BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Yanti Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang obat antara lain bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Untuk mencapai tujuan tersebut biaya pengadaan obat merupakan salah satu komponen terpenting dan terbesar dalam pembangunan kesehatan. Beberapa survey yang dilakukan di Indonesia menunjukkan sekitar 3-4% dari dana alokasi pembangunan kesehatan dialokasikan untuk pengadaan obat. Penerapan Undang - Undang nomor 32 tahun 4 tentang Otonomi daerah membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Demikian pula halnya dengan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, bila sebelumnya di seluruh Kabupaten/Kota terdapat Gudang Farmasi, maka dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK), minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan obat, sarana baik gedung, komputer maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif lebih besar dibanding dengan adanya Gudang Farmasi Kab/Kota (GFK), karena personal terlatih di pindah tugaskan, sarana diubah peruntukkannya, mekanisme pengelolaan obat tidak sesuai dengan standar yang berlaku. 1
2 Agar pengelolaan obat sesuai dengan tujuan di atas, maka perlu dilakukan bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara terus menerus yang berdampak terhadap semakin baik dan efisien pelayanan kesehatan dasar, terutama pelayanan obat, sehingga masyarakat pengguna jasa kesehatan akan mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan standar yang ditetapkan. B. Tujuan 1. Agar diperoleh gambaran mengenai pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan SDM pengelola obat 2. Sebagai bahan untuk penentu kebijakan dalam rangka menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan di masa yang akan datang. C. Sasaran Kegiatan Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di 33 Provinsi yang masing-masing diwakili oleh dua Kabupaten/Kota, dilihat dari aspek SOTK, SDM, Sarana Prasarana, Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, dan Anggaran Belanja Obat. 2
3 BAB II GAMBARAN UMUM Sejak berlakunya otonomi daerah tahun 1 tentang kebijakan desentralisasi berimplikasi terhadap jumlah propinsi dan kabupaten/kota. Pada tahun 7 secara administratif wilayah Indonesia terdiri atas 33 Propinsi, 47 Kabupaten/Kota. Adapun gambaran umum yang akan diuraikan adalah mengenai Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur. Sebelum penerapan UU No. 22, di Kabupaten/Kota telah berdiri Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) yang berfungsi sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota. Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam pelayanan kesehatan. Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan dalam pelayanan kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu pengembangan dan penyempurnaan pengelolaan obat di kabupaten/kota harus dilakukan secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mendukung kualitas pelayanan kesehatan dasar. Perbaikan secara menyeluruh di semua aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Salah satu bentuk perbaikan pada pengelolaan obat adalah dengan melakukan penilaian terhadap apa yang sudah dilaksanakan. Aspek yang dinilai meliputi : sumber daya manusia, proses pengelolaan serta sarana dan prasarana. Agar penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota dapat terukur, diperlukan adanya instrumen. Instrumen yang dikembangkan ini merupakan salah satu upaya agar dapat membantu Kabupaten/Kota maupun provinsi mengetahui kondisi pengelolaan obat di masing-masing kabupaten/kota. 3
4 Penilaian menggunakan instrumen Stratifikasi Instalasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, dengan pembagian strata : 1. Strata A dengan nilai Strata B dengan nilai Strata C dengan nilai Strata D dengan nilai kurang dari 55 Indikator yang digunakan untuk melakukan penilaian yaitu: A. Sumber Daya Manusia a. Penanggungjawab Instalasi Farmasi b. Ketenagaan c. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia B. Sarana dan Prasarana a. Luas Tanah b. Luas Gedung c. Status Gedung d. Sarana Perlengkapan Penyimpanan e. Sarana Pengolahan Data f. Sarana Transportasi g. Sarana Pengamanan h. Peralatan Komunikasi C. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Perencanaan b. Pengadaan c. Penyimpanan d. Pendistribusian e. Pengendalian Penggunaan f. Pencatatan dan Pelaporan g. Monitoring dan Evaluasi 4
5 BAB III PEMBAHASAN A. STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Penerapan Undang - Undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU 32/4 tentang Pemerintahan Daerah membawa pengaruh terhadap bentuk organisasi kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sebelum penerapan Otonomi Daerah seluruh Kabupaten/Kota mempunyai organisasi pengelolaan obat yang disebut GFK. Dengan adanya PP Nomor 41 Tahun 7 Organisasi Perangkat Daerah diharapkan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sudah berbentuk UPT. Namun, saat ini bentuk organisasinya masih sangat beragam mulai dari seksi, UPTD, GFK, Instalasi dan sebagainya. Untuk lebih meningkatkan keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, di dalam KONAS tahun 5 disebutkan bahwa keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dirubah namanya menjadi Instalasi Farmasi Kabupaten Kota ( IFK ). Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipusatkan pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan one gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi, efektivitas dan profesionalisme. Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari semua sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di masingmasing Kabupaten/Kota. 5
6 Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi segenap komponen bangsa mengenai Indonesia Sehat dengan prioritas kegiatan pokok pembangunan kesehatan di daerah. Untuk tugas dan fungsi unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan dapat mengacu kepada SK Menkes RI No. 6/Men.Kes./S.K/XI/81 tahun tentang Organisasi dan Tata Kerja Gudang Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi di Kabupaten/Kota, sementara untuk kedudukan organisasi yang akan dibentuk disesuaikan dengan keperluan dalam rangka pelaksanaan salah satu bidang tugas untuk menunjang tugas pokok induknya. Struktur Organisasi UPTD, 33, 49% Lain-lain, 2, 3% Sie Farmasi, 32, 48% Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa dari 67 (enam puluh tujuh) kab/kota di 33 provinsi yang diberikan bimbingan teknis sebanyak 33 (tiga puluh tiga) kab/kota sudah dalam bentuk UPTD, 32 (tiga puluh dua) dalam bentuk seksi farmasi dan 2 (dua) kab/kota dalam bentuk lain-lain. 6
7 B. SUMBER DAYA MANUSIA PENGELOLA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Pada UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. 1. PENANGGUNG JAWAB Penanggungjawab IFK AA/SMF, 9, 13% Tenaga Kes Lain, 3, 4% Lain-lain, 3, 4% D-3 Farmasi, 3, 4% S-1 Farmasi, 1, 1% Apoteker, 51, 74% Dari diagram dapat dilihat bahwa Instalasi Farmasi pada 67 Kabupaten/Kota di 33 Propinsi sebagian besar sudah dikelola oleh Apoteker sebagai penanggung jawabnya (51 kabupaten/kota). Hal ini sudah cukup baik mengingat Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota sebagian besar sudah dikelola oleh apoteker yang sesuai dengan keahliannya. 7
8 2. KETENAGAAN Ketenagaan Jumlah Kabupaten/Kota Apoteker S-1 Farmasi 34 D-3 Farmasi 46 AA/SMF 1 1 Tenaga Kes Lain Lain-lain Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, 6 Kabupaten/Kota memiliki apoteker, 46 Kabupaten/Kota memiliki AA/SMF, 34 Kabupaten/Kota memiliki D3 Farmasi, 9 Kabupaten/Kota memiliki S1 Farmasi dan 1 Kabupaten/Kota memiliki Tenaga Kesehatan Lain dan Lain-lain. 3. PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA Peningkatan Kapasitas SDM 25 Jumlah Kabupaten / Kota 15 5 PENGELOLAAN OBAT DAN PERBEKKES 5 PENGELOLAAN OBAT PUSKESMAS 12 PPOT SOFT-WARE KETERSEDIAAN OBAT 8
9 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 67 Kabupaten/Kota, Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan pengelolaan obat dan perbekkes, 12 Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan perencanaan pengelolaan obat terpadu (PPOT), Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan software ketersediaan obat dan 5 Kabupaten/Kota telah mengikuti pelatihan pengelolaan di puskesmas. C. SARANA DAN PRASARANA PENYIMPANAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Adapun tujuan penyimpanan antara lain adalah : Untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Untuk mendukung kegiatan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut : 9
10 1. LUAS TANAH Luas Tanah Jumlah kab/kota > 5 Luas Tanah (m2) Dari diagram diatas terlihat bahwa sebanyak 22 (dua puluh dua) kabupaten/kota memiliki luas tanah kurang dari 5 m 2, 42 (empat puluh dua) kabupaten kota memiliki luas tanah lebih dari 5 m LUAS GEDUNG Luas Bangunan Jumlah Kab/Kota > 3 Luas Bangunan (m2)
11 Dari diagram diatas terlihat bahwa 39 (tiga puluh sembilan) kabupaten/kota memiliki luas bangunan kurang dari 3 m 2, dan hanya 28 (dua puluh delapan) Kabupaten/Kota sudah memiliki luas bangunan lebih dari 3 m 2. Luas tanah dan bangunan yang memadai berguna untuk kemudahan dan kelancaran dalam penyimpanan dan distribusi obat.. Ruang penyimpanan yang cukup luas mempermudah sirkulasi keluar masuk obat di ruang penyimpanan. Luasnya ruang penyimpanan obat dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran obat yang ada. 3. STATUS GEDUNG Status Gedung Jumlah Kab/Kota Milik Sendiri Sewa Sudah semua gedung Instalasi Farmasi kabupaten/kota memiliki status hak milik. Status kepemilikan gedung ini sangat penting bagi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk dapat mendesain/merenovasi sesuai dengan kebutuhannya. 11
12 4. PENGAMANAN Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah teralis disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat berduri atau kawat harmonika juga dapat digunakan pagar hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan yang dapat mencegah masuknya ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah. Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan jenis tabung CO2 juga dapat digunakan pasir dan karung. Sarana Pengamanan Jumlah Kab/Kota Alarm Teralis Pagar Pengaman Pemadam Kebakaran Dari diagram diatas terlihat bahwa instalasi farmasi di 33 propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/kota memiliki alarm sebanyak 8 (delapan) kab/kota, memiliki teralis sebanyak 56 (lima puluh enam) kab/kota, memiliki pagar pengamanan sebanyak 47 (empat puluh tujuh) kab/kota, serta 46 (empat puluh enam) kab/kota memiliki alat pemadam kebakaran. 12
13 5. PERLENGKAPAN PENYIMPANAN Kegiatan penyimpanan memegang peranan penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan yang memadai. Sirkulasi udara yang cukup sangat penting untuk menjaga mutu obat agar obat tidak mudah rusak oleh udara yang lembab atau terlalu panas untuk itu diperlukan juga ventilasi atau saluran udara yang memadai. Alat penunjang lainnya yang juga diperlukan di instalasi farmasi adalah generator yang digunakan sebagai pengganti apabila aliran listrik padam. Sarana Perlengkapan Penyimpanan Jumlah Kab/Kota Rak Pallet Lemari Obat Lemari Narkotik & OKT Lemari Vaksin/Cold Chain Lemari Es Kereta Dorong Air Conditioner Exhaust Fan Kipas Angin Generator Pompa Air Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki sarana penyimpanan obat seperti rak sudah dimiliki 62 (enam puluh dua) kab/kota, pallet sudah dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, lemari obat dimiliki oleh 49 (empat puluh sembilan) kab/kota, lemari Narkotika & OKT dimiliki oleh 51 (lima puluh satu) kab/kota, lemari vaksin/cold Chain dimiliki oleh (dua puluh) kab/kota, pompa air dimiliki oleh (dua puluh) kab/kota, lemari es dimiliki oleh 65 (enam puluh lima) kab/kota, kereta dorong dimiliki oleh 5 (lima 13
14 puluh) kab/kota, air conditioner dimiliki oleh 54 (lima puluh empat) kab/kota. Sebanyak 16 (enam belas) kab/kota memiliki exhaust fan, sebanyak 34 (tiga puluh empat) kab/kota memiliki kipas angin, dan sebanyak 27 (dua puluh tujuh) kab/kota memiliki generator. 6. SARANA PENGOLAHAN DATA Sarana Pengolahan Data Jumlah Kab/Kota Komputer Laptop Software Printer Dari gambar di atas terlihat bahwa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki sarana pengolahan data sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan olah data seperti komputer dimiliki oleh 62 (enam puluh dua) kab/kota, Laptop dimiliki oleh 2 (dua) kab/kota, software dimiliki oleh (sepuluh) kab/kota dan Printer dimiliki oleh 6 (enam puluh) kab/kota Ini menunjukkan bahwa kegiatan pengolahan data dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana yang memadai. 14
15 7. SARANA TRANSPORTASI Sarana Transportasi Jumlah Kab/Kota 4 3 Kendaraan Roda 4 Kendaraan Roda 2 Dari gambar diatas terlihat bahwa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki kendaraan operasional roda 2 hanya sejumlah 49 (empat puluh sembilan) kabupaten/kota, yang telah memiliki kendaraan roda 4 sebanyak 5 (lima puluh) kabupaten/kota. Kendaraan tersebut sangat diperlukan oleh instalasi farmasi dalam menunjang kelancaran distribusi obat. 8. PERALATAN KOMUNIKASI Peralatan Komunikasi 4 38 Jumlah Kab/Kota Telepon 18 Faksimil Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu adanya sarana peralatan komunikasi, dari gambar di atas terlihat sudah 38 (tiga puluh delapan) kab/kota punya telepon dan sudah 18 (delapan belas) kabupaten/kota yang mempunyai faksimile. 15
16 Ini menunjukkan bahwa untuk kelancaran komunikasi memang masih terkendala pada instalasi farmasi terutama di pulau dan daerah terpencil. D. PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN 7 6 Pengelolaan Obat Publik dan Perbekkes Jumlah Kab/Kota Tidak Melakukan Melakukan Perencanaan Pengadaaan Penyimpanan Pendistribusian Penendalian Pengunaan Pencatatan Pelaporan Monitoring & Evaluasi Aspek Pengelolaan Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa instalasi farmasi telah melakukan pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di kab/kota dengan hasil yang terlihat pada diagram diatas, 6 kab/kota telah melaksanakan kegiatan perencanaan obat, 47 kab/kota telah melaksanakan kegiatan pengadaan obat, 66 kab/kota telah melaksanakan kegiatan penyimpanan obat, 64 kab/kota telah melaksanakan kegiatan pendistribusian obat, 58 kab/kota telah melaksanakan kegiatan pengendalian penggunaan obat, 62 kab/kota telah melaksanakan 16
17 kegiatan pencatatan dan pelaporan serta 56 kab/kota telah melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi. E. ANGGARAN Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/8 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota. Sumber anggaran obat di kab/kota dapat diambil dari dana APBD II (DAU), APBD I, Askes, Buffer stok kab/kota, atau dari sumber anggaran Program. Jumlah Kab/Kota Anggaran per Kapita 3 4 < > 9 Belum terealisasi Dalam rupiah 44 Dari hasil bimbingan teknis yang dilakukan pada 33 Propinsi di 67 kab/kota terlihat pada diagram bahwa anggaran APBD II di 12 (dua belas) kab/kota kurang dari Rp 5.,- per kapita, 3 (tiga) kab/kota Rp 5,- s/d Rp 9,- per kapita, 4 (empat) kab/kota 17
18 lebih dari Rp 9,- per kapita dan 48 (empat puluh delapan) kab/kota belum terealisasi. Besarnya anggaran pengadaan obat di Kab/kota bervariasi tergantung dari kemampuan Kab/Kota memenuhi kebutuhan obat untuk daerahnya masing-masing. F. HASIL STRATIFIKASI TERHADAP PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA Strata Sarana & Prasarana Nilai D, 27, 39% Nilai A,, % Nilai B, 7, % Nilai C, 36, 51% Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sarana & prasarana dapat dilihat pada diagram diatas, tidak ada satu kab/kota yang mempunyai nilai strata A, 7 (tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata B, 36 (tiga puluh enam) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 27 (dua puluh tujuh) kab/kota mempunyai nilai strata D. 18
19 Strata SDM Nilai A, 2, 3% Nilai B, 3, 4% Nilai C, 11, 15% Nilai D, 55, 78% Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek sumber daya manusia dapat dilihat pada diagram diatas, 2 (dua) kab/kota mempunyai nilai strata A, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata B, 11 (sebelas) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 55 (lima puluh lima) kab/kota mempunyai nilai strata D. Strata Pengelolaan Obat Kab/Kota Nilai C, 3, 4% Nilai D, 6, 9% Nilai B,, 14% Nilai A, 51, 73% Dari hasil uji petik pada 33 (tiga puluh tiga) Propinsi pada 67 (enam puluh tujuh) kab/kota penilaian aspek pengelolaan obat dapat dilihat pada diagram diatas, 51 (lima puluh satu) kab/kota yang mempunyai nilai strata A, (sepuluh) kab/kota mempunyai nilai strata B, 3 (tiga) kab/kota mempunyai nilai strata C dan 6 (enam) kab/kota mempunyai nilai strata D. 19
20 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil evaluasi data bimbingan teknis pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan pada 67 (enam puluh tujuh) Kabupaten/kota di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi sudah melaksanakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan hasil sebagai berikut : 1. 1 Kab/Kota mempunyai nilai strata A 14 Kab/Kota mempunyai nilai strata B 44 Kab/Kota mempunyai nilai strata C 11 Kab/Kota mempunyai nilai strata D 2. Kriteria penilaian tersebut diatas berdasarkan buku Instrumen Stratifikasi Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan, Depkes, Tahun 3 3. Masih ada beberapa kabupaten/kota yang nilai anggaran obatnya masih rendah (12 Kabupaten) dengan anggaran obat perkapitanya kurang dari Rp 5.,- B. Saran Umum: Agar Pemerintah Daerah lebih memperhatikan unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan dari segala aspek baik SDM, sarana dan prasarana maupun anggaran obat yang dibutuhkan dalam mengelola obat sehingga upaya untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan serta mutu obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu dapat tercapai dalam rangka tercapainya derajat kesehatan yang setinggitingginya.
21 Khusus Agar untuk kab/kota rutin melaksanakan pertemuan, pelatihan, monev dan bimtek untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengelola obat serta meningkatkan pengawasan pada pengelolaan obat di pelayanan kesehatan dasar Agar pemerintah kab/kota meningkatkan alokasi dana pengadaan obatnya terutama yang masih rendah anggaran obat perkapitanya 21
22 BAB V PENUTUP Demikianlah hasil penilaian terhadap unit pengelola obat di 67 (enam puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) Provinsi. Besar harapan laporan ini bermanfaat dalam menentukan langkah-langkah pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta dasar-dasar kebijakan di setiap daerah khususnya di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi. Hasil penilaian sifatnya tidak mutlak karena keterbatasan informasi yang diterima. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, mudahmudahan kedepannya nanti penyusunan profil akan lebih sempurna lagi. 22
BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah
1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah menjadi salah satu kebutuhan dari setiap orang. Informasi merupakan hasil pemrosesan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan / atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau 1.192, 305 kecamatan dan 3.270 desa/kelurahan. Sebanyak 22 Kabupaten/Kota di Provinsi
Lebih terperinciPERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani
PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani LANDASAN HUKUM UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan PP 51 Th. 2009 tentang pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan yang berguna untuk menyelamatkan kehidupan dan meningkatkan kualitas
Lebih terperinciSekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA
40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 WAWANCARA Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato URAIAN HASIL WAWANCARA Sistem perencanaan
Lebih terperinciNo.1414, 2014 BNPB. Pergudangan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERGUDANGAN
No.1414, 2014 BNPB. Pergudangan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERGUDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,
Lebih terperinciDWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A.
DWI UTAMI NUGRAHANI 25010112130349 NAFTANI CHANDRA DINI 25010112140350 AISYAH 25010112140351 RIZQI MUFIDAH 25010112130352 MUTIA FARIDA A. 25010112140353 KANTHI HIDAYAHSTI 25010112140354 DEFINISI MANAJEMEN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 2 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 2 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 26 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Sulawesi Tenggara terletak dijazirah Tenggara Pulau Sulawesi, Secara geografis terletak di bagian Selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke Selatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu pemerintah telah membentuk Pusat
Lebih terperinciEVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI
EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh: RORI ANJARWATI K 100 050 185 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perekonomian sangat dibutuhkan peran serta pemerintah untuk melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai,
Lebih terperincinasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa
73 I.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk
Lebih terperinciKEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan
Lebih terperinciSeksi Informasi Hukum Ditama Binbangkum
PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH http://www.prodia.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur penunjang dalam sistem pelayanan kesehatan, akan tetapi kedudukannya sangat penting dan tidak bisa tergantikan. Tidak hanya pada intervensi kuratif,
Lebih terperinciDEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN
Lebih terperinciPendapatan JUMLAH PENDAPATAN Belanja Pegawai Belanja Tidak Langsung
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENJABARAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PROGRAM, KEGIATAN, KELOMPOK, JENIS, OBYEK, RINCIAN OBYEK PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN
Lebih terperinci1. Apakah puskesmas telah memiliki tenaga Apoteker? 2. Apakah Puskesmas juga memiliki tenaga teknisi
Lampiran 1. Tabulasi Data Hasil Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Distribusi Obat di Puskesmas Mandala Medan dan Puskesmas Dahadano Botombawo Kabupaten Nias Sumatera Utara Berdasarkan Indikator Kualifikasi
Lebih terperinciRENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW)
1 RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW) Renja Bagian Pertanahan Tahun 2015 (Review) Page 1 2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Rencana Kerja Bagian Pertanahan Sekretariat
Lebih terperinciGUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG
GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG HAK KEUANGAN DAN ADMINISTRATIF PIMPINAN DAN ANGGOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR UNTUK PEMERINTAH PROVINSI DAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA PERIODE BULAN OKTOBER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Kepmenkes RI Nomor 128 Tahun 2004 dijelaskan bahwa fungsi puskesmas terbagi menjadi tiga yaitu pertama sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) primer
Lebih terperinciDEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,
Lebih terperinciL A P O R A N K I N E R J A
L A P O R A N K I N E R J A DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 Laporan Akuntabilitas
Lebih terperinciMANAGEMEN FARMASI RUMAH SAKIT. Oleh : Dra. Hj. Deswinar Darwin, Apt.,SpFRS
MANAGEMEN FARMASI RUMAH SAKIT Oleh : Dra. Hj. Deswinar Darwin, Apt.,SpFRS 1 Adalah : Suatu Unit di RS yang berperan sebagai Penunjang Medik dalam rangka melaksanakan fungsi RS Dalam Organisasi RS Unit
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,
Lebih terperinciBAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang
10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan
Lebih terperinci2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.451, 2017 KEMENDAGRI. Cabang Dinas. UPT Daerah. Pembentukan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, suatu daerah harus memiliki
Lebih terperinci2016, No perkembangan kebutuhan implementasi penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbang
No.761, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Dana. Jaminan Kesehatan Nasional. Penggunaan.Fasilitasi Kesehatan Tingkat Pertama. Milik Pemda. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Obat di Puskesmas Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan pelaksanaan upaya kesehatan dari pemerintah, yang berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI BANTEN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2016 BELANJA LANGSUNG
PEMERINTAH PROVINSI BANTEN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN ( DPA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2016 BELANJA LANGSUNG NO DPA SKPD 1.20 04 61 06 5 2 URUSAN PEMERINTAHAN 1.20. 1.20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Informan Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20 Januari 2012 melalui wawancara mendalam atau indepth interview kepada informan
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM
Lebih terperinciFORMAT KETERSEDIAAN OBAT DAN RENCANA KEBUTUHAN OBAT 2017 KABUPATEN/KOTA PEMAKAIAN RATA-RATA PER BULAN SELAMA 2016 SISA STOK PER 30 SEPT 2016
Formulir 1 FORMAT KETERSEDIAAN OBAT DAN RENCANA KEBUTUHAN OBAT 2017 KABUPATEN/KOTA NO NAMA OBAT SATUAN SISA STOK PER 30 SEPT 2016 PEMAKAIAN RATA-RATA PER BULAN SELAMA 2016 PREDIKSI SISA STOK 31 DES 2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
Lebih terperinciAssalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN R.I Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 128 TAHUN 2003 TENTANG
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 128 TAHUN 2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN ARSIP VITAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku dan penggerak dari pembangunan nasional. Masyarakat yang sehat merupakan salah satu kunci suksesnya pembangunan. Atas dasar itu, maka dilaksanakanlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
Lebih terperinci2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Lebih terperinciPERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. Program Utama Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai visi misi Kantor Pelayanan Perizinan dan Penanaman Modal maka ditentukan oleh ketersedian anggaran
Lebih terperinciB A B V KESIMPULAN DAN SARAN
B A B V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang Evaluasi Pengelolaan Persediaan Logistik Obat Pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Pariaman Tahun
Lebih terperinciPENGANTAR. Soreang, Januari 2015 KEPALA BAGIAN UMUM. DIAN WARDIANA, S.IP, M.Si, MP Pembina NIP
PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Illahi Robbi, atas perkenannya kita telah dapat melewati tahun anggaran 2014 dengan berbagai dinamika permasalahan yang harus dihadapi secara terpadu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN manajemen upaya kesehatan manajemen kesehatan
BAB I PENDAHULUAN Dalam Undang-undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 63 dijelaskan perlunya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan yang mantap agar dapat menunjang sepenuhnya pelaksanaan manajemen
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 31 2014 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA
Lebih terperinciKEBIJAKAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN dan JAMINAN KETERSEDIAAN OBAT melalui E-KATALOG
KEBIJAKAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN dan JAMINAN KETERSEDIAAN OBAT melalui E-KATALOG Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA RAPAT KERJA KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2016 Jakarta,
Lebih terperinciPENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS
PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS Kelompok 2 : Aryes Patricia Nova reza Adawiyah Ida Royani Pengertian Obat : suatu zat yang dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi sakit, mengobati dan mencegah penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Identifikasi Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum RSUD Pasaman Barat merupakan Rumah sakit Kelas C yang berdiri berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 pada tanggal 1 April 2005 dalam bentuk Lembaga Teknis Daerah
Lebih terperinciKABUPATEN BULELENG LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN AKHIR TAHUN 2017 DINAS STATISTIK KABUPATEN BULELENG
KABUPATEN BULELENG LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN AKHIR TAHUN 2017 DINAS STATISTIK KABUPATEN BULELENG Singaraja, Januari 2018 1. URUSAN STATISTIK Pemerintah Kabupaten Buleleng Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANDAK
PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang :
Lebih terperinciDAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN PROV. KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2017 INFORMASI INFORMASI YANG DIUMUMKAN SECARA BERKALA
DAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN PROV. KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2017 NO INFORMASI INFORMASI YANG DIUMUMKAN SECARA BERKALA INFORMASI YANG TERSEDIA SETIAP SAAT A Program Pelayanan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG T E R M I N A L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. Kabupaten Solok Selatan diketahui berdasarkan komponen input :
130 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Data kualitatif analisis kesiapan dalam Penerapan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang melaksanakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciINTISARI STUDI EVALUASI PENGELOLAAN PENYIMPANAN OBAT DI UPTD GUDANG FARMASI DINAS KESEHATAN KOTAWARINGIN TIMUR
INTISARI STUDI EVALUASI PENGELOLAAN PENYIMPANAN OBAT DI UPTD GUDANG FARMASI DINAS KESEHATAN KOTAWARINGIN TIMUR Nurul Huda 1 : Ratih Pratiwi Sari 2, Angga Eka Saputra 3 Obat adalah Salah satu faktor yang
Lebih terperinciPenyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :
Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang
Lebih terperinciCATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI BANTEN
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI BANTEN I. PENDAHULUAN Dengan diberlakukannya berbagai perangkat perundangan yang merupakan dasar pengelolaan dan penatausahaan
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 12 TAHUN TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI, KEPALA BADAN, UNSUR PENGARAH, KEPALA PELAKSANA, SEKRETARIS, SUB BAGIAN, BIDANG DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinci: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/365/KEP/429.011/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DISTRIBUSI PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 13 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 13 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber-sumber ekonomi yang ada pada suatu perusahaan memiliki peranannya masing-masing dalam usaha peningkatan produktivitas. Keseluruhan sumber ekonomi tersebut apabila
Lebih terperinciKebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
Lebih terperinciSKPD : DINAS PENDAPATAN DAERAH
: DINAS PENDAPATAN DAERAH Kode Program/ Keluaran 8 9 10 11 Hasil 1 URUSAN WAJIB 1 20 BIDANG URUSAN OTONOMI Peningkatan Peningkatan - Optimalnya 3,161,941,904,435 - Optimalnya 3,161,941,904,435 DAERAH,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG
1 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Lebih terperinciPendapatan
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENJABARAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PROGRAM, KEGIATAN, KELOMPOK, JENIS, OBYEK, RINCIAN OBYEK PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN
Lebih terperinciPerencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen
Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGAKUAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang
Lebih terperinciRencana Umum Pengadaan
Rencana mum Pengadaan (Melalui Penyedia) K/L/D/I : Kabupaten Karo Satuan Kerja : RMAH SAKIT MM KABANJAHE KABPATEN KARO Tahun Anggaran : 206. Penyediaan Jasa Kebersiham Kantor Belanja Peralatan Kebersihan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM SURYA SEMBADA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2018 PROVINSI JAWA TENGAH
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2018 PROVINSI JAWA TENGAH : Badan Pengembangan 04 FUNGSI PENUNJANG URUSAN PEMERINTAHAN 04 03 Kepegawaian Dan Diklat 04 03 01 Program Penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan
Lebih terperinciPEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt
PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN GEDEBAGE KOTA BANDUNG 2.1. TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI
BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN GEDEBAGE KOTA BANDUNG 2.1. TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI KECAMATAN GEDEBAGE 2.1.1. TUGAS POKOK Tugas Pokok Kecamatan Gedebage mengacu kepada Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS FISIK BIDANG KESEHATAN TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci