MANUAL SELEKSI POHON PLUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANUAL SELEKSI POHON PLUS"

Transkripsi

1 DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN JAWA DAN MADURA Manual SELEKSI POHON PLUS Sumedang, Desember 2006

2 DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN JAWA DAN MADURA Jl. Raya Tanjungsari Km.22, Sumedang,Jawa Barat. Tlp. (022) , MANUAL SELEKSI POHON PLUS Sumedang, Desember 2006

3 Buku ini diterbitkan oleh: Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura Jl. Raya Tanjungsari Km 22 Sumedang TELP , Jawa Barat Editor : 1 Ir. Harijoko, Sp. MM. 2. Ir. Sumarjo, MSi. 3. Ir. Iman Budiman 4. Eman Suherman,S Hut. 5.Tocin Sampul dan tata letak(layout) : Agung Suwondo. Desember 2006 Buku ini diterbitkan untuk umum dan tidak untuk diperdagangkan

4 KATA PENGANTAR ini disusun untuk memberikan pengetahuan bagaimana cara melakukan kegiatan seleksi pohon superior baik pada tingkat populasi dasar maupun populasi breeding, baik di hutan tanaman seumur maupun hutan alam campura. Harapannya adalah dapat membimbing dalam upaya memilih dengan tepat pohon-pohon yang akan dijadikan pohon induk benih, untuk kepentingan perbaikan kualitas genetik. Ruang lingkup manual pemeliharaan tegakan benih ini berisi informasi tentang: (a) tujuan dan manfaat kegiatan seleksi, (b) Macam-macam metode seleksi pohon, serta (c) Metode seleksi pohon plus di hutan tanaman dan hutan alam. Mudah-mudahan dengan melakukan seleksi pohon induk dengan benar dapat meningkatkan kulaitas tegakan hutan dimasa yang akan datang. Selain itu dapat menjaga, memelihara dan melestarikan material genetik untuk kepentingan pemuliaan pohon di masa yang akan datang. Benih berkualitas akan dihasilkan dari pohon-pohon induk yang berkualitas memalui kegiatan seleksi yang tepat. Sumedang, Desember 2006 Kepala Balai BPTH Jawa dan Madura Ir. Harijoko SP, MM NIP ii i

5

6 DAFTAR ISI Teks Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Pengertian beberapa istilah penting METODE SELEKSI Metode seleksi untuk satu sifat Metode seleksi sifat ganda SELEKSI POHON PLUS Metode seleksi pohon plus Seleksi di hutan tanaman Seleksi di hutan alam DAFTAR PUSTAKA ii iii

7 DAFTAR TABEL No Teks Halaman Tabel 1 Tally sheet pengukuran pohon plus Tabel 2 Register hasil penilaian Pohon Plus dengan metode pohon pembanding Tabel 3. Tally sheet hasil pengukuran sifat calon pohon plus Tabel 4. Register hasil penilaian Pohon Plus DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman Gambar 1.Perubahan nilai rata-rata akibat pengaruh seleksi Gambar 2.Performa pohon plus dan pohon pembanding Gambar 3. Penandaan dan pengamanan pohon plus Gambar 4. Metode seleksi dengan Sistem garis regresi Gambar 5. Sketsa kelurusan batang pohon iv ii

8 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemuliaan pohon ( tree improvement) merupakan aplikasi pengetahuan variasi genetik dalam suatu jenis pohon hutan, untuk menghasilkan kualitas pohon yang lebih baik. Pemuliaan pohon merupakan penerapan azas-azas genetika pada penanaman hutan untuk memperoleh pohon yang memiliki sifat/karakter/fenotip dan hasil yang lebih tinggi nilainya. Tree improvement berbeda dengan istilah forest genetic ataupun forest tree breeding. Forest genetics adalah kegiatan-kegiatan yang terbatas pada studi genetika pohon hutan. Forest tree breeding merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk khusus seperti pohon dengan sifat kayu tertentu (tahan hama, batang lurus). Sedangkan tree improvement merupakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas hutan (kuantitas dan qualitas) dengan mengendalikan asal-usul pohon, dipadukan dengan kegiatan pengelolaan hutan (silvikultur). Pada umumnya tujuan dari pemuliaan pohon adalah untuk: 1. Memuliakan secara progresif populasi dasar (base population) dan populasi pemuliaan (breeding population). 2. Memperbanyak material yang dimuliakan untuk membuat populasi produksi (production population) yang unggul 3. Memelihara dan menjaga variabilitas dan ukuran populasi pada populasi dasar dan populasi pemuliaan 4. Membangun dan memelihara populasi dasar genetik yang luas untuk kegiatan pemuliaan pada generasi berikutnya. 5. Meningkatkan nilai heritabilitas dan perolehan genetik dari karakter yang diinginkan. Keberhasilan dari peningkatan genetik (genetic gain) dan nilai heritabilitas dipengaruhi oleh adanya keragaman (varisi). Variasi terjadi akibat adanya pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi genotip dan lingkungan. Terdapat beberapa tingkatan variasi yaitu variasi provenans, variasi tapak dalam provenans, variasi antar tegakan, variasi antar individu, dan variasi ii 1

9 di dalam individu. Adapun sumber-sumber variasi di alam antara lain: mutasi, seleksi alam, migrasi, genetic drift, dan mating system. Pada level populasi breeding, pemilihan karakter unggul dipengruhi oleh pemgaturan variasi yang mungkin terjadi pada suatu individu. Salah satu kunci keberhasilannya adalah kegiatan seleksi yang tepat. Seleksi dapat dilakukan pada taraf populasi dasar, atau pada taraf populasi pemuliaan (breeding population). Pada taraf pouolasi dasar misalnya kegiatan seleksi pohon induk (superior tree) untuk tujuan uji keturunan atau pembangunan kebun benih. Pada taraf poplasi pemuliaan misalnya seleksi famili dan seleksi individu. Agar dapat menentukan seleksi dengan benar maka diperlukan pemahaman metode-metode dalam seleksi. Macam-macam metode seleksi yang lazim dilakukan adalah : seleksi masa (mass selction), seleksi banyak sifat/karakter (multy traits selection), seleksi dini (early selestion), seleksi keturunan (predigree selection), seleksi langsung (recurent selection), dan seleksi tidak langsung (indirect selection). Tujuan Tujuan dari kegiatan seleksi adalah sebagai berikut: a. Untuk memodifikasi nilai rata-rata (directional selection) Nilai rata-rata (µ) suatu sifat dari suatu populasi akan meningkat (bergerak ke arah kanan) setelah dilakukan seleksi dengan cara mepertahankan individu yang memiliki sifat yang baik dan membuang individu yang memiliki sifat buruk. (Gambar 1). b. Untuk mengurangi variabilitas (stabilizing selection). Dengan dilakukan seleksi terhadap suatu populasi maka ukuran variasi (σ) akan semakin sempit (σ > σ > σ ), (Gambar 1) c. Untuk memperpanjang kisarannya pada satu arah (seleksi terarah). 2 ii

10 σ 1 Populasi awal µ µ 1 2 σ seleksi 1 2 µ µ 2 3 σ 3 seleksi 2, dst µ µ 3 4 Gambar 1. Perubahan nilai rata-rata akibat pengaruh seleksi Manfaat Manfaat dari kegiatan seleksi adalah dapat meningkatkan kualitas tegakan dan meningkatkan perolehan genetik (genetic gain) dari suatu populasi pemuliaan. Kegiatan seleksi juga akan memperbaiki sifat genetik individu pohon apda sumber benih serta meningkatkan nilai jual (added value) dari pohon itu sndiri. Ruang lingkup Ruang lingkup manual seleksi pohon ini berisi informasi tentang: a. Tujuan dan manfaat kegiatan seleksi pohon b. Metode umum seleksi pohon c. Metode seleksi untuk satu sifat d. Metode seleksi untuk sifat ganda e. Metode seleksi pohon plus 3

11 Pengertian beberapa istilah penting a. Pohon plus adalah sebuah pohon yang diseleksi untuk digunakan dalam pembangunan kebun benih atau kebun pangkas. Pohon plus memiliki fenotipa yang unggul untuk karakter pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu atau karakter lainnya yang diinginkan. b. Fenotipa adalah karakter pohon seperti yang terlihat secara morfologis, merupakan produk interaksi gen dengan lingkungannya. c. Genotipa adalah komposisi pewarisan individu, dengan atau tanpa ekspresi fenotipa dari suatu atau beberapa sifat. Genotipa terutama ditentukan dari penampakan keturunan atau kerabatnya. d. Populasi dasar adalah populasi pepohonan tempat dipilihnya pohon yang akan ditangkar untuk kegiatan seleksi pada generasi berikutnya. Populasi dasar dapat berupa hutan alam atau populasi uji genetik. e. Populasi pemuliaan adalah bagian kumpulan individu dari populasi dasar yang diseleksi berdasarkan kualitas yang diinginkan untuk dijadikan tetua bagi penangkaran generasi berikutnya. Populasi ini mengantar suatu spesies dari suatu generasi ke generasi berikutnya. f. Populasi produksi adalah populasi yang ditujukan untuk menghasilkan benih atau bahan vegetatif untuk kegiatan operasional reboisasi. Merupakan populasi yang terdiri dari beberapa individu (20-30) terpilih dari populasi pemuliaan yang dipergunakan untuk menghasilkan benih atau propagul vegetatif untuk pembuatan tanaman komersial. g. Perolehan genetic (genetic gain) adalah peningkatan rata-rata dari keturunan terhadap rata-rata induk. Perolehan dicapai melalui seleksi terhadap generasi induknya; besarnya peningkatan tersebut tergantung pada intensitas seleksi, keragaman induk, dan heritabilitas. h. Heritabilitas adalah tingkatan dimana suatu sifat lebih dipengaruhi oleh keturunan daripada pengaruh lingkungan. Heritabilitas secara 4 ii

12 sempit (Nerrow-heritability) merupakan fraksi dari total variasi yang disebabkan oleh pengaruh gen aditif, berupa perbandingan antara ragam fenotipa aditif dengan ragam fenotipa. Heretabilitas secara luas (broad heratability) sangat tepat digunakan pada jenis yang dikembangkan secara vegetatif, karena menyertakan efek non aditif. i. Famili adalah individu-individu yang dihasilkan secara seksual dari pohon tunggal j. Damparan genetik (genetic drift) adalah Perubahan secara acak frekuensi alel dalam suatu populasi dari satu generasi ke generasi berikutnya yang disebabkan ukuran populasi yang kecil. k. Karakter/sifat adalah suatu perbedaa yang nyata dan tidak berubahubah yang diperlihatkan oleh individu-individu dalam suatu kelompok dan memungkinkan untuk dideskripsikan seperti: ukuran tinggi dan diameter, kelurusan, bentuk dan penampilan. Sifat yang dimiliki satu individu ditentukan oleh susunan genetik dari individu tersebut serta lingkungannnya. Seleksi didasarkan pada berbagai sifat yang diinginkan. Untuk jenis-jenis penghasil kayu adalah pertumbuhan yang cepat dan kelurusannya, sedangkan sifat yang tidak dinginkan adalah bengkok, percsbgan rendah dan ktidaktahanan terhadap hama. l. Pophon plus (plus tree or superior tree) adalah sutu pohon yang meiliki penampakan lebih baik dari rata-rata dan terlihat dengan jelas. Pohon plus merupakan individu pohon yang sangat bagus dengan sifatsifat yang diinginkan seperti bentuk batang lurus, tumbuh cepat, diameter besar, batang silindris tidak mengerucut, tajuk sempit, percabangan kecil dengan sudut mendatar, tahan hama dan penyakit. m. Pohon pembanding adalah pohon yang memiliki kualitas baik, tumbeuh dekat pohon plus, seumur dan dijadikan sebagai pembanding dari pohon plus. n. Pohon kandidat adalah pohon yang telah diseleksi kualitasnya berdasarkan feotipa tetapi belum diuji. 5

13 o. Pohon elite adalah pohon yang telah melalui uji yang sesuai dan terbukti mempunyai keunggulan atau pohon yang cocok untuk lingkungan tertentu dan program penangkaran. p. Silang dalam (inbreeding) adalah produksi keturunan yang relatif homozigot melalui perkawinan organisme berkerabat dekat, umunya dilakukan sendiri. 6 ii

14 METODE SELEKSI Yang terpenting dalam melakukan seleksi adalah harus diketahui dulu tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan seleksi serta sifat atau karakter apa yang paling penting dan paling berpengaruh. Misalnya kalau tujuan seleksi adalah memperoleh individu pohon yang baik untuk kayu pertukangan, maka parameter kualitas kayu menjadi paling penting. Siafat/karakter penting yang mempengaruhi kualitas kayu antara lain, BJ tinggi, serat lurus, kuat, awet, dan sebagainya. Sifat ini bisa didekati dari karakter morfologis (fenotipa) seperti kesehatan, kelurusan batang, kesilindrisan, percabangan, tinggi, diameter dan sebagainya. Karakter fenotipa itulah yang akan dijadikan parameter yang akan diukur dan dinilai dalam kegiatan seleksi. Penetuan teknik seleksi tergantung kepada: (1) karakteristik spesies, (2) sejarah dari spesies yang bersangkutan, (3) kondisi dari hutan yang ada, (4) variabilitas dan pola pewarisan sifat dan (5) tujuan dari program pemuliaan. Terdapat beberapa metode seleksi tergantung pada ketersediaan informasi. Metode seleksi untuk satu sifat Seleksi individu (seleksi massa) Seleksi individu disebut juga seleksi massa, biasanya dipergunakan pada permulaan program pemuliaan pohon. Tipe seleksi ini mendasarkan pemilihan individu pohon hanya pada fenotipanya tanpa memperhatikan informasi tentang performa pohon induk, keturunan atau kerabatnya. Seleksi individu paling bermanfaat untuk sifat-sifat dengan heritabilitas yang tinggi, dimana fenotipa merupakan cerminan yang baik dari genotipa. Seleksi tipe ini lebih cocok digunakan pada tegakan alam atau tanaman Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan ii 7

