BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan Kabupaten Raja Ampat Secara administratif, Kabupaten Raja Ampat terletak pada (BPS Raja Ampat 2011, dalam Agustina, 2012): Sebelah Utara : Samudera Pasifik, berbatasan dengan negara Palau Sebelah Timur : Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Sebelah Selatan : Laut Seram Sebelah Barat : Laut Seram dan wilayah perairan Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara Kepulauan Raja Ampat terletak di bagian barat daya Samudera Pasifik, bagian timur Indonesia dan bagian barat dari Halmahera. Raja Ampat adalah bagian dari Bird s Head Seascape dan berada di tengah-tengah kawasan Coral Triangle kawasan yang kaya akan keanekaragaman biota laut dan terumbu karang yang mencakup wilayah Indonesia, Timor Leste, Filipina, Malaysia Timur (Borneo), Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon. Coral Triangle ini sendiri adalah sebagai bagian dari usaha untuk menekan penurunan biodiversitas di kawasan-kawasan tersebut. Oleh karena itu Kepulauan Raja Ampat dianggap sebagai tempat yang cocok untuk konservasi laut. Biodiversitas Kabupaten Raja Ampat sudah dibuktikan oleh The Nature Conservancy dalam pengamatan udara mereka pada tahun Dalam data mereka, terlihat bahwa Raja Ampat adalah sebuah daerah penting bagi kumpulan beraneka ragam dari biota laut besar seperti paus/lumba-lumba yang menyebar di sekitar Pulau Waigeo Selatan, Pulau Kofiau dan pulau-pulau kecil di lepas pantai utara Misool. Juga, pari manta terlihat di beberapa lokasi tertentu seperti Ayau, Selat Dampier, dan Misool bagian selatan. Selain dua biota tersebut, terdapat juga dugong, penyu, hiu, juga gerombolan ikan umpan/tuna. Selain biodiversitas biota laut, Raja Ampat dan BHS juga memiliki biodiversitas habitat maupun ekosistem pesisir. Area pesisir dan pulau-pulau di BHS memiliki banyak macam tipe hutan sagu, pohon palem, hutan mangrove, dll (Mangubhai et al., 2012). Raja Ampat 6

2 7 juga memiliki keanekaragaman terumbu karang yang paling tinggi, dengan 553 spesies (Veron et al., 2009 dalam Mangubhai et al., 2012). Berdasarkan informasi monitoring di Indonesia, ada 31 atau lebih jenis paus dan lumba-lumba di perairan Indonesia. Banyaknya keanekaragaman mamalia laut di perairan Indonesia ini berarti lebih dari sepertiga dari paus dan lumba-lumba yang berada di dunia dapat ditemukan di perairan Indonesia, baik itu yang tinggal menetap atau sekedar bermigrasi secara musiman (Kahn, 2007). Gambar 1. Cetacea yang ditemukan di perairan Raja Ampat (mammals-of-papua.webs.com, 2013) Bird Head Seascape (BHS) memiliki batimetri yang cukup kompleks dan kondisi oseanografi yang dinamis. Habitat cetacea di dalam kepulauan Raja Ampat dan BHS termasuk ekosistem pesisir yang beranekaragam seperti ekosistem terumbu karang, mangrove dan delta sungai utama (walaupun sampai sekarang belum ditemukannya spesies cetacea yang hidup di ekosistem tersebut hingga kini). Lingkungan laut terbuka yaitu termasuk pulau-pulau, seamounts, ngarai, deep-sea trenches, fronts, dan peristiwa upwelling. Perairan ini sangat dipengaruhi oleh equatorial counter currents, Indonesian throughflow (ITF), atau yang biasa disebut dengan ARLINDO (Arus Lintas Indonesia) pertukaran massa air antara Samudera Pasifik bagian barat dengan Samudera Hindia dan juga dipengaruhi oleh perubahan cuaca muson (Kahn, 2007).

3 8 Gambar 2. Daerah cakupan Bird s Head Seascape (reefresilience.org, 2009) Hampir seluruh pulau di Raja Ampat memiliki paparan benua (continental shelf) yang sempit. Ini berarti cetacea dan habitat pelagis dan habitat laut dalam (>1000m) banyak yang terletak di dekat pantai. Gabungan dari keanekaragaman dan kedekatan habitat pesisir-laut lepas ini menghasilkan peluang untuk konservasi dan manajemen mamalia laut (Kahn, 2007). Kofiau dan Misool adalah salah dua dari enam Daerah Perlindungan Laut (Marine Protected Areas) di Raja Ampat, yang ditetapkan dalam surat keputusan Raja Ampat Nomor 27/2008, untuk mengelola kegiatan perikanan dan sumberdaya laut lainnya. Luas area DPL Kofiau adalah ha, terletak di ujung bagian barat Papua dan terdiri dari 44 pulau kecil di dua pulau besar Pulau Kofiau di sebelah timur dan Pulau Boo di sebelah barat, sedangkan luas DPL Misool adalah ha, yang terletak pada bagian selatan dari Kabupaten Raja Ampat. Memiliki luasan terumbu karang sebesar ha dan hutan mangrove seluas ha di dalam DPL (Muhajir et al., 2012). 2.2 Cetacea Morfologi Paus, lumba-lumba, dan porpoise bisa dikelompokkan kedalam sebuah ordo yaitu cetacea. Kata cetacea berasal dari bahasa latin yaitu cetus yang berarti

4 9 hewan yang besar dan bahasa yunani yaitu ketos berarti monster laut (Carwadine, 1995 dalam Setiawan, 2004). Ordo cetacea dikelompokkan menjadi tiga sub ordo, yaitu: archaeoceti, odonticeti, dan mysticeti. Tetapi Archaeoceti adalah hewan purba yang diduga berasal dari hewan darat berkaki empat yang berevolusi (Carwadine, 1997). Mereka sudah punah, meninggalkan sub ordo odonticeti (bergigi) dan mysticeti (baleen) saja yang masih ada di bumi. Semua cetacea merupakan hewan yang hidup di air dan mempunyai karakteristik sebagai berikut: memiliki flippers (sirip anterior) berbentuk seperti dayung; tidak mempunyai jari atau cakar; tidak mempunyai sirip belakang; ekor lateral dan menghasilkan fluks horizontal pada ujungnya (Rice, 1967) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Carwadine et al. (1997), ciri-ciri umum yang terdapat pada cetacea yaitu mereka memiliki bentuk bagian tubuh yang berbeda dengan kebanyakan mamalia yang lain. Kebanyakan mamalia memiliki lubang hidung yang menghadap kedepan, sedangkan cetacea memiliki lubang hidung diatas kepala mereka. Lebih ke belakang, terdapat cekungan disamping kepala yang merupakan posisi dari kuping namun tidak terdapat daun telinga. Cetacea memiliki leher pendek yang tidak fleksibel dan pergerakan yang terbatas. Di belakang kepala terdapat lengan depan yang berbentuk seperti sirip tanpa jari dan lengan. Bentuk seperti ikan yang terdapat pada bagian tubuh cetacea adalah sirip dorsal dan sirip ekor (fluks). Sirip dorsal berguna untuk kestabilan dan pengaturan panas tubuh. Pada beberapa spesies, sirip dorsalnya kecil atau bahkan tidak dijumpai sama sekali. Tidak dapat dijelaskan apakah perbedaan ini berpengaruh terhadap kemampuan berenang mereka. Selain itu cetacea tidak memiliki sisik, melainkan lapisan lemak dibawah kulit mereka. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Reseck (1998), satu perbedaan mendasar yang membedakan antara ikan dengan cetacea adalah dari bentuk tubuh yaitu pada ekor, dimana ekor mamalia laut adalah horizontal dan ketika berenang bergerak keatas dan kebawah dan dikombinasikan sedikit dengan gerakan memutar, sedangkan pada ikan ekor mereka berbentuk vertikal dan bergerak dari sisi ke sisi ketika berenang.

5 10 Gambar 3. Morfologi dan bagian-bagian tubuh cetacea sub ordo Mysticeti dan Odonticeti (Jefferson et al., 2003 dalam Setiawan, 2004) Habitat Selain beruang kutub, sapi laut (manatee) Amazon, dan beberapa jenis paus baleen, semua mamalia laut memerlukan makan hampir sepanjang tahun; hingga distribusi mereka pun biasanya dipengaruhi oleh distribusi makanan mereka. Akan tetapi, setiap cetacea memiliki pemilihan habitat yang berbeda. Contohnya, lumba-lumba gigi kasar (Steno bredanensis). Mereka biasanya ditemukan di perairan tropis yang dalam dan hangat diseluruh dunia. Makanan mereka termasuk ikan (berbagai macam ukuran) dan cephalopoda (cumi-cumi dan gurita) (Reeves et al., 2002). Contoh lainnya adalah lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), salah satu jenis yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia. Ini dikarenakan mereka dapat ditemukan di lautan, serta perairan sekitarnya dan juga dapat ditemukan pada perairan tropis maupun perairan pada lintang yang tinggi. Mereka dapat menempati banyak habitat dan mungkin jenis cetacea yang paling dapat menyesuaikan diri (adaptasi). Beberapa populasi mereka yang ditemukan di pesisir sepanjang benua dan sekitar pulau dan atol. Mereka terkadang berpindah, atau tinggal di teluk, estuaria, dan muara sungai. Beberapa populasi ditemukan jauh ke lepas pantai. Di Amerika Utara, lumba-lumba hidung botol biasanya

6 11 ditemukan dimana suhu permukaan laut berkisar antara o C (Reeves et al., 2002). Gambar 4. Wilayah sebaran lumba-lumba hidung botol (commons.wikimedia.org, 2007) Paus sperma (Physeter macrocephalus) (Lampiran 1), mereka dapat ditemukan di kepadatan tertinggi dalam perairan ngarai yang dalam, di dekat ujung-ujung banks, dan sekitar continental slope. Walaupun mereka sering ditemukan di lepas pantai, tapi mereka juga dapat ditemukan di dekat pantai dimana sebuah pulau atau continental shelf sempit dan memiliki perairan yang dalam. Ada sedikit perbedaan dalam pola migrasi jantan dan betina dalam spesies ini. Jantan dewasa akan bermigrasi ke lintang yang lebih tinggi untuk mencari makan, sedangkan semua umur dan kedua jenis kelamin terdistribusi di perairan tropis maupun yang lebih dingin (Reeves et al., 2002) Rantai Makanan Fitoplankton membentuk rantai makanan paling rendah di lautan dan hampir seluruh kehidupan di laut bergantung kepada mereka, baik itu langsung maupun tidak langsung (Yankee Fleet, 2013).

7 12 Gambar 5. Rantai makanan umum cetacea (yankeefleet.com, 2013) Pada paragraf-paragraf sebelumnya sudah dijelaskan bahwa perairan Raja Ampat memiliki beberapa daerah upwelling. Upwelling ini dapat menyebabkan produktivitas primer yang tinggi yang menjadi dasar rantai makanan yang mampu mendukung ikan-ikan pelagis besar dan cetacea (Huffard, et al., 2010). Fenomena upwelling ini dapat berubah-ubah setiap musimnya dan tidak menentu, maka dari itu cetacea harus beradaptasi akan pola distribusi makanan mereka dan strategi migrasi untuk mendapatkan makanan tersebut (Berta & Sumich, 1999 dalam Walker, 2005). Distribusi paus pada musim panas bergantung kepada kepadatan makanan mereka krill. Konsentrasi krill yang padat berada dimana arus yang kaya akan nutrien mengarah ke dekat pesisir, menghasilkan rantai makanan yang kaya akan plankton (Katona et al., 1993 dalam Walker, 2005). Krill termasuk kedalam makroplankton atau mikronekton yang berbentuk seperti udang. Selain cetacea, berbagai macam burung dan cumi-cumi juga memakan udang kecil ini (Perrin et al., 2008). 2.3 Sub Ordo Odonticeti Sub ordo ini merupakan jenis cetacea yang memiliki gigi, tidak seperti sub ordo mysticeti, yang giginya terbentuk dari bahan keratin dan dikenal dengan nama baleen, terdapat pada bagian tepi langit-langit mulut sebagai pengganti gigi (Ayers, 2001 dalam Subhan et al., 2010). Gigi ini berfungsi sebagai alat untuk memangsa makanan, baik itu merupakan ikan atau cumi-cumi (Carwadine, 1995

8 13 dalam Subhan et al., 2010). Jumlah dan bentuk dari giginya bervariasi. Golongan paus bergigi memiliki susunan gigi yang berhubungan dengan kebiasaan makan. Paus pemakan cumi-cumi seperti paus sperma (Physeter macrocephalus) memiliki gigi berukuran kecil cenderung tidak tampak dan jumlahnya sedikit berkisar antara gigi (Evans, 1990 dalam Subhan et al., 2010). Mereka memiliki satu blowhole diatas kepala mereka, sedangkan paus baleen memiliki dua. Sebagai adaptasi terhadap kemampuan mereka berekolokasi, odonticeti memiliki kerangka tulang yang asimetris. Organ yang mengandung lemak yang biasa disebut melon dikepala mereka berguna seperti lensa untuk memfokuskan gelombang suara untuk ekolokasi. Mereka tidak mempunyai pita suara; suara klik yang mereka hasilkan berasal dari sistem blowhole mereka (Hooker, 2009 dalam Perrin et al., 2008) (a) Gambar 6. (a) Gigi pada sub ordo mysticeti(camashilli.blogspot.com, 2010) (b) Gigi pada sub ordo odonticeti (schule-bw.de, 2009) (b) Klasifikasi cetacea sub ordo odonticeti menurut Jefferson et al. (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Cetacea Sub Ordo : Odonticeti

9 14 Famili : Delphinidae 2.4 Faktor Oseanografi Yang Mempengaruhi Distribusi Cetacea Batimetri Batimetri merupakan unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kedalaman laut. Dari Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi Hidrografi Internasional (International Hydrographic Organization, IHO) tahun 1994, istilah batimetri dalam bahasa aslinya adalah bathymetry memiliki makna determination of ocean depths. Batimetri adalah penentuan kedalaman laut dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman merupakan konfigurasi dasar laut (Atlas Nasional Indonesia). Perilaku mencari makan oleh lumba-lumba telah ditemukan lebih tinggi di area-area yang biasanya memang dilewati oleh para lumba-lumba. Dapat dilihat adanya hubungan yang jelas antara pencarian makan (feeding events) dengan karakteristik batimetri di perairan Moray Firth, Skotlandia. Beberapa perilaku makan terjadi di perairan yang dalam dan curam saat bulan Juni dan Juli. Hasil ini mendukung hipotesis yang mengatakan bahwa perbedaan distribusi yang ditunjukan oleh para lumba-lumba berhubungan dengan perilaku mencari atau kesempatan makan, dan bahwa karakteristik batimetri kemungkinan besar sebagai faktor dalam perilaku makan mereka (Hastie et al., 2004) Suhu Permukaan Laut Suhu di laut merupakan faktor yang penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu dapat mempengaruhi metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme laut. Suhu permukaan laut sangat penting untuk diketahui karena sebaran suhu permukaan laut dapat memberikan informasi mengenai front, upwelling, arus, daerah tangkapan ikan, cuaca/iklim, pencemaran minyak, dan pencemaran panas (Susilo, 2000). Menurut Tomascik (1997) dalam Satyawardhana (2006), suhu permukaan laut rata-rata di perairan Indonesia berkisar antara o C. Untuk kasus tertentu seperti adanya upwelling, nilai suhu permukaan laut dapat turun menjadi 25 o C.

10 15 hal ini disebabkan oleh naiknya massa air yang berada di bawah (bersuhu rendah) ke permukaan laut. Pengaruh suhu permukaan laut terhadap distribusi cetacea sub ordo odonticeti telah dibuktikan oleh Benson et al. (2002). Mereka mengatakan bahwa perubahan drastis kondisi oseanografi yang diakibatkan oleh peristiwa El Nino di California bagian tengah membuat jumlah cetacean odonticeti bertambah. Penambahan ini dikarenakan banyaknya spesies air hangat yang masuk, terutama lumba-lumba common yang bisa mencapai dalam kelompok. Studi sebelumnya di sepanjang pesisir California menemukan bahwa odonticeti mengubah pola distribusi mereka sejalan dengan perubahan musim (Forney dan Barlow, 1998 dalam Benson et al., 2002). Suhu permukaan laut adalah prediksi yang sangat berpengaruh terhadap lumba-lumba common di California pada tahun 1996 hingga 1999 (Jefferson, 1991 dalam Benson et al., 2002). Lumba-lumba humpback biasanya ditemukan pada perairan yang bertemperatur diatas 15 o C, sedangkan lumba-lumba hidung botol dapat ditemukan pada perairan bersuhu 10 hingga 32 o C (Reeves et al., 2002). Pada penelitian Swartz et al. (2002), Stenella attenuata ditemukan pada suhu permukaan laut antara o C dan Stenella longirostris pada suhu o C. Berdasarkan studi ekologi Huffard et al. (2012), di beberapa tempat di perairan Raja Ampat seperti Selat Dampier, Selat Sagewin dan Misool bagian tenggara memiliki area upwelling, dan ini mengakibatkan suhunya dapat mencapai 19.3 o C. Mereka juga mendapatkan bahwa perairan Bird s Head Seascape (BHS) mengalami pendinginan suhu permukaan laut dari April hingga Agustus, dan puncaknya yaitu pada bulan Juli/Agustus. Suhu permukaan laut ratarata Raja Ampat adalah 29 o C dengan rangenya adalah 19.3 hingga 36 o C (Mangubhai et al., 2012) Arus Arus laut merupakan gerakan massa air laut dari suatu tempat ke tempat lain. Arus laut tercipta karena adanya tiupan angin yang bertiup melintasi permukaan laut. Arus laut pada hakikatnya timbul akibat pemanasan yang tidak

11 16 merata pada permukaan bumi. Pemanasan yang tidak merata ini menimbulkan perbedaan tekanan atmosfer yang mengakibatkan gerakan udara (angin) dari tekanan tinggi ke rendah. Angin yang bertiup diatas permukaan laut menimbulkan perbedaan arus dan gelombang laut. Pemanasan yang tidak merata ini juga menimbulkan perbedaan densitas air laut dalam arah horizontal yang pada gilirannya mengakibatkan terbentuknya arus laut (Hadi, 2002 dalam Darma, 2012). Dalam berbagai cara makan cetacea yang diuraikan oleh Shane (1990), salah satunya adalah bahwa mereka (lumba-lumba) terkadang berada di permukaan air saat melawan arus pasang surut yang kuat dan tetap berada di satu tempat kecuali ketika sedang menangkap dan mengejar ikan. Tingkah laku makan ini disebut sebagai cara makan melawan arus (against current feeding). Sesuai dengan letaknya, pola arus di perairan Raja Ampat dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Pasifik Barat (Western Pacific Ocean) yang bergerak dari arah timur menuju barat laut dan sejajar dengan daratan Papua bagian utara (COREMAP II, 2007). Didapatkan bahwa arus di perairan Raja Ampat didominasi oleh pengaruh angin, namun untuk wilayah teluk dan pulaupulau kecil yang berdekatan, pola arusnya lebih dipengaruhi oleh pasang surut (Mambrisaw et al., 2006 dalam COREMAP II, 2007). Mereka pun mendapatkan pengukuran untuk kecepatan arus di perairan Raja Ampat yaitu sekitar 0.11 m/det Klorofil-a Klorofil-a erat kaitannya dengan tingkat produktivitas primer yang ditunjukkan dengan besarnya biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama makanan ikan pelagis kecil. Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik sehingga biasanya produktivitas primer dianggap padanan dari fotosintesis (Nybakken, 1982 dalam Haikal, 2012). Di laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasi pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrient

12 17 dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrient dari daratan secara langsung (Presetiahadi, 1994 dalam Rizal, 1996). Nilai rata-rata kandungan klorofil di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/ m 3. Daerah-daerah dengan nilai klorofil tinggi mempunyai hubungan erat dengan adanya proses penaikan massa air (upwelling) (Nontji, 2002 dalam Rizal, 1996). 2.5 Migrasi Cetacea Di Indonesia Lumba-lumba Lumba-lumba maupun paus adalah mamalia yang hidupnya bermigrasi, baik itu dekat maupun jauh. Dalam penelitian Rudolph et al. (1997), dapat terlihat kemungkinan jalur migrasi yang digunakan oleh lumba-lumba dan paus. Pada bulan Januari, lumba-lumba banyak ditemukan di perairan Indonesia bagian timur, yaitu di Laut Banda, Laut Sawu, Laut Maluku dan sebagian juga ditemukan di perairan Pulau Halmahera bagian utara. Bulan Februari, lumba-lumba juga ditemukan di perairan Laut Seram dan Laut Banda. Bulan April lumba-lumba bergerak ke Indonesia bagian barat dimana mereka ditemukan di perairan sepanjang Laut Jawa dan Selat Malaka, dan beberapa juga ditemukan di perairan Selat Sunda. Lumba-lumba pada bulan Mei kembali lagi ke Indonesia bagian timur. Mereka ditemukan di Laut Sulawesi dan perairan sekitar Pulau Yamdena, bagian barat laut Laut Arafuru. Bulan Juni, lumba-lumba ditemukan tidak hanya di Indonesia bagian timur saja, tetapi beberapa juga ditemukan di Indonesia bagian barat, yaitu di Selat Sunda dan Laut Jawa. Pada Indonesia bagian timur mereka ditemukan di Laut Sawu, Pulau Lembata, Taman Nasional Komodo di Flores, Selat Wetar, bagian utara Irian Jaya, Laut Maluku dan juga perairan Teluk Weda (Rudolph et al., 1997). Bulan Juli lumba-lumba banyak ditemukan di perairan sekitar Lamalera, Laut Sawu dan Selat Ombai. Lumba-lumba masih berada di Indonesia bagian timur pada bulan Agustus dan September. Bulan Agustus mereka ditemukan di Taman Nasional Komodo, Laut Sawu, Raja Ampat dan juga Laut Banda, sedangkan pada bulan September mereka ditemukan di perairan Laut Sawu dan

13 18 Laut Seram. Bulan Oktober lumba-lumba ditemukan di Laut Flores dan Laut Arafuru, sedangkan pada bulan November mereka ditemukan di Laut Jawa dan utara Laut Banda (Rudolph et al., 1997) Paus Bulan Januari paus ditemukan di Indonesia bagian timur yaitu di perairan Selat Wetar, Teluk Weda, dan bagian utara Pulau Morotai kecuali satu kelompok paus yang ditemukan di perairan Singapura. Pada bulan Maret paus bergerak kearah barat, dimana mereka ditemukan di bagian timur laut Bali yang juga masuk ke dalam perairan Selat Ampana. Bulan Mei mereka tetap bergerak kearah barat. Mereka ditemukan di sebelah tenggara Kepulauan Riau (Rudolph et al., 1997). Hampir seluruh kelompok paus pada bulan Juni ditemukan kembali lagi ke perairan Indonesia bagian timur dimana mereka ditemukan di Laut Maluku, perairan Balikpapan, Laut Sawu, Laut Banda, dan juga sebelah timur Pulau Alor. Pada bulan Juli mereka hanya ditemukan di perairan sekitar Laut Sawu dan Selat Ombai, sedangkan pada bulan Agustus paus bergerak lagi ke perairan Indonesia bagian barat yaitu di perairan Selat Sunda. Bulan September dan Oktober paus ditemukan di sekitar perairan Laut Flores, bagian utara Laut Sawu dan bagian timur Pulau Alor (Rudolph et al., 1997).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia memiliki luasan dengan luas kira-kira 5 juta km 2 (perairan dan daratan), dimana 62% terdiri dari lautan dalam batas 12 mil dari garis pantai (Polunin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Oseanografi Perairan Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong. Raja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran.

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Kegunaan Kerangka Pemikiran. DAFTAR ISI BAB Hlm DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Identifikasi Masalah...... 1.3 Tujuan...... 1.4 Kegunaan.. 1.5 Kerangka Pemikiran. xi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar belakang

1. PENDAHULUAN Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebagai salah satu pusat marine megabiodiversity dunia, Indonesia memiliki kekayaan spesies cetacea yang tinggi. Dari sekitar 80 extanct spesies cetacea, sedikitnya ada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perairan Indonesia merupakan perairan yang sangat unik karena memiliki keanekaragaman Cetacea (paus, lumba-lumba dan dugong) yang tinggi. Lebih dari sepertiga jenis paus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arlindo (Arus Lintas Indonesia) Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan arus yang membawa membawa massa air hangat dari Samudra Pasifik menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI 4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI Pendahuluan Ikan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut dan masih banyak faktor lainnya (Brond 1979).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus macarellus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersebar luas di perairan Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKOSISTEM SUMBERDAYA ALAM HAYATI KABUPATEN RAJA AMPAT PROPINSI PAPUA BARAT OLEH VALEND BURDAM COHORT 4 BOGOR Raja Ampat surga bawah lautnya Papua, jangan mengaku menikmati bawah

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

Ordo Pinnipedia. Ordo Pinnipedia

Ordo Pinnipedia. Ordo Pinnipedia Ordo Pinnipedia Terdiri dari 3 famili: 1. Phocidae: True seals (anjing laut sejati) 2. Otariidae: Fur seals & Sea lions (anjing laut berbulu dan singa laut) 3. Odobenidae: Walrus Makanan utama Pinniped:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH What is a thermocline? A thermocline is the transition layer between warmer mixed water at the ocean's surface and

Lebih terperinci

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI Ekosistem Pesisir dan Laut 1. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO 3) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti

Family Neobalaenidae. Ordo Odontoceti Family Neobalaenidae Paus Kerdil Ordo Odontoceti Morfologi: Seluruh anggota sub-ordo tidak memiliki gigi dengan jumlah yang bervariasi (2-260 buah) Rangka Odontoceti asimetris bilateral di daerah dahi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

I. Pengantar. A. Latar Belakang

I. Pengantar. A. Latar Belakang I. Pengantar A. Latar Belakang Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2 o 25 Lintang Utara hingga 4 o 25 Lintang Selatan dan 130 132 55 Bujur Timur (Wikipedia, 2011). Secara geoekonomis dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil pengamatan lumba-lumba Hasil pengamatan lumba-lumba ditunjukkan dalam Tabel 9. Dari pengamatan lumba-lumba di dua lokasi, total waktu yang dibutuhkan per hari adalah ±

Lebih terperinci

Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim

Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim http://alan.staff.ipb.ac.id/2014/09/07/pemimpin-baru-dan-tantangan-krisis-ikan-era-perubahan-iklim / Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim Pemimpin Baru dan Tantangan Krisis Ikan

Lebih terperinci

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri:

Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Mamalia laut Seperti mamalia pada umumnya, mamalia laut memiliki ciri: Berdarah panas Bernafas dengan paru-paru Melahirkan dan menyusui Memiliki rambut (sebagian besar terdapat pada bagian pipi) Memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Lumba-lumba hidung botol ( Tursiops sp.)

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Lumba-lumba hidung botol ( Tursiops sp.) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian umum cetacean Cetacean merupakan istilah golongan mamalia laut yang masuk kedalam ordo Cetacea.Ordo Cetacea mempunyai dua sub-ordo yaitu Mysticeti dan Odontoceti, sub-ordo Mysticeti

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

BAB 6: GEOGRAFI LAUT DAN PESISIR

BAB 6: GEOGRAFI LAUT DAN PESISIR www.bimbinganalumniui.com 1. Berdasarkan proses terjadinya Laut Banda adalah laut a. Transgresi b. Regresi c. Ingresi d. Tepi e. Pedalaman 2. Karena faktor tenaga endogen, dasar laut yang mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Oktober 2016 s/d 28 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Oktober 2016 s/d 28 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 24 Oktober 2016 s/d 28 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 24 Oktober 2016 Senin, 24 Oktober 2016 0.5-1.25 m (Slight) : Laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia merupakan area yang mendapatkan pengaruh Angin Muson dari tenggara pada saat musim dingin di wilayah Australia, dan dari barat laut pada saat musim

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal

5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal 73 5. PEMBAHASAN 5.1 Sebaran Suhu Permukaan laut dan Klorofil-a di Laut Banda Secara Spasial dan Temporal Secara temporal sebaran suhu permukaan laut (SPL) antara tahun 2008-2010 memperlihatkan adanya

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

Pergerakan. Perilaku Makan

Pergerakan. Perilaku Makan Pergerakan Perilaku duyung umumnya tenang Berenang perlahan (5,4 13,5 knot) Sirip depan untuk mendayung, memutar dan mengurangi kecepatan. Sirip ekor untuk mendorong badan kedepan dan mengatur keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pantura atau Pantai Utara Pulau Jawa yang merupakan bagian dari kawasan pesisir, telah menjadi pusat berbagai kegiatan manusia sejak jaman kerajaan mendominasi

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT (Mewujudkan Kawasan Suaka Perikanan Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya) Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YellowfinTuna berikut: Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai Kingdom Sub Kingdom Phylum Sub Phylum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam amanat Undang-Undang No 31/2004 diberikan tanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia untuk kepentingan seluruh masyarakat

Lebih terperinci

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia Status Ekosistem Terumbu Karang Perairan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur, dan Perairan Sekitarnya Tahun 2017 Sebuah Temuan Awal dari XPDC

Lebih terperinci

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena 1.1. Latar Belakang Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan, sehingga kelimpahannya sangat berfluktuasi di suatu perairan. MacLennan dan Simmonds (1992), menyatakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Jenis dan lokasi perjumpaan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa lokasi yang diketahui sebagai jalur aktivitas dari mamalia. Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER VI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kedalaman laut dan salinitas air laut. 2.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Wilayah Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06 00 40 dan 05 54 40 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.5 1. Bagi para nelayan yang menggunakan kapal modern, informasi tentang gerakan air laut terutama digunakan untuk... mendeteksi

Lebih terperinci

OSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut

OSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut OSEANOGRAFI Morfologi Dasar Laut Outline Teori Continental Drift Teori Plate Tectonic Morfologi Dasar Laut 2 Games!!! Bagi mahasiswa menjadi 3 kelompok. Diskusikan mengenai hal-hal berikut : - Kelompok

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Karang Makassar, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, yang secara geografis terletak di koordinat 8

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data dan Literatur Data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain : Website - www.enchantedlearning.com

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau Ambon dalam kaitannya dengan Isu Perubahan Iklim

Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau Ambon dalam kaitannya dengan Isu Perubahan Iklim Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau Ambon dalam kaitannya dengan Isu Perubahan Iklim Hanung Agus Mulyadi Pusat Penelitian Laut Dalam-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Y Syaranamual,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2013, dan praktik lapangan dilaksanakan pada tanggal 4 November 15 November 2013. Wilayah kajian

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA OLEH : Dr. Kunarso FOKUSED GROUP DISCUSSION CILACAP JUNI 2016 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Dalam Purwanto

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 April 2016 s/d 22 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 April 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 April 2016 s/d 22 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 April 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 April 2016 s/d 22 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 18 April 2016 Senin, 18 April 2016 Laut Andaman, Laut Cina Selatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci