BAB II KAJIAN TEORI Kontrol Diri. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu
|
|
- Hadian Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kontrol Diri PengertianKontrol Diri Averill (1973) berpendapat bahwa kontrol diri merupakan variabel psikologis yang sederhana karena didalamnya tercakup tiga konsep yang berbeda tentang kemampuan mengontrol diri yaitu kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi serta kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang diyakininya. Hurlock (1990) kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi secara keseluruhan ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Mengacu pada definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan individu mengendalikan diri dan mengelola perilaku yang disertai dengan perencanaan yang baik untuk menghasilkan sikap yang terbaik sesuai dengan norma, dapat diterima secara sosial serta tidak merugikan orang lain. Calhoun & Acocela (dalam Andrian 2013) kontrol diri adalah pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang, 10
2 dengan kata lain kontrol diri merupakan keseluruhan dari proses yang membentuk diri individu yang mencakup proses pengaturan fisik, psikologis dan perilaku. Menurut Chaplin (2000) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan impulsimplus atau tingkah laku impulsif (tiba-tiba). Santrock (2001) mengatakan bahwa kontrol diri cukup berpengaruh dalam pembentukan perilaku remaja. Dengan kata lain, remaja yang memiliki kontrol diri tinggi akan mampu mengatur dan mengarahkan perilakunya Aspek-aspek Kontrol Diri Berdasarkan konsep Averill (dalam Indraprasti dan Rachmawati, 2008), terdapat tiga jenis kontrol diri yang meliputi lima aspek, yaitu: a. Kemampuan mengontrol perilaku (behavioral control) Kemampuan mengontrol perilaku didefinisikan sebagai kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan ini diperinci lebih lanjut kedalam dua komponen: 1) Kemampuan mengontrol pelaksanaan (regulated administration), yaitu kemampuan individu untuk menentukan 11
3 siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. 2) Kemampuan mengontrol stimulus (stimulus modifiability), yaitu merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. b. Kontrol kognitif (cognitive control) Kontrol kognitif yaitu kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan. Kemampuan ini diperinci kedalam dua komponen, yaitu: 1) Kemampuan memperoleh informasi (informasi gain), dengan informasi yang dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan secara relatif objektif. 2) Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segisegi positif secara objektif. c. Kemampuan mengontrol keputusan (decisional control) Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui. 12
4 Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut: a. Kemampuan mengontrol perilaku b. Kemampuan mengontrol stimulus c. Kemampuan mengantisipasi peristiwa d. Kemampuan menafsirkan peristiwa e. Kemampuan mengontrol keputusan Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri Hurlock (1980) mengemukakan bahwa kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah: a. Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor usia dan kematangan. Semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin baik kontrol dirinya, individu yang matang secara psikologis juga akan mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana hal yang baik dan yang tidak baik bagi dirinya. b. Faktor eksternal meliputi lngkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga terutama orang tua akan menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang. Apabila orang tua menerapkan kepada anaknya sikap disiplin secara intens sejak dini dan orang tua bersikap konsisten terhadap konsekuensi yang dilakukan anak bila 13
5 menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan diinternalisasikan oleh anak dan akan menjadi kontrol baginya Perilaku Merokok Pengertian Perilaku Merokok Merokok adalah perilaku manusia yang berusia ratusan bahkan ribuan tahun. Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada diri si perokok sendiri namun juga merugikan orang lain yang ada di sekitarnya. Perilaku merokok menunjukkan adanya keberagaman inter-intra individu (Vinck, 1993; Smet, 1994; Gilbert, 1996; Loeksono dan Wismanto, 1999, dalam Wismanto 2007). Menurut Smet (dalam Wismanto, 2007) perilaku merokok adalah perilaku yang kompleks, yang diawali dan berlanjut yang disebabkan oleh beberapa variabel yang berbeda. Awal perilaku merokok pada umumnya diawali pada saat usia yang masih muda dan disebabkan adanya model yang ada di lingkungannya, atau karena adanya tekanan sosial misalnya dinyatakan bukan sebagai teman atau anggota kelompok jika tidak merokok; atau dicap sebagai banci /tidak jantan jika tidak merokok. Vinck (dalam Wismanto, 2007) ketagihan terhadap rokok pada umumnya disebabkan oleh interpretasi terhadap efek yang segera dirasakan ketika individu merokok. 14
6 Perry dkk. (dalam Wismanto 2007) yang menyatakan bahwa perilaku merokok dimulai pada usia remaja, dan percobaan merokok terebut berkembang menjadi pengguna secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun kemudian. Meskipun pada awalnya remaja yang mencoba merokok kurang dapat menikmati rokok pertamanya karena membuat si perokok merasa pahit di mulut, mual dan pusing, namun karena dorongan sosial (dorongan teman-teman), perilaku tersebut menjadi menetap. Perasaan mual dan pusing disebabkan karena tubuh memerlukan penyesuaian terhadap zat-zat yang terkandung di dalam rokok yang tidak dapat diterima oleh tubuh, namun lama kelamaan menjadi terbiasa dan teradaptasi setelah mengalami beberapa kali percobaan merokok. Unsur-unsur yang terdapat di dalam rokok seperti nikotin dan karbon monoksida dapat membuat orang menjadi ketagihan dan ingin merokok lebih banyak lagi. Perilaku merokok pada usia dewasa diyakini merupakan perilaku yang didasari efeknya, namun tetap dilakukan oleh karena dirasakan kebutuhannya akan asupan nikotin dari rokok dengan berbagai alasan. Menurut Sarafino (dalam Wismanto, 2007) ada beberapa penyebab mengapa seseorang atau remaja itu merokok, yaitu faktor sosial, faktor psikologis maupun faktor biologis. Seseorang mulai merokok karena faktor sosial antara lain karena pengaruh orang tua, karena teman sekelompok (takut tidak diterima dalam kelompok tertentu) maupun 15
7 karena adanya contoh dari saudara, orang tua, guru, maupun media massa. Faktor ini terkait dengan pengalaman dan pengetahuan manusia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan Trihandini dan Wismanto(2003) yang menunjukkan bahwa remaja yang merokok dipengaruhi oleh persepsinya terhadap gaya hidup modern. Seseorang merokok karena faktor psikologis antara lain karena merasa kesepian, tidak ada orang yang diajak berbicara, karena putus cinta atau masalah lain, maupun karena hanya ingin mencoba semata (iseng). Seseorang merokok karena faktor biologis misalnya karena kedinginan, meskipun hal ini kecil persentasenya Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Menurut Adit (dalam Wismanto, 2007) merokok bagi remaja sering diidentikkandengan kegagahan atau kejantanan dan kedewasaan bahkan merasa dirinyasudah mandiri. Salah satu cara agar mereka dianggap dewasa adalahdengan merokok. Banyak remaja yang merokok hanya karena mereka memiliki teman perokok berat. Kadang kala seseorang merokok karena menghadap tekanan hidup dan menjadikannya sebagai sarana untuk melarikan diri dari masalah yang dihadapinya hingga akhirnya dan tanpa disadarinya, merokokpun menjadi satu kebiasaan dalam dirinya. 16
8 Hansen et al (dalam Sarapino, 1990) didukung oleh para ahli lain menyatakan bawa secara umum faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu : a. Lingkungan sosial Seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena lingkungannya adalah perokok. Evant et al (dalam Vries, 1989) mengatakan bahwa faktor sosial berpengaruh secara langsung dan tidak langsung kepada individu. Pengaruh langsung berupa menawarkan rokok, membujuk untuk merokok, menantang dan menggoda, pengaruh ini dirasakan kuat pada kelompok remaja. b. Faktor psikologis (Levy, Dignan and Shirrefs (1993) serta Sitepoe (1997), dalam Wismanto, 2007) menyatakan bahwa individu merokok untuk mendapatkan kesenangan, nyaman merasa lepas dari kegelisahan dan juga untuk mendapatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu individu perokok bergaul dengan perokok lebih sulit berhenti merokok, daripada perokok yang bergaul atau lingkungan sosialnya menolak perilaku merokok. c. Faktor biologis Banyak penelitian yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar nikotin dalam darah semakin besar pula ketergantungan terhadap rokok (Aston and Stephey, 1982; Warbuton and Wesnes, 1986, 17
9 Aditama, 1992; Sitepoe, 1997, dalam Wismanto 2007). Perilaku merokok sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan kadar nikotin di dalam darah. d. Faktor sosio cultural Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan juga berpengaruh terhadap perilaku merokok Tipe Perokok Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah apabila mengonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok batang dengan selang waktu menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi. Menurut Tomkins (dalam Wismanto, 2007) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut adalah: a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan adiktif Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini: 18
10 1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau mekan. 2) Stimulation to pick them up, perilaku merokk hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan pikiran. 3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegeang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jarijarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api. b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gellisah, rook dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak. c. Perilaku merokok adiktif. Oleh Green disebut sebagai psychological addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. 19
11 Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-benar habis Aspek-aspek Perilaku Merokok Setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga dimensi berikut (Twiford & Soekaji dalam Sulistyo,2009): a. Frekuensi Sering tidaknya perilaku muncul mungkin cara yang paling sederhana untuk mencatat perilaku hanya dengan menghitung jumlah munculnya perilaku tersebut. Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok seseorang muncul atau tidak. Dari frekuensi dapat diketahui perilaku merokok seseorang yang sebenarnya sehingga pengumpulan data frekuensi 20
12 menjadi salah satu ukuran yang paling banyak digunakan untuk mengetahui perilaku merokok seseorang. b. Lamanya berlangsung Waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap tindakan (seseorang menghisap rokok lama atu tidak). Jika suatu perilaku mempunyai permulaan dan akhir tertentu, tetapi dalam jangka waktu yang berbeda untuk masing-masing peristiwa, maka pengukuran lamanya berlangsung lebih bermanfaat lagi. Aspek lamanya berlangsung ini sangatlah berpengaruh bagi perilaku merokok seseorang, apakah seseorang dalam menghisap rokoknya lama atau tidak. c. Intensitas Banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut. Aspek ini digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang menghisap rokok. Dimensi intensitas mungkin merupakan cara yang paling sebjektif dalam mengukur perilaku merokok seseorang. Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Sulistyo, 2009), yaitu: a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif. 21
13 b. Intensitas merokok Klasifikasi perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap yaitu: 1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari 2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari 3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari c. Tempat merokok Tipe perokok berdasarkan tempatnya yaitu: 1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik a) Kelompok homogeny (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area. b) Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit dan lain-lain). 2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi a) Kantor atau di kamar tidur pribadi Perokok memilih tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam. 22
14 b) Toilet Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi. d. Waktu merokok Perilaku merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi orang tua dan lain-lain. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek frekuensi, aspek lamanya berlangsung dan aspek intensitas dapat digunakan dalam menyatakan aspek-aspek perilaku merokok pada mahasiswi Hubungan antara Kontrol Diri dengan Perilaku Merokok pada Mahasiswi Wanita selalu terlambangkan dengan kelembutan dan keanggunan. Kesan ini tidak akan pernah hilang pada setiap fase kehidupan wanita. Kesan negatif akan melekat pada wanita bila ia merokok. Padahal merokok merupakan hak setiap orang, baik itu pria, wanita, remaja, anak-anak bahkan hingga lansia. Karena rokok adalah salah satu ekstase kecil yang legal untuk dinikmati. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock,1992). Mahasiswi rata-rata berumur antara 23
15 18-24 tahun, maka dari itu mahasiswi masuk dalam masa perkembangan dewasa dini. Wanita khususnya mahasiswi menjadi lebih banyak tekanan baik dirumah maupun dilingkungan kuliahnya. Akibatnya membuat mahasiswi mudah stress, cemas dan tegang. Sulit mengungkapkan masalah yang dihadapinya sehingga sering terlarut dalam kesendirian. Hal inilah yang membuat mahasiswi mencoba untuk merokok dengan anggapan rokok dapat digunakan sebagai penangkal stres, meredakan perasaan cemas dan dapat menenangkan jiwa saat sedang banyak masalah. Dengan merokok terkadang mahasiswi sulit untuk mengendalikan perilakunya sehingga tidak sadar bahwa mereka sudah banyak menghisap rokok. Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku. Mekanisme yang dimaksud adalah kontrol diri. Kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada yang memiliki kontrol diri yang rendah (Widiana dkk, 2004). Calhoun & Acocela (dalam Andrian 2013) kontrol diri adalah pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang, dengan kata lain kontrol diri merupakan keseluruhan dari proses yang membentuk diri individu yang mencakup proses pengaturan fisik, psikologis dan perilaku. 24
16 Skinner (2013) mengungkapkan salah satu teknik pengendalian diri (self control) yaitu obat-obatan (obat-obatan yang menstimulasi efek dari variabelvariabel lain misalnya dengan perilaku merokok). Melalui penggunaan obatobatan semacam anestesi, analgesik dan soporifik dapat mengurangi rasa sakit atau mengalihkan stimulus yang tidak dapat dihilangkan dengan mudah. Polapola perilaku euforia diperoleh dengan morfin dan obat-obatan terkait, dan dalam hal tertentu dengan kafein dan nikotin Penelitian yang Relevan Menurut hasil wawancara penulis pada mahasiswi BK, faktor mahasiswi merokok yaitu faktor dari diri sendiri, faktor pergaulan dan faktor masalah yang dihadapi. Kurangnya kontrol diri dari perilaku merokok terhadap masalah yang dihadapi juga dirasakan beberapa mahasiswi. Penelitian yang dilakukan Zia dan Retno (2008) tentang Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Merokok pada Siswa Siswi SMAN 1 Parakan memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada remaja. Kontrol diri diperlukan untuk membantu mengatur dan mengarahkan remaja dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan efektif yang dapat membawa remaja tersebut kearah konsekuensi positif, dengan kata lain kontrol diri berpengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja. Penelitian lain tentang perilaku merokok pada mahasiswi juga dilakukan oleh Ni mah (2011) yang menunjukkan bahwa mahasiswi merokok 25
17 dilatarbelakangi oleh faktor lingkungan pergaulan, faktor lingkungan keluarga, faktor citra rokok yang keren dan faktor pekerjaan. Penelitian Purnadewi (2013) tentang self control dengan need for smokingpada remaja SMA di Jakarta menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara self control dengan need for smoking ditunjukkan dengan banyaknya partisipan dengan tingkat self control yang tinggi dan banyaknya partisipan dengan tingkat need for smoking yang rendah. Dengan adanya penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti di atas, maka peneliti ingin meneliti kembali penelitian tentang hubungan kontrol diri dengan perilaku merokok pada mahasiswi program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : Tidak ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada Mahasiswi Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga Ha : Ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada Mahasiswi Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga. 26
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sudah berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Perilaku merokok dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kontrol Diri (Self-Control) A.1. Definisi Kontrol Diri (Self-Control) Kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian
Lebih terperinciDiajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F
HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi perubahan kualitatif secara fisik dan psikis. Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini remaja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan. ada dalam diri individu yang bersangkutan ( Sunaryo, 2004 ).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal
BAB II LANDASAN TEORI A. KECANDUAN BLACKBERRY SERVICE 1. Definisi Kecanduan Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk suatu hal yang berkenaan dengan zat adiktif (misalnya alkohol,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Menurut jenisnya penelitian ini adalah deskriptif korelasional. Menurut Azwar (1997) penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Alasan merokok Pertama kali seorang remaja ingin mencoba untuk merokok dikarenakan di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu, ingin coba-coba, pengaruh dari teman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)
BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BELAJAR 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan merokok sudah di kenal sejak zaman dulu. Pada awalnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku Merokok Kegiatan merokok sudah di kenal sejak zaman dulu. Pada awalnya kebanyakan orang menghisap tembakau dengan menggunakan pipa. Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) (Amalia, 2000) 75%
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MEROKOK 1. Pengertian Merokok adalah suatu bahaya untuk jantung kita. Asap rokok mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam sel darah merah. Merokok dapat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Kata konsumtif
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
68 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Demografi responden penelitian dapat lihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Umur mahasiswi Universitas Kristen
Lebih terperinciPERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN
PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN Ade Heryana Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id PENDAHULUAN Perilaku seseorang memberi dampak yang penting terhadap
Lebih terperinciPERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN
PERILAKU SEHAT DAN PROMOSI KESEHATAN Ade Heryana Dosen Prodi Kesmas FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta Email: heryana@esaunggul.ac.id PENDAHULUAN Perilaku seseorang memberi dampak yang penting terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok. Bahaya penyakit akibat rokok juga sudah tercantum dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan merokok di Indonesia sangat memprihatinkan. Gencarnya promosi rokok banyak menarik perhatian masyarakat. Namun bahaya yang dapat ditimbulkan oleh rokok masih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok nampaknya telah menjadi pemandangan sehari-hari, hampir di setiap tempat dapat kita jumpai di berbagai aktivitas, kantor, pusat perbelanjaan, jalan-jalan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kebiasan merokok adalah pemandangan yang tidak. asing lagi untuk kita lihat. Menurut laporan WHO (2002),
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebiasan merokok adalah pemandangan yang tidak asing lagi untuk kita lihat. Menurut laporan WHO (2002), negara-negara industri menganggap merokok adalah hal umum,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Merokok Statsus adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan, dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kebiasaan buruk yang dilakukan manusia yang telah sejak dulu adalah merokok.merokok merupakan masalah yang utama bagi kesehatan masyarakat di dunia.karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang tinggi dari total jumlah perokok di dunia. Perokok di Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan satu dari 16 negara yang menyumbangkan angka yang tinggi dari total jumlah perokok di dunia. Perokok di Indonesia memperlihatkan peningkatan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya BNN (2006). Narkoba pada awalnya digunakan untuk keperluan medis, pemakaiannya akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Merokok. dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok 1. Pengertian Perilaku Merokok Perilaku merokok adalah suatu aktivitas menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela
BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif yang akan menyebabkan penurunan kesadaran bagi seseorang yang mengkonsumsinya
Lebih terperinci15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
- 11 - BAB 5 HASIL PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan satu-persatu hasil uji statistik seluruh variabel secara berurutan. Uraian dimulai dari analisis univariat, meliputi distribusi frekuensi seluruh variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran
Lebih terperinciSKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA MAHASISWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: WISNU TRI LAKSONO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan kenakalan remaja di negara kita beberapa tahun belakangan ini telah memasuki titik kritis. Selain frekuensi dan intensitasnya terus meningkat, kenakalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan
71 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rokok dan perokok bukan suatu hal yang baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Di Indonesia, rokok sudah menjadi barang yang tidak asing dan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres muncul sejalan dengan peristiwa dan perjalanan kehidupan yang dilalui oleh individu dan terjadinya tidak dapat dihindari sepenuhnya. Pada umumnya, individu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stres merupakan bagian yang tidak terhindar dari kehidupan. Stres mempengaruhi kehidupan setiap orang bahkan anak-anak. Kebanyakan stres diusia remaja berkaitan dengan
Lebih terperinciKONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013
KONTROL DIRI PADA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 KUTASARI, PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SELF-CONTROL IN STUDENTS IN SMP STATE 2 KUTASARI, PURBALINGGA LESSONS YEAR 2012/2013 Oleh : Destri Fajar
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. literatur untuk mendeskripsikan kepatuhan pasien diantaranya compliance,
BAB II KAJIAN TEORI A. Kepatuhan 1. Pengertian Ada beberapa macam terminologi yang biasa digunakan dalam literatur untuk mendeskripsikan kepatuhan pasien diantaranya compliance, adherence, dan persistence.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP SEHAT DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA KARYAWAN DI YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1 Oleh : MEICA AINUN CHASANAH F
Lebih terperinciLATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH ( )
LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN KESIMPULAN OLEH: NOVI SETIANINGSIH (10503124) KECADUAN MEROKOK MENUNJUKKAN BAHWA KEBANYAKAN PEROKOK MUDA YANG MULAI DIPENGARUHI OLEH KEBIASAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali. Mulai dari masalah-masalah yang sederhana
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal yang ditandai dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. World Health Organization
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK. Tyas Martika Anggriana*
HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN NEUROTISME DENGAN PERILAKU MEROKOK Abstrak Tyas Martika Anggriana* Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang, berupa membakar rokok dan menghisapnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Merokok 1. Definisi merokok Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu
Lebih terperinciPROFIL KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI KELAS XI SMA NEGERI 1 RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR. Oleh: Resci Nova Linda*)
PROFIL KONTROL DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI KELAS XI SMA NEGERI 1 RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR Oleh: Resci Nova Linda*) Fitria Kasih**) Rahma Wira Nita**) *Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi belum dapat disebut orang dewasa. Taraf perkembangan ini pada umumnya disebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah perokok terus bertambah, khususnya di negaranegara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif. Didalamnya mengandung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan.
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses untuk membuat suatu pilihan yang bersifat intensional dan reflektif dalam merespon kebutuhan. Proses ini dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini merokok menjadi gaya hidup seseorang tidak hanya di perkotaan tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB II LITERATURE REVIEW. rokok merupakan kondisi tubuh apabila mengonsusmsi zat-zat yang pada
BAB II LITERATURE REVIEW A. Literature Review 1. Ketergantungan Merokok Ketergantungan merokok dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu pengaruh zat yang terkandung didalam rokok, terutama nikotin, frekuensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan tuntutan kehidupan (Sunaryo, 2013). Menurut Nasir & Muhith (2011) stres
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Sunaryo, 2013). Menurut Nasir & Muhith (2011) stres merupakan
Lebih terperinciDAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA
DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA S K R I P S I Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : NUARI YAMANI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebiasaan merokok sudah meluas di semua kelompok masyarakat di Indonesia. Jumlah perokok cenderung meningkat terutama di kalangan anak dan remaja, yang mungkin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik Kata konsumtif mempunyai arti boros, makna kata konsumtif adalah sebuah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciSTUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi
STUDI FENOMENOLOGI: INTENSI MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat (S-1) Psikologi Diajukan Oleh: Rima Imanda Trisnaniar F 100 110 012 Kepada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA PENELITIAN. hubungan atau kaitan antara penggeneralisasian satu terhadap
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara penggeneralisasian satu terhadap penggeneralisasian yang lainnya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja Remaja menurut bahasa adalah mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin. Remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan di antara masa anakanak dan masa dewasa, di mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan, karena sudah menjadi masalah nasional dan bahkan internasional. Di Indonesia permasalahan rokok
Lebih terperinci