15 yang identitasnya atau asal-usulnya tidak diketahui. Sekesi ini lebih cocok untuk digunakan dalam penjarangan seleksi pada sumber benih dengan kelas Tegakan Benih Teridentfikasi (TBI) atau Tegakan Benih Terseleksi (TBS) serta Areal Produksi Benih (APB). Seleksi famili Seleksi famili digunakan untuk memilih famili dengan mendasarkan kepada nilai rerata sifat fenotipanya. Pada seleksi famili, seleksi indiviu di dalam famili tidak dilakukan. Nilai rerata famili dihitung dari nilai individu yang menyusun famili tersebut. Seleksi tipe ini berguna bagi sifat-sifat yang memiliki nilai heratabilitas rendah, artinya bahwa sifat fenotipa tidak mencerminkan genotipanya. Pada kondisi efek lingkungan pada suatu sifat cukup besar tetapi efeknya berbeda dari suatu individu ke individu yang lain, maka biasanya nilai heritabilitasnya menjadi rendah. Dengan merata-rata aggota dari famili, maka efek ligkungan cenderung saling meniadakan. Rerata famili akan menjadikan taksiran yang baik untuk menilai sifat genetik rata-rata, apabila rata-rata famili didasarkan pada jumlah individu yang besar, serta varians lingkungannya cenderung kecil. Oleh karena itu, seleksi famili berguna untuk sifat-sifat dengan nilai heritabilitas rendah. Seleksi di dalam famili Metode seleksi ini merupakan metode seleksi yang memberikan kemungkinan inbreeding paling rendah di antara metode seleksi lainnya. Individu dipilih atas dasar deviasinya dari rerata famili. Metode ini paling berguna bila efek lingkungan pada sifat besar tetapi merata di antara anggota famili. Seleksi individu dengan deviasi yang besar dari rerata familinya memiliki efekefek familial non genetik karena seleksi dilakukan di antara individu yang efek familialnya sama. 8 ii

16 Seleksi famili dan di dalam famili Seleksi ini bertujuan untuk memilih famili terbaik dan individu terbaik pada famili terbaik. Biasanya selesi tipe ini digunakan pada program-program pemuliaan tahap lanjut. Metode seleksi ini akan cocok untuk sifat yang memiliki nilai heritabilitas rendah. Pelaksanaan seleksi dilakukan secara bertahap dari seleksi famili kemudian dilanjutnkan dengan seleksi individu, bisa juga sebaliknya. Metode seleksi sifat ganda Pada umunya program pemulian pohon ditujukan untuk pemuliaan beberapa sifat pada waktu yang berbarengan. Kondisi ini memerlukan informasi pada beberapa karakteristik yang akan dilibatkan dalam proses seleksi. Terdapat tiga sistem yang telah dikembangkan untuk seleksi sifat ganda, yaitu: Indeks seleksi Metode ini mengkombinasikan informasi dari semua sifat ke dalam suatu indeks. Dengan demikian memungkinkan kita memberikan skortotal pada setiap individu. Disamping informasi genetik, pertimbangan ekonomi harus dimasukan pada setiap sifat di dalam menyusun indeks. Independent culling level Metode ini memberikan nilai minimum untuk setiap sifat. Individu harus memenuhi kriteria minimum ini bila mereka akan dipertahankan. Seleksi tendem Pemuliaan untuk satu sifat pada suatu waktu sampai tingkat perbaikan yang diinginkan dicapai. Sesudah peningkatan yang dikehendaki dicapai pada Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan ii 9

17 sifat yang pertama dan biasanya yang paling penting, seleksi dan pemuliaan kemudian dilakukan pada sifat yang lain. 10 ii

18 SELEKSI POHON PLUS Pohon plus (plus tree, superior tree) memiliki performa pertumbuhan yang lebih baik, diatas pertumbuhan rata-rata.,dalam hal laju pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu dan sifat lainnya yang penting. Seleksi pohon plus bisa dilakukan di hutan alam maupun di hutan tanaman, dengan menggunakan metode seleksi yang tepat. Pemilihan metode seleksi yang tepat etrgantung kepada beberapa faktor, yatu: karakteristik spesies, sejarahnya, kondisi hutan saat ini, variasi dan pola pewarisan sifat dan tujuan dari pemuliaan pohon. Metode seleksi pohon plus Teknik seleksi pohon plus yang akan digunakan dalam program pemuliaan pohon tergantung pada jenis dan tujuan penggunaaannya. Sifat/karakter yang dibutuhkan untuk tujuan kayu pertukangan akan berbeda dengan tujuan bahan baku kertas (pulp and paper). Beberapa teknik yang sering digunakan dalam pemilihan pohon plus adalah sebagai berikut: 1. Metode okuler Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Pemilihan pohon plus tanpa didasarkan kepada pengukuran atau penilaian suatu sifat/karakter, tetapi hanya berdasarkan penampakan (performa) dari pohon itu. Jika pohon tersebut terlihat sehat, lurus dan bagus secara kasat mata maka akan dipilih sebagai calon pohon plus. Metode ini bisa deipakai dengan pertimbangan bahwa nilai heritabilitas sifat yang diseleksi sangat rendah, sehingga kemajuan seleksi hanya akan efisien melalui uji keturunan. Bisa juga diterapkan apabila nilai heritabilitasnya sangat tinggi, sehingga fenotipa mencerminkan genotipa. 11

19 2. Metode pohon pembanding Metode ini menggunakan pohon pembanding sebagai dasar penentuan calon pohon plus. Biasanya yang dijadikan pohon pembanding adalah pohon yang termasuk kualitas bagus, sejenis dan seumur dengan calon pohon plus yang akan dinilai. Metode pohon pembanding akan efisien pada tegakan seumur dibandingkan dengan tegakan tidak seumur atau tegakan campuran. Metode ini sering dipergunakan dengan kombinasi skor untuk sifat kualitatif. 3. Metode sistem garis dasar (base line system) Metode ini didsarkan pada variable bergantung dan bebas, misalnya tinggi dan umur pada pohon dominan atau kodominan pada suatu tegakan; kemudian garis regresi dibuat. Calon pohon plus bila melampaui nilai rata-rata atau terletak di atas garis regresi akan ditetapkan sebagai pohon plus. Metode ini akan cocok digunakan pada tegakan tidak seumur dan tegakan campur. 4. Metode Standar absolut Suatu sifat, misalnya diameter atau tinggi, dibandingkan dengan tabel volume pada bonita tertentu pada daerah tertentu. Pohon plus harus melampaui nilai standar yang ditentukan. Pohon plus juga harus memenuhi sifat kualitatif yang lain, seperti untuk batang, percabangan dan sebagainya. Seleksi dari hutan tanaman Seleksi individu akan lebih baik dilakukan pada tegakan seumur atau hutan monokultur dengan metode pohon pembanding. Sejauh ini metode seleksi individu pohon merupakan yang paling banyak dipakai. Terdapat beberapa keuntungan melakukan seksi individu pohon di hutan seumur (even-aged) dibandingkan dengan yang tidak seumur (unevenaged) 12 ii

