Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Jalan Tol*

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Jalan Tol*"

Transkripsi

1 Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2014 Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Jalan Tol* Latar Belakang Panjang dan kualitas jaringan jalan merupakan indeks penting dari pembangunan infrastruktur di suatu negara dan merupakan faktor kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Jaringan jalan di Indonesia yang mencakup 82% transportasi penumpang dan 70% transportasi barang dari total transportasi dalam negeri (WEF global competitiveness report, ), jelas menunjukkan kontribusi penting bagi kemajuan sosial-ekonomi negara. Pemerintah juga telah fokus pada perluasan jalan raya di dalam negeri. Selama , panjang jaringan jalan nasional telah berkembang menjadi km dari km (Badan Pusat Statistik/ Namun demikian, pertumbuhan jalan raya ini gagal mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan di jalan. Kemacetan lalu lintas di berbagai pusat perkotaan dan perdagangan termasuk Jakarta adalah contoh nyata. Kenaikan yang tajam atas jumlah kendaraan di jalan berperan besar terhadap kondisi ini. Sebagai contoh, tabel berikut adalah perbandingan antara pertumbuhan kilometer jalan yang dibangun oleh berbagai instansi pemerintah dan pertumbuhan berbagai jenis kendaraan selama periode Tabel 1 Pertumbuhan jalan dan jumlah kendaraan Tahun % Peningkatan jalan yang dibangun 3,8 8,8 2,3 1,0 % Peningkatan jumlah kendaraan di jalan 12,6 9,2 14,2 11,3 (Sumber: BPS, Kendaraan termasuk kendaraan umum, bis, truk dan sepeda motor) Statistik ini hanya berfungsi untuk menekankan bahwa peningkatan pengeluaran tidak hanya untuk jalan-jalan baru, tetapi juga pemeliharaan jalan yang ada adalah sangat penting untuk mengurangi kemacetan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Keterbatasan anggaran khususnya telah menyebabkan dana tidak memadai untuk mencapai keduanya yakni pemeliharaan dan perluasan sehingga membutuhkan pendanaan dari pihak swasta untuk jalan tol dan alternatif transportasi lainnya. Jalan tol pertama di Indonesia, Jagorawi, mulai beroperasi pada tahun 1978 dari Jakarta ke Bogor. Saat ini Indonesia memiliki lebih dari 784 km jalan tol yang beroperasi, sementara jalan tol lain sepanjang 555 km masih dalam tahap tender dan pembangunan (Badan Pengatur Jalan Tol/Kementerian Pekerjaan Umum- Jalan tol terbuka bagi sektor swasta sejak tahun 2004 berdasarkan UU No 38/2004 ketika BUMN PT Jasa Marga bergeser peran dari regulator menjadi operator dan kemudian menjadi perusahaan publik pada tahun Pembangunan jalan tol diperkirakan akan terus berlanjut mengingat kesenjangan yang signifikan jika hanya mengandalkan pada jalan yang didanai negara. Dengan demikian partisipasi swasta dalam kontruksi jalan dan jalan tol khususnya terus menjadi peluang investasi yang menarik, meskipun proses yang panjang dalam hal pembebasan lahan, konstruksi dan pengembalian investasi. ICRA Indonesia

2 Ke depan, ICRA Indonesia mengharapkan partisipasi sektor swasta dalam pembiayaan, operasi dan pemeliharaan proyek-proyek sektor jalan meningkat secara signifikan. Sebagian besar dari investasi tersebut berupa proyek dimana pihak swasta diharapkan untuk mengambil risiko pasar beserta risiko konstruksi serta operasi dan pemeliharaan. Investasi cukup besar yang diajukan oleh sektor swasta selama beberapa tahun ke depan sebagian akan didanai dari pinjaman baik sebagai pinjaman berjangka atau dari pasar modal. Penjelasan berikut ini mencoba untuk menyoroti elemen kunci dari risiko dalam proyek jalan tol, dan pendekatan ICRA Indonesia untuk mengevaluasi risiko tersebut. Kerangka Analisis Risiko untuk Proyek Jalan Tol Dari perspektif kredit, tantangan yang terjadi dalam pengembangan dan pembiayaan proyek jalan adalah sama dengan yang dihadapi oleh proyek-proyek infrastruktur lainnya (silakan lihat Metodologi Pemeringkatan Pembiayaan Proyek ICRA Indonesia pada Namun, isu-isu penting dalam kasus proyek jalan tol mencakup risiko yang terkait dengan akuisisi segmen jalan tol yang akan memberikan hak konsesi untuk periode yang panjang, kelebihan biaya dan waktu dalam hal pelaksanaan proyek antara lain karena kondisi cuaca yang tak terduga dan, yang lebih penting, risiko pasar yang timbul dari kesulitan dalam memperkirakan volume lalu lintas dan sensitivitasnya terhadap tarif tol. Namun demikian, ICRA Indonesia mengakui bahwa proyek-proyek tersebut mengalami perubahan yang signifikan dalam profil risikonya ketika proyek tersebut telah berubah dari pra-penyelesaian ke tahap pasca-penyelesaian. Sementara risiko perijinan dan risiko yang terkait dengan penyelesaian tepat waktu proyek mendominasi periode pra-penyelesaian, risiko utama pada periode pasca-penyelesaian berkaitan dengan kemampuan mencapai jumlah lalu lintas yang diperlukan, dan biaya tol yang harus dibayar oleh pengguna jalan tol. Saat ini, setiap proyek yang layak secara ekonomi dan keuangan ditawarkan kepada badan swasta, sementara proyek-proyek lain di mana kelayakan finansial mungkin tidak sepenuhnya tercapai akan dieksekusi oleh pemerintah dan dapat dioperasikan oleh swasta. Struktur kontrak suatu jalan tol dapat digambarkan dalam diagram berikut: Gambar 1 Struktur kontrak proyek jalan tol (diadaptasi dari ICRA India) Badan pengatur Jalan Tol (BPJT): Tarif Ijin/ Persetujuan Hibah Perubahan Hukum Faktor Politik Penghentian Perjanjian konsesi Investor strategis/sponsor Konsesi (Pengembang Proyek) Pendanaan Ekuitas Pemberi Pinjaman/ Pemegang obligasi Jangka waktu pinjaman/ Perjanjian pengganti Kontraktor EPC Perjanjian konstruksi Perjanjian O&M Kontraktor O&M ICRA Indonesia Page 2 of 7

3 Seperti dapat dilihat dari bagan di atas, perjanjian konsesi (perjanjian pengusahaan jalan tol) antara Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan pemegang konsesi menjelaskan kerangka kerja operasionalisasi proyek tersebut. Proyek-proyek tersebut biasanya diimplementasikan melalui perusahaan yang dibentuk khusus untuk proyek tersebut. Masa konsesi untuk proyek-proyek tersebut adalah jangka menengah dan panjang (bahkan sampai tahun), dan biasanya merupakan fungsi dari koleksi tol yang diharapkan sepanjang masa konsesi; karena terkumpulnya pungutan tol mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk membayar hutang dan juga memberikan sponsor imbal hasil yang wajar atas investasi mereka. Struktur kontrak secara luas menjelaskan alokasi risiko. Sementara risiko konstruksi, operasi dan pasar berada di pihak pemegang konsesi, risiko politik dan perijinan umumnya berada di pihak pemilik proyek. Beberapa karakteristik yang menonjol dari perjanjian konsesi adalah: Perjanjian konsesi menyebutkan pemegang konsesi merancang, mengatur, mendanai, membangun, mengoperasikan dan memelihara proyek selama masa konsesi serta memungut dan mengumpulkan biaya tol dari kendaraan yang menggunakan jalan atas proyek jalan tersebut atau bagian daripadanya Perjanjian konsesi paling tidak berisi: a. Cakupan konsesi b. Periode konsesi c. Tarif & mekanisme penyesuaian d. Hak & kewajiban termasuk alokasi risiko e. Keadaan memaksa (force majeure) Perjanjian konsesi dilakukan antara pemegang konsesi dan pemerintah yang diwakili oleh menteri. Sebagaimana disebutkan di atas, perjanjian konsesi biasanya menetapkan bahwa tarif tol akan ditetapkan oleh suatu badan pemerintah dan menjelaskan batasan-batasan kenaikan tarif. Risiko lalu lintas sebagian besar ditanggung oleh pemegang konsesi dan jalan tol harus tunduk pada pengawasan rutin selama masa konsesi. Perjanjian konsesi biasanya mengalokasikan risiko yang terkait dengan perijinan dan akuisisi lahan kepada pemilik proyek. Klausa keadaan memaksa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian konsesi dengan jenis keadaan memaksa dan konsekuensi berbagai risiko tersebut bagi pemerintah dan pemegang konsesi disebutkan dengan jelas. Selain itu, ICRA Indonesia juga membahas skenario di mana penangguhan hak-hak konsesi atau penghentian perjanjian dapat terjadi (peristiwa gagal bayar). Selain kecukupan kompensasi atas penangguhan/penghentian bagi pemegang konsesi dalam kaitannya dengan kewajiban pembayaran hutang, kemampuan dan track record dari instansi pemerintah terkait untuk memenuhi kewajiban yang sama juga dinilai. Struktur kontrak biasanya menyediakan perjanjian pengganti, yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengganti pemegang konsesi jika terjadi gagal bayar dan juga menggunakan dana terminasi untuk pembayaran hutang yang masih berjalan. Selain rincian struktur kontrak, ICRA Indonesia juga menilai proyek ini pada parameter berikut: Risiko Sponsor Risiko Penyelesaian Risiko Pasar Risiko Operasional Risiko Pendanaan dan Keuangan Risiko Struktur ICRA Indonesia Page 3 of 7

4 Risiko Sponsor Kekuatan keuangan dari sponsor merupakan faktor kunci penentu kredit, mengingat bahwa selain memberikan kontribusi modal dan hutang subordinasi, sponsor juga secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab dalam penutupan keuangan (financial closure) proyek ini. Selanjutnya, selama tahap penyelesaian, sebagian besar proyek ini umumnya melibatkan sponsor untuk membayar hutang (recourse). Risiko Penyelesaian Salah satu komponen kunci dari risiko penyelesaian adalah risiko perijinan yang mengacu pada kemampuan proyek untuk mendapatkan semua perijinan sebelum dimulainya kegiatan konstruksi. Biasanya, untuk proyek jalan, perijinan ini akan mencakup akuisisi lahan, rehabilitasi dan pemukiman kembali masyarakat yang terkena penggusuran, izin dari Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dan perjinan lainnya seperti untuk memindahkan semua utilitas yang terletak di jalan. Seperti telah dibahas sebelumnya, pemilik proyek biasanya menanggung risiko perizinan dan juga menyanggupi untuk mengganti kerugian perusahaan pelaksana proyek terhadap risiko kerugian yang timbul dari perselisihan sehubungan dengan keterlambatan dalam akuisisi lahan. Risiko perijinan biasanya rendah untuk proyek yang hanya melakukan perbaikan atas proyek yang telah ada, namun tinggi untuk proyek yang merupakan konstruksi baru yang membutuhkan lahan yang luas untuk diakuisisi. Terlepas dari risiko perijinan, ICRA Indonesia juga mengevaluasi kerentanan proyek terhadap kelebihan biaya dan waktu yang dibutuhkan, serta pengaturan dana untuk kelebihan ini. Faktor ini perlu diperhatikan mengingat untuk proyek yang berupa build-operate-transfer (BOT), design-buildoperate- maintenance (DBOM), build-own-operate-transfer (BOOT), rehabilitate-operate-transfer (ROT) atau build-own-operate (BOO), kelebihan biaya harus ditanggung oleh perusahaan pelaksana proyek, yang dapat mempengaruhi tingkat hutang proyek dan pengembalian ke investor. Proyek pembangunan jalan sering dihadapkan dengan tantangan yang berkaitan dengan mobilisasi tenaga kerja dan peralatan konstruksi yang diperlukan. Selanjutnya, faktor-faktor seperti medan yang sulit, penggunaan teknologi yang tidak sesuai, tidak memadainya peralatan konstruksi, cuaca dan masalah ketenagakerjaan juga berkontribusi terhadap keterlambatan konstruksi dan kenaikan biaya. Risiko ini sebagian dapat diatasi melalui harga tetap, tanggal tertentu kontrak EPC dengan pihak terkait dan dengan pembayaran ganti rugi atas ketidaksesuaian kinerja. Namun demikian, ICRA Indonesia juga mencoba untuk menilai kemampuan keuangan dan operasional kontraktor EPC dan kemampuannya untuk memenuhi komitmen kontraknya. Masalah lain yang dievaluasi adalah kualitas konstruksi dan kekokohan desain. Pemilik proyek biasanya mendasarkan desain dan parameter kualitas sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian konsesi. Parameter ini perlu ditaati oleh pemegang konsesi, dan disertifikasi oleh otoritas/ahli teknik independen yang ditunjuk sebelum pengoperasian jalan tol. ICRA Indonesia percaya bahwa kecukupan desain untuk menahan volume lalu lintas yang meningkat dan kualitas sistem drainase serta kerentanan jalan terhadap banjir akan menentukan persyaratan pemeliharaan dan operasi (O&M) di masa depan serta frekuensi pemeliharaan periodik yang perlu dilakukan. Untuk menilai kerentanan proyek terhadap risiko ini, jika diperlukan ICRA Indonesia dapat berkonsultasi dengan ahli independen di bidang ini. Risiko Komersial dan Lalu Lintas Pasca penyelesaian kegiatan konstruksi, investor dalam proyek-proyek jalan tol terutama terpapar terhadap risiko yang terkait dengan kemampuan jalan tol untuk menarik lalu lintas, dan untuk mengumpulkan tol sesuai dengan tarif yang ditentukan. ICRA Indonesia percaya bahwa risiko lalu lintas yang terkait dengan fasilitas tersebut terutama tergantung pada faktor-faktor berikut: Utilitas ekonomi rute jalan tol. Dalam konteks ini ICRA Indonesia percaya bahwa proyek yang memiliki pasar tersendiri seperti yang terhubung ke pelabuhan atau jalan tembus ke kota yang mengurangi tingkat kemacetan memiliki risiko lalu lintas yang relatif lebih rendah. ICRA Indonesia Page 4 of 7

5 Ketersediaan alternatif jalan raya dan persaingan dengan moda transportasi lainnya, yang memungkinkan pengalihan lalu lintas bisa terjadi. Kondisi ekonomi dan demografi yang berada dalam daerah jangkuan jalan. Komposisi pengguna lalu lintas di sepanjang rute dan sensitivitas berbagai segmen pengguna terhadap tarif tol. Nilai ekonomi yang disediakan oleh jalan dalam kaitannya dengan tarif tol yang dikenakan. Mengukur risiko pasar yang terkait dengan proyek-proyek tersebut bisa sangat menantang karena tidak adanya data historis lalu lintas yang handal dan cukup lama yang dapat digunakan untuk meramalkan tingkat lalu lintas di masa depan. Oleh karena itu, ICRA Indonesia bergantung pada studi lalu lintas yang dilakukan secara independen untuk menilai potensi pendapatan masa depan atas rute jalan tol. Namun demikian, sensistivitas hasil studi lalu lintas tersebut perlu dilakukan untuk menilai proteksi arus kas yang tersedia bagi investor dalam kasus kekurangan dalam tingkat lalu lintas. Kasus-kasus proyek jalan tol di dunia yang menghadapi kekurangan yang cukup besar dalam hal pungutan tol dibandingkan dengan perkiraan mengharuskan pendekatan tersebut. Isu lain yang mempersulit analisis tersebut adalah memperkirakan sensitivitas lalu lintas ke depan sejalan dengan tarif tol, mengingat bahwa pengguna jalan sejauh ini memiliki akses bebas ke jalan/daerah tertentu sebelum jalan tol dibangun. Untuk menilai risiko ini, ICRA Indonesia berusaha menilai kerentanan lalu lintas dengan mengevaluasi nilai ekonomi yang disediakan oleh jalan dibandingkan dengan tarif tol dan keberlanjutan penghematan waktu/biaya tersebut selama periode tertentu dengan asumsi biaya pengangkutan dan harga bahan bakar yang berbeda. Secara keseluruhan, ICRA Indonesia percaya bahwa proyeksi lalu lintas untuk perbaikan jalan yang ada memiliki prediktabilitas moderat, sedangkan untuk jalan baru prediksi tingkat lalu lintas bisa sangat sulit, karena penilaian subyektif perlu dibuat tentang kemampuan rute jalan untuk menghasilkan lalu lintas baru dengan menarik lalu lintas dari alternatif jalan yang ada. Selanjutnya, masalah lain yang dievaluasi saat menilai kerentanan proyek terhadap risiko pasar adalah akses proyek untuk sumber pendapatan alternative, terutama dari pengembangan dan pengelolaan lahan di sepanjang koridor jalan. Risiko Operasional Risiko operasi adalah risiko bahwa proyek tidak akan sesuai dengan parameter kinerja yang dipersyaratkan selama periode konsesi. Biasanya, parameter kinerja yang ditentukan dalam perjanjian konsesi mengatur kualitas jalur lalu lintas, standar keselamatan, kepatuhan terhadap jadwal pemeliharaan, dan standar-standar lain yang disebutkan dalam perjanjian konsesi. Hal-hal yang tidak sesuai dengan parameter kinerja dapat menjadi kejadian wan-prestasi (event of default) dan dapat berdampak pada kemampuan pengembang untuk mengumpulkan tarif tol. Selain itu, dalam hal pemeliharaan yang buruk, daya tarik jalan dapat berkurang yang membuat pengguna tol beralih ke jalan alternatif (jika ada). Dengan demikian kemampuan pemegang konsesi untuk mengestimasi biaya operasi dan menjadwalkan program pemeliharaan jalan tol penting untuk melindungi aliran pendapatan masa depan untuk pembayaran hutang. Biaya operasional dan pemeliharaan untuk proyek jalan terutama terdiri dari dua jenis: pemeliharaan periodik, yang merupakan pemeliharaan besar, biasanya melibatkan pengaspalan/pembetonan ulang, bisa sekali setiap 3 tahun - dijelaskan dalam kontrak. pemeliharaan rutin, yang melibatkan perbaikan retak, penggantian balok keamanan di sepanjang jalan raya, pembersihan puing-puing setelah kecelakaan, memastikan fungsi tanda yang dipasang, pemeliharaan keamanan, dan kegiatan lainnya. Mengingat bahwa kompleksitas kerja O&M cukup rendah, ICRA Indonesia tidak memperkirakan bahwa kontraktor O&M memiliki banyak kesulitan dalam pelaksanannya, dan dalam banyak kasus mereka memiliki pengalaman yang diperlukan dalam bisnis konstruksi dan pemeliharaan jalan. ICRA Indonesia Page 5 of 7

6 Dengan demikian, terlepas dari kemampuan operasi dan kekuatan keuangan kontraktor O&M, isuisu lain yang diamati ICRA Indonesia pada saat mengevaluasi risiko O&M di proyek jalan tersebut adalah : Mekanisme pendanaan biaya O&M: Biaya O&M cenderung memuncak setiap 3 tahun, ketika pemeliharaan periodik yang membutuhkan perbaikan permukaan jalan. Oleh karena itu, ICRA Indonesia percaya bahwa proyek harus menyediakan cadangan O&M yang bisa dibentuk secara bertahap, baik dari pendapatan tol sendiri atau melalui mekanisme bantuan likuiditas eksternal (surat kredit/jaminan, dan lain-lain) sehingga tersedia dana yang memadai untuk membiayai pengeluaran puncak ini. Sensitivitas inflasi dari perkiraan biaya O&M: Perkiraan biaya O&M akan sangat sensitif terhadap inflasi, dan karena itu akan sulit untuk menganggarkan selamanya. ICRA Indonesia percaya bahwa dalam hal perkiraan yang sebenarnya melebihi biaya yang dianggarkan, insentif bagi kontraktor O&M untuk mempertahankan jalan sesuai dengan persyaratan bisa berkurang, sehingga berdampak pada kualitas jalan dan juga koleksi tol. Risiko Pendanaan dan Keuangan Seperti kebanyakan proyek infrastruktur lainnya, proyek-proyek sektor jalan juga ditandai dengan tingkat intensitas modal yang cukup tinggi. Namun demikian, intensitas modal proyek tersebut tergantung pada sejumlah variabel, termasuk sifat permukaan (misalnya aspal/non-aspal), medan jalan, dan jumlah konstruksi seperti jembatan, gorong-gorong, rel di atas jembatan, yang perlu dibangun. Proyek-proyek ini biasanya didanai dengan ketergantungan yang cukup besar pada hutang eksternal, meskipun dalam beberapa kasus konsesi/hibah dari pemilik proyek dapat diberikan. Struktur pembiayaan juga ditinjau untuk eksposur suku bunga dan risiko pembiayaan kembali (refinancing). Struktur suku bunga mengambang berpotensi mempengaruhi pembayaran hutang, terutama selama periode kenaikan tingkat suku bunga. Struktur permodalan juga ditinjau dari struktur pembayaran hutang - profil jatuh tempo lebih panjang biasanya dianggap lebih baik untuk proyek-proyek tersebut mengingat bahwa tarif tol biasanya meningkat selama 8-10 tahun pertama masa konsesi. Seperti telah dibahas sebelumnya, perjanjian konsesi untuk sebagian besar proyek jalan ini biasanya menyediakan investor akses ke pembayaran penghentian proyek (terminasi) dari pemilik proyek, dalam hal terjadi default oleh perusahaan pelaksana proyek sebagaimana yang tercantum dalam komitmen kontraknya. Dalam mengevaluasi profil risiko kredit dari proyek-proyek ini, ICRA Indonesia melihat kemampuan pemilik proyek untuk melakukan pembayaran tersebut dan juga kecukupan pembayaran ini untuk memenuhi komitmen hutang proyek. Unsur kunci dari analisis tersebut adalah penilaian terhadap kecukupan aliran pendapatan untuk memenuhi biaya operasional dan kewajiban hutang. Skenario sensitivitas kunci yang dibuat mencakup variabilitas dalam volume lalu lintas dan tarif tol, kelebihan waktu dan biaya selama fase konstruksi dan variabilitas dalam biaya operasi dan pemeliharaan pasca penyelesaian. Tes sensitivitas menjadi lebih penting jika pertumbuhan lalu lintas dan pendapatan yang signifikan diperlukan untuk mendukung proyek tersebut. Risiko Struktur Dalam banyak kasus, pendapatan tol dan (dalam beberapa kasus) pendapatan dari pengelolaan/pengembangan lahan sepanjang koridor, merupakan satu-satunya sumber pendapatan yang tersedia bagi perusahaan proyek untuk pembayaran hutang. Jadi, selain melihat kelayakan ekonomi proyek, ICRA Indonesia juga mengkaji aspek struktural tertentu proyek-proyek ini, yang meliputi proses dimana aliran pendapatan ini dikumpulkan dalam rekening pengumpulan dan selanjutnya ditransfer ke rekening cadangan hutang setelah mendanai cadangan O&M. ICRA Indonesia juga mengkaji persyaratan rasio kecukupan minimum (minimum coverage ratio) yang harus dipenuhi sebelum pembayaran dividen, dan penciptaan bantalan likuiditas minimum baik melalui kolateral yang lebih tinggi atau melalui instrumen seperti letter of credit/bank garansi, untuk memenuhi kekurangan pendapatan akibat gangguan operasi. ICRA Indonesia Page 6 of 7

7 Kesimpulan Dengan aktivitas proyek jalan berdasarkan kemitraan publik-swasta yang diperkirakan cukup besar, penerbitan hutang oleh perusahaan pelaksana proyek kemungkinan akan meningkat secara signifikan di tahun-tahun mendatang. Menurut ICRA Indonesia, risiko kredit yang terkait dengan proyek-proyek jalan tol, dengan karakteristik tingkat hutang yang tinggi di satu sisi dan tidak adanya arus masuk pendapatan yang tetap di sisi lain, relatif tinggi. Risiko selanjutnya diperparah oleh terbatasnya ketersediaan data lalu lintas historis untuk beberapa rute jalan raya yang ada, yang membuat proyeksi tingkat lalu lintas selama periode jangka waktu yang panjang sangat sulit. Namun demikian, ICRA Indonesia memiliki pandangan positif terhadap proyek-proyek telah didanai secara konservatif, dipromosikan oleh sponsor yang kuat, dan yang memiliki akses ke rute lalu lintas yang menguntungkan. Untuk proyek-proyek tersebut, ICRA Indonesia juga akan memperhatikan keberadaan unit pengumpul tol yang kuat dan alokasi risiko O&M ke kontraktor yang mapan dengan pengalaman yang diperlukan dalam operasi dan pemeliharaan rute tersebut. Selanjutnya, ICRA Indonesia juga akan memperhatikan ketersediaan bantalan yang memadai atas rekening O&M dan cadangan pembayaran hutang untuk jika terjadi kekurangan pendapatan yang bersifat sementara. *Diadopsi dan dimodifikasi dari ICRA s Approach to Rating Toll Road Projects oleh ICRA Limited Copyright, 2014, ICRA Indonesia. All Rights Reserved. Semua informasi yang tersedia merupakan infomasi yang diperoleh oleh ICRA Indonesia dari sumber-sumber yang dapat dipercaya keakuratan dan kebenarannya. Walaupun telah dilakukan pengecekan dengan memadai untuk memastikan kebenarannya, informasi yang ada disajikan 'sebagaimana adanya' tanpa jaminan dalam bentuk apapun, dan ICRA Indonesia khususnya, tidak melakukan representasi atau menjamin, menyatakan atau menyatakan secara tidak langsung, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan dari informasi yang dimaksud. Semua informasi harus ditafsirkan sebagai pernyataan pendapat, dan ICRA Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh pengguna informasi dalam menggunakan publikasi ini atau isinya. ICRA Indonesia Page 7 of 7

PENDEKATAN UNTUK PEMERINGKATAN SURAT BERHARGA KOMERSIAL

PENDEKATAN UNTUK PEMERINGKATAN SURAT BERHARGA KOMERSIAL ICRA Indonesia Rating Feature Desember 2012 PENDEKATAN UNTUK PEMERINGKATAN SURAT BERHARGA KOMERSIAL Metodologi ICRA Indonesia untuk pemeringkatan surat berharga komersial (SBK) yang merupakan instrumen

Lebih terperinci

PERINGKAT KREDIT PERUSAHAAN (Catatan Metodologi)*

PERINGKAT KREDIT PERUSAHAAN (Catatan Metodologi)* ICRA Indonesia Rating Feature Desember 2012 PERINGKAT KREDIT PERUSAHAAN (Catatan Metodologi)* Tujuan dasar peringkat kredit perusahaan adalah memberikan pendapat tentang risiko kredit relatif yang terkait

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Transaksi Pembiayaan Proyek*

Metodologi Pemeringkatan untuk Transaksi Pembiayaan Proyek* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia September 2014 Metodologi Pemeringkatan untuk Transaksi Pembiayaan Proyek* Ikhtisar Infrastruktur memainkan peran penting dalam pengembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Konstruksi*

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Konstruksi* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Oktober 2014 Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Konstruksi* Sektor konstruksi di Indonesia memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional. Kontribusinya

Lebih terperinci

PERINGKAT PERUSAHAAN (Metodologi)*

PERINGKAT PERUSAHAAN (Metodologi)* ICRA Indonesia Rating Feature Desember 2012 PERINGKAT PERUSAHAAN (Metodologi)* PENDAHULUAN Jasa pemeringkatan perusahaan ICRA Indonesia berupaya untuk memberikan opini tentang kualitas kredit fundamental

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Asuransi Jiwa*

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Asuransi Jiwa* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Desember 2014 Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Asuransi Jiwa* Pemeringkatan ICRA Indonesia untuk kemampuan membayar klaim (atau Claims Paying ability Ratings/CPR)

Lebih terperinci

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL Oleh FRANS S. SUNITO DIREKTUR UTAMA PT JASA MARGA (PERSERO) KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-8, HOTEL MERCURE,JAKARTA, 4-5 SEPTEMBER 2007 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

PERINGKAT PERUSAHAAN (Catatan Metodologi)*

PERINGKAT PERUSAHAAN (Catatan Metodologi)* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Oktober 2014 PERINGKAT PERUSAHAAN (Catatan Metodologi)* PENDAHULUAN Jasa pemeringkatan perusahaan ICRA Indonesia berupaya untuk memberikan opini tentang kualitas kredit

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Semen*

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Semen* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Semen* Tinjauan sekilas Industri semen di Indonesia memiliki peran penting dalam perekonomian karena sangat mendukung

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Kemampuan Membayar Klaim untuk Perusahaan Asuransi Umum*

Metodologi Pemeringkatan Kemampuan Membayar Klaim untuk Perusahaan Asuransi Umum* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Desember 2014 Metodologi Pemeringkatan Kemampuan Membayar Klaim untuk Perusahaan Asuransi Umum* Pemeringkatan ICRA Indonesia untuk kemampuan membayar klaim (atau Claims

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Sehubungan dengan rencana investasi beberapa ruas Jalan Tol di Indonesia dan adanya kebijakan baru Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Pelayaran*

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Pelayaran* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Oktober 2014 Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Pelayaran* Pendahuluan Perairan Indonesia termasuk salah satu yang tersibuk di dunia. Dengan lebih dari 17.000

Lebih terperinci

PT ICRA Indonesia (ICRA Indonesia) PERINGKAT KREDIT PERUSAHAAN (METODOLOGI)*

PT ICRA Indonesia (ICRA Indonesia) PERINGKAT KREDIT PERUSAHAAN (METODOLOGI)* PT ICRA Indonesia (ICRA Indonesia) PERINGKAT KREDIT PERUSAHAAN (METODOLOGI)* Tujuan dasar peringkat kredit perusahaan adalah memberikan pendapat tentang resiko kredit relatif yang terkait dengan instrumen

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

Analisis Aktivitas Pendanaan

Analisis Aktivitas Pendanaan TUGAS ANALISIS LAPORAN KEUANGAN Prilly Viliariezta Sutanto 1013044 / Akuntansi C Analisis Aktivitas Pendanaan Tinjauan Kewajiban Kewajiban lancar, adalah kewajiban yang pelunasannya diharapkan dapat diselesaikan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR RINGKASAN VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN AKHIR RINGKASAN VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN RINGKASAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang... 1-1 1.2 Tujuan Studi... 1-2 1.3 Wilayah Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. risk 3 Investor yang mempunyai sifat konservatif cenderung melakukan

BAB I PENDAHULUAN. risk 3 Investor yang mempunyai sifat konservatif cenderung melakukan risk 3 Investor yang mempunyai sifat konservatif cenderung melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Investasi merupakan suatu komitmen untuk menanamkan sejumlah dana pada saat ini dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA II - 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tarif Tol Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Menurut UU No.38 2004 tentang Jalan, tarif tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS LAMPIRAN V PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

IKATAN AKUNTAN INDONESIA 0 PENDAHULUAN Latar Belakang 0 Jalan tol memiliki peran strategis baik untuk mewujudkan pemerataan pembangunan maupun untuk pengembangan wilayah. Pada wilayah yang tingkat perekonomiannya telah maju, mobilitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Perjanjian yang mengatur ketentuan: kepada BPJT, antara lain: perencanaan teknik; 2) Laporan triwulanan (3 bulanan) penggunaan dana;

BAB V PENUTUP. Perjanjian yang mengatur ketentuan: kepada BPJT, antara lain: perencanaan teknik; 2) Laporan triwulanan (3 bulanan) penggunaan dana; BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penerapan prinsip transparansi yang dilakukan dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol dapat terlihat dari klausul-klausul dalam Perjanjian yang mengatur ketentuan: a) Kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN ARUS KAS I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan

LAPORAN ARUS KAS I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan LAMPIRAN IV PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.a TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI LAPORAN ARUS KAS I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan 1. Tujuan Kebijakan Akuntansi laporan arus kas adalah mengatur penyajian

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Farmasi*

Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Farmasi* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia Mei 2015 Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Farmasi* Tinjauan sekilas Sektor farmasi di Indonesia telah tumbuh dua digit sejak tahun 2009 didorong oleh permintaan

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Pertambangan Batubara*

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Pertambangan Batubara* ICRA Indonesia Rating Feature January 2011 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Pertambangan Batubara* Ikhtisar Indonesia tercatat sebagai salah satu produsen batubara terbesar, eksportir batubara terbesar

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

Daftar Isi. Latar Belakang Implementasi Manajemen Risiko Tujuan Manajemen Risiko Definisi Model Manajemen Risiko Control Self Assessment

Daftar Isi. Latar Belakang Implementasi Manajemen Risiko Tujuan Manajemen Risiko Definisi Model Manajemen Risiko Control Self Assessment Manajemen Risiko Daftar Isi Latar Belakang Implementasi Manajemen Risiko Tujuan Manajemen Risiko Definisi Model Manajemen Risiko Control Self Assessment Latar Belakang Manajemen Risiko Tata Kelola Perusahaan

Lebih terperinci

Pendekatan Untuk Pemeringkatan Perusahaan Telepon Seluler*

Pendekatan Untuk Pemeringkatan Perusahaan Telepon Seluler* Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia November 2014 Pendekatan Untuk Pemeringkatan Perusahaan Telepon Seluler* Metodologi pemeringkatan ICRA Indonesia untuk perusahaan penyedia layanan telekomunikasi seluler

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

No. 13/31/DPNP Jakarta, 22 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia

No. 13/31/DPNP Jakarta, 22 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia No. 13/31/DPNP Jakarta, 22 Desember 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia Dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Analisis Kredit. Analisa Laporan Keuangan Kelas CA. Nadia Damayanti Ranita Ramadhani

Analisis Kredit. Analisa Laporan Keuangan Kelas CA. Nadia Damayanti Ranita Ramadhani Analisis Kredit Analisa Laporan Keuangan Kelas CA Nadia Damayanti 115020300111008 Ranita Ramadhani 115020300111037 ANALISIS KREDIT LIKUIDITAS DAN MODAL KERJA Likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting. Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang memiliki. kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana dengan cara

I. PENDAHULUAN. penting. Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang memiliki. kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana dengan cara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian dunia yang semakin maju menjadikan peran pasar modal semakin penting. Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang memiliki kelebihan dana dengan

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO.

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. LAMPIRAN V PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Perhotelan

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Perhotelan ICRA Indonesia Rating Feature Desember 2012 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Perhotelan Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak daerah wisata dengan berbagai ragam jenis wisata. Dengan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci

LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO.

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. LAMPIRAN II.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 00 TANGGAL 1 JUNI 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS www.djpp.d DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP. Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo termuat dalam daftar sebagai berikut :

DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP. Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo termuat dalam daftar sebagai berikut : Lampiran IV Peraturan Bupati Bungo Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP I. DAFTAR ISTILAH Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi

Lebih terperinci

Pengaruh Arus Kas Terhadap Pembagian Dividen Tunai

Pengaruh Arus Kas Terhadap Pembagian Dividen Tunai Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2015-12-11 Pengaruh Arus Kas Terhadap Pembagian Dividen Tunai Arumsarri, Yoshe STIE

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS PSAP No. 0 Laporan Arus Kas 0 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 04 LAPORAN ARUS KAS

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 04 LAPORAN ARUS KAS LAMPIRAN B.IV : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 04 LAPORAN ARUS KAS Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI. Bagan Alir Penelitian BAB III METODOLOGI III.1 Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan penelitian ini didasarkan pada diagram alir seperti yang terlihat pada Gambar III.1. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan PPPs di Indonesia, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. dan penerbitan Obligasi Subordinasi tahun 2012 melalui top-down analysis serta

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. dan penerbitan Obligasi Subordinasi tahun 2012 melalui top-down analysis serta BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh estimasi nilai wajar saham PT Bank Permata Tbk. per tanggal 15 Juli 2013 pasca Penawaran Umum Terbatas V, dan penerbitan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

POKOK POKOK PERUBAHAN ISI PROSPEKTUS HMETD

POKOK POKOK PERUBAHAN ISI PROSPEKTUS HMETD SOSIALISASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU Jakarta,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekuritas pada negara tersebut. Pasar modal Indonesia memiliki peran besar

BAB I PENDAHULUAN. sekuritas pada negara tersebut. Pasar modal Indonesia memiliki peran besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan banyak cara, salah satunya dengan mengetahui tingkat perkembangan dunia pasar modal dan industriindustri

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1-1 1.2 Tujuan Studi... 1-2 1.3 Wilayah Studi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. PT Jasa Marga (Persero) Tbk. adalah sebuah badan milik pemerintah yang bertugas

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya setiap perusahaan membutuhkan dana untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Sumber pendanaan dapat berasal dari pihak eksternal maupun pihak internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membangun jalan tol di Indonesia sepertinya merupakan investasi yang cukup menguntungkan. Tapi, anggapan ini belum tentu benar sebab resiko yang ada ternyata

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri asuransi,

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri asuransi, BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Seperti yang kita ketahui sebelumnya konvergensi IFRS hanya terdapat dua Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM BADAN PENGUSAHAAN BATAM Tahun anggaran 2013 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran I BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Lebih terperinci

OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA Ramli Abstrak Implementasi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 48 PENURUNAN NILAI AKTIVA

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 48 PENURUNAN NILAI AKTIVA 0 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. PENURUNAN NILAI AKTIVA Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PROYEK KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA YANG DILAKUKAN MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana hal ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mana hal ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar perusahaanperusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai masyarakat ekonomi, akhir-akhir ini kita mengetahui terdapat banyak perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di mana hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Tulisan Hukum/Nonih Rimadewi/Umum 1

Tulisan Hukum/Nonih Rimadewi/Umum 1 OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN DAERAH Sumber gambar erixonsihite.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018

Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018 Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018 Sumber gambar: http://properti.kompas.com DELI SERDANG, KompasProperti - Presiden Joko Widodo (Jokowi)meresmikan Tol Medan-Kualanamu-Tebing

Lebih terperinci

BAB I Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

BAB I Pembangunan Infrastruktur di Indonesia 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Pembangunan Infrastruktur akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, peningkatan investasi dan bahkan juga mampu memberikan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum No. 7/ 3 /DPNP Jakarta, 31 Januari 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberhasilan perusahaan untuk mempertahankan. kelangsungan usahanya tergantung pada kemampuan perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberhasilan perusahaan untuk mempertahankan. kelangsungan usahanya tergantung pada kemampuan perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum keberhasilan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya tergantung pada kemampuan perusahaan untuk menyediakan kas dan memenuhi segala kewajiban

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor ketenagalistrikan menjadi bagian yang menyatu dan tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi suatu negara, juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pembangunan

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Jalan Menuju Peningkatan dan Pengembangan Pesan Pokok 1. Pengembangan Jalan Bebas Hambatan Trans-Jawa dan penanganan tertundanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Bank Indonesia mengeluarkan standar akuntansi yang dikhususkan bagi industri perbankan di Indonesia. Standar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang

Lebih terperinci

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk pendanaan yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk membiayai investasinya adalah dengan menerbitkan obligasi. Obligasi merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun Sabtu-Senin, 2-4 Juni KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambah

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1529, 2017 KEMENKEU. LRT Jabodetabek. Pemberian Jaminan Pemerintah. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.08/2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEMUTUSKAN : PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit Pengelolaan Risiko Kredit Manajemen Risiko, Sesi 6 Latar Belakang 1. Risiko Kredit didefinisikan sebagai risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. 2. Pada

Lebih terperinci