PERAN PEREMPUAN DI SEKTOR PERTANIAN (Studi Perempuan Petani Tebu Kec. Sragi Pekalongan)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN PEREMPUAN DI SEKTOR PERTANIAN (Studi Perempuan Petani Tebu Kec. Sragi Pekalongan)"

Transkripsi

1 PERAN PEREMPUAN DI SEKTOR PERTANIAN (Studi Perempuan Petani Tebu Kec. Sragi Pekalongan) Tim PSG STAIN Pekalongan Abstract: One important problem faced by women workers in agriculture is as much as 60% of them do not get paid. In addition, if paid, 40% of the women with the status as a laborer, received a lower income than men who become farm laborers. This study examines the problems faced by women in one of the main areas of development of agriculture, especially regarding the quality, role and position them. Objective is to get a view of the quality, role and position in the agricultural peremuan; shape, pattern and process of marginalization of women in agriculture and; strategies women do in managing the business or employment in this pertanianpenelitian using qualitative-descriptive approach with a gender perspective. The data collection methods with the study documentation, in-depth interviews with the subjects chosen by purposive sampling, focus group discussions (focus group discussion) and Observasiaan mereka.teknik Data Analysis with descriptive-qualitative techniques that are equipped with the Gender Analysis Pathway (GAP). Kata Kunci: Perempuan, Marginalisasi dan Pertanian PENDAHULUAN Pada hakikatnya pembangunan bertujuan mewujudkan masyarakat (laki-laki dan perempuan) adil dan sejahtera. Namun pada kenyataannya, pembangunan belum memberi manfaat secara adil kepada perempuan dan laki-laki. Pembangunan yang semula dianggap netral dan akan memberi efek manfaat yang sama kepada semua warga, ternyata memberi kontribusi terhadap timbulnya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender. Data tentang peringkat Gender-related Development Index (GDI) atau Indeks Pembangunan terkait Gender dan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 2002 memberi petunjuk adanya masalah ketimpangan gender. Seperti diketahui, prestasi keseluruhan perempuan dalam pembangunan manusia dapat dipantau melalui GDI. Indeks ini mengurangi setiap komponen HDI dalam proporsi sejauh mana ada ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Jika tidak ada ketimpangan, GDI akan sama nilainya dengan HDI. Pada tahun 2002 nilai HDI Indonesia sebesar 65,8 sementara nilai GDI 59,2. Lebih rendahnya nilai GDI dari HDI ini memberi indikasi masih adanya ketidaksetaraan gender di masyarakat. Lebih jauh lagi, jika dilakukan perbandingan angka HDI dan GDI antara beberapa kabupaten di Indonesia, diketahui bahwa kabupaten-kabupaten yang berada dalam posisi memimpin, nilai GDI mereka sangat dekat dengan nilai HDI yang mereka capai. Karena itu dapat disimpulkan bahwa kesetaraan gender di suatu daerah memberi kontribusi positif pada peningkatan kesejahteraan sosial di daerah tersebut (lihat BPS, BAPPENAS, UNDP, Ekonomi dari demokrasi: Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia, 2004). Ukuran lain yang dapat menunjukkan tingkat keberhasilan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah Gender Empowerment Measure (GEM) yang menitikberatkan pada partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan. Nilai GEM Indonesia pada tahun 2002 adalah 54,6 yaitu ranking ke 33 dari 71 negara yang diukur. Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Tim PSG STAIN Pekalongan) 215

2 Analisis dari masing-masing komponen HDI dan GDI menunjukkan beberapa hal pokok di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Data Susenas 2003 menunjukkan bahwa penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki (11,56 persen berbanding 5,43 persen). Penduduk perempuan yang buta huruf sekitar 12,28 persen, sedangkan penduduk laki-laki yang buta huruf sekitar 5,84 persen. Rata-rata lamanya sekolah pada perempuan adalah 6,5 tahun sedangkan pada laki-laki adalah 7,6 tahun. Dari aspek kesehatan, Angka Harapan Hidup perempuan memang lebih tinggi, akan tetapi pada sisi lain, angka kematian ibu hamil dan melahirkan (AKI) masih tinggi yaitu 307 per kelahiran hidup. Sementara itu, prevalensi anemia pada ibu hamil masih lebih dari 50%. Berdasarkan Susenas 2003, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih relatif rendah yaitu 44,81 persen, dibandingkan dengan laki-laki (76,12 persen). Di bidang politik, meskipun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, namun hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, yaitu keterwakilan perempuan di DPR hanya 11,6 persen dan di DPD hanya 19,8 persen (data Komisi Pemilihan Umum). Pada tahun 2003, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari rendahnya persentase perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I, II dan III yang hanya 12 persen. Walaupun HDI merupakan ukuran kualitas sumber daya manusia, kualitas hidup perempuan juga ditentukan oleh ada tidaknya masalah lain yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi HDI. Tindak kekerasan terhadap perempuan masih tinggi, walaupun belum ada angka-angka yang tepat tentang hal ini. Laporan dari beberapa lembaga yang menangani korban tindak kekerasan menunjukkan adanya kenaikan jumlah kasus, yang juga menunjukkan semakin terungkapnya tindak kekerasan di masyarakat. Diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi, seperti yang ada dalam perbedaan upah para pekerja dengan tingkat pendidikan yang sama dan pembedaan pemberian jaminan sosial atau tunjangan. Masalah lain yang dihadapi adalah maraknya perdagangan perempuan dan anak serta masalah eksploitasi termasuk pornografi dan pornoaksi. Selain itu masalah perempuan di daerah konflik dan bencana, penduduk usia lanjut dan penyandang cacat serta remaja memerlukan perhatian dan hak-hak azasi mereka harus dilindungi. Permasalahan rendahnya kualitas hidup perempuan menyebabkan laki-laki dan perempuan memiliki pengalaman kemiskinan yang berbeda. Dampak yang diakibatkann oleh kemiskinan terhadap kehidupan laki-laki juga berbeda dari perempuan. Angka yang menjadi basis bagi pengambilan keputusan, penyusunan program dan pembuatan kebijakan, tidak mampu mengungkap dinamika kehidupan menjadi netral gender dan menimbulkan kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan. Penelitian ini mengkaji permasalahan yang dihadapi oleh kaum perempuan di salahsatu bidang pembangunan yaitu bidang pertanian, khususnya menyangkut kualitas, peran dan posisi mereka. Pertanian, sebagaimana halnya, bidang perekonomian lainnya merupakan ranah publik yang mengalami proses ketidakadilan gender. Meskipun demikian di bidang pertanian terdapat kekhususan masalah. Hal ini karena adanya perubahan yang cukup drastis yang dibawa oleh Revolusi Hijau mulai tahun 1960-an. Sebelum periode tersebut, kedudukan dan posisi laki-laki dan perempuan kurang lebih setara baik menyangkut kedudukan, peran, serta hak dan kewajibannya. Namun diperkenalkannya penggunaan teknologi maju di bidang pertanian memunculkannya terjadi diversifikasi kerja yang cukup tajam antara laki-laki dan perempuan yang kemudian memicu timbulnya perubahan kedudukan, peran, serta hak dan kewajibannya. Perubahan inilah yang justru menimbulkan kesenjangan antara laki-laki dan peremuan. Beban kerja perempuan boleh dikata hanya sedikit lebih ringan daripada laki-laki namun akses dan haknya jauh berada dibawah laki-laki. Kajian yang dilakukan mengenai kualitas, peran dan posisi perempuan dalam pertanian sebenarnya sudah cukup banyak dilakukan, namun saat ini belum ada kajian yang secara cukup komprehensif mengkhususkan diri pada pertanian, khususnya petani tebu di Kabupaten Pekalongan. Wilayah tersebut perlu mendapatkan perhatian tersendiri mengingat karakteristik wilayah yang memang berciri khas 216 MUWÂZÂH, Vol. 2, No. 1, Juli 2010

3 pertanian. Permasalahan yang dihadapi oleh perempuan yang bekerja subsektor pertanian tersebut memiliki spesifikasi permasalahan masing-masing yang terkait dengan bentuk, proses dan pola marjinalisasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan secara kualitatif-deskriptif. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui gambaran secara spesifik tentang keberadaan perempuan di sektor pertanian yang spesifik sesuai dengan jenis komoditasnya yaitu tebu. Keberadaan perempuan disini meliputi kualitas, peran dan posisi mereka, marjinalisasi yang terjadi serta strategi dalam mengelola usaha atau pekerjaan mereka masing-masing. Secara lebih spesifik, penelitian kualitatif-deskriptif ini akan menggunakan model studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (fenomena) didalam konteks kehidupan nyata yang pada akhirnya mampu memberikan gambaran secara detail dan mendalam tentang latar belakang,sifatsifat serta karakter-karakter dari yang khas dari kasus,ataupun status dari individu (Yin,2005). Dalam konteks penelitian metode kasus yang dipergunakan untuk mengungkap relasi aktor yang yang berbasis gender tidaklah cukup karena pada umumnya metode penelitian ini masih bias gender. Oleh karena itu harus mengintegrasikan perspektif gender dalam studi kasus. Sehingga realitas perempuan (keberadaan, pengalaman,dan kebutuhannya) dengan laki-laki akan dapat dilihat (Harding, 1987). A. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa metode : 1. Studi dokumentasi yaitu dengan melakukan telaah atas sejumlah pustaka yang relevan dengan penelitian terutama yang mengandung tema perempuan dalam pertanian. Hasil telaah ini digunakan untuk melihat latar belakang penelitian secara umum dan konseptual agar mendapatkan gambaran yang utuh dari permasalahan penelitian serta membantu proses analisis dari hasil-hasil penelitian. 2. Wawancara mendalam dengan subyek yang dipilih secara bertujuan (purposive sampling). Berdasarkan pertimbangan metodologis, orang untuk diwawancarai. Kriteria untuk masing-masing informan adalah perempuan yang bekerja di sektor pertanian dengan jenis komoditi sayur, gula aren, bawang dan tebu. Selain itu mereka mengetahui secara relatif terperinci tentang permasalahannya. Beberapa informan tersebut juga setidaknya menjadi anggota perhimpunan atau perkumpulan di subsektor pertanian dimana ia menjalankan pekerjaan. 3. Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan para pemangku kepentingan (multistakeholders). Yang dimaksud dengan para pemangku kepentingan disini adalah perempuanpetani baik yang memiliki lahan ataupun tidak serta perwakilan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan dinas-dinas pemerintahan yang terkait (pertanian, koperasi, industri kecil dan menengah, perdagangan). 4. Observasi atau pengamatan dimana yang menjadi fokusnya adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perempuan dalam mengelola usaha atau pekerjaan mereka. Selain itu akan diamati pula kemungkinan terjadinya marjinalisasi ketika mereka sedang menjalankan usaha atau pekerjaan mereka. B. Teknik Analisis Data Data-data penelitian akan dianalisis dengan teknik deskriptif-kualitatif yang dilengkapi dengan Gender Analysis Pathway (GAP). GAP adalah salah satu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan dan atau perencanaan program pembangunan. Dengan menggunakan GAP, para perencana kebijakan Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Tim PSG STAIN Pekalongan) 217

4 dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender serta sekaligus menyusun rencana kebijakan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut. HASIL PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Pekalongan Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota dipropinsi Jawa Tengah, yang berada di daerah Pantura bagian barat sepanjang pantai utara Laut Jawa memanjang ke selatan dengan Kota Kajen sebagai Ibu Kota pusat pemerintahan. Secara geografis kabupaten ini terletak diantara: Lintang Selatan dan antara Bujur Timur yang berbatasan dengan Kota Pekalongan dan Kabupaten Batang di sebelah Timur, Laut Jawa dan Kota Pekalongan di sebelah Utara, Kabupaten Banjarnegara di sebelah Selatan, dan Kabupaten Pemalang di sebelah Barat. Luas Wilayah Kabupaten Pekalongan + 836,13 km2 atau 2,59% dari luas Propinsi Jawa Tengah, secara geografis terbagi atas 19 Kecamatan yang terbagi lagi dalam 13 Kelurahan, 270 Desa, Dusun, RW dan RT yang seluruhnya merupakan desa Swasembada ( Sedangkan menurut topografi terdapat 64 desa, 20% diantaranya merupakan desa dataran tinggi atau pegunungan yang berada di wilayah bagian selatan ada 4 kecamatan yang merupakan daerah lereng pegunungan Dieng yaitu antara lain Kecamatan Petungkriyono, Paninggaran, Lebakbarang dan Kandangserang. Adapun jumlah desa yang berada di Kecamatan Petungkriyono sebanyak 19 desa, Paninggaran sebanyak 15 desa, Lebakbarang sebanyak 11 desa Kandangserang sebanyak 12 desa, Kecamatan Paninggaran sebanyak 15 desa dan ada di 4 kecamatan lainnya yang sebagian desanya merupakan pegunungan seperti Kecamatan, Talun sebanyak 4 desa, Kecamatan Doro sebanyak 6 desa, Kecamatan Karanganyar sebanyak 2 desa dan Kecamatan Kajen sebanyak 5 desa serta sebanyak 80% atau 219 desa/kelurahan yang berada di 11 kecamatan merupakan wilayah dataran rendah. Untuk mengefektifkan dan pemerataan pembangnan, maka Kabupaten Pekalongan dibagi menjadi tiga Sub Wilayah Pembangunan (SWP) yaitu: SWP I dengan pusat Kota Kajen yang meliputi : Kecamatan Kajen, Karanganyar, Kesesi, Lebakbarang,Kandangserang dan Paninggaran. Potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor pembangunan jasa, pertanian, pariwisata dan sosial budaya (pendidikan). SWP II dengan pusat Kota Kedungwuni meliputi Kecamatan Kedungwuni,Doro,Buaran,Petungkriyono, Talun dan Wonopringgo. Potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor pengembangan pertanian, industri dan sosial budaya (pendidikan). SWP III dengan pusat Kota Wiradesa meliputi Kecamatan Wiradesa, Tirto, Sragi dan Bojong. Potensi yang perlu dikembangkan adalah sektor perdagangan, industri, pertanian dan perikanan. 1. Keadaan Penduduk Kabupaten Pekalongan. Jumlah penduduk di Kabupaten Pekalongan tercatat dalam tahun 2007 mencapai jiwa, dengan perbandingan yang relatif sama antara laki-laki ( jiwa) dan perempuan ( jiwa). a. Jumlah penduduk Kabupaten Pekalongan menurut Kecamatan dan jenis kelamin pada bulan Desember tahun No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Kandangserang Paninggaran Lebakbarang Petngkriyono Talun Doro Karanganyar Kajen MUWÂZÂH, Vol. 2, No. 1, Juli 2010

5 j 9. Kesesi Sragi Siwalan Bojong Wonopringgo Kedungwuni Karangdadap Buaran Tirto Wiradesa Wonokerto Total Dari daftar di atas, Kecamatan Sragi, yang dijadikan untuk pemilihan seting penelitian di Kabupaten ini, berpenduduk sebanyak jiwa dan termasuk urutan yang kedua dalam angka jumlah penduduk yang bekerja dalam lapangan usaha pertanian (sebanyak jiwa) setelah kecamatan Kesesi (sebanyak jiwa). b. Keadaan penduduk dari segi tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk kabupaten Pekalongan secara umum terbilang cukup tinggi, sebab dari penduduk total berdasar jenis kelamin yaitu laki-laki jiwa dan perempuan jiwa. Yang mengenyam pendidikan (baik yang hanya lulus SD, sampai lulusan dari Perguruan tinggi) adalah sebanyak jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Namun yang mendominasi adalah hanya pada lulusan SD (laki-laki = jiwa, dan perempuan= ) sedang yang lulusan perguruan tinggi atau yang bergelar sarjana hanya berkisar laki-lki dan perempuan. Khusus untuk penduduk Sragi perbedaan lulusan perguruan tinggi antara laki-laki dan perempuan sangat mencolok, dimana jumlah laki-laki yang berhasil menjadi sarjana adalah 89 jiwa, sedang jumlah perempuannya hanya separohnya yaitu 49 jiwa. Kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi belum bisa terwujud, karena masih ada anggapan tradisional yang mengatakan nggo opo bocah wadok sekolah duwurduwur, mengko yo bakale nang pawon. Buat apa perempuan sekolah tinggi, nanti ujung-ujungnya juga hanya di dapur saja. Pendpat yang seperti itulah sepertinya belum bisa hilang sama sekali, hanya tekikis sedikit demi sedikit, dan lebih banyak masih melekat pada pemikiran penduduk setempat. c. Keadaan penduduk dari segi ekonomi. Sebagian besar penduduk Kabupaten Pekalongan bekerja sebagai petani, pedagang, dan pekerja di industri garmen, dengan UMR tahun 2007 sebesar Rp Industri garmen dan tekstil, perdagangan serta jasa masih menempati posisi teratas dalam menyumbang PDRB, yakni 31,55%, 20,70%, dan 13,89%. Ini membuktikan bahwa sektor pertanian dan perdagangan menjadi andalan utama pemasukan bagi Kabupaten Pekalongan. ( Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Tim PSG STAIN Pekalongan) 219

6 d. Gambaran sekilas pertanian tebu No. Kecamatan Luas area (Ha) 1. Kandangserang - 2. Paninggaran - 3. Lebakbarang - 4. Petngkriyono - 5. Talun 95,86 6. Doro 80,36 7. Karanganyar 174,38 8. Kajen 360,75 9. Kesesi 336, Sragi 541, Siwalan 35, Bojong 233, Wonopringgo 239, Kedungwuni 80, Karangdadap 276, Buaran Tirto 92, Wiradesa 70, Wonokerto 152,62 Total 2.770,09 Dari tabel terlihat bahwa dalam sektor pertanian tebu kecamatan Sragi lebih mendominasi banding kecamatan-kecamatan lain. Hal inilah yang mendorong dilaksanakannya penelitian ini di Kecamatan Sragi. B. Perempuan Petani Tebu di Kabupaten Pekalongan Petani identik dengan laki-laki, namun pada kenyataannya perempuan juga banyak terlibat dalam penggarapan lahan-lahan baik persawahan maupun perkebunan. Salah satu contohnya adalah di kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan para perempuan banyak terlibat dalam penggarapan kebun tebu milik PTP Nusantara IX - Pesero Pg Sragi. Dari proses produksi banyak kegiatan yang biasanya dilakukan oleh perempuan. Bertani tebu dan menjadi buruh harian di perkebunan tebu di kecamatan Sragi merupakan hal yang sudah wajar dan umum, karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai penggarap perkebunan rakyat tersebut. Hal ini juga didukung oleh luas wilayah perkebunan yang ada di sragi. Di kabupaten Pekalongan tanaman tebu terluas berada di kecamatan sragi dengan luas area mencapai 541,13 ha atau 19,53%. Komoditas perkebunan merupakan salah satu sumber devisa sektor pertanian. Komoditi tebu di Kabupaten Pekalongan merupakan sektor pertanian yang digolongkan dalam bidang perkebunan. Perkebunan dibagi menjadi perkebunan besar dan perkebunan rakyat, tebu di kabupaten pekalongan merupakan salah satu komoditi yang dihasilkan dari perkebunan rakyat. (Kabupaten Pekalongan dalam Angka 2007, hal 119). Adapun informan di Kabupaten Pekalongan ini adalah : No Nama P/L Usia Pendidikan Jumlah anak Penghasilan (per hari) 1. Rasimi P 50 Tdk tamat 10 ribu per hari 2. Darsinah P 48 Tdk tamat 10 ribu per hari 3. Rejeh L 46 Tdk tamat 12 ribu per hari 4. Idin L 42 Tdk tamat 12 ribu per hari 220 MUWÂZÂH, Vol. 2, No. 1, Juli 2010

