HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan pada sepuluh sekolah dasar, yaitu empat SDN, empat SDS, dan dua MI di Kota Bogor. Dari kesepuluh sekolah dasar ini, tiga sekolah dasar tidak memilki penjaja dalam lingkungan sekolah (kantin). Tujuan penelitian pendahuluan adalah untuk melihat kondisi dan keragaan PJAS yang berisiko terhadap ketidakamanan pangan dan untuk menetapkan intervensi yang akan dilakukan pada penelitian lanjutan. Gambaran umum mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki pada sepuluh sekolah dasar dapat dilihat pada Lampiran 1. Jenis Kelamin Karakteristik Penjaja PJAS Penjaja PJAS berjenis kelamin laki-laki sebesar 70.4% sedangkan perempuan 29.6%. Penjaja PJAS laki-laki paling banyak di SDS B (10.0%) dan MI B (10.0%), sedangkan penjaja PJAS perempuan paling banyak di SDS C (5.0%). Sebaran penjaja PJAS menurut jenis kelamin secara rinci tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Sekolah Laki-laki Perempuan Total n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Umur Papalia & Olds (1986) membagi usia dewasa menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya/ tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Bagian terbesar (64.2%) penjaja PJAS adalah usia dewasa awal tahun (Tabel 4). Kelompok usia ini merupakan kelompok usia dewasa

2 25 awal yang memiliki produktivitas tinggi. Usia penjaja PJAS yang lebih tinggi kemungkinan mempunyai pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik daripada penjaja PJAS dengan usia muda karena pengalaman dalam memperoleh akses informasi tentang gizi dan keamanan pangan lebih banyak, baik dari televisi, radio, majalah/koran, petugas kesehatan maupun media lainnya, namun juga memiliki kemungkinan kekurangan informasi tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang terbaru sehingga mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosional. Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua sekolah memiliki usia penjaja PJAS pada usia dewasa awal, kecuali SDN C yang memiliki usia penjaja PJAS pada usia dewasa menengah lebih banyak (6.0%). Tabel 4 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan usia Umur Sekolah tahun tahun >65 tahun Total n % n % n % n SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pendidikan penjaja PJAS merupakan faktor penting dan pendidikan merupakan usaha untuk mengadakan perubahan perilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menggunakan informasi (Contento 2007). Informasi tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan yang diperoleh seseorang (WHO 2000). Tingkat pendidikan penjaja PJAS dalam penelitian ini antara tidak sekolah hingga strata 1 (S-1). Sebanyak 46.9% penjaja PJAS memiliki tingkat pendidikan SD dan hanya 2.5% penjaja PJAS memiliki tingkat pendidikan Diploma dan Strata (S-1). Pendidikan S-1 terdapat di SDS C, hal ini dilakukan untuk mengisi

3 26 waktu luang membantu orang tua dalam mengisi waktu liburan. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pendidikan pada tiap sekolah secara rinci tersaji pada Lampiran 2. Pekerjaan Kegiatan berjualan yang dilakukan penjaja PJAS merupakan pekerjaan utama dengan persentase sebanyak 92.6%. Hanya 7.4% yang merupakan pekerjaan sampingan yang ditunjukkan pada SDS C. Hal ini dilakukan untuk mengisi waktu luang selama menunggu anak sekolah di SDS C dan membantu penghasilan keluarga. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pekerjaan pada tiap sekolah secara rinci tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pekerjaan Sekolah Pekerjaan Utama Sampingan Total n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Tempat Berjualan Tempat berjualan dari semua sekolah memiliki penjaja PJAS lingkungan luar sekolah sebesar 74.1%. Hanya 25.9% sekolah yang memiliki penjaja di dalam sekolah, terkecuali SDN D, MI A dan MI B yang tidak memiliki penjaja di dalam sekolah (kantin). Pangan jajanan di SDS A dan B merupakan pangan jajanan titipan dan dikelola yayasan yang dijaga oleh tiga orang dalam satu toko. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tempat berjualan secara rinci tersaji pada Tabel 6.

4 27 Sekolah Tabel 6 Sebaran penjaja PJAS bedasaran tempat berjualan Di dalam sekolah Tempat Berjualan Di luar sekolah Total n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Pelatihan/Training terkait Gizi Penjaja PJAS hampir dari semua tidak pernah mengikuti pelatihan/training terkait gizi. Hanya 7.4% yang pernah mengikuti pelatihan. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pelatihan/training terkait gizi tiap sekolah secara rinci tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pelatihan/training terkait gizi Pelatihan Sekolah Pernah Tidak pernah Total n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Jenis pelatihan yang pernah diikuti penjaja PJAS yaitu Mengenal menu dan diit pasien (SDN B), Pemberian makanan tambahan (SDN C), Prinsip higiene dan sanitasi pedagang (SDN D), Bahan pewarna makanan (SDS B), Keamanan Pangan (SDS C), dan Kebersihan makanan (SDS D).

5 28 Lama Berusaha Penjaja PJAS Semakin lamanya berusaha sebagai penjaja PJAS, diharapkan pengetahuan, pengalaman, dan informasi tentang jajanan sehat yang diperoleh lebih baik, dan dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi yang baik akan membentuk perilaku yang baik. Pengetahuan, pengalaman, dan sumber informasi merupakan dasar untuk terjadinya perubahan perilaku (Notoatmodjo 2003). Lama berusaha penjaja PJAS dilakukan dalam dua kategori, lama waktu berusaha dalam satu hari (jam) dan lama berusaha (tahun). Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berusaha Tabel 8 dan Tabel 9. (jam dan tahun) secara rinci tersaji pada Tabel 8 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berusaha (jam/hari) Lama Berjualan (jam/hari) Sekolah <5 jam 5-10 jam >10 jam Total n % n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Penjaja PJAS berjualan sehari rata-rata 5-10 jam yaitu 77.8%. Hanya 9.9% yang dilakukan >10 jam dalam satu hari. Semua penjaja PJAS SDS A dan MI B berjualan dalam selang waktu 5-10 jam dalam satu hari. Sedangkan berdasarkan tahun, hampir dari sebagian penjaja PJAS lama berusaha sebagai penjaja PJAS tersebar pada kurun waktu 1-5 tahun yaitu 46.9%. tidak sedikit juga penjaja PJAS yang telah melakukan usaha sebagai penjaja PJAS dalam waktu >10 tahun yaitu sebanyak 23.5%. Hal ini dilakukan dengan alasan karena bekerja sebagai penjaja PJAS pendapatan yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hanya 12.3% penjaja PJAS sebagai penjaja PJAS yang <1 tahun dan paling banyak terdapat pada penjaja PJAS di SDN C dibandingkan sekolah lainnya.

6 29 Tabel 9 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan lama berjualan (tahun) Lama Berjualan (Tahun) Sekolah <1 tahun 1-5 Tahun 5-10 Tahun >10 Tahun Total n % n % n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Sarana Penjualan Proyek Makanan Jajanan IPB (1993), usaha makanan jajanan dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan cara berjualannya, yaitu pedagang berpangkal (Stationary units), pedagang berpangkal di perkampungan (Residential units), dan berdagang keliling (Ambulatory units). Penjaja makanan dalam kantin sekolah termasuk sebagai pedagang berpangkal, namun untuk penjaja luar merupakan gabungan dari pedagang berpangkal dan keliling karena pada saat jam sekolah penjaja luar berpangkal di sekitar sekolah dan setelah jam sekolah usai mereka berdagang keliling. Sarana penjualan yang digunakan penjaja PJAS sebagian besar adalah toko/warung dan gerobak berkisar 25.9% hingga 50.6%. Sarana toko/warung yang digunakan paling banyak di SDN B dan SDS C karena berjualan di dalam sekolah (kantin), sedangkan sarana gerobak lebih banyak digunakan di SDN A dan MI A oleh penjaja luar (tidak ada kantin). Persentase penjaja PJAS yang menggunakan gerobak tinggi dikarenakan banyaknya penjaja luar lingkungan sekolah yang berjualan menetap saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dan berkeliling setelah kegiatan belajar mengajar usai. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana penjualan secara rinci tersaji pada Tabel 10.

7 30 Tabel 10 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana penjualan Sarana Penjualan Sekolah Toko/Warung Gerobak Bakul/Pikulan Meja Total n % n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Profil PJAS Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan dan jenis register. Pangan jajanan di sekolah umumnya dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: 1. Makanan sepinggan, misalnya nasi goreng, nasi soto, mie baso, mie ayam, gado-gado, siomay, batagor, dan sejenisnya. 2. Makanan camilan, seperti tahu goreng, cilok, martabak mini, martabak telur, keripik, dan sejenisnya 3. Minuman, seperti es campur, es teh, es sirup, es mambo, dan sejenisnya 4. Buah-buahan, seperti papaya potong, melon potong, semangka, nenas dan sejenisnya. Kantin Sekolah Hasil pengumpulan data PJAS yang dijual di kantin dikelompokkan sebagai makanan sepinggan, makanan camilan, minuman dan buah. Secara keseluruhan jenis pangan yang dijual paling banyak adalah jenis camilan yaitu sebesar 69.1% dan hanya 0.6% yang menjual jenis buah. Hal ini mencerminkan bahwa banyaknya penjaja PJAS menjual makanan camilan disebabkan karena anak sekolah dasar umumnya lebih menyukai makanan camilan sebagai makanan jajanan dibanding jenis pangan lainnya di sekolah. Jenis buah yang dijual yaitu berupa rujak yang dijual di SDN B. Sebaran profil PJAS di kantin menurut jenis pangan disajikan pada Tabel 11.

8 31 Sekolah Tabel 11 Sebaran profil PJAS di kantin menurut jenis pangan Kantin Mak.Sepinggan Camilan Minuman Buahbuahan Total n % n % n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total Pangan jajanan yang dijual di kantin paling banyak terdapat di SDS B dengan jumlah camilan paling banyak dibandingkan sekolah lainnya. Hal ini karena kantin menyediakan berbagai macam jenis chiki dan wafer yang memang paling banyak dibeli oleh anak-anak ketika istirahat, dan banyaknya jenis camilan yang disediakan di kantin ini baik dalam bentuk kemasan maupun dalam bentuk makanan siap saji. Hasil pengumpulan data terhadap PJAS, tidak ada satu sekolah pun yang menjual pangan jajanan olahan sayur, padahal sayur-sayuran sangat penting untuk dikonsumsi dan membiasakan anak-anak untuk mengonsumsi sayur sejak dini. Dengan diberlakukannya UU No.8 Tahun 1999 yang memberikan suatu jaminan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak kepada pelaku usaha yang tidak benar atau informasi yang menyesatkan melalui label. Register pangan merupakan bagian dari label pangan, oleh karena itu label pangan yang merupakan informasi produk harus jelas dan benar mengenai produk yang bersangkutan. Informasi pada label yang tidak benar dapat menyebabkan kejadian yang dapat berakibat fatal bagi konsumen. Menurut hasil penelitian BPOM, jenis register pangan dikelompokkan menjadi MD (produk dalam negeri), ML (produk luar negeri), SS (siap saji), TTD (tidak terdaftar), dan PIRT (industri rumah tangga). Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan kelompok PJAS yang dijual di kantin, sebanyak 53% termasuk dalam kelompok MD, selanjutnya 37% SS, 7% PIRT dan 3% TTD.

9 32 Tidak ditemui PJAS dengan kelompok ML. Jenis PJAS kelompok MD paling banyak ditemui karena kantin lebih banyak menyediakan PJAS dalam bentuk chiki dan wafer. 37% 3% 7% MD (Makanan Dalam Negeri) ML (Makanan Luar Negeri) 53% SS (Siap Saji) TTD (Tidak Terdaftar) 0% PIRT (Produk Industri Rumah Tangga) Lingkungan Luar Sekolah Gambar 2 Profil register PJAS di kantin Hasil pengumpulan data PJAS yang dijual di lingkungan luar sekolah dikelompokkan sebagai makanan sepingan, makanan camilan, minuman dan buah. Dari sejumlah 138 jenis pangan jajanan yang dijual dari keseluruhan sekolah, jumlah makanan camilan paling banyak dibanding tiga kelompok lainnya, yaitu sebesar 54.4%, selanjutnya kelompok minuman yaitu 25.4%. Jenis jajanan dalam bentuk buah memiliki nilai yang paling rendah (1.4%) dan hanya SDN C saja yang menjual jenis jajanan buah dalam bentuk rujak dan buah potong. Sebaran profil PJAS di luar lingkungan sekolah menurut jenis pangan disajikan pada Tabel 12. Sekolah Tabel 12 Sebaran profil PJAS di luar sekolah menurut jenis pangan Luar Sekolah Mak.Sepinggan Camilan Minuman Buahbuahan Total n % n % n % n % n % SDN A SDN B SDN C SDN D SDS A SDS B SDS C SDS D MI A MI B Total

10 33 Jenis pangan jajanan camilan yang banyak dijual di luar sekolah adalah jenis sosis goreng, telur gulung, bakso tusuk dan sejenisnya yang penyajiannya menggunakan saos sambal. Dari kelompok minuman, jenis minuman ringan kemasan banyak dijual. Beberapa contoh minuman adalah sari buah, teh serta susu. Register PJAS meliputi MD, ML, SS, TTD dan PIRT. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan PJAS yang dijual di semua sekolah sebanyak 75% termasuk dalam kelompok SS. Namun masih terdapat PJAS tanpa register apapun, yaitu sebanyak 2% dari seluruh kelompok PJAS yang dijual penjaja PJAS luar. Melihat besarnya jumlah PJAS yang termasuk SS, sehinga perlu mendapat perhatian mulai dari proses pengolahan sampai penyajian. 75% 0% 2% MD (Makanan Dalam Negeri) 23% ML (Makanan Luar Negeri) 0% SS (Siap Saji) TTD (Tidak Terdaftar) Gambar 3 Sebaran PJAS berdasarkan register di penjaja luar sekolah Praktek penggunaan BTP pada PJAS Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan secara alami bukan merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut (BPOM 2003). Praktek pengunaan BTP disajikan pada Gambar 4. PIRT (Produk Industri Rumah Tangga) Penggunaan BTP Luar sekolah Kantin tidak ya tidak ya Persentase (%) Gambar 4 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek penggunaan BTP

11 34 Penjaja PJAS yang menggunakan BTP di kantin sebanyak 7.4% dan 39.5% untuk yang di luar sekolah. Sebagian besar penjaja PJAS mengaku dengan menggunakan BTP makanan/minuman lebih enak rasanya, serta penampilan lebih menarik dengan harga BTP yang relatif murah dan mudah diperoleh. Dengan penampilan menarik dan rasa yang enak, maka jajanan lebih disukai anak-anak sekolah, dan penjaja PJAS mendapatkan untung yang lebih banyak. SDS C menetapkan peraturan bagi pedagang yang berjualan di kantin, yaitu tidak mengizinkan untuk menggunakan BTP baik jenis pemanis, pewarna maupun penyedap rasa. Selain itu jenis makanan yang dijual selalu diperiksa setiap minggunya oleh pengurus yayasan SDS C. Berbagai jenis BTP yang dikenal, penyedap rasa merupakan BTP yang paling sering digunakan. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis BTP yang digunakan disajikan pada Gambar 5. 5% 5% 90% Pewarna makanan Pemanis buatan Penyedap rasa Gambar 5 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jenis BTP yang digunakan Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 46.9% penjaja PJAS (kantin dan luar sekolah) yang menggunakan BTP, dan sebanyak 90% penjaja PJAS yang menggunakan jenis BTP penyedap rasa dan penguat rasa. Banyaknya penjaja PJAS menggunakan jenis BTP ini kemungkinan karena penyedap rasa dikenal luas di Indonesia. Penyedap rasa menandung senyawa yang disebut monosodium glutamate (MSG). Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan penggunaannya (BPOM 2003). Kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan sangat popular di kalangan anak-anak sekolah. Kebiasaan jajan tersebut sangat sulit untuk dihilangkan. Banyak faktor yang menyebabkan kesukaan jajan menjadi kebiasaan yang universal. Kegemaran anak-anak akan hal yang manis, gurih dan asam sering dimanfaatkan oleh para penjual untuk menarik anak-anak. Kadangkala produk

12 35 yang ditawarkan bukan menyehatkan malah berbahaya bagi tubuh, karena kurang mengandung zat gizi. Penjaja PJAS sebanyak 5% menambahkan pemanis dan pewarna makanan pada makanan/minuman yang mereka jual. Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan rasa yang lebih manis daripada gula alami, dan mengandung kalori jauh lebih rendah, serta harganya lebih murah. Penggunaan pewarna makanan dilakukan agar makanan yang dijual menarik. Sejumlah faktor maupun alasan menjadi penyebab penggunaan BTP, seperti ketidaktahuan akan bahaya jenis BTP yang dipakai, ketidakpedulian, motif ekonomi untuk meraih untung karena pangan menjadi lebih menarik dan awet, serta kurangnya akses informasi gizi dan keamanan pangan. Sarana Lingkungan Pedagang Sarana lingkungan yang diamati yaitu tersedia tempat sampah tempat cuci tangan dan air bersih. Higiene dan sanitasi makanan dipengaruhi pula oleh ketersediaan sarana lingkungan yang memadai. Dengan tersedianya sarana lingkungan akan menunjang terlaksananya praktik higiene dan sanitasi makanan yang baik. Secara keseluruhan hanya SDS A dan C yang memiliki sarana yang lengkap. Sedangkan SDN D, MI A dan B tidak memiliki sarana lingkungan yang mendukung sama sekali. Sebaran berdasarkan sarana lingkungan pedagang pada tiap sekolah disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana lingkungan pedagang No Sekolah Tempat Tempat cuci Air bersih sampah tangan 1 SDN A - 2 SDN B SDN B* SDN C SDN C* SDN D SDS A 6 SDS B - 7 SDS C 8 SDS D - 9 MI A MI B Ket: * Pedagang luar sekolah

13 36 Analisis Risiko Ketidakamanan Pangan Risiko ketidakamanan pangan dianalisis berdasarkan tiga risiko ketidakamanan yang mempengaruhi yaitu risiko ketidakamanan penjaja mengenai praktek higiene penjaja PJAS, risiko ketidakamanan pangan dan risiko ketidakamanan lingkungan mengenai lokasi penjualan. Sebaran risiko ketidakamanan pangan PJAS pada masing-masing sekolah disajikan pada Lampiran 3. Penjaja merupakan pihak yang paling menentukan tingkat keamanan makanan yang dijual. Praktek higiene dari penjaja PJAS masih rendah dibuktikan dengan masih banyaknya penjaja menjual makanan secara terbuka, merokok dekat makanan jajanan, dan tidak adanya air bersih. Makanan yang dijual terbuka memungkinkan terkena debu dari lingkungan sekitar. Asap rokok banyak mengandung Penjaja PJAS yang berisiko terhadap ketidakamanan pangan terdapat di SDN B, C & D; SDS A, B & D; dan MI A & B. Risiko ketidakamanan pada pangan yang diamati dalam penelitian ini yaitu mengenai pewarna pada saus makanan, penguat rasa/flavour, es balok yang digunakan penjaja, dan penggunaan minyak goreng. Risiko ketidakamanan pada pangan tidak dilakukan terhadap kandungan boraks dan formalin berdasarkan hasil BPOM (2010) dengan ditemukannya dari sampel yang diuji, 45% diantaranya tidak memenuhi syarat karena mengandung BTP yang dilarang seperti boraks, formalin, rhodamin B, methanol yellow atau BTP yang diperbolehkan seperti benzoat, sakarin, dan siklamat namun penggunaannya melebihi batas. Hal ini didasarkan pada jenis jajanan yang paling banyak dijual dan disukai anak-anak dari semua sekolah dasar adalah makanan camilan siap saji seperti telur gulung dan sosis goreng yang menggunakan saos sebagai pelengkap makanannya. Penelitian BPOM tahun 2005 menyatakan bahwa saus atau sambal (61.5%) pada makanan jajanan tidak memenuhi syarat. Hampir dari semua sekolah menggunakan produk saus pada tiap PJAS dengan harga Rp 1500/bungkus yang penggunaannya diencerkan dengan air. Hanya SDS A dan C dan saja yang tidak menggunakan karena melarang penggunaan saos kecuali saos yang bermerk. Sekalipun menggunakan saos, saos tersebut harus dibuat sendiri. Saos dijadikan sebagai risiko ketidakamanan pada pangan karena warna saos yang merah dan dengan harga yang murah, dikhawatirkan dalam proses pembuatannya pewarna yang digunakan adalah pewarna yang tidak

14 37 diperuntukkan untuk makanan. Penggunaan pewarna yang aman pada pangan telah diatur melalui peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/85, sedangkan peraturan Menteri kesehatan RI No.239/Menkes/Per/V/85 mengatur tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya, termasuk methanil yellow yang berwarna kuning dan rhodamin B yang berwarna merah. Karena kedua pewarna ini dibuktikan menyebabkan kanker yang gejalanya terlihat secara tidak langsung setelah mengonsumsinya sehingga penggunaan pewarna ini dilarang walaupun dalam jumlah sedikit. Kenyataan di lapang masih banyak produsen pangan, terutama pengusaha kecil yang menggunakan bahanbahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan (BPOM 2003). Penggunaan penguat rasa/flavour dan es balok juga dijadikan sebagai risiko ketidakamanan pada pangan. Hal ini karena penggunaan penguat rasa yang berlebihan tidak baik bagi kesehatan dan es balok dibuat dari air mentah. Penggunaan minyak goreng di SDN D dan MI A sangat mengindikasikan pangan yang dijual kurang aman karena penggunaan minyak goreng sampai berwarna hitam bahkan aroma yang ditimbulkan dari makanan yang digoreng sangat tidak enak. Minyak goreng yang digunakan berkali-kali (>4 kali) akan mengalami oksidasi dan menyebabkan iritasi saluran pencernaan, selain itu minyak goreng akan mengalami ketengikan yang akan merusak tekstur dan cita rasa dari makanan yang digoreng. Risiko ketidakamanan pada lingkungan masih banyaknya pedagang yang menjual PJAS dekat dengan jalan raya tanpa menutup jajanan tersebut (SDN C* dan D; SDS B*, C* dan D*; MI A dan B). Bahkan di SDS B* keadaan tanah berdebu dan banyak ayam berkeliaran. Asap kendaraan mengandung timbal jika mengenai jajanan yang tidak ditutup maka memungkinkan timbal yang berasal dari asap kendaraan tersebut akan menempel pada makanan jajanan. Perumusan Model Upaya Mengatasi Masalah Keamanan Pangan Berdasarkan risiko ketidakamanan pangan dari semua sekolah, upaya alternatif yang dapat dilakukan adalah perbaikan sarana dan prasarana (adanya kerjasama antara pihak sekolah, penjaja dan Dinas Kesehatan terkait), peningkatan PSP (Pengetahuan, Sikap dan Praktek) penjaja akan gizi dan keamanan pangan termasuk penggunaan BTP, dan penyuluhan terhadap produsen pangan mengenai pembuatan saos yang banyak digunakan oleh penjaja PJAS. Dan dilihat dari sekolah yang mempunyai risiko ketidakamanan PJAS pada tiap kategori yaitu SDN D, sehingga diajdikan sebagai tempat dalam

15 38 penelitian lanjutan. Akan tetapi jika dihubungkan dengan upaya alternatif yang dapat dilakukan, efektivitas sikap dalam upaya untuk mengatasi masalah keamanan pangan yang dapat dilakukan di SDN D adalah penyuluhan gizi dan pendampingan untuk meningkatkan PSP (Pengetahuan, Sikap dan Praktek) akan gizi dan keamanan pangan termasuk penggunaan BTP. Penelitian Lanjutan Penelitian dilakukan pada SDN D berdasarkan hasil pada penelitian pendahuluan. Secara keseluruhan penjaja PJAS di SDN D berada di luar sekolah karena di SDN D tidak memiliki kantin. Intervensi yang dilakukan yaitu melalui penyuluhan gizi dan pendampingan. Khomsan (2002) menyatakan bahwa untuk mengatasi masalah gizi, masyarakat perlu memperoleh bekal mengenai pengetahuan gizi. Karakteristik Penjaja PJAS Penjaja dalam penelitian ini berjumlah sembilan orang. Pengkategorian karakteristik penjaja sama seperti pada penelitian pendahuluan yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, dan lama berusaha. Sebaran karakteristik penjaja PJAS di SDN D tersaji pada Tabel 14. Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Lama Berusaha (jam/hari) Lama Berusaha (tahun) Pendapatan Tabel 14 Sebaran karakteristik penjaja PJAS SDN D Karakteristik Penjaja PJAS SDN D Laki-laki Perempuan tahun tahun >65 tahun Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA Utama Sampingan <5 jam 5-10 jam >10 jam <1 tahun 1-5 tahun 5-10 tahun >10 tahun Pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Diharapkan dengan pendapatan tinggi dapat memberikan peluang yang besar dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya sehingga kualitas seseorang

16 39 akan lebih baik, selain itu pendapatan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas makanan. Pendapatan perkapita penjaja PJAS berkisar antara Rp ,00->Rp ,00 dengan rata-rata Rp ,00. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tingkat pendapatan disajikan pada Gambar 6. Persentase (%) miskin 44.4 tidak miskin Gambar 6 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tingkat pendapatan Pendapatan perkapita berdasarkan BPS (2008) dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu, miskin (<Rp ,00) dan tidak miskin (>Rp ,00). Sebagian besar (55.6%) penjaja PJAS tergolong miskin dengan pendapatan <Rp ,00 dan 44.4% penjaja PJAS yang tergolong tidak miskin. Hal ini diduga karena sebagian besar penjaja PJAS menjual satu jenis pangan jajanan dengan harga yang murah sehingga pendapatan yang diperolehpun tidak terlalu besar. Sarana Penjualan Penjaja makanan di SDN D sebagian besar merupakan pedagang keliling yaitu sebesar 66.7% karena pada saat jam sekolah penjaja luar berpangkal di sekitar sekolah dan setelah jam sekolah habis mereka berdagang keliling. Hanya 33.3% penjaja PJAS sebagai pedagang tetap. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tempat berjualan disajikan pada Gambar 7. Persentase (%) Tetap Berpindah-pindah Gambar 7 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan tempat berjualan Tempat berjualan penjaja PJAS adalah berpindah tempat/keliling sehingga sarana penjualan yang digunakan penjaja PJAS sebagian besar adalah gerobak sebesar 77.8%. sebanyak 11.1% penjaja PJAS yang berjualan dengan

17 40 menggunakan sarana penjualan bakul dan toko/warung. Sebaran penjaja PJAS berdasarkana sarana penjualan disajikan pada Gambar 8. Persentase (%) Gambar 8 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sarana penjualan Pengetahuan, Sikap dan Praktek terhadap Gizi dan Keamanan Pangan Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebaran penjaja berdasar pengetahuan gizi dan keamanan pangan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jawaban yang benar mengenai pengetahuan gizi dan keamanan pangan Toko/warung Gerobag Bakul Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Pretest Posttest Pengetahuan Gizi n % n % 1. Pengertian makanan bergizi Zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh Akibat makanan tidak bersih Pengertian makanan sehat Pengertian makanan jajanan Zat gizi pendukung pertumbuhan Manfaat karbohidrat Makanan jajanan sumber karbohidrat Manfaat kalsium Makanan sumber vitamin C Keamanan Pangan 1. Akibat makanan jajanan yang tidak ditutup dengan rapi Ditemukan sehelai rambut di dalam makanan Hal yang dilakukan saat ingin bersin ketika mengolah/menyajikan makanan Cara merebus air yang paling baik dan aman Akibat es batu yang dibuat dari air mentah Tujuan air minum dimasak terlebih dahulu Kebiasaan cuci tangan yang baik Hal-hal yang menimbulkan cemaran Jenis kemasan yang baik untuk membungkus jajanan Akibat penggunaan BTP yang tidak dianjurkan

18 41 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan adalah aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan. Hasil pengetahuan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS menunjukkan peningkatan dari pretest ke posttest. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan jawaban yang benar terkait pengetahuan gizi, sebanyak 88.9% penjaja PJAS dapat menjawab dengan benar mengenai makanan jajanan sumber karbohidrat baik hasil pretest maupun posttest. Pertanyaan yang mengenai zat gizi pendukung pertumbuhan yang nilainya masih rendah (33.3%), padahal ini penting diketahui oleh penjaja dalam menyediakan pangan jajanan yang dibutuhkan anak sekolah. Sehingga perlu teknik penyuluhan lain agar dapat dipahami penjaja. Pengetahuan akan keamanan pangan, secara keseluruhan penjaja PJAS menjawab dengan benar (100%) akibat makanan jajanan yang tidak ditutup dengan rapi. Penjaja PJAS telah memahami tindakan yang dilakukan akibat makanan jajanan yang tidak ditutup rapi, hal ini kemungkinan dikarenakan berdasarkan pengalaman, dan sumber informasi yang diperoleh. Contoh pertanyaan mengenai cara merebus air yang paling baik dan aman yang masih kurang mampu dijawab oleh sebagian penjaja PJAS yaitu sebesar 22.2%. Dari 10 pertanyaan yang diajukan, sebagian besar penjaja PJAS dapat menjawab pertanyaan mengenai keamanan pangan cukup baik. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan pengetahuan gizi dan keamanan pangan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan kategori pengetahuan gizi dan keamanan pangan Kategori Pengetahuan Pretes Posttest Pengetahuan Gizi n % n % Baik Sedang Kurang Total Pengetahuan keamanan pangan Baik Sedang Kurang Total Pengetahuan secara keseluruhan Baik Sedang Kurang Total p= 0.033

19 42 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS mengalami peningkatan dari sebelum penyuluhan (pretest) dan setelah penyuluhan (posttest). Pengetahuan gizi pada saat pretest tergolong pada kategori sedang 66.7%, hanya 11.1% yang tergolong kategori baik. Tetapi setelah penyuluhan (posttest) terjadi peningkatan dalam kategori baik sebesar 22.2%. Begitupun pengetahuan keamanan pangan, saat pretest sebanyak 77.8% tergolong sedang tetapi pada saat posttest hanya 55.6% yang tergolong sedang dan 33.3% tergolong baik. Tingkat pengetahuan keamanan pangan penjaja PJAS lebih baik dibandingkan pengetahuan gizi. Rendahnya pengetahuan gizi penjaja PJAS ditunjukkan masih banyaknya penjaja PJAS yang kurang mampu menjawab pertanyaan mengenai zat gizi pendukung pertumbuhan, pengertian makanan jajanan dan manfaat kalsium bagi tubuh pada Tabel 16. Sedangkan pengetahuan keamanan pangan, ditunjunjukkan masih rendahnya penjaja PJAS tidak menjawab benar cara merebus air yang baik dan aman serta akibat penggunaan BTP yang tidak dianjurkan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya akses informasi penjaja PJAS tentang keamanan pangan. Pengetahuan penjaja PJAS akan gizi dan keamanan pangan tergolong pada kategori sedang. Pengetahuan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan, tingkat pendidikan seseorang, tetapi sumber informasi, pengalaman, serta kegiatan penyuluhan juga mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (Notoatmodjo 2003). Hasil uji paired samples t-test menunjukkan bahwa nilai sebelum dan setelah intervensi berbeda nyata dengan p=0.033 (p<0.05). Pemberian penyuluhan dan pendampingan kepada penjaja diduga sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan skor pada saat sebelum dan setelahnya. Sikap Gizi dan Keamanan Pangan Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan dan belum menunjukkan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predoposisi tindakan dari suatu perilaku (Notoatmodjo 2003). Sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sikap setuju terhadap sikap gizi dan keamanan pangan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 menunjukkan bahwa sikap penjaja PJAS mengalami peningkatan hasil dari nilai pretest ke posttest. Pada sikap gizi terjadi peningkatan terbesar yaitu 100% penjaja PJAS setuju bahwa sarapan dapat

20 43 menunjang aktivitas. Baik hasil pretest dan posttest, penjaja PJAS setuju 100% bahwa makanan sehat mengandung cukup zat gizi dan bersih. Akan tetapi terjadi penurunan hasil dari pretest ke posttest pada pertanyaan mengenai kandungan vitamin dan mineral pada jus buah kemasan sama dengan jus asli. Tabel 17 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sikap setuju tentang gizi dan keamanan pangan Sikap gizi dan keamanan pangan Pretest Posttest Gizi n % n % 1. Tubuh membutuhkan beragam zat gizi Bubur ayam, lontong sayur dan nasi uduk sumber vitamin Jajanan sumber zat gizi Makanan sehat mengandung cukup zat gizi dan bersih Minum air ketika haus saja Sarapan menunjang aktivitas Tidak pernah memperhatikan nilai gizi jajanan Pangan sumber zat besi agar tidak anemia Kebiasaan makanan camilan sambil menonton TV baik untuk kesehatan Kandungan vitamin dan mineral pada jus buah kemasan sama dengan pada jus asli Keamanan Pangan 1. Memakai penutup kepala menghindari makanan dari cemaran Kebersihan tempat jualan penting untuk keamanan pangan Membungkus makanan dengan kertas koran/plastik bekas baik Tangan yang belum dicuci menyebabkan cemaran Makanan dalam kondisi terbuka hal yang biasa saya lakukan Menghindari penggunaan pemanis yang berlebihan Bersin dan berbicara ke arah makanan pada saat mengolah Informasi label gizi dan tanggal kadaluarsa penting Menggunakan pisau yang berbeda jika hendak memotong bahan mentah dan matang Penggunaan air cucian berulang tidak menimbulkan cemaran Sikap keamanan pangan hasil pertanyaan hanya beberapa yang mengalami peningkatan dari pretest ke posttest, sedangkan beberapa hasil lainnya masih sama antara nilai pretest dan posttest. Sebesar 100.0% penjaja PJAS setuju bahwa kebersihan tempat jualan penting untuk keamanan pangan.

21 44 Masih banyaknya penjaja PJAS yang membiasakan kondisi jajanan terbuka sebesar 66.7%, hal ini dilakukan dengan alasan jika makanan ditutup pendapatan akan berkurang karena anak-anak tidak dapat melihat makanan jajanan secara langsung. Tabel 18 dapat dilihat sebaran penjaja PJAS berdasarkan tingkat sikap penjaja PJAS terhadap gizi dan keamanan pangan. Tabel 18 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan sikap gizi dan keamanan pangan Kategori Sikap Pretest Posttest Sikap Gizi n % n % Baik Sedang Kurang Total Sikap Keamanan Pangan Baik Sedang Kurang Total Sikap secara keseluruhan Baik Sedang Kurang Total p= Komponen kognitif sikap menggambarkan pengetahuan seseorang tentang suatu objek. Komponen afektif sikap menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu objek, sedangkan komponen konatif sikap menggambarkan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan objek sikap. Sikap juga memiliki dimensi positif, netral, dan negatif. Tabel 18 menunjukkan terjadi peningkatan sikap gizi penjaja PJAS dari pretest ke posttest. Awalnya sikap gizi penjaja PJAS tergolong pada kategori kurang, setelah diberikan penyuluhan mengalami perubahan menjadi kategori sedang sebesar 55.6% dan baik sebesar 11.1%. Sikap setuju penjaja PJAS diduga karena keyakinan dan kepercayaan penjaja PJAS terhadap suatu objek tersebut, serta masih kurangnya pengetahuan penjaja PJAS tentang gizi, dan ketidakpedulian penjaja PJAS terhadap kandungan gizi pangan jajanan yang mereka jual, dan bagi seorang penjual PJAS yang terpenting adalah mereka memperoleh keuntungan yang besar tanpa memperhatikan aspek gizi dan keamanan makanan/minuman yang dijual. Hal ini sesuai dengan pendapat Alport (1954) diacu dalam Notoatmodjo (2003), sikap terdiri dari tiga komponen pokok, salah satunya yaitu kepercayaan

22 45 atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting dalam menentukan sikap. Sikap keamanan pangan penjaja PJAS mengalami peningkatan dari hasil pretest ke posttest. Sikap keamanan pangan penjaja PJAS saat pretest tergolong pada kategori sedang 77.8% dan mengalami peningkatan saat posttest menjadi kategori baik sebanyak 22.2% dan kategori sedang sebesar 66.7%. Masih adanya ketegori kurang pada sikap keamanan pangan ditunjukkan masih banyaknya penjaja PJAS yang berbicara ke arah makanan pada saat mengolah/menyediakan jajanan. Secara keseluruhan, sikap gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS setelah penyuluhan tergolong pada kategori sedang 66.7% dan baik 11.1%. Penjaja PJAS yang baik kecenderungan memiliki sikap sangat setuju terhadap pernyataan positif dan memiliki sikap tidak setuju terhadap pertanyaan negatif, sedangkan penjaja PJAS yang cukup hanya mencapai taraf setuju terhadap beberapa pernyataan positif, dan mencapai taraf tidak setuju terhadap beberapa pertanyaan negatif. Hasil uji paired t-test menunjukkan bahwa skor sikap gizi dan keamanan pangan meningkat secara nyata antara pretest dan posttest dengan nilai p=0.032 (p<0.05). Praktek Keamanan Pangan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Berdasarkan jenis PJAS, tidak adanya penjaja PJAS yang menyediakan buah-buahan pada jualannya. Masih rendahnya praktek gizi dalam penyediaan PJAS untuk kelompok buah-buahan diduga karena kurangnya pengetahuan gizi penjaja PJAS akan manfaat buah, khususnya manfaat gizi. Praktek gizi dan keamanan pangan merupakan bentuk aplikasi dari pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Praktek keamanan pangan sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan jajanan yang dijual oleh penjaja. Praktek higiene, semua penjaja PJAS belum dapat mengaplikasikan kegiatan mencuci tangan sebelum dan setelah melayani pembeli. Tabel 19 menunjukkan terjadi peningkatan setelah penyuluhan gizi adalah penjaja PJAS tidak lagi merokok saat melayani pembeli (100%) dan adanya perubahan perilaku salah satu penjaja PJAS yang pada saat awal pretest menggunakan pakaian yang kurang bersih tetapi setelah penyuluhan menggunakan pakaian yang bersih. Pernyataan mengenai penjaja tidak memegang uang secara langsung selama mengolah/menyajikan (11.1%) belum dilakukan dengan baik oleh penjaja dengan

23 46 alasan hal itu sulit dilakukan. Dengan kondisi tempat berjualan di luar sekolah, masih banyaknya penjaja yang menyajikan pangan berdekatan dengan saluran pembuangan air (33.3%). Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek higiene serta penanganan dan penyimpanan pangan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek higiene serta penanganan dan penyimpangan pangan Praktek Keamanan Pangan Pretest Posttest Higiene n % n % 1. Penjaja dalam keadaan sehat Penjaja menggunakan pakaian yang bersih Penjaja tidak makan dan minum atau merokok pada saat melayani pembeli Penjaja tidak memiliki luka terbuka Penjaja tidak menggaruk-garuk badan dan bersin atau batuk selama melayani pembeli Sebelum melayani pembeli, penjaja mencuci tangan Setelah melayani pembeli, penjaja mencuci tangan Penjaja tidak menyentuh pangan langsung dengan tangan saat menyajikan melainkan menggunakan sendok atau alat lain Penjaja tidak memegang uang secara langsung selama mengolah/meyajikan Tempat penyajian pangan tidak berdekatan dengan saluran pembuangan air Praktek Keamanan Pangan n % n % Penanganan dan Penyimpanan makanan dan minuman 1. Bahan makanan yang cepat rusak seperti susu atau santan disimpan di dalam lemari es/kulkas Bahan-bahan kering seperti gula dipisahkan dari bahan-bahan basah Penggunaan minyak goreng tidak lebih dari 3 kali Tidak terdapat bahan-bahan beracun di area penjualan Makanan/minuman yang tidak dikemas selalu ditutup Plastik bekas tidak digunakan sebagai kemasan makanan/minuman Air yang digunakan adalah air yang bersih dan sesuai untuk dikonsumsi Makanan/minuman diletakan diwadah yang bersih (tidak dialasi koran/benda lain yang menimbulkan cemaran) Makanan/minuman disajikan atau dikemas dalam pengemas bersih Bahan tambahan kimia atau alami yang ditambahkan ke dalam minuman adalah bahan yang diizinkan Praktek keamanan pangan mengenai penanganan dan penyimpanan pangan menunjukkan masih terdapat penjaja PJAS yang kurang mampu melaksanakan dengan baik mengenai pangan yang tidak dikemas selalu ditutup karena jika PJAS ditutup, anak-anak kurang tertarik untuk membeli sehingga

24 47 mengurangi penghasilan yang diperoleh. Selain higiene serta penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, praktek akan keamanan pangan juga mengamati sarana dan fasilitas yang yang digunakan. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek sarana dan fasilitas disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek sarana dan fasilitas Praktek Keamanan Pangan Pretest Posttest Sarana dan Fasilitas n % n % 1. Tempat (wadah) untuk menjual makanan/minuman dalam keadaan bersih Tersedia air bersih Tersedia lap tangan Tersedia tempat sampah yang cukup dan tertutup Tersedia tempat pencucian peralatan dengan suplai air mengalir Praktek sarana dan fasilitas menunjukkan bahwa masih rendahnya penyediaan air bersih dan tidak adanya tempat pencucian dengan suplai air mengalir. Hal tersebut menjelaskan mengapa penjaja PJAS tidak mencuci tangan sebelum dan setelah melayani pembeli. Sarana dan fasilitas merupakan faktor pemungkin terbentuknya atau berubahnya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2007). Adanya peningkatan (66.7% menjadi 88.9%) mengenai praktek penjaja PJAS dalam hal menggunakan tempat (wadah) yang bersih untuk menjual makanan/minuman. Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek keamanan pangan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran penjaja PJAS berdasarkan praktek keamanan pangan Kategori Praktek Pretest Posttest Praktek Higiene n % n % Baik Sedang Kurang Praktek Penanganan dan Penyimpangan Baik Sedang Kurang Sarana dan Fasilitas Baik Sedang Kurang Total Praktek Keamanan Baik Sedang Kurang p= 0.014

25 48 Hasil menunjukkan bahwa secara umum penjaja PJAS memiliki tingkat praktek keamanan pangan sebanyak 88.9% dalam kategori sedang, terjadi peningkatan dari nilai pretest sebelumnya (77.8%). Walaupun pengetahuan keamanan pangan sebanyak 33.3% penjaja tergolong baik, belum menentukan penjaja akan menerapkannya, kemungkinan penjaja hanya sekedar tahu, tetapi dan tidak mengaplikasikan ilmu yang mereka tahu dalam kehidupannya. Menurut Notoatmodjo (2007), dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu itu sendiri. Selain pengetahuan dan persepsi sebagai faktor internal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku, terdapat pula faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-fisik seperti iklim, manusia, sosio-ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Hasil uji paired samples t-test menunjukkan bahwa nilai sebelum dan setelah intervensi berbeda nyata dengan p=0.014 (p<0.05). Almarita&Fallah (2004) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tindakan adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan memudahkan seseorang untuk menerima informasi dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan BTP Praktek keamanan pangan juga meliputi penggunaan bahan tambahan pangan (BTP). Menurut BPOM (2003), kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk mengawetkan, membentuk pangan lebih baik, memberikan warna, meningkatkan kualitas dan menghemat biaya. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa penjaja PJAS yang mengaku menggunakan BTP. Umumnya BTP yang paling banyak digunakan yaitu jenis BTP penyedap dengan merk dagang Sasa, Royco, dan Masako. Bumbu penyedap sebanyak 66.7% dan sebanyak 33.3% mengaku tidak menggunakan BTP. Hanya sebagian kecil penjaja PJAS yang mengaku mengunakan BTP. Penjaja PJAS menggunakan BTP umumnya karena faktor ekonomi, dengan menggunakan penyedap maka makanan jajanan yang dijual akan semakin gurih rasanya sehingga merangsang anak-anak untuk membeli makanan jajanan tersebut dan mengurangi biaya penambahan bumbu. Tidak ditemukannya penjaja PJAS yang menggunakan pemanis dan pewarna karena minuman yang dijual adalah serbuk minuman yang ditambahkan es dan air sehingga tidak adanya penambahan pemanis. Sedangkan mengenai pewarna, tidak ada penjaja PJAS yang mengaku mengunakan pewarna karena penjaja

26 49 PJAS es doger menggunakan sirup bermerk untuk memberikan warna pada minuman es doger. Profil PJAS Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan dan register. Secara keseluruhan jenis pangan yang paling banyak dijual adalah makanan camilan sebesar 53.6% dan sebagian kecil (17.9%) adalah makanan sepinggan. Tidak adanya jajanan dalam jenis buah di SDN D. Banyaknya penjaja PJAS PJAS yang menjual makanan camilan disebabkan karena anak sekolah dasar umumnya lebih menyukai makanan camilan sebagai makanan jajanan dibanding jenis pangan lainnya di sekolah. Sebaran profil PJAS menurut jenis pangan disajikan pada Gambar 9. Persentase (%) Mak. Sepinggan Camilan Minuman Buah Gambar 9 Sebaran PJAS berdasarkan register Selain jenis pangan yang beredar di lingkungan sekolah, jenis register pangan juga harus mendapatkan perhatian. Jenis register pangan dikelompokkan menjadi MD (produk dalam negeri), ML (produk luar negeri), SS (siap saji), TTD (tidak terdaftar) dan PIRT (produk industri rumah tangga). Untuk jenis register umumnya memiliki register MD sebanyak 61% dan yang paling sedikit (39%) adalah kelompok SS. Makanan jajanan yang paling banyak dijual yaitu dengan register MD, yang berarti makanan ini diproduksi di dalam negeri dan sudah terdaftar. Tidak ditemukannya pangan jajanan dengan produk ML, TTD dan PIRT. Melihat banyaknya jumlah PJAS yang termasuk SS, sehingga perlu mendapat perhatian mulai dari proses pengolahan sampai penyajian. Selain itu, sikap higiene dan sanitasi dari penjaja PJAS PJAS tersebut. Sebaran PJAS berdasarkan register disajikan pada Gambar 10.

27 50 0% 39% 0% 61% Gambar 10 Sebaran PJAS berdasarkan register Sarana Lingkungan PJAS Penjaja PJAS berjualan di depan pintu masuk SDN D, berjualan dekat dengan jalan raya. Bahkan sebagian penjaja berjualan dekat dengan saluran pembuangan air terbuka dan keadaan tanah berdebu. Tidak adanya sarana mengenai sumber air bersih pada lingkungan penjaja. Hubungan Berbagai Variabel Hubungan berbagai variabel dianalisis untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan gizi dan keamanan pangan terhadap sikap gizi dan keamanan pangan, hubungan antara pengetahuan gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan, serta hubungan antara sikap gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan. Secara keseluruhan, hubungan berbagai variabel dilakukan antara pretest dan posttest. Hubungan pengetahuan dengan sikap tentang gizi dan keamanan pangan Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Perilaku mencakup tiga domain, yakni : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),dan tindakan atau praktek (practice). Pembentukan sikap gizi akan lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan/sosial budaya yang ada di masyarakat. Pada Tabel 17 dan 18 disajikan mengenai hubungan pengetahuan dan sikap gizi hasil pretest dan posttest. 0% MD ML SS TTD PIRT Tabel 17 Hubungan pengetahuan dan sikap gizi (pretest) Kategori Pengetahuan gizi Sikap Gizi n % n % Baik Sedang Kurang Total p= 0.781;r=0.109

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah yang diteliti terdiri dari empat sekolah dasar, yaitu dua SDN di Kota Bogor dan dua SDN di Kabupaten Bogor. Sekolah dasar yang terdapat di kota meliputi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Desain penelitian pendahuluan adalah cross sectional study menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 Umur dan Jenis Kelamin HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 62 orang, terdiri dari siswa laki-laki yaitu 34 orang dan siswa perempuan yaitu 28 orang. Umur siswa

Lebih terperinci

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sangat beragam jenisnya dan berkembang pesat di Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam tubuh yaitu berkisar antara 10-20%.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, merupakan bab dimana memberikan suatu gambaran umum mengapa topik atau judul tersebut diambil dan disajikan dalam karya ilmiah bagian pendahuan menguraikan mengenai latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal ini dianggap penting mengingat anak sekolah merupakan cikal

Lebih terperinci

Lampiran 1 Gambaran umum sekolah dasar penelitian pendahuluan

Lampiran 1 Gambaran umum sekolah dasar penelitian pendahuluan LAMPIRAN 59 60 Lampiran 1 Gambaran umum sekolah dasar penelitian pendahuluan SDN A SDN A terletak di Kota Bogor. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki adalah ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada setiap orang sejak dari dalam kandungan. Seseorang akan terus menerus tumbuh dan berkembang sesuai dengan berjalannya waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan sebuah bangsa dalam memajukan pembangunan di segala bidang adalah salah satu wujud dari tercapainya bangsa yang maju dan mandiri. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan Guru Sekolah Dasar terhadap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11)

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11) METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini desain Cross Sectional Study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei yang dilakukan di empat sekolah dasar dengan karakteristik mutu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Depok. Lampiran 2 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Sukabumi

Lampiran 1 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Depok. Lampiran 2 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Sukabumi LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Pengetahuan gizi dan keamanan pangan wilayah Depok Ket Akreditasi (mutu) Status kelamin Kelas 4 5 6 Akreditasi A Akreditasi B Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Kurang Sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia sekolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6 sampai 12 tahun memiliki fisik lebih kuat dibandingkan dengan balita, memiliki sifat indifidual yang aktif, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Makanan mempunyai peran yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus masyarakatlah yang

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah menjadi pelengkap kebutuhan pangan manusia yang mempunyai banyak variasi rasa, warna, dan serat yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain dikonsumsi secara langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena pangan merupakan salah satu kebutuhan primer, selain sandang dan papan. Oleh karena itu manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan bahan dasar makanan harus mengandung zat gizi untuk memenuhi fungsi

Lebih terperinci

Oktavia Candra Susanti, Eni Purwani. Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura ABSTRAK

Oktavia Candra Susanti, Eni Purwani. Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura ABSTRAK Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan ISSN 2460-4143 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KEAMANAN MAKANAN JAJANAN ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENDIDIKAN CERGAM DI SMP NEGERI 1 KEBAKRAMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik diolah maupun tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sekolah merupakan institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengolahan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat. Makanan dan minuman harus aman dalam arti tidak mengandung

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN. A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama :... Sekolah/Kelas :... Jenis Kelamin : L / P Umur :... Pekerjaan Orang tua :...

KUISIONER PENELITIAN. A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama :... Sekolah/Kelas :... Jenis Kelamin : L / P Umur :... Pekerjaan Orang tua :... NO. RESPONDEN KUISIONER PENELITIAN A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama :.... Sekolah/Kelas :.... Jenis Kelamin : L / P Umur :.... Pekerjaan Orang tua :.... 4. Apakah adik-adik sarapan sebelum berangkat ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Dasar yang diteliti Jumlah SD yang diteliti pada data sekunder Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 008 yaitu sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia. berbahaya pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia. berbahaya pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia berbahaya pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia. Hal ini karena kasus tersebut banyak ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan.amalia.org, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan.amalia.org, 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah satu masa usia anak yang sangat berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang Kesehatan No 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

Lebih terperinci

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor KERANGKA PEMIKIRAN Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk memperoleh zat- zat yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Tetapi makanan yang masuk ketubuh beresiko sebagai pembawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi pengolahan pangan, industri produksi pangan semakin berkembang. Industri skala kecil, sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Variabel independen Variabel Dependen Perilaku siswa-siswi Pengetahuan Sikap Tindakan Makanan dan Minuman yang mengandung Bahan Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas hidup manusia akan meningkat jika kualitas pangan, pendidikan dan ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa kriteria yang harus

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang berusia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan proses perubahan perilaku, sikap, ataupun fisik dari masa anak ke masa dewasa (Depkes, 2001).

Lebih terperinci

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Pretest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan Waktu : 60 menit Baca baik-baik soal dibawah ini dan jawablah pada lembar jawab yang telah

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas Semester Alokasi waktu : SD ALAM PACITAN : IPA : V (Lima) : 1 (Satu) : 4 JP (2 x TM) I. STANDAR KOMPETENSI 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Hurlock (1999) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini gizi menjadi masalah baik di Negara berkembang maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat kekhawatiran bahwa gizi buruk dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN Astini Syarkowi *) Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat sehingga memiliki kecakapan memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang di konsumsi,

Lebih terperinci

SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA.

SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA. ARTIKEL PENGABDIAN SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA Rabiatul Adawiyah 1, Umar Saifuddin 2 dan Rezqi Handayani 1 1 Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia. Penggemar makanan jajanan ini merata mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sehingga pedagang makanan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian PENGARUH PENYULUHAN GIZI DENGAN MEDIA POSTER DAN FILM TENTANG KEAMANAN PANGAN JAJANAN TERHADAP PERILAKU KEAMANAN PANGAN MURID SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PEUSANGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan (street food) menurut Food and Agriculture (FAO) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Tilango merupakan bagian dari beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Gorontalo yang memiliki 7 desa yakni desa Dulomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN GURU SEKOLAH DASAR TENTANG MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN MEDAN DELITAHUN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR Nomor : Nama : Alamat : Tanggal wawancara : DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak dan jajanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Anak-anak pada umumnya akan membeli aneka jajan terutama saat mereka sedang istirahat di sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan

BAB I PENDAHULUAN. yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Keamanan pangan bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan menentukan kemajuan suatu bangsa di masa depan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah mulai melepaskan diri dari kelompok orang dewasa dan memiliki rasa solidaritas terhadap kelompok teman sebaya (Wong, 2009). Peer group atau teman

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN 79 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN 80 LAMPIRAN A-1 SKALA PERILAKU MEMBELI BAKSO OJEK 81 No. : Kelas : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Pernah makan bakso ojek : Ya / Tidak Tanggal Pengisian : Petunjuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan kehidupannya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan kehidupannya. Makanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan makanan sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitasnya. Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan

Lebih terperinci

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : KUESIONER SEKOLAH 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : 4. Nama Kepala Sekolah : 5. Status Sekolah : Negeri / Swasta * 6. Status Akreditasi Sekolah : 7. Jumlah Murid Seluruh Kelas : Laki-laki

Lebih terperinci

kunci keamanan Pangan UNTUk Anak sekolah 5 KUNCI KEAMANAN PANGAN UNTUK ANAK SEKOLAH DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA

kunci keamanan Pangan UNTUk Anak sekolah 5 KUNCI KEAMANAN PANGAN UNTUK ANAK SEKOLAH DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA 5 KUNCI KEAMANAN PANGAN UNTUK ANAK SEKOLAH 5 KUNCI KEAMANAN PANGAN UNTUK ANAK SEKOLAH 5 kunci keamanan Pangan UNTUk Anak sekolah DIREKTORAT SURVEILAN DAN PENYULUHAN KEAMANAN PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN POSTER TERHADAP PERILAKU KONSUMSI MAKANAN JAJANAN MURID DI SD KELURAHAN PINCURAN KERAMBIL KECAMATAN SIBOLGA SAMBAS KOTA SIBOLGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Jajanan 1. Definisi Makanan Jajanan Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan atau juga dikenal sebagai street food adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, dipasar, tempat pemukiman serta lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

ARTIKEL IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEMANIS BUATAN SIKLAMAT PADA MINUMAN KEMASAN YANG DIJUAL DI WILAYAH SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI

ARTIKEL IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEMANIS BUATAN SIKLAMAT PADA MINUMAN KEMASAN YANG DIJUAL DI WILAYAH SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI ARTIKEL IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEMANIS BUATAN SIKLAMAT PADA MINUMAN KEMASAN YANG DIJUAL DI WILAYAH SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI Oleh: Rovita Sari 13.1.01.06.0023 Dibimbing oleh : 1.

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi, maka kehadiran makanan siap saji semakin memanjakan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang undang kesehatan RI No. 23 pasal 10 tahun 1992 menyebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah

Lebih terperinci

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan Pelatihan Kewirausahaan untuk Pemula olahan dengan memperhatikan nilai gizi dan memperpanjang umur simpan atau keawetan produk. Untuk meningkatkan keawetan produk dapat dilakukan dengan cara : (1) Alami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry telah semakin maju, tak terkecuali yang dijajakan di sekolah-sekolah, hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB 2 DATA & ANALISA

BAB 2 DATA & ANALISA 3 BAB 2 DATA & ANALISA 2.1 Sumber Data Sumber data dan informasi yang digunakan untuk mendukung kampanye STOP Makan Sembarangan ini diperoleh dari sumber-sumber sebagai berikut: 1. Literatur Pencarian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji penerapan kebijakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Concern) INFORMED CONCERN Yang bertanda tangan di bawah ini adalah: Nama : Umur : Alamat : Menyatakan

Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Concern) INFORMED CONCERN Yang bertanda tangan di bawah ini adalah: Nama : Umur : Alamat : Menyatakan LAMPIRAN 51 52 Lampiran 1. Lembar Persetujuan (Informed Concern) INFORMED CONCERN Yang bertanda tangan di bawah ini adalah: Nama : Umur : Alamat : Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut WHO yang dimaksudkan makanan adalah semua benda yang termasuk dalam diet manusia sama ada dalam bentuk asal atau sudah diolah. Makanan yang dikonsumsi hendaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jajan merupakan suatu kebiasaan yang telah lama tertanam dalam diri setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Taryadi (2007), jajanan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum

BAB I PENDAHULUAN. makanan, kantin, swalayan di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar gemar sekali jajan dan pada umumnya anak sekolah sudah dapat menentukan makanan apa yang mereka sukai dan mana yang tidak. Bahkan tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat 28.501 TPUM (Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan), salah satunya adalah pusat makanan jajanan.

Lebih terperinci

MATERI PEDULI OBAT DAN PANGAN AMAN EDUKASI TENTANG 2015 ANAK-ANAK

MATERI PEDULI OBAT DAN PANGAN AMAN EDUKASI TENTANG 2015 ANAK-ANAK MATERI EDUKASI TENTANG PEDULI OBAT DAN PANGAN AMAN 2015 ANAK-ANAK 1 Term on condition Dilarang mengubah konten dan isi tanpa seizin Badan POM. Pelaku usaha, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PERILAKU MAKAN SEHAT MELALUI PENGEMBANGAN KANTIN SEHAT DI SMP/MTs KOTA MALANG

PENDIDIKAN PERILAKU MAKAN SEHAT MELALUI PENGEMBANGAN KANTIN SEHAT DI SMP/MTs KOTA MALANG 49 Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 1 No 2: 49-58, 2017 PENDIDIKAN PERILAKU MAKAN SEHAT MELALUI PENGEMBANGAN KANTIN SEHAT DI SMP/MTs KOTA MALANG RR. Nugraheni Suci Sayekti 1), Yuswa Istikomayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen makanan itu sendiri. Faktor-faktor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Periode pertengahan masa kanak-kanak, yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan oleh

Lebih terperinci

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan PP no.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pangan dapat di kategorikan : PANGAN SEGAR Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maryadi Putra M, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maryadi Putra M, 2014 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok yang utama untuk menunjang segala aktifitas manusia karena berfungsi sebagai sumber energi sumber zat gizi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, perasa dan pembau. Dunia visual menggunakan indra penglihatan yang biasanya

Lebih terperinci