IMPLEMENTASI PENSEJAJARAN GLOBAL SEKUENS DNA MENGGUNAKAN GSA TREE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PENSEJAJARAN GLOBAL SEKUENS DNA MENGGUNAKAN GSA TREE"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI PENSEJAJARAN GLOBAL SEKUENS DNA MENGGUNAKAN GSA TREE Nama Mahasiswa : MOCHAMAD SAFI I NRP : Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Pembimbing : Prof. DR. Mohammad Isa Irawan, MT. Abstrak Pada Tugas Akhir ini diselidiki masalah pensejajaran global pasangan sekuens DNA. Metode ini terdiri dari 3 bagian: (1) algoritma pensejajaran sederhana, (2) algoritma ekstension untuk substring umum terpanjang, (3) Graphical Simple Alignment Tree (GSA tree) menggunakan penelusuran post-order traversal. Pendekatan pertama mendapatkan sebuah representasi grafis dari skor sekuens DNA dengan persamaan skor R 0 R S 0 S Σ(a+bk). Selanjutnya GSA tree akan dibangun untuk menyelesaikan masalah pensejajaran global pasangan sekuens DNA. Untuk Proses validasi digunakan tools EMBOSS pairwise alignment. Pengujian penggunaan parameter gap opening (a=10) dan gap extension (b=0.5) lebih baik dari pada penggunaan parameter gap opening (a=15) dan gap extension (b=1), dengan syarat parameter match R=9 dan mismatch S=1. Kata-kunci: Pairwise Alignment, Pensejajaran Global, Post-order traversal, Struktur Data Tree. 1. Pendahuluan Bioinformatika adalah ilmu yang mempelajari penerapan teknik komputasional untuk mengelola dan menganalisis informasi biologis dengan menerapkan beberapa cabang ilmu lain. Bidang ini mencakup penerapan metodemetode matematika, statistika, dan informatika. Informasi biologi tersebut adalah tentang sekuens DNA, RNA dan Protein. Salah satu cara untuk menganalisis informasi tersebut adalah melalui pensejajaran sekuens (sequence alignment). Sequence alignment juga penting dalam ilmu bioinformatika karena dapat digunakan untuk penelitian penyakit genetik dan epidemi. Misalnya, sequence alignment dapat digunakan untuk menentukan asal, variasi, perkembangan epidemi, untuk menemukan virus dan bakteri penyebab penyakit bahkan dapat digunakan sebagai metode penemuan obat [6]. Oleh karena itu, sequence alignment sangat penting di bidang bioinformatika karena berfungsi sebagai metode prediktif yang kuat. Metode alignment yang berbasis program dinamik pertama kali di usulkan oleh Needleman dan Wunsch yang dikenal dengan algoritma NW (Nedleman-Wunsch). Algoritma ini tidak praktis untuk perhitungan sekuens yang besar karena membutuhkan biaya komputasional yang mahal [1, 3]. Kemudian muncul algoritma heuristik yang lebih cepat dari metode berbasis program dinamik. Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan heuristik untuk mensejajarkan 2 sekuens DNA dengan metode struktur data tree. Metode ini terdiri dari 3 bagian(1) algoritma improved simple alignment, (2) algoritma ekstension untuk substring umum terpanjang, (3) Graphical Simple Alignment Tree (GSA tree) menggunakan penelusuran post-order traversal. Implementasi pada penelitian ini dibuat dalam bahasa pemrograman java. Pemilihan bahasa pemrograman java untuk implementasi pensejajaran global sekuens DNA punya satu alasan yaitu pertimbangan hak cipta intelektual. Sebagaimana diketahui compiler java dengan Netbeans 6.9 merupakan free open source software (FOSS). Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dari tugas akhir ini adalah (1) Bagaimana mengimplementasikan metode struktur data tree pada pensejajaran global sekuens DNA, (2) Bagaimana hasil similaritas, gaps dan skor Pensejajaran Global struktur data tree bila dibandingkan dengan tools EMBOSS pairwise alignment. Batasan masalah dari tugas akhir ini adalah: (1) Data DNA diambil dari Gen Bank, (2) Bahasa pemrograman yang digunakan dalam implementasi penelitian adalah bahasa pemrograman java, (3) Ukuran sekuens maksimal tiga belas ribu base pair. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan program yang dapat menentukan hasil pensejajaran global meliputi kesamaan, gaps, dan skor dari 2 sekuens DNA secara akurat menggunakan struktur data tree.

2 2. Dasar Teori 2.1. Pensejajaran Sekuens DNA adalah rantai double utama dari molekul sederhana yang disebut nukleotida diikat bersama sama dalam sebuah struktur helix yang dikenal sebagai double helix. DNA mempunyai peran sebagai materi genetik yang menyimpan cetak biru segala aktivitas sel. Nukleotidanukleotida dibedakan oleh basa nitrogen yang terdiri dari 4 macam yaitu: Adenosin, Sitosin, Guanin dan Timin. Base pairs adalah satuan umum untuk mengukur panjang DNA. DNA bisa ditentukan secara unix dengan mendaftar sekuens-sekuens nukleotida atau pasangan basa oleh karena itu untuk tujuan praktis DNA diabstraksikan sebagai teks panjang dengan 4 abjad masing-masing mewakili nukleotida yang berbeda A, C, T, dan G [1]. Pensejajaran antara dua sekuens adalah mencari pasangan kecocokan antar karakter pada setiap sekuens. Pensejajaran dari nukleotida atau sekuens asam amino sebenarnya sebagai salah satu penggambaran hubungan evolusi antara 2 atau lebih sekuens homologs (sekuens yang berasal dari nenek moyang yang sama) [2]. Tiga macam perubahan yang dapat terjadi di sebarang posisi dalam sekuens. (1) mutasi yang mengganti karakter dengan yang lain, (2) insersi yang menambah satu atau lebih posisi atau (3) delesi yang menghapus satu atau lebih posisi Persamaan Penskoran berdasarkan matriks Penskoran Pensejajaran terbaik sangat bergantung pada persamaan penskoran dan parameter-parameter penskoran yang digunakan, yaitu bagaimana memberikan skor pada setiap kecocokan, ketidakcocokan dan gap. Matriks skoring dalam pensejajaran sekuens DNA ini relatif sederhana, yaitu setiap kecocokan ditandai dengan skor R positif (R > 0). Selanjutnya ketidakcocokan ditandai dengan skor S positif (S > 0). tetapi skor S harus dikurangi dari skor total pada sebuah pensejajaran. Untuk gaps dalam hal ini dibedakan menjadi dua yaitu gap open (a) dan gap ekstension (b). Biaya untuk gap open lebih besar daripada biaya untuk gap extension (a > b) [4]. Terdapat cara untuk menghitung biaya penalty untuk sebuah gaps pada n posisi adalah a + (n 1) b, dimana a adalah gaps open penalty dan b adalah gaps extension penalty. Misalkan k = (n 1), maka persamaan penskoran R 0 R S 0 S Σ(a + bk), dengan R adalah skor untuk setiap kecocokan, S skor untuk setiap ketidakcocokan dan (a + bk) adalah skor setiap gaps, parameter R 0 dan S 0 masing-masing menunjukkan menunjukkan jumlah total kecocokan dan jumlah total ketidakcocokan [3] Algoritma Improved simple alignment Misalkan terdapat dua sekuens primer DNA: G 1 (g 1 g 2 g 3... g M ) dan G 2 (g 1 g 2 g 3... g N ), dimana M dan N masing-masing menunjukkan panjang dari G 1 dan G 2. Algoritma ini membangun semua kemungkinan pensejajaran 2 Gambar 1: Proses improved simple alignment (Panjang G 1 adalah M. Panjang G 2 adalah N dan M N ) tanpa spasi diantara sekuens. Gambar 1 menunjukkan proses improved simple alignment. Step (1) pada gambar 3 menunjukkan pensejajaran awal yang posisi base pertama G 1 overlaps pada base pertama G 2. selanjutnya proses sliding selesai masing-masing sepanjang arah kiri dan kanan. Pertama, anggap proses sliding selesai sepanjang arah kanan yang ditunjukkan di step (2). setiap pensejajaran punya sebuah skor dengan persamaan skoring R 0 R S 0 S (a + bk). kemudian skor S i menjadi skor pada step ke-i. Selanjutnya S max adalah skor tertinggi dibandingkan dengan semua skor(contoh, S max = max{s 1, S 2,..., S i 1 }, i > 1). Untuk setiap step, masih mendefinisikan skor lain yakni S i = R 0 R + S 0 R (a+bk). Dalam persamaan skoring di asumsikan semua basis yang cocok overlapped dengan yang lain, proses sliding berhenti ketika S max S i. Langkah-langkah yang tersisa selanjutnya di sepanjang arah kanan tidak perlu karena semua langkah-langkah yang tersisa tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan skor yang lebih tinggi. Kemudian anggap proses sliding selesai sepanjang arah kiri. Skor tertinggi dengan semua skor dengan semua skor S max adalah max{s max, S 1, S 2,..., S j 1 }(J > 1). Persamaan skor S j = R 0 R + S 0 S (a + bk). Proses sliding berhenti ketika S max S j Algoritma Perluasan untuk Substring Umum Terpanjang. Dengan algoritma pensejajaran sederhana R yang baik dari G 1 dan G 2 ditentukan saat skor pensejajaran sederhana menghasilkan nilai yang maksimum. Misalkan C adalah substring umum terpanjang di R, dengan C = φ {C 1, C 2, C 3,..., C m }. Jika C = φ, maka tidak terdapat substring terpanjang di R. Jika C = C 1, C 2, C 3,..., C m, maka terdapat m substring terpanjang di R. Dengan C 1 = C 2 =... = C m = k dan k menunjukkan banyaknya kecocokan pada substring terpanjang. Algoritma perluasan untuk substring umum terpanjang adalah sebagai

3 berikut [3]: 1. Misalkan K adalah panjang dari substring umum terpanjang di G 1 dan G 2. Nilainya didapatkan saat algoritma pensejajaran sederhana dilakukan pada sekuens G 1 dan G 2 2. Ketika k = K, tidak ada substring terpanjang C i pada R yang dapat diperluas menjadi substring terpanjang. Substring terpanjang di R adalah C 1, C 2,..., C m 3. Ketika k < K, terdapat paling sedikit sebuah substring yang lebih panjang dari C i.terdapat beberapa sub-step untuk mencari substring yang lebih panjang, yaitu : a. Misalkan L l adalah banyaknya ketidakcocokan (mismatches) dari ujung kanan C i 1 sampai ujung kiri C i. Saat i = 1, L l menunjukkan banyaknya mismatches dari ujung kiri G 1 dan G 2 sampai ujung kiri C 1. Demikian juga sebaliknya, Misalkan L r adalah banyaknya mismatches dari ujung kanan C i sampai ujung kiri C i+1. Saat i = 1, L r menunjukkan banyaknya mismatches dari ujung kanan C 1 sampai ujung kanan pada G 1 dan G 2 b. Ketika K < L l, K yang mismatches diekstrak dari kiri pada C i. Sebaliknya jika K L l, L l yang mismatches diekstrak dari kiri pada C i. Sama ketika K < L r, K yang mismatches diekstrak dari kanan pada C i. Sebaliknya jika K L r, L r yang mismatches diekstrak dari kanan pada C i. Kemudian sekuens diekstrak dari kiri pada C i, C i dan dari kanan C i dihubungkan dua sub-sekuens Si 1 dan S2 i. c. Selanjutnya, diterapkan algoritma pensejajaran sederhana untuk Si 1 dan Si 2. Jika terdapat substring umum baru yang lebih panjang dalam Si 1 dan Si 2 daripada C i, terdapat pilihan substring umum yang lebih panjang atau C i. Jika ada kenaikan tajam(sore) saat substring lebih panjang yang baru menjadi ada, maka C i asli akan diganti dengan substring baru yang juga disebut sebagai C i. 4. Sehingga setiap C i pada R, C i asli digantikan oleh substring umum terpanjang baru, jika substring baru ada Akan diberikan contoh praktis untuk menjelaskan step diatas. Terdapat 2 sekuens acak misalkan : G 1 (GCCTAGTTCCCCCA) dan G 2 (GCCTCGCATCCCCCA). Dengan algoritma pensejajaran sederhana, pensejajaran R yang baik di G 1 dan G 2 dapat ditentukan, dimana pensejajaran R adalah : GCCTAGTTCCCCCA GCCTCGCATCCCCCA Substring umum terpanjang C pada R adalah GCCT (C 1 ) dan CCCC (C 2 ). Namun, substring umum terpanjang pada G 1 dan G 2 adalah TCC- CCCA dengan panjang K adalah 7. Jelas, bahwa terdapat sedikitnya sebuah substring umum yang lebih panjang daripada GCCT atau GCCC. Untuk GCCT, dua subsekuens baru masing-masing GCCTAGTTC (S1) 1 dan GCCTCGCAT (S1). 2 karena tidak terdapat kenaikan tajam sunstring umum asli GCCT (C 1 ) tidak berubah. Untuk CCCC, dua subsekuens baru masing-masing AGTTCCCCCA (S2) 1 dan CGCATCCCCCA (S2) 2 Karena terdapat kenaikan tajam, substring umum asli CCCC C 2 diganti dengan substring umum yang terpanjang TCCCCCA. Untuk tambahan, algoritma extension untuk substring umum terpanjang melindungi substsring umum yang lebih panjang C i Dari pemotongan oleh C i. Sekarang diberikan U adalah substring yang dipisahkan oleh C i, dimana U = φ{u 1, U 2,..., U n }. Selanjutnya, String G 1 dan G 2 disejajarkan kedalam 2 tipe substring: (i) substring umum terpanjang C dengan kecocokan berlanjut : G 1 [i] = G 2 [i] (tentunya, kecocokan tunggal juga diizinkan) dan (ii)substring U dengan ketidakcocokan berlanjut G 1 [i] = G 2 [i] dan keduanya tanpa gap. Pensejajaran sederhana yang baik R pada G 1 dan G 2 ini secara bergantian di atur oleh C dan U (contoh R = C1, 1 U2 1, C3, 1 U4 1, dimana C1 1 = C3. 1 Disini superscript pada C atau U menunjukkan level sunpensejajaran. superscript 1 menunjukkan level pertama. Subscript menunjukkan indeks substring di subpensejajaran saat ini. pensejajaran R adalah hasil pada level pertama subpensejajaran). Untuk menjelaskan parameter diatas, diberikan contoh praktis. terdapat 2 sekuens acak:g 1 (GCCTAGTTCCCCCA) dan G 2 (GCCTCGCATCCCCCA). G 1 [i] = G 2 [i] masingmasing menunjukkan basis pada G 1 dan G 2. menjadi kecocokan ketika G 1 [i] = G 2 [i]. dengan algoritma pensejajaran sederhana, pensejajaran sederhana R yang baik pada G 1 dan G 2 dapat ditentukan. Pensejajaran R adalah GCCTAGTTCCCCCA GCCTCGCATCCCCCA Algoritma extension substring umum yang terpanjang C pada R adalah GCCT dan TCCCCCA. selanjutnya G 1 dan G 2 diatur oleh C kedalam 3 substring: C1 1 adalah GCCT, U2 1 AGT dan CGCA, C3 1 adalah TCCC- CCA Graphical Simple Alignment Tree (GSA tree) Diberikan sekuens G 1 dan G 2, sebuah GSA tree dibangun dengan algoritma pensejajaran sederhana dan algoritma perluasan untuk substring umum terpanjang. Diberikan R sebagai pensejajaran sederhana yang baik dari G 1 dan G 2. Misalkan Ci 1 dan Uj 1 substring umum terpanjang dari R. Dapat dilihat bahwa substring terpanjang Ci 1 dari R menunjukkan skor maksimal untuk pensejajaran global. Tetapi, Uj 1 dari R menyediakan sebuah kenaikan skor pada pensejajaran global jika diberikan gaps yang sesuai dengan Uj 1, walaupun skor U j 1 lebih rendah dalam level pertama sub-alignment. Berikut langkahlangkah dari algoritma GSA tree [3]:

4 1. Hitung skor dari semua pensejajaran sederhana dari Uj 1 menggunakan algoritma pensejajaran sederhana. Sebuah pensejajaran sederhana yang baik Rj 1 pada U j 1 dipilih ketika skor nya maksimal 2. Jika terdapat kenaikan skor karena gaps yang sesuai dalam Uj 1, U j 1 dibagi menjadi sub-alignment level kedua. Misalkan Ci 2 sebagai substring terpanjang dari Rj 1, dimana C2 i = φ {Ci+1 2, C2 i+2, C2 i+3,..., C2 i+m }. Kemudian ada 2 sub tahap : a. jika Ci 2 = {Ci+1 2, C2 i+2, C2 i+3,..., C2 i+m }, terdapat m substring umum terpanjang. Kemudian Uj 1 dibagi menjadi sub-alignment level kedua dengan Ci 2. Diberikan U j 2 adalah substring yang terpisah oleh Ci 2, dimana U j 2 = φ {Uj+1 2, U j+2 2, U j+3 2,..., U j+m 2 }. Kemudian setiap substring Ci+k 2 (k = 1, 2,..., n) dari C2 i menjadi node daun dalam GSA tree. Untuk setiap substring Uj+k 2 (k = 1, 2,..., n) dari U j 2, arah operasi kembali ke tahap 1. b. Jika Ci 2 = φ, maka tidak ada substring terpanjang di Rj 1. Kemudian U j 1 tidak bisa dipecah lagi. Sebuah pensejajaran sederhana Rj 1 yang baik dari Uj 1 menjadi node daun di GSA tree. Dua sekuens dari Rj 1 mungkin seluruhnya overlapping atau sebagian overlapping. Ketika dua sekuens dari Rj 1 seluruhnya overlapping maka tidak terdapat gap dalam Rj 1. Sebaliknya ujung yang menggantung dari overlap menjadi gaps dari Rj 1. Posisi relatif dari gaps ini tidak ditentukan, dan menjadi gap-gap dalam pensejajaran global akhir Gambar 2: Notasi untuk general trees. Node P adalah parent dari node V, S 1 dan S 2. Selanjutnya V, S 1 dan S 2 adalah anak dari P. Node R dan P adalah ancestors dari V. V, S 1 dan S 2 disebut siblings Kunjungan pada general tree Jenis-jenis kunjungan pada general tree adalah postorder dan preorder. Kunjungan preorder pada general tree dilakukan dengan mengunjungi root pada tree kemudian mengunjungi subtree dari ujung kiri ke kanan. Kunjungan postorder merupakan kunjungan yang dilakukan mulai dari node-node turunan pada subtree kiri ke kanan, kemudian root. Kunjungan Inorder tidak mempunyai definisi murni pada general tree, karena tidak terdapat jumlah anak tertentu untuk sebuah node dalam. namun dari definisi sembarang yakni mengunjungi subtree paling kiri di inorder, root, kemudian mengunjungi subtree yang tersisa. Kunjungan preorder pada pohon di gambar Tahap-tahap diatas berulang sampai semua U dalam level terakhir sub-alignment tidak bisa dibentuk oleh algoritma pensejajaran sederhana dan algoritma perluasan untuk substring umum terpanjang General tree Tree T adalah himpunan berhingga dari satu atau lebih node, misalkan sebuah node R, disebut root T jika himpunan (T R) tidak kosong, node ini dipartisi menjadi T 0, T 1, T 2,..., T n 1 subset terpisah. Setiap T n adalah tree dengan root-root R 1, R 2, R 3,..., R n yang masing masing adalah anak dari R. Subset T i (0 i < n) disebut subtree dari T. Subtree ini tersusun dalam T i sebelum T j jika i < j. Dengan aturan, subtree yang disusun dari kiri ke kanan dengan subtree T 0 disebut anak paling kiri dari R [5]. Setiap node dalam tree mempunyai tepat satu parent, kecuali node root yang tidak mempunyai parent. Dapat dikatakan bahwa tree dengan n node akan mempunyai (n 1) edges. Karena setiap node, selain root mempunyai sebuah edge yang menghubungkan node ke parent nya [5]. Di gambar 2 menunjukkan contoh dari general tree 4 Gambar 3: Contoh general tree 3 adalah RACDEBF. sedangkan kunjungan postorder adalah CDEAF BR Implementasi Dinamis Left-Child/Right-Sibling Impelementasi left-child/right-sibling menyimpan jumlah pointer yang tetap untuk setiap nodenya. Ini dapat dengan mudah diadaptasi untuk implementasi dinamis. Pada dasarnya kita ganti sebuah binari tree untuk general tree. Anak kiri dari binari tree adalah anak kiri pertama dalam general tree, sedangkan anak kanan binari tree adalah sibling kanan pada general tree [5]. Implementasi pada gambar 4 hanya membutuhkan 2 pointer per node. Karena setiap node dari general tree berisi sejumlah pointer tetap dan karena masing-masing fungsi ADT pohon umum sekarang dapat diimplementasikan secara

5 Gambar 4: implementasi dinamis left-child/right-sibling efisien. Implementasi dinamis leftchild-rightsibling lebih disukai daripada implementasi general tree lainnya Pensejajaran global berdasarkan GSA tree FASTA dari GenBank (Sebuah repositori gratis yang menyediakan informasi DNA dari seluruh makhluk hidup). Informasi masukan adalah nukleotida (DNA). dalam kasus ini setelah informasi sekuens diberikan aplikasi akan otomatis dapat mengenali tipe DNA atau bukan. Dan sistem dapat meload data dalam bentuk FASTA, format FASTA dapat dilihat pada gambar 7. Format FASTA diawali dengan 1 baris deskripsi diikuti dengan baris data sekuens. Baris deskripsi dipisahkan dari data urutan dengan simbol ( > ). Kata setelah simbol > adalah identifier dari sekuens, dan sisanya yang dipisahkan oleh spasi berupa keterangan. 2. Memproses sekuens. Aktor pengguna memproses dua sekuens pada aplikasi. User memilih nilai-nilai parameter kecocokan, ketidakcocokan, gap opening, dan gap extension. Kemudian user menekan tombol proses yang akan mengirim 2 sekuens untuk disejajarkan dengan algoritma GSA tree. 3. Lihat hasil pensejajaran. Aktor pengguna menginginkan melihat hasil dari pensejajaran dalam bentuk grafis yang berupa similaritas, gaps, dan skor serta letak gap dari kedua sekuens DNA. Gambar 5: contoh GSA tree Dari contoh GSA tree pada gambar 5, dapat dilihat bahwa ada 2 tipe dari node yaitu node dalam (inner node) dan node daun (leaf node). Node dalam terdiri dari substring U yang bisa dipecah menjadi beberapa substring. Node daun termasuk substring C dan U. Dimana U tidak bisa lebih dipecah lagi dengan GSA tree. Untuk mendapatkan pensejajaran global dari string G 1 dan G 2 menggunakan post order traversal. Kemudian semua node-node dalam dihapus dari hasil post order traversal, selanjutnya akan dicapai pensejajaran global dari string G 1 dan G 2. Contoh hasil post order traversal dari gambar 5 adalah C1U C2U C3U C2U C5U C4U C7C 2 3U U8 2 U5 1 C6. 1 Kemudian dengan menghapus node dalam di dapat pensejajaran global G 1 dan G 2 C1U C2C 3 3C 2 2U C5C 2 4U C7C 2 3U C6. 1 Gambar 6: Use case Diagram 3. Perancangan dan Implementasi Sistem 3.1. Use Case Diagram Dalam sub bab ini akan dijelasakan diagram use case untuk sistem pensejajaran sekuens DNA dengan GSA tree. Dari identifikasi permasalahan sebuah aktor ditentukan. Sistem hanya mempunyai satu aktor yaitu pengguna yang akan melakukan pensejajaran sekuens DNA. Dari gambar 6 terlihat 3 use case yaitu : 1. Input sekuens. Aktor pengguna memasukkan informasi berupa sekuens DNA ke dalam aplikasi. Input data dapat berupa sekuens DNA yang berbentuk teks atau juga dapat juga membaca format data berupa 5 Gambar 7: Sekuens dengan format FASTA 3.2. Class diagram Class diagram keseluruhan dari sistem ditunjukkan pada gambar 8. Terdapat 16 class yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Proses pensejajaran sekuens DNA pertama kali dilakukan pada kelas Frameutama kemudian di cek di kelas Controller kemudian jika data valid maka proses selanjutnya berada di kelas ModelGSAtree yang akan memproses 3 algoritma yaitu algoritma improved simple alignment, algoritma Extension, dan GSA

6 tree. Setelah dari kelas ModelGSAtree kemudian di kembalikan lagi ke kelas FrameUtama melalui interface ListenerMUtama. Gambar 9: Rancangan Antar Muka Form Pensejajaran Gambar 8: Class diagram 3.3. Perancangan Antar Muka Sistem Desain antarmuka sistem melihat dari tools emboss dikarenakan tools emboss sudah sangat dikenal oleh khalayak ramai khususnya peneliti yang biasa mensejajarkan sekuens DNA, sehingga bila orang lain memakai tools GSA tree ini tidak terlalu kesulitan walaupun ada perbedaan dalam penentuan penskoran yang di emboss dan di GSA tree Implementasi Algoritma GSA tree 1 p u b l i c void g s a t r e e ( S t r i n g G1, S t r i n g G2) { 2 i n t i =0; l e v e l =0; 3 runwaktu ( ) ; // c a t a t waktu mulai 4 i f ( i ==0){ 5 i n s e r t r o o t b a r u (G1, G2) ; 6 } 7 do{ 8 tahap1gsa (G1, G2) ; 9 i f (!C. isempty ( ) ) { 10 i n s e r t t r e e ( ) ; 11 t r e e. u b a h p o s i s i r o o t ( ) ; 12 // j i k a G1 dan G2 sama 13 i f (G1. e q u a l s ( t r e e. getcurr ( ). value ( ). getg1 ( ) ) && G2. e q u a l s ( t r e e. getcurr ( ). value ( ). getg2 ( ) ) ) { 14 break ; 15 } 16 G1=t r e e. getcurr ( ). value ( ). getg1 ( ) ; 17 G2= t r e e. getcurr ( ). value ( ). getg2 ( ) ; 18 } e l s e { // C kosong ukuran U=1, U t i d a k dapat dipecah 19 // U1 l e b i h panjang d a r i U2 20 i f (U1. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( )>U2. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( ) ) { 21 i n t s e l i s i h=u1. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( ) U2. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( ) ; 22 S t r i n g lama=u2. get ( 0 ) ; S t r i n g tambah= ; 23 f o r ( i n t j =0; j<s e l i s i h ; j++){ 24 tambah+= ; // tambahkan gap 25 } 26 U2. s e t ( 0, lama+tambah ) ; 27 } 28 //U2 l e b i h panjang d a r i U1 29 i f (U2. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( )>U1. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( ) ) { 30 i n t s e l i s i h=u2. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( ) U1. get ( 0 ). trim ( ). l e n g t h ( ) ; 31 S t r i n g lama = U1. get ( 0 ). trim ( ) ; S t r i n g tambah= ; 32 f o r ( i n t j =0; j<s e l i s i h ; j++){ 33 tambah+= ; // tambahkan gap 34 } 35 U1. s e t ( 0, lama+tambah ) ; 36 } 37 sekuens= new Sekuens ( ) ; 38 sekuens. setg1 (U1. get ( 0 ) ) ; 39 sekuens. setg2 (U2. get ( 0 ) ) ; 40 t r e e. UpdateU (U1. get ( 0 ), U2. get ( 0 ) ) ; // update i s i node 41 t r e e. u b a h p o s i s i r o o t 2 ( ) ; // c a r i r o o t s e l a n j u t n y a 42 G1=t r e e. getcurr ( ). value ( ). getg1 ( ) ; 43 G2= t r e e. getcurr ( ). value ( ). getg2 ( ) ; 44 } 45 c l e a r ( ) ; 46 } w h i l e ( t r e e. getcurr ( ). parent ( )!= n u l l ) ; 47 // lakukan sampai rootawal parentnya n u l l 48 stopwaktu ( ) ; // c a t a t waktu s e l e s a i 6

7 49 tampil ( ) ; 50 } Gambar 10: Kode Program Algoritma GSA tree 4. Uji Coba dan Pembahasan pada bab ini akan dibahas mengenai uji coba proses dan uji coba program yang telah diimplementasikan sebelumnya. perangkat keras yang digunakan dalam uji coba adalah komputer dengan Processor Intel Pentium Dual Core 2,16 GHz, Memory DDRAM 1 GB, Hardisk 120 GB, VGA on Board 256 MB. Sedangkan perangkat lunak yang digunakan adalah Sistem Operasi Linux UBUNTU 10.10, dan bahasa pemrograman Java serta IDE NETBEANS 6.9. Terdapat 2 sekuens DNA G 1 dan G 2 masing-masing : G 1 =AATCACACAGATCTAACAGGATTATTTC G 2 =TATTACACAAATCTTAACAGGACTATTTC parameter gapopening=15 dan gapextension=1. Panjang masing-masing 28 bp dan 29 bp. Hasil dari improved simple alignment didapatkan skor maksimum 127 dengan pensejajaran R : -AATCACACAGATCTAACAGGATTATTTC TATTACACAAATCTTAACAGGACTATTTC Tabel 1: Semua Substring dan skor maksimal Level Parent Substring SM level 1 G 1, G 2 U1 1 (G 1)=AATCACACAGATC 72 U1 1 (G 2)=TATTACACAAATCT C2 1 (G 1) = C2 1 (G 2)=TAACAGGA 72 U3 1 (G 1)=TTATTTC 53 U3 1 (G 2)=CTATTTC level 2 U1 1 (G 1) U1 2 (G 1)=AATC 16 U1 1 (G 2) U1 2 (G 2)=TATT C2 2 (G 1) = C2 2 (G 2)=ACACA 45 U3 2 (G 1)=GATC 11 U3 2 (G 2)=AATCT U3 1 (G 1) U4 2 (G 1)=T -1 U3 1 (G 2) U4 2 (G 2)=C C5 2 (G 1) = C5 2 (G 2)=TATTTC 54 level 3 U1 2 (G 1) U1 3 (G 1)=A -1 U1 2 (G 2) U1 3 (G 2)=T C2 3 (G 1) = C2 3 (G 2)=AT 18 U3 3 (G 1)=C -1 U3 3 (G 2)=T U3 2 (G 1) U4 3 (G 1)=G -1 U3 2 (G 2) U4 3 (G 2)=A C5 3 (G 1) = C2 3 (G 2)=ATC 27 U6 3 (G 1)= U6 3 (G 2)=T Keterangan : Substring umum terpanjang C di R adalah C 1 =TAACAGGA dengan k=8. substring umum terpanjang di G 1 dan G 2 adalah TAACAGGA dengan K=8. String G 1 dan G 2 Selanjutnya di algoritma extension. karena k=k maka tidak ada substring umum yang lebih panjang maka C tetap tidak berubah. Berikut adalah tabel data semua substring dan skor maksimum dari setiap step pensejajaran ditiap level yang dapat dilihat pada tabel 1, Sedangkan representasi bentuk tree nya dapat dilihat pada gambar 11. Pada gambar 11 terlihat bahwa string G 1 dan G 2 terdiri dari 3 substring di level pertama sub-pensejajaran yaitu: U1 1 C2U Substring U1 1 terdiri dari 3 substring di level kedua sub-pensejajaran yaitu: U1 2 C2U Substring U3 1 terdiri dari 2 substring di level kedua sub-pensejajaran yaitu: U1 2 C2. 2 Substring 2 terdiri dari 3 substring di level ketiga sub-pensejajaran yaitu:u1 3 C2U Substring U3 2 terdiri dari 3 substring di level ketiga sub-pensejajaran yaitu: U4 3 C5U Sehingga Hasil pensejajaran globalnya adalah: U1 3 C2U C2U C5U C2U C5. 2 Hasil dalam program GSA tree dapat dilihat pada gambar 12. Panjang didapatkan dari panjang sekuens masing-masing ditambah dengan gap yang ada di masing-masing sekuens. Presentase similaritas (similarity) didapatkan dari jumlah kecocokan dibagi dengan panjang. Sedangkan presentase gaps didapatkan dari jumlah gaps dibagi dengan panjang. Skor 7 U 2 1 U 3 1 C 3 2 U 3 3 U 1 1 C 2 2 U 2 3 C 1 2 U 1 3 U 3 4 C 3 5 U 3 6 U 2 4 C 2 5 Gambar 11: GSA tree dalam mensejajarkan sekuens G 1 dan G 2 (G 1, AATCACACAGATCTAACAGGATTATTTC; G 2, TATTA- CACAAATCTTAACAGGACTATTTC)

8 Gambar 12: Hasil Pensejajaran contoh 3 program GSA tree Tabel 2: Tabel Hasil Percobaan I Program Parameter Percobaan (I) GSA tree a=15 length: 7526 b=1 similarity: 4220 (56.07) % gaps: 618 (8.21) % skor: GSA tree a=10 length: 7859 b=0.5 similarity:4551 (57.9) % gaps: 1284 (16.337) % skor: Jemboss a=10 length: 8266 b=0.5 similarity:4696 (56.8) % gaps: 2098 (25.4) % skor: didapatkan dari hasil penskoran R 0 R S 0 S (a + bk). Lamanya waktu didapatkan dari selisih antara waktu selesai dengan waktu mulai. Untuk Percobaan pertama (I) Data sekuens yang diambil dari Gen bank adalah NC sebagai Human papillomavirus type 134, complete genome dan NC sebagai Human papillomavirus type 132, complete genome. Sedangkan untuk percobaan kedua (II) adalah NC sebagai Necator americanus mitochondrion, complete genome dan NC sebagai Ancylostoma duodenale mitochondrion, complete genome. Percobaan pada program GSA tree dilakukan dengan menggunakan parameter match=9 dan mismatch=1 sedangkan gap open (a) yang digunakan adalah 15 dan 10 sedangkan gap extension (b) yang digunakan adalah 1 dan 0.5. Selanjutnya untuk Jemboss dilakukan dengan menggunakan setting default dari EMBOSS (Needle) yaitu Matrix: DNAfull, gap open=10 dan gap extend=0.5. Hasil pada percobaan pertama dapat dilihat pada 2. Sedangkan hasil pada percobaan kedua dapat dilihat pada 3 Dari percobaan 1 menunjukkan bahwa tingkat similaritas GSA tree dengan gap open=10 dan gap extend=0.5 yaitu sebesar 57.9 % mendekati dengan hasil pada tools emboss sebesar 56.8 %. Sedangkan dari percobaan 2 dengan gap open=10 dan gap extend=0.5 sebesar (82.05) % mendekati dengan hasil pada tools Jemboss sebesar (83.1)%. Sedangkan pada percobaan II Jemboss tidak dapat mensejajarkan sekuens 8 Tabel 3: Tabel Hasil percobaan II Program Parameter Percobaan (II) GSA tree a=15 length: b=1 similarity: (81.6) % gaps: 398 (2.87) % skor: GSA tree a=10 length: b=0.5 similarity:11457 (82.05) % gaps: 600 (4.297) % skor: Jemboss a=10 Died: Sequences too big. b=0.5 EMBOSS a=10 length: b=0.5 similarity:11620 (83.1) % gaps: 648 (4.6) % skor: dikarenakan data terlalu besar yang berarti memori yang digunakan harus lebih besar daripada memori yang terdapat pada komputer. Dari hasil simiritas pada percobaan II menunjukkan bahwa terdapat selisih presentase yang kecil bila dibandingkan dengan EMBOSS (needle) untuk gap open=15 dan gap extend=1 selisih presentase sebesar ( ) %= 1.5 % sedangkan untuk gap open=10 dan gap extend=0.5 selisih presentase sebesar ( ) %= 1.05 %. Selanjutnya dilakukan perbandingan menggunakan sekuens yang kecil untuk mengamati letak perbedaan gap antara Jemboss (needle) dengan GSA tree. Sekuens pertama (G 1) dengan kode accession GY sebagai Sequence 32 from patent US dan sekuens kedua (G 2) dengan kode accession GY sebagai Sequence 33 from patent US G 1(ACCGAGCACCCAGGTAGGCGTGACGACCTCCAG) dan G 2(CTGGAGGTCGTCCGCGGTACCTGGGTGCTCGTT) dengan menggunakan persamaan skor R 0 R S 0 S (a+bk), dengan parameter R = 9, S = 1, a = 15, dan b = 1. Hasil pensejajaran global dari algoritma GSA tree sebagai berikut: Program: GSA tree Mulai: Jul 8, :54:17 AM Selesai: Jul 8, :54:17 AM Lamanya waktu: detik ======================================= 1: 2: Match: 9 Mismatch: 1 Gap_open: 15 Gap_extend: 1.0 length: 38 similarity: 16 ( ) % gaps: 10 ( ) % skor: 80.0

9 ======================================= ACCGAGCA---CCCAGGTAG--GCGTGACGACCTCCAG CTGGAGGTCGTCCGCGGTACCTGGGTG-----CTCGTT Selanjutnya digunakan parameter yang sama untuk match dan mismatch masing-masing R = 9 dan S = 1, sedangkan gap open (a=10) dan gap extension (b=15). Diperoleh hasil pensejajaran sebagai berikut : Program: GSA tree Mulai: Jul 8, :01:25 AM Selesai: Jul 8, :01:25 AM Lamanya waktu: detik ======================================= 1: 2: Match: 9 Mismatch: 1 Gap_open: 10 Gap_extend: 0.5 length: 39 similarity: 18 ( ) % gaps: 12 ( ) % skor: 99.5 ======================================= ACCGAG--CACCCA-GGTA---GGCGTGACGACCTCCAG CTGGAGGTCGTCCGCGGTACCTGG-GTG-----CTCGTT Kemudian digunakan Jemboss untuk menghitung hasil dari pensejajaran menggunakan sekuens sama, dengan menggunakan matrik DNAfull, a=10 dan b=0.5. Didapatkan hasil sebagai berikut : ======================================= Aligned_sequences: 2 1: 2: Matrix: EDNAFULL Gap_penalty: 10.0 Extend_penalty: 0.5 Length: 48 Identity: 16/48 (33.3%) Similarity: 16/48 (33.3%) Gaps: 30/48 (62.5%) 9 Score: 19.5 ======================================= 1 ACCGAGCACCCAGGTAGG-CGTGACG----ACCTCCAG CTGG-AGGTCGT-CCGCGGTACCT---GGGTGCTCGTT Dari hasil terlihat bahwa pada Jemboss jumlah kecocokan sama dengan GSA tree dengan parameter a=15 dan b=1 sejumlah 16 tetapi menghasilkan jumlah gap berbeda masing-masing 30 dan 10 dengan similaritas pada Jemboss sebesar 33.3 % dan GSA tree sebesar 42.1 %. Selanjutnya dengan parameter a=10 dan b=0.5 pada GSA tree jumlah kecocokan sebanyak 18, jumlah gap 12, dan similaritasnya sebesar 46.5(%). Terlihat bahwa GSA tree dengan a=10 dan b=0.5 menghasilkan pensejajaran yang lebih optimal daripada GSA tree dengan a=15 dan b=1 maupun dengan Jemboss. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Pengujian penggunaan parameter gap opening (a=10) dan gap extension (b=0.5) lebih baik dari pada penggunaan parameter gap opening (a=15) dan gap extension (b=1), dengan syarat parameter match R=9 dan mismatch S=1. 2. Algoritma GSA tree yang menerapkan metode heuristik ini tidak selalu dapat menghasilkan pensejajaran global yang optimal hal ini dipengaruhi oleh inisialisasi awal pensejajaran sekuens dan pemilihan parameter. 3. Perbandingan similaritas antara GSA tree dan Jemboss tidak terlalu jauh tetapi kadang-kadang similaritas Jemboss bisa lebih besar daripada GSA tree tapi juga bisa Jemboss lebih kecil daripada GSA tree. 4. Untuk sekuens besar yang ukurannya ± bp Jemboss tidak dapat mensejajarkan sekuens sedangkan pada GSA tree dapat mensejajarkan Saran Berdasarkan hasil yang sudah dicapai pada penelitian ini, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Untuk penelitian selanjutnya penggunaan algoritma GSA tree dapat diterapkan tidak hanya pada sekuens DNA, melainkan dapat juga digunakan untuk protein. 2. Perlu dilakukan percobaan lebih untuk menentukan parameter-parameter yang lebih cocok dari parameterparameter yang digunakan untuk mendapatkan pensejajaran yang lebih optimal. 3. Untuk penelitian selanjutnya algoritma GSA tree tidak hanya terbatas pada pensejajaran 2 sekuens saja melainkan dapat digunakan pada pensejajaran lebih dari 2 sekuens (multiple alignment). 4. Untuk perhitungan biaya running time perlu dilakukan penelitian selanjutnya khususnya masalah perhitungan do-while.

10 References [1] Annibal, S. (2003). Sequence Alignment Algorithms. Advanced Computing. London: Department of Computer Science School of Physical Sciences and Engineering King s College. [2] Krane, D. E., & Raymer, M. L. (2003). Fundamental Concepts of Bioinformatics. San Francisco: Pearson Education, Inc. [3] Qi, Z.-H., Qi, X.-Q., & chen Liu, C. (2010). New method for global alignment of 2 dna sequences by the treedata structure. Theoretical Biology, 263, [4] Rosenberg, M. S. (2009). Sequence Alignment Methods Models Concepts and Strategies. London: University of California Press. [5] Shaffer, C. A. (2011). A Practical Introduction to Data Structure and Algoritma Analysis volume 3.1 of Java Version. Blacksburg: Department of Computer Science Virginia Tech. [6] Shen, S. N., & Tuszynski, J. A. (2008). Theory and Mathematical Methodes for Bioinformatics. San Francisco: Springer Vierlag. 10

IMPLEMENTASI SUPER PAIRWISE ALIGNMENT PADA GLOBAL ALIGNMENT UNTUK SEKUENS DNA

IMPLEMENTASI SUPER PAIRWISE ALIGNMENT PADA GLOBAL ALIGNMENT UNTUK SEKUENS DNA IMPLEMENTASI SUPER PAIRWISE ALIGNMENT PADA GLOBAL ALIGNMENT UNTUK SEKUENS DNA Nama Mahasiswa : Arfan Pantua NRP : 1207100704 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Pembimbing : Prof. DR. Mohammad Isa Irawan, MT.

Lebih terperinci

KOMPARASI SEKUENS DNA PADA VIRUS H5N1 PADA HOST MANUSIA DAN BURUNG MENGGUNAKAN METODE DIAGRAM POHON

KOMPARASI SEKUENS DNA PADA VIRUS H5N1 PADA HOST MANUSIA DAN BURUNG MENGGUNAKAN METODE DIAGRAM POHON KOMPARASI SEKUENS DNA PADA VIRUS H5N1 PADA HOST MANUSIA DAN BURUNG MENGGUNAKAN METODE DIAGRAM POHON DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT DR. rer. nat. Ir. Maya Shovitri, M.Si SITI FAUZIYAH NRP.1209201716

Lebih terperinci

Implementasi Super Pairwise Alignment pada Global Sequence Alignment

Implementasi Super Pairwise Alignment pada Global Sequence Alignment Implementasi Super Pairwise Alignment pada Global Sequence Alignment Oleh: ARFAN PANTUA 1207 100 704 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Program Dinamis pada Penyejajaran Sekuens dengan Algoritma Smith Waterman

Penerapan Algoritma Program Dinamis pada Penyejajaran Sekuens dengan Algoritma Smith Waterman Penerapan Algoritma Program Dinamis pada Penyejajaran Sekuens dengan Algoritma Smith Waterman Afif Bambang Prasetia (13515058) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut

Lebih terperinci

PENJAJARAN GLOBAL SEKUEN DNA MENGGUNAKAN ALGORITME NEEDLEMAN-WUNSCH AGUNG WIDYO UTOMO

PENJAJARAN GLOBAL SEKUEN DNA MENGGUNAKAN ALGORITME NEEDLEMAN-WUNSCH AGUNG WIDYO UTOMO PENJAJARAN GLOBAL SEKUEN DNA MENGGUNAKAN ALGORITME NEEDLEMAN-WUNSCH AGUNG WIDYO UTOMO DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

DYNAMMIC PROGRAMMING DALAM MENENTUKAN ARTI URUTAN UNTAIAN GEN

DYNAMMIC PROGRAMMING DALAM MENENTUKAN ARTI URUTAN UNTAIAN GEN DYNAMMIC PROGRAMMING DALAM MENENTUKAN ARTI URUTAN UNTAIAN GEN David Soendoro Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Alamat: Jalan Ganeca No.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori dasar yang dijadikan sebagai landasan dalam penulisan tugas akhir ini. 2.1 Ilmu Bioinformatika Bioinformatika merupakan kajian yang mengkombinasikan

Lebih terperinci

PENJAJARAN LOKAL SEKUEN DNA MENGGUNAKAN ALGORITME SMITH-WATERMAN FARIZ ASHAR HIMAWAN

PENJAJARAN LOKAL SEKUEN DNA MENGGUNAKAN ALGORITME SMITH-WATERMAN FARIZ ASHAR HIMAWAN PENJAJARAN LOKAL SEKUEN DNA MENGGUNAKAN ALGORITME SMITH-WATERMAN FARIZ ASHAR HIMAWAN DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TREE STRUCTURE (Struktur Pohon)

TREE STRUCTURE (Struktur Pohon) TREE STRUCTURE (Struktur Pohon) Dalam ilmu komputer, tree adalah sebuah struktur data yang secara bentuk menyerupai sebuah pohon, yang terdiri dari serangkaian node (simpul) yang saling berhubungan. Node-node

Lebih terperinci

Pensejajaran Rantai DNA Menggunakan Algoritma Dijkstra

Pensejajaran Rantai DNA Menggunakan Algoritma Dijkstra SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Pensejajaran Rantai DNA Menggunakan Algoritma Dijkstra Abduh Riski 1 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember riski.fmipa@unej.ac.id

Lebih terperinci

Tree (Struktur Data) Nisa ul Hafidhoh, MT

Tree (Struktur Data) Nisa ul Hafidhoh, MT Tree (Struktur Data) Nisa ul Hafidhoh, MT Struktur Data Linier 1 5 8 9 2 ARRAY 0 1 2 3 n Head Tail QUEUE O U T 1 2 3 4 STACK 4 3 2 1 I N 10 8 14 LINKED LIST Struktur Tree Struktur Tree adalah struktur

Lebih terperinci

Pemrograman Algoritma Dan Struktur Data

Pemrograman Algoritma Dan Struktur Data MODUL PERKULIAHAN Modul ke: 14Fakultas Agus FASILKOM Pemrograman Algoritma Dan Struktur Data ADT BINARY TREE Hamdi.S.Kom,MMSI Program Studi Teknik Informatika ISTILAH-ISTILAH DASAR Pohon atau Tree adalah

Lebih terperinci

BAB IV POHON. Diktat Algoritma dan Struktur Data 2

BAB IV POHON. Diktat Algoritma dan Struktur Data 2 iktat lgoritma dan Struktur ata 2 V POON efinisi Pohon Struktur pohon merupakan kumpulan elemen yang salah satu elemennya disebut akar dan sisa elemennya terpecah menjadi sejumlah himpunan yang saling

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: DNA, bioinformatika, sekuens, Needleman-Wunsch, Lempel-Ziv, algoritma pensejajaran DNA, frase sempurna

ABSTRAK. Kata kunci: DNA, bioinformatika, sekuens, Needleman-Wunsch, Lempel-Ziv, algoritma pensejajaran DNA, frase sempurna ABSTRAK Ilmu Bioinformatika meneliti tentang perubahan yang dialami oleh DNA, serta membantu memberikan tanda terhadap mutasi genetika yang terjadi. Untuk membandingkan sekuens DNA dan mencari tahu bagaimana

Lebih terperinci

B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T. Tinaliah, S.Kom POHON BINER

B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T. Tinaliah, S.Kom POHON BINER A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z POHON BINER Tinaliah, S.Kom DEFINISI Pohon (dalam struktur data) struktur berisi sekumpulan elemen dimana salah satu elemen adalah akar (root) dan elemen-elemen

Lebih terperinci

Sequence Alignment Menggunakan Algoritma Smith Waterman 1

Sequence Alignment Menggunakan Algoritma Smith Waterman 1 Sequence Menggunakan Algoritma Smith Waterman 1 1 Inte Christinawati Bu ulölö, 2 Nopelina Simamora, 3 Sabar Tampubolon, 4 Allan Pinem Politeknik Informatika Del Jl. Sisingamangaraja, Sitoluama Kabupaten

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM DINAMIS DENGAN ALGORITMA NEEDLEMAN-WUNSCH PADA PENSEJAJARAN DNA DAN PROTEIN

IMPLEMENTASI PROGRAM DINAMIS DENGAN ALGORITMA NEEDLEMAN-WUNSCH PADA PENSEJAJARAN DNA DAN PROTEIN IMPLEMENTASI PROGRAM DINAMIS DENGAN ALGORITMA NEEDLEMAN-WUNSCH PADA PENSEJAJARAN DNA DAN PROTEIN Joseph Rich Aryanto Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Masalah Pembahasan yang akan diuraikan dalam sub bab ini meliputi gambaran hasil rancangan yang menjadi bagian-bagian komponen dengan tujuan mempelajari

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Kebutuhan Program Untuk menjalankan aplikasi ini ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pengguna. Spesifikasi kebutuhan berikut ini merupakan spesifikasi

Lebih terperinci

Tenia Wahyuningrum, S.Kom. MT Sisilia Thya Safitri, S.T.,M.T.

Tenia Wahyuningrum, S.Kom. MT Sisilia Thya Safitri, S.T.,M.T. tree Tenia Wahyuningrum, S.Kom. MT Sisilia Thya Safitri, S.T.,M.T Tree Kumpulan node yang saling terhubung satu sama lain dalam suatu kesatuan yang membentuk layakya struktur sebuah pohon. Tree merepresentasikan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisis Masalah Proses analisa sistem merupakan langkah kedua pada pengembangan sistem. Analisa sistem dilakukan untuk memahami informasi-informasi

Lebih terperinci

Pendekatan Dynamic Programming untuk Menyelesaikan Sequence Alignment

Pendekatan Dynamic Programming untuk Menyelesaikan Sequence Alignment Pekatan Dynamic Programming untuk Menyelesaikan Sequence Alignment Ray Andrew Obaja Sinurat - 13515073 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Buku Ajar Struktur Data

Buku Ajar Struktur Data B a g i a n 5 Tujuan Instruksional Khusus Pokok Bahasan Mahasiswa mampu menjelaskan struktur data nonlinier Tree. Mahasiswa mampu memahami operasi pada struktur data Tree Struktur data Tree secara umum.

Lebih terperinci

Struktur Data & Algoritma

Struktur Data & Algoritma Struktur Data & Algoritma ADT Tree Suryana Setiawan, Ruli Manurung & Ade Azurat ( Denny (acknowledgments: Fasilkom UI SUR HMM AA Fasilkom UI - IKI20100/IKI80110P 2009/2010 Ganjil Pekan 08 1 Tujuan Memahami

Lebih terperinci

IT234 Algoritma dan Struktur Data. Tree

IT234 Algoritma dan Struktur Data. Tree IT234 Algoritma dan Struktur Data Tree Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana @2008 Tree Kumpulan node yang saling terhubung satu sama lain dalam suatu kesatuan yang membentuk layakya

Lebih terperinci

OPERASI LOGIKA PADA GENERAL TREE MENGGUNAKAN FUNGSI REKURSIF

OPERASI LOGIKA PADA GENERAL TREE MENGGUNAKAN FUNGSI REKURSIF OPERASI LOGIKA PADA GENERAL TREE MENGGUNAKAN FUNGSI REKURSIF Lutfi Hakim (1), Eko Mulyanto Yuniarno (2) Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro (1), Dosen Pembimbing (2) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH ALGORITMA dan STRUKTUR DATA II

DIKTAT KULIAH ALGORITMA dan STRUKTUR DATA II Pertemuan 13 Waktu : 135 menit Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa mampu menjelaskan teknik pemrograman menggunakan Tree. Substansi Materi : Tree Tabulasi Kegiatan Perkuliahan No Tahap Kegiatan Kegiatan Pengajar

Lebih terperinci

STRUKTUR POHON (TREE) Pohon atau Tree adalah salah satu bentuk Graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit.

STRUKTUR POHON (TREE) Pohon atau Tree adalah salah satu bentuk Graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Pertemuan 9 STRUKTUR POHON (TREE) ISTILAH-ISTILAH DASAR Pohon atau Tree adalah salah satu bentuk Graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Karena merupakan Graph terhubung, maka pada Pohon (Tree)

Lebih terperinci

Pohon dan Pohon Biner

Pohon dan Pohon Biner Pertemuan 14 Pohon dan Pohon Biner P r a j a n t o W a h y u A d i prajanto@dsn.dinus.ac.id +6285 641 73 00 22 Rencana Kegiatan Perkuliahan Semester # Pokok Bahasan 1 Pengenalan Struktur Data 2 ADT Stack

Lebih terperinci

Pertemuan 9 STRUKTUR POHON & KUNJUNGAN POHON BINER

Pertemuan 9 STRUKTUR POHON & KUNJUNGAN POHON BINER Pertemuan 9 STRUKTUR POHON & KUNJUNGAN POHON BINER DEFINISI POHON (TREE) Pohon (Tree) termasuk struktur non linear yang didefinisikan sebagai data yang terorganisir dari suatu item informasi cabang yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISISDAN PERANCANGAN SISTEM Aplikasi simulasi kompresi algoritma Huffman Coding ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Netbeans 7.2. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object

Lebih terperinci

BAB VII POHON BINAR POHON

BAB VII POHON BINAR POHON BAB VII POHON BINAR POHON Pohon atau tree adalah salah satu bentuk graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Karena merupakan graph terhubung, maka pada pohon selalu terdapat path atau jalur yang

Lebih terperinci

2. Mahasiswa dapat membuat dan menggunakan array dan linked list dalam suatu kasus.

2. Mahasiswa dapat membuat dan menggunakan array dan linked list dalam suatu kasus. 1 ARRAY & LINKED LIST MODUL 1 Standar kompetensi: 1. Mahasiswa mengetahui perbedaan array dan linked list. 2. Mahasiswa dapat membuat dan menggunakan array dan linked list dalam suatu kasus. 3. Mahasiswa

Lebih terperinci

STRUKTUR POHON (TREE) Pohon atau Tree adalah salah satu bentuk Graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit.

STRUKTUR POHON (TREE) Pohon atau Tree adalah salah satu bentuk Graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Pertemuan 9 STRUKTUR POHON (TREE) ISTILAH-ISTILAH DASAR Pohon atau Tree adalah salah satu bentuk Graph terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Karena merupakan Graph terhubung, maka pada Pohon (Tree)

Lebih terperinci

6. TREE / BINARY TREE

6. TREE / BINARY TREE 6. TREE / BINARY TREE TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mengenal Struktur data Tree. 2. Praktikan mengenal jenis-jenis tree, seperti binary tree. 3. Praktikan mengenal istilah-istilah yang terdapat didalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seolah-olah karya orang lain tersebut adalah karya kita dan mengakui hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seolah-olah karya orang lain tersebut adalah karya kita dan mengakui hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Plagiarisme Ada beberapa definisi menurut para ahli lainnya (dalam Novanta, 2009), yaitu : 1. Menurut Ir. Balza Achmad, M.Sc.E, plagiarisme adalah berbuat

Lebih terperinci

Sistem Deteksi Kemiripan antar Dokumen Teks Menggunakan Model Bayesian pada Term Latent Semantic Analysis (LSA)

Sistem Deteksi Kemiripan antar Dokumen Teks Menggunakan Model Bayesian pada Term Latent Semantic Analysis (LSA) Tugas Akhir Sistem Deteksi Kemiripan antar Dokumen Teks Menggunakan Model Bayesian pada Term Latent Semantic Analysis (LSA) Oleh: Danang Wahyu Wicaksono (1210100027) Pembimbing: 1. Prof. DR. Mohammad Isa

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH INDIVIDUAL. Mata Kuliah : Matematika Diskrit / IF2153 Nama : Dwitiyo Abhirama NIM :

TUGAS MAKALAH INDIVIDUAL. Mata Kuliah : Matematika Diskrit / IF2153 Nama : Dwitiyo Abhirama NIM : TUGAS MAKALAH INDIVIDUAL Mata Kuliah : Matematika Diskrit / IF2153 Nama : Dwitiyo Abhirama NIM : 13505013 Institut Teknologi Bandung Desember 2006 Penggunaan Struktur Pohon dalam Informatika Dwitiyo Abhirama

Lebih terperinci

BAB VII Tujuan 7.1 Deskripsi dari Binary Tree

BAB VII Tujuan 7.1 Deskripsi dari Binary Tree A VII Tree Tujuan 1. Mempelajari variasi bagian-bagian dari tree sebagai suatu bentuk struktur tak linier 2. Mempelajari beberapa hubungan fakta yang direpresentasikan dalam sebuah tree, sehingga mampu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan metode pengembangan sistem yang digunakan peneliti merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan metode pengembangan sistem yang digunakan peneliti merupakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengembangan Sistem Pendekatan metode pengembangan sistem yang digunakan peneliti merupakan salah satu dari agile methods yaitu extreme Programming (XP). Dalam metode

Lebih terperinci

Soal Pendahuluan Modul 3

Soal Pendahuluan Modul 3 1. Apa yang dimaksud dengan tree? PENGERTIAN TREE Kumpulan node yang saling terhubung satu sama lain dalam suatu kesatuan yang membentuk layakya struktur sebuah pohon. Struktur pohon adalah suatu cara

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. (TI-Math), serta Teknik Informatika dan Statistika (TI-Stat) dan pemilihan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. (TI-Math), serta Teknik Informatika dan Statistika (TI-Stat) dan pemilihan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Pada penelitian ini data dikumpulkan dari populasi mahasiswa BINUS University jurusan Teknik Informatika (TI), Teknik Informatika dan Matematika (TI-Math),

Lebih terperinci

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya PRAKTIKUM 25 TRAVERSAL BINARY TREE A. TUJUAN Mahasiswa diharapkan mampu : 1. Memahami konsep dari pembacaan Binary Tree dengan traversal Inorder, Preorder dan PostOrder 2. Mengimplementasikan pembacaan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

BAB III ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA BAB III ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA 3.1 Analisis Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumya oleh Hary Fernando dari Institut Teknologi Bandung dengan menerapkan algoritma burt force dan

Lebih terperinci

ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA

ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA Modul ke: 10 Fitrianingsih Fakultas FASILKOM ALGORITMA DAN STRUKTUR DATA JENIS-JENIS TREE SKom., MMSI Program Studi Sistem Informasi JENIS-JENIS TREE Pohon (Tree) adalah graf terhubung yang tidak mengandung

Lebih terperinci

STRUKTUR POHON & KUNJUNGAN POHON BINER

STRUKTUR POHON & KUNJUNGAN POHON BINER STRUKTUR POHON & KUNJUNGAN POHON BINER Pohon (Tree) termasuk struktur non linear yang didefinisikan sebagai data yang terorganisir dari suatu item informasi cabang yang saling terkait Istilah istilah Dalam

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM BAB V IMPLEMENTASI SISTEM Tahapan selanjutnya dalam perancangan sistem adalah tahapan implementasi sistem. Dalam tahap implementasi sistem terdapat beberapa kegiatan yang lakukan, antara lain : pengujian

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Sistem Dalam merancang sebuah sistem yang akan dirancang secara umum, ada beberapa tahap awal yang harus dilakukan sebelum perancangan sistem yaitu menganalisa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada semester Genap Tahun Pelajaran

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada semester Genap Tahun Pelajaran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Program Studi Ilmu Komputer Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum keseluruhan penelitian yang telah dilakukan. Penjelasan mengenai latar belakang, tujuan, ruang lingkup penelitian dan metodologi penelitian.

Lebih terperinci

ANALISIS SEQUENCE DNA VIRUS H1N1 MENGGUNAKAN METODE SUPER PAIRWISE ALIGNMENT

ANALISIS SEQUENCE DNA VIRUS H1N1 MENGGUNAKAN METODE SUPER PAIRWISE ALIGNMENT ANALISIS SEQUENCE DNA VIRUS H1N1 MENGGUNAKAN METODE SUPER PAIRWISE ALIGNMENT Oleh : Alfi Yusrotis Zakiyyah NRP : 1209201010 Pembimbing : Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Dr. rer. nat. Ir. Maya Shovitri, M.Si

Lebih terperinci

Penerapan Pohon Dalam Heap Sort

Penerapan Pohon Dalam Heap Sort enerapan ohon Dalam Sort Firdi Mulia Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung, email: if17045@students.if.itb.ac.id Abstract Makalah ini membahas tentang penerapan pohon heap dalam metode pengurutan data

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Sistem Tahapan analisis dan perancangan ini bertujuan menganalisa kebutuhan pengembangan aplikasi media pembelajaran enkripsi dengan algoritma Triple DES.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Sistem Analisis sistem merupakan penguraian dari suatu sistem yang utuh kedalam bagian bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

Algoritma dan Struktur Data. Click to edit Master subtitle style Konsep Tree

Algoritma dan Struktur Data. Click to edit Master subtitle style Konsep Tree Algoritma dan Struktur Data Click to edit Master subtitle style Konsep Tree Basic Tree Concepts Tree berisi himpunan node dan garis berarah yang disebut branch yang menghubungkan dua node. Banyaknya branch

Lebih terperinci

Ringkasan mengenai Tree (Dari beberapa referensi lain) Nina Valentika

Ringkasan mengenai Tree (Dari beberapa referensi lain) Nina Valentika Ringkasan mengenai Tree (Dari beberapa referensi lain) Nina Valentika December 31, 2015 0.1 Pendahuluan Figure 1: Contoh Tree. Tree/pohon merupakan struktur data yang tidak linear/non linear yang digunakan

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

KUM 6 IMPLEMENTASI BINARY TREE

KUM 6 IMPLEMENTASI BINARY TREE PRAKTIKUM KUM 6 IMPLEMENTASI BINARY TREE TUJUAN PEMBELAJARAN: 1. Mengimplementasikan struktur data Binary Tree menggunakan linked list. 2. Mampu mengimplementasikan beragam operasi pada struktur data binary

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Handphone merupakan salah satu teknologi yang sangat diminati masyarakat dalam membantu pekerjaan, pendidikan yang memberikan informasi secara

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) Mata Kuliah : Struktur Data Kode : TIS3213 Semester : III Waktu : 2 x 3 x 50 Menit Pertemuan : 10 & 11

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) Mata Kuliah : Struktur Data Kode : TIS3213 Semester : III Waktu : 2 x 3 x 50 Menit Pertemuan : 10 & 11 . Kompetensi 1. Utama STUN R PERKULIHN (SP) Mata Kuliah : Struktur Data Kode : TIS3213 Semester : III Waktu : 2 x 3 x 50 Menit Pertemuan : 10 & 11 Mahasiswa dapat memahami tentang konsep pemrograman menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain dan tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut: Rumusan Masalah Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Data Model

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM BAB V IMPLEMENTASI SISTEM Tahapan selanjutnya dalam perancangan sistem adalah tahapan implementasi sistem. Dalam tahap implementasi sistem terdapat beberapa kegiatan yang lakukan, antara lain : pengujian

Lebih terperinci

Tree. Perhatikan pula contoh tree di bawah ini : Level. Level 2. Level 3. Level 4. Level 5

Tree. Perhatikan pula contoh tree di bawah ini : Level. Level 2. Level 3. Level 4. Level 5 TR (POHON) Tree/pohon merupakan struktur data yang tidak linear/non linear yang digunakan terutama untuk merepresentasikan hubungan data yang bersifat hierarkis antara elemenelemennya. efinisi tree : Kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai antarmuka pengguna grafis atau Graphical User Interface. yakni ucapan, untuk meningkatkan kemudahannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal sebagai antarmuka pengguna grafis atau Graphical User Interface. yakni ucapan, untuk meningkatkan kemudahannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kebanyakan sistem operasi komputer kontemporer telah disediakan pengantaraan grafis untuk mempermudah interaksi antar pengguna dan komputer yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN Analisis Sistem

BAB 3 PEMBAHASAN Analisis Sistem BAB 3 PEMBAHASAN 3. 1. Analisis Sistem Analisis sistem adalah penguraian dari satu sistem yang utuh ke dalam bagian-bagian komponen dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi masalah, sehingga

Lebih terperinci

Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis

Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis Samudra Harapan Bekti 13508075 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

3.2. Analisa Masalah 3-1.

3.2. Analisa Masalah 3-1. BAB 3. ANALISA SISTEM 3.1. Analisa Sistem Perusahaan PT Retail Department Store saat ini belum mempunyai sebuah sistem informasi yang terintegrasi. Ada banyak laporan-laporan yang diinput secara manual.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Deskripsi Umum Perangkat Lunak Sistem informasi kost di sekitar Universitas Sebelas Maret ini memberikan informasi tentang kost kepada mahasiswa Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISA MASALAH DAN PERANCANGAN BAB III ANALISA MASALAH DAN PERANCANGAN III.1. Analisa Sub bab ini berisikan tentang analisa sistem yang akan dibangun. Sub bab ini membahas teknik pemecahan masalah yang menguraikan sebuah sistem menjadi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tools yang akan digunakan untuk merancang aplikasi generator denah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tools yang akan digunakan untuk merancang aplikasi generator denah 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian Alat penelitian berupa perangkat keras dan perangkat lunak sebagai tools yang akan digunakan untuk merancang aplikasi generator

Lebih terperinci

Termilogi Pada Pohon Berakar 10 Pohon Berakar Terurut

Termilogi Pada Pohon Berakar 10 Pohon Berakar Terurut KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata?ala, karena berkat rahmat-nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Catatan Seorang Kuli Panggul. Makalah ini diajukan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis III.1.1 Analisis Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi, keamanan dalam berteknologi merupakan hal yang sangat penting. Salah satu cara mengamankan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Masalah Analisa masalah yang didapat dari penelitian ini adalah membuat data kompresi dengan menggunakan algoritma Lempel Ziv Welch (LZW). Algoritma kompresi

Lebih terperinci

Silsilah keluarga Hasil pertandingan yang berbentuk turnamen Struktur organisasi dari sebuah perusahaan. B.1 Pohon Biner (Binary Tree)

Silsilah keluarga Hasil pertandingan yang berbentuk turnamen Struktur organisasi dari sebuah perusahaan. B.1 Pohon Biner (Binary Tree) PRAKTIKUM 25 BINARY TREE A. TUJUAN Mahasiswa diharapkan mampu : 1. Memahami konsep dari BinaryTree 2. Memahami cara membangun Binary Tree secara manual 3. Memahami konsep dan implementasi dari menghitung

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 4.1 Implementasi Aplikasi Implementasi merupakan suatu penerapan perancangan aplikasi yang dapat dimengerti oleh mesin dengan spesifikasi perangkat lunak (software) dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi

BAB 3 METODOLOGI. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi BAB 3 METODOLOGI 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan dan studi laboratorium dimana penulis mempelajari teori-teori teknik pencarian

Lebih terperinci

Algoritma dan Struktur Data. Tree

Algoritma dan Struktur Data. Tree Algoritma dan Struktur Data Tree Outline 1. Apakah Tree Structure itu? 2. Binary Tree & implementasinya 3. Tree Traversal 4. Implementasi tree (selain binary tree) Apakah Tree Structure itu? Struktur data

Lebih terperinci

APLIKASI DYNAMIC PROGRAMMING DALAM ALGORITMA NEEDLEMAN-WUNSCH UNTUK PENJAJARAN DNA DAN PROTEIN

APLIKASI DYNAMIC PROGRAMMING DALAM ALGORITMA NEEDLEMAN-WUNSCH UNTUK PENJAJARAN DNA DAN PROTEIN APLIKASI DYNAMIC PROGRAMMING DALAM ALGORITMA NEEDLEMAN-WUNSCH UNTUK PENJAJARAN DNA DAN PROTEIN Dian Perdhana Putra - 13507096 Teknik Informatika ITB Jl. Ganesha 10 Bandung e-mail: if17096@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisis Masalah Proses analisa sistem merupakan langkah kedua pada pengembangan sistem. Analisa sistem dilakukan untuk memahami informasi-informasi

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Processor: Intel Pentium, Core Duo, 1.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Processor: Intel Pentium, Core Duo, 1. BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Lingkungan Perancangan Dalam perancangan program simulasi ini, penulis menggunakan komputer dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Processor: Intel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilaksanakan pada Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015. Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

BAB III METODE PENELITIAN. dilaksanakan pada Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015. Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJICOBA

BAB IV HASIL DAN UJICOBA BAB IV HASIL DAN UJICOBA IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan mengenai tampilan hasil dari perancangan Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Pada Klinik Rakyat Dengan Metode Economic Order

Lebih terperinci

Pengenalan Algoritma & Struktur Data. Pertemuan ke-1

Pengenalan Algoritma & Struktur Data. Pertemuan ke-1 Pengenalan Algoritma & Struktur Data Pertemuan ke-1 Apa itu Struktur Data? PROGRAM ALGO RITMA STRUKTUR DATA Algoritma.. deskripsi langkah-langkah penyelesaian masalah yang tersusun secara logis 1. Ditulis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Alat Alat yang di gunakan dalam pembuatan aplikasi hadis sahih bukhari

BAB III METODE PENELITIAN Alat Alat yang di gunakan dalam pembuatan aplikasi hadis sahih bukhari 3.1 Alat dan bahan BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1 Alat Alat yang di gunakan dalam pembuatan aplikasi hadis sahih bukhari terdiri dari : 1. Spesifikasi hardware yang digunakan dalam pengembangan sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA 37 BAB IV HASIL DAN UJI COBA Dalam tahap implementasi sistem ada beberapa syarat yang harus disiapkan sebelumnya. Syarat-syarat tersebut meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Dalam perancangan program aplikasi ini, penulis menggunakan komputer dan

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Dalam perancangan program aplikasi ini, penulis menggunakan komputer dan BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Lingkungan Perancangan Dalam perancangan program aplikasi ini, penulis menggunakan komputer dan sistem operasi dengan spesifikasi rekomendasi sebagai berikut: 1. Processor:

Lebih terperinci

Pohon (Tree) Universitas Gunadarma Sistem Informasi 2012/2013

Pohon (Tree) Universitas Gunadarma Sistem Informasi 2012/2013 Pohon (Tree) Universitas Gunadarma Sistem Informasi 2012/2013 Pohon (Tree) Pohon (Tree) didefinisikan sebagai graf terhubung yang tidak mengandung sirkuit. Karena merupakan graf terhubung, maka pohon selalu

Lebih terperinci

Algoritma dan Struktur Data. Binary Tree & Binary Search Tree (BST)

Algoritma dan Struktur Data. Binary Tree & Binary Search Tree (BST) Algoritma dan Struktur Data Binary Tree & Binary Search Tree (BST) Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Malang 2016 Outline Tree Binary tree Istilah pada tree Operasi dasar binary tree BST Definisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan pada perusahaan PT.

BAB III METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan pada perusahaan PT. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan pada perusahaan PT. Traktor

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM

BAB V IMPLEMENTASI SISTEM BAB V IMPLEMENTASI SISTEM Setelah tahap penganalisaan dan perancangan selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya dalam membangun sebuah sistem informasi adalah menguji apakah sistem tersebut siap diterapkan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM STRUKTUR DATA

MODUL PRAKTIKUM STRUKTUR DATA MODUL PRAKTIKUM STRUKTUR DATA TREE (POHON) Oleh : SUPRAPTO, S.Kom PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE (UNIROW) TUBAN 2012/2013 MODUL V TREE (POHON) 5.1. TREE (POHON)

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM. Analisa masalah yang didapat dari penelitian ini adalah membuat data

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM. Analisa masalah yang didapat dari penelitian ini adalah membuat data BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Masalah Analisa masalah yang didapat dari penelitian ini adalah membuat data kompresi dengan menggunakan algoritma LZ77 dan Lempel Ziv Welch (LZW). Algoritma

Lebih terperinci

BAB III KONSEP DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB III KONSEP DAN PERANCANGAN APLIKASI BAB III KONSEP DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Konsep Pada bab ini penulis akan membahas konsep mengenai perangkat lunak yang digunakan serta akan dibahas mengenai tujuan, kegunaan dan untuk siapa aplikasi

Lebih terperinci

Penerapan BFS dan DFS dalam Garbage Collection

Penerapan BFS dan DFS dalam Garbage Collection Penerapan BFS dan DFS dalam Garbage Collection Nugroho Satriyanto 13514038 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13514038@std.stei.itb.ac.id

Lebih terperinci

Representasi Himpunan Barisan Kodon ke dalam Struktur Modul

Representasi Himpunan Barisan Kodon ke dalam Struktur Modul Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No1, April 2014, hal 49-54 Representasi Himpunan Barisan Kodon ke dalam Struktur Modul Yurio Windiatmoko, Ema Carnia, Isah Aisah Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Manual Penggunaan Algoritma Evolusi Diferensial untuk Mengoptimasikan Tata Letak Fasilitas Komarudin

Manual Penggunaan Algoritma Evolusi Diferensial untuk Mengoptimasikan Tata Letak Fasilitas Komarudin Manual Penggunaan Algoritma Evolusi Diferensial untuk Mengoptimasikan Tata Letak Fasilitas Komarudin Laboratorium Rekayasa, Simulasi dan Pemodelan Sistem Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Analisa merupakan bidang yang menarik, melibatkan studi interaksi antar manusia, kelompok-kelompok orang, komputer dan organisasi. Yang digunakan dalam penelitian ini cara

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Needleman-Wunsch sebagai Salah Satu Implementasi Program Dinamis pada Pensejajaran DNA dan Protein

Penerapan Algoritma Needleman-Wunsch sebagai Salah Satu Implementasi Program Dinamis pada Pensejajaran DNA dan Protein Penerapan lgoritma Needleman-Wunsch sebagai Salah Satu Implementasi Program Dinamis pada Pensejajaran DN dan Protein Muhamad Reza Firdaus Zen 1, Sila Wiyanti Putri 2, Muhamad Fajrin Rasyid 3 Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Proyek 2.1.1. Pengertian Manajemen Menurut James A.F. Stoner (2006) Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya

Lebih terperinci