7 p 5. Mak Sri ah P 50 Tdk tamat 10 ribu per hari 6. Warsiyah P 45 Tdk tamat 4 10 ribu per hari 7. Wasmi P 45 Tdk tamat 2 10 ribu per hari 8. Rayem P 43 SD kls ribu per hari 9. Taryumi P 40 Tdk tamat 3 10 ribu per hari 10. Darsimi P 20 Tdk tamat 10 ribu per hari 1. Kegiatan dalam Pekerjaan Petani Tebu Secara umum, proses produksi gula di kecamatan Sragi dibagi menjadi 2, yaitu di perkebunan dan di pabrik. Dalam penelitian ini karena tema utamanya adalah perempuan dalam pertanian, proses yang dijadikan kajian adalah yang ada di perkebunan, sebab pengelolaan yang lebih banyak melibatkan perempuan adalah pada saat di perkebunan. Meskipun demikian masih ada beberapa kegiatan di perkebunan yang harus melibatkan laki-laki. Untuk lebih jelasnya, tabel di bawah ini membantu kita menganalisa proses produksi dari awal sampai akhir di perkebunan tebu berdasar gender. No Jenis Pekerjaan Dikerjakan oleh 1. Gali got Laki-laki 2. Mbedeng Laki 3. Nggarpu Laki 4. Lalahan Perempuan 5. Nanem Perempuan 6. Mupuk I Perempuan 7. Mbumbun I (Ngerut), Mbumbun II (Wali Bisa laki-laki, bisa perempuan Geger), & Mbumbun III ( Gombeng) 8. Mupuk II Perempuan 9. Ngarug (arug doo & Arug Lepas) Perempuan Secara berurutan proses pekerjaan di perkebunan bisa dijelaskan sebagai berikut: a. Gali got adalah menyiapkan lahan sehingga siap untuk ditanami b. Mbedeng adalah membuat petak-petak tanah c. Nggarpu adalah membuat garis-garis dalam petak tanah sebagai jalur penanaman d. Lalahan adalah pemberian tanah tambahan untuk menaruh bibit pada tanah bedengan. e. Nanem yaitu menanam bibit batang tebu f. Mupuk I merupakan pemberian pupuk tahap petama pada tanaman g. Mbumbun merupakan kegiatan menutup tunas yang muncul dengan tanah. Ada tiga tahap yang pertama dinamakan ngerut, yang kedua adalah walik geger, yang yang ketiga adalah nggombeng. h. Mupuk II merupakan kegiatan memberikan pupuk yang kedua kalinya pada tanaman setelah di bumboni. i. Ngarug berarti menambahkan tanah pada sela-sela pohon satu dengan yang lain. Ada 2 tahap yaitu arug doro (dilakukan setelah pemupukan kira-kira 6 bulan sebelum panen) dan arug lepas (dilakukan menjelang panen), kadang proses arug lepas ini tidak dilakukan (dilewati) dan langsung pada proses ngletek (melepas pelepah kering). Proses tersebut di atas secara terus menerus digarap sampai memakan waktu 6 bulan. Setelah proses tersebut di atas dilaksanakan maka tinggal menunggu masa panen, dimana peggarapannya dilakukan oleh laki-laki (yaitu ngletek dan nebang), yang kemudian proses pengolahan di pabrik. Dari tabel di atas juga bisa dilihat bahwa pelibatan perempuan dalam pertanian tebu khususnya pada saat di perkebunan sangat besar. Namun stereotipe yang tetap ada adalah petani yang pokok adalah laki-laki, sedang perempuan hanya sekedar membantu pekerjaan laki-laki. Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Tim PSG STAIN Pekalongan) 221

8 Dari tabel di depan, kita bisa melihat adanya perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan, meskipun dengan lamanya waktu pekerjaan sama yaitu jam sampai jam 11.00, upah yang perempuan terima lebih kecil daripada laki-laki. Hal ini karena menurut mereka beban kerja lakilaki lebih berat. Dan bagi mereka perempuan tidak menganggap perbedaan ini sebagai diskriminasi, karena mereka anggap sebagai kewajaran. Angka GDI (Gender Development Index) di Kabupaten Pekalongan sangatlah rendah, menempati peringkat ke-4 dari bawah dari jumlah propinsi di jawa Tengah. Kota Surakarta Kab. Semarang Kota Salatiga Kota Magelang Sukoharjo Temanggung Kota Semarang karanganyar Demak Kudus Klaten Kab. Magelang Jawa Tengah Boyolali Sragen Wonogiri Blora Kendal Banyumas Purworejo Pemalang Kota Pekalongan Pati Kota Tegal Kab Tegal Purbalingga Batang Cilacap Banjarnegara Jepara Kebumen PKL Kab Grobogan Wonosobo Brebes 50.2 Sumber: KPP & BPS, Pembangunan Manusia Berbasis Gender Rendahnya angka GDI ini terbukti dengan salah satu contohnya yaitu perempuan petani tebu di Pekalongan, yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah di banding laki-laki. Akses untuk mendapatkan informasi pun sangat sedikit sehingga muncul kondisi yang tidak adil ketika para petani tebu laki-laki, terutama yang hanya menjadi mandor saja yang punya perkumpulan atau sebuah organisasi. Kebanyakan dari mereka berprofesi pada satu pekerjaan, yaitu petani penggarap tebu. Hanya sebagian kecil yang terkadang mencari sambilan yaitu meret pari (menuai padi), pada saat masa tunggu tebang, karena tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan untuk menangani tebu. Dari pada menganggur, maka mereka (contoh: Rayem, dan Warmi) mencari kegiatan lain ke juragan lain agar tetap bisa memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebagian besar dari mereka atau bahkan hampir semuanya tidak menginginkan anak turunya menggeluti profesi yang sama. Oleh karena itu demi peningkatan kondisi sosial ekonomi, mereka lebih menyarankan anak-anak mereka merantau ke Jakarta, atau bekerja di sektor yang dipandang lebih menjanjikan yaitu industri pakaian (menjahit di pengusaha konveksi misalnya). Dalam kegiatan di rumah tangga, ketimpangan gender masih sangat terasa. Hal tersebut terlihat dari kesempatan untuk mengajukan pendapat yang dapat dikatakan hampir tidak ada, karena dominasi laki-laki dalam rumah tangga masih sangat kental. Kesempatan perempuan menduduki peran publik juga terbatas yang terlihat dari tidak adanya dari mereka yang menjadi mandor perempuan. 222 MUWÂZÂH, Vol. 2, No. 1, Juli 2010

9 PENUTUP A. Simpulan 1. Dalam realitas proses produksi, pelibatan perempuan dalam pertanian tebu khususnya pada saat di perkebunan sangat besar. Namun stereotipe yang tetap ada adalah petani yang pokok adalah lakilaki, sedang perempuan hanya sekedar membantu pekerjaan laki-laki. 2. Perempuan petani tebu di Pekalongan, yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah di banding laki-laki. Akses untuk mendapatkan informasi pun sangat sedikit sehingga muncul kondisi yang tidak adil ketika para petani tebu laki-laki, terutama yang hanya menjadi mandor saja yang punya perkumpulan atau sebuah organisasi. 3. Perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan, meskipun dengan lamanya waktu pekerjaan sama yaitu jam sampai jam 11.00, upah yang perempuan terima lebih kecil daripada laki-laki. Hal ini karena menurut mereka beban kerja laki-laki lebih berat. B. Saran 1. Kegiatan-kegiatan yang diarahkan pada peningkatan sensitivitas gender sebaiknya disebarluaskan kepada seluruh kalangan masyarakat termasuk kepada masyarakat perdesaan mengingat ketidakadilan gender yang terjadi pada kaum perempuan di ranah pertanian salahsatunya berakar pada kurangnya sensitivitas gender pada masyarakat perdesaan, baik laki-laki maupun perempuan. Tentu saja cara-cara untuk melakukan hal itu hendaknya disesuaikan dengan karakteristik masyarakat setempat. 2. Pemerintah kabupaten sebaiknya memberikan perhatian khusus kepada kaum perempuan yang bekerja di sektor pertanian karena penelitian ini memperlihatkan betapa besarnya sumbangan kaum perempuan dalam proses-proses produksi yang ada di berbagai komoditas pertanian. Perhatian khusus tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian akses permodalan kepada perempuanpetani yang memiliki dan/atau mengelola usaha pertaniannya masing-masing. Sedangkan perhatian dalam bentuk pemberian ketrampilan melalui berbagai macam pelatihan dapat diberikan baik kepada perempuan yang berstatus petani atau pemilik/pengelola lahan/usaha pertanian maupun yang berstatus buruh tani atau petani yang tidak memiliki lahan atau memiliki lahan tetapi sempit. DAFTAR PUSTAKA Anonim Statistik dan Analisa Gender Kabupaten Pekalongan Fakih, Mansour Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta Handayani, Trisakti dan Sugiarti Konsep dan Teknik Penelitian Gender. UMM Press, Malang Ismi Dwi Astuti Nurhaini, 2009, Teknik Analisis Gender, UNS Press, Surakarta. Peran Perempuan di Sektor Pertanian (Tim PSG STAIN Pekalongan) 223

10 224 MUWÂZÂH, Vol. 2, No. 1, Juli 2010

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 No. 79/11/33/Th. XI, 06 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017 Agustus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA TUGAS AKHIR Oleh : PUTRAWANSYAH L2D 300 373 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 5 o 4 dan 8 o 3 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 96 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Dalam bab ini, akan dipaparkan secara umum tentang 14 kabupaten dan kota yang menjadi wilayah penelitian ini. Kabupaten dan kota tersebut adalah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA JAW A TENGAH 1996-2011 ISSN : 0854-6932 No. Publikasi : 33531.1204 Katalog BPS : 5203007.33 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : 245 halaman Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH KEPUTUSAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 050.6/261.1 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH KEPUTUSAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 050.6/261.1 TAHUN 2015 TENTANG PROVINSI JAWA TENGAH KEPUTUSAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 050.6/261.1 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BUPATI PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara astronomis terletak antara 6 08 LU - 11 15 LS dan 94 45 BT - 141 5 BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.997 mil di antara Samudra

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2010-2013 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 BAB 1. PENDAHULUAN

DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 BAB 1. PENDAHULUAN DAMPAK PERKAWINAN USIA DINI TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI KELUARGA DI KOTA SALATIGA JAWA TENGAH 1 Oleh: Daru Purnomo, Drs.,M.Si dan Seto Herwandito S.Pd.,M.M.M.Ikom 2 BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan fungsi beras sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk. Pentingnya keberadaan beras

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. pantai utara Laut Jawa memanjang ke selatan dengan Kota Kajen sebagai Ibu

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. pantai utara Laut Jawa memanjang ke selatan dengan Kota Kajen sebagai Ibu BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Fisik Daerah Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota dipropinsi Jawa Tengah, yang berada di daerah Pantura bagian barat sepanjang pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang memenuhi untuk mencapai pertumbuhan angkatan kerja, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan menjadi suatu upaya untuk mencapai peningkatan kesejahteraan sosial, yaitu dengan gerakan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BPS KABUPATEN WONOSBO Visi: Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Nilai-nilai Inti BPS: Profesional Integritas Amanah Pelopor Data Statistik

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

PROGRAM KB NASIONAL BAGI MHS KKN UNDIP

PROGRAM KB NASIONAL BAGI MHS KKN UNDIP PROGRAM KB NASIONAL BAGI MHS KKN UNDIP 1 SITUASI KEPENDUDUKAN DAN PROGRAM KB NASIONAL JAWA TENGAH 2 DISTRIBUSI dan KEPADATAN PENDUDUK = 0 50 Pddk/Km2 = 51 100 Pddk/Km2 = 101 500 Pddk/Km2 = >500 Pddk/Km2

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Subyek penelitian Penelitian ini tentang pertumbuhan ekonomi, inflasi dan tingkat kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public

BAB I PENDAHULUAN. 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia sejak pertenghan tahun 80-an telah berubah, dari paradigma government driven growth ke public driven growth. Semenjak itu pemerintah

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi salah satunya tercantum dalam Millenium Development

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan Halaman : 1 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 2017 Formulir RKA-SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan : 2.02. - Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

DAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015

DAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015 280 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Banjarnegara 281 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMA SMAN 1 Purwareja Klampok 282 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara SMK SMK HKTI 1 Purwareja Klampok 283 Jawa Tengah

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN

PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN DI PROVINSI JAWA TENGAH 2016 DEPUTI PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN 2016 i KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci