BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

Transkripsi

1 179 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP Gunung Salak dan meneliti kebijakan panas bumi di kementrian ESDM, PT PLN dan Pertamina Geothermal Energy serta PT Star Energy, wawancara dilakukan dengan Wakil presiden RI, wakil ketua Komisi VII DPR RI dan 9 orang ahli panas bumi, 1 orang pemain pengusaha panas bumi, serta kepala daerah dan beberapa pemangku kepentingan di pusat dan daerah. Hasinyal dikategorikan ke dalam tema kunci dalam kaitannya dengan undang-undang panas bumi, royalti, penelitian dan kebijakan insentif fiskal dan non-fiskal. Berdasarkan pembahasan dan temuan dalam penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan yang menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini: 1. Pemerintah telah mendukung pengelolaan PTLP dalam mendukung ketersediaan energi listrik melalui regulasi fiskal ataupun non fiskal. Regulasi Fiskal tertuang dalam UU Nomor 21 Tahun 2014 dimana kegiatan usaha dalam bentuk panas bumi lebih pada melakukan ekstraksi fluida sehingga tidak termasuk ke dalam kategori pertambangan dan usaha panas bumi saat ini diijinkan di kawasan hutan konservasi. Regulasi fiskal oleh Kementerian Keuangan melalui insentif fiskal. 2. Terciptanya konflik akibat adanya kesenjangan antara kebijakan pemerintah dengan pengembangan PLTP. Kesenjangan tersebut terkait institusi ESDM

2 180 dan Kehutanan yang memiliki kepentingan yang berbeda. Namun untuk mengurangi kesenjangan tersebut telah diminimalisir melalui adanya SK bersama sehingga kendala perijinan dapat diperkecil. 3. Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan PLTP Gunung Salak dalam mendukung ketersediaan listrik ialah biaya investasi yang diperlukan cukup besar dan permasalahan perijinan. Namun kedua kendala tersebut dapat diminimalisir oleh adanya regulasi UU Nomor 21 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 16 Tahun 2014 mengenai Pedoman Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan adanya insentif pajak yang berdampak terhadap meningkatnya perwujudan kegiatan investasi panas bumi sampai tahun 2016 dan meningkat cukup signifikan. 4. Dampak pembangunan PLTP Gunung Salak dalam mendukung ketersediaan listrik dan aspek sosial ekonomi masyarakat belum sepenuhnya berhasil. Ketidakberhasilan ini bukan terletak pada pihak pengelola PLTP namun pada aparat desa yang tidak menggunakan dana CSR pada kepentingan masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat terkait pengaruh koneksi listrik yang disebabkan oleh alam menciptakan persepsi yang salah di masyarakat. 5. Peraturan energi panas bumi saat ini ada pada kementrian ESDM, sumber daya harus didefinisikan dengan jelas dan peraturan khusus untuk energi panas bumi juga jelas. Idealnya, undang-undang panas bumi sudah dibuatkan terpisah begitu juga dengan peraturannya, namun belum diciptakan dengan mencerminkan sifat unik dan keekonomiannya. 6. Definisi undang-undang tentang panas bumi sudah cukup jelas namun perlu kerangka hukum yang jelas dan kejelasan tentang bagaimana perusahaan atau

3 181 masyarakat mendapatkan akses untuk melakukan eksplorasi atau mengembangkan usaha panas bumi. 7. Belum adanya kebijakan antara investor dan PLN dalam menyiapkan ketersediaan listrik untuk masyarakat sekitar lokasi. 8. Belum adanya kerangka yang mencerminkan sifat unik dari panas bumi. 9. Pengembangan energi panas bumi sudah dievaluasi sebagai sumber panas dan listrik bagi masyarakat didaerah dengan prioritas tertinggi untuk pembangunan. 10. Pemerintah berkeinginan untuk melihat panas bumi sebagai sumber energi baru dan terbarukan dikembangkan. Sebuah strategi energi panas bumi atau pengkajian lingkungan strategis sudah dibuatkan sebagai panduan tentang bagaimana panas bumi harus dikembangkan, dan bagaimana dapat bersinergi dengan sumber energi baru terbarukan lainnya. 11. Di lokasi PLTP Gunung Salak belum ada upaya pengembang ataupun investor untuk mengembangkan panas bumi secara langsung yang dapat memberi kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. 12. Energi panas bumi adalah energi baru dan terbarukan, sumber energi ini bersih yang akan berkontribusi pada ketahanan energi dan kemandirian energi. Sumber daya yang saat ini dianggap mahal namun investor tetap ingin berkompetisi dalam mengelolanya jika ada sistem regulasi dan insentif ekonomi untuk memfasilitasinya. 6.2 Implikasi Penelitian Implikasi Teoritik

4 182 Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebuah model konseptual oleh peneliti selanjutnya agar kerangka konsep yang dibangun dapat diperkaya dengan indikator lain yang belum peneliti masukkan dalam penelitian ini serta perlu selalu mengkonfimasi fakta di lapangan dengan sumber yang berbeda untuk menemukan kebenaran sehingga dapat menjawab tujuan penelitian yang dibangun Implikasi Praktik Berdasarkan beberapa temuan dan fakta yang dipeorleh dalam penelitian ini maka implikasi bagi berbagai stakeholders sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Pusat Kontribusi pembangkit listrik dari hasil energi panas bumi untuk program listrik MW yang ditargetkan oleh Pemerintah dapat dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun ( ) dapat tercapai jika pemanfaatan energi baru terbarukan dapat dimanfaatkan dengan optimal. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kebijakan SK bersama dan terobosan regulasi lainnya yang mendukung implementasi PLTP dan terobosan yang mengurangi adanya kesenjangan antara kebijakan yang diberikan dengan kendala yang mungkin akan timbul. 2. Bagi pemerintah Provinsi Perlunya sinergi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten untuk melancarkan implementasi PLTP dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kontrol dan pengawasan. 3. Bagi pemerintah daerah kabupaten

5 183 Perlunya pihak pemerintah kabupaten untuk selalu mengawasi dana desa dari pihak PLTP yang seyogyanya untuk kepentingan masyarakat benar benar terealisasi. Oleh sebab itu, pihak pemerintah kabupaten perlu mengutus pihak yang berwenang untuk mengaudit dana desa yang telah diterima desa. 4. Bagi pihak pengelola PLTP Pihak pengelola PLTP perlu meningkatkan sosialisasinya kepada masyarakat sekitar PLTP. Pihak pengelola harus memiliki perwakilan di forum komunikasi desa sehingga selalu terinformasi terkait semua hal di daerah tempat PLTP berada. 6.3 Rekomendasi Panas bumi adalah bentuk energi baru dan terbarukan yang menghasilkan sedikit emisi gas rumah kaca dan dapat memberikan ke stabilan dan keamanan energi dan menyediakan energi untuk keperluan alternatif seperti produksi pangan. Kebijakan pemerintah sangat efektif apabila mengatur pengelolaan energi panas bumi di daerah terpencil, sehingga dapat memiliki peran besar dalam mengurangi risiko dan hambatan untuk pengembangan energi panas bumi. Dari hasil penelitian dan pengamatan ada beberapa hal yang dapat diberikan rekomendasi, diantaranya : 1. Diperlukan adanya kerangka atau design Kebijakan untuk mencerminkan sifat unik dari panas bumi. Kerangka kebijakan energi panas bumi harus mencerminkan sifat sumber daya dan keinginan pemerintah untuk melihatnya berkembang bahwa ada potensi untuk mengembangkan energi panas bumi untuk digunakan dalam masyarakat, dan industri lain.

6 Untuk mencapai rasioelektrifikasi 100 %, pemerintah harus mengupayakan membangun WKP di daerah terpencil untuk mememuhi listrik pedesaan, dan untuk menghindarkan konflik lahan seharusnya masyarakat sekitar mendapat prioritas aliran listrik yang tidak di interkoneksikan, sehingga masyarakat akan ikhlas memberikan lahannya untuk dikelola bahkan kemungkinan ikhlas untuk tidak mendapat pergantian lahan demi kesejahteraan seluruh masyarakat di desa. 3. Untuk pengembangan panas bumi pada lahan yang bermasalah, isu kepemilikan hak bawah permukaan harus diklarifikasi sebelum mengeluarkan hasil produksi. Sebuah sistem yang mengeluarkan izin kepemilikan dan perizinan eksplorasi harus didefinisikan dan proses untuk mendapatkan hak energi panas bumi, baik dalam aplikasi atau penawaran, harus dikembangkan. 4. Pedoman untuk mengidentifikasi pemilik sumber daya, peraturan leasing, dan proses aplikasi termasuk komitmen pekerjaan, masukan teknis, dan persyaratan keuangan dan pelaporan harus dikembangkan. Demikian pula, bagi para pemangku kepentingan yang menguraikan peraturan untuk eksplorasi dan pengembangan energi panas bumi. 5. Proses perijinan untuk energi panas bumi harus memiliki tenggat waktu yang jelas bagi perusahaan dan regulator. Pemerintah harus mencari peluang untuk membangun pengetahuan regulator energi panas bumi, dan pengelolaan energi panas bumi harus dianggap sebagai bagian dari perencanaan penggunaan lahan dan perencanaan energi masyarakat.

7 Penilaian strategis untuk peluang energi panas bumi dapat dilakukan untuk mengidentifikasi daerah-daerah terbuka untuk pengembangan energi panas bumi, sebagai pemasok energi bagi masyarakat. Mengatur biaya yang sesuai dan royalti. Sampai proyek panas bumi memproduksi pada tingkat keekonominnya, rendah atau tidak, ada royalti harus dibebankan, dapat juga dengan libur royalti, biaya dikurangi, atau dengan menerapkan royalti berdasarkan output. Setelah produksi menguntungkan, royalti dapat dikenakan biaya, meskipun harga masih harus tetap lebih rendah untuk perkembangan yang lebih menguntungkan, dari panas bumi. 7. Pemerintah dapat berkontribusi juga untuk pengembangan energi panas bumi dengan memperoleh dan mengelola data pada lokasi dan kualitas energi panas bumi, Ini akan membantu industri pemula mengidentifikasi peluang terbaik untuk pengembangan energi panas bumi. 8. Mengevaluasi kebijakan insentif fiskal yang diperlukan untuk memajukan energi panas bumi, memberikan berbagai macam insentif fiskal yang dapat ditempatkan untuk mendorong pengembangan energi panas bumi di tingkat daerah. 9. Diperlukan adanya political will dari pemerintah untuk membuat sebuah kebijakan antara PLN dan pengembang atau investor, tentang ketersediaan listrik untuk masyarakat sekitar lokasi, disamping nuntuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, juga menjadi contoh bagi WKP lain yang sedang bermasalah terhadap lahan, agar masyarakat pemilik lahan memberikan lahannya dengan ikhlas karena berkat adanya lahan tersebut desa nya akan diterangi aliran listrik.

8 Kebijakan panas bumi merupakan langkah pertama yang penting dan berguna dalam bergerak maju untuk mengembangkan kerangka peraturan. Untuk lebih memajukan pengembangan kebijakan panas bumi, sejumlah arah penelitian masa depan perlu dilakukan, termasuk: bagaimana mengembangkan forum pada berbagai lembaga dan organisasi untuk membahas peluang pengembangan sumber daya panas bumi di wilayah Indonesia timur, dengan rincian tentang bagaimana mengajukan hak panas bumi, rincian tentang aplikasi dan proses perijinan, kejelasan tentang tenggat waktu keputusan peraturan, dan persyaratan penilaian lingkungan. Penelitian peluang untuk insentif fiskal dalam pengembangan energi panas bumi di tingkat daerah.