20 atau hutan campuran (mixed stand). Pertama pemulia (breeder) dapat yakin bahwa umur tidak berbeda jauh diantara pohon-pohon tersebut, dan oleh karena itu tidak ada pengaruh umur terhadap perbedaan pertumbuhan, bentuk, ketahanan penyakit dan sebagainya. Kedua, pohon-pohon tumbuh dalam keadaan kompetisi yang sama pada umur yang sama, mudah menentukan pohon pembanding untuk menentukan pohon mana yang kan dipilih sebagai calon pohon plus. Di hutan tanaman seumur tidak ada perbedaan umur, sedangkan dihutan alam biasanya terdapat perbedaan umur pohon. Perbedaan umur ini menyebabkan perbedaan dalam kompetisi yang pada akhirnya akan menyababkan perbedaan yang besar dalam volume tegakan. Pada suatu kasus, pebedaan satu sampai dua tahun pohon pinus menyebabkan perbedaan pertumbuhan, dimana pohon yang umurnya muda tidak bisa mencapai level yang dominan. Pada kondisi kompetisi yang seimbang maka heritabilitas akan meningkat. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam seleksi individu pohon, yang umumnya dipakai pada generasi pertama program pemuliaan pohon. 1. Pencarian difokuskan terhadap tegakan yang memiliki pertumbuhan diatas rata-rata, kemampuan pruningnya tinggi, lurus, sudut percabangan dan karater lainnya yang lebih baik dari tegakan pada umumnya. Pencarian pada populasi tegkan yang pertumbuhannya baik lebih efisien dalam menemukan calon pohon plus. Pohon yang tumbuh dominan lebih dari yang lainnya salah satu ciri yang dapat dipilih sebagai calon pohon plus. 2. Tegakan yang memiliki calon pohon plus harus memiliki kesamaan lokasi tempat tumbuh, karena perbedaan tempat tumbuh (site) akan mempengaruhi fenotipa. 3. Ketika seleksi dilakukan pada hutan tanaman, informasi kesesuaian sumber benihnya harus diketahui, untuk pertimbangan pembangunan sumber benih yang baru. 13

21 4. Pada tegakan tua (akhir daur), upaya pencarian pohon jangan lebih dari tahun dari pohon-pohon muda atau jangan lebih tua dari daur tebangnya. Sebagai contoh untuk jenis pinus, minimal pada umur tahun bisa diseleksi untuk memilih calon pohon plus, sedangkan pada eucalyptus untuk rotasi yang sangat pendek adalah pada umur 3 tahun. 5. Seleksi dilakukan pada tegakan yang komposisinya rendah. Perbedaan laju pertumbuhan diantara spesies dapat menyulitkan seleksi melalui perbedaan kompetisi jika tegakan terdiri fari dua atau lebih spesies. 6. Hindari pemilihan pohon pada tingkat tiang atau yang memiliki tajuk kurang sempurna (sempit). Jika tajuk terkena kebakaran maka biarkan dulu tajuknya berkembang sebelum dilakukan seleksi. 7. Tidak ada batasan luas minimum untuk daerah pencarian (seleksi) calon pohon plus, yang terpenting cukup tegakan yang berpenampakan bagus serta tersedia pembandingnya. 8. Lebih baik hanya satu pohon yang dipilih untuk mencegah kemungkinan pengambilan pohon yang berkerabat dekat (inbreeding). 9. Jangan memilih pohon yang tumbuh sendirian (soliter) karena peluang terjadinya inbreeding sangat tinggi. 10. Meskipun calon pohon plus memiliki karater berbunga banyak, namun karakter tersebut tidak dijadikan penekanan utama. Pohon bisa berbunga kurang banyak apabila kurang cahaya matahari tetapi akan berbunga lebat jika ditanam di areal terbuka yang cukup cahaya matahari. 11. Dalam memutuskan calon pohon plus yang akan diterima harus melihat pohon-pohon secara keseluruhan melalui pengamtan yang lebih detail. Dalam hal ini diperlukan tenaga-tenaga penilai (grader) yang berpengalaman. 12. Metode pohon pembanding, jika mungkin harus digunakan untuk memilih pohon plus. Metode ini lebih efisien dalam pemilihan calon pohon plus karena telah memperhitungkan pengaruh lingkungan. 14 ii

22 Metode pohon pembandig paling cocok digunakan untuk melakukan seleksi pohon plus di hutan tanaman. Pada prinsipnya metode ini membandingkan sifat-sifat yang akan dinilai antara pohon pembanding (comparison tree) dengan calon pohon plus (candidat tree). Prosedur pemilihan pohon plus dengan metode pohon pembanding adalah sebagai berikut: 1. Lakukan pengamatan (quick tour) terhadap tegakan pada suatu areal yang dikehendaki. Tegakan yang akan diseleksi dari hutan tanaman hrus berumur minimal setengah daur. 2. Pilih 6 pohon urutan terbaik dilihat dari penampakannya, antara lain tinggi, lurus, dan sehat. Pohon yang terbaik akan dijadikan sebagai calon pohon plus, sedangkan lima pohon lainnya dijadikan sebagai pohon pembanding. Syarat pohon pembanding adalah harus memiliki kualitas pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan calon pohon plus. Pohon pembanding harus memiliki tajuk yang dominan atau kodominan (Gambar 2). Kemudian ukur parameternya yang akan dinilai dari masing-masing pohon. (Contoh tally sheet North Carolina State-Industry Tree Improvement, dapat dilihat pada Tabel 1). 3. Lakukan pembobotan nilai (scoring) terhadap sifat yang telah dinilai pada Tabel 1. Lalu buatkan register untuk kesuluruhan pohon plus. (contoh pada Tabel 2). 4. Tandai calon pohon plus dengan di cat dan diberi nomor urut pohon serta keterangan lain antara lain umur pohon itu sendiri. Bila memungkinkan pohon plus tersebut dipagar biar aman (Gambar 3). 15

23 Pohon plus Pohon pembanding Gambar 2. Performa pohon plus dan pohon pembanding 5. Kemudian buatkan peta lokasinya atau minimal sketsa lokasi, dengan mencatat tanda-tanda batas alam, batas administratif pemerintahan dan sebagainya. 6. Amati dan catat kondisi tapak (site) lokasi pohon plus tersebut, antara lain: ketinggian tempat, ordinat, curah hujan, jenis tanah, dan lainnya. Gambar 3. Penandaan dan pengamanan pohon plus 16 ii

24 Tabel 1. Tally sheet pengukuran pohon plus Jenis : No. phon plus : JLokasi : Umur : Penilai : Tgl penilaian : Data calon pohon plus Data pohon pembanding Sifat yang dinilai Data Skor No. T (m) D (cm) V (m 3 ) aktual phn Tinggi (m) Volume (m 3 ) Tajuk Kelurusan Kemampuan Pruning alami Diameter cabang Sudut percabangan Total skor Total Rerata Penentuan skor adalah dengan cara membandingkan nilai hasil ukur (data aktual) dengan nilai rata-rata pohon pembanding, sebagai berikut: 1. Tinggi, Jika hasil perbandingan tinggi calon pohon plus dengan pohon pembanding adalah sebagai berikut : < 10% diberi skor % diberi skor % diberi skor % diberi skor % diberi skor % diberi skor 5 20% diberi skor 6 > 20% diberi skor 7 17

25 2. Volume Skor diberikan setiap kenaikan 10% dari hasil perbandingan volume calon pohon plus dengan volume pohon pembanding 3. Tajuk Dinilai secara subjektif, skor minimal 0 dan skor maksimal 5, tergantung dari penampakan tajuk calon pohon plus diabandingkan dengan pohon pembanding. 4. Kelurusan Dinilai secara subjektif, skornya natara 0-5, tidak dibandingkan dengan pohon pembanding. 5. Pruning alami, Dibandingkan dengan pohon pembandingnya jika sama diberi nilai 1 jika lebih baik diberi skor 2 atau 3 tergantung penilaian. 6. Diameter cabang Dibandingkan dengan pohon pembanding, jika sama diberi skor 0, jika lebih kecil diberi skor 1 atau 2 tergantung penilaian. 7. Sudut percabangan Dibandingkan dengan pohon pembanding, jika sama diberi nilai 0, jika lebih besar (lebih datar) diberi skor 1 atau 2 tergantung penilaian. 18 ii

