BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM"

Transkripsi

1 BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini berisi tentang penjelasan proses perancangan sistem pengolahan citra yang berupa algoritma-algoritma yang akan digunakan dalam proses pengolahan citra replika kulit untuk mendapatkan suatu nilai parameter yang dapat merepresentasikan kondisi tekstur kulit, baik dalam periode sebelum dan setelah diberikan moisturizer. Perancangan sistem ini bertujuan untuk membantu para ahli di bidang dermatologi pada umumnya dan para ahli kosmetik pada khususnya untuk menentukan effikasi/kemanjuran suatu jenis kosmetik tertentu, khususnya moisturizer, dengan metode yang sederhana dan bersifat ekonomis. Pada periode pengamatan, pasien/subyek percobaan diberikan suatu jenis moisturizer dengan kemanjuran yang belum diketahui. Pemberian moisturizer tersebut diharapkan dapat memberikan suatu kondisi kulit yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan karakteristik tekstur kulit yang terjadi akan menentukan effikasi/kemanjuran dari jenis moisturizer yang digunakan. Sistem yang dirancang masih dalam tahap pengembangan algoritma yang sesuai dan dapat memberikan hasil yang mengacu pada beberapa nilai parameter yang diberikan oleh alat komersial milik pihak PT. Martina Berto Jakarta, sebagai referensi utama. Dengan adanya sistem ini, diharapkan kondisi kesehatan kulit saat sebelum maupun setelah pemberian moisturizer dapat direpresentasikan dalam suatu bilangan numerik. Ide awal dari penelitian ini adalah untuk merancang suatu metode analisis perubahan tekstur kulit manusia berdasarkan alat yang dimiliki oleh PT. Martina Berto, Jakarta, yang nantinya diharapkan dapat menjadi suatu metode alternatif untuk melakukan proses pengujian kemanjuran/effikasi moisturizer dengan kemampuan yang hampir sama tetapi dengan harga yang lebih terjangkau. Alat yang dimaksud menggunakan replika kulit yang terbuat dari suatu campuran silikon. Oleh karena itu, pada penelitian ini juga menggunakan replika kulit yang sama, tetapi dengan cara analisis yang berbeda. 36

2 Pada bagian-bagian berikut akan dijelaskan secara bertahap dimulai dengan spesifikasi alat yang digunakan, gambaran secara garis besar mengenai sistem yang akan dirancang, penjelasan setiap diagram blok algoritma yang digunakan, dan ringkasan rancangan sistem secara keseluruhan Spesifikasi Alat Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, menggunakan beberapa alat bantu komputasi akan digunakan, baik berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), sebagai berikut: a. Perangkat keras (hardware) Personal computer (PC) dengan spesifikasi Prosesor Intel Pentium 2,4 Ghz, memori RAM 256 MB, kartu grafis ATI RADEON 9200 SE, harddisk 80 GB Scanner CanoScan 9900F b. Perangkat lunak (software) Sistim operasi Windows XP Professional SP1 Sistim operasi Linux distro Fedora Core 6, dengan kernel fc6xen dan X-Window KDE) MATLAB 7.0 dan MATLAB UNIX CanoScan Toolbox 4.1 Adobe Photoshop CS2 Dalam proses perbandingan hasil antara nilai-nilai yang didapat menggunakan sistem ini dengan nilai parameter referensi dari PT. Martina Berto, maka digunakan suatu alat analisis tekstur kulit yang dimiliki oleh PT. Martina Berto, yaitu Skin Visiometer SV-600. Alat tersebut digunakan untuk mendapatkan beberapa nilai parameter referensi dari masing-masing replika, yang nantinya akan berperan sebagai data acuan dari pengembangan sistem ini. Perangkat keras scanner CanoScan 9900F digunakan untuk mendapatkan citra dijital replika kulit dengan resolusi 200 dpi (tahap akuisisi citra). Sebagai perangkat lunak bantuan, maka digunakan perangkat lunak CanoScan Toolbox 4.1 untuk memudahkan proses scanning dan manajemen citra di komputer. 37

3 Sedangkan perangkat lunak Adobe Photoshop CS2 digunakan untuk membuat suatu citra uji dalam pengujian algoritma RETINEX. Citra-citra yang didapatkan tersebut akan diproses menggunakan berbagai alat bantu yang telah disebutkan di atas. MATLAB 7.0 ataupun MATLAB UNIX digunakan sebagai perangkat lunak utama perancangan sistem untuk melakukan proses komputasi menggunakan algoritma-algoritma pengolahan citra Perancangan Sistem Proses perancangan sistem ini menggunakan perangkat lunak MATLAB 7.0 sebagai komponen pengolah data, untuk menjalankan algoritma-algoritma yang akan digunakan pada proses analisis (di lain kesempatan, MATLAB UNIX juga digunakan untuk mengolah M-File MATLAB 7.0 jika sedang berada di dalam lingkungan Linux). Secara garis besar, proses analisis yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Gambar Garis besar perancangan sistem analisis tekstur kulit Sistem analisis yang dikembangkan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu akuisisi citra dijital replika kulit, sistem ekstraksi fitur yang dilanjutkan dengan tahap seleksi fitur, sistem pelatihan jaringan saraf tiruan (JST), dan sistem analisis citra menggunakan JST. 38

4 Gambar Proses akuisisi citra dijital replika kulit Gambar 3.2 di atas menunjukkan proses akuisisi citra dijital replika kulit yang berasal dari replika kulit manusia, yang terbuat dari suatu campuran silikon. Tujuan dari tahap tersebut adalah mendapatkan citra yang dapat digunakan untuk proses analisis selanjutnya (citra yang sudah dinormalisasi). Gambar Proses ekstraksi fitur, seleksi fitur, dan pelatihan sistem JST Sebelum melakukan proses pelatihan JST, proses ekstraksi fitur tekstur dilakukan terlebih dahulu dari suatu citra dijital replika kulit. Setelah proses ekstraksi fitur, maka tahap selanjutnya adalah membandingkan nilai-nilai fitur tersebut dengan nilai parameter referensi yang didapatkan dari PT. Martina Berto, Jakarta untuk setiap sampel citra replika kulit menggunakan metode korelasi. Proses seleksi fitur dilakukan dengan memilih beberapa fitur yang memiliki 39

5 koefisien korelasi terbesar terhadap parameter referensi. Fitur-fitur hasil seleksi tersebut menjadi komponen masukan dari sistem pelatihan JST. Pada gambar 3.3 di atas, terlihat bahwa proses pelatihan JST melibatkan dua buah komponen, yaitu komponen masukan yang berupa fitur-fitur hasil seleksi dan komponen data latih yang berupa parameter referensi untuk setiap sampel citra replika kulit. Hasil dari proses pelatihan JST ini adalah bobot-bobot untuk setiap hubungan neuron sistem JST dan bias di setiap summing junction. Gambar Sistem utama analisis citra menggunakan JST Pada proses analisis citra menggunakan JST ini, tahap akuisisi citra dijital sampai tahap seleksi fitur merupakan proses yang sama dengan tahap pelatihan sistem JST. Sistem JST yang digunakan pada proses analisis utama ini telah memiliki bobot dan bias masing-masing, hasil dari tahap pelatihan JST. Komponen masukan dari sistem JST ini adalah fitur-fitur tekstur hasil seleksi menggunakan koefisien korelasi. Sedangkan komponen keluaran sistem adalah suatu nilai parameter yang dapat merepresentasikan kondisi tekstur kulit, baik pada saat sebelum maupun sesudah diberikan moisturizer. Fokus utama dalam proses analisis ini adalah mengamati perubahan nilai-nilai parameter tekstur kulit, baik sebelum maupun setelah diberikan moisturizer. Tujuan dari sistem JST ini adalah untuk menghasilkan nilai-nilai parameter yang dianggap dapat merepresentasikan kondisi tekstur kulit, berdasarkan hasil proses ekstraksi fitur dari gambar citra dijital 2D replika kulit. Pada bagian 40

6 berikutnya akan dijelaskan mengenai tahap-tahap proses analisis citra secara lebih mendetail Implementasi Sistem Pada sub-bab ini akan dijelaskan secara terperinci mengenai komponenkomponen perancangan sistem dan penjelasan mengenai algoritma-algoritma pengolahan citra yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini. Sistem ini dirancang dan dijalankan menggunakan alat bantu perangkat lunak MATLAB Informasi dari Pihak PT. Martina Berto Proses analisis tekstur kulit dilakukan untuk menentukan apakah moisturizer yang digunakan oleh subyek dapat memperbaiki struktur kulit dan memperhalus teksturnya. Hasil tersebut dapat diamati dengan adanya perubahan nilai parameter pengukuran citra replika kulit, pada saat sebelum dan setelah diberikan moisturizer. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dan dapat diamati, maka tindakan tersebut memerlukan periode waktu tertentu dan dalam kasus ini, periode waktu yang digunakan adalah empat minggu. Periode waktu tersebut dipilih sebagai waktu yang cukup baik untuk dilakukan pengamatan. Menurut pengalaman, periode dua minggu belum tentu digunakan karena dalam jangka waktu dua minggu, perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan sehingga agak sulit untuk dilihat perbedaannya. Pertama-tama, keadaan kulit sebelum diberikan moisturizer akan diamati dengan membuat replika kulit menggunakan bahan dasar silikon (periode ini dianggap sebagai waktu referensi, T = 0 minggu). Setelah itu, kulit subyek akan diberikan suatu jenis moisturizer tertentu yang belum diuji effikasi/kemanjurannya sebagai tahap pengujian. Pemakaian tersebut akan dilakukan selama periode waktu pengamatan, yaitu empat minggu. Harapannya, penggunaan moisturizer tersebut dapat memberikan hasil yang positif bagi kulit subyek, yaitu memperbaiki struktur permukaan kulit. Setelah periode empat minggu, dari kulit subyek tersebut akan dibuat suatu replika kulit kembali, yang merepresentasikan keadaan kulit setelah diberikan moisturizer (T = 4 minggu). 41

7 Sampai pada tahap ini, proses pengukuran secara kualitatif sangat kulit dilakukan, karena tekstur kulit manusia termasuk tekstur mikro dan tidak dapat dilihat secara langsung tanpa alat bantu. Gambar 3.5 di bawah ini akan memberikan suatu gambaran mengenai tahap-tahap pembuatan replika kulit yang akan digunakan dalam penelitian tugas akhir ini. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) Gambar Proses pembuatan replika kulit (Sumber: Information and Operating Instruction) Walaupun proses pembuatan replika sudah dilakukan dengan baik, pada kenyataannya, masih ada beberapa kendala pada replika kulit tersebut, misalnya: Pada replika kulit masih sering ditemukan banyak gelembung udara. Hal ini disebabkan proses pencampuran silikon pada alat penghisap yang sangat sulit. Walaupun proses pengadukan silikon sudah dilakukan dengan baik, tetapi pada proses penghisapannya, masih terdapat gelembung udara. Hal ini dapat mengakibatkan data yang didapat menjadi tidak akurat, karena gelembung udara memiliki warna yang berbeda dengan warna daerah sekitarnya. Ketebalan silikon yang terdapat pada replika kulit sering tidak merata, ada bagian yang terlalu tebal dan ada juga bagian yang tipis. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan kedalaman tekstur yang mungkin nantinya akan berakibat juga pada perbedaan intensitas warna citra. Penyebab dari perbedaan ketebalan ini mungkin berasal dari volume pengambilan campuran silikon setelah proses pengadukan yang kurang tepat dan penekanan yang terlalu keras pada saat silikon ditempelkan pada permukaan kulit. 42

8 Kendala-kendala tersebut akan menyebabkan hasil pengukuran menjadi tidak akurat. Replika kulit tersebut akan digunakan bersama dengan alat Skin Visiometer SV-600. Berikut akan dijelaskan secara singkat mengenai cara kerja alat tersebut. Gambar Alat Skin Visiometer SV-600 (Sumber: Information and Operating Instruction) Prinsip pengukuran yang digunakan dalam alat Skin Visiometer SV-600 adalah transmisi cahaya pada replika silikon yang sangat tipis. Replika kulit ditempatkan pada bingkai khusus dan dimasukkan ke dalam alat dimana sumber cahaya akan memberikan berkas sinar paralel dan diterima oleh sebuah sensor video CCD-Camera 640 x 480 piksel. Berkas cahaya menembus replika kulit dan diserap berdasarkan tingkat ketebalan silikon pada replika kulit tersebut. Cetakan tekstur kulit yang terdapat pada replika tersebut menunjukkan dua hal, yaitu bagian lembah yang merepresentasikan permukaan kulit dan bagian gunung yang merepresentasikan kedalaman kerutan kulit (karena campuran silikon akan lebih tebal pada tekstur kulit yang lebih dalam). Gambar 3.7 berikut ini dapat menunjukkan ilustrasi cara kerja alat Skin Visiometer SV-600: Gambar Prinsip pengukuran alat Skin Visiometer SV-600 (Sumber: Information and Operating Instruction) 43

9 Pada komponen penerima (monitor komputer), proses visualisasi dilakukan oleh bagian video digitalization. Ada enam buah parameter yang menjadi petunjuk bagi operator dalam menentukan kondisi tekstur kulit, dimana parameter-parameter tersebut merupakan hasil analisis menggunakan perangkat lunak di PT. Martina Berto. Akan tetapi, dari enam parameter tersebut, parameter yang menjadi acuan utama dalam proses analisis hanya ada dua, yaitu R 2 (maximum roughness) dan R 4 (smoothness depth). Sebagai informasi dalam melakukan proses analisis, suatu sampel kulit dikatakan memiliki karakteristik yang lebih baik daripada keadaan sebelumnya (moisturizer dapat bekerja dengan baik) jika nilai parameter R 2 setelah diberikan moisturizer lebih kecil dibandingkan nilai R 2 sebelum diberikan moisturizer. Keadaan tersebut juga berlaku bagi parameter R 4, yaitu kondisi kulit dinilai membaik jika nilai R 4 setelah diberikan moisturizer lebih kecil daripada nilai R 4 sebelum diberikan moisturizer. Salah satu kendala utama yang dihadapi berkaitan dengan alat ini adalah alat tersebut memiliki harga yang cukup mahal. Pada proses pembeliannya, alat dan perangkat lunaknya dijual beserta bagian CPU (Central Processing Unit) dari komputer yang akan digunakan, sehingga tidak mudah untuk dilakukan proses upgrade, baik untuk komponen perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Salah satu ukuran yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan kondisi kesehatan/kualitas kulit manusia adalah dengan mengetahui seberapa dalam kerutan kulit tersebut. Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa replika kulit yang terbentuk memiliki bentuk menyerupai gunung dan lembah, dimana ketinggian bagian gunung menunjukkan kedalaman kerutan kulit. Pengukuran yang dilakukan di PT. Martina Berto menggunakan pendekatan secara 3D, dimana informasi mengenai kedalaman kerut dapat diketahui (selain informasi spasial dari citra dijital). Sedangkan untuk penelitian tugas akhir ini, informasi kedalaman (depth) dari kerutan kulit tidak dapat diketahui, karena citra dijital yang digunakan merupakan suatu bentuk sinyal 2D, yang hanya memiliki informasi spasial saja. Dengan kata lain, penelitian tugas akhir ini juga bertujuan untuk melakukan penyederhanaan proses analisis citra tekstur kulit, yang semula menggunakan 44

10 pendekatan 3D menjadi proses dengan pendekatan 2D (hanya membutuhkan informasi spasial saja) Proses Akuisisi Citra Dijital Replika Kulit Setelah mendapatkan replika kulit melalui proses-proses di atas, maka langkah selanjutnya adalah mendapatkan citra dijital dari replika tersebut untuk proses analisis menggunakan komputer. Replika kulit tersebut akan discan menggunakan perangkat keras CanoScan 9900F dengan resolusi 200 dpi dan disimpan dalam format BMP (Windows Bitmap) serta bersifat citra RGB (Red- Green-Blue). Perangkat keras tersebut digunakan dengan asumsi bahwa proses pencahayaan dari scanner dianggap homogen, sehingga cahaya yang diterima oleh setiap daerah replika kulit akan merata. Berikut adalah contoh citra dijital yang didapatkan: Gambar Contoh citra dijital replika kulit Adapun beberapa kendala yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, yaitu masalah adanya gelembung-gelembung udara dan ketebalan silikon yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut, serupa dengan langkah yang dilakukan di PT. Martina Berto, maka dipilih tiga daerah dari citra replika silikon biru tersebut yang tidak mengandung gelembung udara sama sekali dan dianggap homogen (nilai intensitas citra tidak berbeda jauh). Proses ini dapat disebut dengan image cropping. Citra-citra hasil proses cropping tersebut akan dibentuk menjadi citra baru dengan resolusi 128 x 128 piksel, dengan format BMP dan 45

11 masih bersifat RGB. Diagram pada gambar 3.9 berikut ini akan menggambarkan proses tersebut, yang dilanjutkan dengan tahap pre-processing. Gambar Diagram blok proses akuisisi citra dijital replika kulit Pihak PT. Martina Berto memberikan bantuan berupa 40 buah replika kulit, dimana masing-masing replika tersebut memiliki informasi mengenai inisial nama subyek, periode waktu pengukuran, bagian tubuh mana yang dijadikan daerah pengukuran (misal tangan kanan atau kiri), dan mungkin sedikit informasi mengenai jenis kosmetik yang diberikan pada subyek tersebut. Jika setiap citra dijital replika diambil tiga buah citra baru (melalui proses cropping), maka untuk data percobaan akan didapatkan sebanyak 120 citra tekstur kulit, yang dianggap saling independen (tidak bergantung pada citra-citra yang lain). Dalam melakukan proses analisis, maka gambar-gambar tersebut sebaiknya disusun sedemikian rupa berdasarkan nama subyek, periode pengukuran, dan lokasi pengukuran. Selain bertujuan untuk mempermudah proses analisis di komputer, tahap ini juga diperlukan untuk mengamati setiap perubahan yang ada pada setiap sampel kulit yang berasal dari subyek dan lokasi pengukuran yang sama, tetapi pada waktu periode pengukuran yang berbeda. 46

12 Tahap Pre-processing (Normalisasi Citra) Proses ini dilakukan setelah mendapatkan citra-citra dijital replika kulit. Komponen input sistem adalah 120 citra dijital RGB tekstur kulit hasil proses cropping dengan resolusi 128 x 128 piksel dalam format BMP. Proses preprocessing ini dilakukan karena citra-citra tersebut masih merupakan data mentah (raw data) yang langsung didapat dari perangkat keras scanner. Sebagai langkah awal, citra RGB replika kulit tersebut harus melalui proses normalisasi terlebih dahulu. Salah satu proses yang digunakan untuk menormalisasi citra, yaitu menggunakan algoritma RETINEX. Algoritma RETINEX akan memisahkan komponen iluminasi dan krominansi dari suatu citra dan akan mengkompensasi pengaruh pencahayaan yang non-uniform. Algoritma RETINEX akan memberikan hasil-hasil berikut: Dynamic range compression Gambar menjadi lebih tajam, dimana bagian-bagian detail akan terlihat secara lebih jelas daripada sebelumnya. Color constancy, yaitu suatu kemampuan untuk menghilangkan efek iluminasi dari citra keluaran. Keluaran dari algoritma RETINEX masih berupa suatu citra RGB. Setelah proses menggunakan algoritma tersebut, citra keluaran akan diubah menjadi citra grayscale 8 bit, dengan 256 tingkat keabu-abuan. Di dalam perangkat lunak MATLAB 7.0, citra grayscale akan membentuk suatu matriks dengan ukuran 128 x 128, dimana nilai matriks yang bersangkutan merupakan nilai intensitas keabuabuan citra. Proses-proses tersebut dilakukan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan kontras, karena ada beberapa bagian dari replika kulit yang agak tebal sehingga citra grayscalenya menjadi sedikit lebih gelap dibandingkan dengan daerah sekitarnya, yang bukan merupakan daerah kerutan tekstur kulit (daerah kerutan kulit seharusnya berwarna lebih gelap daripada sekitarnya). Gambar 3.10 di bawah ini akan menunjukkan proses normalisasi citra RGB replika kulit menggunakan algoritma RETINEX dan dilanjutkan dengan proses pengubahan citra RGB tersebut menjadi citra grayscale 8 bit. 47

13 Gambar Proses normalisasi citra (pre-processing) Proses Ekstraksi Fitur Penelitian tugas akhir ini lebih menitikberatkan pada pencarian fitur-fitur yang dapat merepresentasikan perbedaan kondisi tekstur kulit menggunakan pendekatan statistik orde kedua. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa citra tekstural dengan ciri statistik orde kedua yang berbeda, akan dengan mudah dibedakan satu sama lain. Untuk melakukan proses analisis menggunakan pendekatan statistik orde kedua, maka diperlukan suatu hubungan ketetanggaan dari piksel-piksel dalam citra grayscale. Hubungan semacam itu sering dinamakan dengan sifat kookurensi. Penjelasan lebih lanjut mengenai pendekatan statistik orde kedua telah dipaparkan secara detail pada bab dasar teori. Berikut adalah contoh singkat mengenai proses pembentukan matriks kookurensi simetrik dari suatu citra: Gambar Contoh citra dengan empat tingkat nilai keabu-abuan Misalkan ada suatu citra sederhana, seperti pada gambar 3.11 di atas dengan dimensi 4 x 4 piksel dengan empat tingkat nilai derajat keabu-abuan (dengan 48

14 jangkauan nilai antara 0 3). Dari nilai-nilai intensitas tersebut akan dibentuk suatu matriks kookurensi dengan jarak antar piksel (d) sebesar satu piksel dan empat buah orientasi sudut, yaitu 0 o, 45 o, 90 o, dan 135 o. Gambar Pengorganisasian matriks kookurensi Gambar 3.12 di atas ini merupakan ilustrasi bagaimana penempatan nilai ketetanggaan dari setiap piksel citra. Angka 0 3 menunjukkan jumlah tingkat nilai derajat keabu-abuan, dimana bagian yang dianggap sebagai nilai acuan adalah komponen baris (horisontal) dan nilai piksel tetangga adalah komponen kolom (vertikal). Misalnya untuk elemen #(2,1) berarti ada berapa piksel tetangga dengan nilai piksel 1 di sekeliling piksel dengan nilai 2? Untuk penelitian ini, digunakan jarak antar piksel sebesar satu piksel saja, karena dimensi citra masukan tidak terlalu besar, yaitu hanya 128 x 128 piksel. (a) (b) (c) (d) Gambar Hasil matriks kookurensi dengan jarak d = 1: (a) arah 0 o ; (b) arah 45 o ; (c) arah 90 o ; (d) arah 135 o Selain membutuhkan jarak antar piksel, maka dibutuhkan juga empat orientasi sudut, yaitu 0 o, 45 o, 90 o, dan 135 o. Empat orientasi tersebut akan 49

15 menghasilkan empat buah matriks kookurensi yang mungkin berbeda, tergantung nilai intensitas setiap piksel citra yang saling bertetangga. Matriks hasil dari ilustrasi di atas ditunjukkan melalui gambar Dari gambar tersebut terlihat bahwa matriks kookurensi yang dibentuk bersifat simetrik, dimana pada matriks citra yang bersangkutan dilakukan suatu pengamatan pada orientasi sudut θ dan (180-θ) dari piksel acuan citra. Biasanya untuk proses perhitungan lebih lanjut, yang diperlukan dari nilainilai matriks kookurensi bukanlah jumlah piksel tetangga, melainkan adalah suatu nilai probabilitasnya. Matriks probabilitas kookurensi dapat dibentuk dengan membagi nilai nilai matriks kookurensi dengan jumlah total kemungkinan kejadian pada matriks tersebut. Persamaannya ditunjukkan sebagai berikut: R = p Ng ( i j) Ng i= 1 j= 1 P ( i j) ( i, j), (3.1) P, = (3.2) R dimana Ng merupakan jumlah tingkatan nilai derajat keabuan (graylevel), P(i,j) adalah matriks kookurensi, R adalah jumlah total kemungkinan kejadian ketetanggaan di dalam matriks, dan p(i,j) merupakan probabilitas matriks kookurensi yang nantinya akan digunakan untuk proses analisis citra. Setelah mendapatkan empat buah matriks kookurensi tersebut, matriksmatriks tersebut akan dirata ratakan terlebih dahulu sebelum menuju proses analisis selanjutnya. Jika tahap tersebut telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah proses ekstraksi fitur statistik orde kedua. Fitur-fitur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah fitur-fitur yang didefinisikan oleh Haralick [1]. Fitur Haralick tersebut merupakan salah satu fitur tekstural yang telah banyak digunakan oleh para ahli untuk melakukan proses analisis tekstur [2]. Untuk memudahkan proses ekstraksi fitur Haralick, maka sebaiknya komponenkomponen pendukung proses perhitungan dapat ditentukan terlebih dahulu. Adapun komponen-komponen pendukung tersebut adalah sebagai berikut: p x Ng () i = p( i j) j= 1, (3.3) 50

16 p p p y Ng ( j) = p( i j) i= 1 Ng Ng x+ y( k) = p( i j), dimana i + j = k dan k = i= 1 j= 1 x y Ng Ng ( k) = p( i j) i= 1 j= 1, (3.4), 2, 3, K, 2Ng (3.5),, dimana i j = k dan k = 0,1, K, Ng 1 (3.6) HXY HXY i= 1 j= 1 ( ) Ng Ng 1 = p (3.7) i= 1 j= 1 ( i, j) log p ( i) p ( j) x () i p ( j) log p () i p ( j) y ( ) Ng Ng 2 = p (3.8) dimana p(i,j) menyatakan nilai pada baris i dan kolom j pada matriks probabilitas kookurensi. Setelah menghitung beberapa komponen pendukung di atas, maka langkah selanjutnya adalah menentukan fitur-fitur tekstur Haralick dari matriks probabilitas kookurensi tersebut, untuk setiap citra sampel. Fitur-fitur tekstur Haralick tersebut antara lain: 1. Angular Second Moment (ASM) Ng Ng 1 =, i= 1 j= 1 ( p( i j) ) x 2 f (3.9) Fitur ini mengukur sifat kehalusan (smoothness) dan sifat homogenitas dari suatu citra. 2. Contrast Ng 1 k= 0 ( ) 2 f2 = k p x y k (3.10) Fitur ini akan mengukur sifat-sifat kontras (variasi lokal keabu-abuan) dari suatu citra. 3. Correlation y x y f 3 Ng Ng i= j= = 1 1 ( i j) p( i, j) σ σ x y μ μ x y (3.11) 51

17 4. Variance f Ng Ng 4 =, i= 1 j= 1 ( i x )( j μ y ) p( i j) μ (3.12) 5. Homogeneity / IDM 6. Sum Average f 5 = Ng Ng ( i, j) ( i j) p i= 1 j= (3.13) 7. Sum Variance 8. Sum Entropy 9. Entropi 2Ng i= 2 + y () f6 = i p x i (3.14) f f 7 = = 2Ng 2 ( i f8 ) p x + y ( i) i= 2 2Ng p ( ) () i p () i (3.15) 8 x+ y log x+ y (3.16) i= Difference Variance 11. Difference Entropy f f Ng Ng 9 = p, i= 1 j= 1 ( i j) log( p( i j) ), (3.17) 10 = variansi dari p x y (3.18) Ng 1 11 = px y log i= 0 ( ) () i p () i 12. Information Measures of Correlation I f (3.19) f 12 ( HX, HY ) x y f9 HXY1 =, (3.20) max dimana HX dan HY merupakan entropi dari p x dan p y. 13. Information Measures of Correlation II f13 exp ( HXY 2 f ) 2 9 = 1 (3.21) 52

18 Tahap Perbandingan Komponen masukan terdiri dari 120 citra tekstur kulit dan masing-masing citra tersebut akan dihitung nilai-nilai fitur tekstur Haralick, sebanyak 13 fitur. Nilai-nilai fitur tekstur akan disimpan dalam suatu matriks berukuran 120 x 13 elemen. Kemudian, fitur-fitur tersebut akan dibandingkan dengan parameter referensi yang didapatkan dari PT. Martina Berto. Parameter-parameter tersebut adalah R 2 (maximum roughness) dan R 4 (smoothness depth). Setiap replika kulit memiliki sepasang nilai R 2 dan R 4 dan dalam kasus ini, ketiga buah citra hasil proses cropping dari citra replika tersebut juga memiliki pasangan nilai yang sama. Asumsinya adalah bahwa setiap daerah pengukuran parameter dari suatu replika kulit yang sama akan memiliki sifat yang homogen. Pasangan nilai R 2 dan R 4 tersebut akan disimpan dalam sebuah matriks berukuran 120 x 2 elemen. Proses perbandingan yang dilakukan menggunakan metode koefisien korelasi. Penghitungan koefisien korelasi tersebut dilakukan menggunakan fungsi internal MATLAB. Dalam proses perhitungan ini, setiap parameter referensi R 2 dan R 4 sebaiknya digabungkan dengan matriks fitur tekstur Haralick, sehingga matriks yang digunakan akan menjadi 120 x 15 elemen. Perhitungan koefisien korelasi ini akan menghasilkan matriks dengan dimensi 15 x 15 elemen, yang merepresentasikan hubungan antara setiap fitur-fitur tekstur tersebut dengan parameter referensi. Korelasi merupakan suatu ukuran statistik yang menunjukkan seberapa dekat hubungan antara dua kelas yang berbeda atau lebih. Nilai korelasi yang dihasilkan akan memiliki jangkauan nilai antara -1 s / d +1, dimana nilai -1 menunjukkan hasil korelasi negatif, nilai +1 menunjukkan korelasi positif, dan nilai 0 menunjukkan tidak ada korelasi apapun (perubahan nilai dari suatu kelas tidak akan memberikan dampak apapun terhadap kelas lainnya). Matriks korelasi ini akan menjadi keluaran dari blok sistem ini, yang selanjutnya akan digunakan sebagai masukan bagi proses seleksi fitur. 53

19 Proses Seleksi Fitur Setelah melakukan proses perhitungan koefisien korelasi, maka hasil yang didapat adalah sebuah matriks korelasi berukuran 15 x 15 elemen. Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk menentukan suatu parameter yang dapat merepresentasikan kondisi/karakteristik kulit subyek, baik dalam periode sebelum maupun sesudah diberikan moisturizer tertentu. Pihak PT. Martina Berto telah memberikan suatu petunjuk mengenai karakteristik setiap sampel replika kulit, yaitu melalui parameter referensi R 2 dan R 4. Dari 13 fitur tekstur yang diproses pada tahap sebelumnya untuk setiap citra dijital replika kulit, maka akan ditentukan beberapa fitur yang memiliki koefisien korelasi terbesar dengan parameter R 2 dan R 4 tersebut. Seperti telah dijelaskan pada bagian awal, dimana kondisi tekstur suatu kulit dikatakan membaik jika nilai parameter R 2 dan R 4 memiliki gradien negatif untuk setiap sampel kulit yang berasal dari subyek dan lokasi pengukuran yang sama (nilai R 2 dan R 4 setelah diberikan moisturizer akan lebih kecil daripada nilai-nilai pada keadaan sebelumnya). Komponen masukan dari blok sistem ini adalah matriks korelasi dengan dimensi 15 x 15 elemen. Di dalam proses seleksi fitur ini, maka dipilih sebanyak tiga buah fitur tekstur yang memiliki nilai koefisien korelasi terbesar terhadap masing-masing nilai R 2 dan R 4. Ketiga fitur hasil seleksi ini akan menjadi komponen masukan untuk sistem jaringan saraf tiruan (JST), baik dalam proses pelatihan bobot-bobot neuron maupun dalam proses analisis utama dengan menggunakan bobot yang telah didapatkan dari tahap pelatihan JST Proses Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan (JST) Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai proses pelatihan dari sistem jaringan saraf tiruan (JST). Dari 120 citra dijital replika kulit, akan dipilih sebanyak 100 citra dijital yang akan digunakan untuk proses pelatihan sistem JST. Fitur-fitur yang merupakan hasil seleksi fitur pada bagian sebelumnya akan menjadi komponen input dari sistem JST. Tujuan penggunaan sistem JST ini adalah untuk membuat suatu model yang dapat menghasilkan nilai parameter yang dapat merepresentasikan kondisi kulit dari setiap fitur hasil proses ekstraksi 54

20 fitur citra tekstural. Dalam kasus ini, sistem JST digunakan untuk menghasilkan suatu nilai yang dianggap mewakili parameter R 2 dan R 4, dengan menggunakan fitur-fitur tekstural. Sistem pelatihan JST yang dirancang akan menggunakan algoritma propagasi balik (back propagation). Ide dari proses pembentukan sistem JST adalah penggunaan pasangan parameter R 2 dan R 4 secara bersamaan maupun penggunaan nilai masing-masing parameter R 2 maupun R 4 secara individual. Oleh karena itu, sistem JST ini terdiri dari dua model utama, yaitu pertama dengan dua keluaran dan kedua dengan satu keluaran. Diagram-diagram proses pelatihan JST tersebut akan ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut: Gambar Diagram sistem pelatihan JST metode propagasi balik dengan dua keluaran Gambar Diagram sistem pelatihan JST metode propagasi balik dengan satu keluaran 55

21 Baik pada gambar 3.14 dan 3.15 terlihat bahwa sistem JST yang dirancang (baik dalam proses pelatihan maupun dalam sistem utama nanti) membutuhkan tiga buah masukan, yang merupakan fitur-fitur hasil seleksi. Khusus untuk proses pelatihan JST ini, komponen data latih berasal dari kombinasi nilai parameter R 2 maupun R 4. Untuk model JST utama yang pertama, data latih dibentuk dari sekelompok pasangan nilai R 2 dan R 4, sedangkan untuk model yang kedua, data latih dibentuk dari kelompok nilai R 2 saja ataupun nilai R 4 saja (proses pelatihan secara individual). Untuk model JST utama yang kedua, tahap pelatihan tetap menggunakan diagram sistem pelatihan yang sama (gambar 3.15) untuk setiap pasangan data latih, baik untuk R 2 ataupun R 4. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembentukkan kelompok-kelompok data latih secara umum (berlaku untuk model utama pertama maupun kedua). Pertama-tama, komponen citra latih yang menjadi acuan dalam proses pelatihan ini dipilih berdasarkan nilai parameter R 2 dan R 4 dari masing-masing sampel. Karena elemen-elemen pelatihan sebaiknya mencakup semua karakteristik dari citra masukan pada proses pengolahan utama, maka pemilihan citra latih tidak dilakukan secara acak. Salah satu cara yang ditempuh untuk model pertama adalah dengan mengurutkan nilai jumlah antara R 2 dan R 4 dari nilai terkecil sampai terbesar dan mengambil nilainya dengan posisi bergantian, sebanyak 100 buah citra. Sedangkan untuk model kedua, caranya adalah dengan mengurutkan baik nilai R 2 maupun nilai R 4 dari nilai terkecil sampai terbesar dan mengambil nilainya dengan posisi bergantian, juga sebanyak 100 buah citra. Dengan cara seperti itu, maka diharapkan citra latih yang akan digunakan memiliki semua karakteristik citra dijital replika kulit. Proses tersebut akan menghasilkan sebuah matriks berukuran 100 x 2 untuk model pertama dan matriks berukuran 100 x 1 untuk model kedua, yang berisi nilai parameter referensi yang sudah diurutkan untuk dijadikan sebagai data latih. Agar matriks tersebut dapat digunakan sebagai komponen data latih dalam proses pelatihan JST, maka matriks tersebut harus ditranspose terlebih dahulu, dimana bagian baris matriks akan menjadi kolom matriks dan sebaliknya. 56

22 Untuk komponen masukan, dimana sebelumnya telah didapatkan suatu matriks yang berisi fitur tekstur Haralick untuk 120 citra dijital dengan dimensi 120 x 13, maka proses seleksi fitur akan menyebabkan berkurangnya dimensi matriks tersebut menjadi 120 x 3, dimana lebar tiga kolom menunjukkan jumlah fitur tekstur hasil proses seleksi fitur. Dalam proses pelatihan ini, jumlah citra yang dibutuhkan adalah sebanyak 100 buah citra dijital. Pemilihan citra latih tersebut ditentukan menurut konfigurasi dari masing-masing model JST utama, yaitu berdasarkan pengurutan atas nilai parameter R 2 dan R 4, baik secara berpasangan maupun individual. Dari urutan citra-citra tersebut akan diperoleh suatu kelompok nilai fitur tekstur, dalam posisi horisontal (bagian baris dari matriks fitur tekstur). Setelah proses penghitungan nilai fitur tekstur dari citra-citra latih yang telah ditentukan, maka akan dihasilkan sebuah matriks fitur tekstur dengan dimensi 100 x 3 elemen. Untuk menjadikan matriks tersebut sebagai masukan dalam sistem pelatihan JST, maka matriks tersebut perlu ditranspose terlebih dahulu, sehingga pada akhirnya dimensi matriks menjadi 3 x 100 elemen. Dari perlakuan yang diberikan terhadap matriks fitur tekstur dan juga matriks parameter data latih, setiap kolom dari matriks masukan akan berkorespondensi dengan kolom matriks data latih. Hal tersebut berarti untuk sebuah citra yang sama, maka data fitur tekstur dan data parameter referensi, yang disimpan pada arah vertikal (bagian kolom dari masing-masing matriks, setelah ditranpose), akan memasuki sistem pelatihan secara bersamaan. Proses tersebut akan menyebabkan data fitur tekstur akan dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai komponen data latih, yaitu nilai-nilai data yang berasal dari parameter referensi. Sistem JST yang akan dirancang (baik model pertama maupun kedua) terdiri dari beberapa lapisan, yaitu layer masukan, bagian hidden layer sebanyak satu layer, dan layer keluaran. Proses untuk menentukan konfigurasi/model JST yang sesuai dalam penelitian ini akan dilakukan dengan membuat suatu variasi dari jumlah neuron yang berada di bagian hidden layer. 57

23 Ketiga buah masukan akan dikalikan dengan bobotnya masing-masing (weight) dan dijumlahkan dengan bias dari setiap bagian summing junction. Jika diambil contoh dengan jumlah neuron hidden layer sebanyak dua neuron untuk model pertama (dua keluaran), maka persamaan yang menghasilkan keluaran dari bagian summing junction adalah sebagai berikut: A1 = iw11* masukan1 + iw12 * masukan 2 + iw13* masukan3 + b A2 = iw21* masukan1 + iw22 * masukan 2 + iw23* masukan3 + b 1 ( 1,1 ) ( 2,1) Nilai-nilai A1 dan A2 tersebut akan menjadi masukan di bagian fungsi aktivasi. Jenis fungsi aktivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi logaritmik sigmoid. Persamaan fungsi sigmoid tersebut adalah sebagai berikut: F ( x) 1 = 1+ exp ( x) 1 (3.22) Nilai keluaran dari fungsi aktivasi dinotasikan dengan A11 dan A21. Setelah mendapatkan dua variabel tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menghitung nilai B1 dan B2, yang merupakan keluaran dari bagian summing junction pada layer keluaran. Persamaan dari B1 dan B2 adalah sebagai berikut: B1 = lw11* A11 + lw12 * A21 + b B2 = lw21* A11 + lw22 * A21 + b 2 ( 1,1 ) ( 2,1) Komponen B1 dan B2 ini menjadi masukan untuk fungsi aktivasi berikutnya, yang dinotasikan dengan B12 dan B22 dan merupakan nilai keluaran dari sistem JST. Karena data latih yang digunakan pada proses pelatihan ini menggunakan dua variabel, yaitu R 2 dan R 4, maka kedua keluaran B12 dan B22 akan dibandingkan dengan nilai data latih, yaitu nilai keluaran yang diinginkan. Perbedaan dari kedua nilai ini menjadi nilai kesalahan (error). Setelah mendapatkan nilai kesalahan tersebut, maka proses pelatihan akan dilakukan menggunakan metode propagasi balik. Perubahan komponenkomponen bobot dan bias akan dilakukan dalam beberapa pengulangan (epoch), yang bertujuan untuk meminimalkan nilai kesalahan yang terjadi. Jumlah pengulangan yang akan digunakan dalam proses pelatihan adalah sebanyak epoch, untuk kedua model JST utama di atas. Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan pada bab 2, mengenai perubahan bobot dan bias dalam 2 58

24 sistem JST, maka persamaan yang diperlukan untuk mengubah komponenkomponen tersebut adalah: Error Δw = η (3.23) w Error Δb = η (3.24) b dimana Error = (Nilai yang diinginkan Nilai keluaran aktual) 2. Proses pelatihan ini akan menghasilkan nilai-nilai bobot setiap hubungan neuron dan nilai bias di setiap bagian summing junction. Nilai-nilai tersebut merupakan hasil dari pelatihan yang dilakukan terhadap variasi jumlah neuron pada hidden layer. Setiap jumlah neuron yang digunakan akan menghasilkan nilai bobot dan bias yang berbeda. Akan tetapi, proses pencarian nilai bobot dan bias dibatasi untuk beberapa pengulangan saja sampai mendapatkan nilai performance terkecil, dimana perbedaannya dengan suatu nilai tujuan dapat dianggap cukup kecil. Hasil akhir dari proses pelatihan ini adalah setiap variasi jumlah neuron sistem JST akan mendapatkan satu kelompok nilai bobot dan bias, yaitu iw, lw, b 1, dan b 2, dimana nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk proses analisis citra menggunakan sistem JST. Proses pelatihan sistem JST ini menggunakan bantuan toolbox yang telah terdapat di dalam perangkat lunak MATLAB Proses Analisis Citra Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Proses analisis citra tekstur kulit akan dilakukan menggunakan sistem JST dengan algoritma feed-forward back propagation. Sistem JST yang dirancang memiliki konfigurasi yang sama dengan sistem JST di dalam proses pelatihan, yaitu memiliki layer masukan dengan tiga buah masukan, layer keluaran dengan sebuah keluaran, dan hidden layer sebanyak satu lapis. Tujuan dari penggunaan sistem JST ini adalah untuk mendapatkan suatu nilai keluaran dari citra replika kulit yang memiliki kesalahan/perbedaan terkecil terhadap nilai parameter referensi untuk setiap sampel. Kesalahan model ditentukan dengan mencari nilai MSE (Mean Squared Error). Diagram blok dari sistem JST yang digunakan 59

25 dalam penelitian ini ditunjukkan dengan gambar 3.16 (model pertama) dan gambar 3.17 (model kedua) di bawah ini. Gambar Diagram sistem JST algoritma feed-forward back propagation model pertama Gambar Diagram sistem JST algoritma feed-forward back propagation model kedua Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem JST ini memiliki konfigurasi yang hampir sama dengan sistem JST pada proses pelatihan, dimana komponen masukan merupakan fitur-fitur tekstur hasil seleksi dan komponen keluaran merupakan parameter tekstur kulit yang diharapkan dapat memberikan suatu deskripsi mengenai karakteristik tekstur kulit. Komponen masukan dan 60

26 komponen keluaran dari sistem JST ini merupakan suatu bilangan numerik. Diagram pada gambar 3.16 dan 3.17 di atas hanya merupakan salah satu bagian saja dari keseluruhan sistem analisis citra yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini Ringkasan Sistem Analisis Citra Pada sub-bab ini akan diberikan suatu ringkasan secara menyeluruh dari sistem analisis citra yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Tahap pertama yang dilakukan adalah proses akuisisi citra dijital yang berasal dari replika kulit. Proses akuisisi citra ini akan menghasilkan citra dijital tekstur kulit yang akan digunakan dalam tahap selanjutnya. Gambar Proses akuisisi citra dijital tekstur kulit Setelah proses akuisisi citra (dilanjutkan dengan tahap pre-processing), maka citra dijital tersebut akan digunakan dalam proses ekstraksi fitur tekstur Haralick [1]. Dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB, beberapa fitur tekstur Haralick akan dihitung dari setiap citra tersebut. Setelah tahap ekstraksi fitur, maka langkah selanjutnya adalah menghitung korelasi dari setiap fitur tekstur tersebut terhadap parameter referensi yang didapatkan dari PT. Martina Berto (tahap perbandingan). 61

27 Gambar Diagram blok proses analisis citra secara sederhana Proses perbandingan menggunakan korelasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara fitur tekstur yang dihitung dengan parameter referensi R 2 dan R 4. Setelah menghitung koefisien korelasi dari fitur-fitur tersebut, maka langkah selanjutnya melakukan proses seleksi fitur berdasarkan nilai koefisien korelasi terbesar. Tahap ini akan mengambil tiga buah fitur untuk masing-masing parameter referensi R 2 dan R 4. Proses seleksi fitur bertujuan untuk menentukan fitur-fitur mana yang dapat merepresentasikan kedua parameter referensi tersebut, karena ada kemungkinan semua fitur tekstur Haralick belum tentu dapat merepresentasikan karakteristik tekstur kulit dengan baik. Tiga buah fitur hasil seleksi akan menjadi komponen masukan dalam sistem JST, baik untuk proses pelatihan JST maupun sistem JST yang akan digunakan dalam proses analisis citra tekstur kulit. Perbedaan antara proses pelatihan dan proses analisis adalah pada proses pelatihan citra replika kulit diurutkan menurut konfigurasi nilai R 2 dan R 4 -nya, sedangkan pada proses analisis citra replika tidak perlu diurutkan, tetapi hanya menggunakan susunan citra replika yang telah ada sebelumnya. Pelatihan JST bertujuan untuk menentukan bobot-bobot hubungan neuron beserta komponen biasnya, berdasarkan nilai-nilai parameter referensi. Beberapa model JST akan diujicoba dengan melakukan variasi jumlah neuron pada hidden layer. Setelah menentukan bobot dan bias dari sistem JST, maka kelompok nilai bobot dan bias tersebut akan digunakan dalam sistem JST untuk analisis citra tekstur kulit. Pemilihan model JST yang terbaik didasarkan pada nilai MSE terkecil terhadap parameter referensi. Diharapkan model JST tersebut 62

28 akan dapat menghitung nilai-nilai parameter yang diperlukan untuk mengetahui karakteristik perubahan tekstur kulit, saat sebelum maupun setelah diberikan moisturizer. 63

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas latar belakang permasalahan yang dialami, khususnya permasalahan yang harus diatasi dalam pengambilan citra sampai proses analisis selanjutnya. Tujuan dan ruang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA 3.1 Analisis Masalah Jaringan saraf tiruan hopfield merupakan salah satu Algoritma Machine Learning yang dapat mengklasifikasikan suatu objek citra berdasarkan pelatihan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN 41 Analisa Analisa merupakan tahap paling utama dalam melakuakan penelitian Tahapan analisa digunakan untuk menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebutuhan Sistem Sebelum melakukan penelitian dibutuhkan perangkat lunak yang dapat menunjang penelitian. Perangkat keras dan lunak yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Pada penelitian tugas akhir ini ada beberapa tahapan penelitian yang akan dilakukan seperti yang terlihat pada gambar 3.1 : Mulai Pengumpulan Data Analisa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK Pemrosesan gambar secara digital telah berkembang dengan cepat. Pengolahan gambar ini didukung dengan kemajuan teknologi perangkat keras yang signifikan. Produk produk pengolah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang Abstrak Tekstur (Textures) adalah sifat-sifat atau karakteristik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 18 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran. Seperti tercantum pada Gambar 9. Mulai Potongan kayu Alat pinda i (scanner) Identifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Jepang menggunakan berbagai jenis karakter untuk sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Jepang menggunakan berbagai jenis karakter untuk sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Jepang menggunakan berbagai jenis karakter untuk sistem penulisannya. Salah satu jenis huruf Jepang adalah kana, yaitu karakter fonetis yang melambangkan

Lebih terperinci

PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB ABSTRAK

PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB ABSTRAK PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB Nurhayati 1, John Adler 2, Sri Supatmi 3 1,2,3 Teknik Komputer, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) 1 nuril24@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN 4.1 Spesifikasi Sistem Sistem pengenalan objek 3 dimensi terbagi atas perangkat keras dan perangkat lunak. Spesifikasi sistem baik perangkat keras maupun lunak pada proses perancangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Hardware a. Prosesor : Intel Core i5-3230m CPU @ 2.60GHz b. Memori : 4.00 GB c.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 68 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Bab ini membahas tentang program yang telah dianalisis dan dirancang atau realisasi program yang telah dibuat. Pada bab ini juga akan dilakukan pengujian program. 4.1

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX Karina Auliasari, Bastian, Bella Fardani, Zulkifli, Ivandi Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian Tahapan proses penelitian ditunjukkan pada Gambar 15 berikut. Mulai 96 citra stomata Ekstraksi fitur - RGB & Skala Keabuan Ekstraksi fitur - Wavelet

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pada bab ini akan dipaparkan skema umum penelitian yang dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua tahapan

Lebih terperinci

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan Gambar 8 Struktur PNN. 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra adalah sebagai berikut. Gambar 3.1 Desain Penelitian 34 35 Penjelasan dari skema gambar

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN

BAB 3 METODE PERANCANGAN BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Konsep dan Pendekatan Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengenalan objek 3 dimensi adalah kemampuan untuk mengenali suatu objek dalam kondisi beragam. Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: PC dengan spesifikasi: a. Sistem Operasi : Microsoft Windows 10 Enterprise 64-bit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Pemodelan Fisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

Journal of Control and Network Systems

Journal of Control and Network Systems JCONES Vol. 5, No. 1 (2016) 158-163 Journal of Control and Network Systems Situs Jurnal : http://jurnal.stikom.edu/index.php/jcone IDENTIFIKASI JENIS PENYAKIT DAUN TEMBAKAU MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL

Lebih terperinci

Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor

Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor Puspa Rizky Trisnaningtyas 1, Maimunah 2 Program Studi Teknik Komputer Universitas Islam 45 Bekasi, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi. 33 BAB 4 DISAIN MODEL Disain model sistem identifikasi citra karang dirancang sedemikian rupa dengan tuuan untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pembuatan aplikasi serta memudahkan pengguna dalam

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 31 Pemilihan Parameter Masukan JST Data pengujian kualitas surfaktan-mesa yang dimiliki SBRC IPB (009) terdiri atas tegangan permukaan, IFT, densitas, viskositas, ph, dan kandungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Analisis dan perancangan sistem ini ditujukan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai aplikasi yang akan dibuat. Hal ini berguna untuk menunjang pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Prosesor : Intel Core i5-6198du (4 CPUs), ~2.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Prosesor : Intel Core i5-6198du (4 CPUs), ~2. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Hardware a. Prosesor : Intel Core i5-6198du CPU @2.30GHz (4 CPUs), ~2.40GHz b.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar Diagram dasar sistem pengolahan citra

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar Diagram dasar sistem pengolahan citra BAB 2 DASAR TEORI Bab ini akan membahas mengenai gambaran umum metode pengolahan citra dijital, anatomi kulit beserta jenis-jenis kulit, deskripsi singkat mengenai moisturizer, definisi umum mengenai tekstur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas citra merupakan sebuah langkah awal dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas citra merupakan sebuah langkah awal dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbaikan kualitas citra merupakan sebuah langkah awal dalam proses pengolahan citra digital. Hal ini dilakukan karena citra yang akan diolah kemungkinan memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 merupakan desain penelitian yang akan digunakan pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 merupakan desain penelitian yang akan digunakan pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Desain Penelitian Gambar 3.1 merupakan desain penelitian yang akan digunakan pada proses pengenalan huruf tulisan tangan Katakana menggunakan metode Fuzzy Feature Extraction

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH Teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi yang memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen bencana salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Tulisan Tangan angka Jawa Digitalisasi Pre-Processing ROI Scalling / Resize Shadow Feature Extraction Output Multi Layer Perceptron (MLP) Normalisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan September

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan September 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan September 2015 dan tempat pelaksanaan penelitian ini di Laboratorium Elektronika

Lebih terperinci

DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION

DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION No Makalah : 299 Konferensi Nasional Sistem Informasi 2012, STMIK - STIKOM Bali 23-25 Pebruari 2012 DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION Ratri Dwi Atmaja 1,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi perangkat lunak dewasa ini tidak terlepas dari berkembangnya studi mengenai kecerdasan buatan. Ada dua hal yang termasuk dari kecerdasan buatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau informasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN Pengantar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Pengantar Mesin hitung yang lazim disebut komputer dalam masa satu dekade terakhir mengalami kemajuan yang sangat pesat. Boleh dikatakan masa sekarang ini adalah masa keemasan bagi

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

Ekstraksi Ciri Citra Batik Berdasarkan Tekstur Menggunakan Metode Gray Level Co Occurrence Matrix

Ekstraksi Ciri Citra Batik Berdasarkan Tekstur Menggunakan Metode Gray Level Co Occurrence Matrix Ekstraksi Ciri Citra Batik Berdasarkan Tekstur Menggunakan Metode Gray Level Co Occurrence Matrix Rizky Andhika Surya, Abdul Fadlil, Anton Yudhana Magister Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Observasi, serta konsultasi dengan ahli grafologi mengenai pengenalan tulisan tangan untuk melihat karakter psikologi dengan melihat bentuk huruf

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Studi Literatur: Peramalan, Curah Hujan, Knowledge Discovery in Database, Jaringan Saraf Tiruan, Backpropagation, Optimalisasasi Backpropagation Pengumpulan

Lebih terperinci

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN Chairisni Lubis 1) Yuliana Soegianto 2) 1) Fakultas Teknologi Informasi Universitas Tarumanagara Jl. S.Parman

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasanya, digunakannya berbagai macam huruf dengan kepentingannya masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasanya, digunakannya berbagai macam huruf dengan kepentingannya masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa Arab menggunakan beragam jenis karakter untuk sistem penulisan bahasanya, digunakannya berbagai macam huruf dengan kepentingannya masing-masing benar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian merupakan bagian yang berisi rancangan yang akan dilakukan dalam penelitian. Dimana tahap-tahapan pembangunan sistem ini dapat dilihat

Lebih terperinci

KONTROL GERAKAN BUKA TUTUP PINTU UNTUK AKSES SISTEM KEAMANAN MENGGUNAKAN POLA IRIS MATA MANUSIA

KONTROL GERAKAN BUKA TUTUP PINTU UNTUK AKSES SISTEM KEAMANAN MENGGUNAKAN POLA IRIS MATA MANUSIA KONTROL GERAKAN BUKA TUTUP PINTU UNTUK AKSES SISTEM KEAMANAN MENGGUNAKAN POLA IRIS MATA MANUSIA Nazrul Effendy 1), Khoerul Anwar 2), Ananda Dwi Mahendra 3), Beta M.G.S 4) 1,2,3,4) Jurusan Teknik Fisika,

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada bab ini dibahas mengenai implementasi serta evaluasi terhadap metode transformasi wavelet dalam sistem pengenalan sidik jari yang dirancang. Untuk mempermudah evaluasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis besar terdiri atas bagian input, bagian proses, dan bagian output seperti gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilaksanakan ditunjukan pada Gambar 6. Akusisi Citra INPUT Citra Query Preprocessing Citra Pre processing Citra Ekstraksi Fitur

Lebih terperinci

BAB 1 Persyaratan Produk

BAB 1 Persyaratan Produk BAB 1 Persyaratan Produk Teknologi pengolahan citra digital sudah berkembang sangat pesat pada saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk pengolahan citra digital yang ditawarkan di pasaran.

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Identifikasi Jenis Kayu Dalam bidang perhutanan, kayu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kayu daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Di dalam taksonomi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR Zulkifli Dosen Tetap Fakultas Ilmu Komputer Universitas Almuslim Email : Zulladasicupak@gmail.com

Lebih terperinci

KULIAH 1 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA PENGANTAR MATRIKS

KULIAH 1 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA PENGANTAR MATRIKS KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN CITRA PENGANTAR MATRIKS Matriks merupakan sebuah susunan segiempat siku-siku dari bilanganbilangan, dalam baris dan kolom. Bilangan-bilangan tersebut disebut entri atau elemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Perangkat Lunak Dalam mengetahui perangkat lunak yang dibuat bisa sesuai dengan metode yang dipakai maka dilakukan pengujian terhadap masin-masing komponen perangkat.

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv BERITA ACARA TUGAS AKHIR... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Perangkat Lunak Dalam mengetahui perangkat lunak yang dibuat bisa sesuai dengan metode yang dipakai maka dilakukan pengujian terhadap masing-masing komponen perangkat.

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci