HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1 m det -1, sedangkan ke arah selatan yakni pada perairan sekitar o LS angin cenderung lebih kuat dan berada pada kisaran,7 6,61 m det -1. Pada musim timur (Juni Agustus) di perairan barat Sumatera bertiup angin muson tenggara dengan kecepatan berkisar antara,9 6,61 m det -1. Kecepatan angin pada musim timur umumnya lebih kuat dari pada musim lainnya. Puncak kecepatan angin berada pada bulan Agustus dan September, saat dimana angin muson tenggara telah terbentuk dengan sempurna (Gambar 9 F, G, H). Selama musim peralihan II (September November) di perairan barat daya Sumatera masih bertiup angin muson tenggara, namun kekuatannya mulai lemah yaitu antara 2,16 4, m det -1. Di dekat ekuator yakni di sekitar 2, o LS angin bertiup dengan arah berubah-ubah dengan kecepatan yang lebih lemah yakni berkisar antara 1,2 2,1 m det -1 (Gambar 9 I, J, K). Pada musim barat (Desember Februari) bertiup angin barat. Kecepatan angin di perairan barat daya Sumatera pada bulan Desember berkisar antara 1,4 2,19 m det -1 dan dengan bertambahnya waktu kecepatan angin mengalami peningkatan dimana pada bulan Februari kecepatannya berkisar antara 1, m det -1. Di perairan sekitar 2, o LS, selama musim barat, kecepatan angin barat berada pada kisaran 1,13 4,1 m det -1 (Gambar 9 L, A, B). Pada musim peralihan I (Maret Mei), di perairan barat Sumatera, mulai terjadi perubahan arah tiupan angin dengan pola yang berubah-ubah kecuali pada bulan Maret dimana masih bertiup angin barat. Kecepatan angin pada musim ini hampir merata dan cenderung lemah. Pada bulan Maret hingga April angin bertiup dengan kecepatan,7 3,6 m det -1 dan kemudian mulai menguat seiring dengan mulai berkembangnya angin muson tenggara di selatan Jawa pada bulan Mei (Gambar 9 C, D, E).

2 33 Januari A Februari B Lintang Lintang Maret Bujur Timur C April Bujur Timur D Lintang Lintang Bujur Timur Bujur Timur Mei E Juni F Lintang Lintang Bujur Timur Bujur Timur Keterangan Vektor (m/det) Gambar 9. Pola sebaran angin bulanan rata-rata (m det -1 ) berdasarkan data rataan bulanan angin ECMWF dari tahun A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.

3 34 Juli G Agustus H Lintang Lintang Bujur Timur Bujur Timur September I Oktober J Lintang Bujur Timur Bujur Timur Bujur Timur November K Desember L Lintang Lintang Bujur Timur Bujur Timur Keterangan Vektor (m/det) Gambar 9. Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember.

4 3 Perairan selatan Jawa Sumbawa selama musim timur (Juni Agustus) bertiup angin muson tenggara (Gambar 9 F, G, H). Pada musim ini, kecepatan angin berkisar antara,23 8,2 m det -1 dengan kecepatan maksimum terlihat pada bulan Agustus di perairan selatan Jawa Barat yaitu berkisar antara 7,87 8,2 m det -1. Di bulan Juni, angin muson tenggara yang bertiup di selatan Jawa memiliki kecepatan yang hampir seragam yaitu berkisar antara 6,67 7, m det - 1 dan cenderung lebih kuat dari tiupan angin muson tenggara di selatan Bali - Sumbawa. Selama bulan Juli Agustus, angin muson tenggara di selatan Jawa Sumbawa menunjukkan peningkatan kecepatan dengan pola sebaran yang semakin melemah ke arah timur. Di selatan Jawa Barat kecepatan angin berkisar antara 7,66 8,2 m det -1, sedangkan di selatan Jawa Timur 6,6 7,47 m det -1 dan di selatan Bali Sumbawa berkisar antara,23 6,48 m det -1. Susanto et al. (21) mengatakan bahwa angin muson tenggara yang bertiup di sepanjang pantai Selatan Jawa mencapai maksimum pada bulan Juli Agustus di perairan selatan Jawa Barat yakni di sekitar 1 o C. Pada musim peralihan II, di perairan selatan Jawa Sumbawa mulai terjadi perubahan pola angin. Di selatan Jawa masih bertiup angin muson tenggara sedangkan di selatan Bali - Sumbawa berkembang angin tenggara hingga angin selatan (Gambar 9 I, J, K). Meskipun kekuatan angin muson tenggara di perairan selatan Jawa mulai berkurang tetapi secara umum kecepatannya terlihat masih cukup kuat. Kecepatan angin pada bulan Oktober berkisar antara 6,4 7,39 m det -1 dan di bulan November berada pada kisaran 4,68 6,32 m det -1. Pada musim ini pola sebaran angin memperlihatkan kecenderungan melemahnya angin ke arah timur. Artinya kecepatan angin di selatan Jawa Barat lebih kuat dari pada selatan Jawa Timur dan kecepatan angin di selatan Jawa Timur lebih kuat dari pada selatan Bali - Sumbawa. Adapun kecepatan angin di selatan Jawa Barat berkisar antara,14 8,18 m det -1, di selatan Jawa Timur berkisar antara 3,91 7,6 m det -1 dan di selatan Bali Sumbawa berkisar antara 1,63 4, 1 m det -1. Di perairan selatan Jawa - Sumbawa selama musim barat (Desember Februari) bertiup angin muson barat laut. Pada bulan Desember di perairan ini mulai berkembang angin barat daya dan selanjutnya secara sempurna menjadi angin barat pada bulan Februari. Di selatan Jawa pada bulan Desember, angin bertiup dengan kekuatan yang hampir homogen yakni sekitar 3,2 3,49 m det -1 dan mulai melemah ke selatan Bali - Sumbawa (1,63 3,9 m det -1 ). Di bulan

5 36 Januari, di selatan Jawa Sumbawa kecepatan angin hampir homogen yaitu 1,49-2,97 m det -1 dan selanjutnya mengalami peningkatan kecepatan dimana bulan Februari kecepatan angin berkisar antara 2,4-4,3 m det -1. Secara umum, pada musim barat, sebaran kecepatan angin di selatan Jawa Barat dan Bali Sumbawa cenderung hampir sama kekuatannya, namun bila dibandingkan dengan selatan Jawa Timur terlihat bahwa kecepatan angin di selatan Jawa Barat dan Bali - Sumbawa sedikit lebih lemah dari kekuatan angin yang bertiup di selatan Jawa Timur. Angin di selatan Jawa Timur bertiup dengan kekuatan 2,2 4,3 m det -1, di selatan Jawa Barat berkisar antara 1,49 3,9 m det -1 sedangkan di selatan Bali Sumbawa berada pada kisaran 1,86 3,23 m det -1 (Gambar 9 L, A, B). Selama musim peralihan I (Maret Mei), di selatan Jawa - Sumbawa angin terlihat mengalami perubahan arah dan kecepatannya (Gambar 9 C, D, E). Pada bulan Maret, di perairan dekat pantai selatan Jawa - Sumbawa, angin barat terlihat mulai melemah (,47 2,16 m det -1 ), sedangkan di perairan dengan posisi lebih tinggi dari 1 o LS mulai terbentuk angin muson tenggara. Secara keseluruhan, pada bulan Maret angin yang bertiup di perairan pantai selatan Jawa Sumbawa memperlihatkan kecenderungan melemahnya kekuatan ke arah timur. Pada bulan April dan Mei sebaran angin di selatan Jawa Sumbawa memperlihatkan mulai berkembangnya angin muson tenggara dengan kecepatan di selatan Jawa secara umum terlihat lebih seragam dan sedikit lebih tinggi kecepatannya bila dibandingkan dengan kecepatan angin di selatan Bali Sumbawa. Kecepatan angin pada bulan April di perairan dekat pantai selatan Jawa berkisar antara 4,23 4,34 m det -1 sedangkan pada bulan Mei berkisar antara 6,33 6,41 m det -1. Berdasarkan hasil analisis pola sebaran angin tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa angin muson yang bertiup di atas perairan barat Sumatera dan perairan selatan Jawa - Sumbawa dicirikan oleh pembalikan arah tiupan angin secara musiman. Pembalikan arah angin disebabkan karena adanya perubahan tekanan di daratan sekitarnya sebagai akibat dari berubahnya posisi matahari (Wyrtki, 1961). Akibatnya secara musiman baik arah maupun kecepatan angin yang bertiup di atas perairan ini selalu berubah ubah. Namun secara umum, hampir sepanjang tahun angin yang bertiup di sepanjang pantai barat Sumatera cenderung lebih lemah dengan kekuatan yang hampir seragam bila di bandingkan dengan perairan selatan Jawa - Sumbawa. Di perairan barat

6 37 Sumatera, pola sebaran angin memperlihatkan peningkatan kecepatan ke arah selatan, sedangkan di perairan sekitar pantai selatan Jawa - Sumbawa kecepatan angin yang bertiup sangat bervariasi baik secara spasial maupun temporal. Pola sebaran gesekan angin bulanan rata-rata untuk komponen angin sejajar garis pantai dan tegak lurus garis pantai di perairan sekitar pantai barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa disajikan pada Gambar 1-11 serta Lampiran 3. Di perairan barat Sumatera terutama di sekitar 2, o LS, sepanjang tahun gesekan angin komponen sejajar pantai dan tegak lurus pantai berada <,2 N m -2 bahkan secara umum gesekannya <,1 N m -2. Pola sebaran gesekan angin memperlihatkan kecenderungan menguat ke arah selatan. Di perairan sekitar o LS gesekan angin hampir sepanjang tahun memperlihatkan lebih kuatnya gesekan angin komponen sejajar pantai dari pada komponen tegak lurus pantai. Secara musiman. gesekan angin komponen sejajar pantai lebih kuat terjadi pada musim timur yakni pada saat bertiup angin muson tenggara dengan kekuatan antara,29,81 N m -2 sedangkan secara bulanan, terkuat pada bulan September dengan kekuatan antara,7,81 N m -2. Perairan sekitar Selat Sunda juga memperlihatkan pola sebaran gesekan angin permukaan yang berbeda secara musiman. Secara keseluruhan sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai cenderung homogen dari bulan Desember - April (,2,87 N m -2 ) dan mengalami peningkatan pada bulan Mei November. Pola sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai menunjukkan melemahnya gesekan angin dari barat daya ke arah Selat Sunda. Secara umum, gesekan angin komponen sejajar pantai lebih kuat terjadi pada bulan Agustus Oktober dimana berkisar antara,6,123 N m -2. Sebaran gesekan angin komponen tegak lurus pantai di perairan ini memiliki variasi sebaran barat laut tenggara. Secara keseluruhan sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai di perairan barat Sumatera memperlihatkan bahwa pada bulan April November gesekan angin cenderung bekerja ke arah barat laut sedangkan pada bulan Desember Maret bekerja ke arah tenggara.

7 38 Januari A Februari B Lintang ( ) Lintang ( ) Maret C April D Lintang ( ) Lintang ( ) Mei E Juni F Lintang ( ) Lintang ( ) N m -2 Gambar 1. Sebaran gesekan angin bulanan rata-rata komponen sejajar pantai berdasarkan data rataan bulanan komponen angin ECMWF dari tahun A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.

8 39 Juli G Agustus H Lintang ( ) Lintang ( ) September I Oktober J Lintang ( ) Lintang ( ) November K Desember L Lintang ( ) Lintang ( ) Gambar 1. N m -2 Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember.

9 4 Januari A Februari B Lintang ( ) Lintang ( ) Maret C April D Lintang ( ) Lintang ( ) Mei E Juni F Lintang ( ) Lintang ( ) N m -2 Gambar 11. Sebaran gesekan angin bulanan rata-rata komponen tegak lurus garis pantai berdasarkan data rataan bulanan komponen angin ECMWF dari tahun A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.

10 41 Juli G Agustus H Lintang ( ) Lintang ( ) September I Oktober J Lintang ( ) Lintang ( ) November K Desember L Lintang ( ) Lintang ( ) N m -2 Gambar 11. Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember.

11 42 Perairan selatan Jawa - Sumbawa merupakan perairan yang lebih dinamis bila dibandingkan dengan perairan barat Sumatera. Di perairan selatan Jawa - Sumbawa, oleh karena kekuatan dan arah angin yang bertiup selalu berubah secara musiman maka gesekan angin juga memperlihatkan variasi baik secara spasial maupuin temporal. Secara umum pada perairan sekitar 1 o LS, gesekan angin komponen sejajar pantai yang berperan terhadap transpor Ekman memperlihatkan kekuatan yang besar selama musim timur (Juni Agustus). Gesekan angin komponen sejajar pantai pada musim timur berada pada kisaran,2,1 Nm -2 dengan nilai terbesar dijumpai pada bulan Agustus. Pola sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai selama musim ini memperlihatkan lebih kuatnya gesekan angin di selatan Jawa Barat dari pada di selatan Jawa Timur - Sumbawa. Gesekan angin komponen sejajar pantai juga memperlihatkan variasi utara selatan dimana gesekan angin melemah ke arah pantai. Perubahan gesekan angin komponen sejajar pantai ke arah pantai secara drastis terjadi di perairan selatan Jawa Timur. Seperti halnya dengan gesekan angin komponen sejajar pantai, gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai juga memperlihatkan nilai yang tinggi pada musim timur dan berada pada kisaran,2,7 N m -2 dengan pola sebaran yang cenderung melemah ke arah timur dari perairan selatan Jawa Barat serta melemah ke arah pantai (variasi utara selatan). Pada bulan Oktober dan November saat angin muson tenggara mulai melemah, gesekan angin komponen sejajar pantai di selatan Jawa Sumbawa juga melemah dan berada pada kisaran,,74 N m -2. Namun secara umum di selatan Jawa, gesekan angin komponen sejajar pantai terlihat masih cukup kuat dimana berada pada kisaran,16,74 N m -2 dengan pola sebaran yang menunjukkan melemahnya gesekan angin ke arah timur dari perairan selatan Jawa Barat. Sebaran gesekan angin komponen sejajar pantai juga masih memperlihatkan variasi utara-selatan dimana gesekan angin melemah ke arah pantai. Sebaran gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai pada bulan Oktober dan November di selatan Jawa Sumbawa juga terlihat masih cukup kuat dengan pola sebaran yang menunjukkan lebih kuatnya gesekan angin di perairan selatan Jawa Barat dan cenderung melemah ke arah timur. Pola sebaran gesekan angin menunjukkan semakin melemah ke arah pantai. Gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai di selatan Jawa pada bulan

12 43 Oktober dan November berada pada kisaran,2,7 N m -2 sedangkan di selatan Bali berkisar antara,6,2 N m -2. Pada bulan Desember, dimana mulai berkembang angin barat, kekuatan angin yang bertiup mulai melemah. Hal ini berpengaruh terhadap besarnya gaya gesekan angin baik komponen sejajar pantai maupun tegak lurus garis pantai. Gesekan angin selanjutnya cenderung melemah selama musim barat. Secara umum pada bulan November dan Desember, gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai memperlihatkan kekuatan yang lebih besar dari pada gesekan angin komponen sejajar pantai. Hal ini berarti bahwa di perairan selatan Jawa - Sumbawa, gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai pantai lebih berperan terhadap pola dan arah tiupan angin. Pada bulan Maret gesekan angin mencapai kekuatan terlemah. Di perairan selatan Jawa - Sumbawa pada bulan April, angin muson tenggara terlihat mulai berkembang meskipun dengan kekuatan yang lemah tetapi hal ini sangat berperan terhadap meningkatnya kekuatan gesekan angin. Gesekan angin komponen sejajar pantai dan tegak lurus garis pantai selanjutnya menguat selama bulan Mei dengan pola sebaran yang hampir homogen. Dengan demikian di perairan selatan Jawa Sumbawa hampir sepanjang tahun gesekan angin komponen sejajar pantai cenderung bergerak ke arah barat kecuali pada bulan Desember Februari, sedangkan gesekan angin komponen tegak lurus garis pantai hampir sepanjang tahun bergerak ke utara. Sebaran Anomali Tinggi Paras Laut (ATPL) Hasil analisis sebaran ATPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa berdasarkan data TOPEX/POISEDON dari tahun 21 2 dapat dilihat pada Gambar 12 serta Tabel 2 dan 3. Sebaran ATPL di dekat pantai perairan selatan Jawa - Sumbawa pada musim timur (Juli Agustus) umumnya berada di bawah level surface (z=) kecuali pada bulanan Juni yang masih berada di atas level surface (Gambar 12 F, G, H). Menurunnya paras laut mulai terlihat pada bulan Juni dan semakin menurun pada bulan Juli dan Agustus, terutama di perairan selatan Jawa Timur Bali. Penurunan ATPL kemudian terlihat berkembang dari selatan Jawa Timur Bali ke arah barat hingga Selat Sunda dan ke arah timur hingga selatan Sumbawa pada bulan Agustus. Pada bulan Juli, ATPL bulanan rata-rata untuk tiap lokasi di selatan Jawa Tengah Sumbawa (Lokasi 7 11) berada di

13 44 bawah level surface, dengan ATPL rata-rata terendah berada di selatan Jawa Timur Bali (Lokasi 8 dan 9) yakni sekitar 4 cm (Tabel 3). Di Lokasi 8, ATPL berkisar antara +,24 hingga -7,7 cm sedangkan pada Lokasi 9 berkisar antara +,99 hingga 9,23 cm. Pada bulan Agustus, di sepanjang perairan dekat A B C D E F Gambar 12. Sebaran anomali Tinggi Paras Laut (ATPL) bulanan rata-rata (cm) berdasarkan data tujuh harian ATPL dari A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni.

14 4 G H I J K L Gambar 12. Lanjutan. G = Juli; H = Agustus; I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember. pantai selatan Jawa Sumbawa (Lokasi 11) ATPL berada di bawah level surface yaitu -1,22 hingga,64 cm dengan nilai ATPL rata-rata terendah berada pada Lokasi 8 (selatan Jawa Timur) yakni sekitar 9,64 cm (Tabel 3). Di selatan Jawa Timur Bali, sebaran ATPL pada bulan Agustus berkisar antara - 1,2 hingga 1,64 cm (Gambar 12 H).

15 46 Tabel 2. Anomali Tinggi Paras Laut bulanan rata-rata (cm) pada bulan Januari Juni di setiap lokasi pengamatan. Lokasi Nilai Januari Februari Maret April Mei Juni Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Keterangan: Maks. = nilai maksimum Min. = nilai minimum Sd = standar deviasi - = ATPL di bawah level surface + = ATPL di atas level surface

16 47 Tabel 3. Anomali Tinggi Paras Laut bulanan rata-rata (cm) pada bulan Juli Desember di setiap lokasi pengamatan. Lokasi Nilai Juli Agustus September Oktober November Desember Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Keterangan: Maks. = nilai maksimum Min. = nilai minimum Sd = standar deviasi - = ATPL di bawah level surface + = ATPL di atas level surface

17 48 Pada musim timur (Juni Agustus), sebaran ATPL di Selat Sunda (Lokasi 4) memperlihatkan perubahan tinggi paras laut antara bulan Juni dan bulan Juli Agustus (Gambar 12 F H). Pada bulan Juni dan Juli ATPL umumnya berada di atas level surface. Di bulan Juni ATPL berada pada kisaran +6,7 hingga +11,4 cm dan di bulan Juli berkisar antara +1,8 hingga +4,39 cm, sedangkan pada bulan Agustus, ATPL umumnya berada di bawah level surface yakni berada pada kisaran -,7 hingga -6,92 cm dengan nilai rata-rata -3,77 cm (Tabel 2 dan 3). Selama musim timur sebaran ATPL di barat Sumatera sangat homogen dan berada sedikit di atas dan di bawah level surface. Di bulan Juli umumnya ATPL berada pada kisaran hingga + cm sedangkan pada bulan Agustus berkisar antara +3,79 cm hingga cm, kecuali di dekat pantai barat Bengkulu yang cenderung lebih rendah yakni berada pada kisaran -3 hingga -8 cm (Gambar 12 F H). Keadaan ini menunjukkan adanya indikasi upwelling di perairan dekat pantai barat Bengkulu. Sama seperti di perairan sekitar Selat Sunda, di barat Sumatera (Lokasi 1 3) ATPL bulanan rata-rata untuk setiap lokasi menunjukkan tingginya paras laut pada bulan Juni dan selanjutnya mengalami penurunan pada bulan Juli dan Agustus. Pada bulan Agustus yang umumnya telah berada di bawah level surface (Tabel 2 dan 3). Pada musim peralihan II (September November), sebaran ATPL di selatan Jawa Sumbawa memperlihatkan perbedaan pola sebaran antara bulan September dengan bulan Oktober November. Di bulan September, paras laut cenderung semakin menurun dari bulan Agustus, namun di bulan Oktober - November terjadi kenaikan paras laut. Pada bulan September ATPL di dekat pantai perairan selatan Jawa - Sumbawa berada pada posisi yang sangat rendah di bawah level surface terutama di perairan selatan Jawa Timur - Bali, khususnya pada posisi o BT dan meluas ke timur hingga 11,7 o BT, ke barat hingga 112,7 o BT (Gambar 12 I K). ATPL di daerah ini berada pada kisaran hingga -2 cm. Di bulan Oktober, secara keseluruhan sebaran ATPL berada pada kisaran -2 hingga -11 cm dengan pola sebaran yang menunjukkan peningkatan ATPL ke arah timur dan barat dari perairan selatan Jawa Timur dan Bali. Secara umum, ATPL di selatan Jawa Barat terlihat lebih tinggi dari pada selatan Lombok - Sumbawa. Pada bulan November, paras laut semakin naik dan di sepanjang perairan selatan Jawa anomali tinggi paras laut berada pada

18 49 kisaran +2 hingga +, cm, sedangkan di selatan Bali - Sumbawa berkisar antara hingga cm. Rendahnya ATPL selama bulan Juli - September di dekat pantai perairan selatan Jawa Sumbawa dan Selat Sunda mengindikasikan adanya pergerakan massa air menjauhi pantai. Massa air yang bergerak menjauhi pantai menyebabkan terjadinya kekosongan massa air sehingga mengakibatkan paras laut di perairan dekat pantai turun. Secara teoritis keadaan ini dapat memicu terjadinya upwelling yang mengangkat massa air dalam ke lapisan permukaan untuk mengisi kekosongan massa air lapisan permukaan. Kuatnya indikasi upwelling pada bulan Juli September di perairan ini terlihat pada perairan selatan Jawa Timur Bali (Lokasi 8 dan 9) yang dicirikan melalui sebaran ATPL dan ATPL bulanan rata-rata per lokasi yang berada jauh di bawah level surface (Gambar 12 dan Tabel 2 dan 3). Penyebab utama terjadinya penurunan paras laut di perairan dekat pantai selatan Jawa - Sumbawa dan Selat Sunda adalah bertiupnya angin muson tenggara dimana kekuatan gesekan angin komponen sejajar pantai lebih besar dari pada bulan bulan lainnya. Secara umum, pada musim timur dan bulan September, pola sebaran ATPL di perairan dekat pantai selatan Jawa Sumbawa memperlihatkan tinggi paras laut di selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah (Lokasi -7) lebih tinggi dari pada selatan Jawa Timur Sumbawa (Lokasi 8 11). Selama musim peralihan II, sebaran ATPL di barat Sumatera terlihat mengalami peningkatan bahkan lebih tinggi dari perairan dekat pantai selatan Jawa - Sumbawa. Di bulan Oktober ATPL berada pada kisaran hingga +7 cm dengan pola sebaran yang menunjukkan peningkatan paras laut ke arah ekuator. Di bulan November, sebaran ATPL terlihat semakin meningkat dari bulan Oktober dan berada pada kisaran +2, hingga +12 cm dengan ATPL tertinggi terdapat pada perairan sekitar,4 o LS dan 12 o BT. Dengan demikian pada bulan Oktober mulai terjadi penumpukan massa air di perairan barat Sumatera dan terus berkembang pada bulan November. Pada musim barat yang ditandai dengan bertiupnya angin barat di perairan selatan Jawa - Sumbawa terlihat adanya penumpukan massa air di perairan dekat pantai. Penumpukan massa air secara maksimum terjadi pada bulan Desember. Keadaan ini ditandai dengan makin meningkatnya ATPL dimana berada pada kisaran 12 cm di atas level surface (Gambar 12 L, A dan B). Pusat penumpukan massa air pada bulan Desember umumnya terjadi di

19 selatan Jawa Timur (Lokasi 8) dengan sebaran ATPL berada pada kisaran +6,81 hingga +12,9 cm dan nilai ATPL rata-rata +1,4 cm (Tabel 3). Pada bulan Januari sebaran ATPL menunjukkan lebih tingginya paras laut di perairan selatan Jawa Tengah yakni pada Lokasi 6 8 dari pada bagian lain dari perairan selatan Jawa Sumbawa dengan rata-rata ATPL berturut-turut adalah +3,2, +4,24 dan +,1 cm (Tabel 2). Di perairan barat Sumatera selama bulan Desember ATPL masih cukup tinggi meskipun cenderung mulai menurun dari bulan November. Anomali tinggi paras pada bulan Desember berkisar antara + hingga +1 cm. Di bulan Januari, sebaran ATPL telah berada di bawah level surface dan semakin menurun pada bulan Februari yakni berkisar antara -6 hingga -12 cm dengan ATPL terendah di sekitar pantai barat Bengkulu. Pada musim peralihan I, khususnya pada bulan April, ATPL di perairan barat Sumatera menunjukkan peningkatan dan berada pada kisaran hingga 2, cm kecuali di perairan sekitar Selat Sunda dimana ATPL lebih tinggi dan berada hingga +2, cm. Pada bulan Mei, sebaran ATPL terus mengalami peningkatan dan berada pada kisaran +1 hingga +18 cm. Pusat ATPL yang tinggi pada bulan Mei berada pada perairan sekitar,4 o LS dan 13,3 o BT. Tingginya ATPL di perairan ini memberikan gambaran terjadinya penumpukan massa air. Di perairan selatan Jawa Sumbawa, pada musim peralihan I, sebaran ATPL memperlihatkan perbedaan antara perairan selatan Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur Sumbawa. Pada bulan Maret, ATPL perairan selatan Jawa Tengah Bali lebih tinggi dari pada perairan selatan Jawa Barat dan selatan Lombok Sumbawa. Pada bulan April, hampir di sepanjang pantai selatan Jawa Sumbawa terjadi peningkatan tinggi paras laut terutama di perairan selatan Jawa Barat. ATPL di perairan Jawa Barat berada pada kisaran + hingga +12 cm. Secara umum dari sebaran ATPL bulanan rata-rata (Gambar 12) dan nilai ATPL bulanan rata-rata untuk setiap lokasi pengamatan (Tabel 2 dan 3) memperlihatkan bahwa selama setahun terjadi dua kali penumpukkan massa air di perairan selatan Jawa - Sumbawa yakni pada bulan Mei - Juni dan bulan November - Desember. Kekosongan massa air yang di tandai dengan paras laut yang sangat rendah di sepanjang selatan Jawa Sumbawa terjadi selama musim timur (Juli Agustus) dan juga pada bulan September Oktober, serta

20 1 pada bulan Januari - Maret di perairan selatan Jawa Barat. Bila membandingkan ATPL perairan selatan Jawa barat dan Jawa Timur maka dapat dikatakan bahwa selama musim timur (Juli Agustus) dan bulan September - Oktober paras laut di perairan selatan Jawa Timur lebih rendah dari Jawa Barat dan sebaliknya pada musim barat (Januari Maret) paras laut di perairan selatan Jawa Barat lebih rendah dari perairan selatan Jawa Timur. Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Selama musim peralihan I sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera cenderung homogen dan berada pada kisaran 29,13 3,1 o C, sedangkan di selatan Jawa berkisar antara 26,61 29,33 o C dan di selatan Bali Sumbawa berkisar antara 28,41 29,94 o C (Gambar 13 C- E). Pola sebaran SPL bulanan rata-rata juga memperlihatkan bahwa pada bulan April massa air permukaan perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa lebih hangat dari pada bulan Maret. SPL bulanan rata-rata pada bulan Maret dan April umumnya berada pada kisaran di atas 29 o C, kecuali pada daerah sekitar 11, - 12, LS dan 1, 1, o BT dimana sedikit lebih rendah yakni berkisar 28,71 29,11 o C. Di perairan selatan Jawa Sumbawa (Lokasi 6 11) pada bulan Mei, SPL terlihat mulai menurun dan berada di bawah 29 o C hingga 27, 83 o C. Pola sebaran SPL di perairan selatan Jawa Sumbawa pada bulan Mei menunjukkan semakin menurunnya nilai SPL dari selatan Jawa Barat ke arah timur, sedangkan di perairan barat Sumatera, SPL semakin meningkat ke utara. Secara keseluruhan SPL bulanan rata-rata pada bulan Maret di perairan barat Sumatera hingga selatan Jawa - Sumbawa berkisar antara 28,18 29,82 o C, sedangkan pada bulan April 28,19 3,1 o C dan bulan Mei 27,83 29,99 o C. Sebaran SPL bulanan rata-rata pada musim peralihan I (Maret Mei) di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa cenderung lebih hangat dibandingkan dengan musim lainnya. Hangatnya massa air permukaan laut disebabkan karena angin yang bertiup pada musim ini cenderung lemah sehingga bahang yang dilepaskan dari permukaan laut menjadi lebih kecil. Lemahnya angin mengakibatkan percampuran masa air kolom perairan tidak terjadi secara baik sehingga stratifikasi suhu perairan semakin kuat. Dampaknya suhu permukaan laut menjadi hangat. Selain itu perairan barat Sumatera juga dipengaruhi Arus Sakal Katulistiwa yang cenderung membawa massa air hangat di sepanjang ekutor dari bagian barat Samudera Hindia.

21 2 A Januari B Februari Lintang ( ) Lintang ( ) C D Maret April Lintang ( ) Lintang ( ) E Mei F Juni Lintang ( ) Lintang ( ) G Juli H Agustus Lintang ( ) Lintang ( ) ( o C) Gambar 13. Sebaran SPL bulanan rata-rata berdasarkan data rataan bulanan SPL NOAA dari tahun A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni; G = Juli; H = Agustus.

22 3 I September J Oktober Lintang ( ) Lintang ( ) K November L Desember Lintang ( ) Lintang ( ) ( o C) Gambar 13. Lanjutan. I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember. Di perairan barat Sumatera, selama musim timur (Juli Agutus), sebaran SPL menunjukkan terjadinya penurunan suhu perairan bila dibandingkan dengan musim peralihan I (Gambar 13 F - H). Pada bulan Juni massa air permukaan laut terlihat masih cukup hangat yakni 29,8 29,8 o C, sedangkan pada bulan Juli Agustus, SPL terlihat semakin menurun, dimana pada bulan Juli berkisar antara 28,3 29,4 o C, bulan Agustus 28,1 29,22 o C. Selama musim timur sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera menunjukkan peningkatan ke arah ekuator. Di perairan selatan Jawa - Sumbawa, perubahan SPL selama musim timur (Juni Agustus) terlihat cukup tinggi yakni berkisar antara 2,76 28,92 o C. Sebaran SPL bulanan rata-rata menunjukkan bahwa pada bulan Juni SPL lebih tinggi (27,3 28,92 o C) dari pada bulan Juli (26,34 28,1 o C) dan Agustus (2,76 27,42 o C), sedangkan secara spasial, bagian timur perairan selatan Jawa Timur memiliki massa air yang lebih dingin dari pada massa air bagian barat perairan selatan Jawa (Gambar 13 F H). Massa air permukaan

23 4 yang dingin ini semakin meluas pada bulan Agustus dengan SPL terendah 2,76 o C di perairan sekitar posisi 9, o LS dan 11, o BT (selatan Jawa Timur Bali). Dinginnya massa air perairan pantai dari pada perairan lepas pantai di bagian timur perairan selatan Jawa menunjukkan indikasi terjadinya upwelling yang mengangkat massa air dalam yang dingin. Umumnya SPL pada bulan Agustus di perairan selatan Jawa Timur berkisar antara 2,9 26,6 o C. Berdasarkan Tabel 4 dan, di perairan selatan Jawa Sumbawa pada musim timur, terlihat adanya sedikit pergeseran nilai SPL rendah ke barat seiring dengan bertambahnya waktu. Pada bulan Juni, SPL rata-rata terendah berada pada Lokasi 1 dan 11. Di Lokasi 1, SPL berkisar antara 27,47-27,76 o C dengan nilai rata-rata yaitu 27,6 o C sedangkan pada Lokasi 11 SPL berkisar antara 27,39 27,6 o C dengan nilai rata-rata 27, o C. Pada bulan Juli, SPL rata-rata terendah terlihat pada Lokasi 8 dan 9 yaitu 26,66 o C dan 26,68 o C. Sebaran SPL pada bulan Juli di Lokasi 8 berkisar antara 26,66 27, o C sedangkan di Lokasi 9 berkisar antara 26, 26,83 o C. Sebaran SPL pada bulan Agustus menunjukkan semakin dinginnya massa air dimana SPL rata-rata terendah di jumpai pada Lokasi 7 dan 8 yakni berturut-turut adalah 26,9 o C dan 26,1 o C dengan sebaran SPL di kedua lokasi ini berkisar antara 2,91 26,4 o C. Pada musim peralihan II (September November), di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa, sebaran SPL menunjukkan perbedaan antara bulan September dengan bulan Oktober - November (Gambar 13 I - K). Pada bulan September, SPL masih sangat rendah selanjutnya mengalami peningkatan pada bulan Oktober November. Di perairan barat Sumatera, bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, sebaran SPL pada bulan September memiliki nilai yang paling rendah. SPL yang rendah juga terlihat selama musim peralihan I di daerah sekitar ekuator. Rendahnya SPL juga terlihat pada bulan September di sepanjang perairan selatan Jawa Sumbawa. Dari Tabel juga menunjukkan terjadi sedikit pergeseran pusat SPL terendah dari bulan Agustus ke arah barat dimana pada bulan September, SPL rata-rata terendah berada pada Lokasi 6 8 dengan SPL 26,38 o C, 26,21 o C dan 26,31 o C. Sebaran SPL di Lokasi 6 berkisar antara 26,23-26,3 o C, di Lokasi 7 berkisar antara 26,9 26,47 o C sedangkan di Lokasi 8 SPL berkisar antara 26,9 26,79 o C.

24 Tabel 4. SPL bulanan rata-rata ( o C) pada bulan Januari Juni di setiap lokasi pengamatan. Lokasi Nilai Januari Februari Maret April Mei Juni Keterangan: Maks. Min. Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd = nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi

25 6 Tabel. SPL bulanan rata-rata ( o C) pada bulan Juli Desember di setiap lokasi pengamatan. Lokasi Nilai Juli Agustus September Oktober November Desember Keterangan: Maks. Min. Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd = nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi

26 7 Rendahnya SPL di perairan barat Sumatera pada bulan September kemungkinan disebabkan oleh kuatnya tiupan angin yang mengakibatkan bahang dari kolom perairan lebih banyak dilepaskan ke udara, upwelling serta kemungkinan karena adanya pengaruh Arus Katulistiwa Selatan yang berkembang lebih jauh ke utara dimana arus ini membawa massa air dingin dari perairan selatan Jawa yang mengalami pengangkatan massa air. Menurut Wyrtki (1961) selama bulan Juli hingga Oktober ketika angin muson tenggara bertiup di sekitar pantai Jawa dengan kekuatan penuh, poros Arus Katulistiwa Selatan bergeser ke utara dan berbelok di perairan lepas Selat Sunda. Dinginnya massa air di perairan selatan Jawa pada musim timur dan bulan September Oktober merupakan dampak dari upwelling yang terjadi di bagian timur perairan selatan Jawa. Di perairan selatan Bali Sumbawa pada bulan Oktober - November, sebaran SPL menunjukkan sedikit lebih hangatnya massa air dari pada perairan selatan Jawa. Hangatnya massa air disebabkan oleh adanya suplai massa air hangat dari arah timur daerah pengamatan dan pengaruhnya semakin kuat pada bulan November. Pada musim barat (Desember Februari), massa air permukaan perairan barat Sumatera dan selatan Jawa Sumbawa mulai menghangat (Gambar 13 L, A dan B). Di perairan selatan Bali - Sumbawa, terlihat adanya suplai massa air hangat dari bagian timur perairan dimana SPL mengalami peningkatan dan berada pada kisaran antara 28,41 29,94 o C namun di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa SPL masih lebih rendah dengan kisaran antara 26,61 29,4 o C. Di bulan Januari dan Februari, massa air permukaan semakin menghangat dan umumnya SPL berada pada kisaran 29 o C. Pada musim barat, pola sebaran SPL menunjukkan bahwa pusat massa air dengan SPL sedikit lebih rendah terlihat terus mengalami pergeseran ke arah barat setelah musim peralihan II dan mencapai Lokasi 3 yang terletak di perairan barat Sumatera pada bulan Januari. Pada bulan Oktober dan November, pusat massa dengan SPL terendah berada di Lokasi -7 dan pada bulan Desember di Lokasi 4 dan (Tabel ). Bergesernya pusat sebaran SPL yang lebih rendah ke arah barat setelah musim timur kemungkinan di sebabkan karena sisa massa air dingin akibat upwelling di selatan Jawa Timur yang bergerak ke arah barat. Selain itu kemungkinan disebabkan karena angin muson tenggara yang bertiup di selatan Jawa Barat hingga perairan sekitar Selat Sunda masih cukup kuat bila di

27 8 bandingkan dengan tiupan angin di selatan Jawa Tengah Jawa Timur sehingga bahang yang dilepaskan dari perairan ke udara lebih besar terjadi di selatan Jawa Barat Selat Sunda dari pada selatan Jawa Tengah Jawa Timur. Angin muson tenggara membawa udara dingin dari daratan Australia sehingga mengakibatkan suhu udara lebih dingin dari pada suhu perairan sehingga memungkinan terjadi pelepasan bahang ke udara. Selain itu, angin yang kuat juga berperan terhadap percampuran massa air kolom perairan yang berdampak terhadap dinginnya massa air permukaan. Pada bulan September, angin bulanan rata rata di sekitar perairan selatan Jawa Barat dan Selat Sunda berada pada kisaran 7,2 8,18 m det -1, bulan Oktober 6,1 7,39 m det -1 dan bulan November 4,84 6,32 m det -1 sedangkan di perairan selatan Jawa Tengah Jawa Timur, angin bulanan rata-rata cenderung lebih lemah yakni pada bulan September berada pada kisaran,96 7,27 m det -1, pada bulan Oktober berkisar antara 3,91 6,37 m det -1 dan pada bulan November berada pada kisaran 3,91,14 m det -1 Setelah musim timur SPL di perairan selatan Jawa Sumbawa terlihat mengalami peningkatan dan cenderung cukup tinggi namun kondisi yang berbeda terlihat di perairan barat Sumatera dimana SPL cenderung lebih rendah. Pada bulan Oktober dan November, SPL rata-rata cenderung lebih rendah di Lokasi 7, pada bulan Desember SPL rendah berada Lokasi 4 dan, serta pada bulan Januari SPL cenderung lebih rendah di perairan barat Sumatera (Lokasi 3 ). Tingginya SPL di selatan Jawa Timur Sumbawa setelah musim timur selain disebabkan karena tidak lagi terjadinya upwelling kemungkinan juga karena kuatnya pengaruh massa air hangat dari perairan Indonesia Timur. Secara spasial, sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan selatan Jawa Sumbawa (Lokasi 11) sepanjang tahun menunjukkan variabilitas yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan perairan barat Sumatera (Lokasi 1 4). Di perairan barat Sumatera semakin ke utara sebaran SPL menunjukkan peningkatan dengan pola sebaran yang cenderung homogen dimana suhu sepanjang tahun berkisar antara 27 3 o C. Hangatnya massa air di perairan barat Sumatera karena perairan ini merupakan area Arus Sakal Katulistiwa (ASK) yang membawa massa air hangat di sepanjang ekuator dari bagian barat Samudera Hindia. Wyrtki (1961) mengatakan bahwa Arus Sakal Katulistiwa berkembang sepanjang tahun dan terletak di selatan ekuator yakni pada area 3 o LS dan o LS dan berkembang lebih ke selatan pada bulan Januari hingga

28 9 Maret serta mengalami peningkatan arus pada bulan Maret dan April. Perluasan area sebaran AKS ke selatan ekuator di perairan barat Sumatera pada bulan Januari hingga Maret dan peningkatan arus pada bulan Maret dan April sangat berpengaruh terhadap pola sebaran SPL di perairan barat Sumatera. Hal mana terlihat melalui peningkatan SPL selama periode ini dan perluasan massa air hangat ke arah selatan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan barat Sumatera dan perairan selatan Jawa - Sumbawa memperlihatkan variasi yang cukup tinggi baik secara spasial maupun secara temporal (Gambar 13 A - L). Secara temporal, SPL memperlihatkan perubahan pola sebaran secara musiman sedangkan secara spasial terlihat adanya perbedaan sebaran SPL antar lokasi pengamatan pada waktu bersamaan atau pada waktu yang berbeda. Secara spasial perbedaan ini disebabkan oleh proses dinamika massa air yang terjadi di dalam perairan sebagai akibat dari pengaruh musim yang terjadi pada perairan ini. Secara temporal, variasi SPL terlihat cukup tinggi pada musim timur terutama pada bulan Agustus dan September sedangkan pada musim barat, yakni pada bulan Januari - Maret massa air terlihat cenderung lebih hangat dan homogen. Sebaran Nitrat Nitrat di perairan barat Sumatera hampir sepanjang tahun berada dalam konsentrasi yang sangat rendah dengan pola sebaran yang cenderung homogen (,3,9 µmol l -1 ) kecuali pada bulan September Desember di barat daya Sumatera dimana terjadi peningkatan konsentrasi hingga,2 µmol l -1. Selama bulan April dan Mei adalah saat-saat dimana sebaran nitrat permukaan laut di perairan barat Sumatera berada dalam konsentrasi yang sangat rendah, yakni berkisar antara,3,1 µmol l -1 (Gambar 14 A L dan Tabel 6). Rendahnya konsentrasi nitrat permukaan laut di perairan barat Sumatera juga terlihat melalui gambar sebaran melintang nitrat pada bulan Februari, September dan Desember (Lampiran 4) yang cenderung rendah konsentrasinya pada permukaan laut dengan pola sebaran yang homogen hingga kedalaman 7 m dan garis isonitrat yang cenderung datar. Hal ini menggambarkan bahwa pada bulan Februari, September dan Desember, pengangkatan massa air yang cenderung lemah kurang berpengaruh terhadap penambahan konsentrasi nitrat pada permukaan perairan barat Sumatera.

29 6 A B C D E F G H Gambar 14. Sebaran nitrat permukaan laut bulanan rata-rata (µmol l -1 ) berdasarkan data rataan bulanan nitrat NOBM dari A = Januari; B = Februari; C = Maret; D = April; E = Mei; F = Juni; G = Juli; H = Agustus.

30 61 I J K L Gambar 14. Lanjutan. I = September; J = Oktober; K = November; L = Desember. Di bulan Agustus, sebaran nitrat bulanan rata-rata memperlihatkan pusat konsentrasi tertinggi dengan kisaran 1, 7,8 µmol l -1 dijumpai di perairan selatan Bali Sumbawa yakni pada daerah sekitar 9,68 11,69 o LS (Gambar 14 H). Pusat konsentrasi nitrat yang tinggi tersebut merupakan perkembangan dari pusat konsentrasi nitrat pada bulan Juli yaitu berkisar antara,,8 µmol l -1 (Gambar 14 G). Pada bulan Agustus terjadi peningkatan konsentrasi nitrat secara signifikan di perairan selatan Jawa Timur yakni pada daerah sekitar 9,1 9,68 o LS dan ,7 o BT, dimana konsentrasinya meningkat menjadi lebih dari 1-2, µmol l -1 bila dibandingkan dengan sebaran nitrat pada bulan Juli yang rata-rata konsentrasinya kurang dari 1 µmol l -1. Perubahan dengan ciri demikian mengindikasi kuatnya upwelling pada daerah tersebut. Pada bulan September, nitrat di perairan selatan Jawa Sumbawa terus mengalami peningkatan konsentrasi. Di perairan selatan Jawa Sumbawa konsentrasi nitrat berkisar antara 1,2 7,8 µmol l -1. Pusat konsentrasi tertinggi berada pada daerah 9,1 9,68 o LS dan ,7 o BT dengan kisaran konsentrasi nitrat antara 3,4 6, µmol l -1 (Gambar 14 I). Daerah ini diduga merupakan pusat terjadinya upwelling pada bulan September.

31 62 Tabel 6. Konsentrasi nitrat bulanan rata-rata (µmol l -1 ) pada bulan Januari Juni di setiap lokasi pengamatan. Lokasi Nilai Januari Februari Maret April Mei Juni 1 2 Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Keterangan: Maks. Min. Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd Maks Min Rerata Sd = nilai maksimum = nilai minimum = standar deviasi

32 63 Kuatnya upwelling di selatan Jawa Timur pada musim timur juga terlihat melalui sebaran melintang nitrat di perairan selatan Jawa Flores pada bulan Agustus September 199, berdasarkan hasil Ekspedisi Kapal Riset Baruna Jaya I. Hal ini diperlihatkan melalui garis isonitrat yang menanjak secara tajam ke arah pantai pada Transek 3 dan 4 yang terletak di perairan selatan Jawa Timur Bali dan selatan Flores. Menanjaknya lereng isonitrat juga terlihat di perairan selatan Jawa Tengah (Tansek 2) dan Jawa Barat (Transek 1) namun tidak seterjal di perairan selatan Jawa Timur Flores (Transek 3 dan 4) (Lampiran 4). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada musim timur di sepanjang perairan dekat pantai selatan Jawa Sumbawa terjadi upwelling dimana upwelling lebih kuat terjadi di perairan selatan Jawa Timur. Meluasnya upwelling di perairan selatan Jawa Timur hingga perairan selatan Jawa Barat juga terlihat melalui sebaran melintang nitrat di perairan selatan Jawa pada bulan September berdasarkan data WOD (Lampiran ). Dari sebaran melintang nitrat terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi pengangkatan massa air yang berpengaruh terhadap pengkayaan nitrat pada lapisan permukaan. Hal mana ditandai dengan menanjaknya lereng isonitrat ke arah pantai perairan Jawa Barat. Pada bulan Oktober, sebaran konsentrasi nitrat di sepanjang perairan selatan Jawa Sumbawa terlihat cukup tinggi. Tingginya konsentrasi diduga karena terjadinya akumulasi penambahan nitrat dari upwelling yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya. Sebaran nitrat di bulan Oktober berkisar antara 1,3 7,9 µmol l -1 dengan pusat konsentrasi nitrat tertinggi bergeser ke arah timur yakni ke perairan selatan Bali. Di perairan selatan Bali, konsentrasi nitrat berada pada kisaran dari,8-6,2 µmol l -1 (Gambar 14 J). Selain karena kemungkinan adanya akumulasi nitrat dari bulan bulan sebelumnya, masih tingginya konsentrasi nitrat di selatan Jawa kemungkinan juga karena masih terjadi upwelling meskipun dengan kekuatan yang semakin berkurang. Keadaan ini juga terlihat melalui gambar sebaran melintang nitrat pada bulan Oktober berdasarkan data WOD yang menunjukkan lereng isonitrat yang sedikit menanjak ke arah pantai (Lampiran ). Peningkatan konsentrasi nitrat yang cukup signifikan di perairan selatan Jawa Sumbawa selama musim timur hingga bulan Oktober kemungkinan di sebabkan karena adanya upwelling. Indikasi upwelling di perairan selatan Jawa

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 Pada bulan Desember 1996 Februari 1997 yang merupakan puncak musim barat

Lebih terperinci

berada di sisi pantai dan massa air hangat berada di lepas pantai. Dari citra yang diperoleh terlihat bahwa rrpweliit7g dapat dengan jelas terlihat

berada di sisi pantai dan massa air hangat berada di lepas pantai. Dari citra yang diperoleh terlihat bahwa rrpweliit7g dapat dengan jelas terlihat Mhd. Yudya Bakti. Ijincmrikn Peroirnn cfi SElnfnn Jaws Tinrrir - Bnli Pach h41tsinr Tinrur 1990, di bawah bimbingan Dr. Ir. Molia Purba, MSc. Sebagai Ketua komisi Pembimbing, Dr. Ir. Vincel~tius P. Siregar

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Sebaran Suhu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan menjelaskan sebaran suhu menjadi dua bagian penting yakni sebaran secara horisontal dan vertikal. Sebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

KAJIAN KLOROFIL-A DAN NUTRIEN SERTA INTERELASINYA DENGAN DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA SUMBAWA SIMON TUBALAWONY

KAJIAN KLOROFIL-A DAN NUTRIEN SERTA INTERELASINYA DENGAN DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA SUMBAWA SIMON TUBALAWONY KAJIAN KLOROFIL-A DAN NUTRIEN SERTA INTERELASINYA DENGAN DINAMIKA MASSA AIR DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA SUMBAWA SIMON TUBALAWONY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

VARIABILITAS ANGIN DAN PARAS LAUT SERTA INTERAKSINYA D1 PERAIRAN UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA EKO PUTRA SAKTI SKRIPSI

VARIABILITAS ANGIN DAN PARAS LAUT SERTA INTERAKSINYA D1 PERAIRAN UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA EKO PUTRA SAKTI SKRIPSI VARIABILITAS ANGIN DAN PARAS LAUT SERTA INTERAKSINYA D1 PERAIRAN UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA EKO PUTRA SAKTI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEmOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR Oleh : MUKTI DONO WILOPO C06400080 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

Pola dan Karakteristik Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik Perairan Selatan Jawa

Pola dan Karakteristik Sebaran Medan Massa, Medan Tekanan dan Arus Geostropik Perairan Selatan Jawa Dinamika Maritim Coastal and Marine Resources Research Center, Raja Ali Haji Maritime University Tanjungpinang-Indonesia Volume 6 Number 2, February 2018 Pola dan Karakteristik Sebaran Medan Massa, Medan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar V. HASIL 5.1 Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Perairan Selat Bali Musim Peralihan I1 ( September - Nopember) Sebaran suhu permukaan laut di perairan Selat Bali 8 September 2006 bkrkisar antara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 661-669 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A KAITANNYA DENGAN EL NINO SOUTHERN

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami proses terjadinya angin dan memahami jenis-jenis angin tetap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Cahaya

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Cahaya TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Primer Di laut, khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan. Produktivitas primer adalah jumlah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal. 71-84, Desember 2011 KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIK DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TIMUR PADA SAAT FENOMENA INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) FASE POSITIF

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN : ANGIN

POKOK BAHASAN : ANGIN POKOK BAHASAN : ANGIN ANGIN ANGIN Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang angin, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

Physics Communication

Physics Communication Phys. Comm. 1 (1) (2017) Physics Communication http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pc Analisis kondisi suhu dan salinitas perairan barat Sumatera menggunakan data Argo Float Lita Juniarti 1, Muh.

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 157-162 KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Martono Bidang Pemodelan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER III KTSP & K-13. G. Kelembapan Udara. 1. Asal Uap Air. 2. Macam-Macam Kelembapan Udara

Geografi. Kelas X ATMOSFER III KTSP & K-13. G. Kelembapan Udara. 1. Asal Uap Air. 2. Macam-Macam Kelembapan Udara KTSP & K-13 Kelas Geografi ATMOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kelembapan udara. 2. Memahami curah hujan dan kondisi

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra )

Abstract. SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra ) SUHU PERMT]KAAI\{ LAUT I}I PERAIRAN RAJAAMPAT PROPINSI PAPUA BARAT (Hasil Citra 2006-2008) Oleh Muhammad Ali Ulath* Abstract This jaurncl discasses the surface seawater temperotures in offshorewoters of

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia merupakan area yang mendapatkan pengaruh Angin Muson dari tenggara pada saat musim dingin di wilayah Australia, dan dari barat laut pada saat musim

Lebih terperinci

Keywords : Upwelling, Sea Surface Temperature, Chlorophyll-a, WPP RI 573

Keywords : Upwelling, Sea Surface Temperature, Chlorophyll-a, WPP RI 573 APLIKASI PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK MONITORING KEJADIAN UPWELLING DI PERAIRAN BAGIAN SELATAN PULAU JAWA - LAUT TIMOR Ismail Pratama ippratamaismail@gmail.com Nurul Khakhim nurulkhakhim@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

6. TlNGGl PARAS LAUT

6. TlNGGl PARAS LAUT 6. TlNGGl PARAS LAUT 6.1 Fluktuasi Anomali Tinggi Paras Laut Fluktuasi anomali TPL di masing-masing wilayah disajikan pada Gambar 6.1.I. Pola fluktuasi TPL di wilayah UWI, UW2 dan AS1 berbeda dengan fluktuasi

Lebih terperinci

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR Analysis of Upwelling Distribution and Area Enlargement in the Southern of Makassar Strait Dwi Fajriyati Inaku Diterima:

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIK DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TIMUR PADA SAAT FENOMENA INDIAN OCEAN DIPOLE

KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIK DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TIMUR PADA SAAT FENOMENA INDIAN OCEAN DIPOLE KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIK DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TIMUR PADA SAAT FENOMENA INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) FASE POSITIF TAHUN 1994/1995, 1997/1998 dan 2006/2007 PRAMUDYO DIPO HADINOTO SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 RAHMA WIDYASTUTI(3506 100 005) TEKNIK GEOMATIKA ITS - SURABAYA Pembimbing : Eko Yuli Handoko,ST.MT Ir.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 416-421 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Variabilitas Suhu Permukaan Laut Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman Online di : JURNL OSENOGRFI. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 57-66 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose DINMIK UPWELLING DN DOWNWELLING ERDSRKN VRIILITS SUHU PERMUKN LUT DN KLOROFIL- DI

Lebih terperinci