BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan Sebelum dianalisis lebih lanjut hasil simulasi model tersebut diverifikasi dengan menggunakan data yang cukup valid. Verifikasi dilakukan secara kualitatif dengan membandingkan sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dengan sirkulasi arus permukaan yang diperoleh dari Ocean Surface Current Analysis Real-Time (OSCAR) yang merupakan salah satu program NOAA. Data OSCAR ini berasal dari data muka laut hasil pengamatan Satelit TOPEX/Poseidon. Data muka laut ini yang kemudian diturunkan menjadi arus geostropik. Berdasarkan hasil verifikasi yang cukup baik antara data OSCAR dengan data mooring current di Perairan Pasifik Barat, maka data OSCAR ini digunakan untuk verifikasi hasil simulasi. Lokasi verifikasi diambil 5 titik seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1 dan hasil verifikasi antara data OSCAR dengan data mooring current di Perairan Pasifik Barat diperlihatkan pada Gambar A.1 A.10 di Lampiran A. Data untuk verifikasi meliputi komponen zonal (arah barattimur) dan komponen meridional (arah utara-selatan) dengan jumlah data yang berbeda-beda antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain. Hasil verifikasi data OSCAR dengan menggunakan data mooring current di lima lokasi diperlihatkan pada Tabel 4.1. Gambar 4.1. Lokasi verifikasi data OSCAR dengan mooring current 4-1

2 Tabel 4.1 Koefisien Korelasi antara data OSCAR dengan mooring current Lokasi Koefisien Korelasi Verifikasi Komponen Zonal Komponen Meridional 8 O LU dan 130 O BT 0,9 0,72 8 O LU dan 137 O BT 0,94 0,72 5 O LU dan 137 O BT 0,85 0,75 5 O LU dan 147 O BT 0,87 0,79 5 O LU dan 156 O BT 0,9 0,64 Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa secara umum hasil verifikasi data OSCAR dengan data mooring current cukup baik yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi yang cukup tinggi. Dari hasil tersebut terdapat hal yang menarik yaitu bahwa nilai koefisien korelasi komponen zonal lebih tinggi daripada komponen meridional. Hal ini dimungkinkan karena di perairan tersebut didominasi oleh Arus Ekuator Utara dan Arus Balik Ekuator yang bergerak ke arah barat dan timur Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Januari 1996 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Januari 1996 diperlihatkan pada Gambar B.1 dan Gambar B.2 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 18 O LU bergerak ke arah barat dengan kecepatan antara 0,01-0,36 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara 4 LU - 5 O LS bergerak ke arah timur dengan kecepatan antara 0,01-0,27 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 7 O LS - 20 O LS bergerak ke arah barat dengan kecepatan antara 0,01-0,33 m/dt. Sementara itu, dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 6 O LS 20 O LS bergerak ke arah barat dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara sebagian 4 O LU 6 O LS bergerak ke arah timur dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara sebagian 4 O LU 18 O LU bergerak ke arah barat dengan kecepatan antara 0,05-0,2 m/dt. 4-2

3 Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 6 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,59 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 20 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,96 m/dt. Sementara dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara utara New Guinea sampai 6 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,1-0,3 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 2 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,15-0,6 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan April 1996 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan April 1996 diperlihatkan pada Gambar B.3 dan Gambar B.4 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara terletak antara 7 LU 16 LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,08 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara 5 O LU - 7 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,62 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 10 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,65 m/dt. Di Samudera Hindia dari data OSCAR diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan makin bergeser ke selatan terletak antara 8 O LS 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,05-0,2 m/dt, Arus Balik Ekuator menguat melebar ke selatan mendorong Arus Ekuator Selatan terletak antara sebagian 5 O LU 9 O LS bergerak ke timur mencapai pantai barat Sumatera dengan kecepatan antara 0,05-0,05 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara 5 O LU 10 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,1 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Ekuator Selatan mulai nampak terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 3 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,47 m/dt, Arus Balik Ekuator Utara mulai menyempit terletak antara 3 O LU 8 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,77 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak 4-3

4 antara 8 O LU 15 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,33 m/dt. Sementara dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Ekuator Selatan mulai nampak terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 4 O LU dengan kecepatan antara 0,05-0,65 m/dt, Arus Balik Ekuator Utara terletak antara 4 O LU- 9 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,7 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 9 O LU 15 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,5 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Juli 1996 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Juli 1996 diperlihatkan pada Gambar B.5 dan Gambar B.6 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara tidak nampak, sementara Arus Balik Ekuator makin menguat ke utara terletak antara 5 O LS 20 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,05 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 5 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,46 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 3 O LS 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara sebagian 3 O LS 18 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, dan Arus Ekuator Utara tidak nampak. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 3 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,51 m/dt, Arus Balik Ekuator Utara terletak antara 4 O LU 7 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,64 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 12 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,52 m/dt. Sementara dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 3 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,5 m/dt, Arus Balik Ekuator Utara terletak 3 O LU 7 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,6 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 13 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,4 m/dt. 4-4

5 Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Oktober 1996 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Oktober 1996 diperlihatkan pada Gambar B.7 dan Gambar B.8 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara tidak nampak, Arus Balik Ekuator terletak antara 5 O LS 10 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara ,2 m/dt dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 7 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,4 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 8 O LS 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara sebagian 8 O LU 7 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,5 m/dt, dan Arus Ekuator Utara mulai nampak terletak antara sebagian 4 O LU 6 O LU bergerak ke barat. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 3 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,53 m/dt, Arus Balik Ekuator Utara terletak antara 3 O LU 6 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,57 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 20 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,21 m/dt. Sementara dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Ekuator Selatan kekuatannya melemah terletak antara utara New Guinea sampai 1 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt, Arus Balik Ekuator Utara menguat terletak antara utara Papua sampai 7 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,4 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 17 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,2 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Januari 1997 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Januari 1997 diperlihatkan pada Gambar B.9 dan Gambar B.10 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara 4-5

6 terletak antara ekuator sampai 18 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,29 m/dt, Arus Balik Ekuator menyempit terletak antara 3 O LS 7 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,36 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 7 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,19 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 8 O LS 20 O LS bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,2 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara ekuator sampai 7 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara ekuator sampai 18 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,15-0,4 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara makin menguat terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 7 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,76 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 20 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0, 01-0,41 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara juga menguat terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 7 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,7 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 LU 20 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan April 1997 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan April 1997 diperlihatkan pada Gambar B.11 dan Gambar B.12 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 10 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,08 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara 3 O LU 8 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,62 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 8 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,65 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 3 O LS 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,05-0,2 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak di bagian barat 4-6

7 Sumatera bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,5 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara ekuator sampai 12 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,1 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 7 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,77 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 15 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,33 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara utara New Guinea sampai 8 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,7 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 9 O LU 18 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,5 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Juli 1997 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Juli 1997 diperlihatkan pada Gambar B.13 dan Gambar B.14 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara tidak nampak, Arus Balik Ekuator terletak antara ekuator sampai 20 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-1,20 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 4 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,2 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 2 O LS 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,05-0,8 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara 1 O LS 3 O LU dan antara 7 O LU 18 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,35 m/dt, dan Arus Ekuator Utara tidak nampak. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Ekuator Selatan tidak nampak, Arus Balik Ekuator Utara terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 7 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,89 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 15 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,23 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera 4-7

8 Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara masih kuat terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 6 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,15-1,3 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 15 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Oktober 1997 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Oktober 1997 diperlihatkan pada Gambar B.15 dan Gambar B.16 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara terletak antara ekuator sampai 5 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,1 m/dt, Arus Balik Ekuator tidak nampak, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara ekuator sampai 20 O LS dan bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,63 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 2 O LU 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,05-0,5 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara 2 O LU 4 O LU dan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara 4 O LU 8 O LU dan bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 6 O LU dan bergerak ke timur dengan kecepatan àntara 0,01-0,33 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 20 O LU dan bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,25 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara masih kuat terletak antara utara papua dan New Guinea sampai 9 O LU dan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,8 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 9 O LU 18 O LU dan bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt. 4-8

9 Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Januari 1998 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Januari 1996 diperlihatkan pada Gambar B.17 dan Gambar B.18 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara terletak antara 5 O LU 19 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,27 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara 2 O LU 4 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,18 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara ekuator sampai 20 O LS bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,33 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 5 O LS 20 O LS bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,4 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara sebagian 4 O LU 5 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,35 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara sebagian 4 O LU 16 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara 3 O LU 5 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,83 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 18 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,47 m/dt. Sementara dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 6 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,1-0,6 m/dt dan Arus Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 20 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,15-0,35 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan April 1998 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan April 1998 diperlihatkan pada Gambar B.19 dan Gambar B.20 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara terletak antara 5 O LU 12 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,16 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara 2 O LU 7 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,32 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 4-9

10 9 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,48 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 10 O LS 20 O LS bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara sebagian 7 O LU 8 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,4 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara sebagian 7 O LU 10 O LU bergerak ke barat 0,05-0,2 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara menyempit terletak antara 5 O LU 8 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,37 m/dt, Arus Ekuator Utara terletak antara 8 O LU 15 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,46 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan mulai nampak terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 5 O LU dengan kecepatan antara 0,01-0,79 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara 6 O LU 8 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,1-0,45 m/dt, Arus Ekuator Utara terletak antara 8 O LU 15 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,15-0,35 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan mulai nampak terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 6 O LU dengan kecepatan antara 0,25-0,5 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Juli 1998 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Juli 1998 diperlihatkan pada Gambar B.21 dan Gambar B.22 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara tidak nampak, Arus Balik Ekuator terletak antara 8 O LU 5 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,95 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 7 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dan barat daya dengan kecepatan antara 0,01-0,52 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 10 O LS 20 O LS bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara sebagian 8 O LU 9 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,4 m/dt, dan Arus 4-10

11 Ekuator Utara terletak antara sebagian 9 O LU 11 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara 4 O LU 6 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,57 m/dt, Arus Ekuator Utara terletak antara 8 O LU 12 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,31 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 3 O LU dengan kecepatan antara 0,01-0,66 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara ekuator sampai 4 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, Arus Ekuator Utara terletak antara 4 O LU 7 O LU dan antara 10 O LU 18 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt Verifikasi Sirkulasi Arus Permukaan Oktober 1998 Pola umum sirkulasi arus permukaan hasil simulasi model dan data dari OSCAR pada bulan Januari 1996 diperlihatkan pada Gambar B.23 dan Gambar B.24 di Lampiran B. Dari hasil simulasi di Samudera Hindia terlihat Arus Ekuator Utara tidak nampak, Arus Balik Ekuator terletak antara 10 O LU 5 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,84 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara 7 O LS - 20 O LS bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,36 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Hindia diketahui bahwa Arus Ekuator Selatan terletak antara 7 O LS 20 O LS bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,4 m/dt, Arus Balik Ekuator terletak antara sebagian 7 O LU 6 O LS bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,7 m/dt, dan Arus Ekuator Utara terletak antara sebagian 7 O LU 10 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt. Di Samudera Pasifik bagian barat dari hasil simulasi model terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak antara 5 O LU 8 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,01-0,49 m/dt, Arus Ekuator Utara terletak antara 7 O LU 20 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,01-0,22 m/dt, dan Arus Ekuator 4-11

12 Selatan terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai 2 O LU dengan kecepatan antara 0,01-0,71 m/dt. Dari data OSCAR di Samudera Pasifik bagian barat terlihat bahwa Arus Balik Ekuator Utara terletak 5 O LU 9 O LU bergerak ke timur dengan kecepatan antara 0,05-0,25 m/dt, Arus Ekuator Utara terletak antara 9 O LU 18 O LU bergerak ke barat dengan kecepatan antara 0,05-0,3 m/dt, dan Arus Ekuator Selatan terletak antara utara Papua dan New Guinea sampai sekitar 5 O LU dengan kecepatan antara 0,05-0,55 m/dt. Berdasarkan hasil tersebut di atas terlihat bahwa secara kualitatif pola arus permukaan hasil simulasi model di perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menunjukkan hasil yang baik setelah dibandingkan dengan data OSCAR. Sementara itu, kecepatan arus-arus utama seperti Arus Ekuator Utara, Arus Balik Ekuator, dan Arus Ekuator baik di Samudera Hindia maupun Samudera Pasifik dari hasil simulasi mempunyai nilai dalam kisaran yang tidak jauh berbeda dengan kecepatan data OSCAR seperti di perlihatkan di Tabel Variasi Musiman Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera Tahun Normal Musim Barat (Desember 1996, Januari 1997, dan Februari 1997) Berdasarkan pola arus permukaan hasil simulasi model pada musim barat yang merupakan perata-rataan bulan Desember 1996, Januari 1997, dan Februari 1997 terlihat bahwa Eddy Mindanao terbentuk di sebelah timur Arus Mindanao dan bergerak berlawanan arah dengan jarum jam seperti diperlihatkan pada Gambar C.1 di Lampiran C. Eddy Mindanao ini mempunyai diameter sekitar 220 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,11 m/dt. Pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 6,3º LU dan 128,5º BT. Dari profil melintang temperatur di 6,3º LU dan 125º BT 140º BT terlihat adanya kenaikan massa air di pusat Eddy Mindanao seperti diperlihatkan pada Gambar C.2 di Lampiran C. Di sekitar 126 O BT 128 O BT terlihat adanya kenaikan massa air yang ditunjukkan adanya pengangkatan isoterm di kedalaman m. 4-12

13 Tabel 4.2. Kecepatan arus permukaan rata-rata bulanan hasil simulasi dan OSCAR tahun 1996 Waktu/Arus Samudera Hindia Samudera Pasifik Januari 1996 (Musim Barat Tahun Normal) Model OSCAR Model OSCAR Arus Ekuator Utara 0,01-0,36 0,05-0,3 0,01-0, ,3 Arus Balik Ekuator 0,01-0,27 0,05-0,3 0,01-0,96 0,15-0,6 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,33 0,05-0,2 - - April 1996 (Musim Peralihan I Tahun Normal) Arus Ekuator Utara 0,01-0,08 0,05-0,1 0,05-0,5 0,01-0,33 Arus Balik Ekuator 0,01-0,62 0,05-0,5 0,05-0,7 0,01-0,77 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,65 0,05-0,2 0,05-0,65 0,01-0,47 Juli 1996 (Musim Timur Tahun Normal) Arus Ekuator Utara 0,01-0,08 0,05-0,1 0,01-0,33 0,05-0,5 Arus Balik Ekuator 0,01-0,62 0,05-0,5 0,01-0,77 0,05-0,7 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,65 0,05-0,2 0,01-0,47 0,05-0,65 Oktober 1996 (Musim Peralihan II Tahun Normal) Arus Ekuator Utara - - 0,05-0,2 0,01-0,21 Arus Balik Ekuator 0,01-1,2 0,05-0,5 0,05-0,4 0,01-0,57 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,4 0,01-0,4 0,05-0,25 0,01-0,

14 Tabel 4.3. Kecepatan arus permukaan rata-rata bulanan hasil simulasi dan OSCAR tahun 1997 Waktu/Arus Samudera Hindia Samudera Pasifik Januari 1997 (Musim Barat Tahun Normal) Model OSCAR Model OSCAR Arus Ekuator Utara 0,01-0,29 0,15-0,4 0,01-0,41 0,05-0,25 Arus Balik Ekuator 0,01-0,36 0,05-0,3 0,01-0,76 0,05-0,7 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,19 0,05-0,2 - April 1997 (Musim Peralihan I Tahun Normal) Arus Ekuator Utara 0,1-0,25 0,01-0,1 0,01-0,37 0,05-0,3 Arus Balik Ekuator - 0,01-0,46 0,01-0,89 0,1-0,5 Arus Ekuator Selatan 0,05-0,5 0,01-0, Juli 1997 (Musim Timur saat El Niño) Arus Ekuator Utara - 0,1-0,3 0,01-0,23 0,05-0,25 Arus Balik Ekuator 0,01-0,20 0,05-0,35 0,01-0,89 0,15-1,3 Arus Ekuator Selatan 0,01-9,2 0,05-0,8 - - Oktober 1997 (Musim Peralihan II saat El Niño) Arus Ekuator Utara - 0,05-0,3 0,01-0,25 0,05-0,25 Arus Balik Ekuator 0,01-0,1 0,05-0,25 0,01-0,33 0,05-0,8 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,63 0,01-0,

15 Tabel 4.4. Kecepatan arus permukaan rata-rata bulanan hasil simulasi dan OSCAR tahun 1998 Waktu/Arus Samudera Hindia Samudera Pasifik Januari 1998 (Musim Barat saat El Niño) Model OSCAR Model OSCAR Arus Ekuator Utara 0,01-0,27 0,05-0,3 0,01-0,47 0,15-0,35 Arus Balik Ekuator 0,01-0,18 0,05-0,35 0,01-0,83 0,1-0,6 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,33 0,05-0,4 0,01-0,16 - April 1998 (Musim Peralihan I saat El Niño) Arus Ekuator Utara 0,01-0,16 0,05-0,2 0,01-0,46 0,15-0,35 Arus Balik Ekuator 0,01-0,32 0,05-0,4 0,01-0,37 0,1-0,45 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,48 0,05-0,3 0,01-0,79 0,25-0,5 Juli 1998 (Musim Timur saat La Niña) Arus Ekuator Utara - 0,05-0,25 0,01-0,31 0,05-0,25 Arus Balik Ekuator 0,01-0,95 0,05-0,4 0,01-0,57 0,05-0,3 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,52 0,05-0,3 0,01-0,66 - Oktober 1998 (Musim Peralihan II saat La Niña) Arus Ekuator Utara - 0,05-0,3 0,01-0,22 0,05-0,3 Arus Balik Ekuator 0,01-0,84 0,05-0,7 0,01-0,49 0,05-0,25 Arus Ekuator Selatan 0,01-0,36 0,05-0,4 0,01-0,71 0,05-0,55 Di kedalaman 300 meter Eddy Mindanao masih terbentuk tetapi pusatnya sudah bergeser ke utara yaitu di sekitar 6,7º LU dan 128,2º BT seperti diperlihatkan pada Gambar C.3 di Lampiran C. Diameter dan kecepatan eddy Mindanao ini lebih kecil dibandingkan dengan di permukaan yaitu sekitar 115 km dan 0,07 m/dt. Sementara itu, di kedalaman 1250 meter Eddy Mindanao masih terbentuk dengan diameter sekitar 55 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,04 m/ddt seperti diperlihatkan pada Gambar C.4 di Lampiran C. 4-15

16 Musim Peralihan I (Maret, April, dan Mei 1996) Pola arus permukaan hasil simulasi model pada musim peralihan ke-1 yang merupakan perata-rataan bulan Maret, April dan Mei 1996 diperlihatkan pada Gambar C.5 di Lampiran C. Eddy Mindanao ini mempunyai diameter sekitar 210 km dan mempunyai kecepatan rata-rata lebih kecil daripada musim barat yaitu sekitar 0,08 m/dt. Pada musim peralihan pertama posisi eddy ini bergeser ke utara dengan pusatnya terletak di sekitar 7º LU dan 128,5º BT. Dari profil melintang temperatur di 7º LU terlihat jelas adanya kenaikan massa air di pusat Eddy Mindanao seperti diperlihatkan pada Gambar C.6 di Lampiran C. Dari gambar tersebut di sekitar 126,5 O BT 128 O BT terlihat adanya kenaikan massa air yang ditunjukkan adanya pengangkatan isoterm di kedalaman m. Di kedalaman 300 meter Eddy Mindanao masih terbentuk tetapi pusatnya sudah bergeser ke selatan yaitu di sekitar 6,7º LU dan 128,1º BT seperti diperlihatkan pada Gambar C.7 di Lampiran C. Diameter dan kecepatan rata-rata eddy di kedalaman ini juga menjadi lebih kecil dibandingkan dengan di permukaan yaitu sekitar 77 km dan 0,06 m/dt. Sementara di kedalaman 1250 meter Eddy Mindanao sudah tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar C.8 di Lampiran C Musim Timur (Juni, Juli, dan Agustus 1996) Pola arus permukaan hasil simulasi model pada musim timur yang merupakan perata-rataan bulan Juni, Juli, dan Agustus 1996 diperlihatkan pada Gambar C.9 di Lampiran C. Pada musim timur posisi Eddy Mindanao ini semakin bergeser ke utara dengan pusatnya terletak di sekitar 7,7º LU dan 128,5º BT. Eddy Mindanao yang terbentuk mempunyai diameter sekitar 220 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,12 m/dt. Dari profil melintang temperatur di 7,7º LU terlihat adanya kenaikan massa air di pusat Eddy Mindanao seperti diperlihatkan pada Gambar C.10 di Lampiran C. Dari gambar tersebut terlihat adanya kenaikan massa air antara 126,5º BT - 128,5º BT yang ditunjukkan adanya pengangkatan isoterm di kedalaman m. 4-16

17 Di kedalaman 300 meter Eddy Mindanao masih terbentuk tetapi pusatnya sudah bergeser ke selatan yaitu di sekitar 7,3º LU dan 128,7º BT seperti diperlihatkan pada Gambar C.11 di Lampiran C. Diameter dan kecepatan rata-rata eddy juga menjadi lebih kecil dibandingkan dengan di permukaan yaitu sekitar 115 km dan 0,09 m/dt. Dan di kedalaman 1250 meter Eddy Mindanao sudah tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar C.12 di Lampiran C. Di permukaan Eddy Halmahera terbentuk pada bulan Agustus 1996 seperti diperlihatkan pada Gambar C.13 di Lampiran C. Eddy Halmahera ini bergerak searah dengan jarum jam dengan kecepatan rata-rata sekitar 0,13 m/dtk. Pusat Eddy Halmahera terletak di sekitar 3,5º LU dan 130,5º BT dan mempunyai diameter sekitar 220 km. Di kedalaman 300 meter Eddy Halmahera tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar C.14 di Lampiran C Musim Peralihan II (September, Oktober, dan November 1996) Berdasarkan pola arus permukaan hasil simulasi model pada musim peralihan kedua yang merupakan perata-rataan bulan September, Oktober, dan November 1996 diperlihatkan pada Gambar C.15 di Lampiran C. Pada musim peralihan kedua posisi Eddy Mindanao ini bergeser kembali ke selatan dengan pusatnya terletak di sekitar 7º LU dan 128,5º BT. Eddy Mindanao yang terbentuk mempunyai diameter sekitar 210 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,09 m/dt. Dan berdasarkan profil melintang temperatur di 7º LU terlihat adanya kenaikan massa air di pusat Eddy Mindanao seperti diperlihatkan pada Gambar C.16 di Lampiran C. Dari gambar tersebut terlihat adanya kenaikan massa air antara 126,5º BT - 128º BT yang ditunjukkan adanya pengangkatan isoterm di kedalaman m. Di kedalaman 300 meter Eddy Mindanao masih terbentuk dengan pusatnya terletak di sekitar 7º LU dan 128,4º BT seperti diperlihatkan pada Gambar C.17 di Lampiran C. Diameter dan kecepatan eddy menjadi lebih kecil dibandingkan dengan di permukaan yaitu sekitar 110 km dan 0,07 m/dt. Sementara di 4-17

18 kedalaman 1250 meter Eddy Mindanao sudah tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar C.18 di Lampiran C. Eddy Halmahera terbentuk pada bulan Oktober 1996 seperti diperlihatkan pada Gambar C.19 di Lampiran C. Eddy Halmahera ini bergerak searah dengan jarum jam dengan kecepatan rata-rata sekitar 0,12 m/dtk. Pusat Eddy Halmahera terletak di sekitar 3,5º LU dan 130,7º BT dan mempunyai diameter sekitar 175 km. Di kedalaman 300 meter Eddy Halmahera tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar C.20 di Lampiran C. Berdasarkan hasil di atas diketahui bahwa sepanjang musim pada tahun 1996 di permukaan sampai kedalaman 300 meter Eddy Mindanao terbentuk. Sedangkan Eddy Halmahera yang diwakili bulan Agustus dan Oktober 1996 hanya terbentuk di permukaan saja. Di kedalaman 1250 meter baik Eddy Mindanao maupun Eddy Halmahera sudah tidak terbentuk. Di permukaan dan di kedalaman 300 meter kecepatan rata-rata dan diameter Eddy Mindanao pada saat musim barat dan musim timur secara umum lebih besar daripada musim peralihan pertama dan musim peralihan kedua seperti perlihatkan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. Sementara itu, diameter dan kecepatan Eddy Halmahera yang terbentuk pada musim timur yang diwakili bulan Agustus 1996 secara umum lebih besar daripada musim peralihan kedua yang diwakili bulan Oktober 1996 seperti diperlihatkan pada Tabel 4.7. Tabel 4.5 Diameter dan Pusat Eddy Mindanao di Permukaan (Tahun Normal) Musim Pusat (ºLU ; º BT) Diameter (km) Kecepatan Musim Barat 6,3 ; 128, ,11 Musim Peralihan I 7 ; 128, ,08 Musim Timur 7,7 ; 128, ,12 Musim Peralihan II 7 ; 128, ,

19 Tabel 4.6 Diameter dan Pusat Eddy Mindanao di Kedalaman 300 meter (Tahun Normal) Musim Pusat (ºLU ; º BT) Diameter (km) Kecepatan Musim Barat 6,7 ; 128, ,07 Musim Peralihan I 6,6 ; 128,1 77 0,06 Musim Timur 7,3 ; 128, ,09 Musim Peralihan II 7 ; 128, ,06 Tabel 4.7 Diameter dan Pusat Eddy Halmahera di Lapisan Permukaan (Tahun Normal) Bulan Pusat (ºLU ; º BT) Diameter (km) Kecepatan Agustus ,5 ; 130, ,13 Oktober ,5 ; 130, , Variasi Tahunan Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera El Niño dan La Niña merupakan fenomena alam yang mempunyai siklus antar tahunan. Ada dua cara yang biasa digunakan oleh para peneliti untuk mengetahui apakah fenomena El Niño dan La Niña sedang terjadi atau tidak. Pertama dengan melihat nilai southern isolation index (SOI) yang merupakan perbedaan tekanan udara antara Darwin di Australia dan Tahiti di perairan timur Samudera Pasifik. Pada saat terjadi El Niño tekanan udara tinggi terdapat di atas Darwin dan tekanan udara rendah terdapat di atas Tahiti dan sebaliknya saat terjadi La Niña. Kedua dengan melihat nilai anomali suhu permukaan laut di daerah Niño3.4. Jika nilai anomali positif besar maka terjadi El Niño dan jika nilai anomali negatif besar maka terjadi La Niña. Untuk keperluan analisis maka digunakan nilai anomali suhu permukaan laut di daerah Niño3.4 seperti diperlihatkan pada Gambar 4.2. Berdasarkan nilai anomali tersebut terlihat bahwa El Niño terjadi mulai sekitar bulan Juni 1997 sampai April 4-19

20 1998 dengan puncaknya bulan Nopember Sedangkan La Niña terjadi mulai sekitar bulan Agustus Gambar 4.2. Anomali SST di daerah Niño3-4 (sumber: 3_3.4_indices.html) Tahun El Niño Bulan Juni 1997 Pola arus permukaan hasil simulasi model pada bulan Juni 1997 yang merupakan awal fase El Niño yang diindikasikan dengan nilai anomali suhu permukaan laut mencapai 1 O C diperlihatkan pada Gambar D.1 di Lampiran D. Pada bulan ini pusatnya terletak di sekitar 7,7º LU dan 129º BT. Eddy yang terbentuk ini mempunyai diameter sekitar 200 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,11 m/dt. Pada bulan Juni 1996 (tahun normal) yang merupakan tahun normal pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 7,3º LU dan 128,8 seperti diperlihatkan pada Gambar D.2 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter dan kecepatan sekitar 220 km dan 0,16 m/dt. Di kedalaman 300 meter pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 8º LU dan 128,7º BT seperti diperlihatkan pada Gambar D.3 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,08 m/dt dan diameter sekitar 99 km. Pada bulan Juni 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 8º LU dan 128,6º BT seperti diperlihatkan pada Gambar D.4 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter sekitar 110 km dan kecepatan sekitar 0,08 m/dt. 4-20

21 Sementara itu, di kedalaman 1250 meter baik pada bulan Juni 1996 maupun Juni 1997 Eddy Mindanao tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar D.5 dan Gambar D.6 di Lampiran D Bulan Oktober dan November 1997 Pola arus permukaan hasil simulasi model pada bulan November 1997 yang merupakan puncak El Niño yang diindikasikan dengan nilai anomali suhu permukaan laut mencapai lebih dari 2 O C terlihat bahwa Eddy Mindanao terbentuk di sebelah timur Arus Mindanao dan bergerak berlawanan arah dengan jarum jam seperti diperlihatkan pada Gambar D.7 di Lampiran D. Pada bulan ini pusatnya sudah bergeser ke selatan terletak di sekitar 6,3º LU dan 128,3º BT. Eddy Mindanao yang terbentuk ini mempunyai diameter dan kecepatan rata-rata sekitar 165 km 0,09 m/dt. Pada bulan November 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 6,8º LU dan 128,6 seperti diperlihatkan pada Gambar D.8 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter dan kecepatan sekitar 210 km dan 0,10 m/dt. Di kedalaman 300 meter pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 7,8º LU dan 128,1º BT seperti diperlihatkan pada Gambar D.9 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,05 m/dt dan diameter sekitar 88 km. Pada bulan November 1996 (tahun normal) di kedalaman 300 meter pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 8º LU dan 128º BT seperti diperlihatkan pada Gambar D.10 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter sekitar 99 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,07 m/dt. Dan di kedalaman 1250 meter baik pada bulan November 1996 maupun November 1997 Eddy Mindanao tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar D.11 dan Gambar D.12 di Lampiran D. Eddy Halmahera yang terbentuk pada bulan Oktober 1997 diperlihatkan pada Gambar D.13 di Lampiran D. Eddy Halmahera ini bergerak searah dengan jarum jam dengan kecepatan rata-rata sekitar 0,09 m/dt. Pusat Eddy Halmahera terletak di sekitar 2,8º LU dan 130,3º BT dan mempunyai diameter sekitar 143 km. Dan pada bulan Oktober 1996 (tahun normal) Eddy Halmahera diperlihatkan pada 4-21

22 Gambar D.14 di Lampiran D. Pusat eddy ini terletak di sekitar 3,3º LU dan 130,7º BT dan mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,12 m/dt serta diameter sekitar 181 km. Di kedalaman 300 meter pada bulan Oktober 1996 dan Oktober 1997 tidak terbentuk Eddy Halmahera seperti diperlihatkan pada Gambar D.15 dan Gambar D.16 di Lampiran D Bulan Januari 1998 Pola arus permukaan hasil simulasi model pada bulan Januari 1998 dimana El Niño masih kuat yang diindikasikan dengan nilai anomali suhu permukaan laut mencapai lebih dari 1 O C diperlihatkan pada Gambar D.17 di Lampiran D. Pada bulan ini pusatnya semakin bergeser ke selatan terletak di sekitar 4,5º LU dan 127,3º BT. Eddy Mindanao yang terbentuk ini mempunyai diameter sekitar 150 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,34 m/dt. Pada bulan Januari 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 4,6º LU dan 127,4 seperti diperlihatkan pada Gambar D.18 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter dan kecepatan sekitar 220 km dan 0,43 m/dt. Di kedalaman 300 meter pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 5,3º LU dan 127,8º BT seperti diperlihatkan pada Gambar D.19 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,05 m/dt dan diameter sekitar 66 km. Pada bulan Januari 1996 (tahun normal) di kedalaman 300 meter pusat Eddy Mindanao ini terletak di sekitar 5,7º LU dan 128º BT seperti diperlihatkan pada Gambar D.20 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter sekitar 110 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,08 m/dt. Sementara di kedalaman 1250 meter baik pada bulan Januari 1996 maupun Januari 1998 Eddy Mindanao tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar D.21 dan Gambar D.22 di Lampiran D Bulan April 1998 Pola arus hasil simulasi model pada bulan April 1998 yang merupakan akhir El Niño yang diindikasikan dengan nilai anomali suhu permukaan laut mulai menurun kembali menjadi 1 O C terlihat bahwa Eddy Mindanao tidak terbentuk 4-22

23 seperti diperlihatkan pada Gambar D.23 di Lampiran D. Pada bulan April 1996 (tahun normal) Eddy Mindanao terbentuk dengan pusat terletak di sekitar 6,3º LU dan 128,4 seperti diperlihatkan pada Gambar D.24 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter sekitar 210 km dan kecepatan sekitar 0,06 m/dt. Di kedalaman 300 meter Eddy Mindanao tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar D.25 di Lampiran D. Pada bulan April 1996 (tahun normal) di kedalaman 300 meter pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 6,5º LU dan 128,2º BT seperti diperlihatkan pada Gambar D.26 di Lampiran D. Eddy ini mempunyai diameter sekitar 99 km dan kecepatan sekitar 0,08 m/dt. Di kedalaman 1250 meter pada bulan November 1996 maupun November 1997 Eddy Mindanao tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar D.27 dan pada Gambar D.28 di Lampiran D Tahun La Niña Bulan Agustus 1998 Berdasarkan pola arus permukaan hasil simulasi model pada bulan Agustus 1998 yang merupakan awal La Niña yang diindikasikan dengan nilai anomali suhu permukaan laut mencapai -1 O C diperlihatkan pada Gambar E.1 di Lampiran E. Pusat eddy ini terletak di sekitar 6,7º LU dan 128,5º BT serta mempunyai diameter dan kecepatan rata-rata sekitar 225 km dan 0,15 m/dt. Pada bulan Agustus 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 7º LU dan 128,4º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.2 di Lampiran E. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,09 m/dt dt dan diameter sekitar 215 km. Di kedalaman 300 meter pusat Eddy Mindanao pada bulan Agustus 1998 terletak di sekitar 6º LU dan 128º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.3 di Lampiran E. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,08 m/dt dan diameter sekitar 99 km. Pada bulan Agustus 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 6,3º LU dan 128,3º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.4 di Lampiran E. Eddy ini mempunyai diameter sekitar 99 km dan kecepatan sekitar 0,07 m/dt. Di kedalaman 1250 meter baik pada bulan Agustus 1996 maupun Agustus

24 Eddy Mindanao tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar E.5 dan pada Gambar E.6 di Lampiran D. Eddy Halmahera yang terbentuk pada bulan Agustus 1998 diperlihatkan pada Gambar E.1 di Lampiran E. Eddy Halmahera ini bergerak searah dengan jarum jam dengan kecepatan rata-rata sekitar 0,14 m/dt. Pusat Eddy Halmahera terletak di sekitar 3,7º LU dan 130,5º BT dan mempunyai diameter sekitar 190 km. Pada bulan Agustus 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 3,6º LU dan 130,7º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.2 di Lampiran E. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,12 m/dt dt dan diameter sekitar 200 km. Di kedalaman 300 meter baik bulan Agustus 1996 maupun Agustus 1998 Eddy Halmahera tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar E.3 dan Gambar E.4 di Lampiran E Bulan Oktober 1998 Pola arus permukaan hasil simulasi model pada bulan Oktober 1998 dimana La Niña makin kuat yang diindikasikan dengan nilai anomali suhu permukaan laut lebih besar dari -1 O C diperlihatkan pada Gambar E.7 di Lampiran E. Pusat eddy terletak di sekitar 7,3º LU dan 128,7º BT. Eddy Mindanao ini mempunyai diameter 230 km dan kecepatan rata-rata 0,13 m/dt. Pada bulan Oktober 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 6,9º LU dan 128,8º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.8 di Lampiran E. Eddy Mindanao ini mempunyai diameter sekitar 200 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,09 m/dt. Di kedalaman 300 m pada bulan Oktober 1998 Eddy Mindano masih terbentuk dengan pusat terletak di sekitar 7,2º LU dan 128,8º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.9 di Lampiran E. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,05 m/dt dan diameter sekitar 110 km. Pada bulan Oktober 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak disekitar 7,3º LU dan 128,7º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.10 di Lampiran E. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,05 m/dt dan diameter sekitar 99 km. Sementara itu, di kedalaman 1250 meter pada bulan Oktober 1996 maupun Oktober 1997 Eddy Mindanao tidak 4-24

25 terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar E.11 dan pada Gambar E.12 di Lampiran E. Di permukaan Eddy Halmahera yang terbentuk pada bulan Oktober 1998 diperlihatkan pada Gambar E.7 di Lampiran E. Eddy Halmahera ini bergerak searah dengan jarum jam dengan kecepatan rata-rata sekitar 0,21 m/dt. Pusat Eddy Halmahera terletak di sekitar 3,5º LU dan 130,7º BT dan mempunyai diameter sekitar 220 km. Pada bulan Oktober 1996 (tahun normal) pusat Eddy Halmahera terletak di sekitar 3,4º LS dan 131º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.8 di Lampiran E. Eddy ini mempunyai kecepatan rata-rata sekitar 0,12 m/dt dan diameter sekitar 140 km. Di kedalaman 300 meter pada bulan Oktober 1996 maupun Oktober 1997 Eddy Halmahera tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar E.9 dan Gambar E.10 di Lampiran E Bulan Desember 1998 Pola arus permukaan hasil simulasi model pada bulan Desember 1998 dimana La Niña makin kuat yang diindikasikan dengan nilai anomali suhu permukaan laut makin besar lagi diperlihatkan pada Gambar E.13 di Lampiran E. Pusat eddy bergeser ke selatan terletak di sekitar 5,7º LU dan 128,7º BT. Eddy Mindanao ini mempunyai diameter 250 km dan kecepatan rata-rata 0,16 m/dt. Pada bulan Desember 1996 (tahun normal) pusat Eddy Mindanao terletak di sekitar 4,4º LU dan 127,8º BT seperti diperlihatkan pada Gambar E.14 di Lampiran E. Eddy Mindanao ini mempunyai diamater sekitar 220 km dan kecepatan rata-rata sekitar 0,13 m/dt. Di kedalaman 300 meter dan 1250 meter baik bulan Desember 1996 maupun bulan Desember 1998 Eddy Mindano tidak terbentuk seperti diperlihatkan pada Gambar E.15 E.18 di Lampiran E Pembahasan Berdasarkan hasil di atas diperoleh bahwa pusat Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera rata-rata bulan Januari Desember 1996 hasil simulasi secara umum 4-25

26 konsisten dengan hasil studi peneliti sebelumnya seperti diperlihatkan pada Tabel 4.8. Lukas et al., 1991 dalam Arruda and Doron, 2003 menentukan pusat Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera menggunakan data mooring current rata-rata bulan Juli September Huburt et al., 1992 menggunakan hasil simulasi model rata-rata bulan Juli September Sementara itu, Qu et al., 1998 menggunakan data World Ocean Atlas 94. Tabel 4.8 Pusat Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera dari berbagai referensi Referensi Pusat Eddy Mindanao ( O LU ; O BT) Pusat Eddy Halmahera ( O LU ; O BT) Wyrtki, ; ; 130 Lukas et al., ; ; 130,5 Huburt et al.,1992-4,5 ; 130,5 Tangdong Qu et al., ; ; 130 Hasil Simulasi 7,5 ; 128,5 3,5 ; 130,5 Keberadaan Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera di permukaan dipengaruhi oleh kondisi angin musim yang sedang berkembang di atasnya seperti diperlihatkan pada Gambar 4.3. Di kedalaman 300 meter Eddy Mindanao mempunyai pola yang hampir sama dengan di permukaan seperti diperlihatkan pada Gambar 4.4. Pada musim barat posisi pusat Eddy Mindanao terletak paling ke selatan di sekitar 6,3º LU. Hal ini dimungkinkan karena pada musim barat angin bergerak dengan arah tetap dari Benua Asia menuju Benua Australia sehingga mempunyai kemampuan mendorong Eddy Mindanao ke arah selatan makin kuat seperti diperlihatkan Gambar F.1 di Lampiran F. Saat musim peralihan pertama pusat Eddy Mindanao bergeser ke utara di sekitar 7º LU yang disebabkan angin bergerak ke arah barat seperti diperlihatkan pada Gambar F.2 di Lampiran F. Pada musim timur posisi Eddy Mindanao makin bergeser ke arah utara dengan pusat eddy terletak di sekitar 7,7º LU. Kondisi ini disebabkan karena pada musim timur angin bergerak dengan arah tetap dari Benua Australia menuju Benua Asia sehingga kemampuan mendorong Eddy Mindanao ke arah utara semakin kuat 4-26

27 seperti diperlihatkan Gambar F.3 di Lampiran F. Pada musim peralihan kedua pusat Eddy Mindanao bergeser kembali ke selatan di sekitar 7º LU yang disebabkan angin di daerah 10º LU 25º LU bergerak ke arah barat seperti diperlihatkan pada Gambar E.4 di Lampiran E. Sementara itu, posisi Eddy Halmahera pada bulan Agustus dan Oktober 1996 secara umum tidak mengalami pergeseran dengan pusatnya terletak disekitar 3,5º LU seperti diperlihatkan pada Gambar 4.3. Keberadaan Eddy Halmahera dipengaruhi New Guinea Coastal Current dan Arus Ekuator Selatan. New Guinea Coastal Current ini bergerak ke utara pada saat musim timur sampai awal musim peralihan kedua. Gambar 4.3. Pola perubahan posisi Eddy Halmahera dan Eddy Mindanao pada kondisi tahun normal di permukaan. Keterangan:1 adalah pusat Eddy Mindanao saat musim timur, 2 adalah pusat Eddy Mindanao saat musim peralihan pertama dan kedua, 3 adalah pusat Eddy Mindanao saat musim barat, dan 4 adalah pusat Eddy Halmahera bulan Agustus dan Oktober 1996 Kecepatan maupun diameter Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera pada musim barat dan musim timur secara umum lebih besar daripada musim peralihan pertama dan musim peralihan kedua. Hal ini disebabkan pada musim barat dan 4-27

28 musim timur angin bergerak dengan arah yang tetap dan kecepatan yang kuat daripada musim peralihan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.9. Gambar 4.4. Pola perubahan posisi Eddy Mindanao pada kondisi tahun normal di kedalaman 300 meter. Keterangan:1 adalah pusat Eddy Mindanao saat musim timur, 2 adalah pusat Eddy Mindanao saat musim peralihan kedua, dan 3 adalah pusat Eddy Mindanao saat musim barat dan musim peralihan pertama Variasi tahunan Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera juga dipengaruhi oleh fenomena El Niño maupun La Niña seperti diperlihatkan Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Secara umum pusat Eddy Mindanao dan Eddy Halmahera mempunyai pola yang hampir sama dengan tahun normal. Di permukaan dan kedalaman 300 meter pada bulan-bulan tertentu saat terjadi El Niño diameter dan kecepatan eddy lebih kecil daripada musim normal seperti diperlihatkan Tabel 4.10 Tabel Hal ini terjadi karena pada saat El Niño aktif intensitas Arus Mindanao sebagai penyebab terbentuknya Eddy Mindanao melemah, sebaliknya intensitas arus balik ekuator semakin kuat yang ditandai dengan pergerakan kolam panas dari perairan Pasifik barat ke timur seperti diperlihatkan pada Gambar 4.7. Hal ini disebabkan melemahnya angin pasat yang bergerak ke arah barat di perairan Pasifik tropis. 4-28

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU Gambar C.15 Pola arus permukaan pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996). Lingkaran biru adalah Eddy Mindanao Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim

Lebih terperinci

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh MARTONO NIM : 22405001 Program Studi Sains Kebumian

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arus Eddy Keberadaan arus eddies sebenarnya sudah mendapat perhatian dari para pelaut lebih dari satu abad yang lalu. Meskipun demikian penelitian mengenai arus eddies sendiri

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. II, No. (24), Hal. - 5 ISSN : 2337-824 Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy ), Muh. Ishak Jumarang ),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPANInstitusi Penulis Email: mar_lapan@yahoo.com Abstract Indian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran A. Hasil pengolahan data arus polar current rose disajikan pada Lampiran B. Hasil pengolahan data komponen arus setelah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina ENSO (EL-NINO SOUTERN OSCILLATION) ENSO (El Nino Southern Oscillation) ENSO adalah peristiwa naiknya suhu di Samudra Pasifik yang menyebabkan perubahan pola angin dan curah hujan serta mempengaruhi perubahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

UPDATE DASARIAN III MARET 2018 UPDATE DASARIAN III MARET 2018 : Pertemuan Angin dari Utara dan Selatan v Analisis Dasarian III Maret 2018 Aliran massa udara di Indonesia masih didominasi Angin Baratan. Terdapat area konvergensi di

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 157-162 KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA Martono Bidang Pemodelan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA Seni Herlina J. Tongkukut 1) 1) Program Studi Fisika FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115 ABSTRAK Telah dilakukan analisis

Lebih terperinci

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu I. PENDAHULUAN Hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena iklim yang berkaitan dengan daerah tropis.

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian berjudul Pemodelan dan Peramalan Angka Curah Hujan Bulanan Menggunakan Analisis Runtun Waktu (Kasus Pada Daerah Sekitar Bandara Ngurah Rai), menjelaskan

Lebih terperinci

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017 PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017 Disusun oleh : Kiki, M. Res. Miming Saepudin, M. Si. PUSAT METEOROLOGI PUBLIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Kemarau Tahun 2017 Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018 1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Hubungan antara Anomali Suhu Permukaan Laut.(Mulyana) 125 HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA Erwin Mulyana 1 Intisari Perubahan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016 Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.17 No.2, 2016: 67-74 67 ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 Pada bulan Desember 1996 Februari 1997 yang merupakan puncak musim barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan populasi ke-empat terbesar dan penghasil beras ke-tiga terbesar di dunia (World Bank, 2000). Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR Nensi Tallamma, Nasrul Ihsan, A. J. Patandean Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Makassar Jl. Mallengkeri, Makassar

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG KUPANG, 12 JANUARI 2017 OUTLINE ANALISIS DINAMIKA SKALA GLOBAL Gerak

Lebih terperinci

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATE DASARIAN III APRIL 2018 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, Monsun; Analisis OLR; Analisis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 Provinsi Jawa Barat PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017 BMKG MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017 Status Perkembangan 26 September 2016 PERKEMBANGAN ENSO, MONSUN, MJO & IOD 2016/17 Angin ANALISIS ANGIN LAP 850mb

Lebih terperinci

MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003

MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003 Memprakirakan Kedatangan Fenomena El-Nino Tahun 2002-2003 (Syaifullah) 63 MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003 Djazim Syaifullah 1 Intisari Setelah kejadian bencana banjir maka wilayah

Lebih terperinci

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina Niken Ayu Oktaviani 1), Muh. Ishak Jumarang 1), dan Andi Ihwan 1) 1)Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA

ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.17 No.1, 2016: 11-19 11 ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018 1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM OUTLINE Ø Analisis dan Prediksi Angin, dan Monsun; Ø Analisis OLR; Ø Analisis

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate.

Update BoM/POAMA NCEP/NOAA. Jamstec J ul (Prediksi BMKG (Indonesia. La Nina. moderate. Update 060910 BoM/POAMA La Nina moderate (-1.7) La Nina Kuat (-2.1) La Nina moderate (-1.4) La Nina moderate (-1. 1) NCEP/NOAA Jamstec 2.5 2 1.5 (Prediksi BMKG (Indonesia 1 0.5 La Nina moderate (-1.65)

Lebih terperinci

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Agustus Volume V - No.

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Agustus Volume V - No. BULETIN METEOROLOGI Agustus 2017 Volume V - No. 8 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BMKG Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarbaru - Kalimantan Selatan 70724 Telp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat.

KATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat. KATA PENGANTAR Laporan rutin kali ini berisi informasi analisa hujan yang terjadi pada bulan Mei 2011 di wilayah Banten dan DKI Jakarta. Serta informasi prakiraan hujan untuk bulan Juli, Agustus, dan September

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa) SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa) Martono Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Dr. Junjunan No 133 Bandung 40173 E-mail

Lebih terperinci

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 2013 Herin Hutri Istyarini 1), Sri Cahyo Wahyono 1), Ninis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci