BAB IV POKOK-POKOK PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN
|
|
- Teguh Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV BAB IV POKOK-POKOK PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN 4.1. Defisit Anggaran Dalam APBN tahun 2008 yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2007, pendapatan negara dan hibah ditetapkan sebesar Rp ,1 miliar atau 18,1 persen terhadap PDB, sementara belanja negara ditetapkan sebesar Rp ,2 miliar atau 19,8 persen terhadap PDB. Oleh karena itu, defisit anggaran ditetapkan sebesar Rp73.306,0 miliar atau sekitar 1,7 persen terhadap PDB. Defisit anggaran tersebut akan dibiayai melalui sumber pembiayaan non-utang dan utang. Besaran sumber pembiayaan tersebut ditentukan oleh potensi masing-masing sumber dana dengan memperhitungkan risiko dan biaya yang akan ditanggung oleh Pemerintah. Dalam APBN tahun 2008, defisit anggaran sebesar Rp73.306,0 miliar tersebut diharapkan ditutup dengan pembiayaan non-utang sebesar negatif Rp1.600,0 miliar dan pembiayaan utang sebesar Rp74.906,0 miliar Perkembangan ekonomi dunia yang antara lain ditandai oleh perkembangan harga minyak dunia dan kenaikan harga komoditi primer dunia, yang mulai terjadi pada paruh kedua 2007 dan makin nyata pada awal tahun anggaran 2008 menyebabkan perkiraan realisasi asumsi ekonomi makro berbeda dengan yang ditetapkan. Hal tersebut menimbulkan dampak bagi besaran APBN, baik di sisi pendapatan negara dan hibah, belanja negara, defisit, maupun pembiayaan anggaran. Untuk itu, Pemerintah merasa perlu melakukan perubahan APBN tahun 2008 dalam kerangka kebijakan untuk mengurangi beban masyarakat dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kondisi tersebut, realisasi pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN-P tahun 2008 diperkirakan meningkat sebesar Rp58.047,3 miliar sehingga menjadi sebesar Rp ,5 miliar (19,6 persen terhadap PDB), sedangkan realisasi belanja negara diperkirakan meningkat sebesar Rp71.568,4 miliar sehingga menjadi Rp ,6 miliar (21,6 persen terhadap PDB). Konsekuensinya, defisit diperkirakan meningkat menjadi sebesar Rp86.827,1 miliar atau 2,0 persen terhadap PDB, yang berarti lebih tinggi Rp13.521,1 miliar dari sasaran defisit yang telah ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp73.306,0 miliar atau 1,7 persen terhadap PDB. Kebutuhan pembiayaan yang meningkat tersebut harus dipenuhi dari berbagai sumber yang tersedia, dengan cara memaksimalkan pencapaiannya. Setiap pemilihan sumber pembiayaan akan membawa konsekuensi pada biaya dan risiko. Apabila pemerintah memilih sumber yang berasal dari non utang untuk membiayai defisit maka sebagai akibatnya jumlah asset yang dimiliki oleh pemerintah akan berkurang. Aset pemerintah tersebut dapat dalam bentuk dana tunai yang disimpan dalam rekening pemerintah, kepemilikan pemerintah pada BUMN maupun aset lainnya seperti yang saat ini dikelola oleh PT PPA. Sementara, apabila pemerintah hendak membiayai defisitnya melalui utang, maka sebagai konsekuensinya RAPBN-P 2008 IV-1
2 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran kewajiban pemerintah untuk membayar kewajiban utang baik dalam bentuk bunga maupun pembayaran kembali di masa kini maupun masa yang akan datang akan mengalami peningkatan. Merupakan tantangan bagi pemerintah untuk memilih kombinasi sumbersumber pembiayaan defisit yang tersedia dalam rangka mengoptimalkan pencapaian tujuan dengan biaya dan risiko yang akan dihadapi Pembiayaan Defisit Anggaran Besaran pembiayaan defisit anggaran ditentukan oleh potensi masing-masing sumber dana dengan memperhitungkan risiko dan biaya yang akan ditanggung oleh Pemerintah. Dalam APBN tahun 2008, defisit anggaran sebesar Rp73.306,0 miliar tersebut akan dibiayai melalui pembiayaan non-utang sebesar negatif Rp1.600,0 miliar dan pembiayaan utang sebesar Rp74.906,0 miliar. Pembiayaan negatif mengandung arti, terdapat adanya pengeluaran pembiayaan yang lebih besar dari pada penerimaan pembiayaan dari sumber-sumber nonutang. Pembiayaan non utang yang negatif tersebut akan ditutup dengan pembiayaan utang, yang dalam hal ini menjadi lebih besar dari pada kebutuhan pembiayaan secara keseluruhan. Untuk membiayai peningkatan defisit anggaran, Pemerintah telah menetapkan 9 (sembilan) langkah pengamanan APBN tahun 2008 diantaranya melalui penambahan penerbitan SBN dan penarikan pinjaman program. Peningkatan pembiayaan utang tidak hanya untuk membiayai peningkatan defisit tetapi juga untuk mengkompensasi penurunan pembiayaan non-utang. Perubahan besarnya defisit dari Rp73.306,0 miliar menjadi Rp86.827,1 miliar atau meningkat Rp13.521,1 miliar tersebut membawa konsekuensi pada perubahan komposisi sumber pembiayaan. Dalam RAPBN-P 2008 diperkirakan pembiayaan yang bersumber dari nonutang akan mencapai negatif Rp12.423,1 miliar sementara dari sumber utang diperkirakan mencapai Rp99.250,2 miliar. Secara nominal pembiayaan non-utang diperkirakan berkurang sebesar Rp10.823,1 miliar dan pembiayaan utang meningkat sebesar Rp24.344,2 miliar. Perubahan komposisi yang cukup tajam tersebut terjadi selain sebagai akibat dari perubahan kebutuhan pembiayaan defisit APBN juga disebabkan adanya perubahan asumsi yang berpengaruh pada beberapa komponen pembiayaan serta perubahan kebijakan terutama di dalam pembiayaan yang bersumber dari non-utang Pembiayaan Non-Utang Pembiayaan non-utang ditentukan berdasarkan kondisi dan sasaran yang ingin dicapai dari masing-masing sumber pembiayaan. Perbankan Dalam Negeri Pembiayaan perbankan dalam negeri merupakan kebijakan pembiayaan untuk memanfaatkan sebagian posisi rekening pemerintah untuk pembiayaan defisit. Apabila pembiayaan yang bersumber dari perbankan dalam negeri memiliki tanda positif, maka berarti ada bagian dari posisi rekening pemerintah yang berkurang karena akan digunakan untuk membiayai defisit APBN tahun yang bersangkutan. Posisi rekening pemerintah yang digunakan tersebut merupakan dana yang diakumulasikan dari tahun-tahun anggaran sebelumnya. Rekening tersebut dapat bersumber dari rekening Sisa Anggaran Lebih (SAL), IV-2 RAPBN-P 2008
3 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV Rekening Dana Investasi (RDI) maupun rekening-rekening pemerintah lainnya yang dikelola/dikuasai oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Dalam APBN 2008, pembiayaan yang bersumber dari perbankan dalam negeri direncanakan sebesar Rp300,0 miliar yang keseluruhannya berasal dari Rekening Dana Investasi. Pembiayaan defisit yang berasal dari rekening RDI telah dilakukan sejak tahun 2004 dan cenderung menurun dari tahun ke tahun seiring dengan penurunan keseluruhan saldo RDI. Pada tahun 2004 digunakan saldo RDI untuk pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp11.999,3 miliar atau 55,0 persen dari saldo awal tahun Selanjutnya, penggunaan RDI untuk pembiayaan defisit dalam APBN tahun 2005 mencapai Rp7.150,0 miliar atau 58,4 persen dari saldo tahun Sementara itu, dalam tahun 2006 dan tahun 2007, penggunaan RDI untuk pembiayaan APBN masing-masing mencapai Rp2.000,0 miliar (34,9 persen terhadap saldo awal tahun 2006) dan Rp4.000,0 miliar (93,0 persen saldo awal tahun 2007). Dalam RAPBN-P 2008, direncanakan pembiayaan yang bersumber dari perbankan dalam negeri sebesar negatif Rp11.700,0 miliar. Dengan demikian terdapat peningkatan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp12.000,0 miliar, atau pemerintah merencanakan akan mengakumulasikan tambahan (neto) Rp11.700,0 miliar pada rekening pemerintah. Peningkatan akumulasi rekening pemerintah ini ditempuh oleh pemerintah untuk kepentingan pengelolaan kas (cash management), terutama guna mengantisipasi kebutuhan pembiayaan awal tahun anggaran, khususnya untuk pembayaran gaji dan pensiun, pembayaran pokok dan bunga utang, transfer dana alokasi umum ke daerah, dan penyediaan sebagian dana operasional pemerintahan. Hal ini mengingat, jumlah akumulasi sisa anggaran lebih (SAL) yang ada saat ini, tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan pembiayaan awal tahun untuk berbagai kebutuhan pokok sebagaimana diuraikan di atas, sementara realisasi penerimaan negara belum ada. Secara lebih terinci pembiayaan dari rekening pemerintah sebesar negatif Rp11.700,0 miliar dapat dibagi atas: (i) Penggunaan dana pada rekening RDI untuk pembiayaan defisit APBN sebesar Rp300,0 miliar, sebagaimana yang telah direncanakan, dan (ii) Menambah saldo rekening pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia sebesar Rp12.000,0 miliar. Jumlah penambahan rekening pemerintah tersebut merupakan jumlah tertinggi yang akan ditambahkan. Apabila mendekati akhir tahun anggaran posisi saldo rekening pemerintah mencapai tingkat yang dianggap memadai untuk kepentingan pengelolaan kas sehingga tidak membutuhkan tambahan sejumlah tersebut, maka penambahan yang akan dilakukan hanya sampai pada tingkat yang dibutuhkan saja. Penambahan posisi rekening pemerintah untuk keperluan manajeman kas tersebut seluruhnya akan bersumber dari penerbitan surat perbendaharaan negara (SPN). Privatisasi (neto) Program privatisasi dilakukan pemerintah dengan tujuan utama yaitu untuk peningkatan kinerja BUMN. Peningkatan kinerja tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan kapasitas modal BUMN dan pelepasan kepemilikan pemerintah kepada swasta agar BUMN lebih mampu bersaing. Dalam tahun 2008 privatisasi akan lebih diutamakan untuk mendukung RAPBN-P 2008 IV-3
4 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran pengembangan perusahaan yang dilakukan dengan metode penawaran umum di pasar modal. Sementara privatisasi di luar penawaran lewat pasar modal akan dilakukan secara sangat selektif dan hati-hati, terutama untuk BUMN yang pendanaannya tidak dapat diperoleh/dipenuhi dari pasar modal dan/atau pemerintah, serta memerlukan peningkatan kompetensi teknis, manajemen dan pemasaran, serta untuk perusahaan dengan porsi kepemilikan negara minoritas. Hasil dari pelepasan kepemilikan pemerintah pada BUMN ini akan digunakan pemerintah untuk pembiayaan defisit APBN. Jumlah BUMN yang akan diprivatisasi disajikan dalam Tabel IV.1 berikut ini. Tabel IV.1 Program Tahunan Privatisasi Tahun 2008 No Peruntukan Dana Jumlah BUMN Saham Minoritas 1. APBN Pengembangan Perusahaan APBN dan Pengembangan Perusahaan 4 - Total 36 8 Sumber : Kementerian Negara BUMN Dalam tahun 2008 direncanakan sumber pembiayaan defisit APBN yang bersumber dari privatisasi sebesar Rp1.500,0 miliar. Jumlah tersebut dalam RAPBN-P 2008 direncanakan tidak akan mengalami perubahan. Penjualan Aset PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) Pembiayaan melalui penjualan aset PT PPA telah dilakukan sejak tahun 2004, pasca dibubarkannya BPPN, dengan jumlah setoran yang sangat tergantung dari jumlah aset yang dikelola. Dalam rangka mencapai target yang ditetapkan tersebut, PT PPA akan tetap konsisten dalam melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperbaiki nilai ekonomis aset melalui berbagai usaha antara lain: (i) Pengendalian operasi perusahaan melalui penempatan manajemen profesional, penerapan good corporate governance serta monitoring kinerja secara berkala; (ii) (iii) Restrukturisasi bisnis, keuangan, operasi, dan manajemen perusahaan yang punya potensi ekonomi; Kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka revitalisasi aset untuk meningkatkan nilai aset; IV-4 RAPBN-P 2008
5 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV (iv) (v) (vi) Pemeliharaan kondisi aset serta perbaikan dokumen legal untuk membuat pihak pembeli dapat merasa lebih nyaman dengan kondisi aset tersebut sehingga dapat meningkatkan nilai jual aset tersebut; Penentuan strategi dan waktu pelaksanaan yang tepat dalam melakukan penjualan sehingga diperoleh nilai jual yang optimal. Hal ini merupakan langkah yang sangat penting utamanya dalam melakukan divestasi sisa saham perbankan yang tercatat di bursa; Penyusunan segala regulasi dalam rangka pemenuhan persyaratan hukum (governance) yang diperlukan untuk aset negara yang diserahkelolakan kepada PT PPA. Dalam tahun 2008, sumber pembiayaan yang berasal dari penjualan aset program restrukturisasi perbankan yang dikelola oleh PT PPA diperkirakan sama dengan yang ditetapkan dalam APBN 2008 yaitu sebesar Rp600,0 miliar. Dana Investasi Pemerintah Dana investasi pemerintah semula direncanakan akan digunakan untuk ditempatkan sebagai Dana Investasi Dukungan Infrastruktur dan Dana Investasi Non Infrastruktur. Dukungan Infrastruktur semula direncanakan ditempatkan antara lain untuk mendukung pembangunan transportasi di ibukota, penjaminan pemerintah untuk mendukung program pembangunan pembangkit listrik MW (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batubara yang dibangun oleh PT PLN, dimana apabila terjadi risiko gagal bayar atas kewajiban PT PLN kepada pemberi pinjaman akan ditanggung oleh pemerintah dan akan diperhitungkan sebagai pinjaman PT PLN kepada Pemerintah. Pembiayaan untuk Dana Investasi Pemerintah dalam APBN 2008 direncanakan sebesar negatif Rp4.000,0 miliar. Memperhatikan kebutuhan pembiayaan defisit yang meningkat cukup tajam dan belum cukup besarnya kebutuhan untuk dukungan pembangunan sarana transportasi dan penjaminan pada PT PLN, maka pemerintah harus melakukan prioritasisasi dengan mengurangi alokasi pengeluaran pembiayaan sehingga menjadi negatif Rp2.823,1 miliar, yang sebagian kecil diantaranya akan digunakan untuk penjaminan terhadap kewajiban PLN Pembiayaan Utang (neto) Pembiayaan utang (neto) dalam APBN 2008 direncanakan sebesar Rp74.906,0 miliar. Perhitungan besaran pembiayaan tersebut pada saat penyusunan APBN didasarkan pada outstanding utang akhir Juni 2007, proyeksi pembiayaan sampai akhir tahun 2007, asumsi nilai tukar, current dan forward view pasar keuangan untuk memperhitungkan daya serap pasar, serta memperhitungkan rencana penarikan (disbursement plan) dan rencana negosiasi dengan lender. Dari sisi instrumen pembiayaan melalui utang, dapat dibedakan atas dua instrumen yaitu: (1) pinjaman luar negeri (neto), yang diperhitungkan dari penarikan pinjaman dikurangi pembayaran cicilan pokok pinjaman dan (2) surat berharga negara (neto), yang diperhitungkan dari penerbitan surat berharga negara dikurangi pelunasan pada saat jatuh tempo (redemption) dan pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback) surat berharga. RAPBN-P 2008 IV-5
6 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Pinjaman luar negeri (neto) dalam APBN 2008 direncanakan sebesar negatif Rp16.669,3 miliar, yang berarti jumlah pinjaman luar negeri yang ditarik akan lebih kecil daripada cicilan pokok yang harus dibayarkan. Dengan asumsi nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp9.100,0 per US$ maka: (i) Penarikan pinjaman luar negeri yang direncanakan akan dilakukan adalah sebesar Rp42.989,3 miliar yang terdiri dari penarikan pinjaman proyek sebesar Rp23.879,3 miliar dan penarikan pinjaman program sebesar Rp19.110,0 miliar. (ii) Pembayaran cicilan pokok jatuh tempo sebesar Rp59.658,6 miliar. Pembiayaan melalui pinjaman luar negeri tersebut dihitung berdasarkan posisi outstanding pinjaman luar negeri akhir Juni 2007 sebesar Rp ,97 miliar, asumsi nilai tukar Rp9.100,0 per US$, rencana penarikan pinjaman program yang bersumber dari World Bank, Asian Development Bank (ADB) dan JBIC, dan rencana penarikan pinjaman proyek berdasarkan loan yang sudah on going dan loan baru yang akan ditandatangani dan diperkirakan ada bagian yang ditarik pada tahun Pembiayaan melalui SBN neto, dalam APBN 2008 direncanakan sebesar Rp91.575,3 miliar, yang dihitung berdasarkan outstanding Surat Berharga Negara akhir Juni 2007 sebesar Rp ,03 miliar, proyeksi penerbitan obligasi negara baik obligasi reguler, obligasi tanpa kupon dan ORI sampai akhir tahun 2007, perkiraan transaksi debt switch/buyback sampai akhir tahun terutama untuk SUN yang jatuh tempo tahun , asumsi nilai tukar Rp9.100,0 per US$, dan perkiraan daya serap pasar, serta dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan secara keseluruhan. Akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan secara keseluruhan, dan makin sedikitnya sumber pembiayaan non utang maka pembiayaan yang bersumber dari utang akan mengalami peningkatan dalam jumlah yang cukup signifikan bahkan melampaui besaran kebutuhan defisit. Dengan telah mempertimbangkan perubahan asumsi, memperhitungkan rencana penarikan terkini, kondisi pasar terkini, serta kebijakan lain yang akan ditempuh, maka dalam RAPBN-P 2008 total pembiayaan utang neto diperkirakan akan meningkat Rp24.344,2 miliar (32,5 persen) yaitu dari Rp74.906,0 miliar dalam APBN, menjadi Rp99.250,2 miliar. Peningkatan kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari utang tersebut akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman program. Pembiayaan SBN (neto) dalam RAPBN-P dihitung berdasarkan posisi outstanding Surat Berharga Negara pada akhir Desember 2007 sebesar Rp ,0 miliar, asumsi nilai tukar Rp9.150,0 per US$, perkiraan permintaan dan daya serap pasar, diversifikasi instrumen yang tersedia, dan beberapa kebijakan pendukung yang akan diambil yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap penyerapan penerbitan utang. Pemenuhan terhadap tambahan kebutuhan pembiayaan dari penerbitan surat berharga masih akan tetap difokuskan dari permintaan pasar domestik, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan melalui pasar internasional apabila masih dibutuhkan. Penerbitan di pasar internasional akan diupayakan agar dilakukan pada jumlah yang terukur dan akan diutamakan berasal dari penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Dari jenis sisi instrumen, penerbitan SBN akan dilakukan melalui penerbitan: (1) SBN valas yang terdiri dari SUN valas, yang hingga saat ini telah terealisir sebesar US$2,0 miliar dan SBSN valas; (2) Obligasi Negara yang terdiri dari obligasi negara reguler, obligasi negara IV-6 RAPBN-P 2008
7 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV ritel, dan obligasi negara tanpa kupon; (3) Surat Perbendaharaan Negara (SPN); dan (4) SBSN domestik. Kebijakan yang ditempuh Pemerintah dalam memenuhi target pembiayaan hingga akhir tahun 2008 antara lain: (1) melakukan diversifikasi instrumen dalam rangka memperluas basis investor baik di dalam maupun luar negeri, (2) mengurangi crowding out dengan mengkonsentrasikan pada penerbitan SBN pada tenor tertentu termasuk yang sifatnya jangka pendek, misalnya Surat Perbendaharaan Negara (SPN); (3) meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan kas negara, baik dari sisi penggunaan instrumen utang maupun mekanismenya agar kebutuhan kas Pemerintah setiap saat dapat dijamin terpenuhi pada biaya yang efisien dengan risiko minimal; (4) mendukung Bank Indonesia untuk dapat meningkatkan penggunaan SBN sebagai instrumen moneter sehingga mendorong market deepening dan peningkatan permintaan pasar terhadap SBN, diantaranya repo SUN dan mekanisme partisipasi BI di pasar perdana SPN; dan (5) dalam hal diperlukan, melakukan pengkajian kemungkinan penerbitan melalui private placement instrument dengan karakteristik khusus, kepada investor tertentu misalnya asuransi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Pemda. Sampai dengan akhir Januari 2008 telah diterbitkan surat berharga di pasar internasional sebesar US$2,0 miliar. Penerbitan tersebut dilakukan ditengah kondisi pasar keuangan global yang sulit dan penuh tantangan sebagai dampak krisis subprime mortgage yang berlanjut dengan ancaman resesi di Amerika Serikat. Dari US$2,0 miliar tersebut pemerintah menerbitkan dalam dua tenor yang berbeda yaitu obligasi yang jatuh tempo tahun 2018 yang diterbitkan pada yield 6,95 persen dan kupon 6,875 persen dan obligasi yang jatuh tempo tahun 2038 pada yield 7,75 persen dengan kupon 7,750 persen. Adapun investor yang membeli obligasi valas tersebut meliputi investor di kawasan Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Asia dengan distribusi 50 persen Amerika Utara, 33 persen Eropa dan Timur Tengah, dan 17 persen Asia. Dari sisi tipe investor 74 persen diantaranya adalah fund managers, 10 persen bank, dan 16 persen perusahaan asuransi, reksadana, ritel dan tipe investor lainnya. Sementara di pasar domestik, selama bulan Januari 2008 pemerintah telah menerbitkan obligasi negara reguler yang jatuh tempo tahun 2023 dan 2038 sebesar Rp2.300,0 miliar dan obligasi negara tanpa kupon yang jatuh tempo tahun 2010 dan 2013 sebesar Rp3.700,0 miliar. Penerbitan SBSN akan dilakukan setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang SBSN oleh DPR, yang diperkirakan akan diselesaikan pada paruh pertama tahun 2008, serta tersedianya aturan teknis pelaksanaan yang mendukungnya yang saat ini telah dipersiapkan. Disamping aturan teknis, penerbitan SBSN juga memerlukan tersedianya aset yang akan menjadi underlying transaction bagi penerbitannya. Sementara aturan hukum yang mendukung sedang dibahas, pemerintah telah melakukan identifikasi aset-aset negara yang siap digunakan sebagai underlying bagi penerbitan yang akan dilakukan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan yang cukup besar, dalam tahun 2008 pemerintah merencanakan akan menerbitkan kembali Surat Perbendaharaan Negara (SPN) di pasar domestik. Jumlah yang akan diterbitkan semaksimal mungkin akan mempertimbangkan kemampuan pasar domestik untuk menyerap, dan diupayakan tidak menganggu risiko pengelolaan utang, terutama risiko pembiayaan kembali. Untuk RAPBN-P 2008 IV-7
8 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran mendukung penerbitan SPN, pemerintah melakukan perubahan pada perlakuan perpajakan atas penghasilan berupa diskonto pembelian SPN yang bersifat final, dari semula dikenakan pemungutannya di pasar perdana, diubah menjadi pajak final yang pemungutannya dilakukan pada saat pengalihan kepemilikan, apabila dijual di pasar sekunder, atau pada saat jatuh tempo, apabila dimiliki hingga jatuh tempo. Dengan adanya perubahan aturan perpajakan ini diharapkan terdapat adanya keadilan (fairness) dari sisi perlakukan perpajakan mengingat pajak dipungut setelah pembeli SPN medapatkan keuntungan nyata (realized income) dari investasinya pada SPN. Disamping melakukan penerbitan untuk pembiayaan defisit, dalam rangka mengendalikan risiko dan biaya utang dalam jangka panjang, Pemerintah juga akan melakukan pengelolaan portofolio utang melalui program debt switching dan buyback, yang besaran dan waktu pelaksanaannya akan disesuaikan dengan kondisi pasar SUN dan kondisi keuangan pemerintah. Dari sumber pinjaman luar negeri, dalam RAPBN-P 2008 pembiayaan dari pinjaman luar negeri (neto) diperkirakan akan mengalami peningkatan kebutuhan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp719,5 miliar atau dari negatif Rp16.669, 3 miliar dalam APBN menjadi negatif Rp17.388,8 miliar. Kenaikan pengeluaran pembiayaan pinjaman luar negeri (neto) ini terjadi akibat perubahan dasar perhitungan pembayaran kembali pokok pinjaman dari outstanding bulan Juni 2007 menjadi outstanding terkini, perubahan asumsi nilai tukar, dan perubahan rencana penarikan pinjaman proyek yang lebih realistis dengan mempertimbangkan kemajuan kegiatan. Penarikan pinjaman proyek diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp3.466,6 miliar, sehingga menjadi Rp20.412,7 miliar. Penurunan ini sejalan dengan penurunan pada belanja proyek, setelah mempertimbangkan kondisi terkini dari kegiatan (proyek pembangunan) yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri. Sementara itu, pembiayaan yang bersumber dari pinjaman program dalam RAPBN-P 2008 akan ditingkatkan semula dari Rp19.110,0 miliar (equivalen dengan US$2,1 miliar) menjadi Rp ,0 miliar (equivalen US$2,6 miliar). Peningkatan tersebut akan diupayakan terutama dari peningkatan batas pinjaman untuk setiap program yang menjadi persyaratan penarikan, dan penambahan program baru yang akan menjadi underlying pinjaman. Pinjaman program yang akan digunakan untuk pembiayaan tahun 2008 diantaranya akan bersumber dari: (i) Bank Dunia dengan program Development Policy Loan V, dan Infrastructure Development Policy Loan II, (ii) Asian Development Bank dengan program Infrastructure Reform Sector Development II, Local Government Finance Reform and Governance Reform II, dan Urban Quality Sector Development Program, dan (iii) JBIC dengan program Development Policy Loan IV yang merupakan cofinancing dengan pinjaman Bank Dunia, serta Climate Change Program Reform. Penarikan pinjaman program hanya dapat dilakukan apabila pemerintah telah memenuhi persyaratan yang dituangkan dalam policy matrix. Sementara itu, pembayaran cicilan pokok utang jatuh tempo dalam RAPBN-P 2008 diperkirakan akan mencapai Rp61.591,5 miliar atau meningkat 3,2 persen dibanding APBNnya. Perkiraan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri tersebut telah memperhitungkan proyeksi terkini atas kewajiban utang, proyeksi perubahan nilai tukar utama dunia terutama terkait dengan perhitungan kewajiban atas outstanding utang dalam mata uang non-dolar Amerika Serikat seperti Yen, Euro, Poundsterling dan valuta asing lainnya. IV-8 RAPBN-P 2008
9 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV Komposisi pembiayaan pada APBN dan RAPBN-P 2008 secara lengkap disajikan dalam Tabel IV.2 berikut ini. Tabel IV.2 PEMBIAYAAN ANGGARAN BERDASARKAN UTANG DAN NON-UTANG 2008 (miliar rupiah) % thd U r a i a n APBN RAPBN-P PDB % thd PDB % thd APBN PEMBIAYAAN DEFISIT (I + II) ,0 1, ,1 2,0 118,4 I. PEMBIAYAAN NON-UTANG ,0 0, ,1-0,3 776,4 1. Perbankan Dalam Negeri 300,0 0, ,0-0, ,0 a. Rekening Dana Investasi (RDI) 300,0 0,0 300,0 0,0 100,0 b. Rekening Pemerintah 0,0 0, ,0-0,3 0,0 2. Non Perbankan Dalam Negeri ,0 0,0-723,1 0,0 38,1 a. Privatisasi (Neto) 1.500,0 0, ,0 0,0 100,0 b. Penjualan Aset Prog. Restrukturisasi Perbankan 600,0 0,0 600,0 0,0 100,0 c. Dana Investasi Pemerintah ,0-0, ,1-0,1 70,6 II. PEMBIAYAAN UTANG (Neto) ,0 1, ,2 2,3 132,5 1. Pinjaman Luar Negeri (Neto) ,3-0, ,8-0,4 104,3 a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri ,3 1, ,7 1,0 102,8 - Pinjaman Program ,0 0, ,0 0,6 124,5 - Pinjaman Proyek ,3 0, ,7 0,5 85,5 b. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri ,6-1, ,5-1,4 103,2 2. Surat Berharga Negara (Neto) ,3 2, ,0 2,7 127,4 Sumber : Departemen Keuangan 4.3. Dampak Perubahan Asumsi dan Defisit Sebagaimana diuraikan di atas bahwa penyusunan pembiayaan defisit APBN dan RAPBN- P 2008 dihitung berdasarkan asumsi dan defisit yang digunakan serta memperhitungkan kondisi pada saat penyusunan. Perubahan asumsi dan defisit mempunyai dampak tidak hanya pada tahun 2008 tetapi juga pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2008, perubahan asumsi dan defisit menyebabkan peningkatan belanja bunga utang dalam negeri dan luar negeri. Belanja bunga utang dalam negeri meningkat terutama disebabkan oleh tambahan penerbitan SBN dan biaya pengelolaan portofolio SBN. Sedangkan peningkatan belanja bunga utang luar negeri terutama disebabkan oleh perubahan asumsi nilai tukar serta tambahan penarikan pinjaman luar negeri. Pada tahun 2009 dan tahun-tahun berikutnya belanja bunga utang juga akan meningkat akibat tambahan pembiayaan melalui utang. Selain itu penarikan pinjaman program juga akan semakin terbatas karena batas maksimal pinjaman program dari lender semakin berkurang. Khusus pada awal tahun 2009, akibat jumlah SAL yang semakin berkurang, diproyeksikan akan terjadi cash mismatch sebagaimana diuraikan di atas. RAPBN-P 2008 IV-9
10 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Boks IV.1. Pinjaman Proyek Pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah pusat dapat berupa pinjaman proyek (project loan) maupun pinjaman program (program loan). Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) yang memerlukan policy matrix untuk pencairannya (lihat Boks IV.2). Pinjaman proyek merupakan pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan/proyek pembangunan tertentu. Kegiatan pembangunan ini adalah kegiatan yang telah menjadi kegiatan prioritas pembangunan yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Kegiatan prioritas ini disusun Bappenas berdasarkan usulan dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN. Kegiatan prioritas yang berasal dari usulan kementerian/lembaga akan menjadi kegiatan yang masuk dalam APBN sebagai belanja pemerintah pusat, dan pembiayaannya akan masuk menjadi pembiayaan defisit APBN. Sedangkan untuk kegiatan prioritas yang berasal dari pemerintah daerah dan BUMN, pembiayaannya akan menjadi utang yang diteruspinjamkan atau diterushibahkan/menjadi penyertaan modal negara ke pemerintah daerah atau BUMN pengusul. Berdasarkan sumbernya, pinjaman proyek dapat dibedakan menjadi pinjaman multilateral, bilateral, dan komersial. Di bawah ini dijelaskan masing-masing pinjaman berdasarkan sumber. A. Pinjaman Multilateral dan Bilateral Pinjaman multilateral merupakan pinjaman yang bersumber dari lembaga keuangan multilateral, yaitu the World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), dan International Fund for Agricultural Development (IFAD). Sedangkan pinjaman bilateral adalah pinjaman yang berasal dari pemerintah negara lain seperti pemerintah Australia dan pemerintah Rusia, atau lembaga keuangan bilateral yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah negara lain seperti Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW). Pinjaman multilateral dan bilateral dapat bersifat lunak, komersial, maupun campuran. Pinjaman lunak, selama ini dikenal sebagai concessional loan, adalah pinjaman yang tingkat bunganya sangat rendah, bahkan ada yang bersifat tanpa bunga, seperti yang diberikan oleh pemerintah Australia. Pinjaman lunak yang berasal dari World Bank disalurkan dari International Development Association (IDA), dengan tingkat bunga tetap 0,75 persen per tahun. Sedangkan dari ADB, pinjaman lunak disalurkan dalam bentuk Asian Development Fund (ADF), juga dengan tingkat bunga tetap 0,75 persen per tahun. JBIC menyalurkan pinjaman lunaknya dari Official Development Assistance IV-10 RAPBN-P 2008
11 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV (ODA). Pinjaman komersial dari lembaga multilateral dan bilateral yang dikenal juga sebagai pinjaman semi-concessional adalah pinjaman yang tingkat bunganya menggunakan commercial reference sebagai basis, seperti World Bank melalui International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), ADB melalui Ordinary Capital Resources (OCR), pinjaman non-oda dari JBIC, dan lain-lain. Commercial reference yang sering digunakan oleh lembaga-lembaga tersebut adalah LIBOR dan biasanya ditambah marjin tertentu, contohnya IBRD dan OCR biasanya menawarkan tingkat bunga berdasarkan LIBOR ditambah marjin basis points. Pinjaman campuran biasanya diberikan oleh pemerintah suatu negara/lembaga bilateral bersama-sama dengan lembaga komersial (perbankan) dalam bentuk cofinancing. Pinjaman campuran tersebut adalah campuran pinjaman lunak dan komersial dan biasanya dilakukan bila dana yang disediakan oleh pemerintah negara pemberi pinjaman tidak mencukupi untuk pembiayaan proyek tersebut, contoh pemerintah Belgia (49 persen) dan Fortis Bank N.V. (51 persen) untuk pembiayaan infrastruktur kelistrikan, pemerintah Spanyol (50 persen) dan Deutsche Bank A.G. (50 persen) untuk pembiayaan proyek kelautan dan perikanan. Selain itu, hampir semua pinjaman multilateral dan bilateral juga mengenakan fee, antara lain, commitment fee dan front-end fee. Jangka waktu pinjaman multilateral dan bilateral ini bervariasi antara tahun dengan grace period antara 4 10 tahun. Beberapa lembaga pemberi pinjaman (lender) multilateral dan bilateral, memiliki peringkat yang akan mempengaruhi terms and conditions pinjaman yang akan diberikan kepada Indonesia dan kelayakan untuk memperoleh pinjaman lunak. Selain itu, lender memiliki focus sector yang dapat dibiayai melalui pinjaman tersebut. Di bawah ini keterangan per akhir tahun 2007 mengenai focus sector, exposure terhadap Indonesia, dan peringkat Indonesia yang bersumber dari JBIC, World Bank, ADB, KfW, dan IDB. Pada umumnya, mekanisme pengadaan pinjaman proyek merupakan proses terakhir dari perencanaan suatu kegiatan/proyek. Karena pembiayaan suatu kegiatan/proyek dapat bersumber dari dana sendiri atau pinjaman. Untuk mekanisme pinjaman multilateral dan bilateral, pada umumnya, negosiasi pinjaman dilakukan setelah Daftar Kegiatan diterbitkan oleh Bappenas yang selanjutnya diikuti procurement process. Pinjaman dari sumber multilateral dan bilateral ini dapat juga dalam bentuk credit line atau financing framework agreement, seperti credit line dari JBIC untuk pembiayaan infrastruktur kelistrikan dan state credit dari Rusia untuk pembiayaan alutsista TNI. Credit line seperti ini menjadi payung perjanjian yang sudah memiliki terms and conditions pinjaman dan akan diturunkan di dalam individual loan agreement pada saat pembiayaan akan digunakan. RAPBN-P 2008 IV-11
12 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Focus Sector Exposure terhadap Indonesia Peringkat Indonesia JBIC Infrastruktur, Lingkungan, Energy renewable JPY2,6 triliun (ekuivalen US$24,0 miliar 20% dari total lending) Lower- Middle Income Country (Level 3 dari yang teratas, pinjaman meng-cover 85% biaya proyek) World Bank Infrastruktur, Kesehatan, Pendidikan, Air Bersih, Transportasi, poverty reduction US$8,2 miliar (6 7%) Country Level 2 (masih eligible untuk soft loan) ADB KfW IDB Infrastruktur (irigasi), Pendidikan, Kesehatan, Poverty reduction US$9,2 miliar (40%) Country Level 2 (masih eligible untuk soft loan) Lingkungan, Kehutanan, Pendidikan EUR2,6 millar (ekuivalen US$ 3,7 miliar - significant amount; 3%) Level 3 (tidak eligible untuk soft loan) Infrastuktur, Pendidikan, Lingkungan, Kesehatan US$184 juta Tidak eligible untuk soft loan (ordinary financing) B. Pinjaman Komersial Pinjaman komersial adalah pinjaman yang bersumber dari lembaga keuangan yang berkedudukan di luar negeri dengan persyaratan yang berlaku umum untuk pinjaman yang sifatnya komersial. Pinjaman ini umumnya diberikan oleh lembaga perbankan internasional, seperti BNP Paribas, Barclays Bank, Fortis Bank, Deutsche Bank, ABN Amro, dan lain-lain, dan lembaga pembiayaan, seperti leasing company. Pinjaman komersial yang diberikan dapat diberikan oleh perbankan, antara lain, dalam bentuk project financing atau export credit financing (fasilitas kredit ekspor), selain itu perbankan juga dapat memberikan credit line/stand-by commitment. Project financing dapat diberikan dalam bentuk bilateral deal, club deal, atau syndicated loan. Sedangkan export credit financing dapat diberikan dalam bentuk buyer s credit atau supplier s credit. Pinjaman dalam bentuk bilateral deal adalah pinjaman yang dilakukan oleh borrower dengan satu lender dengan terms and conditions yang dinegosiasikan kedua belah IV-12 RAPBN-P 2008
13 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV pihak. Club deal adalah pinjaman untuk pembiayaan satu proyek yang dilakukan oleh borrower dengan beberapa lender, namun loan agreement dinegosiasikan dengan masing-masing lender, sehingga terms and conditions pinjaman bisa berbeda-beda untuk setiap lender. Syndicated loan adalah pinjaman yang diberikan oleh suatu sindikasi yang terdiri dari beberapa bank, dimana satu sampai tiga bank dapat bertindak sebagai lead arranger yang akan mencari bank lain yang berminat untuk melakukan sindikasi. Terms and conditions suatu syndicated loan dinegosiasikan dengan lead arranger. Tingkat bunga pinjaman-pinjaman ini mengacu pada commercial reference, seperti LIBOR, SIBOR, EURIBOR, dan lain-lain, ditambah dengan marjin dan biayabiaya lainnya, seperti commitment fee, front-end fee, insurance premium, dan lainlain. Besaran marjin dan biaya-biaya ini ditetapkan berdasarkan assesment yang dilakukan terhadap credit risk borrower. Jangka waktu pinjaman ini berkisar antara 5 7 tahun dengan grace period sekitar 1 2 tahun. Export credit financing atau yang dikenal sebagai fasilitas kredit ekspor (FKE) adalah pembiayaan yang diberikan untuk membiayai suatu transaksi ekspor antara supplier dan buyer yang dijamin oleh lembaga resmi penjamin kredit ekspor (ECA export credit agency) suatu negara. Buyer s credit adalah pinjaman yang diberkan kepada buyer untuk membayar kewajiban yang timbul sesuai dengan kebutuhan pembayaran kepada supplier, dengan mekanisme ini lender melakukan assesment terhadap credit risk dari buyer. Supplier s credit adalah pinjaman yang diberikan kepada supplier yang memiliki kontrak dengan sistem pembayaran berjangka dengan buyer, dengan mekanisme ini lender melakukan assesment terhadap credit risk dari supplier, biasanya biaya bunga dan biaya lainnya di-pass through kepada buyer. Untuk negara-negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), tingkat bunga yang biasa digunakan dalam export credit financing adalah commercial interest rate reference (CIRR) yang diterbitkan oleh ECA negara eksportir/supplier yang tergabung dalam OECD. Sedangkan untuk negara-negara non-oecd, tingkat bunga yang digunakan adalah tingkat bunga pinjaman sebagaimana pinjaman komersial biasa. Selain tingkat bunga masih terdapat biaya-biaya lainnya seperti pinjaman komersial biasa, seperti insurance premium, commitment fee, front-end fee, dan lainlain. Dengan adanya jaminan dari ECA, jangka waktu pinjaman ini sedikit lebih panjang dibandingkan project financing biasa, yaitu berkisar antara 7 15 tahun dengan grace period berkisar 2 3 tahun. Perbedaan dengan pinjaman dari lembaga multilateral/bilateral dengan reference yang sama adalah pada pengenaan marjin dan biaya-biaya pinjaman. Pada pinjaman komersial dari lembaga multilateral/bilateral, marjin dan biaya pinjaman yang diberikan pada dasarnya diupayakan untuk tidak memberatkan borrower, mengingat tujuan pemberian pinjaman ini adalah juga untuk memberikan pembiayaan yang lebih murah dibandingkan pinjaman komersial biasa. Negara-negara eksportir membentuk ECA untuk menjamin terlaksananya penjualan oleh eksportir/supplier dari negara tersebut, yang sekaligus memacu ekspor negara RAPBN-P 2008 IV-13
14 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran tersebut. Beberapa ECA tersebut adalah HERMES (Jerman), ATRADIUS (Belanda), COFACE (Perancis), EFIC (Australia), dan lain-lain. Insurance premium pada project financing dan export credit financing (FKE) memiliki perbedaan. Insurance premium untuk project financing biasa ditetapkan oleh lembaga yang melakukan penjaminan kredit atau perusahaan asuransi berdasarkan masukan dari credit risk assesment yang dilakukan lender. Pada export credit financing, insurance premium biasanya ditetapkan berdasarkan country risk classification yang disusun oleh ECA negara-negara anggota OECD, yang sering pula menjadi acuan bagi negaranegara non-oecd. Dengan adanya penjaminan oleh ECA, maka tingkat bunga, marjin, dan biaya lainnya yang dikenakan oleh lender dapat menjadi relatif lebih murah dan jangka waktu yang lebih panjang dibandingkan pinjaman komersial biasa. Pinjaman komersial ini, digunakan untuk pembiayaan kegiatan/proyek yang tidak bisa dibiayai dari pinjaman multilateral dan bilateral, biasanya untuk pembelian kebutuhan TNI/POLRI. Khusus untuk export credit financing (FKE), pembiayaan tidak dapat dilakukan untuk proyek/kegiatan pengadaan peralatan militer untuk tempur (combatan) sesuai dengan guideline yang ditetapkan oleh OECD. Sehingga pembelian keperluan militer untuk TNI/POLRI yang bersifat combatan dibiayai dari pinjaman komersial biasa (bilateral deal). Mekanisme pengadaan pinjaman komersial berbeda dengan pinjaman multilateral/ bilateral. Procurement process dilakukan mendahului atau bersamaan dengan pengadaan pembiayaannya. Kementerian/lembaga melaksanakan procurement berdasarkan trigger pelaksanaan yang ditetapkan berdasarkan Daftar Kegiatan Bappenas. IV-14 RAPBN-P 2008
15 Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Bab IV Boks IV.2 Pinjaman Program Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) yang memerlukan policy matrix untuk pencairannya. Pinjaman program digunakan untuk mendukung pembiayaan defisit tunai APBN. Besarnya pinjaman program dilakukan dengan mempertimbangkan defisit pada suatu tahun anggaran. Policy matrix adalah suatu set of policy yang menjadi collateral pinjaman program yang harus dipenuhi agar pinjaman dapat dicairkan. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam policy matrix pada umumnya menyangkut program reformasi di Indonesia yang dilakukan di segala bidang seperti pelayanan bagi rakyat miskin, perbaikan iklim investasi, pengelolaan dan penatausahaan keuangan publik, pengembangan pasar modal, reformasi audit, kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur, dan lain-lain. Pinjaman program kepada Pemerintah Indonesia selama ini diberikan oleh lembaga keuangan bilateral, Japan Bank for International Cooperation (JBIC), dan lembaga keuangan multilateral, the World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Adapun sumber dana pinjaman program yang diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan tersebut dapat berasal dari pinjaman lunak maupun campuran. Pinjaman program yang berasal dari World Bank biasanya merupakan campuran antara sumber dana komersial dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan sumber dana lunak dari International Development Association (IDA). Setelah Juni 2008, Indonesia sudah tidak eligible untuk menerima dana dari IDA, sehingga seluruh pinjaman dari World Bank akan bersumber dari IBRD. ADB memberikan pinjaman program dari bersumber Ordinary Capital Resources (OCR) yang bersifat komersial. Sedangkan pinjaman program yang berasal dari JBIC bersumber dari Official Development Assistance (ODA) yang bersifat relatif lunak. Terms and conditions pinjaman program dari ketiga lembaga tersebut berbeda-beda sesuai dengan sumbernya. Pinjaman program dari World Bank yang berasal dari IBRD adalah pinjaman dalam USD berjangka waktu 20 tahun dengan masa tenggang (grace period) lima tahun dengan tingkat bunga LIBOR ditambah marjin yang dapat bersifat tetap (Fixed Spread Loan FSL) atau mengambang (Variable Spread Loan VSL). Pinjaman dari IDA berjangka waktu 35 tahun dengan grace period 10 tahun dengan tingkat bunga tetap 0,75 persen per tahun. Pinjaman program yang berasal dari JBIC adalah pinjaman dalam JPY berjangka waktu 30 tahun dengan grace period 10 tahun dengan tingkat bunga tetap sebesar 1,5 persen per tahun. Pinjaman program dari ADB yang berasal dari OCR adalah pinjaman dalam USD berjangka waktu 15 tahun dengan grace period 3 tahun dengan tingkat bunga LIBOR ditambah marjin 50 basis points. Selain itu, terdapat biaya-biaya lainnya, seperti commitment fee dan front-end fee. RAPBN-P 2008 IV-15
16 Bab IV Pokok-Pokok Perubahan Defisit dan Pembiayaan Anggaran Mekanisme pengadaan pinjaman program berbeda dengan pengadaan pinjaman proyek. Pinjaman program dipicu adanya kebutuhan pembiayaan defisit anggaran. Selanjutnya, pemerintah mengajukan permintaan pinjaman kepada lender disertai rencana policy matrix yang menjadi collateral. Apabila disetujui, maka lender akan melakukan pemantauan terhadap pemenuhan policy matrix sebelum menyetujui pencairan pinjaman tersebut. Policy matrix yang diajukan adalah kegiatan/proyek yang merupakan kegiatan yang masuk dalam kegiatan prioritas Bappenas. Sejak tahun 2004 sampai dengan 2007, Indonesia telah menarik pinjaman dari ketiga lembaga tersebut sebesar kurang lebih US$4,59 miliar dengan jangka waktu pengembalian berkisar antara tahun dengan masa tenggang berkisar 3 10 tahun. Adapun rincian jumlah pinjaman program yang telah ditarik Pemerintah Indonesia dari ketiga lembaga tersebut, adalah: - World Bank sebesar US$1,9 miliar; - ADB sebesar US$2,1 miliar; dan - JBIC sebesar US$0,59 miliar. IV-16 RAPBN-P 2008
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 30 November 2008 Ringkasan Eksekutif Rasio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman
Lebih terperinciPerkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2009 up date 28 Februari 2009 Gambaran Umum Stok Utang & Bunga Trend Defisit 3-28.1-10.272-1.9-3.1-26.5665-23.8524-19.1004-9.4482
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2007 I. Pendahuluan Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat
Lebih terperinciDAFTAR ISI DISCLAIMER
DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat
Lebih terperinciPerkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 31 Juli 2008 Ringkasan Eksekutif Ratio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus menurun
Lebih terperinciPERKEMBANGAN UTANG INDONESIA
PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN
Lebih terperinciSUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN
SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai
Lebih terperinciSurat Berharga Syariah Negara
Lampiran 13 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2011 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 7 /PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/1/PBI/2005 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK
Lebih terperinciPembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)
Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu
Lebih terperinciKebijakan dalam Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Kebijakan dalam Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Sosialisasi Pendanaan Alternatif melalui Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Batam,
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Bank Umum. Pinjaman Luar Negeri. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 68) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA
Lebih terperinciPINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1
PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan
Lebih terperinciPENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Jakarta, 30 November 2017 DJPPR Kemenkeu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperincimenyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang
TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciM E T A D A T A INFORMASI DASAR
M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi
Lebih terperinciNOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara
Lebih terperinciPELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2
PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 BAGI STAF BPKD PEMPROF DKI JAKARTA DI GEDUNG DIKLAT 23 27 MEI 2011 OBLIGASI PEMERINTAH RILYA ARYANCANA Topik KARAKTERISTIK OBLIGASI PEMERINTAH JENIS OBLIGASI
Lebih terperinciNo. 15/12/DASP Jakarta, 8 April SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
No. 15/12/DASP Jakarta, 8 April 2013 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan
Lebih terperinci*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 24/2002, SURAT UTANG NEGARA *13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN
Lebih terperinciLAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH
LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI NOVEMBER 2014 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Edisi November
Lebih terperinciBAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL
Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal Bab VI BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL 6.1 Pembiayaan Defisit Anggaran Sasaran kebijakan fiskal
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi makro ekonomi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
- 312-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Makro 2. IKHTISAR JABATAN : Melakukan penyusunan identifikasi kebutuhan penelitian dan penelaahan, melaksanakan kegiatan penelitian dan penelaahan, dan penyusunan
Lebih terperinciSAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN
SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran
Lebih terperinciNo. 17/32/DPSP Jakarta, 13 November SURAT EDARAN
1 No. 17/32/DPSP Jakarta, 13 November 2015 2015 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN DAN/ATAU PENERIMAAN HIBAH SERTA PENERUSAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciLAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH
LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI AGUSTUS 2014 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Edisi Agustus 2014
Lebih terperinciF A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012
F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012 1. Apakah yang dimaksud dengan Surat Utang Negara? Yaitu surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dari pemerintah dalam mata uang Rupiah maupun Valuta
Lebih terperinciNAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengelolaan dan Penyajian Data
- 344-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengelolaan dan Penyajian Data 2. IKHTISAR JABATAN : Melakukan pengumpulan, penyusunan dan, pemeliharaan database; melakukan penyajian data yang mendukung riset dan
Lebih terperinciPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang dan Risiko Fiskal BAB VI PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN RISIKO FISKAL
BAB VI PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN RISIKO FISKAL 6.1 Pendahuluan Penetapan kebijakan APBN merupakan salah satu implementasi dari penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro. Dalam periode 2005 2008,
Lebih terperinciNAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang
- 30-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang 2. IKHTISAR JABATAN : Melaksanakan penyiapan perumusan, evaluasi, analisis, dan rekomendasi strategi pengelolaan utang jangka
Lebih terperinciKementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara SUN Ritel Jakarta, 30 November 2017 Pembicara: SANDI ARIFIANTO Kepala Seksi Perencanaan
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tersedianya infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan dan infrastruktur fisik lainnya menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
- 328-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Mikro 2. IKHTISAR JABATAN : Melakukan penyusunan identifikasi kebutuhan penelitian dan penelaahan, melaksanakan kegiatan penelitian dan penelaahan, dan penyusunan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI I. UMUM DAN PENERIMAAN HIBAH Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Lebih terperinciTANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21
TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI
Lebih terperinciBAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL
Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal Bab VI BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL 6.1. Pembiayaan Defisit Anggaran Sasaran kebijakan fiskal
Lebih terperinciPENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA Jakarta, 8 November 2017 DJPPR Kemenkeu @djpprkemenkeu
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 20 /PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 20 /PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
Lebih terperinciNo. 11/ 32 /DPM Jakarta, 7 Desember 2009 SURAT EDARAN
No. 11/ 32 /DPM Jakarta, 7 Desember 2009 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO
PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperincihendrikoeswara@fisip.unand.ac.id Kunci dari pencapaian target defisit 1 persen tahun 2004 adalah reformasi perpajakan dan kepabeanan. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi, mobilisasi penerimaan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan
Lebih terperinci2015, No Mengingat dengan cara private placement di Pasar Perdana Domestik dengan mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.08/2013 tent
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.947, 2015 KEMENKEU. Surat Utang Negara. Rupiah. Valuta Asing. Pasar perdana Domestik. Private Placement. Penjualan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339 PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK
Lebih terperinciFAQ OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-013
FAQ OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-013 1 Q Apakah yang dimaksud dengan Surat Utang Negara? A Yaitu surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dari pemerintah dalam mata uang Rupiah maupun Valuta
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 217/PMK.05/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 217/PMK.05/2014 TENTANG PERKIRAAN DEFISIT YANG MELAMPAUI TARGET DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam ketahanan nasional. Sistem
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN 2013-2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai
Lebih terperinciLAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH
LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI JANUARI 2016 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit eselon II
Lebih terperinciTANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21/PBI/2014 UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DAN SURAT EDARAN NO.16/24/DKEM
TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DAN SURAT EDARAN NO.16/24/DKEM PERIHAL PENERAPAN
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL
SAL DALAM RAPBN 12 I. Data SAL 4-12 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 4-12 (dalam miliar rupiah) 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Saldo awal SAL 1) 24.588,48 21.574,38 17.66,13 18.83,3 13.37,51 94.616,14 66.523,92
Lebih terperinci2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent
No.233, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2018. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6138) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut
Lebih terperinci2 Undang Nomor 3 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669); MEMUTUSK
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1264, 2015 KEMENKEU. Defisit. Target Defisit. APBN. Tahun 2015. Pembiayaan Defisit. Tambahan Pembiayaan. Perkiraan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciLAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH
LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI OKTOBER 204 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Edisi Oktober 204
Lebih terperinciANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO
ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya pembayaran sejumlah uang tetap pada suatu tanggal jatuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program
Lebih terperinciLAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MEI 2015
LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MEI 2015 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1860, 2014 KEMENKEU. Anggaran. Detisit. Apen. Perkiraan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 217/PMK.05/2014 TENTANG PERKIRAAN DEFISIT YANG MELAMPAUI
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii
Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPrediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%
1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda sebagian kawasan Asia Tenggara pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Krisis ekonomi yang melanda sebagian kawasan Asia Tenggara pada sekitar tahun 1997 mengakibatkan sektor perbankan mengalami pemburukan kinerja dan mendorong
Lebih terperinciRekening Dana Investasi (RDI)
Rekening Dana Investasi (RDI) A. Latar Belakang Pada awal pelaksanaan Pelita I, kegiatan investasi unit-unit usaha produktif pemerintah semakin meningkat. Ketersediaan dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan
Lebih terperinciNOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN
NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELAN NJA NEGAR RA TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... Daftar
Lebih terperinciNo. 9/4/DPM Jakarta, 16 Maret 2007 SURAT EDARAN. Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara
No. 9/4/DPM Jakarta, 16 Maret 2007 SURAT EDARAN Perihal: Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Lebih terperinciFrequently Asked Questions (FAQ) Sukuk Negara Ritel SR-010
Frequently Asked Questions (FAQ) Sukuk Negara Ritel SR-010 1. Apakah yang dimaksud dengan SR-010? SR-010 adalah Sukuk Negara Ritel seri ke-10 yang merupakan Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan
Lebih terperinciLAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH
LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI APRIL 06 Direktorat Pinjaman dan Hibah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Direktorat Pinjaman dan Hibah merupakan unit
Lebih terperinciNOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA
NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB
Lebih terperinciKEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 10 AKUNTANSI KEWAJIBAN
LAMPIRAN B.X : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 10 AKUNTANSI KEWAJIBAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/1/PADG/2017 TENTANG PELAKSANAAN LELANG SURAT BERHARGA NEGARA DI PASAR PERDANA
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/1/PADG/2017 TENTANG PELAKSANAAN LELANG SURAT BERHARGA NEGARA DI PASAR PERDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1. menjadi perdebatan dalam teori ekonomi makro. Setidaknya, ada dua pandangan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik mengenai dampak defisit anggaran terhadap perekonomian telah sering menjadi perdebatan dalam teori ekonomi makro. Setidaknya, ada dua pandangan berbeda terhadap
Lebih terperinci