26 Tabel 2. Register hasil penilaian Pohon Plus dengan metode pohon pembanding Jenis:... No. Pp Lokasi Skor pohon Skor Pohon plus pembanding T D V T V P KLB PA DC SC Total Keterangan: PP (pohon plus), T (tinggi total), D (diameter), V (volume), P (betuk tajuk), KLB (kelurusan batang), PA (pruning alami), DB (diameter batang), DC (diameter batang). Seleksi di hutan alam Seleksi dengan metode pohon pembanding tidak cocok dipakai pada seleksi di hutan tidak seumur atau hutan campuran. Hal ini karena beberapa alasan, yaitu (1) pohon-pohonnya tidak seumur, (2) sebaran pohon sangat berpencar sehingga sulit mencari pohon pembanding, (3) Banyaknya anakan yang tumbuh secara alami, bisa jadi pohon yang tumbuh berdekatan 19

27 dengan calon pohon plus, memiliki kesamaan genotipa, dan (4) tegakan terdiri dari campuran berbagai jenis. Pada umunya pertumbuhan jenis daun lebar pada hutan campuran jarang yang tumbuh mengelompok pada areal yang spesifik, tetapi tersebar acak. Penyebaran yang terlalu luas menyebabkan perbedaan lingkungan yang sangat tinggi. Sehubungan dengan itu, pemilihan pohon pembanding agak sulit dilakukan di hutan campuran/tidak seumur. Kurva pertumbuhan dalam hubungannya dengan umur sangat bervariasi, sehingga sulit membandingkan karakteristiek pertumbuhan antar pohon pada tegakan campuran. Bentuk batang seringkali berbeda secara significant dengan adanya perbedaan umur pohon. Sistem seleksi regresi Metode yang umum dipakai dalam menilai kualitas pohon pada tegakan campuran/tak seumur adalah sistem regresi. Regresi ini menunjukkan hubungan antara karaker yang dinilai dengan umur pohonnya. Berdasrkan metode regresi, karakter kualitas sringkali ditentukan berdasarkan karakter fenotopa dari calon pohon plus itu sendiri, tanpa pohon pembanding. Sitem seleksi regresi dibuat dari hasil pengukuran karakter pertumbuhan dari sejumlah sampel pohon, antara lain adalah karakter volume. Kurva regresi volume atau tinggi pohon dapat di buat dari data sampel sebanyak lebih kurang 50 sampel. Pilih 50 pohon secara acak yang memiliki penampakan bagus dari karakter keleurusan batang, bentuk tajuk dan kesehatannya. Kemudian ukur tinggi total, diameter dbh, tinggi bebas cabang (tbc). Kemudian buat garis regresi dari data tersebut misalnya hubungan data tinggi total dengan kelas umur pohon. Sumbu Y diploting untuk karakteristik yang dinilai (misalnya tinggi atau volume) dan sumbu X untuk umur pohon. (Gambar 4). Misalkan calon 20 ii

28 pohon plus A jatuh di atas garis regresi, maka pohon A bisa dipilih sebagai pohon plus. Jika jatuh di bawah garis regresi (titik C) maka pohon tersebut termasuk pohon inferior, sehingga ditolak dari phon plus. Metode ini kesulitan untuk dipakai pada jenis yang tidak memiliki lingkaran tahun yang jelas karena sulit memastikan umurnya. Volume A B C Umur pohon Gambar 4. Metode seleksi dengan Sistem garis regresi Sistem pohon induk (the mother tree system) Sistem ini membutuhkan waktu yang sangat lama, karena pohon induk yang dipilih harus melalui serangkaian uji yang cukup lama minimal setengah daur. Langkah pertama adalah memperoleh benih dari pohon induk benih meskipun tidak sebagus pohon plus pada sistem pohon pembanding atau sistem regresi. Kemudian mengujinya dalam program uji keturunan (progeny test). Tahap dua adalah memperbanyak secara vegetatif atau generatif untuk membangun kebun benih dari individu yang terbaik atau famili terbaik pada uji keturunan sebelumnya. Mengingat waktunya lama, maka sistem ini hanya cocok bagi kebutuhan benih yang tidak mendesak. Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan ii 21

29 Sistem mutu secara subjektif (the subjective grading system) Beberapa orang yang familiar dengan suatu jenis merasa bahwa pekerjaan seleksi dapat dikerjakan hanya oleh penilai (grader) yang memiliki pemahaman tentang pohon yang baik (berkualitas). Syaratnya penilai harus mengetahui betul jenis yang akan dinilainya. Metode ini seringkali dipakai untuk jenis kayu daun lebar, namun keberhasilannya tergantung kepada pengalaman penilainya dalam memilih pohon yang baik. Sistem ini telah banyak dikembangkan agar lebih bersifat objektif dalam penilaian, yaitu dengan memberikan skor (nilai) pada beberapa sifat yang bisa diukur dengan suatu alat. Nilai-nilai tersebut dikuantifikasikan menjadi nilai ordinal kemudian diberikan bobot nilai (point). Dua prinsip penting dalam pemberian mutu suatu sifat adalah (1) sifat-sifat yang akan dievaluasi sebagai dasar pemilihan pohon superior diprioritaskan pada sifat yang mempunyai kontribusi besar terhadap perbaikan kualitas kayu dan pertumbuhan pohon, (2) sifat tersebut dianggap mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, sehingga layak dikembangkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas tegakan buatan. Penggunaan sistem ini akan mendapatkan hasil perolehan genetik maksimal jika sifat yang akan dimuliakan dikendalikan secara kuat oleh faktor genetik. Sistem skor (scoring system) Sistem skor adalah sistem penilaian calon pohon plus dengan cara memberikan bobot nilai pada sifat-sifat penting yang dinilai. Sistem ini merupakan modifikasi dari sistem okuler dan sistem mutu (grading system). Suatu calon pohon plus dinilai secara pengamatan visual kemudian diberikan bobot penilaian pada setiap sifat yang dinilainya. Sifat yang kan dinilai diukur dengan menggunakan alat ukur, sehingga penilai (grader) yang berbeda dapat juga melakukannya dengan metode yang sama. Dengan demikian penilaian lebih terukur dan bersifat objektif karena alat ukurnya sama. 22 ii

30 Sistem skor ini ada yang menggunakan pohon pembanding ada yang tidak. Sistem skor dengan pohon pembanding lebih cocok digunakan pada kegiatan seleksi pohon plus di hutan tanaman, sedangkan di hutan alam adalah lebih cocok dengan sistem skor tanpa pohon pembanding. Sifatsifat yang dinilai adalah sifat yang mempengaruhi kualitas kayu dan banyak dikendalikan oleh genotipa, serta memberikan nilai tambah (nilai ekonomi) yang cukup tinggi. Untuk kayu pertukangan sifat-sifat itu antara lain: volume batang, diameter batang, tinggi pohon, batang bebas cabang, kelurusan batang, cabang permanen, kesilindrisan batang, permukaan batang dan cacat kayu/batang. Volume batang termasuk karakter kuantitatif, merupakan karakteristik utama dalam setiap program pemuliaan karena secara langsung berperan terhadap peningkatan produktifitas hutan sehingga sangat menguntungkan. Berikut ini adalah beberapa sifat penting dalam sleksi pohon plus di hutan alam, tanpa pohon pembanding. 1. Diameter batang Sifat ini diusahakan untuk tetap diukur untukk memberikan gambaran dimensi pohon terpilih. Pengukuran dapat emnggunakan pita ukur diameter (cm). 2. Tinggi pohon Sifat ini diukur dari pangkal batng sampai ujung titik tumbuh dengan menggunakan hagameter, Kristen meter, atau clinometer. Sifat ini merupakan estimator untuk penilaian sifat-sifat kualitatif yang akan dinilai, seperti misalnya kualitas bentuk batang, batang lepas cabang, tinggi batang bebas cabang dan sebagainya. Calon pohon plus dipilih sebaiknya pohon-pohon yang dominan atau minimal kodominan. 3. Batang bebas cabang Merupakan komponen utama yang berpengaruh terhadap prediksi hasil volume kayu batang. Siafat ini pada beberapa jenis diketahui Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan ii 23

31 dipengaruhi oleh faktor genetik secara kuat, sehingga pemuliaan selektif akan memperoleh hasil yang positif. Disamping itu sifat ini juga menunjukkan korelasi yang sangat positif dengan bentuk percabangan dan kemampuan pruning alami, sehingga seleksi pada karakter ini secara langsung berpengaruh terhadap kedua sifat yang lain. Pohon dengan bebas cabang yang tinggi biasanya memperlihatkan betuk percabangan yang reguler yang sudutnya cenderung horizontal. Oleh karena itu sering kali sifat ini dianggap merupakan akses langsung pruning almi dari individu yang bersangkutan. Batng bebas cabang diukur mulai dari pangkal sampai posisi cabang pertama. Penilaiannya dibandingkan langsung terhadap tinggi total pohon yang bersangkutan. Skor siaft ini maksimal adalah 30, jika pohon memiliki tinggi bebas cabang >66% terhadap tinggi total. Nilai terendah bagi karakter ini adalah 6 jika tinggi batang bebas cabangnya <35 %. 4. Kelurusan batang Studi kelurusan batang pada gymnospermae memperlihatkan bahwa kontribusi faktor genetik pada sifat kelurusan batang ini sangat kuat sekali. Kualitas batang tidak hanya berpengaruh pada kualitas kayu, tetapi juga berperan penting pada waktu mendeskripsi volume kayu batang. Oleh karena itu wajar jika seleksi biasanya menempatkan sifat ini termasuk ke dalam kelas sifat yang mempunyai nilai dengan bobot yang tinggi. Pemberian bobot nilai yang tinggi pada sifat ini didasari ats pertimbangan bahwa kontribusi seleksi yang diterapkan bernilai ekonomis tinggi, yaitu untuk meningkatkan kualitas dan volume kayu batng secara langsung. Didalam sistem skor ini, nilai maksimum 20 diberikan jika pohon menunjukkan bentuk batang yang lurus sempurna mulai dari pangkal batang sampai ke ujung. Pengukuran selalu dimulai dari pangkal batang 24 ii

32 dan pemberian nilai selanjutnya didasari atas mulai nampak adanya gejala (tanda-tanda) kebengkokan atau batang lebih dari satu (multy stem). Pohon menggarpu dihindari karena dianggap tidak menguntungkan dari sisi pertimbangan jarak tanam dan efisiensi ruang terhadap pertumbuhan tanaman. (Gambar 5) Nilai minimal dari sifat ini adalah 6, yaitu jika batang yang lurus minimal hanya setinggi 33% terhadap tinggi total. Untuk pohon yang mempunyai kelurusan batang kurang 33% dari tinggi total mempunyai nilai o, atau ditolak dari pencalonan. Gambar 5. Sketsa kelurusan batang pohon 5. Cabang permanen Cabang permanen sering dianggap sebagai cabang-cabang yang tidak akan runtuh selam periode pertumbuhan berikutnya, sehingga berpengaruh terhadap kualitas batan pohon karena cacat mata kayu yang terbentuk. Suatu cabang biasanya dianggap cabang permanen jika ukuran diameternya > 30% diamater batang pada tempat Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan ii 25

33 kedudukannya. Sama seperti halnya kedua sifat sebelumnya, pengukuran cabang permanen ini dimulai dari pangkal batang sampai tempat kedudukan cabang permanen. Adapun skor untuk sifat ini berkisar antara Skor maksimal 20 diberikan untuk sifat ini jika tinggi cabang permanen calon pohon plus adalah > 75% dari tinggi total. Adapun caon pohon plus yang memiliki tinggi cabang permanen < 55% dari tinggi total, diberi skor minimal. 6. Kesilindrisan batang Seperti halnya kelurusan batang, sifat kesilindrisan batang berperan langsung terhadap peningkatan volume kayu batang total, rendeman kayu aktual dan kualitas kayu yang dapat dipergunakan. Penilaian sifat ini hanya dilakukan muali 50 cm dari atas akar banir ke ats dengan kisaran bobot nilai antara Pohon-pohon yang silindris diberi nilai maksimal (10). Sementara pohon-pohon yang berbentuk belimbing kayu dengan curahan > 25% diameter tempat kedudukannya dapat diberi nilai minimal (0). Selag penilaian atara kedua nilai ekstrem tersebut dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi yang ada di lapangan. 7. Permukaan batang Dasar penilaian permukaan batang dibedakan menjadi rata, agak rata, kasar, dan benjol-benjol. Permukaan batang dapat mencerminkan kondisi kesehatan batang yang bersangkutan. Beberapa batang menunjukkan adanya tonjola-tonjolan (knob) bekas percabangan epikormik yang merupakan cacat bawaan dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Permukaan batang semacam ini seringkali diduga sebagai sisa-sisa percabangan epikormik dan biasanya erat kaitannya dengan kemampuan pruning alami. Dari cacat ini akan terbentuk benjolan-benjolan seperti layaknya bekas cabang yang terlihat membesar dan tentu saja akan berpengaruh terhadap kualitas 26 ii

34 kayunya. Cacat batang semacam ini jika memungkinkan harus dihindarkan atau minimal dikurangi agar tidak berkembang lebih lanjut pada keturunannya nati. Untuk itu perlu dilakukanpendekatan terhadap karakter permukaan batang ini dengan memberikan bobot niai yang cukup proporsional terhadap peranannya pada perbaikan kualitas batang yang direncanakan. Penilaian maksimal untuk sifat ini adalah 10 jika pohon menunjukkan permukaan batang yang rata tanpa cacat. Skor minimal (0) diberikan terhadap pohon-pohon yang pada permukaan batangnya terdapat benjolan, atau tonjolan bekas batang yang tumbuh membesar dengan refrensi yang sangat tinggi. 8. Cacat lain Yang dimaksud cacat disini adalah pohon-pohon yang memperlihatkan gejala atau bekas adanya serangan hama dan penyakit. Walaupun nantinya kandidat pohon superior yang ditunjuk sudah memenuhi kuantifikasi skor standar, tetapi jika gejala cacat ini masih terlihat pada pohon yang bersangkutan terpaksa tidak dapat dipergunakan sebagai pohon superior. Sifat cacat lain ini merupakan dasar penerapan aspek resistensi hama penyakit, agar pohon-pohon yang pernah atau sedang mengalami serangan hama penyakit dapat tidak diperbanyak lebih lanjut. Sifat sifat tersebut dinilai langsung dilapangan oleh tim penilai (grader). Data hasil pengukuran dituliskan pada tally sheet ( contoh pada Tabel 3). Data tersebut diolah untuk memberikan skor pada setia sifat yang dinilai. Skor minimal ditentukan oleh penilai disesuaikan dengan jumlah populasi penyusunnya dan lokasi penentuan pohon superior. Sebagai contoh skor minimal bisa menggunakan angka 65, namun skor ini bisa berubah tergantung tujuan pemuliaannya. Meningkatnya skor minimal akan Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan ii 27

