengeluarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum BAB 3 HASIL DAN ANALISA 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum Zonasi kedalaman diperlukan untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Nilai batas penetrasi akan digunakan dalam konversi

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dari suara tersebut dapat dilihat, sehingga dapat dibandingkan, ataupun dicocokan dengan

BAB III METODOLOGI. dari suara tersebut dapat dilihat, sehingga dapat dibandingkan, ataupun dicocokan dengan 23 BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Penelitian Penelitian ini ingin membangun sistem yang dapat melakukan langkah dasar identifikasi, yaitu melakukan ektraksi suara Gamelan Bonang, dengan ekstrasi ini,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN UMUM BAB V PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan sebuah metode dan algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan posisi tiga dimensi dari obyek pertanian, yaitu jeruk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Pressman (2012) tujuan dari pengujian adalah untuk menemukan dan memperbaiki sebanyak mungkin kesalahan dalam program sebelum menyerahkan program kepada pelanggan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang kwh-meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya pemakaian energi listrik pada suatu bangunan atau gedung [1]. Berdasarkan sistem pembayarannya,

Lebih terperinci

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION Bab ini akan menjelaskan tentang penanganan jaringan untuk komunikasi antara dua sumber yang berpasangan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Citra Digital Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, melainkan sebuah representasi dari citra asal yang bersifat analog [3]. Citra digital ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB III SIMULASI Definisi Simulasi Tahapan Simulasi

BAB III SIMULASI Definisi Simulasi Tahapan Simulasi BAB III SIMULASI 3. 1. Definisi Simulasi Simulasi adalah proses merancang model dari suatu sistem yang sebenarnya, mengadakan percobaan-percobaan terhadap model tersebut dan mengevaluasi hasil percobaan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN BAB 3: TANAMAN POHON Dalam proses belajar menggambar, umumnya dapat dimulai dengan belajar menggambar alam benda yang ada di sekitar kita dan yang paling dekat dan sering di temui adalah tanaman pohon,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan multimedia dalam era sekarang ini meningkat dengan pesatnya, beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB II MODEL Fungsi Model

BAB II MODEL Fungsi Model BAB II MODEL Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam bentuk yang lain dengan entitasnya. Model berisi informasi-informasi tentang suatu sistem yang dibuat dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan alat dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. 3.1.1 Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE FUZZY UNTUK KLASIFIKASI USIA JERUK NIPIS

IMPLEMENTASI METODE FUZZY UNTUK KLASIFIKASI USIA JERUK NIPIS IMPLEMENTASI METODE FUZZY UNTUK KLASIFIKASI USIA JERUK NIPIS Hendry Setio Prakoso 1, Dr.Eng. Rosa Andrie.,ST.,MT 2, Dr.Eng. Cahya Rahmad.,ST.,M.Kom 3 1,2 Teknik Informatika, Teknologi Informasi, Politeknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Kadar Air 74-77% Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fold Cross Validation, metode Convolutional neural network dari deep learning

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fold Cross Validation, metode Convolutional neural network dari deep learning BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Program P rinsip kerja program yaitu dengan melakukan pra pengolahan citra terhadap foto fisik dari permukaan buah manggis agar ukuran seluruh data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Hardware a. Prosesor : Intel Core i5-3230m CPU @ 2.60GHz b. Memori : 4.00 GB c.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh sebagai minuman telah dikenal dan menjadi bagian dari kebudayaan dunia sejak berabad-abad yang lampau. Teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting di Indonesia. Walaupun demikian cabai sangat rentan terkena patogen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Data Data merupakan kumpulan keterangan atau fakta yang diperoleh dari satu populasi atau lebih. Data yang baik, benar dan sesuai dengan model menentukan kualitas kebijakan

Lebih terperinci

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Klasifikasi sidik jari merupakan bagian penting dalam sistem pengidentifikasian individu. Pemanfaatan identifikasi sidik jari sudah semakin luas sebagai bagian dari

Lebih terperinci

APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT

APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT Rizki Salma*, Achmad Hidayatno**, R. Rizal Isnanto** 1 Sistem deteksi wajah, termasuk

Lebih terperinci

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA EDY WINARNO fti-unisbank-smg 24 maret 2009 Citra = gambar = image Citra, menurut kamus Webster, adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMATANGAN BUAH TOMAT MENGGUNAKAN METODA BACKPROPAGATION

IDENTIFIKASI KEMATANGAN BUAH TOMAT MENGGUNAKAN METODA BACKPROPAGATION IDENTIFIKASI KEMATANGAN BUAH TOMAT MENGGUNAKAN METODA BACKPROPAGATION Dila Deswari [1], Hendrick, MT. [2], Derisma, MT. [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Andalas [1][3]

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan industri manufaktur menuntut perusahaan untuk untuk memiliki daya saing tinggi, baik itu skala nasional maupun internasional. Kegiatan ekspor dan impor

Lebih terperinci

PENDETEKSI DAN VERIFIKASI TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE IMAGE DOMAIN SPASIAL. Abstrak

PENDETEKSI DAN VERIFIKASI TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE IMAGE DOMAIN SPASIAL. Abstrak PENDETEKSI DAN VERIFIKASI TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE IMAGE DOMAIN SPASIAL Annisa Hayatunnufus [1], Andrizal,MT [2], Dodon Yendri,M.Kom [3] Jurusan Sistem Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA Berikut ini akan disajikan beberapa pertanyaan mengenai susu UHT

Lebih terperinci

LCD gimana sih kerjanya

LCD gimana sih kerjanya LCD gimana sih kerjanya Apa itu Liquid Crystal Display? Rasanya istilah itu sering sekali disebutsebut di dunia elektronik. Tentu saja! Bentuk paling sederhana dari teknologi LCD ini terdapat di kalkulator

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK I.1 Pendahuluan Pada Bab I ini, penulis akan membahas gambaran sistem yang akan dibuat secara garis besar. Pembahasan mencakup tujuan, ruang lingkup kerja, fungsi secara umum,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya air yang digunakan oleh pelanggan. Alat ini biasa diletakkan di rumah-rumah yang menggunakan penyediaan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam skala besar, proses pemindahan air tidak mungkin dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam skala besar, proses pemindahan air tidak mungkin dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam skala besar, proses pemindahan air tidak mungkin dilakukan secara manual oleh manusia, perlu adanya sistem kontrol untuk proses tersebut. Proses ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Arab adalah salah satu bahasa Internasional yang sekarang banyak digunakan oleh penduduk di dunia terutama di negara-negara bagian Timur Tengah. Bahasa

Lebih terperinci