SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL"

Transkripsi

1 SUBDIT MALARIA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN

2 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunianya buku Pedoman Pengelolaan Logistik Program Malaria ini dapat diselesaikan. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.Diperkirakan 12% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria.data API tahun 2012 adalah 1,69 per 1000 penduduk. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pengendalian malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor serta penyuluhan masyarakat tentang pengertian kesehatan lingkungan yang semuanya ditujukan untuk memutuskan mata rantai penularan malaria. Untuk menunjang kegiatan pengendalian malaria diperlukan manajemen logistik untuk memastikan ketersediaan logistik dalam mencapai eliminasi malaria. Buku ini sebagai panduan operasional pengelolaan logistik program pengendalian Malaria untuk menjamin ketersediaan dan kualitas logistik program pengendalian Malaria sesuai dengan kebutuhan. Harapan kami, buku pedoman ini dapat membantu dan memberikan manfaat bagi petugas dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan logistik malaria. Kepada semua pihak yang telah mendukung diterbitkannya buku pedoman ini, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, Mei 2013 Direktur Jenderal PP dan PL Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama 2

3 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunianya buku Pedoman Pengelolaan Logistik Program Malaria ini dapat diselesaikan. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tujuan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan antara lain adalah agar diperoleh obat dan perbekalan kesehatan yang terjamin keamanan, mutu dan khasiatnya serta dalam rangka mendukung Pelayanan Kesehatan Dasar melalui ketersediaan dan keterjangkauan obat bagi masyarakat luas. Alokasi dana untuk pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik, terutama di negara berkembang relatif terbatas, untuk itu prinsip efektif dan efisien dalam penggunaan dana yang dipergunakan untuk pengadaan obat dan perbekalan kesehatan mutlak diperlukan. Kebijakan satu pintu (One Gate Policy) merupakan sistem yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit terkait. Dengan melakukan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan yang diawali dengan perencanaan kebutuhan melalui analisa kebutuhan yang dapat dipertanggungjawabkan, diharapkan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dapat mendekati kebutuhan nyata dari unit Instalasi Farmasi baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Buku ini sebagai panduan operasional pengelolaan logistik program pengendalian Malaria untuk menjamin ketersediaan dan kualitas logistik program pengendalian Malaria sesuai dengan kebutuhan. Harapan kami, buku pedoman ini dapat membantu dan memberikan manfaat bagi petugas dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan logistik malaria. Kepada semua pihak yang telah mendukung diterbitkannya buku pedoman ini, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, Mei 2013 Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D 3

4 KATA PENGANTAR Untuk mencapai target eliminasi malaria di seluruh Indonesia, kegiatan pengendalian malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu melalui kerjasama dengan semangat kemitraan dan menjadi bagian integral dari pembangunan nasional. Masalah malaria terkait dengan berbagai aspek seperti aspek parasit sebagai penyebab penyakit, aspek lingkungan dan perilaku masyarakat terkait dengan penularan dan aspek vektor atau nyamuk sebagai penular malaria. Beban penyakit malaria yang besar terutama di beberapa wilayah, membutuhkan dukungan logistik yang mencukupi. Logistik program pengendalian malaria mencakup beberapa jenis yaitu: Obat Anti Malaria (OAM), Alat dan bahan diagnostik, Insektisida dan logistik lainnya Ruang lingkup aspek pembahasan di dalam buku ini meliputi siklus manajemen logistik yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, penggunaan serta unsur penting lainnya seperti sumber daya manusia, sistem informasi, pembiayaan dan jaminan mutu. Buku pedoman ini diharapkan dapat menjadi pegangan dan panduan operasional bagi semua pelaksana pengelola logistik dalam melaksanakan kegiatan pengendalian Malaria di Indonesia, sehingga dapat menjamin ketersediaannya baik dalam jumlah, jenis, spesifikasi dan mutunya sesuai dengan kebutuhan. Saran-saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih menyempurnakan pedoman ini. Jakarta, Mei 2013 Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan RI dr. Andi Muhadir, MPH 4

5 TIM PENYUSUN 1. Pengarah : dr. Andi Muhadir, MPH (Direktur PPBB) dr. Bayu Teja Mulyawan, Apt, M.Pham, MM (Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 2. Penanggung jawab : dr. Asik, MPPM (Kasubdit Malaria) 3. Koordinator : dr. Elvieda Sariwati, M.Epid (Kasie Bimbingan dan Evaluasi) 4. Editor : 1. dr. Niken Wastu Palupi, MKM (Subdit Malaria) 2. Adhi Sambodo, ST, MKM (Subdit Malaria) 3. Ratih Ketana Hapsari, ST (GF Malaria) 4. Kontributor dan Pembahas : 1. Drs. Heru Sunaryo, Apt (Kasubdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan) 2. Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt (Kasubdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan) 3. Dra. Sa diah, Apt, M.Kes (Kasubdit Analisis dan Standarisasi Harga Obat) 4. Drs. Syafrizal, Apt. (Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan) 5. Harwanti Nana Andini, S.Si, Apt (Kasie Perencanaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan) 6. Syahidah, S.Si, Apt (Kasie Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan) 7. dr. Ali Sungkar, Sp.OG (Komli FNGM, RSCM Jakarta) 8. dr. Ali Muhtar, SpPark, MARS (Komli FNGM, BBLK Jakarta) 9. dr. Ann Natalia Umar (Komli FNGM, Direktorat Peyehatan Lingkungan Kemenkes) 10. dr. P.R. Arbani, MPH (Komli FNGM) 11. Dr.dr. Aryati, MS, Sp.PK(K) (Komli FNGM, FK Unair) 12. dr. Asep Purnama, Sp.PD (Komli FNGM, RS TC Hiler 13. dr. Budi Setiawan, Sp.PD, KPTI (Komli FNGM, FK UI RSCM) 14. dr. Carta A Gunawan, Sp.PD (Komli FNGM, Univ. Mulawarman Kalimantan Timur) 15. dr. Damar Tribuwono (Komli FNGM, BBPVRP Salatiga) 16. Dr. Dasril Nizam, Sp.PD (Komli FNGM, IDI) 17. Dr. Detty Siti Nurdiati, MPH, PhD, Sp.OG(K) (Komli FNGM, UGM Yogyakarta) 18. Dr.Syafruddin, PhD (Lembaga Eijkman) 19. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K) (Komli FNGM, RSHS Bandung) 20. Prof. Dr. Emilia Tjitra, PHd (Komli FNGM, Balitbangkes) 21. dr. Ferdinand Laihad (Komli FNGM) 22. Prof. Dr. Dr. Inge Sutanto, Mphill, SpPark. (Komli FNGM) 23. Prof.dr. Iwan Dwiprahasto, Mmed, ScM, PhD (Komli FNGM, FK UGM) 24. dr. Muhammad Husein Gassem, PhD, Sp.PD, KPTI (Komli FNGM, FK UNDIP) 25. Prof.Dr.dr. Mulyanto (Komli FNGM, RSU Mataram NTB) 5

6 26. dr. Paul Hariyanto, Sp.PD, KPTI (Komli FNGM, RS Bethesda Tomohon Manado) 27. Jeff Muschell (USAID) 28. Prof.Dr. RH.H. Nelwan, DTM, SpPD,KPTI (Komli FNGM) 29. Dra. Rawina Winata, MS (Komli FNGM, Departemen Parasitologi FK UI) 30. dr. Reny Hariati Bagus Sp.A (Komli FNGM, RSUD Jayapura Papua) 31. Prof.dr. Rianto Setiabudi (Komli FNGM, FK UI) 32. Dra. Rintis Noviyanti PHD (Komli FNGM, Lembaga Eijkman) 33. Prof.Dr. Sugeng Yuwono Mardihusodo, MSc (Komli FNGM) 34. Prof.Dr.dr. Supargiyono, DTM&H, PhD, Sp.Park (Komli FNGM, UGM Yogyakarta) 35. Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K) (Komli FNGM, USU) 36. dr. Thomas Suroso (Komli FNGM) 37. Dr. drh. Hj. Upik Kesumawati, MS (Komli FNGM, IPB) 38. William Hawley (UNICEF) 39. Drs. Winarno, MSc (Komli FNGM, P4I) 40. Prof.Dr.dr. Yoes Priyatna Dachlan, MSc, Sp.Park (Komli FNGM, FK Unair) 41. dr. Worowijat (Subdit Malaria) 42. Drs. Sabar Paulus, Msi (GF Malaria) 43. Dra. Sekartuti (TWG Malaria) 44. dr. Sri Widyastuti (TWG Malaria) 45. DR. Lukman Hakim (Koordinator PMU GF Malaria) 46. Hermawan Susanto, Ssi (Subdit Malaria) 47. Arief Munandar, Amd (Subbag TU, Ditjen PPBB) 48. Lukman Hakim, SE (GF Malaria) 49. Sarwono (Subdit Malaria) 6

7 SINGKATAN ACT API BASTO BMN CPOB E-Sismal FDC IRS KLB KOMLI KOPEM LLIN LPLPO MDGs NPIK OAM PBF Posmaldes RDT RPJMN SAS SBBK ULP UPK WHO Artemisinin-based Combined Therapy Annual Paracite Incidence Berita Acara Serah Terima Barang Operasional Barang Milik Negara Cara Pembuatan Obat Yang Baik Elektronik Sistem Informasi Surveilans Malaria Fixed dose combination Indoor Residual Spraying Kejadian Luar Biasa Komisi Ahli Komando Operasi Pembasmian Malaria Long Lasting Insecticidal Net Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat Milenium Development Goals Nomor Pengenal Importir Khusus Obat Anti Malaria Pedagang Besar Farmasi Pos Malaria Desa Rapid Diagnostic Test Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Special Access Scheme Surat Bukti Barang Keluar Unit Layanan Pengadaan Unit Pelayanan Kesehatan World Health Organization 7

8 DAFTAR ISI SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL... 2 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN... 3 KATA PENGANTAR... 4 TIM PENYUSUN... 5 SINGKATAN... 7 DAFTAR ISI... 8 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MAKSUD DAN TUJUAN RUANG LINGKUP SASARAN BAB II PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA BAB III BAHAN DAN ALAT PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA OBAT ANTI MALARIA (OAM) OAM untuk Malaria Tanpa Komplikasi OAM untuk Malaria dengan Komplikasi OAM untuk Ibu Hamil ALAT DAN BAHAN DIAGNOSTIK ALAT &BAHAN PENGAMATAN/PENGENDALIAN VEKTOR A. ALAT : B. BAHAN : FORMULIR PENCATATAN DAN PELAPORAN LOGISTIK LAINNYA BAB IV MANAJEMEN LOGISTIK SIKLUS MANAJEMEN LOGISTIK PERAN DAN TANGGUNGJAWAB PENGELOLAAN OAM BAB V PERENCANAAN SELEKSI PRODUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN OAM PERHITUNGANKEBUTUHAN BAHAN DAN ALAT LABORATORIUM

9 5.4. PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN DAN ALAT PENGENDALIAN VEKTOR BAB VI PENGADAAN PENGADAAN Tujuan Pengadaan Kebijakan mengenai Pengadaan Langkah-langkah pengadaan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Kriteria logistik Persyaratan Pemasok Metode Pengadaan Penentuan Waktu Pengadaan Pemantauan Status Pesanan PENERIMAAN BAB VII PENYIMPANAN PENATAAN BARANG ADMINISTRASI GUDANG MANAJEMEN PERSEDIAAN BAB VIII DISTRIBUSI BAB IX PENGGUNAAN BAB X DUKUNGAN MANAJEMEN PENGORGANISASIAN KEBIJAKAN MANAJEMEN OBAT SATU PINTU (ONE GATE POLICY) SUMBER DAYA MANUSIA PEMBIAYAAN SISTIM INFORMASI DAN EVALUASI INDIKATOR PENGELOLAAN LOGISTIK PENCATATAN DAN PELAPORAN BAB XI JAGA MUTU LOGISTIK PENGUJIAN SECARA ORGANOLEPTIK PENGUJIAN SECARA LABORATORIUM SAMPLING Tujuan sampling Proses Sampling UJI MUTU TERHADAP LOGISTIK NON OAM Prosedur Jaga Mutu dan Monitoring kualitas RDT di lapangan

10 Tujuan Sasaran Lokasi Waktu Quality Assurance (QA) RDT Malaria Monitoring RDT secara fisik Inspeksi Secara Visual Sampling Produk RDT yang rusak, tidak lengkap atau kadaluwarsa Ruang Penyimpanan Tanpa AC Ruang Dengan AC Memonitor Temperatur Monitoring RDT secara Laboratorium Penutup TINDAK LANJUT HASIL UJI MUTU PENGHAPUSAN DAN PEMUSNAHAN LOGISTIK LANGKAH KEGIATAN PENGHAPUSAN DAN PEMUSNAHAN LOGISTIK BAB XII DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN SPESIFIKASI BARANG PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA LAMPIRAN I SPESIFIKASIOBAT ANTI MALARIA (OAM) LAMPIRAN II SPESIFIKASI KEMASAN OAM LAMPIRAN III SPESIFIKASI MIKROSKOP BINOKULER(UNTUK PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA) LAMPIRAN IV SPESIFIKASI SPRAYCAN LAMPIRAN V SPESIFIKASI LABORATORIUM KIT MALARIA DAN PERLENGKAPANNYA LAMPIRAN VI SPESIFIKASI RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) MALARIA LAMPIRAN VII SPESIFIKASI LLIN LAMPIRAN VIII SPESIFIKASI KEMASAN LLIN LAMPIRAN IX SPESIFIKASI LAMBDA CYHALOTHRIN LAMPIRAN X

11 LAPORAN LOGMAL LAMPIRAN XI LAPORAN FORM INVENTARIS LAMPIRAN XI LAPORAN FORM SUBDIT

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Malaria di dunia berdasarkan The World Malaria Report 2011 sebanyak lebih dari 655 ribu orang meninggal pada tahun 2010 dimana 81% terjadi di Afrika, dan 6% nya terjadi di Asia. Secara keseluruhan terdapat 3,3 Milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko (endemis) malaria yang terdapat di 106 negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi transmisi malaria (Berisiko Malaria/Risk-Malaria), dimana pada tahun 2010 terdapat sekitar kasus malaria positif, sedangkan tahun 2011 menjadi kasus. Di Indonesia kejadian penyakit malaria dan terjadinya Kejadian Luar Biasa malaria sangat berkaitan erat dengan beberapa hal sebagai berikut: 1) Adanya perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk penular malaria; 2) Mobilitas penduduk yang cukup tinggi; 3) Perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan lebih panjang dari musim kemarau; 4) Tidak efektifnya pengobatan karena terjadi resisten klorokuin dan meluasnya daerah resisten, serta 5) Menurunnya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan malaria secara terpadu. Di Indonesia penyakit malaria masih menempati posisi sebagai penyakit menular yang menjadi masalah terhadap tingginya angka kesakitan dan kematian serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahun 2009 kabupaten/kota yang termasuk daerah endemis tinggi sebanyak 24,1 %, pada tahun 2010 sebanyak 16,97% dan pada tahun 2012 sebanyak 12,88 %. Data kasus tahun 2012 mempunyai tingkat kelengkapan laporan sebesar 80%. Secara nasional kasus malaria selama tahun cenderung menurun yaitu pada tahun 2005 angka Annual Paracite Incidence (API/ Insidens parasit malaria) sebesar 4,10 per 1000 menjadi 1,69 per 1000 penduduk pada tahun Angka ini cukup bermakna karena diikuti dengan intensifikasi upaya pengendalian malaria yang salah satu hasilnya adalah peningkatan cakupan pemeriksaan sediaan darah atau konfirmasi laboratorium (lihat grafik Persentase Pemeriksaan Sediaan darah suspek Malaria tahun ). Angka kematian malaria tahun 2012 di Indonesia sebanyak 252 orang. Dari tahun pemeriksaan sediaan darah terhadap jumlah suspek malaria terus meningkat secara signifikan yaitu pada tahun 2008 sebesar 48% sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 93%. Pencapaian Persentase penderita malaria yang diobati ACT pada tahun 2012 adalah sebesar 81, 78% yaitu setiap penderita tersangka malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan apabila hasilnya positif maka diobati menggunakan ACT. Angka ini meningkat dibanding tahun 2010 yang baru mencapai 66,3%. 12

13 Dalam program pengendalian malaria selain harus memperhatikan beberapa faktor penyebab tersebut, yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk menjaga ketersediaan serta kualitas logistik dalam mendukung pelaksanaan program pengendalian malaria. Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun Salah satu program penting yang sedang di jalankan dalam mendukung pencapaian target dalam pengendalian malaria adalah peningkatan dukungan manajemen logistik malaria termasuk Obat Anti Malaria (OAM) yang tepat waktu dan terjaga ketersediaannya Maksud dan Tujuan Buku ini sebagai panduan operasional pengelolaan logistik program pengendalian Malaria untuk menjamin ketersediaan dan kualitas logistik program pengendalian Malaria sesuai dengan kebutuhan 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup pembahasan buku panduan ini meliputi siklus manajemen logistik yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, penggunaan serta dukungan manajemen lainnya antara lain organisasi, sumber daya manusia, pendanaan, sistem informasi dan jaminan mutu Sasaran Sasaran utama buku panduan ini adalah petugas pengelola program Malaria, gudang farmasidan pengelola logistik Malaria di semua tingkatan, mulai dari tingkat pusat hingga puskesmas serta seluruh lintas program dan lintas sektor terkait. 13

14 BAB II PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA Program pengendalian malaria di Indonesia sudah berjalan lama dan mengalami berbagai perkembangan, dimulai sejak pencanangan Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM) tanggal 12 November 1959 oleh Presiden RI Pertama Ir. Soekarno yang akhirnya ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Nasional hingga saat ini dimana strategi program di arahkan untuk mencapai Eliminasi Malaria di Indonesia pada tahun Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium yang menginfeksi eritrosit (sel darah merah). Parasit ini ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Parasit harus melewati siklus hidup yang pada tubuh nyamuk dan manusia sebelum ditularkan. Penyebab malaria adalah parasit dari genus Plasmodium, dan terdiri dari 5 spesies : - Plasmodium falciparum - Plasmodium vivax - Plasmodium malariae - Plasmodium ovale - Plasmdium Knowlesi Dalam perjalanannya program pengendalian malaria telah mengalami berbagai perkembangan diantaranya dalam upaya pendekatan intervensi seperti perkembangan dalam upaya pencegahan, pengobatan maupun promosi.untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah dirumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Programme. Sejalan dengan upaya tersebut, Program Pengendalian Malaria di Indonesia telah menetapkan Kebijakan Nasional yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun Target Eliminasi Malaria a. Eliminasi di Kepulauan Seribu (DKI), Bali, Batam:2010 b. Eliminasi di Jawa, NAD, Kepri: 2015 c. Eliminasi di Sumatra, NTB, Kalimantan, Sulawesi:2020 d. Eliminasi di Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Maluku Utara:

15 2.1. Kebijakan dan Strategi Program Pengendalian Malaria Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA ke-60 tahun 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah dirumuskan WHO melalui Global Malaria Programme. Upaya pengendalian malaria telah dilakukan sejak lama, dimulai pada tahun , pada akhir periode ini yaitu pada tanggal 12 November 1959, di Yogyakarta Presiden pertama RI yaitu Presiden Soekarno telah mencanangkan dimulainya program pembasmian malaria yang dikenal dengan sebutan Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM). Tanggal 12 November tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Nasional. Pada masa KOPEM upaya pengendalian malaria hanya dilakukan di Jawa, Bali dan Lampung dengan intervensi utama menggunakan IRS dan pengobatan malaria presumtif dengan menggunakan Klorokuin setelah diketahui hasil pemeriksaan darah positif diberikan pengobatan radikal dengan Klorokuin dan Primakuin. Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun Komitmen eliminasi malaria ini didukung oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Edaran Mendagri No /465/SJ Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria Di Indonesia. Penitikberatan pembangunan kesehatan, dilakukan melalui pendekatan preventif dan kuratif dengan meningkatkan kesehatan masyarakat dan pencapaian sasaran Milenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 dimana malaria merupakan salah satu tujuan ke 6 MDGs dan RPJMN dalam rangka upaya penurunan angka kesakitan malaria. Berdasarkan Inpres No.3 tahun 2010 tentang percepatan pencapaian MDGs salah satunya program pengendalian malaria angka API tahun 2015 adalah 1 per penduduk. VISI DAN MISI Visi : MASYARAKAT SEHAT, BEBAS MASALAH MALARIA, MANDIRI DAN BERKEADILAN Misi : 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani dalam pengendalian Malaria. 2. Menjamin ketersediaan pelayanan Malaria yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian Malaria. 4. Menciptakan tata kelola program Malaria yang baik. 15

16 KEBIJAKAN DAN STRATEGI Kebijakan dan strategi dalam upaya mencapai eliminasi malaria adalah sebagai berikut: a. Kebijakan 1) Pengendalian malaria dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penilaian serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan biaya operasional. 2) Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah dan meningkatkan tatakelola program yang baik serta peningkatan efektifitas, efisiensi dan mutu program. 3) Layanan tatalaksana kasus malaria dilaksanakan oleh seluruh fasilitas Pelayanan Kesehatan dan dilakukan secara terintegrasi ke dalam sistem layanan kesehatan dasar 4) Diagnosis Malaria harus dilakukan dengan konfirmasi mikroskop atau tes diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test /RDT) dan Pengobatan menggunakan Terapi kombinasi berbasis Artemisin (Artemisinin Based Combination Therapy /ACT) sesudah konfirmasi laboratorium. 5) Pencegahan penularan malaria melalui penggunaan kelambu berinsektisida berjangka panjang (Long Lasting Insecticidal Net s/ LLINs) penyemprotan rumah (IRS/Indoor Residual Spraying), penggunaan repellent dan upaya yang lain yang terbukti efektif, efisien, praktis dan aman. 6) Penggalangan kerja sama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, dunia pendidikan, organisasi profesi, swasta dan masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan Forum Nasional Gebrak Malaria 7) Memperkuat inisiatif Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat. (mengintegrasikan pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) kedalam Desa Siaga). 8) Memperhatikan strategi, kebijakan dan komitmen nasional, regional dan internasional. b. Strategi 1) Memperluas cakupan dan akses layanan yg bermutu. 2) Penemuan dini dan pengobatan penderita 3) Pencegahan dan Pengendalian Vektor serta faktor risiko secara terpadu 4) Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat 5) Menggalang dan penguatan kemitraan 6) Penguatan dan pemanfaatan sistem informasi strategis 7) Penelitian dan pengembangan program 8) Promosi, advokasi dan mobilisasi sosial 9) Meningkatkan kualitas SDM dan ketersediaan logistik program 10) Mendorong komitmen pemerintah daerah dan pusat 16

17 BAB III BAHAN DAN ALAT PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA Dalam Manajemen Program Pengendalian Malaria, logistik malaria dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Obat Anti Malaria (OAM) dan Bahan/Alat Kesehatan Obat Anti Malaria (OAM) OAM yang digunakan program pengendalian Malaria di Indonesia ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan / Ditjen PP dan PL berdasarkan rekomendasi dari Komisi Ahli (KOMLI) dan Forum Gebrak Malaria Nasional dengan memperhatikan beberapa panduan OAM yang diusulkan rekomendasi dari WHO. Secara umum OAM yang dipergunakan dalam program pengendalian malaria saat ini adalah: Nama obat Sediaan Dosis Dewasa Dosis Anak 1.DHP Fixed dose combination/fdc (DHA 40mg dan PPQ 320mg) DHA 2-4mg/kgBB/hr PPQ 16-32mg/kgBB/hr Diberikan selama 3 hari DHA 2-4mg/kgBB/hr PPQ 16-32mg/kgBB/hr (dosis anak tidak boleh melebihi dosis dewasa) Diberikan selama 3 hari 2.Kombinasi Artesunat- Amodiakuin 3.Kina Co-blister a.tablet 200 mg b.injeksi 1ampul=2cc Kina HCl 25% 500mg Artesunat 4mg/kgBB/hr Amodiakuin basa 10mg/kgBB/hr Diberikan selama 3 hari 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis. Diberikan selama 7 hari Loading dose 20mg/kgBB Maintenance dose 10 mg/ kgbb 4.Doksisiklin Kapsul 100 mg 3.5mg/kgBB/hari Diberikan 2xperhari 5.Tetrasiklin Kapsul dan Tablet 4mg/kgBB/kali 250 mg Diberikan 4xperhari 6.Klindamisin Kapsul 75mg,150mg, 10mg/kgBB/hari dan 300mg Diberikan selama 7 hari 7.Artemeter + Tablet FDC (20mg >35 kg 2x4 tab Lumefantrin artemeter+120mg Diberikan selama 3 hari lumefantrin) Artesunat 4mg/kgBB/hr Amodiakuin basa 10mg/kgBB/hr (dosis anak tidak boleh melebihi dosis dewasa) Diberikan selama 3 hari 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis Diberikan selama 7 hari 10mg/kgBB, umur<2 bln dosis 6-8mg/kgBB 2.2 mg/kgbb/hari Diberikan 2xperhari 4mg/kgBB/kali Diberikan 4xperhari 10mg/kgBB/hari Diberikan selama 7 hari 5-14 kg : 2x1 tab (3 hari) kg : 2x2 tab (3 hari) kg ; 2x3 tab(3 hari) 8.Artesunat Vial (1cc=60mg) 2.4 mg/kgbb 2.4 mg/kgbb 9.Artemeter Ampul (1cc=80mg) 1.6mg/kgBB 1.6mg/kgBB 17

18 OAM untuk Malaria Tanpa Komplikasi Malaria falsiparum dan vivaks Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT di tambah primakuin.dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks,primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgbb, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgbb.sesuai rekomendasi Komisi Ahli Diagnosis dan Pengobatan Malaria Forum Nasional Gebrak Malaria, pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini: Dihidroartemisinin-Piperakuin (DHP) atau Artesunat-Amodiakuin + Primakuin - Pengobatan malaria vivaks yang relaps Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgbb/hari. - Pengobatan malaria ovale Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT dan primaquin. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks - Pengobatan malaria malariae Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin - Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/p.ovale Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgbb/hari selama 14 hari OAM untuk Malaria dengan Komplikasi Penangan kasus malaria berat dapat dibedakan berdasarkan kondisi fasilitas kesehatan dimana kasus tersebut di tangani, yaitu 1. Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap dan berikan artemeter intramuskular dosis awal (3,2mg/kgbb), 2. sedangkan untuk malaria berat di puskesmas/rumah sakit yang memiliki fasilitas rawat inap diberikan Artesunat intravena, secara rinci sebagai berikut: - Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan artemeter intramuskular atau kina drip.artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat. - Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgbb intramuskular. Pada hari berikutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. - Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intravena/artemeter intramuskular dan pada ibu hamil trimester pertama. 18

19 OAM untuk Ibu Hamil Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya, perbedaan adalah pada pemberian obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin Alat dan Bahan Diagnostik Secara garis besar logistik bahan dan alat kesehatan dibagi dalam dua kelompok, yaitu barang habis pakai dan tidak habis pakai. Barang Habis Pakai: 1. Alat & Bahan Laboratorium, yang terdiri dari : a. Alat : Rapid Diagnostic Test (RDT) Object Glass Slide Box Vaccinostyle Autoclick Hand Scoon Lens Paper b. Bahan : Giemsa Anisol Methanol PA Buffer tablet Tidak Habis Pakai: 1. Alat & Bahan Laboratorium: Mikrosope Binokuler Beaker glass polyprophylene/plastic Measuring glass polyprophylene/plastic Bottle polyprophylene/plastic Dropping pipet Drying rack made from teakwood Spreading bottle 500 cc Stainning tray made from teakwood Dropping bottle 30 cc approx Interval timer (chine) Slide 20 slide Jerry can plastic 5 liter Hand tally counter 19

20 3.3. Alat &Bahan Pengamatan/Pengendalian Vektor a. Alat : Long Lasting Insecticide Nets (LLIN/Kelambu Berinsektisida) Spraycan Sukucadang spraycan Mistblower Mikroskop Stereo Slynghygrometer Thermometer Min-Max Refractometer Lensatic Compass Cidukan larva b. Bahan : Susceptibility Test Bahan survey Insektisida untuk IRS Insektisida untuk Kelambu Altosid Briquet Bti H Formulir pencatatan dan pelaporan a. Formulir penemuan penderita b. Formulir pengendalian vektor c. Formulir SKD KLB d. Formulir Stok Logistik dan stok out 3.5. Logistik Lainnya a. Barang cetakan lainnya seperti leaflet, brosur, poster, lembar balik, stiker, buku pedoman dan lain-lain. b. Alat Tulis Kantor, seperti: kertas, tinta printer, map, odner. c. Kendaraan d. Komputer e. Laptop f. Printer g. Telpon h. Air Conditioner i. Lemari j. Filing Cabinet k. LCD/Infocus l. Brand cast m. Meubeler (meja, kursi) 20

21 Barang- barang tidak habis pakai tersebut, statusnya sebagai aset, ditentukan dengan mengacu pada peraturan pemerintah dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). 21

22 BAB IV MANAJEMEN LOGISTIK 4.1. Siklus Manajemen Logistik Pengelolaan logistik dalam panduan ini sesuai siklus manajemen logistik yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan. Siklus ini akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh suatu dukungan manajemen yang meliputi organisasi, pendanaan, sistem informasi dan sumber daya manusia. Rangkaian antara siklus dan dukungan manajemen ini dipayungi oleh Kebijakan dan Aspek Hukum yang berlaku. Siklus Manajemen Logistik Untuk mendukung pencapaian program pengendalian malaria secara maksimal perlu adanya dukungan logistik yang optimal dan selalu tersedia.untuk menjamin ketersediaan logistik yang optimal, maka siklus logistik mulai dari pemilihan bahan, perhitungan kebutuhan dan pengadaan, manajemen penyimpanan serta kebutuhan pemakai (user) harus terjaga dengan baik kelangsungannya. Manajemen logistik dapat di artikan sebagai tahapan proses pengaturan ketersediaan barang mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pada kegiatan penyaluran dan penyimpanan barang dan jasa serta informasi terkait mulai dari titik asal sampai titik konsumsi yang bertujuan memenuhi kebutuhan pemakai. 22

23 Secara umum dapat di bagi menjadi empat kelompok besar kegiatan, yaitu: 1. Seleksi Produk Dalam setiap sistem logistik produk yang akan dipakai harus melalui proses pemilihan, sehingga produk yang di adakan diharapkan sesuai dengan keinginan pemakai. Proses seleksi produk dalam system Manajemen Kesehatan menjadi tanggung jawab institusi atau badan yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Dengan adanya mekanisme seleksi produk, diharapkan tujuan untuk menghasilkan produk yang terjaga kualitasnya dan terjamin secara hukum yang berlaku dapat tercapai. 2. Perencanaan kebutuhan (kualifikasi) dan Pengadaan Proses selanjutnya di dalam manajemen logistik adalah perencanaan kebutuhan. Dalam tahap ini dilakukan perhitungan untuk menentukan jumlah kebutuhan yang ideal, termasuk memperkirakan (estimasi) ketersediaan selama masa transisi sebelum pengadaan di tahun berikutnya (buffer stock). Estimasi adalah suatu proses untuk menentukan jenis dan jumlah barang/jasa yang diperlukan, dengan memilih metode apa yang perlu digunakan untuk analisis kebutuhan (misalnya epidemiologi, kesakitan, pemakaian, kapasitas pelayanan kesehatan). Estimasi ini menunjukkan jumlah target dalam periode tertentu dan jumlah cadangan/buffer stock yang diperlukan. Setelah terencana kebutuhan yang akan dilaksanakan, maka dilanjutkan dengan proses pengadaan barang. Proses ini akan berjalan dengan baik dan menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan (right quantity and right product) apabila proses perencanaan dilaksanakan secara benar serta memperhatikan faktor kebutuhan, manfaat dan kualitas produk. 3. Manajemen Persediaan Manajemen Persediaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur dan memastikan ketersediaan pengiriman barang berkualitas yang dapat diandalkan dan tidak terputus untuk unit-unit yg membutuhkan. Sistem pengendalian persediaan maksimum dan minimum di dasarkan kepada ketepatan dalam pengambilan keputusan isi ulang.terhadap persediaan, yang mengakomodasi beberapa hal: a. Konsumsi saat ini, b. Stock on hand, dan c. Penetapan tingkat buffer stock didasarkan pada waktu tunggu dan interval permintaan Dengan system manajemen persediaan barang diharapkan permasalahan yang sering timbul dalam pengelolaan barang, seperti putus stok (stock out) dapat di hindari. Tujuan pelaksanaan manajemen persediaan adalah: a. Mengetahui kapan harus membuat permintaan/pengeluaran (order or issue) 23

24 b. Mengetahui berapa banyak jumlahpermintaan/pengeluaran c. Menjaga jumlah stock yg cukup utk menghindari kekosongan (stock-outs) atau kelebihan stok (over-stock) yang berakibat barang kadaluarsa Rekomendasi untuk pengendalian persediaan: a. Panjang alur proses harus mengakomodasi umur efektif (shelf life) barang b. Bila permintaan tak dapat diprediksi, perlu dipertimbangkan: - Tingkatkan buffer stock - Perpendek lama waktu proses - Penentuan kebutuhan yg akurat c. Implementasikan laporan rutin dan siklus permintaan penyimpanan - Melindungi kualitas barang dan kemasannya sepanjang berada dalam rantai suplai - Membuat barang tersedia untuk distribusi Umur barang adalah panjang waktu suatu barang dapat disimpan tanpa berakibat terhadap kegunaan, keamanan, keaslian atau potensinya, dengan asumsi barang disimpan mengikuti petunjuk penyimpanan yang benar. 4. Pemakaian yang rasional Penggunaan/pemanfaatan barang harus sesuai dengan kebijakan program, contoh Artemisinin Combination Therapy (ACT), bahan dan peralatan lab, Insectisida untuk IRS dan teknis pelaksanaannya. Harus tersedia sistem monitoring baku untuk pengggunaan barang secara rasional termasuk lama masa pengobatan, lama aplikasi insektisida dan sebagainya. 5. Monitoring dan pelaporan Komoditas yang diadakan harus dipantau mulai dari awal pengadaan sampai barang tersebut diterima di gudang dan dipergunakan di lapangan. Pemantauan dan monitoring harus dilakukan berdasarkan siklus/mekanisme pelaporan dan dilaporkan ke pihak yang bertanggung jawab sesuai mekanisme yang di tetapkan. Barang dan jasa yang diadakan harus digunakan secara optimum, dengan demikian pencatatan dan diinventarisasi barang yang baik perlu dimonitor dan dievaluasi secara teratur. Setiap pemantauan dan evaluasi harus menggunakan draft/formulir monitoring dan pelaporan yang terstandar sesuai kebutuhan. Setelah produk diterima di gudang, harus disimpan sampai dibutuhkan oleh pemakai. Penentuan berapa banyak stock harus disimpan pada setiap tingkat sistem logistik merupakan kegiatan yang penting, sehingga ketersediaan sistem kontrol yang efektif sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kekurang atau kelebihan stock (under dan over-stocking) di setiap tingkatan. Pelaksanaan dari fungsi-fungsi tersebut didasarkan atas kebijakan dan peraturan perundang-undangan seperti : UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 24

25 PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan A!at Kesehatan Kepres No.80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa instansi Pemerintah Kepmenkes No. 145/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kab/Kota. Kepmen Kesehatan No. 1426/MenkesJSKiXI/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.(Cetakan kedua tahun 2005) Kepmen Kesehatan No. 1427/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pengadaan Obat Pe!ayanan Kesehatan Dasar. Keputusan Kepala Badan POM No. HK tgl 2 Juli 2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), lain lain 4.2. Peran dan Tanggungjawab Pengelolaan OAM Peran dan tanggung jawab di tiap tingkatan/level pelaksana program berbeda-beda sesuai dengan tanggung jawab dan kebutuhan program di masing-masing level tersebut. Secara umum peran dan tanggung jawab dari masing-masing level dapat dibagai menjadi beberapa tahap sesuai dengan siklus logistik. Gambar.4. Peran dan Tanggungjawab Pengelolaan OAM pada Setiap level Kegiatan No Kegiatan Penanggung Jawab Waktu Dokumen Pendukung 1 Pemilihan Obat Komli Disesuaikan dengan kondisi 2 Perencanaan Kabupaten Provinsi Tim perencanaan obat terpadu Tim perencanaan obat terpadu Juli Sept Juli Sept WHO Drugs List, Hasil Riset, LPLPO, Logmal 2a dan Logmal 2b Pusat Tim logistik Sept - okt 3 Pengadaan Sesuai Perpres 80 tahun 2010 beserta Kabupaten Dinkes Kabupaten perubahannya Provinsi Dinkes Provinsi Pusat APBN Direktorat Bina Farmasi Mar Juni Bantuan Luar Negeri Direktorat P2B2 Sewaktu waktu 25

26 No Kegiatan Penanggung Jawab Waktu Dokumen Pendukung 4 Penyimpanan Unit Pelayanan Kesehatan Kabupaten Pengelola Obat Disesuaikan LPLPO, Kartu Stok Instalasi Farmasi Kabupaten Per triwulan Provinsi Instalasi Farmasi Provinsi Per triwulan Surat bukti barang keluar, Berita Acara Serah terima Pusat Gudang Pusat Disesuaikan 5. Distribusi Kabupaten IFK dan Pengelola Program Disesuaikan LPLPO Provinsi IFP dan Pengelola Program Disesuaikan Surat Permintaan, Surat Bukti Keluar Pusat Binfar dan P2PL Disesuaikan Surat Permintaan, Surat Bukti Keluar 6. Penggunaan Obat UPK Program Malaria Disesuaikan E-Sismal 7. Pemantauan dan Evaluasi Kabupaten Pengelola Program Malaria Per triwulan LPLPO, Ceklist Supervisi Provinsi Pengelola Program Malaria Per triwulan Rekapitulasi,Ceklist supervisi Pusat Binfar< Badan POM dan P2PL Per triwulan Rekapitulasi, Ceklist supervisi 26

27 BAB V PERENCANAAN Perencanaan adalah langkah pertama dalam siklus pengelolaan logistik. Kegiatan ini meliputi proses seleksi perencanaan kebutuhan, penentuan sasaran, penetapan tujuan dan target, penentuan strategi dansumber daya yang akan digunakan. - Penentuan jumlah kebutuhan logistik di hitung berdasarkan kasus suspect tahun sebelumnya, perkiraan jumlah stock awal tahun perencanaan dan jumlah pesanan yang akan diterima - Khusus perencanaan OAM yangakan digunakan merupakan gabungan dari kedua pendekatan metode konsumsi dan morbiditas. Perencanaan kebutuhan setiap kategori OAM didasarkan pada jumlah pasien yang telah diobati tahun lalu, jumlah stok yang ada sekarang, lead time, target penemuan kasus tahun depan. Perencanaan OAM dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Pada tingkat Kabupaten/Kota hal ini dilakukan oleh tim Perencanaan Obat Terpadu yang telah ditetapkan disetiap Kabupaten/Kota. Tim Perencanaan Obat Terpadu minimal terdiri dari pengelola program dan pengelola farmasi. Hasil perencanaan dari Kabupaten/Kota disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi cq Seksi Farmasi untuk dianalisis dan direkapitulasi dengan menggunakan Form Rencana Kebutuhan Obat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi mengirimkan hasil rekapitulasi tersebut kepada Ditjen Binfar dan Alkes sebagai pelaksana pengadaan dengan tembusan kepada ke Ditjen PP dan PL cq Subdit Malaria. Perencanaan untuk buffer stock di tingkat Kabupaten sebesar 10%, Provinsi 10% sedangkan di tingkat Pusat sebagai buffer stock 10 20%. Pelaksanaanperencanaan kebutuhan logistik disesuaikan dengan jadwal penyusunan anggaran disetiap tingkat pemerintahan baik APBD Kabupaten/Kota, Provinsi dan APBN. Berikut ini contoh siklus proses perencanaan dan pengadaan di tingkat Pusat (APBN) yang memperhatikan perencanaan dari Kabupaten/Kota dan Provinsi. Alokasi waktu perencanaan hingga kedatangan logistik di setiap jenjang berbeda-beda. Sebagai contoh, ditingkat Kabupaten dan Provinsi perencanaan dimulai sejak bulan April sampai Juni dan di tingkat Pusat pada bulan Juli sampai September. 27

28 Gambar.5 Contoh Alur Waktu Proses Perencanaan dan Pengadaan Logistik 5.1. Seleksi Produk Penentuan jenis logistik (OAM, Alat & Bahan Laboratorium, Alat & Bahan Pengendalian Vektor) yang dibutuhkan berdasarkan rekomendasi WHO/WHOPES dan hasil kesepakatan komisi ahli dari berbagai penelitian yang dilakukan serta rekomendasi dari institusi yang berwenang di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam spesifikasi teknis (spesifikasi terlampir). Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pemilihan produk antara lain : 1. Efikasi dan keamanan produk sudah terbukti 2. Bukti kinerja produk dalam berbagai kondisi 3. Kualitas, bioavailabilitas dan stabilitas yang memadai 4. Keuntungan rasio biaya yang dapat dipertanggungjawabkan 5. Preferensi produk yang cukup dikenal di negara terkait dan kemungkinan untuk produksi lokal 5.2. Perhitungan Kebutuhan OAM Perhitungan kebutuhan OAM dapat dilakukan dengan berbagai cara/metode, hal tersebut bergantung kepada kelengkapan data yang tersebagai sebagai dasar perhitungan pemenuhan kebutuhan obat. Pada umumnya ada 3 metode yang digunakan untuk mendapatkan perhitungan OAM yang dapat mendekati kebutuhan sebenarnya, yaitu: 1. Metode Konsumsi 2. Metode Morbiditas 3. Metode Proxy Penghitungan perencanaan kebutuhan obat dengan menggunakan metode konsumsi merupakan pilihan terbaik untuk dipergunakan bila tersedia data yang cukup untuk menghitung konsumsi rata rata OAM pertahun. contoh metode perhitungan kebutuhan OAM dengan metode konsumsi: Jumlah OAM yang dibutuhkan = (Kb x Pp) + Bs (Ss+Sp) 28

29 Keterangan : Kb = Konsumsi OAM perbulan (dalam satuan jenis OAM) Pp = Periode perencanaan dan pengadaan (dalam satuan bulan) Bs = Bufer stok ( dalam satuan jenis OAM) =...% x (Kb x Pp) Ss= Stok sekarang (dalam satuan jenis OAM) Sp = Stok dalam pesanan yang sudah pasti (dalam satuan jenis OAM) Alternatif perhitungan OAM berdasarkan jumlah kasus: Kebutuhan OAM = Jumlah Kasus Tahun Lalu + Buffer Stock 3 Bulan + Lead Time 3 Bulan 5.3. PerhitunganKebutuhan Bahan dan Alat Laboratorium Untuk kebutuhan logistik laboratorium habis pakai seperti reagensia, kaca sediaan dan minyak emersi berdasarkan estimasi jumlah suspect malaria yang akan ditemukan. Sebagai contoh : Alat & Bahan Laboratorium, yang terdiri dari : a. Alat : Rapid Diagnostic Test (RDT) : (Diperlukan untuk daerah terpencil, Tidak mempunyai Mikroskopis, penanggulangan KLB dan Screening Ibu Hamil). Object Glass : Jumlah Suspect x % Slide Box : Jumlah Suspect x 2 / 100 Vaccinostyle : Jumlah Suspect + 10% Autoclick : Jumlah Puskesmas x 2 + Jumlah JMD Hand Scoon : Jumlah Fasilitas Yankes x Hari kerja + Jumlah JMD Lens Paper : Jumlah Mikroskop x 12 Dos a. Bahan : Giemsa (100 cc) : 1 Slide = ± 0.3 cc, maka untuk 1 botol 100 cc = 333 slide 300 slide HCI SPR > 10 : 1 pasien positif membutuhkan < 10 suspect MCI SPR 5 10 : 1 pasien positif membutuhkan suspect LCI SPR < 5 : 1 pasien positif membutuhkan > 20 suspect Contoh, target yang akan diobati sebanyak pasien positif malaria di Papua, maka kebutuhan Giemsa /10 suspect = botol Perbandingan penggunaan RDT dengan Lab adalah sebesar 50 : 50, sehingga RDT test Giemsa /10 suspect = botol Anisole (100 cc) : untuk 3000 sediaan darah 29

30 Methanol PA Buffere tablet Untuk kebutuhan logistic tidak habis pakai seperti mikroskop sesuai dengan jumlah UPK yang melakukan pemeriksanaan malaria Perhitungan Kebutuhan Bahan dan Alat Pengendalian Vektor Untuk kebutuhan logistik pengendalian vektor habis pakai seperti Insectisida, Larvasida dan bahan survey berdasarkan estimasi jumlah sasaran kegiatan pengendalian yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh : Alat & Bahan Pengendalian Vektor a. Peralatan : Spraycan : jumlah ideal per desa endemis Sukucadang Spraycan Mist Blower b. Bahan : Insektisida untuk penyemprotan rumah : Sesuai dengan kebijakan kegiatan program pengendalian malaria, kegiatan IRS dilakukan jika terjadi kenaikan kasus/kejadian Luar Biasa (KLB) dan pada desa dengan API > 40 No Jenis Insektisida (Dosis) Konsentrasi Bahan Aktif Dalam Suspensi Jumlah yang Diperlukan (Dalam Bentuk Formulasi Per Spraycan) 1 Bendiocarb 80 WP (0.2 g/m2) 0.5 % 53 gram 2 Lamdasihalotrin 10 WP ( % 53 gram g/m2) 3 Deltametrin 50 WP (0.2 g/m2) 0.05 % 85 gram 4 Etofenproks 20 WP (0.1 g/m % 104 gram 5 Bifenthrine 10 WP (0.025 g/m2) % 53 gram 6 Alpha Cypermethrine 5 WP (0.02 g/m2) 0.5 % 106 gram 1 tangki spraycan dapat digunakan untuk 213 m2 Sehingga kebutuhan untuk melakukan IRS dapat dihitung dengan cara : ((Luas dinding rumah yang akan disemprot)/213 m2)*dosis insektisida Larvasida Kebutuhan disesuaikan dengan luas lagoon yang akan disemprot dan jenis larvasida yang digunakan. 30

31 Long Lasting Insecticidal Nets (LLINs) : 1 LLIN diberikan kepada 1.8 orang Contoh untuk pelaksanaan kelambu massal : jumlah penduduk daerah endemis /1.8 31

32 BAB VI PENGADAAN 6.1. Pengadaan Pengadaan yang efektif harus dapat memastikan ketersediaan logistik dalam jumlah yang cukup, harga yang kompetitif, memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan dan waktu pengiriman sesuai dengan yang telah ditentukan. Pengadaan logistik merupakan proses untuk penyediaan logistik yang dibutuhkan pada unit pelayanan kesehatan Tujuan Pengadaan 1. Tersedianya logistik dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan 2. Kualitas terjamin 3. Harga terendah Kebijakan mengenai Pengadaan 1. Pengadaan Logistik bisa berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan Bantuan Luar Negeri. 2. Pengadaan OAM yang berasal dari APBN dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan atas usulan dari Ditjen PP & PL. 3. Pengadaan Alat & Bahan Laboratorium dan Alat & Bahan Pengendalian Vektor yang berasal dari APBD Provinsi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dengan usulan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 4. Pengadaan Alat & Bahan Laboratorium dan Alat & Bahan Pengendalian Vektor yang berasal dari APBD Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 5. Pelaksanaan pengadaan logistik berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan mengacu ke Keppres No. 70 Tahun 2012 beserta perubahannya tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. 6. Pengadaan yang sumber dananya dari Bantuan Luar Negeri selain mengikuti Keppres juga harus mengikuti persyaratan lain dari donor yang bersangkutan. 7. Masa kadaluarsa OAM yang diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten dan Instalasi Farmasi Provinsi dari Pemasok (Industri Farmasi pemenang tender) minimal dua tahun Langkah-langkah pengadaan 1. Usulan kebutuhan logistik dari pengguna kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai dengan jenis dan jumlah yang telah direncanakan. 32

33 2. Persetujuan dari KPA untuk melaksanakan pengadaan barang yang diusulkan pengguna barang. 3. Proses pengadaan untuk menentukan penyedia barang/jasa yang dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa yang telah ditetapkan. 4. Penerimaan barang dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksa/Penerima Barang/Jasa yang telah ditetapkan. 5. KPA melaporkan dan menyerahkan kepada pengguna barang/jasa untuk pengelolaan lebih lanjut Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan 1. Spesifikasi teknis logistik yang akan diadakan 2. Persyaratan pemasok sesuai dengan jenis barang yang akan diadakan 3. Penentuan jadwal pelaksanaan pengadaan sesuai dengan lead time proses yang dibutuhkan 4. Pemantauan status pesanan Kriteria logistik 1. Obat Anti Malaria (OAM) Daftar obat yang dibutuhkan sesuai dengan program pengendalian malaria Batas kadaluarsa obat pada saat diterima oleh panitia penerima barang minimal 24 (dua puluh empat) bulan. Persyaratan kualitas obat harus sesuai dengan persyaratan kualitas yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir. Industri farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap kualitas obat melalui pemeriksaan kualitas (Quality Control) yang dilakukan oleh industri farmasi Obat memiliki Sertifikat Analisa dan uji kualitas yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk. Obat diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB Pemeriksaan mutu secara organoleptik dilakukan oleh Apoteker atau tenaga farmasi sebagai penanggung jawab Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota. Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di Laboratorium yang ditunjuk pada saat proses pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok. 2. Alat & Bahan Laboratorium dan Alat & Bahan Pengendalian Vektor Sesuai dengan kebutuhan program pengendalian Malaria Persyaratan kualitas sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan untuk setiap jenis barang yang dibutuhkan 33

34 Persyaratan Pemasok Pemilihan pemasok merupakan aspek penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas logistik yang akan diadakan. Berikut persyaratan pemasok logistik : 1) Pemasok untuk OAM a. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku. Pedagang Besar Farmasi terdiri dari PBF Pusat maupun PBF Cabang. Izin PBF Pusat dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Sedangkan izin untuk PBF Cabang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. b. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis obat yang dibutuhkan untuk pengadaan. c. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu. d. Pemilik dan atau Apoteker/ Asisten Apoteker penanggung jawab PBF, tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian. e. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan OAM sesuai dengan masa kontrak 2) Pemasok untuk Alat & Bahan Laboratorium dan Alat & Bahan Pengendalian Vektor a. Memiliki Izin usaha perdagangan sesuai dengan jenis barang yang akan diadakan b. Pemasok harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan sesuai dengan jenis barang yang dibutuhkan c. Mampu menjamin ketersediaan barang sesuai dengan masa kontrak Metode Pengadaan Dalam melaksanakan pengadaan barang harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu Keppres No. 70 tahun 2012 dan perubahannya. Ada beberapa metode Pengadaan diantaranya : 1. Pelelangan Umum 2. Pelelangan Terbatas 3. Pelelangan Sederhana 4. Penunjukan Langsung 5. Pengadaan Langsung 6. Kontes Penentuan Waktu Pengadaan Waktu pelaksanaan pengadaan dan kedatangan setiap jenis logistik yang diadakan dari berbagai sumber anggaran perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisa data : 34

35 1. Sisa stok dengan memperhatikan waktu (expired date) 2. Jumlah setiap jenis logistik yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran. 3. Kapasitas sarana penyimpanan 4. Waktu tunggu (Lead Time) Pemantauan Status Pesanan Panitia Penerimaan Barang/jasa wajib memantau status pesanan secara berkala. Pemantauan status pesanan bertujuan untuk : 1. Mengatur waktu pengiriman logistik sehingga efisiensi dapat ditingkatkan 2. Memperkirakan jumlah stok logistik pada jangka waktu tertentu. 3. Mempersiapkan gudang penyimpanan logistik Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan memperhatikan : 1. Nama setiap logistik yang diadakan 2. Satuan kemasan 3. Jumlah setiap jenis logistik yang diadakan 4. Jumlah setiap jenis logistik yang sudah diterima 5. Jumlah setiap jenis logistik yang belum diterima 6.2. Penerimaan Penerimaan logistik ada dua jenis yaitu penerimaan dari pengadaan sendiri dan penerimaan yang berasal dari sumber lain. Yang dimaksud dengan penerimaan dari pengadaan sendiri adalah penerimaan logistik yang pengadaannya menggunakan sumber dana dari pemerintah (APBN / APBD). Yang dimaksud dengan penerimaan dari sumber lain adalah penerimaan barang logistik yang pengadaanya bukan dari pemerintah yang menerima barang (Bantuan Luar Negeri). Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan dari pengadaan sendiri : Panitia penerima barang/jasa harus memeriksa logistik yang diterima dengan dokumen/ persyaratan administrasi dan spesifikasi yang telah ditentukan. Panitia penerima barang/jasa harus melibatkan pengelola program dalam proses penerimaan logistik. Bila terjadi ketidaksesuaian spesifikasi yang telah ditentukan pada penerimaan logistik, panitia penerima berhak menolak menerima logistik dan melaporkan kepada Pimpinan mengenai temuan tersebut. Selanjutnya membuat surat penolakan yang ditujukan kepada pemenang tender dan panitia pengadaan barang/jasa. Untuk barang yang didistribusikan ke luar harus disertakan dengan Berita Acara Serah Terima Barang Operasional (BASTO) Penerimaan logistik oleh Pusat yang berasal dari bantuan luar negeri disesuaikan dengan prosedur yang berlaku baik dari aspek administrasi maupun teknis yang 35

36 berlaku. Berikut merupakan jenis-jenis dokumen yang perlu diperoleh dari institusi terkait : No Nama Dokumen Institusi terkait Jenis Barang 1 Rekomendasi Pembebasan Bea Masuk 2 SK Pembebasan Bea Masuk Atas Barang Impor 3 Special Access Scheme (SAS) OAM/RDT Selain OAM/RDT Sekretaris Jenderal V V Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan V V Direktorat Bina V Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan 4 Permohonan Kementerian V V APersetujuan Impor Perdagangan Barang Baru Tanpa API dan Tanpa NPIK 5 Permohonan Kantor Pelayanan Utama V V pengeluaran barang Bea Cukai impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (Vooruitslag) 6 Permohonan Izin Kantor Pelayanan Utama V V Penggunaan Jaminan Bea Cukai Tertulis 7 Jaminan Tertulis Dirjen PP dan PL V V 8 Penarikan Dokumen Kantor Pelayanan Utama V V Jaminan Tertulis Bea Cukai 9 Permohonan Free Time Pelayaran V V Demurrage 10 Permohonan Peminjaman Container JICT V V Tahapan pengajuan dijelaskan seperti berikut ini: a. Sebulan sebelum kedatangan logistik, supplier harus sudah mengirimkan copy/original dokumen dokumen pendukung dari barang yang akan diimpor seperti Bill of Lading (jika barang dikirim via laut) atau Air Way Bill (jika barang dikirim via udara), Invoice, sertifikat analisis/certificate of Analysis (CoA), Certificate of Origin (CoO),packing list. 36

37 b. Menyelesaikan pembebasan pajak barang impor, apabila : OAM, Alat & Bahan Laboratorium dan Alat & Bahan Pengendalian Vektor yang dialamatkan kepada Kementerian Kesehatan maka Ditjen PP danpl meminta izin untuk pembebasan pajak kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai. OAM, Alat & Bahan Laboratorium dan Alat & Bahan Pengendalian Vektor yang dialamatkan kepada Lembaga/NGO internasional yang sudah terdaftar di Sekretariat Negara maka surat izin ditujukan kepada Sekneg oleh NGO tersebut. c. Ditjen PP dan PL mengajukan permohonan rekomendasi pembebasan bebas bea masuk dan pajak lainnya kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan untuk setiap shipment barang yang akan diterima yang memuat semua identitas barang tersebut dan dilampiri dengan dokumen pendukung barang impor. d. Setelah Surat rekomendasi dari Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan terbit, maka surat diajukan kepada Kementerian Keuangan RI agar Kementerian Keuangan dapat menerbitkan penerimaan/penolakan permohonan pembebasan bea masuk dan pajak lainnya. e. SK Kementerian Keuangan umumnya terbit 14 hari kerja setelah pengajuan. f. Ditjen PP dan PL mengajukan Permohonan Persetujuan Impor Barang Baru Tanpa API dan Tanpa NPIK kepada Kementerian Perdagangan. g. Untuk jenis barang obat-obatan dan RDT atau barang-barang yang bersentuhan langsung dengan tubuh manusia diperlukan dokumen Special Access Scheme (SAS) yang dikeluarkan oleh DIrektorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. h. Dijten PP dan PL mengajukan Permohonan pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (Vooruitslag) kepada Kepala Kantor Pelayanan Kantor Bea Cukai. i. Jika SK Kementerian Keuangan RI belum terbit, maka pengeluaran barang dari pelabuhan/bandara dapat dilakukan dengan menggunakan Jaminan Tertulis yang ditandatangani oleh Dirjen PP dan PL. j. Ditjen PP dan PL mengajukan Permohonan Izin Penggunaan Jaminan Tertulis kepada Kantor Pelayanan Bea Cukai, dengan melampirkan Jaminan Tertulis yang sudah ditandatangani oleh Dirjen PP dan PL k. Ditjen PP danpl harus memperhatikan waktu free demurrage peti kemas ketika barang impor tersebut sampai di Indonesia. l. Apabila barang yang diimpor berupa obat-obatan yang belum terdaftar di Indonesia maka harus didaftarkan untuk mendapatkan izin edar dari BPOM. m. Sebelum OAM datang pastikan gudang penyimpanan mampu menampung secara kualitas dan kuantitas. 37

38 BAB VII PENYIMPANAN Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara yang mencakup aspek tempat (Instalasi Farmasi/gudang), barang dan administrasinya. Dengan dilaksanakannya penyimpanan yang baik dan benar, maka akan terpelihara mutu/kualitas barang, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan. Tempat/Gudang a. Syarat Gudang Gudang yang akan digunakan untuk menyimpan logistik pendukung program malaria harus mempunyai standar sebagi berikut: - Tersedia ruangan yang cukup untuk penyimpanan - Tersedia ruangan khusus sesuai dengan persyaratan setiap jenis barang/logistik yang akan disimpan - Tersedia cukup ventilasi, sirkulasi udara dan penerangan - Tersedia alat pemadam kebakaran dan dapat digunakan - Suhu penyimpanan berada di bawah 25 C - Gudang mempunyai minimal satu pintu masuk barang dan satu pintu keluar barang yang masing-masing mempunyai lapisan pengaman. - Gudang harus mempunyai pintu darurat - Tersedia ruangan administrasi - Atap gudang dalam keadaan baik dan tidak ada yang bocor - Bangunan kedap air (tidak ada air masuk dari luar) - Jendela mempunyai teralis dan dipasangi gorden. - Gudang bebas dari tikus dan kecoa serta tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan tikus hidup didalamnya - Gudang dalam keadaan bersih, rak tidak berdebu, lantai disapu dan tembok dalam keadaan bersih - Mempunyai ruang packing sebelum dikirim b. Tata Ruang Gudang(gambar keluar masuk barang dan forklip) Gambar 7. Contoh Alur/Tata Ruang Gudang 38 Keterangan: 1. Pintu Masuk 2. Pintu Keluar 3. Tempat persiapan pengiriman (packing) 4. Rak Penyimpanan Barang 5. Kantor Administrasi

39 Untuk penatalaksanaan gudang perlu adanya tata ruang yang memungkinkan aktifitas kegiatan di dalam gudang dapat berjalan dengan baik dan mudah. Ada beberapa persyaratan dalam pentaan ruang gudang, yaitu: - Penataan ruangan sesuai dengan pengelompokan jenis barang/logistik yang akan disimpan - Penataan ruangan memberikan kemudahan bergerak bagi petugas - Pintu barang masuk dan barang keluar berbeda c. Sarana Penunjang Gudang - Rak - Palet - Forklift/ Troli - Lemari Pendingin - Lemari Khusus - Alat pengatur suhu ruangan (AC, Kipas angin, Exhaust) - Alat pengukur suhu dan kelembaban - Alat Pemadam api ringan - Alarm - Genset - Perangkat Sistem Informasi (misal:komputer, Printern telefon) - Sarana sanitasi dan pest control - Sarana penunjang kegiatan adminstrasi Gambar 7. Gambar peralatan pendukung gudang 7.1. Penataan Barang Penataan barang Barang atau logistik ditempatkan berdasarkan: a. Bentuk sediaan, jenis logistik, dan alfabet. b. Barang disusun sesuai dengan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO 39

40 (First In First Out). c. Jumlah tumpukan sesuai dengan ketentuan yang tertera pada setiap dus. d. Barang tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai. e. Barang ditata tidak boleh terbalik. f. Barang yang rusak dan kadaluarsa disimpan secara terpisah. Gambar 7. Standar jumlah dan ketinggian tumpukan, jarak antar tumpukan serta jarak tumpukan ke dinding dan lantai Administrasi Gudang Dalam menjaga kualitas dan ketersediaan logistik yang disimpan di dalam gudang, perlu dilakukan pencatatan dan pemantauan kondisi serta kuantitas barang. Ada beberapa kegiatan administrasi gudang yang dilakukan, yaitu: a. Kartu Stok b. Kartu Persediaan Barang c. Kartu Induk d. Buku Harian Penerimaan dan Pengeluaran Barang Semua kartu diatas harus diisi lengkap setiap terjadi mutasi barang. e. SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) f. Buku register nomer SBBK g. LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat) h. Kartu Rencana Distribusi Untuk memastikan ketersediaan baik kualitas maupun kuantitas dari logistik yang disimpan, maka perlu dilakukan pencacahan barang (stock opname) secara berkala setiap semester. (formulir terlampir IND MAL1 dan 2) 40

41 Gambar 7. Grafik alur penyimpanan logistik di gudang PENERIMAAN Jadwal pengangkutan Kendaraan pembongkar Inspeksi kerusakan Perbandingan dengan P/O Penyisihan Identifikasi produk Identifikasi lokasi penyimpanan Pemindahan produk Memperbarui pencatatan Penyimpanan Peralatan Lokasi stok Barang yang paling seringdiambil; ukuran unit Persiapan ekspedisi Pengemasan Pemasangan label Penumpukan Pengambilan barang Informasi Berjalan dan mengambil Pengambilan dalam batch Surat jalan Pengiriman Daftar alokasi/distribusi logistik Surat pengirirman Jadwal pengangkutan Kendaraan muatan Identitas barang Pembaharuan pencatatan 7.3. Manajemen Persediaan Manajemen persediaan dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya Over, Under & Stock Out Obat Anti Malaria (OAM) Lini Pertama di Unit Pelayanan Kesehatan (Puskesmas & RSUD Kabupaten/Kota) Indikator stock out OAM Lini Pertama ini dihitung berdasarkan data stock di puskesmas dan rumah sakit kabupaten (UPK) selama 3 (tiga) bulan terakhir, dimana diharapkan secara tidak terjadi stock out lebih dari 7 (tujuh) hari berturut-turut. Persentase UPK yang melapor stock out tidak lebih dari 7 hari diharapkan secara bertahap meningkat dari 70% pada tahun ke 3 menjadi 80% pada tahun ke 4 dan 90% pada tahun ke 5. Agar tercapai dan terjaga kondisi tersebut, perlu strategi berikut : 41

42 1. Setiap UPK harus mengumpulkan data penggunaan OAM Lini Pertama minimal selama 6 (enam) bulan terakhir. 2. Dibuat grafik tentang trend over dan under. 3. Bila ada trend over maka rata-rata penggunaan dihitung berdasarkan data 3 bulan terakhir dibagi 3, sedang bila trend under, rata-rata penggunaan dihitung berdasarkan data 6 bulan dibagi Rata-rata bulanan ini digunakan sebagai unit dalam menghitung tingkat dan jumlah stock. 5. Tetapkan periode 3 (bulan) bulan sebagai interval permintaan (review interval) dan 0,5 (setengah) bulan sebagai waktu tunggu (lead time). 6. Selanjutnya tingkat stock aman, stock minimum & maksimum dapat ditetapkan sebagai berikut : Indikator UPK Kab/Kota Provinsi Overstock Jumlah Stock > 6 bulan Jumlah Stock > 12 bulan Jumlah Stock > 18 bulan Max 5 6 bulan (Jumlah stock maksimum adalah bulan x rata-rata penggunaan bulanan) bulan (Jumlah stock maksimum adalah bulan x rata-rata penggunaan bulanan) bulan (Jumlah stock maksimum adalah bulan x rata-rata penggunaan bulanan) Aman 2 4 bulan (Jumlah stock aman adalah bulan x ratarata penggunaan bulanan) 6 9 bulan (Jumlah stock aman adalah bulan x ratarata penggunaan bulanan) 6 12 bulan (Jumlah stock aman adalah bulan x rata-rata penggunaan bulanan) Min Stock out > 1.5 bulan (Jumlah stock maksimum adalah 1.5 x rata-rata penggunaan bulanan) terjadi putus stok selama lebih dari 7 hari berturut-turut 2 5 bulan (Jumlah stock maksimum adalah bulan x rata-rata penggunaan bulanan) terjadi putus stok selama lebih dari 1 bulan berturut-turut 2 5 bulan (Jumlah stock maksimum adalah bulan x rata-rata penggunaan bulanan) terjadi putus stok selama lebih dari 1 bulan berturut-turut 7. Supaya tidak terjadi stock out, maka disetiap UPK pada awal kuartal harus tersedia OAM Lini Pertama yang jumlahnya dihitung berdasarkan rumus permintaan reguler yaitu : jumlah stock maksimum jumlah stock akhir jumlah stock yang diminta tapi belum diterima. 42

43 Gambar 7. Contoh Cara MenghitungRata-rata Pemakaian dan Permintaan Reguler OAM 43

44 BAB VIII DISTRIBUSI Distribusi adalah pengeluaran dan pengiriman logistik dari satu tempat ke tempat lainnya dengan memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis untuk memenuhi ketersediaan jenis dan jumlah logistik agar sampai di tempat tujuan. Proses distribusi ini harusmemperhatikan aspek keamanan, mutu dan manfaat. Tujuan distribusi : 1. Terlaksananya pengiriman logistik secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan 2. Terjaminnya kecukupan logistik di Unit Pelayanan Kesehatan 3. Terjaminnya mutu logistik pada saat pendistribusian Distribusi dilaksanakan berdasarkan permintaan secara berjenjang untuk memenuhi kebutuhan logistik di setiap jenjang penyelenggara program Pengendalian Malaria. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses distribusi: 1. Distribusi dari Pusat dilaksanakan atas permintaan dari Dinas Kesehatan Provinsi. Distribusi dari Provinsi kepada Kabupaten/ Kota atas permintaan Kabupaten/ Kota. Distribusi dari Kabupaten/ Kota berdasarkan permintaan UPK. 2. Setelah ada kepastian jumlah logistik yang akan didistribusikan dari tingkat yang lebih tinggi, maka tingkat yang lebih tinggi mengirimkan surat pemberitahuan kepada tingkat yang dibawahnya mengenai jumlah, jenis dan waktu pengiriman logistik. 3. Apabila terjadi kelebihan atau kekurangan obat disalah satu Institusi maka unit yang diatasnya dapat melakukan realokasi sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. 4. Pengiriman dan penerimaan logistik dilaksanakan pada jam kerja. 5. Penetapan frekuensi pengiriman logistik haruslah memperhatikan antara lain anggaran yang tersedia, jarak dan kondisi geografis, fasilitas gudang dan sarana yang ada. 44

45 Gambar 8.Contoh Alur Permintaan, Distribusi dan Pelaporan Logistik Penjelasan: Permintaan kebutuhan OAM dari UPK menggunakan LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). Laporan bulanan penerimaan dan pemakaian OAM untuk tingkat Kabupaten/kota menggunakan formulir E-Sismal. Dinas Kesehatan Provinsi akan merekapitulasi formulir E-Sismal dari Kabupaten/Kota untuk selanjutnya di berikan kepada Kementerian Kesehatan. Khusus untuk logistik Alat dan Bahan Lab dan pengendalian vector menggunakan format LOG-MAL. 45

46 BAB IX PENGGUNAAN Penggunaan OAM yang rasional adalah esensial dalam melayani pengguna akhir.sebagaimana telah didefiniskan oleh WHO bahwa pasien diharapkan dapat menerima pengobatan yang tepat sesuai kebutuhan klinisnya, dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan individunya, untuk peride waktu yang diperlukan dengan biaya termurah baginya serta komunitasnya. Meski siklus logistik telah dilakukan secara efisien, namun tanpa penggunaan OAM yang rasional berarti pasien belum terlayani secara baik (well served). Beberapa stakeholder bertanggung jawab terhadap penggunaan OAM yang rasional ini, yaitu pemberi resep dan tehnisi laboratorium yang harus menetapkan diagnosis yang akurat, paramedis yang benar memberikan OAM yang diresepkan dengan pemberian cara penggunaan yang jelas, serta akhirnya pasien menggunakannya secara lengkap. Menimbang karakteristik khusus dari OAM ini, maka agar penggunaan OAM menjadi rasional diperlukan upaya berikut : 1. Ikuti pedoman pengobatan standar yang ada 2. Buat SOP untuk Kader/Relawan Kesehatan dan lakukan pelatihan dilanjutkan dengan supervisi. 3. Bila hasil penggunaan RDT menjadi bagian dalam pelaporan maka hasil pengobatannya dapat dimonitor dan ditinjau untuk penggunaan yang rational OAM ini. 4. Memberikan layanan kefarmasian pemberian OAM. 5. Melakukan monitoring 46

47 BAB X DUKUNGAN MANAJEMEN Pengelolaan logistik program Malaria dilakukan di setiap tingkat pelaksana, mulai dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota maupun Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Sehingga diperlukan suatu manajemen pengelolaan dan koordinasi yang baik antara setiap tingkat pelaksana tersebut Pengorganisasian Organisasi pengelolan logistik malaria dapat digambarkan seperti di bawah ini: KEMENTERIAN KESEHATAN DITJEN PP&PL DITJEN BINFAR PUSAT INSTALASI FARMASI NASIONAL DINAS KESEHATAN PROVINSI INSTALASI FARMASI PROVINSI (IFP) PROVINSI DINAS KESEHATAN KAB/KOTA INSTALASI FARMASI KAB/KOTA (IFK) KAB/KOTA` SARANA PELAYANAN KESEHATAN 47

48 Tugas dan fungsi dari setiap tingkat pelaksana tersebut dalam pengelolaan logistik Malaria adalah: Tingkat Pusat a. Membuat kebijakan Nasional pengelolaan logistik program Pengendalian Malaria b. Membuat pedoman Nasional pengelolaan Logistik program Pengendalian Malaria. c. Menyediakan logistik program pengendalian Malaria untuk mendukung sebagian kebutuhan daerah, termasuk buffer stock. d. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Logistik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. e. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan logistik. f. Memfasilitasi kegiatan pelatihan pengelolaan logistik program pengendalian Malaria. Tingkat Provinsi a. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola logistik di Kabupaten/Kota. b. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan logistik ke Kabupaten/Kota. c. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola logistik di Kabupaten/Kota maupun Puskesmas. d. Mengkoordinir perencanaan logistik yang dibuat oleh Kabupaten/Kota e. Melakukan distribusi logistik kepada Dinas kesehatan Kabupaten/Kota dengan push and pull system Tingkat Kabupaten/Kota a. Perencanaan kebutuhan logistik disusun oleh Tim perencanaan obat terpadu berdasarkan system bottom up. b. Perhitungan rencana kebutuhan logistik untuk satu periode tertentu disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi. c. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana kebutuhan logistik ke propinsi dan tembusan ke pusat. d. Melakukan Pelatihan untuk petugas Puskesmas. e. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan logistik di UPK. f. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap pendistribusian logistik kepada unit pelayanan kesehatan dasar. g. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap penanganan logistik yang rusak dan kadaluwarsa. h. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan mutu (organoleptis) logistik yang ada di IFK dan UPK. 48

49 10.2. Kebijakan Manajemen Obat Satu Pintu (One gate policy) Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) , salah satu fokus dalam strategi meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan adalah meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik. Pengelolaan yang tidak memenuhi standar juga menimbulkan pertanyaan terhadap mutu obat, hal ini antara lain diakibatkan oleh beberapa fakto dalam penyimpanan maupun distribusi barang. Faktor lain dalam pengelolaan yang juga seringkali tidak dipenuhi adalah sumber daya manusia pengelola obat. Aturan yang ada mengharuskan pengelolaan obat menjadi tanggung jawab dari tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan berlaku. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, didukung oleh berbagai pengaturan yang ada terkait jaga mutu dan kewenangan pengelolaan obat, ditetapkan kebijakan satu pintu (one gate policy) dalam pengelolaan obat publik termasuk vaksin dan perbekalan kesehatan. Situasi Pengelolaan Obat Saat Ini Di tingkat pusat, pengelolaan obat program kecuali pengadaan masih tersebar di berbagai penanggungjawab program. Pengadaan obat bersumber dana APBN dilakukan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perekalan Kesehatan Ditjen Binfar dan Alkes, sementara pengadaan obat bersumber dana non APBN termasuk pengadaan perbekalan kesehatan bersumber dana APBN dan non APBN dilakukan oleh Direktorat penanggung jawab program pada Ditjen bersangkutan. Pengadaan obat oleh Dit Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dilakukan dengan dasar adanya usulan kebutuhan dari Ditjen lain sebagai penanggung jawab program. Dit Bina Obat Publik dan Perbekkes hany amengelola buffer stock obat dan perbekalan kesehatan yang akan digunakan untuk kepentingan tertentu, misalkan adanya bencana atau adanya kekosongan obat publik untuk pelayanan kesehatan dasar di lapangan. Sementara itu pengelolaan buffer stok obat program termasuk penyimpanan dan distribusinya masih dilakukan oleh penanggung jawab program. Di tingkat Provinsi, pengelolaan obat, secara bervariasi dilakukan oleh penanggung jawab struktural kefarmasian Dinas Kesehatan, Instalasi Farmasi atau penanggung jawab program. Setiap Provinsi telah memiliki Instalasi Farmasi sebagai tempat penyimpanan obat walaupun belum seluruhnya berbentuk UPT. Di tingkat Kabupaten/Kota, variasi pengelolaan seperti apa yang terjadi di Provinsi. Karena belum ada kejelasan tentang tugas pokok dan fungsinya maka penanggung jawab pengelolaan obat pada umumnya dipegang oleh pejabat struktural penanggung jawab kefarmasian di Dinas Kesehatan walaupun Instalasi Farmasinya sudah berbentuk UPT. Sementara IF lebih berperan dalam hal penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan. 49

50 Berdasarkan profil kefarmasian dan alat kesehatan tahun 2011 di tingkat kabupaten/kota ada 46% IF yang sudah terbentuk UPT sementara sisanya masih dalam fungsi gudang obat yang penanggungjawabnya adalah seksi farmasi di Dinas Kesehatan. Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Obat Publik dan perbekalan Kesehatan Satu Pintu (One Gate Policy) Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan satu pintu (One gate policy) adalah kebijakan yang menempatkan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan menjadi tanggung jawab dari struktural yang bertanggung hawab terhadap pelayanan kefarmasian. Ruang lingkup pengelolaan adalah kegiatan perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan dan pelaporan serta supervisi. Termasuk dalam pengelolaan obat publik adalah obat program, obat PKSD dan vaksin. Tujuan Kebijakan Satu Pintu adalah: 1. Terlaksananya perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat publik dan kesehatan yang efektif dan efisien 2. Terlaksananya distribusi obat publik dan perbekalan kesehatan yang merata dan teratur secara tepat waktu dan tempat dengan masa tunggu yang pendek 3. Terlaksananya pengendalian persediaan secara berdaya guna dan berhasil guna 4. Terjaminnya mutu, keabsahan dan ketepatan obat publik dan perbekalan kesehatan serta kerasionalan penggunaan obat 5. Peningkatan kemanfaatan informasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk perencanaan kebutuhan obat. Tanggung jawab dan kewenangan dalam implementasi One Gate Policy antara lain : 6. Penanggung jawab program bertanggung jawab untuk membuat pedoman pemilihan obat program, seleksi obat program membuat rencana kebutuhan dan mengusulkan rencana kebutuhan dan mengusulkan rencana kebutuhan kepada penanggung jawab kefarmasian 7. Penanggung jawab kefarmasian, berdasarkan usulan kebutuhan dari penanggung jawab program membuat rencana pengadaan berdasarkan ketersediaan dana yang tersedia dan ketersediaan stok sisa, melakukan distribusi serta membuat laporan dan analisa terhadap pelaporan. 8. Khusus untuk pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan dasar, penanggung jawab farmasi melalui koordinasi dengan penanggung jawab program, dapat langsung menyusun rencana kebutuhan dan rencana pengadaan berdasarkan daftar obat PKD yang telah ditetapkan 9. Khusus untuk pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan bagi buffer stok, penanggung jawab farmasi melalui kordinasi dengan penanggung jawab program, dapat langsung menyusun rencana kebutuhan dan rencana pengadaan dengan menggunakan data yang tersedia. Tata kelola dalam implementasi One Gate Policy a. Perencanaan 50

51 Setelah penanggung jawab program mengusulkan rencana kebutuhan, penanggung jawab farmasi membentuk tim perencanaan terpadu yang terdiri dari pihak yang terlibat untuk membahas rencana kebutuhan menjadi rencana pengadaan dengan melihat ketersediaan dana, cakupan dan sasaran program, prioritas program dan sisa stok yang ada. b. Pengadaan Setelah didapat rencana pengadaan, penanggung jawab farmasi melanjutkan dengan kegiatan pengadaan dengan menetapkan HPS satuan dan HPS total dengan spesifikasi dari obat yang diinginkan. Proses pengadaan selanjutnya dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Penyimpanan Penerimaan dan penyimpanan dilakukan oleh penanggung jawab farmasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku d. Distribusi Distribusi dilakukan oleh penanggung jawab farmasi dengan menggunakan sistem tarik atau dorong (pull push system). Distribusi dilakukan setelah dilakukan analisa dan koordinasi dengan penanggung jawab program. Dalam distribusi perlu dilakukan monitoring untuk tingkatan stok aman. Alur distribusi adalah PJ Farmasi Pusat ke PJ Farmasi Provinsi, selanjutnya ke PJ Farmasi Kabupaten/Kota dan berakhir di PJ Farmasi Puskesmas. e. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dilakukan sesuai buku pedoman yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh penanggung jawab farmasi. Pelaporan secara berkala dibuat oleh penanggung jawab farmasi kepada atasan langsungnya. Pelaporan selanjutnya dilakukan sesuai dengan jalur yang berlaku, walaupun demikian diaharapkan khususnya untuk pelaporan obat terutama yang terkait dengan obat program salinan juga diberikan langsung dari penanggung jawab farmasi kepada penanggung jawab program. f. Supervisi Supervisi dan konsultansi dilakukan sesuai alur yang berlaku secara umum. Penanggung jawab farmasi melakukan supervisi terhadap penanggung jawab kefarmasian sementara penanggung jawab program melakukan supervisi sesuai dengan pedoman program yang telah ditetapkan. Apabila pada saat supervisi dan konsultansi ditemukan hal-hal yang memerlukan koordinasi maka koordinasi setingkat dan antar tingkat harus dilakukan. Keterlibatan para penanggung jawab dalam suatu kegiatan yang dilakukan oleh penanggung jawab farmasi atau penanggung jawab program, perlu dipertimbangkan sesuai materi yang dibahas dalam kegiatan tersebut. Tatalaksana, peran dan tanggung jawab masing-masing PJ dalam implementasi One Gate Policy adalah sebagai berikut : 51

52 No Kegiatan Penanggung Jawab Keterangan 1 Seleksi Obat PJ Program Pusat 1. Ditetapkan oleh tim yang dibentuk PJ Program 2. Ditetapkan berdasarkan karakteristik Program 2 Rencana Kebutuhan PJ Program Pusat Dihitung berdasarkan sasaran, target, cakupan dan usulan PJ Program Provinsi PJ Program Provinsi 1. Dihitung berdasarkan sasaran, target dan cakupan 2. Digunakan untuk usulan ke PJ program pusat dan disampaikan ke PJ Farmasi Provinsi 3. Dibahas dalam tim perencana terpadu PJ Program Kabupaten/Kota 1. Dihitung berdasarkan sasaran, target dan cakupan 2. Digunakan untuk usulan ke PJ program Provinsi dan disampaikan ke PJ Farmasi Kabupaten/Kota 3. Dibahas dalam tim perencana terpadu 3 Rencana Pengadaan PJ Farmasi Pusat 1. Untuk obat program dihitung berdasarkan usulan kebutuhan dari program dan dari PJ Farmasi Provinsi, ketersediaan dana, adanya sisa stok 2. Untuk buffer stokdihitung berdasarkan asumsi kebutuhan dan konsumsi tahun sebelumnya 3. Dibahas dalam tim perencana terpadu PJ Farmasi Provinsi 1. Untuk obat program dihitung berdasarkan usulan kebutuhan dari PJ Program Provinsi, usulan dari PJ Farmasi Kabupaten/Kota, ketersediaan dana, adanya sisa stok 2. Digunakan untuk diusulkan ke PJ Farmasi Pusat dan untuk pengadaan 52

53 No Kegiatan Penanggung Jawab Keterangan di Provinsi 3. Untuk buffer stok dihitung berdasarkan asusmsi kebutuhan, konsumsi tahun sebelumnya dan dana yang tersedia 4. Dibahas dalam tim perencanaan terpadu PJ Farmasi Kabupaten/Kota 1. Untuk obat program dihitung berdasarkan usulan kebutuhan dari PJ Program Kabupaten/Kota, ketersediaan dana, adanya sisa stok 2. Digunakan untuk diusulkan ke PJ Farmasi Provinsi dan untuk pengadaan di Kabupaten/Kota 3. Untuk pengadaan obat PKD dihitung berdasarkan konsumsi tahun sebelumnya, angka kesakitan, angka kunjungan dan dana yang tersedia 4. Dibahas dalam tim perencanaan terpadu 4 Pengadaan PJ Farmasi Koordinasi dengan ULP (Unit Layanan Pengadaan) 5 Penyimpanan PJ Farmasi Penyimpanan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku PJ program Pusat Khusus untuk Buffer Stok obat program hasil pengadaan di tingkat pusat 6 Distribusi PJ Farmasi 1. Alur distribusi untuk obat program adalah dari PJ Farmasi Pusat ke PJ Farmasi Provinsi selanjutnya ke PJ Farmasi Kabupaten/Kota 2. Untuk obat program dilakukan koordinasi dengan PJ Program 3. Untuk obat buffer, alur dari PJ Farmasi Pusat ke PJ Farmasi Provinsi atau dari PJ Farmasi Pusat/Provinsi ke Kabupaten/Kota 53

54 No Kegiatan Penanggung Jawab Keterangan 4. Pola dorong/push berdasar analisa ketersediaan dan rencana distribusi 5. Pola tarik/pull, distribusi berdasarkan permintaan PJ Program Pusat 1. Untuk buffer stok obat program 7 Pencatatn dan Pelaporan PJ Farmasi 2. Alur distribusi adalah PJ Program Pusat, PJ Program Provinsi dan ke PJ Farmasi Kabupaten/Kota 3. Pola Push dan Pull 1. Pencatatan dan Pelaporan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku 2. Alur pelaporan adalah dari PJ Farmasi Kabupaten/Kota ke PJ Farmasi Provinsi dan ke PJ Farmasi Pusat 3. Laporan dibuat berkala triwulan (Kab/Kota ke Provinsi) dan semester (Provinsi ke Pusat) 4. Salinan laporan diberikan kepada PJ Program, untuk diteruskan ke PJ Program diatasnya apabila dipandang perlu 8 Supervisi PJ Farmasi 1. Supervisi oleh PJ Farmasi dilakukan terhadap kegiatan PJ Farmasi sesuai tingkat pemerintahan 2. Supervisi oleh PJ Program dilakukan sesuai pedoman supervisi program yang ditetapkan Perencanaan kebutuhan yang baik melalui analisa kebutuhan yang dapat dipertangungjawabkan merupakan awal pengadaan logistik sehingga diharapkan pengadaan logistik dapat mendekati kebutuhan nyata di unit layanan kesehatan. Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan satu pintu (One Gate Policy) ditetapkan dalam rangka pemenuhan terhadap ketentuan UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur tentang kewenangan praktik kefarmasian. Diharapkan melalui pelaksanaan One Gate Policy ini akan terjadi efisiensi, efektifitas dan 54

55 profesionalisme dalam pengelolaan obat dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup dan terjamin khasiat, keamanan dan bermutu. Dengan demikian, pada akhirnya akan terjadi peningkatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan Sumber Daya Manusia Dalam pengelolaan logistik program Malaria, dukungan manajemen dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan yang sangat penting untuk terciptanya pengelolaan logistik yang baik. SDM Program Pengendalian Malaria untuk mengelola logistik di setiap tingkat pelaksana sangat dibutuhkan, baik jumlah maupun kompetensinya, sehingga perlu adanya suatu standar ketenagaan, pelatihan dan supervisi sesuai tupoksi dan beban kerjanya. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya/on the job training), dan kesinambungan (sustainability). Tujuan pengembangan SDM dalam program Malaria adalah tersedianya tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap (dengan kata lain kompeten ) yang diperlukan dalam pengelolaan logistik program pengendalian Malaria, dengan jumlah yang cukup sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program pengendalian Malaria nasional. Pengembangan SDM tidak hanya berkaitan dengan pelatihan tetapi meliputi keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang pengembangan SDM yaitu tersedianya tenaga yang kompeten dan profesional dalam penanggulangan Malaria. a. Standar Ketenagaan Tenaga/Petugas yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan Logistik Program Pengendalian Malaria adalah tenaga kefarmasian (kualifikasinya apoteker dan atau tenaga teknis kefarmasian) dan pengelola program Pengendalian Malaria yang berlatar belakang pendidikan kesehatan.jumlah petugasnya masing-masing disesuaikan dengan beban kerja disetiap tingkat pelaksanaannya. b. Pelatihan Untuk mendapatkan tenaga pengelola logistik program pengendalian Malaria yang terampil maka setiap tenaga pengelola harus mengikuti pelatihan pengelolaan logistik program pengendalian Malaria. c. Supervisi Supervisi dilaksanakan untuk memantau pelaksanaan pengelolaan logistik program Pengendalian Malaria dan untuk melakukan pembinaan tenaga pelaksana logistik yang dilakukan secara berjenjang dan berkala dengan menggunakan daftar tilik. 55

56 10.4. Pembiayaan Pembiayaan dalam pengelolaan logistik program Pengendalian Malaria sangat diperlukan. Pembiayaan ini bersumber dari dana APBN, APBD dan sumber lainnya yang sah sesuai kebutuhan. Penyusunan kebutuhan anggaran harus dibuat secara lengkap, dengan memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan program dan anggaran terpadu. Pembiayaan dapat diidentifikasi dari berbagai sumber mulai dari anggaran pemerintah dan berbagai sumber lainnya, sehingga semua potensi sumber dana dapat dimobilisasi. Perencanaan harus disusun sesuai dengan kebutuhan, dengan kata lain disebut program oriented, bukan budget oriented Sistim Informasi dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk memonitor kecukupan logistik program Pengendalian Malaria. Pemantauan merupakan pengamatan rutin terhadap ketersediaan logistik dengan menganalisis informasi baik dari ketersediaan dengan kebutuhan. Pemantauan bertujuan agar dapat segera mengetahui bila ada masalah atau kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan dan dapat melakukan tindakan untuk pemenuhan. Pemantauan dilakukan oleh semua pihak terkait secara berjenjang dan berkala melalui: a. Menelaah laporan rutin yang berkaitan dengan pengelolaan logistik di setiap tingkatan. b. Melalui pertemuan. c. Supervisi termasuk wawancara dengan petugas pelaksana program, pasien dengan menggunakan ceklist supervisi. Evaluasi adalah penilaian secara berkala terhadap pemenuhan kebutuhan logistik dari seluruh aspek manajemen logistik. Untuk UPK, minimal dilakukan setiap bulan. Dinas Kesehatan Kab/kota dan Propinsi maupun Pusat melakukan evaluasi minimal setiap 3 bulan. Cara melakukan evaluasi : a. Mengkaji atau menganalisa hasil dari pemantauan b. Pertemuan berkala c. Laporan akhir tahun d. Survey khusus Indikator Pengelolaan logistik Indikator digunakan untuk mengukur sampai berapa jauh tujuan atau sasaran pengelolaan logistik telah berhasil dicapai. Tujuan lain dari penggunaan indikator adalah untuk penetapan prioritas pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari 56

57 sasaran yang ditetapkan. Dalam mengukur efektifitas kinerja pengelolaan logistik, digunakan indikator sebagai berikut. Tabel 10. Indikator Pengelolaan Logistik No Indikator Kegunaan Tingkat Waktu 1 Alokasi dana pengadaan Mengukur komitmen Daerah dalam penyediaan dana pengadaan obat Pusat Provinsi Kabupaten Setahun sekali 2 Tingkat ketersediaan Logistik Mengetahui tingkat ketersediaan logistik dalam satuan bulan Pusat Provinsi Tiap triwulan Kabupaten 3 Jumlah logistik kadaluarsa Mengukur tingkat ketepatan perencanaan, sistem distribusi dan kinerja program Pusat Provinsi Kabupaten Setahun sekali 4 Rata-rata waktu kekosongan logistik Mengetahui kapasitas sistem pengadaan dan distribusi dalam menjamin kesinambungan suplai logistik Pusat Provinsi Kabupaten Tiap triwulan Pencatatan Dan Pelaporan Pencatatan logistik di unit pelayanan kesehatan terdiri dari : Buku Penerimaan barang Buku Pengeluaran Barang Kartu stok barang Pencatatan logistik di Instalasi Farmasi Kab/Kota, Provinsi dan Pusat terdiri dari: Buku Penerimaan barang Buku Pengeluaran Barang Kartu stok barang Kartu stok induk 57

58 BAB XI JAGA MUTU LOGISTIK Jaga mutu didefinisikan sebagai suatu konsep yang mencakup segala aspek yang secara individual atau bersama-sama dapat mempengaruhi mutu suatu produk. Dasar pemikiran jaga mutu: - Mutu harus dibentuk dalam setiap desain dan proses. Mutu tidak dapat diciptakan melalui pemeriksaan. - Inti pengendalian mutu terpadu yang sesungguhnya terletak pada kendali mutu dan jaminan mutu. Jaga mutu yang dilaksanakan di bidang obat meliputi : - Standardisasi produk dan sarana - Pre market : lisensi produk / registrasi, lisensi sarana / sertifikasi (CPOB) - Post-market : pemeriksaan setempat, sampling dan pengujian, monitoring efek samping Logistik terutama OAM yang diterima atau disimpan di gudang perbekalan kesehatan secara rutin harus dilakukan uji mutu. Uji mutu ini dapat dilakukan secara organoleptik dan laboratorium Pengujian Secara Organoleptik Uji organoleptik dilakukan terhadap perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi. Untuk logistik non OAM dilakukan sesuai dengan jenis dan karakteristik. Tanda-tanda perubahan mutu obat : 1. Tablet. Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab Blister/strip rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat Obat yang sudah melampaui tanggal kadaluarsa 2. Tablet salut. Pecah-pecah, terjadi perubahan warna Basah dan lengket satu dengan yang lainnya Blister/strip rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik Obat yang sudah melampaui tanggal kadaluarsa 3. Obat suntik Kebocoran wadah (vial/ampul) Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi dan atau pelarut 58

59 Perubahan warna dan bentuk pada serbuk injeksi Obat yang sudah melampaui tanggal kadaluarsa Pengujian Secara Laboratorium Dalam pengadaan obat harus dijamin bahwa obat diterima dan disimpan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat terjaminnya mutu dan mampu telusur (no bets selalu tercatat). Setiap bets obat harus diuji secara laboratorium untuk meyakinkan bahwa obat itu memenuhi syarat sebelum diedarkan. Produk yang tidak memenuhi syarat atau kriteria mutu terkait harus ditolak. Obat yang datang harus dikarantinasampai pihak pemasok menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi syarat dan spesifikasi, certificate of analysis untuk memastikan bahwa produk yang dikirim sesuai dengan yang dipesan dan tersertifikasi dari pabrik. Setiap produk yang diterima harus dilakukan sampling random untuk analisis laboratorium, untuk menjamin bahwa produk tersebut memenuhi standar yang dipersyaratkan. Sampling secara random dilaksanakan pada setiap rantai distribusi. Pengambilan sampel dilakukan oleh petugas yang berwenang (BPOM). Jika obat yang diperiksa tersebuttidak memenuhi persyaratan, maka harus diberi tanda, disimpan terpisah dan tidak boleh digunakan serta obat tersebut harus dikembalikan atau dimusnahkan Sampling Salah satu kegiatan yang dapat menjamin mutu obat pasca pemasaran atau pada jalur distribusi / di peredaran adalah melalui sampling dan pengujian obat. Sampling obat dilaksanakan dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan standar mutu / compliance. Sampling obat yang dilakukan harus dapat mewakili obat beredar dan representatif. Dalam proses sampling perlu ditetapkan mengenai perencanaan, pelaksanaan, pencatatan, dan penandaan sampel Tujuan sampling - Melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat dan keamanan. - Menjamin konsistensi mutu produk pasca pemasaran. - Terlaksananya fungsi pengawasan produk secara efektif dan efisien - Pengawasan terhadap obat yang digunakan untuk program Proses Sampling 1. Perencanaan 59

60 - Jumlah sampel untuk setiap sampel diperhitungkan untuk 3 kali pengujian dengan bets yang sama untuk tujuan verifikasi (uji ulang atau uji banding) serta sampel pertinggal. - Jumlah sampel untuk satu (1) kali pengujian : Jenis sediaan : tablet/pil/kapsul Jenis Pengujian Penetapan identifikasi Penetapan kadar Penetapan waktu Penetapan keragaman bobot Penetapan keseragaman kandungan Penetapan cemaran /kemurnian Penetapan susut pengeringan Total Jumlah sampel 1 5 buah 40 buah 24 buah 10 buah 30 buah 10 buah 10 buah 100 sampel 2. Tempat Pengambilan Sampel - Dilakukan di Instalasi Farmasi Pusat, Instalasi Farmasi Propinsi daninstalasi Farmasi Kabupaten/Kota 3. Pelaksanaan pengambilan sampledilakukan oleh Balai Besar / Balai POM sesuai dengan prosedur yang berlaku dan dibuat Berita Acara pengambilan sampel yang ditandatangani oleh pengambil sampel dan pihak sarana tempat dimana sampelnya diambil. 4. Hasil pengujian sampling yang dilakukan harus disampaikan ke Dinas Kesehatan setempat Uji mutu terhadap logistik Non OAM Pengujian mutu logistik Non OAMpada prinsipnya sama dengan uji mutu OAM, hanya disesuaikan dengan jenis dan karakteristiknya. Contoh: Prosedur Jaga Mutu dan Monitoring kualitas RDT di lapangan Rapid Diagnostic Tests (RDTs) malaria memiliki peranan penting dalam pengendalian malaria, khususnya dalam melaksanakan diagnosis sediaan darah 60

61 di darah terpencil dimana diagnosis secara mikroskopis tidak dapat dilakukan atau fasilitas kesehatan terkait memiliki error rate mikroskopis yang tinggi. Usaha untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian harus dilaksanakan melalui program eliminasi malaria, dimana kegiatan kegiatannya terdiri dari diagnosis dini, pengobatan secara tepat dan cepat, pengendalian vektor dan surveilans. Untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus malaria, kita perlu memperluas layanan diagnosis terutama di daerah terpencil dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan juga untuk area yang belum dilengkapi dengan laboratorium pemeriksaan parasit malaria. Perluasan layanan penemuan kasus malaria di daerah terpencil melalui penguatan layanan kesehatan di Pustu dan Posmaldes dengan menggunakan RDT dapat mendeteksi insiden malaria dengan cepat di masyarakat dan juga sebagai alat diagnosis dini Kejadian Luar Biasa (KLB). Sejalan dengan tugastugas petugas puskesmas, untuk mendukung gerakan pencegahan KLB Malaria yang sering kali terjadi akibat respon yang kurang cepat dan diagnosis yang kurang dini dari daerah penularan malaria di daerah terpencil. Dalam rangka menjaga ketersediaan RDT di lapangan dari kedua aspek baik secara kualitas dan kuantitas, diperlukan pedoman sebagai referensi umum untuk menjamin kualitas RDT yang diadakan mulai dari proses pengadaan (spesifikasi), distribusi hingga penyimpanan. Dengan pertimbangan bahwa suhu yang tinggi dapat merusak dan mempersingkat usia pemakaian RDT malaria, suhu penyimpanan RDT malaria yang direkomendasikan adalah antara 2 C - 30 C, meskipun pabrikan meberikan spesifikasi suhu penyimpanan yang lebih tinggi. Untuk negara endemis malaria sering memiliki suhu yang lebih tinggi dari suhu ideal termasuk Indonesia. Penyimpanan RDT yang baik dapat menjadi aspek yang sulit, terutama selama pengiriman dan daerah tanpa pendingin udara (AC). Tetapi dengan mengaplikasikan sistem penyimpanan yang sederhana dan perhitungan yang akurat dalam proses distribusi dan dikombinasikan dengan perencanaan yang baik dapat membantu untuk mengelola RDT di iklim tropis. Seperti alat diagnosis lainnya, kondisi yang beranekaragam dari proses produksi, pengangkutan, penyimpanan dan metode penggunaan dapat merusak keakurasian RDT. Quality Assurance (QA) dan monitoring yang cukup dari pelayanan laboratorium pada level terkait dirasakan menjadi aspek penting dalam program Tujuan A. Tujuan Umum Menjamin kualitas Rapid Diagnostic Test (RDT) Malaria di lapangan B. Tujuan Khusus 1. Perluasan cakupan dan kualitas penemuan penderita melalui konfirmasi laboratorium. 61

62 2. Memutuskan rantai penularan malaria dan menanggulangi KLB dengan cepat (kurang dari 2 minggu sejak KLB dilaporkan/dideteksi) 3. Sebagai pedoman QA RDT malaria secara Nasional 4. Menilai kualitas kumpulan specimen/sample dan memproses dokumen validitas dari metode tes. 5. Menyediakan umpan balik sebagai tindakan koreksi Sasaran Lokasi Seluruh propinsi di Indonesia terutama pada daerah yang terjadi perbedaan hasil diagnosis antara konfirmasi melalui RDT dan Mikroskop, serta pada wilayah yang mempunyai tenaga mikroskopis dengan tingkat error rate yang tinggi Waktu Kegiatan Quality Assurance RDT Malaria ini akan dilakukan secara berkala, setiap enam bulan sekali dengan pengujian sampel dibandingkan dengan Mikroskop dan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali di lakukan uji kualitas WHO di (Philipina/Cambodia) untuk setiap Lot pengadaan Quality Assurance (QA) RDT Malaria Quality Assurance adalah komponen penting dalam pelaksanaan penggunaan RDT.QA RDT bertujuan untuk memastikan alat tes masih memiliki akurasi yang tinggi di tangan pengguna akhir. Sistem QA untuk RDT yang berfungsi dengan baik akan mengarahkan semua proses agar dapat memastikan hasil tes seakurat seperti yang diklaim oleh pabrikan. QA juga dapat didefinisikan sebagai total proses di dalam dan di luar laboratorium, termasuk standar kinerja, praktek laboratorium yang baik dan keterampilan managemen untuk mencapai dan memelihara kualitas pelayanan dan menyediakan perbaikan yang berkelanjutan. Rencana QA RDT meliputi beberapa area berikut ini : a. Pemilihan produk yang baik dan Pengujian produk b. Lot Testing c. Quality Assurance dan pengendalian kualitas di lapangan b. Cross-check hasil RDT dengan mikroskop c. Observasi on-site dari penggunaan teknis, interpretasi, pembuangan, dan review tempat kerja dan keamanan kerja saat kunjungan supervise. d. Bench Aid e. Menyediakan SOP penggunaan RDT di setiap level 62

63 - Seleksi produk yang baik - Spesifikasi - Penyedia barang yang berkualitas Pabrikan Pusat Sampel Barang Report Laporan Sampel Barang Lot Testing rekomendasi WHO Uju Laboratorium di Laboratorium di Filipina/Kambodia (Rekomendasi WHO) Proses distribusi: - Pemilihan Ekspedisi yang baik - Kondisi Gudang Penyimpanan yang baik - Lot Sampling*: Inspeksi fisik Provinsi Kabupaten Puskesmas Sampel Barang** Lot Sampling: Hasil RDT dibandingkan dengan hasil mikroskopis Ada perbedaan? Tidak Akhir Tahun (Mendekati tanggal kadaluarsa) Pengguna akhir/ Masyarakat Ya Lot Sampling: Uji Laboratorium (Rekomendasi WHO) Catatan: *) Sampel akan diambil ketika barang tiba **)Sampel akan diambil secara rutin (melalui MBS, atau sampling ketika barang datang) Sampling Distribusi Quality Assurance dalam program pengendalian malaria dilakukan mulai dari pemilihan produk hingga di tangan user. Secara umum Quality Assurance dilakukan dalam 2 bagian, Yaitu: Monitoring RDT secara fisik 1. Persiapan - Penyiapan ruang penyimpanan yang cukup, peralatan penyimpanan yang memadai dan personal yang menangani penyimpanan tersebut. - Persiapkan dan bersihkan area yang akan menjadi tempat penerimaan dan penyimpanan barang tersebut. 63

64 - Sebaiknya sesegera mungkin setelah pengiriman sampai ditempat, barang tersebut dimasukkan ke dalam fasilitas penyimpanan. - Jauhkan RDT terkena sinar matahari langsung Inspeksi Secara Visual - Hitung kembali jumlah barang yang diterima dan bandingkan angka tersebut dengan lembar pengirimannya. - Periksa apabila terdapat kerusakan pada karton pembungkus luar, seperti karton yang tersobek atau terpotong, karton yang tidak dalam kondisi baik lagi, dan lain-lain. - Periksa kembali tanggal kadaluwarsanya Sampling Produk - Pilih satu atau dua karton yang diterima pada setiap lot barang yang diterima untuk dibuka dan diperiksa isinya. - Pilih dua atau tiga kit boks kecil yang tidak bersebelahan, dalam setiap karton tersebut. - Buka kit boks yang sudah terpilih tersebut untuk memastikan bahwa setiap paket dalam keadaan baik. Untuk setiap kit RDT yang dikirim bersama satu botol larutan penyangga (buffer), pastikan kembali bahwa botol larutan tersebut tidak bocor; namun jika terjadi kebocoran pada satu atau beberapa boks, buka kembali beberapa boks lain dari lot yang sama untuk memastikan bahwa apakah seluruh lot itu terkena pengaruhnya atau tidak. - Buka kit boks untuk memastikan bahwa paket satuannya tidak rusak - Buka amplop tes (paket satuan) dari setiap kit boks yang dipilih untuk memastikan setiap komponen yang dispesifikasikan oleh pabrikan terdapat dalam amplop tersebut (contoh: kaset/dip-stick, alat transfusi darah, lancet, pengaman, dll.) terdapat dalam kit boks. Jika ada komponen yang tidak terdapat dalam kit boks, buka kembali beberapa amplop tes dari kit boks yang berbeda namun dari lot yang sama untuk memastikan jika masalah ini tidak berakibat pada isi seluruh lot tersebut. Abaikan seluruh amplop tes yang sudah terbuka. - Jika semua RDT yang diperiksa dalam kondisi memuaskan, tutup kembali kit boks dan tulis sisa satuan kit boks yang masih ada. - Periksa jumlah sampel produk hingga cukup untuk memastikan bahwa pengiriman tersebut dapat diterima. Untuk informasi tambahan mengenai tes lot paket RDT dapat menggunakan kebijakan pengendalian kualitas yang diterapkan oleh program malaria nasional RDT yang rusak, tidak lengkap atau kadaluwarsa Beberapa paket RDT yang anda terima mungkin saja telah kadaluwarsa, rusak selama pengapalan, atau kehilangan komponen yang penting (tidak lengkap). - Segera pisahkan paket yang rusak, tidak lengkap atau kadaluwarsa tersebut dari paket yang masih dapat digunakan; simpan paket tersebut 64

65 pada tepat yang diberi tanda dan terpisah dari produk yang dapat digunakan. - Segera laporkan kerusakan kepada institusi yang melakukan pemesanan RDT (contohnya: Kementerian Kesehatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lain); lembaga tersebut akan memberitahukan kepada pabrikan mengenai masalah yang muncul. - Jangan pernah mengirimkan produk yang rusak, tidak lengkap atau kadaluwarsa ke fasilitas kesehatan. Jika anda tidak yakin bahwa suatu produk telah rusak, maka cek ulang dengan staf yang mengerti Ruang Penyimpanan Tanpa AC - Lindungi dari sinar matahari langsung, buramkan kaca jendela, atau gunakanlah tirai untuk mencegah masuknya sinar matahari langsung kedalam gedung. - Ventilasi alami: o Untuk daerah dengan temperatur tinggi dan kelembapan yang rendah dan perbedaan temperatur antara siang dan malam yang ekstrim, maka bukalah jendela pada malam hari untuk melepas panas dari dalam ruangan dan menarik udara yang lebih dingin dari luar ruangan. Sedangkan pada siang hari, tutuplah jendela, untuk mempertahankan temperatur yang rendah didalam ruangan. o Untuk daerah dengan iklim panas dan kelembapan tinggi bukalah jendela dan ventilasi udara sepanjang waktu, untuk mempertahankan sirkulasi udara. - Hindari atap yang menyerap panas tinggi. - Sirkulasi: Gunakanlah kipas angin untuk mensirkulasi udara, dan mencegah kantung udara panas atau kondensasi pada bagian atas ruangan Ruang Dengan AC Nyalakan AC dan tutuplah semua pintu dan jendela, kecuali ketika proses penyimpanan dan distribusi sedang berlangsung Memonitor Temperatur Disetiap gudang yang dipakai harus di lengkapi beberapa termometer pada bagian-bagian tertentu dari ruangan penyimpanan tempat RDT anda berada. - Monitor secara konsisten seluruh thermometer tersebut pada bagianbagian ruangan penyimpanan. - Lakukanlah beberapa kali pemeriksaan dalam satu hari, khususnya pada siang hari pada saat temperatur udara paling tinggi. - Catat pembacaan temperatur tersebut, lengkap dengan tanggal dan waktu pembacaannya, pada tabel pemeriksaan. - Jika temperatur terbaca lebih dari 30 0 C, usahakan untuk menurunkannya atau pindahkan RDT pada daerah yang lebih dingin. 65

66 Monitoring RDT secara Laboratorium Dalam pelaksanaan QA RDT Malaria secara laboratorium, Program Pengendalian Malaria telah mensyaratkan di dalam spesifikasi RDT malaria beberapa langkah, yaitu: 1. Lot Testing WHO. Dalam spesifikasi RDT Malaria dipersyaratkan bahwa semua RDT yang akan diterima Indonesia harus sudah melalui uji Lot Testing WHO dengan rekomendasi hasil yang baik (PASS). Mekanisme yang dilaksankan pada tahap ini di serahkan pada standard dari WHO. 2. Monitoring Kualitas RDT (Di Pusat) Dalam penerimaan RDT malaria di Indonesia di persyaratkan untuk dilakukan Monitoring Kualitas dengan mengambil sampel dari distribusi RDT yang diterima sesuai dengan jumlah lot yang di kirim. Pada tahap ini QA dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel RDT yang diterima, dengan sampel minimal sebanyak untuk setiap lot RDT yang diterima. Uji kualitas pada tahap ini dilaksanakan sebelum distribusi atau bersamaan dengan proses distribusi. Hasil pemeriksaan RDT langsung dibaca di tempat (maksimal 30 menit setelah dilakukan test), sedangkan untuk pemeriksaan secara mikroskopis, sediaan dibuat langsung bersamaan dengan pemeriksaan RDT dan dilakukan pewarnaan giemsa kemudian hasil dibaca oleh crosschecker nasional dengan level expert. Penilaian hasil meliputi sensitifitas, spesifisitas dan akurasi spesies. Sensitifitas : jumlah positif RDT Jumlah positif secara mikroskopis X 100% Spesivisitas : jumlah negatif RDT Jumlah negatif secara mikroskopis X 100% Akurasi spesies : jumlah spesies yang sama Jumlah positif secara mikroskopis X 100% 66

67 Penutup Interpretasi hasil : Sensitivitas dan spesifisitas dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan RDT, penyimpangan maksimal dan akurasi spesies minimal. 3. Field Quality Test RDT Untuk memonitor kualitas RDT di lapangan dilakukan uji kualitas RDT secara sampel berdasarkan indikasi khusus untuk di uji di Laboratorium rekomendasi WHO.Sampel yang di ambil dalam uji ini adalah berdasarkan Purposive Simple Random Sampling, dimana sampel yang dipilih adalah di wilayah mana terdapat permasalahan adanya perbedaan hasil diagnosis malaria antara RDT dengan Mikroskopis. - Metode Metode yang digunakan untuk mendapatkan data dalam monitoring ini adalah dengan mengumpulkan data/informasi terjadinya perbedaan hasil diagnosis antara RDT dengan Mikroskop untuk mendapatkan jenis data kuantitatif. Informasi selanjutnya yang dibutuhkan adalah dengan mengumpulkan informasi berupa tatalaksana RDT yang dilakukan di wilayah yang di pilih sebagai sampel. Informasi ini sangat penting sebagai data pendukung dari hasil uji laboratorium yang akan dilakukan. - Tehnik dalam penentuan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Random Sampling, dimana sekelompok sampel di pilih didasarkan atas ciri-ciri atau sifat- sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas RDT yang dipergunakan di lapangan. - Besarnya jumlah sampel yang di ambil dihitung berdasarkan populasi RDT di wilayah sampel minimal 0.5 %. - Uji kualitas RDT pada tahap ini dilakukan dengan dengan mengirimkan sampel yang sudah di kirimkan ke Laboratorium Rujukan WHO di Filipina ataupun Kamboja - Rekomendasi yang direima dari hasil uji WHO akan dipadukan dengan informasi yang diperoleh di lapangan tentang perlakuan RDT selama di gudang dan proses pengiriman. Hasilnya akan menjadi informasi yang komprehensif tentang hubungan tatalaksana RDT di lapangan dengan kualitas RDT. Dalam rangka meningkatkan kualitas diagnostic malaria terutama di daerah yang belum mempunyai fasilitas laboratorium diagnostic malaria dilakukan dengan menggunakan RDT.Untuk itu perlu dilaksanakan QA untuk RDT tersebut. QA dilakukan dalam 2 tahap yaitu : 1. Tahapan rujukan lot testing WHO 2. Monitoring kualitas RDT oleh program 67

68 Selanjutnya Quality Assurance Procedure RDT ini akan dimasukan sebagai lampiran dalam Pedoman Management Logistik Malaria Tindak lanjut Hasil Uji Mutu Tindak lanjut terhadap logistik yang terbukti rusak adalah : Dikumpulkan dan disimpan terpisah, pemisahannya berdasarkan produk yang memiliki nomor bets atau kode produksi yang sama Buat Laporan ke atasan langsung yang isinya jumlah, jenis, nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Menginformasikan ke seluruh fasilitas kesehatan yang memiliki jenis produk dengan nomor bets yang sama untuk tidak dipergunakan lagi Dihapuskan dan dimusnahkan sesuai aturan yang berlaku, dan ataudikembalikan sesuai dengan kesepakatan yang berlaku (Kontrak) Penghapusan Dan Pemusnahan Logistik Penghapusan dan pemusnahan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pembebasan barang-barang logistik milik negara dari tanggungjawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghapusan dan pemusnahan logistik mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan No. 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan barang milik Negara/Daerah, Menteri Dalam Negeri No. 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang milik Daerah dan Menteri Kesehatan No. 1539/Menkes/SK/XI/2003 tentang Tata cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik Negara di lingkungan Depkes. Tujuan penghapusan dan pemusnahan logistik adalah: 1. Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk disimpan. 2. Melindungi petugas, masyarakat dan lingkungan akibat dari barang-barang logistik yang rusak/kadaluarsa. Alasan pertimbangan penghapusan dan pemusnahan logistik adalah : 2. Secara fisik tidak dapat digunakan karena telah mengalami perubahan bentuk, warna, kemasan. 3. Logistik yang telah melampaui batas waktu penggunaan/kadaluarsa. 4. Logistik yang hilang karena sesuatu hal seperti dicuri, bencana (dibuktikan dengan berita acara) Langkah Kegiatan Penghapusan dan Pemusnahan Logistik 1. Membuat daftar logistik yang akan di hapuskan beserta alasan-alasannya oleh instalasi farmasi dan teknis terkait. 2. Pisahkan logistik yang kadaluwarsa/rusak pada tempat tertentu. 68

69 3. Melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan mengenai logistik yang akan dihapuskan. 4. Kepala Dinas Kesehatan mengajukan usulan penghapusan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota sesuai dengan tingkat pemerintahan untuk mendapat persetujuan penghapusan. 5. Setelah panitia melaksanakan penghapusan (dengan Berita Acara), pengelola barang mengeluarkan barang tersebut dari daftar inventaris. 6. Selanjutnya mengusulkan barang yang sudah dihapuskan untuk segera dimusnahkan. 7. Setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang maka barang tersebut dapat dimusnahkan. Pemusnahan barang dilakukan sesuai dengan karakteristik barang dengan cara sebagai berikut: a. Pemendaman di dalam tanah - Teknik ini adalah cara tertua dan termudah karena tidak perlu penanganan/ preparasi sebelumnya. - Digunakan untuk jenis untuk obat padat (tablet, kaplet, serbuk, kapsul) - Sebaiknya teknik ini dilakukan setelah teknik enkapsulasi/ inersiasi - Lokasi pemendaman harus jauh dari sumber air minum/ pemukiman b. Pembuangan kesaluran air kotor - Sebelum dibuang kesaluran air, obat terlebih dahulu di campur dengan sejumlah air untuk mengurangi konsentrasinya. - Digunakan untuk sediaan cair seperti sirup, suspensi, emulsi. c. Enkapsulasi Obat-obat berbentuk padat dan setengah padat : - Masukan kedalam suatu bak berlapis plastik/ drum baja (75%) - Diisi suatu medium berupa campuran semen, kapur, pasir atau batu bara, lalu ditambahkan air - Selanjutnya ditutup rapat dan kedap udara, lalu dipendam di dalam tanah d. Insinerasi - Merupakan proses oksidasi kering bersuhu tinggi ( C) dengan menggunakan insinerator, sehingga gas yg dihasilkan dapat terurai pada proses pertukaran panas (heat exchange) - Mengakibatkan penurunan yang sangat signifikan dari segi volume maupun berat limbah. e. Inersiasi - Merupakan variasi dari enkapsulasi - Tablet dan pil harus dikeluarkan dari blisternya, lalu direndam air, dicampur semen, kapur sehingga membentuk pasta. - Pindahkan kedalam truk pengangkut semen curah untuk selanjutnya dikubur. 69

70 - Pengelolaan limbah seperti ini, untuk meminimalkan resiko berpindahnya substansi yang terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah. f. Disinfeksi Kimia Desinfeksi kimia dilakukan khususnya untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada perbekalan kesehatan habis pakai. Teknik ini dilakukan dengan cara menambahkan suatu zat kimia ke dalam limbah tersebut.(h2so4 0,2 M). 70

71 BAB XII DAFTAR PUSTAKA 1. Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Departemen Kesehatan RI Methods Manual For Laboratory Quality Control Testing of Malaria Rapid Diagnostic Test. WHO RDT Storage. USAID Malaria Rapid Diagnostic Test Performance. WHO Malaria Control Booster Program, Procurement and Supply Management. World Bank Guideline for Warehousing Health Commodities. USAID Basic Malaria Microscopy, Part I. Learner s Guide WHO Reprinted Guideline for The Storage of Essential Medicines and Other Health Commodities. UNICEF Rapid Diagnostic Test, WHO, WPRO 10. The Logistic Handbook. USAID 71

72 LAMPIRAN SPESIFIKASI BARANG PROGRAM PENGENDALIAN MALARIA 72

73 LAMPIRAN I SPESIFIKASIOBAT ANTI MALARIA (OAM) 1. Dihydroartemisinin Piperaquin spesifikasi : a. Deskripsi : FDC (Fixed Dose Combination), masing masing tablet mengandung 40 mg Dihydroartemisinin(DHA) dan 320 mg Piperaquin tablet. b. Kemasan : 1. Satu blister terdiri dari 9 tablet 2. Informasi tentang obat harus tertera di dalam kemasan dalam bahasa Indonesia. 3. Di luar kemasan harus tertulis kandungan setiap obat 4. Tanggal Produksi 5. Tanggal Kadaluarsa : (masa kadaluarsa minimal 2 tahun) 6. No Batch. 7. Mempunyai izin edar dari Badan POM / SAS (Special Acces Scheme) 8. Dosis Obat : Merujuk kepada Buku Pedoman Pengobatan malaria terbitan Kemenkes edisi terbaru. 9. Pada box besar maupun box kecil tertulis Lambang Bhakti Husada dan tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidakdiperjual belikan (ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru ). 2. Artemether Injeksi spesifikasi : a. Deskripsi : Tiap satu ampul mengandung 80 mg Artemether. b. Kemasan : 1. Satu kotak berisi 6 ampul 2. Tiap kotak diberi keterangan tentang : Kandungan obat setiap ampul mengandung 80 mg Artemether 3. Informasi tentang obat harus tertera di dalam kemasan dalam bahasa Indonesia 4. Di luar kemasan harus tertulis kandungan setiap obat. 5. Injeksi artemether : Intra muskular berisi 6 ampul (1ml)/ampul = 80 mg artemether 6. Tanggal produksi 7. No Batch 8. Tanggal kadaluarsa (minimal 5 tahun) 9. Mempunyai izin edar dari Badan POM / SAS (Special Acces scheme) 10. Dosis Obat : Merujuk pada Buku Pedoman Pengobatan Malaria terbitan Kemenkes edisi terbaru 11. Pada box besar maupun box kecil tertulis Lambang Bhakti Husada tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidak diperjual belikan (ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru) 3. Artesunat Injeksi Spesifikasi : a. Deskripsi : Derivat artemisinin dalam bentuk bubuk kristal putih b. Kemasan : 1. Dalam kotak berisi satu vial artesunate injeksi yang berisi 60 mg artesunate dan satu vial (1 cc) sodium bikarbonat 5% 2. Tanggal Produksi 3. Tanggal kadaluarsa : (masa kadaluarsa minimal 2 tahun) 4. No.Register 73

74 5. No.Batch 6. Nama Pabrik/Produsen 7. Dosis Obat : Merujuk pada Buku Pedoman Pengobatan Malaria terbitan Kemenkes edisi terbaru 8. Informasi tentang obat harus tertera didalam kemasan dalam bahasa Indonesia. 9. Di luar kemasan harus tertulis kandungan setiap obat. 10. Mempunyai izin edar dari Badan POM 11. Pada box besar maupun box kecil tertulis Lambang Bhakti Husada dan tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidak diperjual belikan (ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru ) 4. Kina Tablet spesifikasi : a. Deskripsi : Setiap tablet mengandung 200 mg kina sulfat, berlapis gula, scored tablet ( silang empat) tidak mudah hancur tetapi mudah di belah empat b. Kemasan : 1. Dalam kotak terdiri dari 10 strip. Pada masing-masing strip terdiri dari 6 tablet 2. Kandungan obat setiap tablet mengandung 200 mg kinina sulfat 3. Tanggal Produksi 4. Tanggal kadaluarsa : (masa kadaluarsa minimal 5 tahun) 5. No.Register 6. No Batch 7. Nama Pabrik/Produsen 8. Dosis Obat : Merujuk pada Buku Pedoman Pengobatan Malaria terbitan Kemenkes edisi terbaru 9. Informasi tentang obat harus tertera didalam kemasan dalam bahasa Indonesia. 10. Di luar kemasan harus tertulis kandungan setiap obat. 11. Pada box tertulis Lambang Bhakti Husada 12. Mempunyai izin edar dari Badan POM 13. Pada box besar dan box kecil tertulis Lambang Bhakti Husada dan tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidak diperjual belikan ( ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru ). 5. Primakuin tablet spesifikasi: a. Deskripsi : Tiap tablet mengandung 15 mg primakuin b. Kemasan : 1. Tiap botol berisi 1000 tablet. 2. Tiap tablet mengandung 15 mg primakuin 3. Scored tablet (silang empat) tidak mudah hancur tetapi mudah dibelah empat 4. Tanggal produksi 5. Tanggal kadaluarsa (minimal 5 tahun) 6. No Register 7. No Batch 8. Nama Pabrik / Produsen 9. Informasi tentang obat harus tertera didalam kemasan dalam Bahasa Indonesia. 10. Dosis Obat : Merujuk pada buku pedoman pengobatan malaria terbitan Kemenkes edisi terbaru 11. Mempunyai izin edar dari Badan POM 74

75 12. Pada setiap botol tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidak diperjual belikan ( ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru) 6. Doksisiklin tablet spesifikasi: a. Deskripsi : Tiap kapsul mengandung 100 mg doksisiklin b. Kemasan : 1. Tiap kotak berisi 100 kapsul 2. Tanggal produksi 3. Tanggal kadaluarsa (minimal 5 tahun) 4. No Register 5. No Batch 6. Dosis Obat : Merujuk pada buku pedoman pengobatan malaria terbitan kemenkes edisi terbaru 7. Nama Pabrik / Produsen 8. Informasi tentang obat harus tertera didalam kemasan dalam bahasa Indonesia 9. Mempunyai izin edar dari Badan POM 10. Pada box besar dan box kecil tertulis Lambang Bhakti Husada dan tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidak diperjual belikan (ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru). 7. Kina Injeksi spesifikasi : a. Deskripsi : Tiap ampul berisi 2 ml kinina sulfat 25 % 500 mg b. Kemasan : 1. Satu kotak terdiri dari 30 ampul 2. Kemasan dibuat dari karton manila yang kuat / plastik 3. Informasi tentang obat harus tertera didalam kemasan dalam bahasa Indonesia 4. Kandungan obat 5. Dosis Obat : Merujuk pada buku pedoman pengobatan malaria terbitan Kemenkes edisi terbaru 6. Tanggal Produksi 7. Tanggal Kadaluarsa 8. No Batch 9. No Register 10. Nama Pabrik / Produsen 11. Mempunyai izin edar dari Badan POM 12. Pada box besar dan box kecil tertulis Lambang Bhakti Husada dan tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidak diperjual belikan (ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru). 8. ACT Regimen Artemisinin / Naphthoquine spesifikasi : a. Deskripsi : FDC (Fixed Dose Combination) masing-masing tablet mengandung Artemisinin 250mg dan Naphthoquin 100 mg b. Kemasan : 1. Satu blister terdiri dari 4 tablet 2. Kemasan dibuat dari karton manila yang kuat / plastik 3. Informasi tentang obat harus tertera di dalam kemasan dalam bahasa Indonesia 4. Kandungan obat 75

76 5. Tanggal Produksi 6. Tanggal Kadaluarsa 7. Nomor Batch 8. Nama Pabrik/Produsen. 9. Mempunyai izin edar dari Badan POM/ Special Acces Scheme 10. Dosis Obat : Lihat petunjuk pengobatan 11. Pada box besar dan box kecil tertulis Lambang Bhakti Husada dan tertera : Obat Program Malaria milik Kementerian Kesehatan tidak diperjual belikan (ditulis dengan huruf kapital dan tinta warna biru ). 76

77 LAMPIRAN II SPESIFIKASI KEMASAN OAM 77

78 LAMPIRAN III SPESIFIKASI MIKROSKOP BINOKULER(UNTUK PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA) 1. Spesifikasi : No. Jenis Deskripsi 1. Umum Mikroskop digunakan untuk pemeriksaan plasmodium pada sediaan darah tebal maupun tipis 2. Lensa Lensa Objective Jenis : Plan Achromatic Lenses Lensa objektif 1 : pembesar 4x Lensa objektif 2 : pembesar 10 x Lensa objektif 3 : pembesar 40 x Lensa objektif 4 : pembesar 100 x Lensa Oculer Lensa Oculer: kemampuan pembesaran 5 x Lensa Oculer : kemampuan pembesaran 10 x Semua lensa terbuat dari kaca yang dilapisi bahan antijamur mm sampai dengan 77 mm 4. Interpupillary Distance Adjustment Range Sistem optikal 5. Pencahayaan 6. Stage 7. Sistem Fokus Sumber cahaya dapat berasal dari lampu listrik atau sumber cahaya lainnya Sistem menjadi satu (terpadu) dengan mikroskop, dengan lampu halogen (20 watt). Voltase universal 220 volt Lampu halogen tambahan untuk penerangan : 3 buah (sesuai dengan lampu asli). Dilengkap dengan lensa cekung dan datar yang posisinya dapat diatur dengan mudah Stage terbuat dari logam (mechanical stage) untuk menggerakkan preparat Sistem penggerak menggunakan kawat atau lainnya sehingga tidak mengganggu tangan operator Dilengkapi dengan pengatur makro dan mikro pada sisi kanan dan kiri untuk menggerakkan meja preparat (naik turun) Fokus Lensa okuler dapat diatur Memiliki pengatur fokus makro dan mikro pada sisi kiri dan kanan bawah dari mikroskop Memiliki sistem stage mikroskop yang stabil dan presisi serta dilengkapi dengan "focus lock" untuk melindungi lensa objective dan preparat Infinity Lensa dilengkapi dengan sistem baru yang dapat mengurangi cacat pada bentuk dan warna obyek 78

79 No. Jenis 8. Kondensor 9. Lain - lain 10. After Sales & Service 11. Evaluasi Teknis Deskripsi Type Abbe Dilengkapi dengan filter cahaya biru dan diafragma Dilengkapi dengan kotak penyimpanan mikroskop yang terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan pegangan (handle) dan lampu 5 watt didalamnya Penutup mikroskop/microscope cover Rak penyimpanan lensa yang dapat disimpan di dalam box kayu Kabel listrik (minimal 2 m) Lap pembersih lensa Dilengkapi dengan Buku Petunjuk dalam bahasa Indonesia Di setiap unit mikroskop dilengkapi dengan logo GF Malaria Memiliki agen (distributor) yang dapat menjamin servis purna jual (After Sales & Service) min 1 tahun Uji kelayakan teknis akan dilakukan setelah evaluasi administrasi oleh pakar 79

80 LAMPIRAN IV SPESIFIKASI SPRAYCAN 1. Spesifikasi : Bagian-bagian spraycan : a. Tangki : - Kapasitas min 11 liter - Bahan stainless steel yang berkualitas - Tahan terhadap tekanan tinggi (25 55 PSI) - Tinggi tangki dari dasar sampai permukaan atas maksimal 56 cm - Diameter tangki maksimal 21,6 cm - Berat tangki : < 5 kg - Pemberian tanda : semua tangki harus diberi tanda yang jelas dengan garis horizontal timbul sepanjang ± 10 cm yang menyatakan isinya pada interval 2 liter. Terdapat tanda (bentuk panah) pada volume 8½ liter - Dilengkapi pengikat lance (pipa dimana ujungnya terdapat nozzle) - Tangki harus dilengkapi dengan bagian-bagian pengikat untuk mengamankan nozzle dan lance. Pengikat sebelah bawah dasarnya terletak ± 1,3 cm dari dasar tangki dan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menjepit nozzle dengan kuat. Pengikat atas merupakan lingkaran cincin dengan lance dapat masuk - Tutup lubang tangki berdiameter maksimal 95 mm dan berbentuk oval, tutup tangki tersebut diikat dengan rantai - Dilengkapi dengan injakan tangki untuk menekan tangki pada waktu dipompa. Injakan melekat pada sisi bawah tangki dan dapat dilipat pada waktu tangki dipakai menyemprot - Mempunyai tombol pengeluaran angin - Tahan bocor - Tidak dapat dibuka selagi bertekanan - Dilengkapi dengan pengunci tutup b. Manometer : Tangki dilengkapi manometer, alat pengukur tekanan dengan skala PSI dan pemberian tanda khusus pada skala PSI c. Tangkai alat penyemprot (spraying stick) : Selang terbuat dari karet dan tahan terhadap bahan kimia/tekanan tinggi, panjang 1-1,5 m dan diameter 8-9,5 mm d. Nozzle : Nozzle tip (code TEEJET HSS 80020) terbuat dari bahan tahan karat dan mengeluarkan larutan rata rata cc per menit pada tekanan 40 PSI dengan bentuk semprotan seperti kipas e. Sabuk penyandang (Carrying belt) : Panjang : ± 1 m, lebar : ± 5 cm, tebal : ± 5 mm. Dan sabuk pengaman ini mudah dialur panjangnya. 2. Lain lain : a. Pihak rekanan harus dapat menunjukkan Suratpenunjukkankeagenan/distributor dari pabrik, dan suku cadang tersedia selama 3 tahun 80

81 b. Bagian-bagian alat semprot seperti : Pump assembly, hose and valve assembly dan Discharge assembly dapat dipasang pada alat semprot yang sudah dipergunakan untuk program pemberantasan malaria c. Alat semprot diuji ulang secara sampling oleh Subdit Malaria untuk mengetahui mutu/kelayakan barang sesuai dengan ketentuan WHO d. Garansi minimal 1 s/d 2 tahun dari pihak rekanan meliputi perbaikan dan pergantian suku cadang e. Alat semprot tersebut diatas hanya digunakan untuk penyemprotan rumah dengan insektisida untuk membunuh nyamuk malaria sesuai dengan ketentuan WHO/EQP/1.R.4VBC/EP/

82 LAMPIRAN V SPESIFIKASI LABORATORIUM KIT MALARIA DAN PERLENGKAPANNYA I. Pekerjaan : 1. Pengadaan paket Laboratorium Kit Malaria dan Perlengkapannya (spesifikasi teknis terlampir) 2. Pelaksanaan sortir barang, labeling, packing dan pembagian per wilayah tujuan 3. Ketentuan Packing adalah sebagai berikut: a. Terbuat dari bahan standar komersial yang dapat memberikan cukup perlindungan terhadap barang selama dalam pengangkutan melalui udara, laut atau darat ke tujuan terakhir termasuk lokasi terpencil. b. Unit kemasan cukup kuat untuk disusun sampai setinggi 2,5 meter dan tahan banting, juga cocok untuk dibawa dan digunakan dalam suhu & kelembaban yang tinggi. c. Karton luar harus diberi nomor urut dan besar nomor batch yang dicetak pada bagian dalam dan luar karton harus minimum 1,25 cm tingginya. Karton yang berisi barang yang tidak seragam agar diberi tanda merah pada sudut bagian atasnya. 4. Pelaksanaan pendistribusian dari gudang Penyedia Barang/Jasa sampai gudang daerah tujuan (daftar distribusi terlampir) 5. Pengurusan asuransi all risk untuk semua barang yang dikirim 6. Pengurusan Berita Acara Penerimaan Barang II. Spesifikasi Teknis Bahan Laboratorium Malaria 1. Laboratorium Kit a. Spesifikasi : Tiap paket terdiri dari : 1. Beaker glass polyprophylene 100 ml 2. Beaker glass polyprophylene 250 ml 3. Measuring glass polyprophylene 10 ml 4. Measuring glass polyprophylene 100 ml 5. Bottle polyprophylene 1000 ml 6. Aquades 1 liter 7. Buffer tablet 10 tab (1000 cc) 8. Dropping pipet 9. Toilet tissue 10. Drying rack made from teakwood 11. Spreading bottle 500 cc 12. Staining tray made from melamine 13. Dropping bottle 30 cc approx 14. Interval timer 15. Slide 20 slide 16. Jerry can plastic 5 liter 17. Slide 100 pcs 18. Sarung tangan latex 100 pcs 19. Hand tally counter 20. Lens paper ( 50 pcs) 21. Methanol PA.(Untuk fiksasi sediaan 500 cc (btl) Jumlah b. (setiap paket disertai sticker daftar barang dan logo Kemenkes) 82

83 2. Bahan & Perlengkapan Lainnya 1. SLIDE BOX a. Spesifikasi : Bahan : Plastik Kapasitas : 100 Slide Dimensi (PxLxT) : 210 x 160 x 35 mm 2. BLOOD SLIDE a. Spesifikasi : Bahan Ukuran Ketebalan Kemasan : Kaca dengan label kosong untuk mikroskop : 75 x 26 mm : 0,9 1,3 mm : 72 buah/boks 3. GIEMSA a. Spesifikasi : Komposisi/informasi bahan : Solusi alkohol dari bahan organik dan un-organik. Bahan berbahaya (Hazardous ingredients). Nama menurut EC Directive 91/155/EEC : CAS-No. methanol EC No EC-Index-No X Classification F; R11 ; T; R23/24/25-39/23/24/25 Content: 25 - < 50 % Sifat fisik dan kimia : Bentuk Warna Bau Nilai ph Titik lebur Suhu sumber nyala Titik nyala Batas ledakan Berat jenis Kelarutan dalam air cairan blue-violet seperti methanol (20 C) undiluted > 65 C 455 C 18 C batas terendah 5.5 Vol% (methanol); tertinggi 36.5 Vol% (methanol) (20 C) 0.99 g/cm3 (20 C) soluble Kemasan : Amber colored bottle, closed tightly Tiap botol berisi 500 cc Tercantum tanggal kadaluarsa. Tahun produksi : Tanggal kadaluarsa minimum 18 bulan pada saat diterima 83

84 b. Sanggup menyerahkan Certification of Analysis c. Menyerahkan surat dukungan dari agen tunggal 4. IMMERSION OIL a. Spesifikasi : Komposisi/informasi bahan : Komposisi/informasi bahan : Indeks Bias - Refractive Index (20 ) Kekentalan - Density (20 C/4 C) Daya rekat - Viscosity (20 ) Fluorescence 1litre = : : g/cm³ : mpas : </= 1500 ppb : 1.02 kg Kemasan : Amber colored bottle, closed tightly Tiap botol berisi 500 cc Tercantum tanggal kadaluarsa. Tahun produksi : Tanggal kadaluarsa minimum 18 bulan pada saat diterima. b. Sanggup menyerahkan Certification of Analysis c. Menyerahkan surat dukungan dari agen tunggal 5. BLOOD LANCET (For Auto click) a. Spesifikasi : Tipe : Disposable Bahan : Stainless steel Ketebalan : 1/100 (maks) Panjang : ± 4.2 cm Kemasan : 200 buah/boks, b. Bukti registrasi dari Kementerian Kesehatan Setiap barang harus dilengkapi dengan brosur asli atau download 84

85 LAMPIRAN VI SPESIFIKASI RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) MALARIA No 1 Uraian 2 Nama Alat Volume Keterangan umum Malaria Rapid Diagnostics Test 3 Cara kerja 4 Sensitivity 5 Specifity 6 Bentuk Alat diagnostik cepat berbentuk device atau cassette yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi malaria pada manusia. Mendeteksi adanya P. falciparum dan non-falciparum berdasarkan HRP-2 dan pan pldh dalam darah yang diperiksa. Prinsip pendeteksian antigen adalah menangkap antigen dari darah dengan menggunakan monoclonal antibody yang specific. Mendeteksi pan plasmodium specific dengan monoclonal antibody Menggunakan blocker untuk heterophile antibody untuk meminimalisir efek interferensi / reaksi silang oleh HAMA. Sesuai RDT Performance Test WHO Round 4 Pf 95%, Pv 70% (kepadatan 200 parasit/mikroliter) Sesuai RDT Performance Test WHO Round 4 Pf 95%, Pv 95% (kepadatan 200 parasit/mikroliter) Plastic Device 7 Susunan pembacaan Susunan pembacaan sebagai berikut Darah Buffer Masa kedaluarsa Waktu pembacaan Ketahanan pada penyimpanan Kelengkapan 12 Kemasan C = control 1 = pf 2 = Pan 24 bulan dari tanggal produksi, minimal 22 bulan sejak barang diterima dalam 15 sampai dengan 30 menit 1-40 C 1) Tiap test kit terdiri dari : a. Alat test (device) b. Pipet kapiler/micropipette/alat pengambil darah 5 micro c. Lancet d. Alkohol swab e. Buffer (disetiap test kit) f. silica-gel pada tiap sachet g. Pada setiap sachet aluminium foil tercetak tanggal kadaluarsa 1) Tiap boks terdiri dari 25 test, beserta kelengkapan tiap test 2) Pada bagian dalam terlampir cara penggunaan dalam bahasa Indonesia 3) Pada bagian luar boks tertulis : 1) Nama alat 2) Nama produsen 3) Alamat produsen 4) Nomor batch/kode produksi 5) Tanggal produksi dan Tanggal kadaluarsa 85

86 No Uraian 6) Logo Bhakti Husada 7) Tidak diperjualbelikan 13 13a Pemastian kualitas : Uji kualitas sebelum tender Persyaratan umum internasional 12b Uji kualitas sesudah tender 13 Field QA Persyaratan Lain-lain Telah memenuhi Kualifikasi internasional a) Produsen telah lolos/ mempunyai ISO13485:2003. b) Merek RDT telah terdaftar dalam list WHO 1) Bersedia melakukan lot per Batch testing ke salah satu centre: Malaria RDT Quality Assurance Laboratory, Research Institute of Tropical Medicine DoH Filinvest Compound, Alabang, Muntinlupa City, Philippines Laboratory of Molecular Epidemiology, Pasteur Institute of Cambodia, #5 Monivong Blvd, P.O. Box 983, Pnom Penh, Cambodia mal-rdt@wpro/who.int dan belld@wpro/who.int 2) Produksi dari batch yang telah lulus lot-testing oleh WHO lot-testing centre yang dikirim ke Indonesia. 3) Sebelum RDT dikirim ke Indonesia, barang harus diperiksa oleh badan/lembaga independent dalam hal ini SGS, dan Akan dilakukan pemeriksaan secara fisik terhadap barang pada saat tiba di Pelabuhan Udara/Laut di Jakarta Indonesia. Field QA akan dilakukan oleh tim subdit program malaria di lapangan Sudah pernah di Uji coba di Indonesia 86

87 LAMPIRAN VII SPESIFIKASI LLIN No Nama Barang Long Lasting Insecticide Nets (LLINs) Persyaratan Administrasi - Sudah mendapat rekomendasi WHO (WHOPES), dan - Terdaftar pada Komisi Pestisida (Kompes) RI Persyaratan Teknis Penyedia memberikan Jaminan Masa Efektif minimum 3 tahun pemakaian dan 20 kali pencucian Ukuran Berbentuk Kotak Persegi Panjang - Panjang : cm - Lebar : cm - Tinggi : min 180 cm Bahan Kelambu - Polyethylene atau Polyester - Denier : > 100 deniers (Toleransi + 5%) - Warna : Pink/Biru Mesh - Jumlah : minimal 156 per inci persegi (polyester) minimal 56 per inci persegi (polyetilen) - Ukuran : 1,2-1,5 mm (polyester) 4 x 4 mm (polyetilen) Insektisida Golongan Sintetik Pyrethroid Kelengkapan Mempunyai tempat untuk menggantung kelambu minimum pada ke 4 sudutnya Pengepakan/Packing - Setiap kelambu dikemas dalam plastik berlubang dari pabrik dan terdapat label dengan mencantumkan tulisan: nama dagang, ukuran kelambu dan kekuatan benang kelambu, no Bath, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa (bahan aktif). Dilengkapi dengan Logo Bhakti Husada dan Ayo Berantas Malaria serta Tulisan Tidak Diperjual Belikan - Setiap 50 kelambu di kemas ke dalam karung plastik (bal) diberi stiker label yang kuat tidak mudah lepas dan robek. Pada label tercantum tulisan : nama dagang, nomor pendaftaran, no batch, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa (tanggal kadaluarsa bahan aktif). Dilengkapi dengan Logo Bhakti Husada dan Ayo Berantas Malaria serta Tulisan Tidak Diperjual Belikan Lain-lain Dalam kemasan dilengkapi brosur berbahasa Indonesia tentang cara pemakaian dan pemeliharaan yang mudah dipahami. Misalnya cara pencucian yang dianjurkan maupun hal-hal yang harus dihindarkan agar kelambu berinsektisida tersebut efektif melindungi keluarga dari gigitan nyamuk malaria 87

88 LAMPIRAN VIII SPESIFIKASI KEMASAN LLIN A. Bagian Depan 88

89 B. Bagian Belakang 89

90 LAMPIRAN IX SPESIFIKASI LAMBDA CYHALOTHRIN 1. Spesifikasi: a. Rekomendasi WHO/WHOPES b. Surat Komisi Pestisida No. 59/Kompes/93 tanggal 8 Februari 1993 tentang perobahan pedoman pelabelan. 2. Terdaftar pada Komisi Pestisida untuk bidang kesehatan 3. Bahan aktif: LAMBDA CYHALOTHRINE 4. Kandungan bahan aktif: LAMBDA CYHALOTHRINE gr/liter 5. Formulasi : CS, SC 6. Insektisida ini hanya untuk penyemprotan residual spraying 7. Kandidat insektisida : masih menunjukan efektif dan rentan terhadap serangga sasaran hasil uji kerentanan (suseceptibility test) standard WHO. 8. Kemasan: - Botol 1 liter; dan tiap kemasan dilengkapi dengan alat penakar a. Label pada botol a.1 Simbol warna: Pada botol diberi tulisan, simbol warna dan simbol berbahaya (tidak ditempel dan tidak luntur) sebagai berikut: - Simbol warna untuk insektisida kelas III berupa pita warna biru pada piktogram. a.2 Tulisan dan simbol bahaya: (logo untuk insektisida kelas III tidak ada)... (ditulis nama dagang) Insektisida Bahan aktif: Lamda-Sihalothrine MILIK DEPARTEMEN KESEHATAN R.I (huruf warna merah) DILARANG KERAS MEMPERDAGANGKAN (huruf warna merah) PERHATIAN (huruf warna merah) BACALAH PETUNJUK PENGGUNAAN (huruf warna merah) HARAP SIMPAN JAUH DARI MAKANAN MANUSIA/HEWAN, ATAU TEMPAT MAKANAN (huruf warna merah) Nomor pendaftaran Nomor partai/batch Tanggal diproduksi Berat bersih : : : :... Pemegang pendaftaran: 90

91 Formulator :... (ditulis nama dagang) INSEKTISIDA TIDAK UNTUK BIDANG PERTANIAN (huruf warna merah) KHUSUS UNTUK PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA (huruf warna merah) (Tulisan dibawah ini dengan huruf warna biru tua dasar putih) Tulisan PERINGATAN BAHAYA, PETUNJUK KEAMANAN, GEJALA DINI KERACUNAN, PETUNJUK PERTOLONGAN PERTAMA PADA KERACUNAN DAN PERAWATAN OLEH DOKTER tercantum sesuai dengan peraturan KOMPES PETUNJUK PENGGUNAAN - Sasaran : Nyamuk Anopheles sp. - Takaran : 53 ml insektisida.. (ditulis nama dagang insektisida) disuspensikan dalam 8,5 liter air untuk permukaan seluas 212,5 m2. - Waktu dan cara aplikasi Penyemprotan pada bagian dalam rumah diaplikasikan 1 bulan sebelum puncak kepadatan nyamuk vector malaria atau 2 bulan sebelum puncak insidens malaria. b. Label Karton - Setiap 10 botol dimasukan ke dalam kotak dari karton dengan ukuran 473 x 188 x 233 mm yang tertutup rapat dan disegel - Ke dalam karton dimasukan sarung tangan dan kantong plastik sesuai dengan jumlah botol - Pada karton tersebut diberi tulisan (tidak ditempel dan tidak luntur) dengan huruf: Nama Dagang Bahan aktif dan presentasi :... :... Pada sisi luar karton terdapat picktogram warna dasar biru muda (simbol warna untuk insektisida kelas III), juga dapat dicantumkan logo formulator (bila ada) Pada sisi luar karton fiber box diberi tulisan (tidak ditempel dan tidak luntur), hurup warna merah: 91

92 ...(ditulis nama dagang) Lambda Sihalotrine... MILIK DEPARTEMEN KESEHATAN R.I DILARANG KERAS MEMPERDAGANGKAN Tulisan PERHATIAN (warna dasar biru tua) BAHAN BERBAHAYA ( huruf warna merah) HARAP SIMPAN JAUH DARI MAKANAN MANUSIA/HEWAN, ATAU TEMPAT MAKANAN Nomor pendaftaran Nomor partai/batch Tanggal diproduksi Berat kotor Berat bersih Isi : : : : : :. liter. (ditulis nama dagang). Lembar brosur penyuluhan untuk ditempel pada setiap rumah yang di semprot. Pemegang pendaftaran/formulator: 6). Repacking tidak dibenarkan, harus kemasan asli pabrik. 9. Jumlah kebutuhan :... liter 10. Barang diterima : Franco gudang Dinas Kesehatan Propinsi sesuai daftar terlampir. 11. Lain-lain: 1). Pada waktu penyerahan barang harus disertakan Certificate of Analysis (asli) dari pabrik formulator. Juga copy Certificate of Origin (asli supaya ditunjukan) dari bahan formulasi dari pabrik pembuat. 2). Pemeriksaan ulang (pemeriksaan fisik, kimiawi, bio assay dan suspensibility test) akan dilakukan secara sample atas jumlah partai (batch). Uji kimiawi akan dilakukan di laboratorium yang ditunjuk oleh Panitia Penerimaan Barang, Ditjen PP dan PL. Uji fisik, bio assay dan suspensibility test akan dilakukan oleh Ditjen PP dan PL. 92

93 LAMPIRAN X LAPORAN LOGMAL 93

94 94

95 95

96 96

97 97

98 98

99 99

100 100

101 101

102 102

103 103

104 104

105 105

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan sumber daya tersebut, pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL Malaria : penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang hidup & berkembang biak dalam sel darah manusia Ditularkan

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN PENANGGULANGAN/PENANGANAN

DRAFT PEDOMAN PENANGGULANGAN/PENANGANAN DRAFT PEDOMAN PENANGGULANGAN/PENANGANAN MALARIA DI DAERAH BENCANA Dr. Ferdinand Laihad Kepala Subdirektorat P2Malaria Ditjen P2M PL Depkes R.I. DRAFT PEDOMAN PENANGGULANGAN/PENANGANAN MALARIA DIDAERAH

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/259/2017 TENTANG KELOMPOK KERJA DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN MALARIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/259/2017 TENTANG KELOMPOK KERJA DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN MALARIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/259/2017 TENTANG KELOMPOK KERJA DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Malaria Report (2011) menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/211/2017 TENTANG PANITIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TAHUN 2017

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/211/2017 TENTANG PANITIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TAHUN 2017 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/211/2017 TENTANG PANITIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di negara berkembang maupun di negara yang sudah maju di

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/258/2016 TENTANG PANITIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TAHUN 2016

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/258/2016 TENTANG PANITIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TAHUN 2016 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/258/2016 TENTANG PANITIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA SALINAN WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KOTA LANGSA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Eliminasi Malaria di Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, yang hampir ditemukan di seluruh bagian dunia terutama

Lebih terperinci

BUKU SAKU PENATALAKSANAAN KASUS MALARIA

BUKU SAKU PENATALAKSANAAN KASUS MALARIA 614.532 Ind m BUKU SAKU PENATALAKSANAAN KASUS MALARIA IKATAN DOKTER INDONESIA DITJEN PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2012 BUKU SAKU PENATALAKSANAAN KASUS

Lebih terperinci

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. 6 BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/498/2017 TENTANG TIM PENANGGULANGAN MALARIA TERPADU BUKIT MENOREH DI KABUPATEN PURWOREJO DAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles hidup di daerah tropis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat ini. Menurut WHO tahun 2011, dari 106 negara yang dinyatakan

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA

PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA PERINGATAN HARI MALARIA SEDUNIA TEMA : BEBAS MALARIA INVESTASI BANGSA SUKADANA, 25 APRIL 211 PROGRAM INTENSIFIKASI MALARIA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KAYONG UTARA A. LATAR BELAKANG Malaria merupakan salah

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah salah satu penyakit menular paling umum dan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium, yang ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman : Revisi Halaman Kepala 1. Pengertian Malaria adalah suatu infeksi penyakit akut maupun kronik yang disebakan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 293/MENKES/SK/IV/2009 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,... Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

BUKU SAKU MENUJU ELIMINASI MALARIA DIREKTORAT PPBB, DITJEN PP DAN PL KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BUKU SAKU MENUJU ELIMINASI MALARIA DIREKTORAT PPBB, DITJEN PP DAN PL KEMENTERIAN KESEHATAN RI BUKU SAKU MENUJU ELIMINASI MALARIA DIREKTORAT PPBB, DITJEN PP DAN PL KEMENTERIAN KESEHATAN RI KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, hidayah dan karunianya

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD UPT KESMAS TAMPAKSIRING 1. Pendahuluan Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah

Lebih terperinci

BUKU SAKU TATALAKSANA KASUS MALARIA

BUKU SAKU TATALAKSANA KASUS MALARIA BUKU SAKU TATALAKSANA KASUS MALARIA Subdit Malaria Direktorat P2PTVZ KEMETENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2017 SAMBUTAN Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/543/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA BULAN PEMBERIAN OBAT PENCEGAHAN MASSAL DALAM RANGKA ELIMINASI FILARIASIS TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah

Lebih terperinci

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Pemberantasan malaria bertujuan untuk mencegah kematian akibat malaria, terutama jika

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan sub tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Plasmodium. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Parasit Genus Plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae

Lebih terperinci

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Malaria Sudah diketahui sejak jaman Yunani Kutukan dewa wabah disekitar Roma Daerah rawa berbau

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 1121/MENKES/SK/XII/2008 TANGGAL : 1 DESEMBER 2008 PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

menghasilkan output lewat suatu proses (Lababa,2008).

menghasilkan output lewat suatu proses (Lababa,2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep tentang Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KEMENTERIAN KESEHATAN

PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN... 6 1.1. Latar Belakang...6 1.2. Maksud dan Tujuan...6 1.3. Ruang Lingkup...7 1.4. Sasaran...7 BAB II PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS... 8 2.1. Visi Dan Misi...9 2.2. Tujuan Dan Target...9

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN LOMBOK UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS WARA BARAT KOTA PALOPO BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS WARA BARAT KOTA PALOPO BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : /1.1/PKM/WB/PLP/ /2015 Tanggal: 2015 PEDOMAN PROGRAM MALARIA DI PUSKESMAS WARA BARAT KOTA PALOPO BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Malaria merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PIKIR

BAB 3 KERANGKA PIKIR BAB 3 KERANGKA PIKIR 3.1. Kerangka Pikir Aspek dalam pengelolaan obat publik di instalasi farmasi kabupaten meliputi perencanaan kebutuhan obat, pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan dan pendistribusian

Lebih terperinci

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti SIKLUS HIDUP PARASIT PLASMODIUM: P. vivax, P. ovale, P. falciparum, P. malariae, P. knowlesi (zoonosis) SIKLUS SEKSUAL dalam tubuh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berikut adalah beberapa kesimpulan yang dapat diuraikan berdasarkan analisa yang dilakukan peneliti terhadap pelaksanaan program penanggulangan malaria di Puskesmas Sioban.

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ELIMINASI MALARIA DI PUSKESMAS SE KOTA KUPANG

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ELIMINASI MALARIA DI PUSKESMAS SE KOTA KUPANG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ELIMINASI MALARIA DI PUSKESMAS SE KOTA KUPANG Pius Selasa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang Email : piusselasa@gmail.com. Abstrak Malaria merupakan salah satu

Lebih terperinci

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 872 Artikel Penelitian Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014 Hans Everald 1, Nurhayati 2, Elizabeth Bahar 3 Abstrak Pengobatan malaria

Lebih terperinci

Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2011

Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2011 66.9 Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 0 CETAKAN KEENAM 0 (EDISI REVISI) Sumber Foto : Training course on the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria tersebar hampir di seluruh dunia yaitu antara garis 60 lintang utara dan 40 lintang selatan, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular tropik yang distribusinya sangat luas di dunia. Menurut laporan tahunan WHO, diperkirakan 3,3 miliar penduduk dunia berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau 1.192, 305 kecamatan dan 3.270 desa/kelurahan. Sebanyak 22 Kabupaten/Kota di Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi parasit yaitu Plasmodium yang menyerang eritrosit.malaria dapat berlangsung akut maupun

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS Kelompok 2 : Aryes Patricia Nova reza Adawiyah Ida Royani Pengertian Obat : suatu zat yang dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi sakit, mengobati dan mencegah penyakit

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA .' /9(. PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 154 TAHUN 2010 TENTANG ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

Lebih terperinci

TATA KELOLA OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN TERPADU. Engko Sosialine M

TATA KELOLA OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN TERPADU. Engko Sosialine M TATA KELOLA OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN TERPADU Engko Sosialine M Palu, 31 Maret - 2 April 2015 1 TATA SAJI Fokus Program Pengelolaan Obat dan Perbekkes Indikator Kinerja Kegiatan 2015-2019 Sampling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki

Lebih terperinci

Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013

Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Menengah Tahun 2013 Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 DAFTAR ISI 1 Pengertian, Kebijakan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG 1 dari 8 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG REGIONALISASI PUSAT BANTUAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia mempunyai komitmen untuk melaksanakannya serta menjadikannya

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PELAKSANAAN WORKSHOP LOGISTIK PROGRAM TB DI BANDUNG TANGGAL MEI 2011

PELAKSANAAN WORKSHOP LOGISTIK PROGRAM TB DI BANDUNG TANGGAL MEI 2011 PELAKSANAAN WORKSHOP LOGISTIK PROGRAM TB DI BANDUNG TANGGAL 23 26 MEI 2011 PENDAHULUAN Salah satu komponen strategi DOTS adalah tersediaanya Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan jumlah yang cukup dan berkualitas,

Lebih terperinci

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS R Faris Mukmin Kalijogo C2C016007 PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS JENDRAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Afrika, India, Ganna, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2013; Chedi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani LANDASAN HUKUM UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan PP 51 Th. 2009 tentang pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Memasuki milenium ke-3,infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/sub topik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju.malaria merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang serius dan fatal yang disebabkan oleh parasit protozoa genus plasmodium yang ditularkan pada manusia oleh gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE I. Kondisi Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN SURVEILANS DAN SISTEM INFORMASI MALARIA. DAERAH PEMBERANTASAN dan DAERAH ELIMINASI MALARIA

PENYELENGGARAAN SURVEILANS DAN SISTEM INFORMASI MALARIA. DAERAH PEMBERANTASAN dan DAERAH ELIMINASI MALARIA PEDOMAN PENYELENGGARAAN SURVEILANS DAN SISTEM INFORMASI MALARIA DAERAH PEMBERANTASAN dan DAERAH ELIMINASI MALARIA DI INDONESIA DIREKTORAT PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG DIREKTORAT JENDERAL PP&PL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada tahun 2006 diperkirakan 3.3 milyar orang berisiko tertular malaria. Dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada tahun 2006 diperkirakan 3.3 milyar orang berisiko tertular malaria. Dari 20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setengah dari penduduk di dunia tinggal di daerah dengan risiko malaria, pada tahun 2006 diperkirakan 3.3 milyar orang berisiko tertular malaria. Dari seluruh penduduk

Lebih terperinci

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANA RARA KECAMATAN LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan / atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting didunia dan masih merupakan masalah utama didunia. Malaria adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia setelah infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus. BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes

Lebih terperinci

TATALAKSANA MALARIA. Dhani Redhono

TATALAKSANA MALARIA. Dhani Redhono TATALAKSANA MALARIA Dhani Redhono Malaria, masalah kesehatan utama di dunia Malaria: problema kesehatan masyarakat di Indonesia Ancaman bagi ± 40% penduduk dunia Angka kematian 1 1,5 juta orang per tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau invertebrata lain

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur penunjang dalam sistem pelayanan kesehatan, akan tetapi kedudukannya sangat penting dan tidak bisa tergantikan. Tidak hanya pada intervensi kuratif,

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.834 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci