V. HASIL PENGAMATAN Tingkat Pendidikan Suami Istri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL PENGAMATAN Tingkat Pendidikan Suami Istri"

Transkripsi

1 65 V. HASIL PENGAMATAN A. Karakteristik Rumah Tangga Responden Rumah tangga petani merupakan sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan dan pada umumnya makan bersama dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian /seluruh bangunan dan mengurus rumah tangga sendiri, dengan kepala rumah tangga bekerja disektor pertanian. Pada penelitian ini, responden adalah petani yang berstatus sebagai petani penggarap. Responden pada penelitian ini berjumlah 90 orang, yang merupakan penduduk dari Kabupaten Wonogiri yang berdomisili di Daerah Aliran Sungai Keduang. Karakteristik rumah tangga responden meliputi datadata yang meliputi identitas responden dan anggota keluarga responden. Datadata tersebut meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga lakilaki maupun perempuan. Karakteristik rumah tangga responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 13. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Tahun 2015 No. Uraian Rata- rata 1 Umur (tahun) Suami Istri Tingkat Pendidikan Suami Istri Jumlah Anggota Keluarga (orang) 4 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa umur rata-rata suami adalah 54 tahun dan istri 46 tahun. Umur berpengaruh terhadap produktivitas/ daya kerja. Semakin bertambahnya umur, produktivitas seseorang akan meningkat, namun akan mengalami penurunan setelah melewati masa produktif. Umur petani rata-rata adalah 54 tahun. Pendidikan formal berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan seseorang. Rata-rata pendidikan petani adalah 7 tahun, atau setingkat SMP. Ini berarti tingkat pendidikan petani masih cukup rendah. Jumlah anggota rumah tangga petani 65

2 66 rata-rata adalah 4 orang. Jumlah anggota keluarga petani umumnya hanyalah kepala keluarga, istri dan 2 orang anak. Pendidikan dan pengetahuan ibu rumah tangga dapat berpengaruh terhadap pangan keluarga. Ibu rumah tangga merupakan pengambil keputusan dalam konsumsi pangan, karena umumnya merekalah yang mengurusi masalah dapur dan menyiapkan makanan bagi seluruh anggota rumah tangganya. Apabila pengetahuan ibu rumah tangga tentang konsumsi pangan dan gizi baik, maka ketercukupan gizi anggota rumah tangganya akan diperhatikan, sehingga dapat memilih bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi rumah tangganya. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Responden di Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Tahun 2015 Tingkat Pendidikan (tahun) Tidak Sekolah 6 (setingkat SD) 7-9 (setingkat SMP) (setingkat SMA) 12 (akademi dan setingkat PT) Ibu rumah tangga Jumlah (orang) Prosentase (%) 15 17, ,63 8 9,09 5 5,68 6 6,81 Jumlah Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Dari tabel 14dapat diketahui tingkatan pendidikan formal ibu rumah tangga responden. Tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki ibu rumah tangga adalah 6 tahun atau setingkat SD, yaitu sebanyak 56 orang atau mencapai 63,63%. Banyaknya ibu rumah tangga lulusan SMP sebanyak 8 orang atau 9,09%, ibu rumah tangga yang tidak bersekolah sebanyak 15 orang atau 17,04%, lulusan SMA atau setingkat terdapat 5 orang atau 5,68%, sedangkan lulusan akademi dan setingkat PT ada 6 orang atau 6,81%.

3 67 B. Pendapatan Rumah Tangga Responden Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang didapat oleh masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada Tabel 15 dapat dilihat besarnya rata-rata pendapatan responden. Tabel 15. Besarnya Rata-rata Pendapatan Responden di Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Tahun 2015 No Pendapatan Rata-rata (Rp) Prosentase (%) 1 Pendapatan Usahatani ,556 30,93 2 Pendapatan Luar Usahatani ,074 69,07 Jumlah , Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Pendapatan rumah tangga petani dikelompokkan menjadi 2, yaitu pendapatan usahatani dan pendapatan luar usahatani. Berdasarkan Tabel 15 rata-rata pendapatan usahatani responden yaitu sebesar Rp ,556 per bulan. Rata-rata besarnya pendapatan sampingan rumah tangga petani adalah sebesar Rp ,074 per bulan. Dalam penelitian ini, prosentase pendapatan usahatani rumah tangga sebesar 30,93%, sedangkan prosentase pendapatan luar usahatani rumah tangga sebesar 69,07%. Besarnya prosentase pendapatan usahatani rumah tangga lebih kecil dari pendapatan luar usahatani rumah tangga. Pekerjaan ibu rumah tangga antara lain adalah buruh tani, buruh rumah tangga, buruh goni, berdagang di pasar maupun warung. Pendapatan ibu rumah tangga dapat menjadi tambahan pemasukan dalam rumah tangga, sehingga pendapatan rumah tangga bertambah. Pendapatan luar usahatani rumah tangga diperoleh juga dari pendapatan anggota rumah tangga lainnya, misalnya dari mertua. Selain itu, juga diperoleh dari pemberian, hadiah ataupun sumbangan. C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga. Konsumsi rumah tangga digolongkan menjadi 2 yaitu konsumsi pangan dan non pangan tanpa memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja,

4 68 tidak termasuk pengeluaran untuk usaha. Tabel 16 merupakan besarnya pengeluaran rumah tangga responden. Tabel 16. Rata-Rata Pengeluaran Per Bulan Rumah Tangga Responden di Sub DAS Keduang Kabupaten Wonogiri Tahun 2015 No. Jenis Pengeluaran Rata-rata (Rp) Prosentase (%) 1. Pengeluaran Pangan a. Padi-padian b. Sayur- sayuran c. Bumbu-bumbuan d. Kacang-kacagan e. Telur dan Susu f. Daging g. Minuman h. Tembakau i. Makanan dan Minuman jadi j. Buah-buahan k. Minyak dan Lemak l. Ikan m. Konsumsi lain n. Umbi-umbian , , , , , , , , , , , , , ,56 57,30 16,24 12,3 11,91 8,91 7,28 6,71 6,43 5,4 5,33 5,17 4,41 3,81 3,8 2,3 Jumlah , , ,59 32, ,67 20, ,60 16, ,44 12, ,76 5, ,63 5, ,23 4, ,31 2,48 2. Pengeluaran Non Pangan a. Keperluan sosial b. Barang dan Jasa c. Biaya Pendidikan d. Perumahan e. Sandang f. Biaya Kesehatan g. Pajak dan asuransi h. Barang tahan lama Jumlah , Jumlah , Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Tabel 16 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran perbulan rumah tangga responden. Besarnya pengeluaran untuk pangan adalah Rp ,19/bulan dan pengeluaran non pangan sebesar Rp ,26/bulan, sehingga rata-rata pengeluaran rumah tangga responden sebesar Rp ,45/bulan.

5 69 Pengeluaran untuk jenis padi-padian merupakan pengeluaran pangan terbesar, yaitu Rp ,19/bulan (16,24%). Pengeluaran pangan terbesar kedua yaitu pengeluaran untuk sayur-sayuran Rp ,11/bulan (12,30%). Selanjutnya pengeluaran untuk pangan berdasarkan besarnya adalah pengeluaran untuk bumbu-bumbuan Rp ,7/bulan (11,91%), tembakau Rp ,67/bulan (5,04 %), konsumsi lain Rp ,00/bulan (63,8%), minuman Rp ,44/bulan (5,33%), kacang-kacangan Rp ,11/bulan (8,91%), daging Rp ,37/bulan (6,71%), minyak dan lemak Rp ,00/bulan (4,41%), telur dan susu Rp ,44/bulan (7,28%), ikan Rp ,74/bulan (3,81%), buah-buahan Rp ,11/bulan (5,17%), umbi-umbian Rp ,56/bulan (2,30%), makanan dan minuman jadi Rp ,44/bulan (5,33%). Pengeluaran pangan terbesar adalah untuk padi-padian, yang mencapai 16,24%. Kelompok pangan padi-padian meliputi beras, jagung,tepung beras, tepung jagung, tepung terigu dan jenis produk dari padi-padian. Pengeluaran untuk padi-padian tergolong besar karena padi/beras merupakan makanan pokok bagi setiap rumah tangga responden, selain itu tepung beras dan tepung terigu dapat digunakan untuk bahan-bahan pembuat lauk-pauk. Pola pangan rumah tangga petani sepanjang tahunnya adalah beras, oleh karena itu, ketersediaannya di rumah selalu terjaga. Pengeluaran pangan terbesar kedua adalah untuk sayur-sayuran mencapai 12,30 %. Golongan sayuran antara lain adalah bayam, kangkung, kubis, buncis, cabe, tomat, terong, dan lain-lain. Petani dalam mendapatkan sayuran biasa membeli diwarung ataupun penjual keliling. Selain itu, sayuran seperti kangkung dan bayam, mereka dapatkan dari pekarangan atau dari sawah yang tumbuh liar, sehingga dapat menghemat pengeluaran. Pengeluaran untuk bumbu-bumbuan 11,91%. Golongan bumbubumbuan antara lain: garam, merica, ketambar, terasi, vetsin, kecap, bawang merah, bawang putih dan lain-lain. Pengeluaran untuk bawang merah dan bawang putih adalah yang terbanyak. Hal ini dikarenakan kedua jenis ini diperlukan hampir disetiap masakan dan dalam jumlah yang lebih banyak

6 70 dibanding bumbu-bumbu yang lain, garam misalnya. Walaupun garam juga diperlukan disetiap masakan, namun harganya murah. Pengeluaran untuk kacang-kacangan adalah sebesar 8,91%, yang meliputi pengeluaran untuk kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, tahu, temped an lainnya. Pengeluaran rumah tangga petani untuk golongan ini hanyalah pada tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan lauk sumber protein nabati yang murah dan tersedia terus-menerus dipasar, alasan inilah yang membuat responden memilih untuk mengkonsumsinya. Pengeluaran untuk daging 6,71% dari pengeluaran pangan. Golongan daging meliputi sapi, ayam, kambing dan lainnya. Rumah tangga petani umumnya hanya dapat mengkonsumsi daging ayam, hal ini karena harga daging ayam lebih murah jika dibandingkan dengan harga daging sapi maupun kambing. Konsumsi daging ayam juga tidak setiap hari, biasanya hanya dikonsumsi pada saat-saat tertentu, atau hari khusus, misalnya saat ada keluarga yang berkunjung. Pengeluaran untuk telur dan susu 7,28% dari pengeluaran pangan. Dari seluruh responden, hanya terdapat 1 rumah tangga yang mengkonsumsi susu. Rumah tangga tersebut adalah rumah tangga yang masih memiliki anak usia sekolah. Telur merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang murah dibandingkan dengan daging dan lainnya, sehingga menjadi pilihan rumah tangga untuk mengkonsumsinya. Pengeluaran pangan untuk konsumsi tembakau dan sirih yang mencapai 5,40%. Rumah tangga responden yang mengkonsumsi tembakau dan sirih adalah 63,33% dari seluruh responden. Ini berarti sebagian besar rumah tangga petani mengkonsumsi tembakau dan sirih. Golongan pangan yang termasuk dalam tembakau dan sirih antara lain: rokok kretek, rokok putih, cerutu, sirih, tembakau, dan pinang. Pengeluaran terbesar pada rokok kretek. Alasan memilih rokok kretek adalah harganya yang lebih murah dibanding rokok putih, dan lebih praktis dibanding meracik sendiri (tingwe). Konsumsi lain mencapai 3,8% pengeluaran pangan. Golongan konsumsi lain antara lain kerupuk, karak, mie, bihun dan lain-lainnya.

7 71 Konsumsi untuk mie merupakan pengeluaran terbesar pada golongan ini. Hampir semua rumah tangga mengkonsumsi mie. Krupuk dan karak juga dikonsumsi hampir setiap rumah tangga, karena merupakan lauk dengan harga yang murah. Pengeluaran untuk minuman mencapai 5,33% pengeluaran pangan. Pengeluaran untuk minuman meliputi gula, teh, kopi, dan lainnya. Pengeluaran terbesar adalah untuk gula, karena gula digunakan untuk melengkapi teh maupun kopi, selain itu juga gula dapat digunakan untuk pelengkap bumbu dalam masakan. Pengeluaran untuk minyak dan lemak adalah 4,41% dari pengeluaran pangan. Pengeluaran untuk minyak dan lemak meliputi minyak goreng, mentega, kelapa dan lainnya. Pengeluaran untuk minyak goreng merupakan pengeluaran terbesar, karena semua rumah tangga menggunakan minyak goreng untuk memasak sayuran maupun lauk. Tidak semua rumah tangga mengkonsumsi kelapa untuk lauk maupun bahan sayur. Pengeluaran untuk ikan adalah 3,81% dari pengeluaran untuk pangan. Golongan ikan meliputi ikan segar, ikan awetan dan lainnya. Ikan yang dikonsumsi oleh sebagian besar petani responden adalah ikan awetan. Ikan awetan ini antara lain gereh, pindang besek, dan teri. Harga ikan awetan yang lebih murah dari ikan segar mungkin menjadi alasan utama rumah tangga memilihnya. Pengeluaran untuk buah-buahan sebesar 5,17% dari pengeluaran pangan. Buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah jeruk, mangga dan pisang. Buah jeruk dipilih karena harganya yang murah, dan dapat dinikmati bersama-sama karena dapat dibagi-bagi. Buah mangga dan pisang adalah buah yang diperoleh dari pekarangan mereka sendiri, sehingga selain dapat dijual, sebagian hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi 5,33% dari pengeluaran pangan. Golongan makanan dan minuman jadi antara lain roti, biscuit, bakso, gado-gado dan lainnya. Rendahnya persentase makanan dan minuman jadi adalah karena rumah tangga petani merupakan rumah tangga

8 72 dengan penghasilan yang rendah, sehingga mereka lebih memilih untuk mencukupi kebutuhan makanan pokok saja dan memilih untuk memasak sendiri makanan mereka karena dapat lebih menghemat dan disesuaikan dengan besarnya pendapatan mereka. Pengeluaran umbi-umbian sebesar 2,3% dari pengeluaran pangan. Golongan umbi-umbian meliputi ketela pohon, ketela ranbat, gaplek, kentang, talas dan lainnya. Jenis umbi yang sering dikonsumsi rumah tangga petani adalah ketela pohon dan ketela rambat. Sebagian besar mereka memperoleh bukan dari membeli melainkan dari hasil pekarangan rumahnya. Untuk kentang, rumah tangga petani responden tidak ada yang mengkonsumsi, alasan mereka adalah karena harga kentang yang mahal, selain itu, biasanya kentang hanya digunakan untuk tambahan pada sayur sop, bukan untuk konsumsi kentang secara langsung, misalnya kentang goreng, kentang rebus atau lainnya. Pengeluaran non pangan sebesar Rp ,26/bulan, pengeluaran terbesar adalah untuk keperluan sosial Rp ,59/bulan (32,65%). Kemudian secara berturut-turut keperluan non pangan terbanyak adalah pengeluaran untuk aneka barang dan jasa Rp ,67/bulan (20,81%), perumahan sebesar Rp ,44/bulan (12,04%), biaya pendidikan sebesar Rp ,60/bulan (16,47%), sandang Rp ,76/bulan ((5,54%), pajak dan asuransi Rp ,23/bulan (4,71%), biaya kesehatan sebesar Rp ,63/bulan (5,32%), sedangkan untuk barang tahan lama sebesar Rp ,31/bulan (2,48%). Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan dan fasilitas, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian dan sepatu, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara. Besarnya pengeluaran non pangan adalah Rp ,26/bulan. Pengeluaran non pangan terbesar adalah untuk keperluan sosial yaitu sebesar 32,65% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk keperluan sosial meliputi sumbangan untuk perkawinan, kematian, khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan lainnya. Besarnya pengeluaran untuk keperluan sosial tiap bulannya tidaklah sama. Perayaan atau pesta

9 73 biasanyadilakukan berdasarkan perhitungan jawa, tidak semua bulan diperbolehkan untuk,mengadakan perayaan, contohnya bulan suro. Sehingga pada bulan tersebut rumah tangga petani hampir tidak mengeluarkan biaya untuk menyumbang perayaan pesta. Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa adalah yang terbanyak kedua yaitu sebesar 20,81% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa meliputi sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, ongkos transportasi, bensin, perawatan kendaraan, pembuatan KTP, komunikasi dan lainnya. Pengeluaran pada golongan ini tinggi karena meliputi barang yang dibutuhkan dan dipergunakan setiap hari oleh seluruh anggota rumah tangga. Selain itu untuk transportasi, umumnya tiap rumah tangga mempunyai kendaraan sendiri, sehingga membutuhkan bensin untuk bahan bakarnya, sehingga menambah pengeluaran pada golongan ini. Pengeluaran perumahan 12,04% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk perumahan meliputi sewa/kontrak, pelistrikan, minyak tanah, kayu bakar, renovasi, LPG dan lainnya. Rumah tempat responden tinggal adalah rumah milik sendiri, sehingga biaya untuk sewa/kontrak tidak ada. Pengeluaran untuk golongan ini adalah untuk listrik, minyak tanah, kayu bakar dan LPG. Listrik digunakan setiap harinya untuk sarana penerangan. Minyak tanah, kayu bakar dan LPG digunakan untuk sarana memasak. Meskipun telah diberlakukannya konversi minyak tanah ke LPG, namun masih ada rumah tangga yang masih menggunakan minyak tanah untuk bahan bakar. Minyak tanah hanya digunakan untuk memasak menggunakan kayu bakar. Pengeluaran untuk biaya pendidikan mencapai 16,47% dari pengeluaran non pangan. Biaya pendidikan meliputi biaya untuk uang pangkal, SPP, pramuka, prakarya, buku, alat tulis dan lainnya. Pengeluaran untuk lainnya misalnya adalah pengeluaran untuk uang saku sekolah. Uang pangkal dan SPP hanya berlaku bagi pelajar SMA dan yang setingkat, sedangkan untuk SD dan SMP telah membebaskan muridnya dari biaya

10 74 tersebut melalui dana BOS. Rendahnya persentase biaya pendidikan karena sebagian besar anak rumah tangga responden sudah tidak bersekolah dan bekerja, sehingga hanya beberapa responden saja yang masih mempunyai anak di usia sekolah. Umumnya anak rumah tangga responden menyelesaikan pendidikan SMA, kemudian tidak melanjutkan keperguruan tinggi. Keterbatasan dana menjadi salah satu alasan untuk lebih memilih bekerja dibandingkan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Pengeluaran untuk sandang mencapai 5,54% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran sandang meliputi pengeluaran untuk pakaian, alas kaki, tutup kepala, dan lainnya. Seluruh rumah tangga responden mengaku hanya membeli pakaian pada saat lebaran atau setahun sekali. Hal ini dilakukan untuk penghematan, karena mereka lebih mementingkan untuk keperluan konsumsi yang lainnya daripada untuk membeli pakaian. Keperluan pajak dan asuransi adalah sebesar 4,71% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk golongan ini meliputi pengeluaran untuk PBB, dan lainnya. PBB dikeluarkan untuk pajak tanah yang mereka punya dan juga bangunan yang mereka tempati (rumah). Biaya lainnya adalah biaya untuk pajak motor, bagi rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor. Pajak PBB maupun pajak kendaraan bermotor dikeluarkan setiap setahun sekali, sehingga jika dirata-rata perbulannya menjadi sedikit. Pengeluaran untuk biaya kesehatan adalah sebesar 5,32% dari pengeluaran non pangan. Biaya kesehatan yang rendah pada rumah tangga responden disebabkan mereka lebih memilih untuk berobat ke puskesmas atau membeli obat di toko sesuai dengan penyakit yang mereka derita. Pengeluaran non pangan lainnya adalah untuk barang tahan lama. Barang tahan lama meliputi alat rumah tangga, alat dapur, alat hiburan, dan lainnya. Pada penelitian ini, besarnya pengeluaran untuk barang tahan lama adalah 2,48, hal ini karena rumah tangga responden jarang sekali membeli barang yang sifatnya tahan lama.

11 75 D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Total Pengeluaran Rumah Tangga Responden Proporsi pengeluaran konsumsi pangan merupakan persentase banyaknya pengeluaran pangan dibanding besarnya pengeluaran total. Proporsi pengeluran pangan terhadap pengeluaran total dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: PF = PF : Proporsi pengeluaran konsumsi pangan (%) Pp : Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga (Rp/bulan) TP : Pengeluaran total rumah tangga (Rp/bulan) Berikut ini merupakan proporsi pengeluaran rumah tangga responden di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri. Tabel 17. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri Tahun 2015 Jenis Pengeluaran Nominal (Rp/bulan) Proporsi (%) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan , ,26 57,30 42,70 Total Pengeluaran , Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Pengeluaran total merupakan pengeluaran untuk konsumsi pangan ditambah pengeluaran untuk non pangan. Besarnya rata-rata pengeluaran total pada penelitian ini adalah Rp ,45/bulan. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp ,19/bulan atau mencapai 57,3% dari total pengeluaran dan untuk pengeluaran non pangan sebesar Rp ,26/bulan (42,7%). E. Konsumsi Energi dan Protein Responden Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang dimakan /diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan fisiknya. Besarnya zat gizi yang terkandung dalam makanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

12 76 Keterangan: Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan (j) atau makanan yang dimakan sesuai satuannya. BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram) Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j) Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j. Konsumsi energi dan protein rumah tangga responden dihitung menggunakan metode recall. Sehingga rata rata konsumsi energi dan protein per orang per hari diperoleh dari konsumsi rumah tangga selama tujuh hari di bagi tujuh di bagi jumlah anggota keluarga. Sedangkan Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). a. Tingkat Konsumsi Energi Keterangan : TKE = Tingkat Konsumsi Energi Individu (%) AKEi aktual = Angka Konsumsi Energi aktual individu (kkal) AKEi = Angka Kecukupan Energi individu yang dianjurkan b. Tingkat Konsumsi Protein Keterangan : TKP = Tingkat Konsumsi Protein Individu (%) AKPi aktual = Angka Konsumsi Protein aktual individu (kkal) AKPi = Angka Kecukupan Protein individu yang dianjurkan Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga responden dan tingkat kecukupan gizinya rumah tangga petani di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri.

13 77 Tabel 18. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Kecukupan Gizi Rumah Tangga Petani di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri Tahun 2015 Kandungan Gizi Energi (kkal/orang/hari) Protein (gram/orang/hari) AKG yang Dianjurkan 1946,93 52,13 Konsumsi Rumah Tangga 1562,58 42,55 TKG (%) 79,98 81,58 Sumber: Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 18, dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata konsumsi energi rumah tangga responden adalah 1562,58 kkal/orang/hari dan konsumsi protein sebesar 42,55 gram/orang/hari. Besarnya konsumsi energi dan protein tersebut sebanding dengan 79,98% tingkat kecukupan energi dan 81,58% tingkat kecukupan protein. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga diperoleh dari besarnya energi dan protein yang terdapat dalam makanan/minuman yang dikonsumsi oleh masing-masing anggota rumah tangga dalam tujuh hari, kemudian dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga lalu dibagi tujuh. Besarnya tingkat kecukupan energi dan protein rumah tangga petani adalah 79,98% dan 81,58% AKG. Tingkat kecukupan energi rumah tangga petani tergolong dalam kategori devisit ringan, sedangkan untuk tingkat kecukupan proteinnya dalam kategori devisit ringan. Sebaran kategori tingkat kecukupan energi dan protein rumah tangga petani menunjukkan bahwa status gizi tiap rumah tangga berbeda. Sebagian besar rumah tangga termasuk dalam kategori normal, artinya rumah tangga petani telah mampu mencukupi kebutuhan energi dan proteinnya. Rumah tangga petani yang termasuk dalam kategori tingkat kecukupan energi normal sebanyak 60%, setelah itu, 23,33% termasuk dalam kategori devisit ringan, 10% devisit sedang dan 6,67% devisit berat. Dan untuk kategori tingkat kecukupan protein normal sebanyak 60%, kemudian 16,67% termasuk dalam kategori devisit berat, 13,33% devisit ringan, dan 10% devisit sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga petani tercukupi kebutuhan gizinya. Perbedaan kategori tiap rumah tangga disebabkan perbedaan makanan/minuman yang dikonsumsi tiap rumah tangga.

14 78 F. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Rumah Tangga 1. Pengeluaran Pangan Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengeluaran rumah tangga petani di Daerah Aliran Sungai Kabupaten Wonogri, diperoleh rumus sebagai berikut: Y = ,527+ 0,057 X ,768 X ,403 X ,106 D + e Keterangan : Y : Tingkat Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani (%) X 1 : Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rupiah per tahun) X 2 : Jumlah tanggungan keluarga (orang) X 3 : Luas lahan yang dimiliki (hektar) b 0 : Konstanta b 1- b 3 : Nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel D : Dummy variabel (D=1, hulu, D=0 hilir) e : Kesalahan pengganggu a. Pengujian Model Statistik 1) Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar variabelvariabel bebas dapat menjelaskan variabel tak bebas. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R 2 sebesar 0,549. Hal ini menunjukkan bahwa 54,9 % pengeluaran pangan rumah tangga peani di daerah Sub DAS Keduangdapat dijelaskan oleh variable pendapatan,jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir. Sedangkan sisanya sebesar 45,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model, misalnya selera konsumen, kebudayaan, pendidikan petani dll. 2) Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di daerah DAS Keduang. Hasil analisis uji F dapat dilihat pada Tabel 19.

15 79 Tabel 19. Hasil Analisis Uji F Model Sum of Mean Df Squares Square F Sig Regression 2,419E12 4 6,047E11 9,179 0,000 Residual 5,600E ,588E10 Total 8,019E12 89 Sumber : Analisis Data Primer Keterangan : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 % Berdasarkan analisis uji F dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diamati yaitu pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir, secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di daerah DAS Keduang. 3) Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individu terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di daerah DAS Keduang. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Analisis Uji t Variabel Koef. Regresi t Sig Pendapatan rumah tangga (X 1 ) 0,057 ** 2,939 0,004 Jumlah tanggungan keluarga (X 2 ) 63760,768 *** 3,630 0,000 Luas lahan (X 3 ) ,043 ** 2,946 0,004 Wilayah Hulu Hilir (D) 32394,106 0,585 0,560 Sumber : Analisis Data Primer Keterangan : **) : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 % Berdasarkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa variabel pendapatan rumah tangga petani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan masing-masing berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduangpada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing variabel-variabel tersebut yaitu 0,004 ; 0,000 ; 0,004 (< α = 0,05).

16 80 Variabel wilayah hulu hilir tidak berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansinya 0,560 lebih besar dari α (0,05). a) Pendapatan Rumah tangga Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang. Menurut Teori Keynes, terdapat pengeluaran konsumsi minimum yang harus dikeluarkan oleh masyarakat dan pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan bertambahnya pendapatan. Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel pendapatan penduduk signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %, sehingga pendapatan rumah tangga petani secara individu berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Nilai koefisien pendapatan yang positif menunjukkan bahwa pendapatan petani berbanding lurus dengan jumlah pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga petani maka pengeluaran pangan rumah tangga petani akan meningkat. Hal ini dikarenakan tingginya kesadaran masyarakat di Wonogiri untuk memenuhi gizi yang makanan pokoknya beras, sehingga jika pendapatannya naik, maka masyarakat akan meningkatkan pembelian terhadap barang konsumsi. Berdasarkan kurva Engel, pendapatan berbanding lurus dengan kuantitas barang yang diminta, jika pendapatannya meningkat maka jumlah barang yang diminta juga ikut meningkat, dan berlaku untuk barang normal. b) Jumlah tanggungan keluarga Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel jumlah tanggungan keluarga signifikan, sehingga jumlah tanggungan keluarga secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga positif, jadi semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pengeluaran

17 81 pangan rumah tangga petani juga semakin tinggi. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi. c) Luas lahan Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel luas lahan signifikan, sehingga luas lahan yang dimiliki petani secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Luas lahan pertanian sangat menentukan jumlah produksi petani yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan petani. Nilai koefisien variabel luas lahan yang positif menunjukan besarnya luas lahan berbanding lurus dengan pengeluaran pangan rumah tangga petani. Lahan petani yang semakin luas akan menyebabkan produksi petani semakin tinggi sehingga pendapatan petani semakin tinggi, dengan pendapatan yang semakin tinggi tersebut maka keluarga petani akan melakukn pengeluaran pangan dengan jumlah yang semakinbesar pula. d) Wilayah Hulu dan Hilir Daerah aliran sungai terbagi menjadi wilayah hulu, tengah DAN hilir. Ketiga wilayah tersebut saling terkait, yaitu yang sering disebut eksternalitas. Hubungan tersebut akan sangat nampak antara wilaya hulu dan hilir, karena wilayah tengah merupakan wilayah peralihan dari keduanya. Wilayah hulu DAS biasanya merupakan daerah konservasi, kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan lereng lebih besar, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Pada penelitian ini, di kecamatan Girimarto sebagai wilayah hulu, sebagian lahan petani ditanami dengan pohon cengkeh. Sistem irigasi tergantung pola tanam dan tidak pernah terjadi banjir akibat DAS. Sementara wilayah hilir DAS biasanya merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, kemiringan lereng lebih kecil,vegetasi didominasi tanaman pertanian. Di kecamatan Sidoharjo yang termasuk wilayah hilir, lahan petani ditanami dengan padi, beberapa petani menerapkan tumpangsari dengan

18 82 tanaman ketela pohon. Penggunaan air di lahan pertanian kecamatan Sidoharjo juga sangat dipengaruhi oleh bangunan irigasi. Di Sub DAS Keduangkini aliran air sudah mulai berkurang, dalam hal ini mungkin dipengaruhi oleh El Nino yang terjadi sehingga menyebabkan beberapa daerah kering. Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel wilayah tidak signifikan, sehingga wilayah yang secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri. Jadi baik di hulu maupun di hilir tidak akan mempengaruhi jumlah pengeluaran pangan suatu keluarga. 2. Pengeluaran Non-Pangan Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di Daerah Aliran Sungai Kabupaten Wonogri, diperoleh rumus sebagai berikut: Y = ,828+ 0,087 X ,777 X ,354 X ,718 D + e Keterangan : Y : Tingkat PengeluaranNon- Pangan Rumah Tangga Petani (%) X 1 X 2 X 3 b 0 : Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rupiah per tahun) : Jumlah tanggungan keluarga (orang) : Luas lahan yang dimiliki (hektar) : Konstanta b 1- b 3 : Nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel D : Dummy variabel (D=1, hulu, D=0 hilir) e : Kesalahan pengganggu a. Pengujian Model Statistik 1) Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar variabelvariabel bebas dapat menjelaskan variabel tak bebas. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R 2 sebesar 0,570. Hal ini menunjukkan bahwa

19 83 57% pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di daerah Sub DAS Keduangdapat dijelaskan oleh variable pendapatan,jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir. Sedangkan sisanya sebesar 43% dijelaskan oleh variabel lain di luar model, misalnya selera konsumen, kebudayaan, pendidikan petani. 2) Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap pengeluarannon-pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Hasil analisis uji F dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Analisis Uji F Model Sum of Mean Df Squares Square F Sig Regression 2,864E12 4 7,161E11 10,227 0,000 Residual 5,951E ,001E10 Total 8,815E12 89 Sumber : Analisis Data Primer Keterangan : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 % Berdasarkan analisis uji F dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diamati yaitu pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir, secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. 3) Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individu terhadap pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di daerah DAS Keduang. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 23.

20 84 Tabel 23. Hasil Analisis Uji t Variabel Koef. Regresi t Sig Pendapatan rumah tangga (X 1 ) 0,087 *** 4,344 0,000 Jumlah tanggungan keluarga (X 2 ) 58751,777 ** 3,245 0,002 Luas lahan (X 3 ) 64485,354 0,735 0,454 Wilayah Hulu Hilir (D) 71027,718 1,245 0,216 Sumber : Analisis Data Primer Keterangan : **) : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 % Berdasarkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa variabel pendapatan rumah tangga petani dan jumlah tanggungan keluarga masing-masing berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non pangan rumah tangga petani di daerah Sub DAS Keduangpada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing variabel-variabel tersebut yaitu 0,000 ; 0,002 (< α = 0,05). Variabel luas lahan dan wilayah hulu hilir tidak berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansinya 0,454; 0,216 lebih besar dari α (0,05). a) Pendapatan Rumah tangga Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang. Hal ini dikarenakan besar kecilnya pendapatan dapat menggambarkan daya beli konsumen. Apabila terjadi perubahan dalam pendapatan maka akan menimbulkan perubahan dalam mengkonsumsi berbagai jenis barang. Pendapatan juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur kesejahteraan penduduk. Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel pendapatan penduduk signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %, sehingga pendapatan rumah tangga petani secara individu berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non-pangan rumah tangga petani di daerah DAS Keduang. Nilai elastisitas pendapatan yang positif menunjukkan bahwa pendapatan petani berbanding lurus dengan jumlah pengeluaran

21 85 rumah tangga petani di Kabupaten Wonogiri. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga petani maka pengeluaran non-pangan rumah tangga petani akan meningkat. Menurut Sukirno (2005), berdasarkan kurva Engel, pendapatan berbanding lurus dengan kuantitas barang yang diminta, jika pendapatannya meningkat maka jumlah barang yang diminta juga ikut meningkat, dan berlaku untuk barang normal. b) Jumlah tanggungan keluarga Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel jumlah tanggungan keluarga signifikan, sehingga jumlah tanggungan keluarga secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga positif, jadi semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pengeluaran non pangan rumah tangga petani juga semakin tinggi. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi. c) Luas lahan yang dimiliki Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel luas lahan tidak signifikan, sehingga luas lahan yang dimiliki petani secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Jadi berapapun jumlah luas lahan tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi energi suatu keluarga. d) Wilayah Hulu dan Hilir Daerah aliran sungai terbagi menjadi wilayah hulu, tengah dan hilir. Ketiga wilayah tersebut saling terkait, yaitu yang sering disebut eksternalitas. Hubungan tersebut akan sangat nampak antara wilaya hulu dan hilir, karena wilayah tengah merupakan wilayah peralihan dari keduanya. Wilayah hulu DAS biasanya merupakan daerah konservasi, kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan lereng lebih besar, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Pada penelitian ini, di kecamatan Girimarto sebagai wilayah hulu, sebagian lahan petani ditanami dengan pohon cengkeh. Sistem irigasi tergantung pola tanam dan tidak pernah

22 86 terjadi banjir akibat DAS. Sementara wilayah hilir DAS biasanya merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, kemiringan lereng lebih kecil,vegetasi didominasi tanaman pertanian. Di kecamatan Sidoharjo yang termasuk wilayah hilir, lahan petani ditanami dengan padi, beberapa petani menerapkan tumpangsari dengan tanaman ketela pohon. Penggunaan air di lahan pertanian kecamatan Sidoharjo juga sangat dipengaruhi oleh bangunan irigasi. Di Sub DAS Keduangkini aliran air sudah mulai berkurang, dalam hal ini mungkin dipengaruhi oleh El Nino yang terjadi sehingga menyebabkan beberapa daerah kering. Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel wilayah tidak signifikan, sehingga wilayah yang secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap pengeluaran non pangan rumah tangga petani. Jadi baik di hulu maupun di hilir tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi energi suatu keluarga. 3. Total Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi total pengeluaran rumah tangga petani di Daerah Aliran Sungai Kabupaten Wonogri, diperoleh rumus sebagai berikut: Y = ,355+ 0,144 X ,545 X ,397 X ,823 D + e Keterangan : Y : Tingkat Total Pengeluaran Rumah Tangga Petani (%) X 1 X 2 X 3 b 0 : Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani (Rupiah per tahun) : Jumlah tanggungan keluarga (orang) : Luas lahan yang dimiliki (hektar) : Konstanta b 1- b 3 : Nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel D : Dummy variabel (D=1, hulu, D=0 hilir) e : Kesalahan pengganggu

23 87 a. Pengujian Model Statistik 1) Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Nilai koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar variabelvariabel bebas dapat menjelaskan variabel tak bebas. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai R 2 sebesar 0,639. Hal ini menunjukkan bahwa 63,9 % total pengeluaran rumah tangga petani di daerah Sub DAS Keduangdapat dijelaskan oleh variable pendapatan,jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir. Sedangkan sisanya sebesar 36,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model, misalnya selera konsumen, kebudayaan, pendidikan petani dll. 2) Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap total pengeluaran rumah tangga petani di daerah DAS Keduang. Hasil analisis uji F dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Analisis Uji F Model Sum of Mean Df Squares Square F Sig Regression 1,005E13 4 2,513E12 14,627 0,000 Residual 1,460E ,718E11 Total 2,465E13 89 Sumber : Analisis Data Primer Keterangan : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 % Berdasarkan analisis uji F dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang diamati yaitu pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, wilayah hulu dan hilir, secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap total pengeluaran rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. 3) Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individu terhadap total pengeluaran rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Tabel 26.

24 88 Tabel 26. Hasil Analisis Uji t Variabel Koef. Regresi t Sig Pendapatan rumah tangga (X 1 ) 0,144 *** 4,594 0,000 Jumlah tanggungan keluarga (X 2 ) ,545 *** 4,320 0,000 Luas lahan (X 3 ) ,397 ** 2,316 0,023 Wilayah Hulu Hilir (D) ,823 1,158 0,250 Sumber : Analisis Data Primer Keterangan : **) : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95 % Berdasarkan hasil analisis uji t dapat diketahui bahwa variabel pendapatan rumah tangga petani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan masing-masing berpengaruh nyata terhadap pengeluaran pangan rumah tangga petani di Sub DAS Keduang pada tingkat kepercayaan 95 %. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai signifikansi masing-masing variabel-variabel tersebut yaitu 0,000 ; 0,000 ; 0,023 (< α = 0,05). Variabel wilayah hulu hilir tidak berpengaruh nyata terhadap total pengeluaran rumah tangga petani di Sub DAS Keduang. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansinya 0,250 lebih besar dari α (0,05). a) Pendapatan Rumah tangga Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang. Hal ini dikarenakan besar kecilnya pendapatan dapat menggambarkan daya beli konsumen. Apabila terjadi perubahan dalam pendapatan maka akan menimbulkan perubahan dalam mengkonsumsi berbagai jenis barang. Pendapatan juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur kesejahteraan penduduk. Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel pendapatan penduduk signifikan pada tingkat kepercayaan 95 %, sehingga pendapatan rumah tangga petani secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi di daerah DAS Keduang. Nilai elastisitas pendapatan yang positif menunjukkan bahwa pendapatan petani berbanding lurus dengan jumlah pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Wonogiri. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga petani

25 89 maka konsumsi energi akan meningkat,. Hal ini dikarenakan tingginya kesadaran masyarakat di Wonogiri untuk memenuhi gizi yang makanan pokoknya beras, sehingga jika pendapatannya naik, maka masyarakat akan meningkatkan pembelian terhadap barang konsumsi. Menurut Sukirno (2005), berdasarkan kurva Engel, pendapatan berbanding lurus dengan kuantitas barang yang diminta, jika pendapatannya meningkat maka jumlah barang yang diminta juga ikut meningkat, dan berlaku untuk barang normal. b) Jumlah tanggungan keluarga Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel jumlah tanggungan keluarga signifikan, sehingga jumlah tanggungan keluarga secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Nilai koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga positif, jadi semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pengeluaran pangan rumah tangga petani juga semakin tinggi. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar cenderung mempunyai tingkat konsumsi yang tinggi. c) Luas lahan Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel luas lahan signifikan, sehingga luas lahan yang dimiliki petani secara individu berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Luas lahan pertanian sangat menentukan jumlah produksi petani yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan petani. Nilai koefisien variabel luas lahan yang positif menunjukan besarnya luas lahan berbanding lurus dengan pengeluaran pangan rumah tangga petani. Lahan petani yang semakin luas akan menyebabkan produksi petani semakin tinggi sehingga pendapatan petani semakin tinggi, dengan pendapatan yang semakin tinggi tersebut maka keluarga petani akan melakukn pengeluaran pangan dengan jumlah yang semakinbesar pula.

26 90 d) Wilayah Hulu dan Hilir Daerah aliran sungai terbagi menjadi wilayah hulu, tengah dan hilir. Ketiga wilayah tersebut saling terkait, yaitu yang sering disebut eksternalitas. Hubungan tersebut akan sangat nampak antara wilaya hulu dan hilir, karena wilayah tengah merupakan wilayah peralihan dari keduanya. Wilayah hulu DAS biasanya merupakan daerah konservasi, kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan lereng lebih besar, dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Pada penelitian ini, di kecamatan Girimarto sebagai wilayah hulu, sebagian lahan petani ditanami dengan pohon cengkeh. Sistem irigasi tergantung pola tanam dan tidak pernah terjadi banjir akibat DAS. Sementara wilayah hilir DAS biasanya merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, kemiringan lereng lebih kecil,vegetasi didominasi tanaman pertanian. Di kecamatan Sidoharjo yang termasuk wilayah hilir, lahan petani ditanami dengan padi, beberapa petani menerapkan tumpangsari dengan tanaman ketela pohon. Penggunaan air di lahan pertanian kecamatan Sidoharjo juga sangat dipengaruhi oleh bangunan irigasi. Di Sub DAS Keduangkini aliran air sudah mulai berkurang, dalam hal ini mungkin dipengaruhi oleh El Nino yang terjadi sehingga menyebabkan beberapa daerah kering. Pada pengujian statistik diperoleh hasil dari uji t bahwa variabel wilayah tidak signifikan, sehingga wilayah yang secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi. Jadi baik di hulu maupun di hilir tidak akan mempengaruhi jumlah konsumsi energi suatu keluarga. 4. Pengujian Asumsi Klasik Agar koefisien-koefisien regresi yang dihasilkan dengan metode OLS (Ordinary Least Square) bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed Estimated), maka asusmsi-asumsi persamaan regresi linier klasik harus dipenuhi oleh model. Uji penyimpangan asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Berikut

27 91 adalah hasil pengujian model fungsi pengeluaran pangan rumah tangga petani di daerah Sub DAS Keduangterhadap asumsi klasik : a) Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan adanya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Sedangkan untuk model regresi yang baik seharusnya tidak ada korelasi antar variabel bebas. Oleh karena itu, untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (VIF<10). Tabel 27. Uji Multikolinearitas Variabel Collinearity Statistic Tolerance VIF Pendapatan rumah tangga (X 1 ) 0,957 1,045 Jumlah tanggungan keluarga (X 2 ) 0,941 1,063 Luas lahan (X 3 ) 0,983 1,017 Wilayah Hulu Hilir (D) 0,958 1,044 Sumber : Analisis Data Primer Hasil dari analisis diperoleh nilai VIF tidak ada yang lebih besar dari 10. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinearitas. b) Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan diagram scatterplot. Dari diagram tersebut dapat diketahui bahwa titik-titik yang terdapat dalam diagram menyebar dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

28 92 G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Gambar 3. Diagram Scatterplot Proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi energi merupakan komponen untuk menentukan ketahanan pangan rumah tangga. Sebaran ketahanan pangan rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 28 Tabel 28. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Sub DAS KeduangKabupaten Wonogiri Tahun 2015 Status Ketahanan Pangan Jumlah RT Prosentase (%) Tahan Rentan Kurang Rawan ,78 17,78 30,00 24,44 Jumlah Sumber: Analisis Data Primer Berdasarkan data diatas, dapat diketahui status ketahanan pangan rumah tangga responden. Rumah tangga dengan status kurang pangan memiliki sebaran terbesar dengan presentase 30% dari seluruh responden. Rumah tangga dengan status tahan pangan menempati urutan kedua dengan presentase 27,78%, rumah tangga rawan pangan memiliki prosentase sebesar 24,44% dan rumah tangga rentan pangan dengan prosentase sebesar 17,78%. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki proporsi pengeluaran pangan < 60% dari total pengeluaran, dan konsumsi cukup ( 80% AKG).

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Lampiran 1. Kuisioner penelitian Sheet: 1. Cover K U E S I O N E R POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI PADA RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR Program : (1=PNPM,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal

BAB III METODE PENELITIAN. belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar petani di Indonesia. Hal 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan negara agraris yang mana sebagian besar dari penduduknya bekerja disektor pertanian. Namun, sektor pertanian ini dinilai belum mampu

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 04/01/64/Th.XVIII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR SEPTEMBER TAHUN 2014 * SEPTEMBER 2014 : 6,31% TURUN 0,11% DARI MARET 2014

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN KLATEN

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN KLATEN SEPA : Vol. 7 No.2 Pebruari 2011 : 110 118 ISSN : 1829-9946 ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PADI DI KABUPATEN KLATEN HUSNUL AMALIYAH

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 05 /01/32/Th. XVII, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/01/3327/2015. 5 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Desember 2014 Inflasi 1,92 persen Pada, Kabupaten

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 08/01/64/Th.XX, 3 Januari 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA SEPTEMBER TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.02/07/3327/2015. 5 Juli 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Juni 2015 Inflasi 0,62 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.02/05/3327/2015. 5 Mei 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan April 2015 Inflasi 0,17 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI 0.60 0.40 0.20 0.00 0, 51 0, 0, 230, 03 6710 0, 0, 750403 25 46220 0, 05 06 Umum No. 04/04/1509/Th.III, 1 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Maret 2016, Deflasi Kabupaten Bungo

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/06/3327/2014. 5 Juni 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Mei 2014 Inflasi 0,04 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/08/3327/2014. 5 Agustus 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Juli 2014 Inflasi 0,77 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENDAPATAN DENGAN PROPORSI PENGELUARAN PANGAN DAN KECUKUPAN GIZI RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN CILACAP

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENDAPATAN DENGAN PROPORSI PENGELUARAN PANGAN DAN KECUKUPAN GIZI RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN CILACAP 1 ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENDAPATAN DENGAN PROPORSI PENGELUARAN PANGAN DAN KECUKUPAN GIZI RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN CILACAP Ayu Nilasari, Mohd. Harisudin, Widiyanto Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel 37 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 04/15/3329/Thn XIV, 5 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Kabupaten Brebes mengalami inflasi sebesar 0,30 persen Pada bulan di Kabupaten Brebes terjadi inflasi sebesar 0,30

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN PEMALANG

BPS KABUPATEN PEMALANG BPS KABUPATEN PEMALANG No. 05/04/3327/Th.IV, 16 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI PEMALANG BULAN MARET 2016 INFLASI 0,46 PERSEN Pada di Pemalang terjadi inflasi sebesar 0,46 persen

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.01/05/33.08/Th. II, 10 Mei 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN MAGELANG BULAN APRIL 2015 INFLASI 0,27 PERSEN Bulan April 2015 di Kabupaten

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No.34/07/15/Th. X, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI JUNI 2016, KOTA JAMBI INFLASI 0,97 PERSEN DAN KABUPATEN BUNGO INFLASI 1,66 PERSEN Pada Bulan Juni 2016 Kota Jambi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BPS PROVINSI SULAWESI BARAT a No. 23/05/76/Th. VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2014 MAMUJU INFLASI 0,10 PERSEN Berdasarkan hasil Survei Harga Konsumen 82 kota di Indonesia

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/07/3327/2014. 5 Juli 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Juni 2014 Inflasi 0,66 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU LANSIA DALAM MENGONSUMSI MAKANAN SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU HORPAK KECAMATAN TANTOM ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2010 I. Karakteristik Responden

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 07/01/64/Th.XIX, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA SEPTEMBER TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/05/3327/2014. 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan April 2014 Deflasi 0,24 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 58/07/64/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Utara pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

KONSUMSI RUMAH TANGGA PADA KELUARGA SEJAHTERA DAN PRA SEJAHTERA DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR

KONSUMSI RUMAH TANGGA PADA KELUARGA SEJAHTERA DAN PRA SEJAHTERA DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR KONSUMSI RUMAH TANGGA PADA KELUARGA SEJAHTERA DAN PRA SEJAHTERA DI KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR Nurul Annisa Prias Kusuma Wardani, Suprapti Supardi, Wiwit Rahayu Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN APRIL 2016 DEFLASI 0,27 PERSEN No.06/05/3311/Th.III, 12 Mei 2016 Bulan April 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami deflasi sebesar 0,27 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 10/04/36.73/Th.V, 4 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL KOTA SERANG INFLASI 0,94 PERSEN Memasuki bulan ini harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Kota Serang banyak

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/04/3327/2014. 5 April 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Maret 2014 Inflasi 0,21 persen Pada, Kabupaten Pemalang

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 4,705 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN DAN PERMINTAAN BERAS OLEH RUMAH TANGGA PENGOLAH GULA MERAH AREN DI KABUPATEN KENDAL

POLA KONSUMSI PANGAN DAN PERMINTAAN BERAS OLEH RUMAH TANGGA PENGOLAH GULA MERAH AREN DI KABUPATEN KENDAL Pola Konsumsi Pangan dan Permintaan Beras (Awami dan Subekti) POLA KONSUMSI PANGAN DAN PERMINTAAN BERAS OLEH RUMAH TANGGA PENGOLAH GULA MERAH AREN DI KABUPATEN KENDAL Shofia Nur Awami, Endah Subekti Fakultas

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PEMALANG No.04/09/3327/2014. 5 September 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN PEMALANG Bulan Agustus 2014 Inflasi 0,43 persen Pada, Kabupaten

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/05/Th. XIV, 2 Mei 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,78 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 84,25 persen,

Lebih terperinci

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH

PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH RINGKASAN Suprapti Supardi dan Aulia Qonita Penelitian

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 65/09/64/Th.XVIII,15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR MARET TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 59/07/64/Th.XIX, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI AGUSTUS 2014 DEFLASI 0,12 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI AGUSTUS 2014 DEFLASI 0,12 PERSEN BPS KABUPATEN BANYUWANGI No. 08/Agustus/3510/Th.I, 02 September 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI AGUSTUS 2014 DEFLASI 0,12 PERSEN Pada bulan Agustus 2014 Banyuwangi mengalami

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK 10.01 BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BATANG No. 02/Th. XVII, Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Di Kabupaten Batang Bulan Januari 2017 1,04 persen Pada bulan Januari 2017 di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.07/01/64/Th.XX, 3 Januari 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN TIMUR SEPTEMBER TAHUN 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk di bawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

DATA MENCERDASKAN BANGSA

DATA MENCERDASKAN BANGSA PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2014 TERJADI INFLASI SEBESAR 1,23 PERSEN Januari 2014 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 141,08 di Bulan Desember 2013 menjadi 142,82 di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 72/Th. IX, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO FEBRUARI 2015 DEFLASI 0,67 PERSEN Pada Februari 2015 terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI No.18 /04/16/Th.X, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI PROVINSI JAMBI MARET, KOTA JAMBI INFLASI 0,26 PERSEN DAN KABUPATEN BUNGO DEFLASI 0,31 PERSEN Pada Bulan Maret Kota Jambi mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 19/02/36.73/Th.VI, 1 Maret PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI FEBRUARI KOTA SERANG DEFLASI 0,17 PERSEN Memasuki bulan, harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Kota Serang secara

Lebih terperinci

http.//sragenkab.bps.go.id

http.//sragenkab.bps.go.id Perkembangan Indeks Harga Konsumen/ Inflasi di Kota Sragen Februari 2016 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SRAGEN BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SRAGEN No. 14/02/3314/Th.X, 1 Maret

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan

Lebih terperinci

Pada bulan Maret 2016 Perkembangan harga berbagai komoditas sangat bervariatif. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Kabupaten Magelang, pada bulan Maret

Pada bulan Maret 2016 Perkembangan harga berbagai komoditas sangat bervariatif. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Kabupaten Magelang, pada bulan Maret BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.01/03/33.08/Th. III, 11 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KABUPATEN MAGELANG BULAN MARET 2016 INFLASI 0,44 PERSEN Bulan Maret 2016 di

Lebih terperinci

No. 01/3307/2017, 9 Mei 2017

No. 01/3307/2017, 9 Mei 2017 No. 01/3307/2017, 9 Mei 2017 Pada bulan April 2017 Wonosobo mengalami inflasi sebesar 0,02 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 124,27. Inflasi April 2017 lebih tinggi dibandingkan Maret 2017

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JUNI 2016 INFLASI 0,24 PERSEN No.08/07/3311/Th.III, 14 Juli 2016 Bulan Juni 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 0,24 persen

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 11/12/1509/Th.II, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan November 2015, Inflasi Kabupaten Bungo Sebesar 0,07 Persen Pada Bulan November 2015, Kabupaten Bungo mengalami Inflasi

Lebih terperinci

KABUPATEN BANJARNEGARA

KABUPATEN BANJARNEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA No.11/IX/15. NOPEMBER BULAN OKTOBER KOTA BANJARNEGARA MENGALAMI DEFLASI 0,12 PERSEN Pada bulan Banjarnegara terjadi deflasi sebesar 0,12 persen dengan Indeks Harga Konsumen () 119,12.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JANUARI 2016 INFLASI 0,49 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JANUARI 2016 INFLASI 0,49 PERSEN No.03/02/3311/Th.III, 12 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JANUARI 2016 INFLASI 0,49 PERSEN Bulan Januari 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami Inflasi sebesar 0,49

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN MARET 2016 INFLASI 0,48 PERSEN No.05/04/3311/Th.III, 15 April 2016 Bulan Maret 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami Inflasi sebesar 0,48 persen

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016 No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 4,507JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 01/07/72/Th. XII, 01 Juli 2009 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Pada bulan Juni 2009 di Kota Palu terjadi inflasi sebesar 0,15 persen, dengan indeks dari 115,86 pada Mei 2009 menjadi 116,03

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/03/Th. XVI, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2013 SEBESAR 97,22 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Februari 2013 sebesar 97,22

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN MARET 2017 DEFLASI 0,14 PERSEN No.04/04/3311/Th.IV, 07 April 2017 Bulan Maret 2017, Kabupaten Sukoharjo mengalami deflasi sebesar 0,14 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI No. 04/04/1509/Th.IV, 3 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI Bulan Maret 2017, Inflasi Kota Muara Bungo Sebesar 0,71 Persen Pada Bulan Maret 2017, Kota Muara Bungo mengalami inflasi

Lebih terperinci

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia dan generasi yang berkualitas yang diperiukan untuk membangun daya saing bangsa dalam era globalisasi. Ketahanan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN MEI 2016 INFLASI 0,16 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN MEI 2016 INFLASI 0,16 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN MEI 2016 INFLASI 0,16 PERSEN No.07/06/3311/Th.III, 15 Juni 2016 Bulan Mei 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 0,16 persen dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 06/06/33/05/Th. VI, 01 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN Pada Bulan Maret 2015 di Kota Kebumen terjadi

Lebih terperinci

\\http:brebeskab.bps.go.id

\\http:brebeskab.bps.go.id No. 11/14/3329/Th. XIII, 5 Nopember 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Kabupaten Brebes mengalami inflasi sebesar 0,21persen Pada bulan di Kabupaten Brebes terjadi inflasi sebesar 0,21

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa yaitu Desa Gemawang, Desa Bedono, Desa Kelurahan, Desa Brongkol, Sebelah Selatan : Kecamatan Banyubiru

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa yaitu Desa Gemawang, Desa Bedono, Desa Kelurahan, Desa Brongkol, Sebelah Selatan : Kecamatan Banyubiru 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Kecamatan Jambu merupakan salah satu Kecamatan yang terletak di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Jambu terdiri dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 01/01/Th. VIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2009 INFLASI SEBESAR 0,17 PERSEN Pada bulan Desember 2009 terjadi inflasi sebesar 0,17 persen. Tiga kota di sekitar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,15 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,15 PERSEN No.02/02/3311/Th.IV, 14 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JANUARI 2017 INFLASI 1,15 PERSEN Bulan Januari 2017, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 1,15

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,41 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,41 PERSEN No.03/03/3311/Th.IV, 13 Maret 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,41 PERSEN Bulan Februari 2017, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 0,41

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Desa Ciparigi Wilayah Desa Ciparigi menurut data umum dan geografis merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukadana, yang berbatasan dengan Kecamatan Cisaga dan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 No. 18/03/35/Th.X, 1 Maret 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Februari 2012 Turun 1,39 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,32 PERSEN

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,32 PERSEN BPS KOTA TEGAL 3 Maret 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN FEBRUARI 2017 INFLASI 0,32 PERSEN di Kota Tegal terjadi inflasi sebesar 0,32 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel 22 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel yang diteliti serta penting untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012 No. 63/10/35/Th.X, 1 Oktober 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan September 2012 Naik 0,38 persen. Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tinggi Badan : Berat Badan : Waktu makan Pagi Nama makanan Hari ke : Bahan Zat Gizi Jenis Banyaknya Energi Protein URT

Lebih terperinci

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN MARET 2016 INFLASI 0,32 PERSEN

BPS KOTA TEGAL PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN MARET 2016 INFLASI 0,32 PERSEN BPS KOTA TEGAL 03 April 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA TEGAL BULAN MARET 2016 INFLASI 0,32 PERSEN di Kota Tegal terjadi inflasi sebesar 0,32 persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 83/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO JANUARI 2016 INFLASI 0,57 PERSEN Pada Januari 2016 terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

Lampiran Hasil Analisis Data Jumlah Pendapatan, Pola Konsumsi, Jejang Pendidikan, dan Jumlah Anggota Keluarga, Dan Tindakan Melestarikan Lingungan

Lampiran Hasil Analisis Data Jumlah Pendapatan, Pola Konsumsi, Jejang Pendidikan, dan Jumlah Anggota Keluarga, Dan Tindakan Melestarikan Lingungan LAMPIRAN 129 Lampiran Hasil Analisis Data Jumlah Pendapatan, Pola Konsumsi, Jejang Pendidikan, dan Jumlah Anggota Keluarga, Dan Tindakan Melestarikan Lingungan Alam 130 131 Tabel Jumlah Pendapatan, Pola

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 73/Th. IX, 1 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO MARET 2015 INFLASI 0,05 PERSEN Pada Maret 2015 terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XV, 2 April 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MARET 2012 SEBESAR 97,86 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Maret 2012 sebesar 97,86 persen,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PURBALINGGA BULAN SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,04 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PURBALINGGA BULAN SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,04 PERSEN No. 17/09/3303/Th.I, 1 Oktober 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI PURBALINGGA BULAN SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,04 PERSEN di Purbalingga terjadi inflasi sebesar 0,04 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 No. 07/07/62/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 18/12/36.73/Th.V, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2016 KOTA SERANG INFLASI 0,90 PERSEN Memasuki awal tahun 2016 bulan, harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUMAS No. 92/Th. X, 1 November 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA PURWOKERTO OKTOBER 2016 INFLASI 0,02 PERSEN Pada Oktober 2016 terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK No.10/10/3321/Th.VII, 2 Oktober PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI KABUPATEN DEMAK Bulan Inflasi 0,35 persen Pada bulan Kabupaten Demak terjadi inflasi

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN PEMALANG

BPS KABUPATEN PEMALANG BPS KABUPATEN PEMALANG No. 01/02/3327/Th.IV, 15 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI DI PEMALANG BULAN JANUARI 2016 INFLASI 0,48 PERSEN Pada di Pemalang terjadi inflasi sebesar 0,48

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JULI 2016 INFLASI 0,65 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JULI 2016 INFLASI 0,65 PERSEN No.09/08/3311/Th.III, 15 Agustus 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JULI 2016 INFLASI 0,65 PERSEN Bulan Juli 2016, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 0,65 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 01/3373/4/01/17/Th.IX, 5 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN DESEMBER 2016 INFLASI 0,20 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN APRIL 2017 INFLASI 0,13 PERSEN No.05/05/3311/Th.IV, 15 Mei 2017 Bulan April 2017, Kabupaten Sukoharjo mengalami inflasi sebesar 0,13 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2017 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,13 PERSEN April 2017 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 129,93 di Bulan Maret 2017 menjadi 130,10 di Bulan

Lebih terperinci