Hubungan Antara Sikap Terhadap Kesehatan Dengan Perilaku Merokok Di Sma Negeri 1 Pleret Bantul

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hubungan Antara Sikap Terhadap Kesehatan Dengan Perilaku Merokok Di Sma Negeri 1 Pleret Bantul"

Transkripsi

1 Hubungan Antara Sikap Terhadap Kesehatan Dengan Perilaku Merokok Di Sma Negeri 1 Pleret Bantul Maya Aryani Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan JL. Kapas 9, Semaki Yogyakarta Telp (0274) , mayasabirti@ymail.com Abstrak Tujuan penelitian ini mengungkap hubungan antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok. Responden penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Pleret Bantul Kelas XI (N=45). Para partisipan mengisi 2 skala yaitu skala sikap terhadap kesehatan dan skala perilaku merokok. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok (r = -0,045). Dan sikap terhadap kesehatan memberikan sumbangan efektif sebesar 2%. Kata kunci: sikap terhadap kesehatan, perilaku merokok. Abstact The purpose of this study reveal the relationship between attitudes toward health with smoking behavior. The respondents of this study were high school students Pleret Bantul School 1 of class XI (N = 45). The participants filled two scales are scales attitudes towards health and smoking behavior scale. These results indicate that there is no relationship between attitudes toward health with smoking behavior (r = ). And attitudes toward health the effective contributed of 2%. Keyword: attitude to health, smoking behavior Pendahuluan Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karna, pada masa ini remaja terus berkembang dengan pemahaman mereka sendiri. Tanpa memperdulikan lingkungan disekitarnya, kecuali teman sebaya. Pada umumnya remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya, dari pada orang tua atau anggota keluarga lainnya sehingga sering menimbulkan kekhawatiran pada orang tua. Pada masa transisi, kemungkinan besar remaja akan mengalami banyak masalah, salah satunya adalah krisis identitas. Ketidakjelasan jatidiri sering kali membuat remaja bingung untuk menempatkan posisi mereka dimana. Remaja belum bisa disebut dewasa karena belum matang dari segi emosi, sosial dan pikiran akan tetapi tidak bisa disebut anak-anak karena secara fisik

2 mereka sudah sama dengan manusia dewasa. Krisis identitas yang dialami oleh remaja ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang misalnya perilaku merokok. Perilaku merokok merupakan suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh banyak orang dan menjadi trend khususnya dikalangan remaja akan tetapi dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Seperti yang dikatakan oleh Ray (dalam Kurniawan, 2002) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah perilaku yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok sendiri maupun orang lain dan berakibat buruk bagi kesehatan seperti : kanker paru-paru, bronkitis kronik, Jantung koroner, Hipertensi. Pada dasarnya remaja sudah mengetahui akibat buruk dari rokok, namun remaja tidak pernah perduli, karena remaja telah memiliki tujuan tertentu antara lain: ingin terlihat lebih gagah dan lebih dewasa, ingin memperoleh kenimatan, ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan supaya terlihat lebih modern dan dianggap gaul. Selain itu ada beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja, salah satunya adalah sikap terhadap kesehatan. Menurut Azwar (dalam Suyono, 2008) sikap adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap sesuatu objek, baik perasaan mendukung (favorebel) atau tidak mendukung (unfavorebel), memihak atau tidak memihak, suka atau tidak suka sehingga menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang. Selain itu menurut Sarwono (2000) sikap merupakan hal yang sangat penting berkaitan dengan perilaku merokok, karena pada hakekatnya sikap akan menentukan seseorang berperilaku terhadap sesuatu objek baik yang disadari atau tidak disadari. Berdasarkan pengertian sikap yang diungkap oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa adanya erat antara hubungan sikap dengan perilaku. Karna pada dasarnya sikap akan menentukan seseorang berperilaku terhadap suatu objek. Dengan adanya hubungan sikap dan perilaku muncul sikap terhadap kesehatan yang berfungsi untuk mencegah perilaku merokok. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Menurut WHO (dalam Smet, 1994) kesehatan adalah suatu keadaan sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial. Sikap terhadap kesehatan adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap sesuatu objek, baik perasaan mendukung (favorebel) atau tidak mendukung (unfavorebel), memihak atau tidak memihak, suka atau tidak suka sehingga menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang dan pada akhirnya seseorang tersebut merasa sejahtera secara fisik, mental, rohani dan sosial. Akan tetapi sikap seseorang terhadap objek tidak selalu sama apalagi dalam bidang kesehatan. Misalnya seseorang individu memilki sikap positif terhadap kesehatan maka individu tersebut akan lebih memperhatikan kondisi kesehatannya, dengan cara menghindari perilaku yang berakibat buruk terhadap kesehatan seperti menjaga pola hidup sehat dengan tidak merokok. Sebaliknya seseorang indiviu yang mempunyai perilaku yang buruk terhadap kesehatan, maka

3 sikap mereka terhadap kesehatan cenderung negatif. Oleh karna itu, dengan adanya sikap terhadap kesehatan diharapkan dapat mencegah perilaku merokok. Telaah Teori 1. Perilaku Merokok a. Definisi Pada kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan aktivitas, kemudian aktivitas tersebut menciptakan suatu perilaku yang dapat diamati melalui panca indera. Sarwono (2000) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan yang lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Sedangkan merokok merupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang. Perilaku merokok merupakan salah satu salah satu kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan. Seperti yang dikatakan oleh Ray (dalam Kurniawan, 2002) perilaku merokok adalah perilaku yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok sendiri maupun orang lain yang kebetulan menghisap asap rokok tersebut, namun kenyataannya dari hari ke hari semakin banyak orang yang merokok dan semakin bertambah muda (Komalasari & Helmi, 2000). Menurut Aula (2010) perilaku merokok merupakan suatu fonomena yang muncul dalam masyarakat, dimana sebagian besar masyarakat sudah mengetahui dampak negatif merokok, namun bersikeras menghalalkan tindakan merokok. Menurut Sitepoe (2005) perilaku merokok adalah suatu perilaku yang melibatkan proses membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok ataupun pipa. Menurut Levy (1984) perilaku merokok adalah suatu yang dilakukan seseorang berupa mambakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya kembali dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. b. Aspek-aspek perilaku merokok Menurut Komalasari dan Helmi (2000) aspek-aspek yang dari perilaku merokok terdiri dari : 1) Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari Adalah seberapa penting atau bermakna aktivitas merokok bagi individu dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan menjadikan rokok sebagai penghibur saat beraktivitas. 2) Intensitas merokok. Adalah seberapa sering individu melakukan aktivitas yang berhubungan dengan perilaku merokok seperti menghisap, merasakan dan menikmatinya. Seseorang yang merokok dalam jumlah yang banyak

4 seperti 24 batang perhari hal itu menunjukan perilaku merokok sangat tinggi. 3) Tempat merokok Adalah individu akan melakukan kegiatan merokok dimana saja, bahkan diruangan yang dilarang untuk merokok atau tempat-tempat dimana individu biasa melakukan aktivitas merokoknya seperti sekolah, kampus, mol, toilet dan lain sebagainya. 4) Waktu merokok Adalah kapan atau momen-momen apa saja individu melakukan aktivitas merokok tidak pandang waktu bisa pagi, siang, sore dan malam hari. Berdasarkan aspek-aspek diatas dapat diambil kesimpuan bahwa aspekaspek perilaku merokok terdiri dari : fungsi merokok dalam kehidupan seharihari. intensitas merokok, tempat merokok dan waktu merokok. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Menurut Komalasari dan Helmi (2000) ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja : 1) Kepuasan Psikologis Kepuasan psikologis adalah akibat atau efek yang diperoleh dari merokok yang berupa keyakinan atau perasaan yang menyenangkan, yang dirasakan oleh individu. 2) Sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja Sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja adalah penerimaan dari keluarga terhadap perilaku merokok. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin besar kemungkinan pengaruh keluarga terhadap pembentukan merokok.. 3) Pengaruh teman sebaya Lingkungan teman sebaya adalah sejauh mana individu mempunyai teman atau kelompok teman sebaya yang merokok dan mempunyai penerimaan positif terhadap perilaku merokok. Menurut Sarafino (1994) faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku merokok ada tiga yaitu : 1) Faktor Sosial Faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lingkungan. Telah diketahui bahwa karakter seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar baik keluarga, tetangga, maupun teman pergaulan. 2) Faktor Paikologis Beberapa alasan psikologis yang menyebabkan seseorang merokok, yaitu demi relaksasi atau ketenangan serta mengurangi kecemasan atau ketegangan. 3) Faktor Genetik Faktor genetik dapat menjadikan seseorang tergantung pada rokok. Faktor genetik atau biologis ini dipengaruhi juga ileh faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan psikologis.

5 Dalam Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengarui perilaku merokok pada remaja yaitu kepuasan psikologis, sifat permisif orang tua dan pengaruh teman sebaya. Pendapat Komalasari dan Helmi (2000) dianggap lebih relevan dengan penelitian ini sehingga bisa mempengararuhi tinggi rendahnya perilaku merokok. d. Tahapan Perilaku Merokok Menurut Leventhal dan Cleary (dalam Komalasari dan Helmi 2000) ada empat tahap perilaku merokok : 1. Tahap pengenalan terhadap rokok (preparatory) Tahap ini adalah dimana seeorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan terhadap rokok. Seseorang yang melihat, mendengar atau mungkin membacanya dari sebuah majalah. Pada tahap ini pemunculan penilaian positif terhadap rokok. Penilaian positif ini ungkin didapat karena melihat atau membandingkan orang yang merokok dengan yang tidak merokok. Penilaian positif terhadap orang yang merokok misalnya orang yang merokok akan terlihat lebih macho, maskulin dan lebih menggambarkan kelelakian. Hal ini akan memunculkan minat terhadap rokok. 2. Tahap pemutusan (initiation) Tahap ini dimana seseorang mencoba merokok, dan memberikan penilaian. Dia akan meneruskan jika dianggapnya adalah hal yang baik bagi dirinya. Tahap ini adalah tahap penggambilan keputusan apakah dia akan terus apa tidak. 3. Tahap menjadi seseorang perokok (become a smoker) Tahap ini adalah tahap dimana seseorang menjadi seorang perokok. Jika seseorang secara rutin menghabiskan rokok sebanyak 4 batang sehari, maka bisa dikatakan dia adalah seorang perokok dan ketergantungan untuk meneruskan kebiasaan merokok. 4. Tahap ketergantungan (maintenance of smoking ) Tahap ini seseorang menjadi rokok sebagaian pengaturan diri (self regulation). Merokok sudah menjadi ketergantungan karena mempunyai efek fisiologis yang menyenangkan. Berdasarkan tahapan-tahapan di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan perilaku merokok pada remaja yaitu tahap pengenalan terhadap rokok (preparatory), tahap pemutusan (initiation), tahap menjadi seseorang perokok (become a smoker), tahap ketergantungan (maintenance of smoking ). e. Tipe- tipe Perokok : Menurut Mu tadin (2000) perokok dapat dibagi dalam beberapa tipe yaitu

6 a. Tipe merokok dipengaruhi perasaan oleh positif : perokok akan menambah intensitas merokoknya karena dia merasakan positif, dibagi menjadi tiga tipe yaitu : 1) Pleasure relaxation Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan yang sudah didapat misalnya merokok setelah makan atau minum kopi. 2) Stimulation to pick them up Perilaku yang hanya dilakukan sekedar untuk menyenangkan perasaan. 3) Pleasure of hanling the cigarette Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat efektif pada perokok pipa. Akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja, atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jari sebelum dinyalakan. b. Perokok dipengaruhi oleh perasaan nagatif Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif misalnya bila sedang marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak sehingga terhindar dari perasan yang lebih tidak menyenangkan. c. Perilaku yang adiktif Mereka yang sudah adiktif, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan Pada tipe ini perokok menggunakan rokok bukan untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan yang rutin. Dapat dikatakan pada orang yang mempunyai tipe ini bahwa merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, sering kali tanpa pikiran dan tanpa perasaan. Mu tadin (2000) juga menambahkan tipe perokok berdasarkan intensitas merokoknya yaitu : a. Perokok sangat berat: perokok yang mengkonsumsi rokok 31 batang perhari dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi. b. Perokok berat : perokok yang mengkonsumsi rokok batang sehari dangan selang waktu sejak bangun berkisar antara 6-30 menit. c. Perokok sedang : perokok yang menghabiskan rokok 1-20 batang sehari dengan selang waktu menit setelah bangun pagi. d. Perokok ringan : perokok menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun tidur.

7 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tipe perokok dibagi menjadi beberapa bagian yaitu perokok sangat berat, perokok berat, perokok sedang dan perokok ringan. 2. Sikap terhadap Kesehatan a. Definisi Pengertian sikap (attitude) dapat diterjemahkan melalui sikap terhadap objek tertentu, dimana merupakan pandangan atau perasaan seorang individu terhadap objek tersebut. Sikap selalu disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek. Sikap senantiasa terarah pada suatu hal atau suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya objek (Gerungan, 1988). Selain itu menurut Azwar (dalam Hadi Suyono, 2008) sikap suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorebel) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorebel) pada suatu objek tersebut. Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU Kesehatan 23 / 1992). Menurut kamus kedekteran Dorland (1996) sehat adalah keadaan kesejahteraan optimal fisik, mental dan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan kecacatan. Menurut Kamus Besar Lengkap Bahasa Indonesia (Indrawan, 2005) Kesehatan adalah suatu keadaan tubuh dimana dalam keadaan bugar dan waras serta bagian-bagiannya bebas dari sakit atau penyakit. Menurut Konstruksi World Health Organization (dalam Smet, 1994) menyatakan bahwa kesehatan itu meliputi atau mencakup kesehatan fisik (jasmani), mental (rohani) dan sosial. Berdasarkan pengertian di atas sikap terhadap kesehatan adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap sesuatu objek, baik perasaan mendukung (favorebel) atau tidak mendukung (unfavorebel), memihak atau tidak memihak, suka atau tidak suka sehingga menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang dan pada akhirnya seseorang tersebut merasa sejahtera secara fisik, mental, rohani dan sosial. b. Aspek-aspek Sikap Terhadap Kesehatan Menurut Azwar, (2012) sikap dapat digolongkan menjadi tiga aspek yaitu : 1) Aspek Kognitif Aspek kognitif ini berisi kepercayaan, pengetahuan dan keyakinaan individu yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang dialami baik secara langsung terhadap maupun tidak langsung terhadap kesehatan fisik, psikis, sosial dan rohaninya. 2) Aspek Afektif

8 Aspek afektif disini merupakan perasaan-perasaan yang dimiliki oleh individu yang berhubungan dengan kesehatan mengenai sesuatu yang patut ataupun tidak patut dilakukan sehubungan dengan kesehatan fisik, psikis, sosial dan rohaninya. 3) Aspek Konatif Aspek konatif merupakan kecenderungan atau kesiapan individu untuk berbuat ataupun bertindak sesuatu selaras dengan kepercayaan dan perasaan terhadap sesuatu sehubungan dengan kesehatan fisik, psikis, sosial dan rohaninya. Dari aspek-aspek diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek sikap terhadap kesehatan terdiri dari : aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif sehubungan dengan kesehatan fisik, psikis, sosial dan rohaninya. c. Ciri-ciri Sikap Terhadap Kesehatan. Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat menggerakan perbuatan atau tingkahlaku terhadap objek diluar dirinya. Akan tetapi tidak semua sikap muncul sama dengan sikap yang dimiliki oleh orang lain walaupun objeknya sama. Menurut Walgito (1999), ada beberapa ciri sikap yaitu : a. Sikap tidak dibawa sejak lahir Pada saat manusia dilahirkan belum membawa sikap tertentu terhadap suatu objek. Sikap terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. Oleh karena itu sikap itu terbentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan karenanya sikap dapat berubah. b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objekobjek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu dari individu terhadap objek tersebut. c. Sikap tertuju pada satu objek saja, tetapi dapat juga tertuju pada sekumpulan objek-objek Bila seseorang mempunyai sikap negatif pada seseorang. Orang tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk, menunjukan sikap yang negatif pula, kepada kelompok dimana seseorang tersebut tergabung didalamnya. Disini terlihat adanya kecenderungan untuk menggeneralisasi objek sikap. d. Sikap bisa berlangsung lama atau sebentar Kalau sesuatu sikap telah terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit berubah, dan walaupun dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama. Akan tetapi, sebaliknya bila sikap itu belum begitu mendalam, dan ada pada dalam diri seseorang, maka sikap tersebut secara relatif tidak bertahan lama, dan sikap tersebut akan mudah berubah. e. Sikap mengandung perasaan dan motivasi

9 Sikap terhadap suatu objek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang dapat bersifat positif (yang menyenangkan) tetapi juga dapat bersifat negatif (yang tidak menyenangkan) terhadap ojek tersebut. Menurut Gerungan (1988) ciri-ciri sikap adalah : a. Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau pelajarannya sepanjang perkembangan orang itu, dalam hubungan dengan objeknya. b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari orang. c. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain terbentuk dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. d. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu, tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap itu dapat berkenaan dengan suatu obkek saja tetapi juga berkenaan dengan obyek-obyek yang serupa. e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membeda-bedakan sikap dari pada kecakapan- kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Berdasarkan uraian di atas, yang dikemukan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa, ciri-ciri sikap antara lain : mempunyai objek, mempunyai arah tindakan atau sasaran tertentu, bersifat evaluatif, konsisten antara respon obyeknya, sebagai hasil belajar. d. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Kesehatan Menurut Azwar (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap yaitu : 1) Pengalaman pribadi Pengalaman pribadi dimasa lalu yang sangat berkesan dan melibatkan faktor emosional akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap kesehatan. Sebagai contoh, pengalaman seseorang yang pertama kali merokok pasti akan mempunyai kesan tertentu dan kesan tersebut akan mempengaruhi sikap orang tersebut. 2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Seseorang di sekitar kita dapat mempengaruhi sikap kita terhadap kesehatan. Terutama jika orang tersebut sangat berpengruh bagi kita. Pada umumnya seseorang cenderung memiliki sikap yang searah dengan orang yang dianggap penting. Hal tersebut dilakukan agar dapat menghindari konflk dengan orang yang dianggap penting. 3) Pengaruh kebudayaan Apabila ada seseorang yang mengutamakan hidup dalam budaya kelompok. Maka sikap mereka terhadap kesehatan akan cenderung mengikuti apa yang dianut dalam kelompoknya, sehingga dapat dikatakan bahwa orang tersebut lebih mementingkan sikap yang ada pada kelompoknya dari pada mengambil sikap yang sesuai dengan dirinya. 4) Media masa

10 Media masa berfungsi untuk memberikan informasi yang baru tentang berbagai hal, adanya iklan dalam televisi atau pun dalam media masa yang lain yang berhubungan dengan kesehatan akan mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap kesehatan. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut akan memberikan dasar afektif yang cukup kuat dalam menilai informasi sehingga terbentuklah arah sikap. 5) Lembaga pendidikan Lembaga pendidikan mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap terhadap kesehatan. Pemahaman akan hal yang baik dan buruk, sesuatu yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan yang berhubungan dengan kesehatan biasanya didapat dari lembaga pendidikan, baik itu pendidikan formal misalnya sekolah ataupun informal yaitu lingkungan keluarga. 6) Pengaruh faktor emosional Faktor emosional dapat berperan dalam pengambilan sikap seseorang terhadap kesehatan, sikap tersebut biasanya dapat bersifat sementara karna merupakan pernyataan yang disadari oleh emosi dan dapat pula merupakan sikap yang dapat bertahan lama. Menurut Walgito (1999) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam bersikap yaitu : 1) Faktor psikologis Faktor psikologis akan ikut, menentukan sikap seseorang. 2) Faktor pengalaman langsung Fakor pengalaman langsung terhadap objek bagaimana sikap seseorang terhadap sesuatu objek sikap akan dipengaruhi oleh mengalaman langsung orang yang bersangkutan dengan objek sikap tersebut. 3) Faktor kerangka acuan Adalah faktor penting dalam sikap seseorang, karena acuan ini akan berperan terhadap objek sikap. 4) Faktor komunikasi sosial Faktor komunikasi sosial faktor ini sangat jelas menjadi determinan sikap seseorang. Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi sikap terhadap kesehatan antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan, pengaruh faktor emosional. Pendapat Azwar (2012) dianggap lebih relevan dengan penelitian ini sehingga bisa mempengararuhi tinggi rendahnya sikap terhadap kesehatan. Hubungan Sikap Terhadap Kesehatan dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku merokok seolah manjadi budaya remaja karna masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanakkanak menuju dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Pada masa transisi, kemungkinan besar remaja akan mengalami banyak masalah, salah satunya adalah krisis identitas. Ketidakjelasan jatidiri

11 sering kali membuat remaja bingung untuk menempatkan posisi mereka dimana. Remaja belum bisa disebut dewasa karena belum matang dari segi emosi, sosial dan pikiran akan tetapi tidak bisa disebut anak-anak karena secara fisik mereka sudah sama dengan manusia dewasa. Krisis identitas yang dialami oleh remaja ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang misalnya perilaku merokok. Perilaku merokok adalah suatu akitivitas membakar dan menghisap tembakau kemudian mengeluarkan kembali dan dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Seperti yang dikatakan oleh Ray (dalam Kurniawan, 2002) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah perilaku yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok sendiri maupun orang lain dan berakibat buruk bagi kesehatan seperti : kanker paru-paru, bronkitis kronik, Jantung koroner, Hipertensi. Pada dasarnya remaja sudah mengetahui akibat buruk dari rokok, namun remaja tidak pernah perduli, karena remaja telah memiliki tujuan tertentu antara lain: ingin terlihat lebih gagah dan lebih dewasa, ingin memperoleh kenimatan, ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan supaya terlihat lebih modern dan dianggap gaul. Selain itu ada beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja, salah satunya adalah sikap terhadap kesehatan. Menurut Azwar (dalam Suyono, 2008) sikap adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap sesuatu objek, baik perasaan mendukung (favorebel) atau tidak mendukung (unfavorebel), memihak atau tidak memihak, suka atau tidak suka sehingga menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang. Selain itu menurut Sarwono (2000) sikap merupakan hal yang sangat penting berkaitan dengan perilaku merokok, karena pada hakekatnya sikap akan menentukan seseorang berperilaku terhadap sesuatu objek baik yang disadari atau tidak disadari. Berdasarkan pengertian sikap yang diungkap oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa adanya erat antara hubungan sikap dengan perilaku. Karna pada dasarnya sikap akan menentukan seseorang berperilaku terhadap suatu objek. Dengan adanya hubungan sikap dan perilaku muncul sikap terhadap kesehatan yang berfungsi untuk mencegah perilaku merokok. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Menurut WHO (dalam Smet, 1994) kesehatan adalah suatu keadaan sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial. Sikap terhadap kesehatan adalah suatu bentuk reaksi perasaan seseorang terhadap sesuatu objek, baik perasaan mendukung (favorebel) atau tidak mendukung (unfavorebel), memihak atau tidak memihak, suka atau tidak suka sehingga menimbulkan pengaruh tertentu terhadap perilaku seseorang dan pada akhirnya seseorang tersebut merasa sejahtera secara fisik, mental, rohani dan sosial. Akan tetapi sikap seseorang terhadap objek tidak selalu sama apalagi dalam bidang kesehatan. Misalnya seseorang individu memilki sikap positif terhadap kesehatan maka individu tersebut akan lebih memperhatikan kondisi kesehatannya, dengan cara menghindari perilaku yang berakibat buruk terhadap kesehatan seperti menjaga pola hidup sehat dengan tidak merokok. Sebaliknya seseorang indiviu yang mempunyai perilaku yang buruk terhadap kesehatan, maka

12 sikap mereka terhadap kesehatan cenderung negatif. Oleh karna itu, dengan adanya sikap terhadap kesehatan diharapkan dapat mencegah perilaku merokok. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan erat antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok, dimana semakin positif sikap remaja terhadap nilai-nilai kesehatan, maka semakin rendah perilaku merokok pada remaja tersebut dan sebaliknya semakin negatif sikap remaja terhadap nilainilai kesehatan maka semakin tinggi perilaku merokok pada remaja. Tujuan Penelitian Penelitian ini ingin meneliti tentang hubungan antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok pada remaja. Hipotesis Ada hubungan yang negatif antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok. Metode Subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Pleret Babtul kelas xi yang berjumlah 45 orang. Penelitian ini menggunakan metode skala yaitu dengan skala sikap terhadap kesehatan dengan skala perilaku merokok. Metode analisisnya menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil Sebelum dilakukan uji hipotesis maka perlu dilakukan asumi terlebih dahulu. Uji asumsi yang digunakan adalah uji normalitas dan uji linieritas dengan hasil sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Variabel Mean SD Skor KS- Sig Keterangan Z Sikap terhadap kesehatan Normal Perilaku merokok Normal Uji normalitas antara skala sikap terhadap kesehatan memiliki p = 0,714 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa distribusi skala sikap terhadap kesehatan, terhadap perilaku merokok adalah linear atau kedua variabel membentuk garis lurus. Hasil uji korelasi antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok diperoleh rxy= -0,045 dan probabilitas p = 0,679 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa tidak ada korelasi antar sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok. Sumbangan efektif yang diberikan variabel sikap terhadap kesehatan, terhadap perilaku merokok sebesar 2%. Berdasarkan norma kategorisasi dengan distribusi normal dapat disimpulkan bahwa kategorisasi skor subyek adalah sebagai berikut:

13 Tabel 2 Kategorisasi Variabel Sikap terhadap Kesehatan Interval Frekuensi Persentase% Kategori X < 98, ,556 % Rendah 98,123 X < 32 71,111 % Sedang 117,887 X 117, ,333 % Tinggi Tabel 3 Kategorisasi Variabel Perilaku Merokok Interval Frekuensi Persentase% Kategori X < 79, Rendah 79,957 X < Sedang 96,583 X 96, Tinggi Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok pada remaja di SMA Negeri 1 Pleret Bantul. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikansi 0,769 (p>0,05) dan koefisiensi korelasi (r) yang negatif sebesar -0,045. Koefisiensi korelasi yang negatif tersebut menandakan tidak antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok, yang berarti semakin tinggi sikap terhadap kesehatan maka semakin tinggi perilaku merokok. Sebaliknya semakin rendah sikap terhadap kesehatan maka semakin rendah perilaku merokok. Jadi, dalam hal ini hipotesis ditolak. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok mungkin disebabkan karna keinginaan seseorang merokok tidak hanya dipengaruhi oleh sikap terhadap kesehatan saja, akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok seperti keyakinaan akan akibat yang dapat ditimbulkan dari perilaku merokok. Menurut Loken (dalam sholichah, 1991) bahwa keputusan seseorang untuk merokok atau tidak, secara keseluruhan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh keyakinaan akan akibat dari perilaku merokok saja tetapi masih banyak faktor lain yang dapat membuat seseorang remaja merokok. Misalnya seseorang remaja memiliki sifat positif terhadap rokok tetapi tanpa didukung dengan keyakinaan mengenai akibat negatif dari rokok, maka sifat yang positif terhadap kesehatan tidak akan mempengaruhi perilaku merokok. Menurut Komalasari Dan Helmi (2000) yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan perilaku merokok pada remaja salah satunya adalah sikap permisif orang tua dengan perilaku merokok anak dan ajakan teman sebaya merupakan faktor dominan mempengaruhi perilaku merokok anak. Meskipun dukungan orang tua dengan perilaku merokok sebesar 38,4 %. Hal ini

14 menunjukan rata-rata bahwa orang tua mendukung dan tidak mendukung perilaku merokok. tetapi perilaku merokok pada anak justru dalam katagori tinggi. Hal ini disebabkan karna kurangnya pengawasaan orang tua dan sebagian waktu anak banyak diluangkan untuk teman sebaya. Kategorisasi sikap terhadap kesehatan dari 45 subjek penelitian diperoleh sebanyak 7 subjek (15,556%) berada pada kategori rendah, ada 32 subjek (71,111%) berada pada kategori sedang dan ada 6 subjek (13,333 %) berada pada ketegori tinggi. Hal ini menunjukan bahwa subjek memiliki sikap terhadap kesehatan yang cukup dikarenakan subjek telah mendapatkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap terhadap kesehatan seperti teman sebaya, pengalaman pribadi, lingkungan dan media masa. Kategorisasi perilaku merokok terdiri dari 45 subjek penelitian diperoleh sebanyak 5 subjek (11,111%) berada pada kategori rendah, ada 28 subjek (64,445%) berada pada kategori sedang dan ada 12 orang (24,444%) berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukan bahwa subjek memiliki perilaku merokok yang cukup dikarenakan subjek telah mendapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku merokok seperti keyakinaan dan sikap permisif orang tua. Dari berbagai penelitian dari fakor-faktor yang ada maka dapat dikatakan bahwa sikap terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku merokok. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak ada hubungan antara sikap terhadap kesehatan dengan perilaku merokok. Semakin tinggi sikap terhadap kesehatan maka semakin tinggi perilaku merokok, sebaliknya semakin rendah sikap terhadap kesehatan maka semakin rendah perilaku merokok. 2. Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa sikap terhadap kesehatan pada siswa SMA Negeri 1 Pleret Bantul kelas XI berada pada taraf sedang (71,111% dari 45 subyek) 3. Hasil kategorisasi perilaku merokok pada siswa SMA Negeri 1 Pleret Bantul kelas XI pada taraf sedang (65 % dari 45 subyek). Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menyertakan variabel lain dalam penelitian yang dapat mempengaruhi perilaku merokok misalnya persepsi, keyakinaan, kontol diri dan pengetahuan sehingga dapat diketahui besar sumbangan efektif masing-masing variabel, sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai pembanding dan dapat memberikan manfat dalam dunia akademik. 2. Peneliti juga menyarankan bagi para peneliti selanjutnya diharapkan agar pengambilan lokasi atau pemilihan sumpel agar sebisa mungkin menghindari efek subjektifitas pada subjek penelitian.

15 Daftar Pustaka Aula, L.E Stop Merokok! (sekarang atau tidak sama sekali). Yogyakarta : Garailmu. Azwar, S Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Dorland Kamus Kedokteran. Jakarta : ECG Gerungan,W.A Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama. Indrawan, W.S Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Lintas Budaya. Komalasari, D & Helmi, A.F Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Pada Remaja. Avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/perilaku merokok avin.pdf, 4 November 2012 Kurniawan, L.K Hubungan Antara Intensitas Menonton Iklan Rokok Di Televisi Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa SMK Piri Sleman. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakata : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Levy, M.R Lyfe and Health. New York : Random House. Sarafino. E.P Health Psychology, Biopsychososial Interactions. 2nd Edition. New York : John Willey and Sons.Inc. Sarwono, S.W Teori-teori Psikolologi Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sholichah, M Hubungan Antara Keyakinaan Terhadap Akibat-akibat Tingkah Laku Merokok Dengan Tingkah Laku Merokok di Kalangan Remaja SMA Yogyakarta. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Sitepoe, M Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : Gramedia Medika Sarana Indonesia. Smet, B Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo. Suyono, H Pengantar Psikologi Sosial 1. Yogyakarta : D&H Pro Medika. Walgito, B Psikologi Sosial (suatu pengantar). Yogyakarta : Andi Offset.

16

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Alasan Merokok Dalam penelitian Febriani (2014) menjelaskan bahwa merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK. Tyas Martika Anggriana*

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK. Tyas Martika Anggriana* HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK Abstrak Tyas Martika Anggriana* Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang, berupa membakar rokok dan menghisapnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi perubahan kualitatif secara fisik dan psikis. Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini remaja

Lebih terperinci

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Fifi Dwijayanti *), Muh Fauzi *), Gesti Megalaksari *), Alfi Faridatus *), Yunisa Ratna R. *), Bagoes Widjanarko **) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara sadar untuk melukai dirinya sendiri, karena dengan merokok, berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari beberapa sudut pandang perilaku merokok sangatlah negatif karena perilaku tersebut merugikan, baik untuk diri individu itu sendiri maupun bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya. Bila telah mengalami ketergantungan akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. merasakan hal yang demikian terutama pada saat menginjak masa remaja yaitu. usia tahun (Pathmanathan V dan Surya H, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai akibat dari perkembangan dunia pada masa ini, masalah yang dihadapi masyarakat semakin beragam. Diantaranya adalah masalah lingkungan sosial dan tuntutan lingkungan.

Lebih terperinci

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Tindakan Merokok Siswa Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung The Relation Of Socially With Friends Againts Act Of Smoking Elementary School Students In District Panjang Bandar Lampung Firdaus, E.D., Larasati, TA., Zuraida, R., Sukohar, A. Medical Faculty of Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) (Amalia, 2000) 75%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah rokok pada hakekatnya sekarang sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional (Amelia, 2009). Merokok sudah menjadi kebiasaan yang umum dan meluas di masyarakat.

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( )

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( ) LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH (10503124) KECADUAN MEROKOK MENUNJUKKAN BAHWA KEBANYAKAN PEROKOK MUDA YANG MULAI DIPENGARUHI OLEH KEBIASAAN

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA MAHASISWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: WISNU TRI LAKSONO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perilaku merokok bagi sebagian besar masyarakat di indonesia masih dianggap sebagai perilaku yang wajar, serta merupakan bagian dari kehidupan sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih

BAB I PENDAHULUAN. dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Triyanti (2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco dependency sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein & BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merokok merupakan salah satu kebiasaan negatif manusia yang sudah lama dilakukan. Kebiasaan ini sering kali sulit dihentikan karena adanya efek ketergantungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh : MEICA AINUN CHASANAH F

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN IKLAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN IKLAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 BOYOLALI GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 011 (695-705) HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANG TUA, TEMAN SEBAYA DAN IKLAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI MADRASAH ALIYAH NEGERI BOYOLALI Arina Uswatun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Kontrol Diri. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu

BAB II KAJIAN TEORI Kontrol Diri. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri 2.1.1. PengertianKontrol Diri Averill (1973) berpendapat bahwa kontrol diri merupakan variabel psikologis yang sederhana karena didalamnya tercakup tiga konsep yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara sikap terhadap iklan rokok (X1) dan konformitas teman sebaya

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. hubungan antara sikap terhadap iklan rokok (X1) dan konformitas teman sebaya BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A

HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A 1 HUBUNGAN ANTARA PERFORMANCE GOAL ORIENTATION DENGAN SIKAP TERHADAP SERTIFIKASI GURU PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS A Rohmatul Ummah, Anita Listiara* Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA DALAM PERSPEKTIF NORMA KESOPANAN. (Studi Kasus di Desa Klego, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali) NASKAH PUBLIKASI

KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA DALAM PERSPEKTIF NORMA KESOPANAN. (Studi Kasus di Desa Klego, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali) NASKAH PUBLIKASI KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA DALAM PERSPEKTIF NORMA KESOPANAN (Studi Kasus di Desa Klego, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical

BAB V HASIL PENELITIAN. uji linieritas hubungan variabel bebas dan tergantung. diuji normalitasnya dengan menggunakan program Statistical BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Setelah semua data penelitian diperoleh, maka dilakukan uji asumsi sebagai syarat untuk melakukan analisis data. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas

BAB II LANDASAN TEORI. Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas 7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Merokok II.1.1 Definisi Merokok Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Perilaku Merokok 2.1.1. Definisi Perilaku Merokok Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) smoking adalah the drawing of tobaco smoke from a cigarette,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan perokok di mana-mana, baik di

I. PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan perokok di mana-mana, baik di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari, sering kita menemukan perokok di mana-mana, baik di kantor, dipasar, bahkan di rumah tangga sendiri. Aktivitas merokok di kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kematian akibat rokok adalah 4 juta jiwa pertahun yang 500.000 diantaranya adalah perempuan. Data Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja dalam perkembangannya sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Salah satu perilaku tidak sehat oleh remaja yang dipengaruhi oleh lingkungan adalah merokok.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN TERHADAP BAHAYA MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN TERHADAP BAHAYA MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEYAKINAN TERHADAP BAHAYA MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Oleh : Nia Kurniawati Indah Ria Sulistyorini, S.Psi. Psikolog PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Asrama Polisi Bojong Kota Tasikmalaya Terletak di Propinsi Jawa Barat,

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Asrama Polisi Bojong Kota Tasikmalaya Terletak di Propinsi Jawa Barat, BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Asrama Polisi Bojong Kota Tasikmalaya Terletak di Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya, Kecamatan Cipedes, Desa Cipedes RT 04 RW 05. Asrama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan menghargai hak-hak setiap individu tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai warga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di kota Bandung pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Pasundan 8 Bandung pada tahun ajaran

Lebih terperinci

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman terbukti megubah sebagian besar gaya hidup manusia. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan hiburan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN. mengetahui deskripsi data tentang kecemasan, maka peneliti BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi 1. Deskripsi Data Deskripsi data merupakan penjabaran dari data yang diteliti dan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian yang Digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian yang Digunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Creswell ( dalam Alsa, 2003, h. 13) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes militus yang

BAB I PENDAHULUAN. koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes militus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu bahaya yang mengancam anak, remaja dan wanita Indonesia. Mengkonsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang umum di masyarakat Indonesia. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan pola perilaku yang terjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN SIKAP SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD SE-GUGUS II DEPOK SLEMAN ARTIKEL JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN SIKAP SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD SE-GUGUS II DEPOK SLEMAN ARTIKEL JURNAL HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN SIKAP SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD SE-GUGUS II DEPOK SLEMAN ARTIKEL JURNAL Oleh Saeful Iman NIM 12105244018 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE WITH PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOUR ON SMA N 7 SEMARANGSTUDENTS Ilham Prayogo, Hastaning Sakti* iprayogo@rocketmail.com, sakti.hasta@gmail.com Ilham Prayogo M2A607052

Lebih terperinci

cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris,

cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas yang digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa

Lebih terperinci

BAB V ANALISI DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB V ANALISI DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB V ANALISI DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Data Subjek yang sesuai dengan karakteristik penelitian berjumlah 30 orang. Setelah memperoleh data yang diperlukan, maka dilakukan pengujian hipotesis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan. BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses untuk membuat suatu pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan. Proses ini dipengaruhi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dan sikap ibu-ibu rumah tangga dilakukan di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. hubungan atau kaitan antara penggeneralisasian satu terhadap

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. hubungan atau kaitan antara penggeneralisasian satu terhadap BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara penggeneralisasian satu terhadap penggeneralisasian yang lainnya,

Lebih terperinci

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang

Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 3 No.2, September 2013 Analisis Proporsi Perokok Tingkat SMK di Kota Semarang Fifi Dwijayanti *), Muh. Fauzi *), Evika Prilian *), Bagoes Widjanarko **) *) Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh banyak orang, walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang menyatakan

Lebih terperinci

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan

0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan 90 0.01 sebaran tidak normal. Tehnik uji yang digunakan adalah uji z dari Kolmogorov-Smirnov. b) Uji Linieritas hubungan. Uji ini untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Rudi Prasetyo 04320307

Lebih terperinci

POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MEMILIKI PERILAKU MEROKOK DI SMPN I MOJOANYAR JABON MOJOKERTO

POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MEMILIKI PERILAKU MEROKOK DI SMPN I MOJOANYAR JABON MOJOKERTO POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MEMILIKI PERILAKU MEROKOK DI SMPN I MOJOANYAR JABON MOJOKERTO Sri Sudarsih Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI Mojokerto Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1) BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Menurut Effendy (2003:255-256) teori Stimulus-organismresponses (S-O-R) adalah stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan. Stimulus dalam penelitian

Lebih terperinci

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN Ade Heryana Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id PENDAHULUAN Perilaku seseorang memberi dampak yang penting terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa merokok adalah penyebab utama penyakit di seluruh dunia yang sebenarnya dapat dicegah. Asap rokok mempunyai pengaruh yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Demografi responden penelitian dapat lihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Umur mahasiswi Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Korelasional adalah satu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Korelasional adalah satu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Korelasional adalah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Merokok Statsus adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan, dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stres merupakan bagian yang tidak terhindar dari kehidupan. Stres mempengaruhi kehidupan setiap orang bahkan anak-anak. Kebanyakan stres diusia remaja berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Merokok merupakan kebiasaan buruk yang menjadi masalah seluruh dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang. Di negara-negara yang maju kebiasaan merokok telah jauh

Lebih terperinci

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN

PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN Ade Heryana Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id PENDAHULUAN Perilaku seseorang memberi dampak yang penting terhadap

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat ukur, yaitu menggunakan satu macam skala untuk mengukur self esteem dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Usia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Usia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Riset Partisipan Penelitian 4.1.1 Gambaran Riset Partisipan Berdasarkan Usia Berdasarkan usia riset partisipan dikategorikan menjadi 5 yaitu 20-25 tahun,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor- faktor yang berperanan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor- faktor yang berperanan dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor- faktor yang berperanan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok remaja merupakan bentuk perilaku menghisap rokok pada remaja yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di berbagai tempat umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sudah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sudah berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Perilaku merokok dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Persiapan Penelitian Peneliti mempersiapkan penelitian dengan mencari alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur penyesuaian diri dan self-esteem serta mencari subjek

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

STUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi

STUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi STUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi Diajukan Oleh: Rima Imanda Trisnaniar F 100 110 012 Kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataubentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataubentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ROKOK 2.1.1. Pengertian Rokok Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu ataubentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, dan rasa percaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan, karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di Indonesia permasalahan rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari,

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak asing ditemukan di kehidupan seharihari, baik diri sendiri yang merokok atau melihat orang lain merokok. Sekitar

Lebih terperinci

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat

tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin baik pula. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang memuat Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Kepentingan kesegaran jasmani dalam pemeliharaan kesehatan tidak diragukan lagi, semakin tinggi tingkat kesehatan, maka kesegaran jasmani akan semakin

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN KIMIA DENGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA NEGERI 9 PEKANBARU

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN KIMIA DENGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA NEGERI 9 PEKANBARU HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG PELAJARAN KIMIA DENGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA NEGERI 9 PEKANBARU 1 Siti Nazhifah 1, Jimmi Copriady, Herdini fhazhivnue@gmail.com 081372751632 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA PUTRA DI DUSU PAPAHAN, TASIKMADU, KARANGANYAR. Ana Wigunantiningsih*

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA PUTRA DI DUSU PAPAHAN, TASIKMADU, KARANGANYAR. Ana Wigunantiningsih* FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIASAAN MEROKOK PADA REMAJA PUTRA DI DUSU PAPAHAN, TASIKMADU, KARANGANYAR Ana Wigunantiningsih* *Dosen AKBID Mitra Husada Karanganyar Jl Achmad Yani No.167. Papahan, Tasikmadu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya barat, tepatnya di Jalan Manukan Wasono. SMK ini berjumlah dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA IKLAN ROKOK DENGAN SIKAP DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Semarang) ARTIKEL ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA IKLAN ROKOK DENGAN SIKAP DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Semarang) ARTIKEL ILMIAH 1 HUBUNGAN ANTARA IKLAN ROKOK DENGAN SIKAP DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Semarang) CORRELATION BETWEEN CIGARETTE ADVERTISEMENT WITH ATTITUDE AND SMOKING BEHAVIOR ON TEENS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah perokok di dunia mencapai 1,3 milyar orang pada tahun 2008, bila jumlah penduduk dunia pada tahun yang sama mencapai 6,7 milyar jiwa, maka berarti prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu penyumbang kematian terbesar di dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100 juta kematian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilaksanakan pada akhir November 2015 hingga awal Febuari 2016. Untuk memperoleh data-data yang akurat mengenai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70 sampel ibu 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang di isi subyek, nama subyek, usia subyek dan subyek penelitian berjumlah 70

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan hasil pengolahan data dan analisis data yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berisi hasil pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian. 4.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok adalah salah satu zat adiktif yang apabila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus,

Lebih terperinci