35 memberi peluang lebih besar bagi peningkatan kualitas genetik pada keturunannya. Tabel 3. Tally sheet hasil pengukuran sifat calon pohon plus Nama jenis : Lokasi : Penilai : Tgl penilaian: No Sifat yang dinilai Data aktual 1 Diameter batang (cm) 2 Tinggi pohon total (m) 3 Batang bebas cabang (m) 4 Kelurusan batang (m) 5 Cabang permanen (m) 6 Permukaan batang 7 Kesilindrisan 8 Cacat Total No. pohon induk: Hasil perhitungan Skor Setiap pohon yang sudah terpilih sebagai calon pohon plus diberi tanda dan nomor pohon plus. Kemudian dibuatkan data register dari bebrapa calon pohon plus yang merupakan rekavitulasi dari Tabel 3, hasilnya dicatat pada Tabel ii

36 Jenis:... Tabel 4. Register Hasil Penilaian Pohon Plus No No. PP Lokasi D (cm) T Skor (m) BBC TCP KLB PB KSB CL Total Keterangan: PP (pohon plus), D (diameter), T (tinggi total), BBC (batang bebas cabang), KLB (kelurusan batang), TCP (Tinggi cabang permanen), PB (permukaan batang), KSB (kesilindrisan batang), CL (cacat lain). Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan ii 29

37 30 ii

38 DAFTAR PUSTAKA Dephut Petunjuk Teknis Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih. Departemen Kehutanan. Direaktorat Jenderal Rebouisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta Dephut Petunjuk Teknis Identifikasi dan Deskripsi Sumber Benih. Departemen Kehutanan. Direaktorat Jenderal Rebouisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta Esau, K Anatomy of Seed Plants. John Wiley & Sons, New York. Granhof, J Seed Orshards. Lecture Note D-8. Danida Forest Seed Centre, Humlebaek, Denmark. Korinobu,S A Preliminary Investigation on the Optimum Design og seedling Seed Orchards to Maximize Genetic Gain. FTIP-No. 13. Forest Tree Improvement Project. JICA DGLRSF. Lauridsen, E.B and Olesen, K Identification, Establishment and Management of Seed Sources. Lecture Note B-2. Danida Forest Seed Cntre, Humlebaek, Denmark. Perum Perhutani Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Areal Produksi Benih. Perum Perhutani Unit II Jawa Tengah. Perum Perhutani Pedoman Pembangunan Sumber Benih/Kebun Benih dan Pengelolaan Benih Perum Perhutani. Jakarta Schmidt, L Seed Stands: Guidelines on Establishment and Management Practices. Field Manual No. 3 RAS/91/004. UNDP/FAO Regional Project on Tree Breeding & Propagation. Laguna. Sedgley, M. and Griffin, A.R Sexuual Reproduction of Tree Crops. Academic Press. New York. Wright, J.W Genetics of Forest Tree Improvement. FAO of The United Nations. Italy. Wright, J.W Introduction to Forest Genetics. Academic Express, New York. Zobel, B. and Talbert, J Applied Forest Tree Improvement. John Wiley & Sons, New York. Manual Pengujian Seleksi Benih Pohon Tanaman Plus Hutan ii 31

39 BPTH JAWA DAN MADURA MANUAL SELEKSI POHON PLUS ISBN

Dengan demikian untuk memperoleh penotipe tertentu yang diinginkan kita bisa memanipulasi faktor genetik, faktor lingkungan atau keduaduanya.

Dengan demikian untuk memperoleh penotipe tertentu yang diinginkan kita bisa memanipulasi faktor genetik, faktor lingkungan atau keduaduanya. III. SELEKSI POHON PLUS Langkah paling awal dalam pemuliaan pohon adalah seleksi pohon plus. Seperti diketahui bahwa beberapa program penangkaran bagi sifatsifat yang diinginkan dari suatu pohon dimulai

Lebih terperinci

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta 1 I. PENDAHULUAN Sumber benih merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

Arus materi Arus informasi

Arus materi Arus informasi Pengertian Uji keturunan berarti mengevaluasi suatu individu melalui perbandingan keturunannya dalam suatu eksperimen Individu A dikatakan unggul dibanding B jika ketrunan A lebih Ind baik dari keturunan

Lebih terperinci

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON Sub pokok bahasan Tujuan uji genetik Uji spesies Uji provenans Uji keturunan Tujuan uji pertanaman genetik Uji pertanaman genetik diperlukan untuk dapat mengevaluasi

Lebih terperinci

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Forest Genetics : adalah kegiatan yang terbatas pada studi genetika pada pohon hutan Forest Tree Breeding : Kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 Program Kementerian Kehutanan saat ini banyak bermuara pada kegiatan rehabillitasi hutan dan lahan serta kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pohon Plus Pohon induk merupakan pepohonan terpilih di antara pepohonan yang ada di suatu areal pengelolaan hutan yang di tunjuk sebagai pohon tempat pengambilan organ

Lebih terperinci

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Berita Biologi, Volume 6, Nomor 2. Agustus 2002 STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang ABSTRAK Sejak tahun 1990 eboni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, karena kayu jati telah dianggap sebagai sejatining kayu (kayu yang sebenarnya).

Lebih terperinci

Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP

Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP TIM PENGAJAR : Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP POKOK BAHASAN 1. KONSEP UMUM PEMULIAAN POHON 2. KERAGAMAN GENETIK DAN KEGUNAANNYA 3. POLYPLOIDI

Lebih terperinci

PET U N J U K P E L A K S A N A A N STANDAR SUMBER BENIH

PET U N J U K P E L A K S A N A A N STANDAR SUMBER BENIH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN HUTAN PET U N J U K P E L A K S A N A A N STANDAR SUMBER

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya

Lebih terperinci

I. PEMULIAAN POHON. Pemuliaan Pohon 1

I. PEMULIAAN POHON. Pemuliaan Pohon 1 I. PEMULIAAN POHON Pemuliaan pohon hutan (Forest Tree Improvement) adalah pengetrapan genetika hutan di dalam praktek. Biasanya dalam pelaksanaannya dilakukan dengan jalan melakukan uji berbagai tipe alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jabon merah ( Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil.) merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang cepat tumbuh (fast growing species) dan relatif tahan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati merupakan jenis kayu komersil yang bermutu dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu kayu penting yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah hasil hutan yang sangat diminati di pasaran. Kayu jati sering dianggap sebagai kayu dengan serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG (A parental tree selection of Shorea spp at a seed stand area IUPHHK-HA of PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO BAB 11 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

VI. POLA PERKAWINAN Incomplete Pedigree Design

VI. POLA PERKAWINAN Incomplete Pedigree Design VI. POLA PERKAWINAN Banyak pola-pola perkawinan telah dianjurkan untuk pohon-pohon hutan. Tetapi secara umum, pola perkawinan dapat dibedakan menjadi 2 hal : 1. Pola keturunan yang tidak lengkap (incomplete

Lebih terperinci

Demplot sumber benih unggulan lokal

Demplot sumber benih unggulan lokal Demplot sumber benih unggulan lokal Demplot sumber benih unggulan lokal Pembangunan Demplot Sumber Benih Jenis Bambang Lanang Pembangunan Demplot Sumber Benih Jenis Tembesu Demplot Sumber Benih Unggulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Jl. Tridharma Ujung No.1 Kampus USU Medan (Penulis Korespondensi,

Jl. Tridharma Ujung No.1 Kampus USU Medan (Penulis Korespondensi, IDENTIFIKASI POHON PLUS DI KECAMATAN LUMBAN JULU KPHL MODEL UNIT XIV TOBA SAMOSIR (Identification of Plus Trees in Lumban Julu Sub District at Toba Samosir Forest Management Unit) San France 1*, Rahmawaty

Lebih terperinci

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN 194 UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN Provenances test of Ebony (Diospyros celebica Bakh) in seedling phase Muh. Restu Abstract The study was conducted to determine growth variability

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

UPAYA PEMBANGUNAN KEBUN BENIH PRODUKSI DAN KONSERVASI MERBAU (Intsia bijuga) DI PAPUA MENGGUNAKAN METODE PEMILIHAN POHON PLUS

UPAYA PEMBANGUNAN KEBUN BENIH PRODUKSI DAN KONSERVASI MERBAU (Intsia bijuga) DI PAPUA MENGGUNAKAN METODE PEMILIHAN POHON PLUS UPAYA PEMBANGUNAN KEBUN BENIH PRODUKSI DAN KONSERVASI MERBAU (Intsia bijuga) DI PAPUA MENGGUNAKAN METODE PEMILIHAN POHON PLUS By: R. M. A. El Halim 1, P. M. Utomo 1 1 Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. F) merupakan salah satu jenis penghasil kayu pertukangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk berbagai macam keperluan pertukangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pinus merkusii merupakan spesies pinus yang tumbuh secara alami di Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman P. merkusii banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO BAB 10 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth PERTUMBUHAN BIBIT MERSAWA PADA BERBAGAI TINGKAT UMUR SEMAI 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Degradasi hutan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dalam dekade terakhir. Degradasi

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah suatu material yang merupakan produk hasil metabolisme organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil sumber daya alam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati dikenal sebagai kayu mewah karena kekuatan dan keawetannya dan merupakan salah satu tanaman yang berkembang baik di indonesia. Hal tersebut tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jati merupakan kayu yang memiliki banyak keunggulan, antara lain yaitu jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna (2005) yang menyatakan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB XI PEMANGKASAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1 PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 2,4 Balai Penelitian kehutanan Manado, Jl. Raya Adipura Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget Manado, E-mail : arif_net23@yahoo.com

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 5 Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 1. Tanaman menyerbuk sendiri 2. Dasar genetik Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. daerah tropis sebagai hutan tanaman. Di Indonesia saat ini spesies ini

BAB I. PENDAHULUAN. daerah tropis sebagai hutan tanaman. Di Indonesia saat ini spesies ini BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Acacia mangium merupakan salah satu spesies Acacia yang tumbuh secara luas di daerah tropis sebagai hutan tanaman. Di Indonesia saat ini spesies ini ditanam dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal dan dimanfaatkan, baik untuk alat rumah tangga, senjata maupun sebagai bahan bangunan. Sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini, industri pulp dan kertas di Indonesia berkembang pesat sehingga menyebabkan kebutuhan bahan baku meningkat dengan cepat. Sementara itu,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS JATI PADA PERTANAMAN UJI KETURUNAN DI PERUM PERHUTANI KPH NGAWI DAN KPH CEPU

PENINGKATAN KUALITAS JATI PADA PERTANAMAN UJI KETURUNAN DI PERUM PERHUTANI KPH NGAWI DAN KPH CEPU Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus 2016 p-issn: 2540-752x e-issn: 2528-5726 PENINGKATAN KUALITAS JATI PADA PERTANAMAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR Ulfah J. Siregar, Iskandar Z. Siregar dan Insan Novita Departemen Silvikulur, Fahutan IPB ABSTRAK Mahoni (Swietenia

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eucalyptus pellita F. Muell (E. pellita) merupakan spesies cepat tumbuh yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis yang lembab dengan musim kering tidak lebih

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kayu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat tersebut bila tidak diimbangi dengan usaha penanaman kembali maka degradasi

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 19 April 2015 Wisyaiswara, Abdul Kholik, S.Pi NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 19 April 2015 Wisyaiswara, Abdul Kholik, S.Pi NIP KATA PENGANTAR Keterbatasan informasi dan pengetahuan terhadap kualitas sumber benih yang tersedia merupakan salah satu penyebab kesalahan dalam pemilihan sumber benih. Karena sumber benih memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

1. Gambar dan jelaskan bagan seleksi masa dan seleksi tongkol-baris!

1. Gambar dan jelaskan bagan seleksi masa dan seleksi tongkol-baris! Nama : Bramantia Setiawan NIM : 125040200111105 Kelas : D Dosen : IZMI YULIANAH, SP.,MP. PPT. 7 (Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang) A. Latihan dan diskusi 1. Gambar dan jelaskan bagan seleksi masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

PERAN KONSERVASI GENETIK DAN PEMULIAAN POHON TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

PERAN KONSERVASI GENETIK DAN PEMULIAAN POHON TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PERAN KONSERVASI GENETIK DAN PEMULIAAN POHON TERHADAP PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN Mashudi Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi karena banyak disukai oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki TINJAUAN PUSTAKA Bibit Sungkai (Peronema canescens) 1. Morfologi Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki sabrang, kurus, sungkai, sekai termasuk

Lebih terperinci

TEKNIK PENENTUAN POHON INDUK BENIH DAN KEGIATAN KOLEKSI BENIH

TEKNIK PENENTUAN POHON INDUK BENIH DAN KEGIATAN KOLEKSI BENIH TEKNIK PENENTUAN POHON INDUK BENIH DAN KEGIATAN KOLEKSI BENIH Dr. Ir. J.M. Matinahoru (Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon) I. PENDAHULUAN Umum Hutan memiliki manfaat yang sangat besar bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat selama satu minggu pada bulan Februari. 3.2 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan

Lebih terperinci

Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN

Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN Jenis Bambang Lanang Studi Pertumbuhan dan Hasil (Growth and Yield) Pembangunan Database Growth and Yield Kuantifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Jenis Kayu bawang Studi Pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN 1. ANALISIS KORELASI Mempelajari hubungan antara dua sifat yang diamati atau mengukur keeratan (derajat)hubungan antara dua peubah. 2. ANALISIS REGRESI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Barusjahe dan Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Penelitian

Lebih terperinci

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN

KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN MODUL I KERAGAMAN KARAKTER TANAMAN 1.1 Latar Belakang Tujuan akhir program pemuliaan tanaman ialah untuk mendapatkan varietas unggul baru yang sesuai dengan preferensi petani dan konsumen. Varietas unggul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci