Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang ( )"

Transkripsi

1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang ( ) Ridwan Moch Noor ABSTRAK Karya tulis ini berjudul Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang ( ). Pokok masalah yang dikaji dalam skripsi ini adalah proses kelahiran dan juga perkembangan perusahaan pengeboran panas bumi di Kamojang yang menjadi cikal bakal PLTP Kamojang dilihat dari faktor produksi yang meliputi, modal, tenaga kerja dan sumber produksi. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan kerja meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang dapat disimpulkan bahwa pengeboran panas bumi di Kamojang pertama kali dilakukan oleh perusahaan swasta milik pemerintah Belanda yaitu The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey, yang sekarang lebih dikenal dengan nama PLTP Kamojang. Pengeboran panas bumi di Kamojang didirikan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan Listrik di Jawa Barat. Selama periode Pada awal dilakukan pengeboran panas bumi di Kamojang, prioritas utama dari hasil produksi uap adalah untuk memenuhi kebutuhan Listrik di Bandung dan Garut, Namun setelah dikembangkan, PLTP mengkonsentrasikan produksinya khusus untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa Barat.

2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya industri akan menuntut penyediaan energi yang besar terhadap suplai kebutuhan industri tersebut. Pembangkit tenaga listrik merupakan salah satu penyedia yang memiliki kontribusi yang sangat penting di antara penunjang-penunjang energi lain. Energi panas bumi merupakan sumber energi alternatif pengganti sumber energi fosil yang diperkirakan dapat mengakibatkan kandungannya akan habis bila dikonsumsi terus-menerus karena energi fosil tidak dapat diperbaharuhi. Selain itu, biaya produksi energi panas bumi lebih ekonomis jika dibandingkan dengan biaya produksi energi fosil seperti minyak bumi dan batubara. Potensi sumber daya energi panas bumi di Kabupaten Bandung dapat dikatakan sangat melimpah karena secara geografis struktur daerah Kabupaten Bandung dikelilingi oleh gunung api yang masih aktif. Energi panas bumi yang ada di Kabupaten Bandung, salah satunya berada di Kamojang. Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari peran kaum penjajah, terutama Pemerintah Hindia Belanda yang telah meletakkan dasar berkembangnya pengeboran energi panas bumi tersebut. Pengeboran panas bumi di Kamojang sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Sumber energi panas bumi Kamojang merupakan sumber energi panas bumi yang pertama diteliti di Indonesia. Ide awal eksplorasi panas bumi di Kamojang dicetuskan oleh seorang ilmuan dari Belanda yang bernama J.B. van Dijk pada tahun Akan tetapi, usulan tersebut tidak langsung dilaksanakan, karena banyak kendala dan pertimbangan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada 1925 ide untuk mengeksplorasi sumber panas bumi di Kamojang dicetuskan kembali oleh N.J.M. Taverne setelah melihat hasil-hasil yang nyata pemanfaatan panas bumi yang dikembangkan di Italia dan di California (Djayadi, 1974:19). RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

3 Kemudian, pemerintah Hindia Belanda merealisasikannya dengan membentuk perusahaan yang bernama The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey. Perusahaan ini berhasil melakukan pengeboran 5 sumur dari tahun 1925 sampai Setelah pertengahan tahun 1928 pengoboran oleh The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey berhenti karena keadaan finansial pemerintah kolonial Belanda tidak memadai untuk melakukan pengembangan pengeboran lebih lanjut 1. Meningkatnya pertumbuhan penduduk serta berkembangnya sektor Industri secara signifikan, menyebabkan kebutuha pasokan listrik meningkat pula. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut adalah mengadakan kerjasama dengan Selandia Baru yang tertuang dalam colombo plant pada tahun Pengembangan PLTP kamojang dilakukan melalui dua tahapan yaitu, tahap pertama adalah membangun PLTP unit satu yang berkapasitas 30 MW diresmikan pada tahun 1983, Pada tahap kedua dan ketiga membangun PLTP unit 2 dan unit 3 yang masing-masing berkapasitas 55 MW yang diresmikan pada tahun Beberapa alasan utama penulis melakukan penelitian ini ialah karena PLTP Kamojang merupakan sumber energi panas bumi pertama yang dikembangkan oleh pemerintah Hidia Belanda di Indonesia (The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey). Hasil dari penelitian tersebut merupakan cikal bakal terjunnya Pertamina dalam pengeboran di Kamojang. Alasan lain ketertarikan penulis terhadap penelitian ini karena panas bumi merupakan energi alternatif pengganti energy 1.2 Perumusan Masalah Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah perkembangan panas bumi di Kamojang. Untuk memudahkan penulisan, ada beberapa permasalahan pokok yang berkaitan dengan tema yang dibahas. Hal tersebut melahirkan sebuah perumusan masalah sebagai berikut: 1 Berhentinya kegiatan pengeboran di Kamojang disebab oleh beberapa faktor yaitu, kekosongan kas negara karena korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan Hindia Belanda, banyaknya pengeluaran untuk membiayai perang, krisis ekonomi yang melanda dunia dan berdampak langsung terhadap negara jajahan. Kegiatan pengeboran di Kamojang tersebut berhenti total pada saat itu dan setelah Indonesia merdeka dilanjutkan kembali oleh pemerintah Indonesia yang mengadakan kerjasama dengan negara asing melalui proyek yang berbeda.

4 1. Apa yang melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang? 2. Bagaimana perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang ( )? 3. Sejauh mana perubahan yang berhubungan dengan faktor produksi dalam perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang? 4. Bagaimana peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dalam penulisan karya sejarah. Selain itu, dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca tentang bagaimana sejarah perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang Kabupaten Bandung. Penelitian ini juga bertujuan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan apa melatarbelakangi dibukanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang. 2. Menguraikan perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi(pltp) Kamojang ( ). 3. Mengetahui sejauh mana perubahan yang berhubungan dengan faktor produksi dalam perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang. 4. Mengetahui peran serta pemerintah terhadap perkembangan pengeboran panas bumi di Kamojang. 1.4 Metode Penelitian Dalam setiap penelitian tentu menggunakan metode yang merupakan prosedur umum dalam melakukan sebuah penelitian. Penulis menggunakan metode sejarah sebagai patokan dalam menulis suatu karya sejarah yang bersifat kronologis. Metode sejarah terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap heuristik atau RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

5 pengumpulan data, tahap kritik, tahap interpretasi atau penafsiran, dan terakhir adalah tahapan historiografi (Herlina, 2008:15). 1.5 Tinjauan Pustaka Pada masa sekarang ini, kajian mengenai sejarah perindustrian semakin banyak diangkat untuk dikaji, salah satunya sejarah perindustrian yang ditinjau dari masalah perusahaannya. Namun memfokuskan kajian pada permasalahan pengeboran panas bumi di Kamojang yang lebih terfokus pada masalah mengenai faktor-faktor produksi yang bergerak didalamnya, belum ada yang membahas. Kurangnya pembahasan mengenai panas bumi Kamojang bisa dilihat dari tersedianya beberapa sumber yang membahas tentang pengeboran panas bumi, namun belum ada yang benar-benar terfokus pada permasalahan mengenai fakta produksi yang bergerak dalam pengeboran panas bumi itu sendiri. Dalam penulisan dan pembahasan skipsi ini, penulis menggunakan sumber-sumber primer yang berupa koran-koran, wawancara yang berkaitan dengan judul skripsi ini sebagai acuan utama dalam penulisan. Selain itu, penulis juga menggunakan sumber-sumber yang berupa buku sebagai acuan utama dalam penulisan. 1.6 Kerangka Pemikiran Teoretis Corak atau model dari penelitian sejarah tidak hanya memfokuskan pada sejarah yang bersifat menceritakan suatu kejadian atau peristiwa namun lebih kepada menerangkan suatu kejadian atau peristiwa tersebut, hal ini bisa juga disebut sebagai analisis sejarah. Langkah yang sangat penting dalam membuat suatu analisis sejarah adalah menyiapkan suatu kerangka pemikiran yang mencakup berbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis tersebut. (Kartodijrdo, 1993 : 2) Kerangka pemikiran teoretis diperlukan dalam suatu penulisan sejarah modern yang membutuhkan analisis untuk menjelaskan stuktur suatu masalah. Penulis juga menyadari pentingnya hal tersebut oleh karena itu dalam sub bab kerangka pemikiran teoritis ini, penulis menampilkan konsep mengenai perusahaan.

6 Menurut Pandojo dalam Pengantar Ekonomi Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan merupakan suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk masyarakat dengan motif keuntungan (Pandojo, 1986: 3). Selain bertujuan agar mendapatkan keuntungan, perusahaan juga mempunyai tujuan lain seperti perkembangan, pretise, servis, dan juga diterimanya lembaga perusahaan tersebut dalam kehidupan. Oleh karena itulah dalam pembuatan suatu perusahaan harus diterima dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Dalam pembentukan suatu perusahaan diperlukan suatu sumber-sumber ekonomi diantaranya adalah : alam, manusia, modal, ilmu pengetahuan, sosial dan budaya. Sumber ekonomi biasa juga disebut dengan faktor produksi yang secara spesifik diantaranya meliputi : modal, sumber produksi dan manajemen. 1.7 Organisasi Penulisan Organisasi penulisan skripsi ini disusun secara kronologis dan sistematis serta berdasarkan kepada syarat penulisan yang diakronis. Organisasi penulisan ini terdiri dari empat bab pembahasan yang dikomposisikan dengan sub-bab pembahasan disetiap babnya. Pada bab pertama terdapat pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran teoretis, dan organisasi penulisan. Bab pertama ini berguna sebagai landasan awal untuk memahami substansi pada bab-bab berikutnya sekaligus sebagai pengantar untuk memahami skripsi ini. Bab II menguraikan letak geografis dan penduduk sekitar Kamojang. Bab III membahas mengenai berdirinya pembangkit listrik tenaga panas bumi( ). Tahun 1974 merupakan awal pengeksplorasian yang dilakukan pertamina, sedangkan tahun 1983 dijadikan sebagai peresmian pembuatan PLTP yang berkapasitas 30 MW. Uraian dari bab ini dibagi kedalam sub-bab yang terdiri dari enam sub-bab yang meliputi eksplorasi, sumber produksi, modal, tenaga kerja, produksi dan manajemen. Bab IV menjelaskan tentang perkembangan produksi pembangkit listrik RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

7 panas bumi di Kamojang ( ). Dalam bab ini diuraikan menjadi lima subbab yang meliputi sumber produksi,modal, tenaga kerja, produksi dan manajemen. Tahun 1983 dijadikan awal untuk melanjutkan pengembangan panas bumi di kamojang menjadi 110 MW, sedangkan tahun 1996 dijadikan akhir pembahasan dikarenakan adanya pengembangan perusahaan dari bentuk awalnya menyatu dalam menajemen Pertamina secara keseluruhan menjadi milik Perusahaan Listrik Negara. Bab V menguraikan hasil analisis dan interpretasi penulis terhadap pengeboran panas bumi di Kamojang dari tahun 1974 hingga 1996 yang dijelaskan dalam bab simpulan. Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis juga mencantumkan daftar pustaka yang bertujuan untuk menguji dan membuktikan bahwa sumber-sumber yang dicantumkan mempunyai keterkaitan dan mendukung dari keakuratan data menjadi fakta sejarah.

8 ISI Kamojang merupakan nama lain dari Kampung Pangkalan. Pangkalan dapat diartikan sebuah tempat untuk berkumpul. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat, Kamojang berasal dari kata mojang cantik. Konon katanya, di kawasan ini pernah hidup seorang perempuan yang cantiknya begitu tersohor di tatar Sunda. Secara geografis wilayah PLTP Kamojang terletak di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, berada pada koordinat Lintang Selatan (LS) dan Bujur Timur (BT), luas kawasan Kamojang adalah 15,5363 km2. Secara administrasi pemerintahan, kawasan konservasi TWA Kawah Kamojang terletak dalam dua wilayah, yaitu Desa Laksana, Kecamatan Ibun (Kabupaten Bandung) dan Desa Randukurung, Kecamatan Samarang (Kabupaten Garut). Kebijakan pemerintah terhadap kawasan Kamojang dibagi menjadi dua bagian pelaksana karena kawasan Kamojang terletak di daerah perbatasan antara Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Bandung berfungsi sebagai fasilitator, dalam arti memberikan fasilitas yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kepariwisataan, seperti dalam hal investasi di bidang pariwisata dan peningkatan kedatangan wisatawan. Kebijakan pemerintah mengenai pajak pendapatan wisata alam TWA Kawah Kamojang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten Bandung. Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tidak mempunyai kebijakan secara langsung dalam pengelolaan dan pengembangan TWA Kawah Kamojang karena secara administrasi blok pemanfaatan TWA Kawah Kamojang berada di Kabupaten Bandung. Hanya saja, Pemerintah Daerah Kebupaten Garut mempunyai kebijakan secara tidak langsung dalam mendukung pengembangan TWA Kawah Kamojang, yaitu dengan membangun sarana dan prasarana di jalur ke arah TWA Kawah Kamojang seperti pembangunan hotel atau penginapan, oleh karena itu orang-orang berpikiran bahwa daerah kamojang masuk ke dalam wilayah administratif Garut serta didukung oleh akses jalan dan sarana RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

9 transportasi untuk menuju Kamojang lebih mudah dicapai melalui Garut. Kebijakan terhadap pengembangan panas bumi Kamojang terbagi menjadi dua yaitu, Pertamina Area Panas Bumi EP Kamojang dan PT. Indonesia Power. Kedua perusahaan tersebut tidak mempunyai kewenangan dan kebijakan secara langsung berhubungan dengan pengembangan dan pengelolaan TWA Kawah Kamojang karena pengelolaan wisata alam TWA Kawah Kamojang diserahkan pengusahaannya kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (KPH Bandung Selatan) dan pengelola kawasannya oleh BKSDA Jawa Barat II. Kawah Kamojang merupakan salah satu dari empat sumber geothermal yang sudah dieksploitasi di Jawa Barat. Jika dilihat dari gunung Guntur, Kamojang merupakan bagian dari suatu kelompok gunung yang terdapat di tiga daerah dataran tinggi. Gagasan awal untuk membuka lapangan panas bumi di Kamojang dikemukakan oleh J.B. van Dijk kepada Pemerintahan Hindia Belanda pada Usulan J.B. van Dijk itu tidak langsung dilaksanakan, karena banyak kalangan yang meragukan keberhasilan proyek tersebut. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh B.G. Escher. Menurut pendapat B.G. Escher, letak gunung api sangat jauh dari pusat perkotaan atau industri, letak gunung api yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi panas bumi, Pada tahun 1925 N.J.M. Taverne mengemukakan saran-saran baru untuk pendayagunaan kekuatan volkanik. Hal ini didasarkan atas hasil-hasil yang nyata di Italia dan di California. Pengeboranpun mulai dilakukan pada tahun 1925 sampai 1928 dengan melakukan pengeboran sebanyak 5 sumur, akan tetapi hanya sumur 3 yang menghasilkan panas bumi dan dapat dimanfaatkan. Akan tetapi pengeboran sumur tersebut berhenti dilakukan oleh pemerintah Belanda dikarenakan pada saat itu pemerintah Belanda sedang terkena krisis ekonomi yang diakibatkan perang dan korupsi. Penelitianpun dilanjutkan kembali pada tahun 1971 sampai tahun 1978, kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Selandia Baru, mengadakan proyek kerjasama penelitian studi kelayakan potensi panas bumi di Indonesia. Kerjasama tersebut tertuang dalam Colombo Plan Technical Aidprogram yang di lakukan oleh Selandia Baru Geothermal Project dan

10 Geological survey of Indonesia (GSI). Salah satu daerah penelitiannya adalah kawasan panas bumi Kamojang. Tidak hanya mengirimkan para ahli geothermal saja, pemerintah Selandia Baru pun memberikan dana yang diperlukan untuk melakukan eksplorasi ini. Pemerintah Selandia Baru memberikan 24 juta dolar dari 34 juta dolar yang diperlukan, sedangkan untuk sisanya sebanyak 10 juta dolar didapat dari pemerintah Indonesia. Dana itu dipakai untuk pengeboran 5 sumur penyidikan, 10 sumur produksi dan membangun 1 stasiun monoblok dengan kapasitas 0,5 MW, yang diresmikan oleh Mentri Enegi Prof. Dr. Subroto pada tanggal 27 November Monoblok inilah yang dijadikan langkah untuk pengembangan pemanfaatan panas bumi untuk selanjutnya Seiring dengan perkembangan penelitian panas bumi maka pemerintah menunjuk Pertamina untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi panas bumi. Dalam hal ini Pertamina membentuk Divisi Geothermal berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret 1974 meskipun dengan wilayah kerja yang masih terbatas yaitu pulau Jawa saja. Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai, maka penelitian dan pengembangan potensi panas bumi di kamojang dilakukan oleh Pertamina. Tahap pertama Pertamina melakukan pengeboran sumur untuk pemenuhan suplai panas bumi, sehingga akhirnya menggerakkan seluruh komponen yang berada di stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sampai menghasilkan listrik. Pangeboran pertama dilakukan pada tahun 1976 dengan melakukan pengeboran sumur Kamojang 11, pengeboranpun dilakukan terus sampai akhirnya setelah melakukan 10 pengeboran sumur dan dirasakan cukup untuk suplai uap maka pemerintah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang yang menghabiskan Rp. 17,47 milyar itu tanggal 29 Januari 1983, sementara biaya dalam pendistribusiannya Pertamina membangunan power plant, jaringan transmisi dan semua gardu induk sebesar Rp ,00. kedaerah sekitar Kabupaten Bandung dan Garut. Pengeboranpun terus dilanjutkan untuk perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kamojang, yang mana perencanaanya itu akan dibangun unit II dan III yang berkapasitas masing-masing 55 MW dan diresmikan pada RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

11 tahun 1988 oleh Presiden Soeharto, biaya dikeluarkan dalam pengeboran satu sumur eksplorasi dan sumur produksi masing-masing sebesar $ 2, dan US $ 1, dalam kurun waktu tahun telah berhasil melakukan pengeboran 52 sumur yang mana sumur yang menghasilkan uap disambungkan ke setiap masing-masing stasiun PLTP. Kehadiran industri besar PLTP Kamojang di perbatasan kecamatan Ibun Kab.Bandung dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut) 1974, telah mengakibatkan munculnya berbagai dampak terhadap kehidupan masyarakat. Dampak yang disebabkan oleh keberadaan PLTP tersebut ada yang positif maupun negatif. Oleh sebab itu, peran serta masyarakat dibutuhkan untuk mengontrol jalannya usaha pengeboran tersebut. Sebagai suatu perusahaan industri besar, kehadiran PLTP Kamojang telah menyebabkan pesatnya angka pertumbuhan bagi tenaga pencari kerja untuk wilayah kedua kecamatan tersebut dan sekitarnya. Pada awalnya, perekrutan pekerja PLTP Kamojang mengambil tenaga kerjanya berasal dari luar daerah sekitar. Hal ini disebabkan orang-orang daerah setempat tidak mempunyai keahlian dalam teknologi panas bumi. Bahkan PLTP Kamojang mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari luar negeri untuk menduduki posisi yang penting. Setelah mencapai tahap perkembangan PLTP Kamojang, mereka memberi kesempatan luas bagi tenaga kerja putra daerah, yang ingin bekerja di PLTP Kamojang. Akan tetapi hal tersebut disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman si pencari kerja serta lowongan pekerjaan yang tersedia.hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kecemburuan sosial di daerah tersebut. Khusus untuk tenaga kerja asing, PLTP Kamojang sejak dini telah berusaha meminimalisasikan jumlah dan memproritaskan tenaga-tenaga kerja yang berasal dari Indonesia. Usaha untuk mengatasi masalah tenaga pencari kerja putra daerah yang belum ditempatkan, PLTP Kamojang dibawah Pertamina antara lain mengutamakan mereka untuk belajar ke luar daerah selama kurun waktu tertentu.bagi putra daerah, dari program belajar tersebut diharapkan dapat memanfaatkan keahlian yang mereka peroleh. Hal tersebut dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan memacu keinginan bekerja bagi

12 tenaga kerja putra daerah.selain itu, juga dimaksudkan untuk menghilangkan pandangan masyarakat sekitar yang beranggapan bahwa pendirian PLTP Kamojang di tengah-tengah kehidupan masyarakat sekitar akan membawa negative dari segi lingkungan, sosial dan keamanan. Keberadaan PLTP Kamojang di wilayah perbatasan antara Kecamatan Ibun (Kab.Bandung) dan Kecamatan Samarang (Kab.Garut) secara tidak langsung, telah mengakibatkan meningkatnya sarana dan prasarana masyarakat sekitar dan luar daerah. Diantaranya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pembangunan jalan. Jumlah sarana dan prasarana kesehatan masyarakat di wilayah sekitar pada masa sebelum pendirian PLTP ( ) tidak sebanyak pada masa PLTP Kamojang didirikan.untuk jumlah puskesmas, pada kurun waktu , hanya terdapat 1buah puskesmas yang berada di dekitar wilayah PLTP Kamojang.Jumlah dokter pada masa itu sangat sedikit yaitu 2 orang, itupun bertugas secara giliran. Akan tetapi setelah PLTP Kamojang berdiri, mereka mendirikan beberapa tambahan puskesmas baik itu di daerah sekitar Kecamatan Ibun maupun dikecamata Samarang bahkan atas dasar timbal balik perusahaan kepada masyarakat pembuatan puskesmas pun dilakukan di luar daerah tersebut seperti pembuatan ke puskesmas di kota Garut maupun di pusat Kabupaten Bandung, selain pembuatan puskesmas mereka mendatangkan dokter dari kota. Tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Kamojang pada masa sebelum pendirian PLTP Kamojang masih berada di bawah rata-rata, keadaan ini antara lain disebabkan terbatasnya keuangan (tingkat ekonomi rendah), tradisi turunmenurun yang tidak bisa mengenyam pendidikan, serta minimnya sarana pendidikan dan tenaga pengajar pada masa itu. Seiring dengan berdirinya PLTP Kamojang serta makin berkembangnya teknologi di wilayah Kecamata Ibun (Kab.Bandung) maupun Kecamata Samarang (Kab.Garut), masyarakat semakin sadar bahwa untuk mengembangkan daerahnya diperlukan individu-individu yang berkualitas.oleh sebab itu, pembangunan sarana bidang pendidikan terutama pendidikan dasar juga digalakan, misalnya dengan menbangunan sekolah-sekolah dasar (SD), SLTP, SLTA. RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

13 SIMPULAN Pengeboran tahap pertama dilakukan tahun 1925 sampai tahun 1928 oleh The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey dengan melakukan pengeboran sumur sebanyak 5 sumur yang mana hanya sumur 3 saja menghasilakan uap panas bumi. Penelitian panas bumi di Indonesia kembali dilakukan pada tahun 1971 atas dasar kerjasama antara Indonesia dengan Selandia Baru salah satu tempat yang diteliti adalah wilayah Kamojang. dalam hal ini pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Pertamina dengan Selandia Baru berhasil melakukan pengeboran 10 sumur dan 1 buah monoblok berkapasitas 0,25 MW yang diresmikan pada tahun 1978 dan mampu menyuplai listrik untuk keperluan PLTP, yang mana monoblok ini merupakan titik awal dalam pengembangan PLTP di Kamojang. Kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru selesai, maka pengembangan PLTP di Kamojang dilakukan oleh Pertamina dalam hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden (Kepres) no. 6 tanggal 20 Maret Tahap pertama yang dilakukan pertamina dengan melakukan melakukan pengeboran sumur panas bumi untuk menyuplai pasokan panas bumi ke stasiun PLTP unit I yang berkapsitas 30 MW. PLTP unit I pun diresmikan untuk beroprasi pada tahun 1983, yang mana pasokan listriknya dialirkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Kabupaten Bandung terutama Majalaya, Cicalengka, rancaekek dan beberapa daerah di Garut. Diresmikanmikannya PLTP Kamojang unit I itu menambah motivasi bagi Permaina untuk melakukan pengembangan PLTP di Kamojang. Hal itu dilakukan dengan membuat PLTP unit II dan Unit III masing-masing berkapasitas 55 MW, yang mana peresmiannya dilakukan tahun 1988 oleh presiden Soeharto. Dampak positif dengan adanya pembangunan PLTP di Kamojang, seiring dengan perkembangan PLTP maka perekrutan tenaga kerja diproritaskan dari daerah sekitar, kegiatan ekonomi masyarakat sekitar yang meningkat karena pasokan listrik yang tersedia, adanya timbal balik perusaan terhadap masyarakat.

14 DAFTAR SUMBER A.Dokumen / Arsip Arsip Pertamina Divisi Hubungan Masyarakat Arsip Pertamina Divisi Produksi ( ). Arsip Pertamina Divisi Sumber Daya Manusia ( ). B. Buku Anwari Panasbumi dalam perpektif Nasional. Jakarta: Manajemen pembangunan. Anwari dkk Dinamika Kepemimpinan dalam Pertamina. Jakarta : LAN. Boedoyo, M. Sidik Aspek Teknik dalam Pengembangan PLTP di Indonesia. Jakarta: DirektoratTeknologi BPPT. Dienaputra, Reiza D Sejarah Lisan ; Konsep dan Metode. Bandung: Minor Books. Herlina, Nina Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika. RIDWAN MOCH NOOR SIDANG 18 JULI 2012

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia termasuk ke dalam negara yang dilalui oleh Ring of Fire dan memiliki 129 gunungapi. Hal tersebut berhubungan dengan pembentukan sistem panasbumi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan Pada masa pemerintahan Hindia Belanda telah banyak dilakukan penyelidikan tentang tenaga panas bumi Indonesia khususnya oleh para ahliahli Geologi Belanda pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga listrik merupakan sumber energy yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik untuk kegiatan industry, kegiatan komersial, maupun dalam kehidupan sehari hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Panas Bumi dan Kebijakan Pemerintah

Panas Bumi dan Kebijakan Pemerintah BAB II Potensi Panas Bumi dan Kebijakan Pemerintah Sejarah pengelolaan sumber energi ini di Indonesia sudah dimulai sejak awal abad ke-20. Panas Bumi merupakan salah satu sumber energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dihampir semua bidang membuat masyarakatnya nyaman. Meskipun

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dihampir semua bidang membuat masyarakatnya nyaman. Meskipun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan Soeharto adalah pemerintahan yang berlangsung selama kurang lebih 32 tahun. Dalam memerintah, Soeharto terkenal dengan ketegasannya. Di bawah pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan suatu energi, khususnya energi listrik di Indonesia semakin berkembang menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat sehari-hari seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki kandungan sumber daya alam berupa mineral dan energi yang cukup tinggi, salah satunya adalah panas bumi. Sumber energi panas bumi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk lebih kurang 252,20 juta jiwa dan jumlah penduduk tersebut tidak terbagi merata ke seluruh wilayah Indonesia

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand No.30, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. Tidak Langsung. Pemanfaatan. Pencabutan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6023). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh United States Bureau of Mines (USBM)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi saat ini merupakan kunci semua kegiatan dalam peradaban umat

BAB I PENDAHULUAN. Energi saat ini merupakan kunci semua kegiatan dalam peradaban umat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi saat ini merupakan kunci semua kegiatan dalam peradaban umat manusia. Sebagian besar konflik yang terjadi di dunia disebabkan oleh kebutuhan energi dan perebutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN TERHADAP EFISIENSI TURBIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP)

PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN TERHADAP EFISIENSI TURBIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN TERHADAP EFISIENSI TURBIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP) MKE-3 NK.Caturwati, Imron Rosyadi, Febriana Irfani C. Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN PEMILIHAN LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN PLTU NIAS SELATAN 2x3 MW

LAPORAN PEMILIHAN LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN PLTU NIAS SELATAN 2x3 MW LAPORAN PEMILIHAN LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN PLTU NIAS SELATAN 2x3 MW PT PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA MARET 2010 LAPORAN PEMILIHAN LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN PLTU NIAS SELATAN 2x3 MW KABUPATEN

Lebih terperinci

OUTLINE. Pendahuluan Panas Bumi dalam bauran energi Nasional Potensi Panas Bumi Di Indonesia Tantangan Pengembagnan Panasbumi di Indoneisia

OUTLINE. Pendahuluan Panas Bumi dalam bauran energi Nasional Potensi Panas Bumi Di Indonesia Tantangan Pengembagnan Panasbumi di Indoneisia OUTLINE Pendahuluan Panas Bumi dalam bauran energi Nasional Potensi Panas Bumi Di Indonesia Tantangan Pengembagnan Panasbumi di Indoneisia Pendahuluan Energi pansa dari dalam bumi yang dapat diambil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara tidak terlepas dari pembangunan yang terjadi pada sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Tantangan masa depan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Tantangan masa depan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan energi listrik pertumbuhan permintaannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyediaan kebutuhan energi listrik dengan mutu dan keandalan yang baik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, mulai dari persiapan penelitian sampai dengan pelaksanaan penelitian dan analisis

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP 179 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP Gunung Salak dan meneliti kebijakan panas bumi di kementrian ESDM, PT PLN dan Pertamina Geothermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan sangat penting dalam mendukung keberlanjutan kegiatan pembangunan daerah khususnya sektor ekonomi.

Lebih terperinci

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T No.713, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Uap Panas bumi. PLTP. Pembelian. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025 Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025 Disajikan oleh: Roy Bandoro Swandaru A. Pendahuluan Pemerintah telah berkomitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang tersimpan dalam arus listrik, dimana energi listrik ini di butuhkan peralatan elektronik agak mampu bekerja seperti kegunaannya. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi kota adalah perdagangan. Sektor ini memiliki peran penting dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan energi di Indonesia khususnya energi listrik semakin berkembang. Energi listrik sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak jaman kerajaan-kerajaan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rahdiana Kartika Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rahdiana Kartika Sari, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang berbasis pada alam, budaya, heritage, sosial dan ekonomi sarat dengan kompleksitas yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang cukup penting bagi manusia dalam kehidupan. Saat ini, hampir setiap kegiatan manusia membutuhkan energi

Lebih terperinci

GEOTHERMAL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

GEOTHERMAL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF GEOTHERMAL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas MID AMISCA 2008 Disusun oleh: Kelompok 1 Kelompok 2 Fazri Azhar (10507001) Dinda Husna (10507057) Mila Vanesa (10507013) Sukmawati

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu dari permasalahan yang telah dirumuskan maka bentuk dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balai Konservasi Sumber Daya Alam sering di singkat dengan Balai KSDA atau BKSDA merupakan unit pelaksanaan teknis di bawah Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang Lapangan panas bumi Kamojang terletak 42 km arah tenggara kota Bandung, Jawa Barat. Lapangan ini membentang pada deretan pegunungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2]. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini, kebutuhan listrik telah menjadi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan listrik sendiri didasari oleh keinginan manusia untuk melakukan aktivitas lebih mudah

Lebih terperinci

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2014 MIGAS. Usaha. Panas Bumi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5595) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Masalah Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan pendapatan, perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha di Indonesia. Pengembangan

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Peresmian PLTP Bumi Kamojang Unit 5 dan..,di Bandung, Jabar tgl 5 Juli 2015 Jumat, 24 Juli 2015

Sambutan Presiden RI pd Peresmian PLTP Bumi Kamojang Unit 5 dan..,di Bandung, Jabar tgl 5 Juli 2015 Jumat, 24 Juli 2015 Sambutan Presiden RI pd Peresmian PLTP Bumi Kamojang Unit 5 dan..,di Bandung, Jabar tgl 5 Juli 2015 Jumat, 24 Juli 2015 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. a. Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) merupakan

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. a. Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) merupakan BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN a. Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) merupakan kawasan pegunungan yang terpisah dari rangkaian utama barisan pegunungan

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Nias merupakian salah satu dari 17 kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang mengelilinginya,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor :

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Rancangan KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : Tentang PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PRIMER SETEMPAT DI

Lebih terperinci

Energi Geothermal Digalakkan Kesejahteraan Masyarakat Terealisasikan Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai

Energi Geothermal Digalakkan Kesejahteraan Masyarakat Terealisasikan Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai Energi Geothermal Digalakkan Kesejahteraan Masyarakat Terealisasikan Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai Disusun oleh: Dian Emy Mastura NIM : 4001415005 Angkatan 2015 Energi panas bumi atau geothermal

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM RANCANGAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TENTANG PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PRIMER SETEMPAT DI WILAYAH YANG TIDAK ATAU BELUM MENERAPKAN KOMPETISI Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya alam dengan jumlah yang melimpah. Anugrah ini merupakan hal yang harus termanfaatkan secara baik demi kebaikan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

2015 STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA DI PUNCAK DARAJAT DESA PASIRWANGI KABUPATEN GARUT

2015 STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA DI PUNCAK DARAJAT DESA PASIRWANGI KABUPATEN GARUT 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri di Indonesia yang prospeknya memiliki nilai yang cerah dimana industri pariwisata di Indonesia ini memiliki potensi

Lebih terperinci

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010)

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) adalah sebuah power generator yang menggunakan panas bumi (geothermal) sebagai sumber energi penggeraknya. Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Menurut UU No.10 tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Energi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Energi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena pada dasarnya energi, terutama energi teknik atau energi komersial memegang peranan

Lebih terperinci

Perkembangan Penanaman Modal dan Sektor-sektor I Nyoman Karyawan 63

Perkembangan Penanaman Modal dan Sektor-sektor I Nyoman Karyawan 63 PERKEMBANGAN PENANAMAN MODAL DAN SEKTOR-SEKTOR INVESTASI YANG DIMINATI INVESTOR DI NUSA TENGGARA BARAT ABSTRAKSI I NYOMAN KARYAWAN Fak. Ekonomi Univ. Mahasaraswati Mataram Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG PEMBANGUNAN PULAU NATUNA SEBAGAI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG PEMBANGUNAN PULAU NATUNA SEBAGAI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG PEMBANGUNAN PULAU NATUNA SEBAGAI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan Pulau Natuna dan pulau-pulau lain di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia

Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia Lia Maryani Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km.21 Jatinangor Sumedang PENDAHULUAN Ketahanan energi merupakan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor ketenagalistrikan menjadi bagian yang menyatu dan tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi suatu negara, juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan sebuah kota, merupakan topik yang selalu menarik untuk dikaji, karena memiliki berbagai permasalahan kompleks yang menjadi ciri khas dan membedakan antara

Lebih terperinci

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA STUDI PEMANFAATAN BIOMASSA LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP DI KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS KAB TANAH LAUT) OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA 2206 100 036 Dosen Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandung yang terjadi setelah selesainya pembangunan jalur

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandung yang terjadi setelah selesainya pembangunan jalur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kota Bandung merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Khususnya perubahan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kota Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jerman adalah negara maju. Sebagai negara maju, negara Jerman

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jerman adalah negara maju. Sebagai negara maju, negara Jerman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Jerman adalah negara maju. Sebagai negara maju, negara Jerman memiliki beberapa bidang yang dijadikan sebagai kegiatan penggerak perekonomiannya, yaitu

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, penggunaan teknologi informasi tidak hanya dimanfaatkan dalam dunia usaha, namun juga telah merambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki total konsumsi bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Konsumsi bahan bakar tersebut digunakan untuk menjalankan kendaraan seperti kendaraan bermotor

Lebih terperinci

INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN. PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong

INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN. PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong INOVASI PEMANFAATAN BRINE UNTUK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN PT Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Pertamina Geothermal Energi adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah suatu pembangkit listrik dimana energi listrik dihasilkan oleh generator yang diputar oleh turbin uap yang memanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang turut berperan serta dalam membangun perekonomian negara melalui pemasukan devisa negara dari wisatawan. Selain itu, industri pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan manusia yang cepat mendorong manusia memanfaatkan alam secara berlebihan. Pemanfaatan tersebut baik sebagai pemukiman maupun usaha untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu kawasan yang terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yang besar, yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudra Hindia- Australia, dan Lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan potensi sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan potensi sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan potensi sumber daya alam termasuk di dalamnya terdapat sumber energi yang dapat dimanfaatkan sebagai modal dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi agenda utama pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi agenda utama pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah suatu fenomena yang kompleks karena banyak faktor yang berinteraksi, didukung berbagai fasilitas serta layanan yang melibatkan seluruh lapisan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dunia kontruksi sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dan bila di tinjau dari segi manajemen dan tekonologi kontruksi bangunan yang dalam

Lebih terperinci

SUMBER DAYA PANAS BUMI: ENERGI ANDALAN YANG MASIH TERTINGGALKAN

SUMBER DAYA PANAS BUMI: ENERGI ANDALAN YANG MASIH TERTINGGALKAN SUMBER DAYA PANAS BUMI: ENERGI ANDALAN YANG MASIH TERTINGGALKAN Oleh: Nenny Saptadji Lardello - Italy, 1913 Iceland, 1930 USA, 1962 New Zealand, 1958 Kamojang, 1917 1972 Kamojang, 1983 2005 dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri dan Kota adalah dua hal yang saling berkaitan. Hal ini disebabkan sektor industri merupakan salah satu indikator suatu daerah telah maju atau bisa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan terus tumbuhnya pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan konsumsi listrik juga mengalami pertumbuhan pesat. Pembangunan sistem kelistrikan saat ini sudah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta susunan masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci