Pengaruh Pasar Terhadap Industri Kehutanan Nasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Pasar Terhadap Industri Kehutanan Nasional"

Transkripsi

1 Pengaruh Pasar Terhadap Industri Kehutanan Nasional Herry Suhermanto *) I Pendahuluan Hutan merupakan elemen alam yang dapat diperbaharui (renewable). Oleh karenanya, pemerintah memandang hutan sebagai modal bagi pertumbuhan ekonomi dan bagi penopang sistem kehidupan. Hal ini tegas dikemukakan didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Kebijakan sektor kehutanan dalam RPJM tersebut, pada prinsipnya, diarahkan pada bagaimana memperbaiki sistem pengelolaan hutan, agar pembangunan sektor kehutanan dapat berkelanjutan. Prospek industri kehutanan memang sedang dipertanyakan sehubungan dengan menurunnya pasokan produk hutan akibat deforestasi yang berkepanjangan. Pasokan produk hutan ini meliputi kayu, non-kayu dan jasa lingkungan. Meskipun telah diupayakan peningkatannya, pasokan produk hutan non kayu masih belum memperoleh permintaan pasar yang cukup menarik untuk dapat dikelola dalam skala ekonomis. Sementara itu, produk hutan jasa lingkungan hutan tampaknya lambat laun mulai memasyarakat terkait dengan produk jasa ekoturisme. Tantangan jangka menengah yang dihadapi revitalisasi hutan. Tujuannya adalah agar hutan dapat berfungsi optimal dan berkelanjutan; tanpa harus mengorbankan kepentingan pemenuhan kebutuhan produk hutan pada generasi yang akan datang. Persoalannya adalah: apakah masih ada peluang bagi kita untuk mengembangkan industri kehutanan yang memanfaatkan produk hutan kayu? Telaahan di bawah ini, barangkali dapat memberikan gambaran, setidaknya perihal bagaimana mengisi upaya revitalisasi kehutanan kita. Pemerintah sendiri telah memberlakukan berbagai peraturan dan perundangan mengenai pemanfaatan sumberdaya hutan, namun tetap dirasakan belum cukup efektif untuk menahan laju deforestasi yang mengancam kehidupan manusia. Meskipun demikian, peran pemerintah tetap diperlukan, terutama sebagai fasilitator dan pemberi insentif kepada dunia usaha. Yang dibutuhkan tampaknya adalah pelaksanaan good governance dari pemerintah, sehingga ada mutual trust dari seluruh parapihak kehutanan. Hal ini menuntut adanya pengelolaan sumberdaya hutan yang tepat, dalam arti perencanaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan hutan, serta penciptaan iklim usaha bidang kehutanan yang kondusif terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip sustainable forest management (SFM). II Sektor Kehutanan Dalam Perekonomian Nasional Luas kawasan hutan 1 yang dikuasai negara saat ini mencapai areal seluas 120,35 juta hektar. Di dalamnya terdapat hutan produksi seluas 43,95 juta hektar, yang terdiri dari 16,21 juta hektar hutan produksi terbatas dan 27,74 juta hektar hutan produksi. Adapun hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 13,67 juta hektar. Selain itu, masih ada bermacam *) Dr. Ir. Herry Suhermanto, MCP adalah Staf Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Kementerian Negara PPN/Bappenas-red. 1 Dirjen Bina Produksi Kehutanan 1

2 kawasan hutan, seperti hutan lindung (3,3 juta hektar), hutan konservasi (23,2 juta hektar), dan hutan suaka alam serta hutan wisata (keduanya seluas 1,5 juta hektar). Sumbangan kehutanan kepada pembentukan PDB nasional relatif kecil, rata-rata 1,61% per tahun dalam periode Sebagai bagian dari sektor pertanian, dalam periode tersebut, kehutanan menyumbang sekitar 10,01% per tahun kepada pembentukan PDB Pertanian. Sektor pertanian sendiri menyumbang rata-rata 16,15% pertahun kepada pembentukan PDB Nasional. Perkembangannya dapat dilihat pada kolom (5), (6) dan (7) dari tabel 1. Tabel 1 PDB Kehutanan PDB (miliar Rp.) Kontribusi (%) Kehutanan Pertanian Nasional (2)/(4) (2)/(3) (3)/(4) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) , , ,6 1,6 10,21 16, , , ,0 1,6 10,10 15, , , ,9 1,7 11,15 14, , , ,0 1,7 10,35 16, , , ,3 1,7 9,68 17, , , ,3 1,6 9,65 16, , , ,6 1,6 9,74 16, * 6682, , ,9 1,6 9,73 16, ** 6658, , ,8 1,5 9,46 15,83 Sumber: - Pendapatan Nasional Indonesia, , BPS - Statistik Indonesia, 1999, dan 2001, BPS dari sumber : Statistik Indonesia 2003, BPS Keterangan : 1) Atas dasar harga konstan 1983 *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Bila dibandingkan perkembangan kontribusi kehutanan relatif terhadap pertanian dan pertanian relatif terhadap PDB nasional, tampak ada kontraksi seperti terlihat pada diagram Kontribusi Relatif Kehutanan, Kontribusi kehutanan yang meningkat terhadap sektornya (pertanian) tidak cukup signifikan untuk meningkatkan konstribusi pertanian terhadap PDB nasional. Bahkan sebaliknya, peningkatan kontribusi pertanian terhadap PDB nasional justru terjadi pada saat kontribusi kehutanan yang relatif menurun. Namun demikian, belakangan tampak ada keselarasan perkembangan, dimana kontribusi relatif keduanya cenderung menurun, yakni kontribusi relatif kehutanan kepada pertanian dan pertanian kepada PDB nasional sama-sama menurun.

3 Gambar 1 Kontribusi Relatif Kehutanan, ,00 16,00 14,00 Persentase 12,00 10,00 8,00 6,00 Hutan- Pertanian Pertanian- Nasional Non Migas 4,00 2,00 0, * 2003** Akan halnya produk hasil hutan kayu, tampaknya pada periode , penebangan hutan resmi yang dilakukan tidak cukup untuk meningkatkan PDB sektor kehutanan. Tabel 2 kolom 5 menunjukkan adanya perkembangan kontribusi hasil penebangan resmi terhadap pembentukan PDB kehutanan yang relatif menurun. Perkembangan antara menunjukkan adanya peningkatan, dengan kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 1997 (10,24%). Perkembangannya kemudian cenderung menurun, dan pada tahun 2002 kontribusinya hanya mencapai 7,49%. Peningkatan pendapatan dari hasil tebangan resmi ini tampaknya tidak cukup berarti untuk meningkatkan PDB sektor kehutanan. Peningkatan PDB sektor kehutanan diperkirakan berasal dari pendapatan kegiatan usaha selain penebangan kayu. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga laju inflasi akibat depresiasi rupiah terhadap mata uang asing terutama pada waktu resesi yang puncaknya terjadi pada tahun , saat mana volume tebangan mengalami penurunan yang cukup berarti. Tabel 2 Penebangan, Nilai Tebangan, PDB, dan Perubahan Stok Hutan Indonesia, Penebangan PDB Hutan Berlaku D-Stok Share 000 m 3 Miliar Rp. Miliar Rp. Penebangan 000 m 3 (%) (1) (2) (3) (4) (5)=(3)/(4) (6) ,9 349,1-1446, ,7 369,1-2725, ,4 393, , ,8 522, , ,4 631,1 6897,4 9, , ,9 691,2 7390,4 9, , ,0 744,0 8170,5 9, , ,2 1004,1 9806,5 10, , ,7 945, ,5 8, , ,0 1204, ,8 8, , ,2 1229, ,8 8, , ,9 1243, ,4 7, , ,2 1270, ,9 7, ,6 Sumber: Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia, , BPS Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia, , BPS Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi

4 Indonesia, , BPS Stok fisik sumberdaya hutan antara tahun 1990 hingga 2002 mengalami perubahan dalam arti pengurangan. Berdasarkan data pada Tabel NH.01 dan Tabel NH.01a (terlampir), diperoleh gambaran mengenai pengurangan tersebut. Perubahan stok dihitung berdasarkan perbedaan antara Persediaan Akhir dan Persediaan Awal sumber daya hutan di Indonesia. Pada Tabel 2, perubahan tersebut tercermin pada kolom (6) dan disebut sebagai D-Stok. D- stok ini merupakan perubahan negatif relatif terhadap stok sumber daya hutan, dimana persediaan akhir cenderung menurun relatif terhadap persediaan awal. Bila D-stok (kolom 6) dibandingkan dengan volume tebangan seperti yang disajikan pada kolom (2), diperoleh gambaran gap antara stok dan tebangan sebagai berikut: Gambar 2 Penebangan dan Perubahan Stok Hutan, , , ,0 Penebangan Ribu meter kubik 80000, ,0 Perubahan Stok Hutan 40000, ,0 0, Hingga tahun 1996 penebangan kayu di hutan, baik resmi maupun tidak resmi, tidak mengakibatkan perubahan stok sumberdaya hutan secara berarti (significant). Setelah tahun 1996, justru pada saat hasil penebangan kayu resmi relatif menurun, malah terjadi perubahan stok sumberdaya hutan yang sangat besar. Gap antara penebangan dan perubahan stok sumber daya hutan cenderung semakin melebar dalam kurun waktu Melebarnya gap tersebut mengindikasikan adanya penurunan sumber daya hutan yang disebabkan oleh kegiatan penebangan tidak resmi. Dari sisi ketenagakerjaan, Soewarni (2005) 2 mencatat jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung di kehutanan adalah jiwa, dan tenaga kerja tidak langsungnya mencapai lebih kurang 1,5 juta jiwa. Dengan asumsi setiap tenaga kerja menanggung 2 anak dan 1 istri, diperkirakan sektor kehutanan menghidupi 15,4 juta jiwa. Bappenas 3 mencatat sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan pada tahun 2003 memberikan 2 Sumber data PDPI dan BRIK Berdasarkan Lampiran Memorandum Direktur Industri,Perdagangan dan Pariwisata No.89/ Dt.4.5/ 09/ 2004.

5 kesempatan kerja kepada 42,0 juta jiwa. Relatif terhadap data Bappenas, kehutanan menampung lebih dari sepertiga (36,7%) tenaga kerja di sektor pertanian dalam arti luas. Tenaga kerja di kehutanan ini umumnya ditampung pada unit-unit usaha seperti: HPH, HTI, Plymill, Sawmill-Woodworking, Pulp & Papper, Furniture, dan Pertukangan/ pengrajin. III Perkembangan Harga dan Ekspor Kayu Kayu merupakan penghasil devisa terbesar setelah minyak dan gas bumi. Perkembangan total perdagangan ekspor hasil industri kehutanan pada periode tahun , dapat dilihat pada tabel E.04a (terlampir). Di situ diperlihatkan total nilai ekspor produk industri hutan cenderung meningkat. Pada periode waktu tersebut, penerimaan dari ekspor industri kehutanan berkembang dengan pertumbuhan rata-rata 6,61% per tahun. Secara perlahan namun pasti kontribusi devisa yang cukup besar dari produk kayu lapis (wood panel) beralih ke produk pulp & paper. Namun demikian, pendapatan ekspor dari pulp & paper tidak banyak berubah pada tiga tahun terakhir. Diagram di bawah ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan kontribusi masing-masing komoditi ekspor produk industri kehutanan relatif terhadap nilai total ekspor produk tersebut. Gambar 3 Perkembangan Nilai Ekspor Produk Industri Kehutanan, 90, ,00 70,00 Kayu lapis 60,00 Persentase 50,00 40,00 30,00 Kayu Gergajian Wood Working Pulp & Paper 20,00 10,00 Wooden Furniture 0, ,00 Devisa yang diperoleh dari ekspor produk kayu lapis tampak mengalami penurunan sejak tahun Beberapa produk yang semula mengalami peningkatan nilai ekspornya, seperti produk wood working dan wooden furniture tampak mengalami penurunan pada kurun waktu yang berbeda. Pendapatan dari ekpor produk wood working mengalami penurunan setelah tahun 1994, sedangkan produk wooden furniture mengalami rebound pada tahun 1999, namun cenderung menurun pada 3 tahun terakhir. Dari data di atas, hanya produk pulp & paper dan kayu gergajian yang mengalami peningkatan.

6 Pada penelaahan mengapa pendapatan ekspor dari produk kayu lapis terus menurun, sementara pendapatan ekspor kayu gergajian cenderung meningkat, hal tersebut dicoba dijelaskan melalui diagram berikut: Gambar 4 Perkembangan Harga Produk Industri Kehutanan, , , ,00 Kayu Lapis/ Wood Panel US $/ ton 800,00 600,00 Kayu Gergajian/ Lumber 400,00 200,00 0, *) Diagram di atas memperlihatkan perkembangan harga/nilai ekspor per unit produksi (ton) untuk produk kayu lapis (wood panel) dan kayu gergajian (lumber). Di situ terlihat bahwa pada tahun 1980an, pasar tampaknya memberikan harga yang lebih baik kepada produk kayu lapis, namun sejak tahun 1990an hingga 2004 harga produk kayu gergajian tampaknya membaik bahkan melebihi harga produk kayu lapis per unit produknya. Harga kedua produk kayu tersebut cenderung meningkat hingga tahun 1995, yang kemudian diikuti oleh penurunan hingga tahun 2001 sebelum mengalami sedikit peningkatan pada dua tahun terakhir. Perbaikan harga produk kayu lapis pada dua tahun terakhir belum mampu memperbaiki posisi kontribusi produk ini terhadap nilai total ekspor produk industri kehutanan. Kecenderungannya tetap menurun. Peningkatan harga produk kayu lapis itu sendiri memberikan indikasi adanya peningkatan permintaan pasar terhadap produk tersebut. Barangkali menurunnya pasokan bahan baku ke industri kayu lapis telah menurunkan produk (output) kayu lapis di pasar. Pada penelaahan harga ekspor kayu lapis berdasarkan negara tujuan ekspor, tampak adanya perkembangan fluktuasi harga permintaan dunia.

7 Gambar 5 Perkembangan Harga Ekspor Kayu Lapis Menurut Negara Tujuan, , ,00 Jepang Hongkong Korea Selatan US $/ Ton 1000,00 800,00 600,00 400,00 200,00 0, Taiwan Singapura Malaysia Saudi Arabia Amerika Serikat Inggris Belanda Jerman Barat Belgia Italia -200,00 Lainnya Diagram di atas menunjukkan adanya suatu band (pita) harga yang cenderung menyeragam (converge) setelah resesi Sebelumnya terlihat adanya perbedaan harga yang lebar dengan beberapa outlier harga pasar seperti yang dimintakan oleh Malaysia (1983), Belgia (1996/97)), dan Taiwan (1983). Ketidakseragaman harga produk kayu lapis di era sebelum 1998 kiranya merupakan perwujudan dari adanya kompetisi pasar dari sisi permintaan. Hal ini diperkirakan mendorong peningkatan produk kayu lapis nasional, namun belum cukup optimal untuk meningkatkan posisi penerimaan devisa dari produk kayu lapis (yang cenderung menurun). Belakangan, tampak adanya suatu band harga yang lebih sempit pada kisaran US $ 400 hingga US $ 600 per ton produk kayu lapis. Yang perlu dipertanyakan dari perkembangan harga pasar ini adalah mengapa pada saat-saat tertentu kita menjual produk kayu lapis dengan harga yang rendah ke Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan pada kurun waktu Dugaan sementara, diperkirakan hal ini terkait dengan kualitas produk kayu lapis yang rendah atau karena adanya kelebihan penawaran (over supply) di pasaran dunia. Sebaliknya, produk kayu gergajian yang semula dianggap underdog tampaknya memberikan kontribusi yang menarik pada penerimaan devisa hasil ekspor. Harganya cenderung membaik. Meskipun volume produk tidak terlalu besar, namun penerimaan dari ekspor produk ini cenderung meningkat. Belakangan produk kayu gergajian merupakan komoditi ketiga terpenting dalam penerimaan devisa hasil ekspor dari lima komoditi utama ekspor produk industri kehutanan. Dari penjelasan di atas, secara umum tampak bahwa penerimaan ekspor hasil produk industri kehutanan yang berorientasi kayu cenderung mengalami penurunan, seiring dengan menurunnya volume pasokan baik ke industri maupun ke pasar. Upaya peningkatan daya saing nasional melalui sektor kehutanan tampaknya perlu dikaji ulang. V Kesimpulan dan Rekomendasi Peran pemerintah ke depan tampaknya harus semakin berhati-hati dalam pengelolaan hutan, karena kemampuan penyediaan pasokan yang semakin rendah. Kawasan hutan kita

8 yang luas, sudah terdegradasi dan kita harus dapat mengoptimalkan pemanfaatan hutan yang ada, baik itu hutan produksi maupun non-produksi. Pemerintah dapat terus mengupayakan pengembalian potensi hutan melalui program-program pembangunannya. Hal ini akan lebih cepat bila diimbangi oleh kemampuan para pengusaha hutan dalam mengelola kawasan hutan yang diberikan secara baik dan benar, tanpa harus merambah ke hutan-hutan lindung dan konservasi. Sementara itu, harga komoditi produk industri kehutanan tidak terlalu menjanjikan. Kayu gergajian yang harganya di pasar internasional cenderung membaik, tampaknya akan di larang untuk di ekspor. Alternatif dan terobosan pasar akan sangat diperlukan, khususnya dalam memasarkan produk-produk industri kehutanan seperti wood furniture. Untuk itu informasi pasar dan pengembangan teknologi di bidang furniture perlu mendapat perhatian pemerintah, setidaknya para perajin kita mendapatkan kemampuan untuk memenuhi permintaan pasar dan tetap memelihara peluang pasar yang ada. Semakin berkurangnya pasokan bahan baku tidak harus berarti mematikan usaha industri kehutanan, namun justru merupakan tantangan untuk dapat memasarkan produkproduk industri kehutanan yang inkonvensional. Yang diperlukan, barangkali menemukan jenis-jenis komoditi yang sarat inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi. Pemerintah dapat membantu melalui pelaksanaan program Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Sayangnya badan-badan riset di sektor kehutanan belum sepenuhnya berorientasi pasar, ataupun sepenuhnya dikelola oleh lembagalembaga swasta, baik lokal maupun internasional yang berkiprah di negara ini. Desentralisasi di sektor kehutanan tampaknya juga harus digarap, karena kemampuan pengawasan dan penegakan hukum nasional pada akhirnya akan bertumpu kepada aparatur di daerah. Tidak bisa dipungkiri bahwa meskipun lokasi industri kehutanan berada di daerah, namun proses perijinan usaha pada skala tertentu tetap harus diproses melalui Pusat. Ke depan barangkali pemerintah dapat lebih menyederhanakan proses ini melalui deregulasi, yang sekaligus dapat memperkuat otonomi daerah. Pengelolaan secara bertanggungjawab jelas merupakan tugas seluruh parapihak kehutanan. Untuk itu, diperlukan kesepakatan-kesepakatan dan komitmen antar parapihak kehutanan, sejak dari tingkat daerah (lokal) hingga pusat. Peningkatan upaya melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan ini akan memerlukan koordinasi dan peningkatan pengawasan serta penegakan hukum. Pemerintah akan membangun kesadaran masyarakat agar peduli lingkungan hidup (termasuk hutan tentunya), agar mereka dapat berperan sebagai pengawas terhadap perusakan lingkungan di sekitar tempat kehidupan mereka. Industri kehutanan sendiri perlu dikembangkan dengan menjadikan hutan tanaman sebagai tulang punggung industri, dan menyediakan pasokan industri melalui pengembangan hutan tanaman berdaur pendek. Selain itu, perlu terus diupayakan pendekatan pasar melalui cara kemitraan dengan masyarakat. Penyempurnaan peraturan serta perundangan dilakukan terutama untuk melarang ekspor kayu bulat dan kayu gergajian. Deregulasi perijinan diharapkan akan dapat mengundang investor di sektor kehutanan. Berikut dikemukakan beberapa data yang menyangkut kehutanan yang dikutip dari beberapa sumber.

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan dalam pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan ketiga wilayah hutan

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir

BABI PENDAHULUAN merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu lapis merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir yang menggunakan bahan baku kayu log. Produk ini merupakan komoditi hasil pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rotan merupakan sumber devisa yang sangat besar bagi negara karena Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu rotan dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1998 rasio ekspor terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan

Lebih terperinci

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA I. PENDAHULUAN Sumberdaya yang potensinya tinggi dan sudah diakui keberadaannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Minyak dan gas bumi, batubara, emas dan tembaga serta barang tambang lainnyayang banyak ditemukan

Lebih terperinci

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI Pengembangan ekspor tidak hanya dilihat sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga untuk mengembangkan ekonomi nasional. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tiga dasawarsa terakhir sektor kehutanan memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Selama periode tahun 1980-2005 penerimaan dari sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran *Contoh Kasus RAPP dan IKPP Ringkasan Sampai akhir Desember 27 realisasi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya 33,34 persen dari total 1.37 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI FEBRUARI 2015 No. 20/03/15/Th.IX, 16 Maret 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI FEBRUARI 2015 Nilai Ekspor Melalui Pelabuhan di Provinsi Jambi sebesar US$ 95,49 Juta, dan Nilai Impor sebesar US$ 9,88 Juta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI DESEMBER 2014 No. 07/02/15/Th.IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI DESEMBER 2014 Nilai Ekspor Melalui Pelabuhan di Provinsi Jambi sebesar US$ 103,29 Juta, dan Nilai Impor sebesar US$ 6,69 Juta.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI APRIL 2015 No. 32/05/15/Th.IX, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI APRIL Nilai Ekspor Melalui Pelabuhan di Provinsi Jambi sebesar US$ 101,85 Juta, dan Nilai Impor sebesar US$ 7,81 Juta. Nilai ekspor Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI MARET 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI MARET 2015 No. 24/04/15/Th.IX, 15 April 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI MARET 2015 Nilai Ekspor Melalui Pelabuhan di Provinsi Jambi sebesar US$ 103,12 Juta, dan Nilai Impor sebesar US$ 10,95 Juta. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

POSTUR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN PRODUK KEHUTANAN

POSTUR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN PRODUK KEHUTANAN POSTUR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN PRODUK KEHUTANAN (ARAH PENGEMBANGAN SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA DI MASA MENDATANG) Dr. DAVID Dewan Pengurus APHI Disampaikan pada Seminar Kehutanan Indonesia dalam kancah

Lebih terperinci

Pengelolaan Dana Reboisasi: Analisis Kebijakan Sistem dan Prosedur

Pengelolaan Dana Reboisasi: Analisis Kebijakan Sistem dan Prosedur Pengelolaan Dana Reboisasi: Analisis Kebijakan Sistem dan Prosedur Disusun oleh Herry Suhermanto BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Nopember 2004 I. Latar Belakang Kehutanan merupakan penyumbang terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 02 I 27 Mei 2016 USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI Penulis: Suhardi Suryadi Editor:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR, IMPOR, DAN NERACA PERDAGANGAN

PERKEMBANGAN EKSPOR, IMPOR, DAN NERACA PERDAGANGAN No. 06/02/15/Th. IV, 1 Februari 2010 PERKEMBANGAN EKSPOR, IMPOR, DAN NERACA PERDAGANGAN NILAI EKSPOR PROVINSI JAMBI BULAN DESEMBER 2009 TURUN 6,39 PERSEN, SEDANGKAN IMPOR NAIK 26,9 PERSEN Nilai ekspor

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang di dapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Salah satunya sebagai sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

Sektor kehutanan merupakan sektor yang memberikan kontribusi pang

Sektor kehutanan merupakan sektor yang memberikan kontribusi pang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kehutanan merupakan sektor yang memberikan kontribusi pang cukup besar terhadap penerimaan devisa dari sektor non migas. Selama tahun 1998-1999 kontribusi rata-rata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki prospek yang cerah di masa mendatang yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016 No. 23/05/16/Th.X, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016 MARET Nilai Ekspor Asal Provinsi Jambi sebesar US$ 155,15 Juta, dan Nilai Impor sebesar US$ 3,29 Juta. Nilai ekspor asal Provinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional Indonesia salah satunya ditopang oleh sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian penduduk Indonesia. Sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH NOPEMBER 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH NOPEMBER 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.02/03/33/Th.III, 02 Maret 2009 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH NOPEMBER 2008 Nilai ekspor Jawa Tengah bulan Nopember 2008 mencapai 231,78 juta USD, naik sebesar 8,88 persen

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perkayuan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perolehan devisa dan pembangunan ekonomi negara. Perkembangan industri kayu di Indonesia dimulai pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 No.37/07/32/Th.XVIII, 01 Juli 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 MENCAPAI US$ 2,08 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat penting dan merupakan suatu indikator penentu kemajuan suatu Negara. Peningkatan pembangunan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016 No. 054/10/15/Th.X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016 AGUSTUS Nilai Ekspor Asal Provinsi Jambi sebesar US$ 160,46 Juta, dan Nilai Impor sebesar US$ 4,57 Juta. Nilai ekspor asal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja. 43 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Produksi Kayu Bulat Produksi kayu bulat Indonesia saat ini jumlahnya terus menurun. Pada tahun 2009 produksi kayu bulat dari hutan alam hanya mencapai rata-rata sekitar 5 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di Indonesia, meskipun telah terjadi transformasi struktur ekonomi, dimana perekonomian negara lebih ditopang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.02/01/33/Th.III, 05 Januari 2009 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008 Nilai ekspor Jawa Tengah bulan September 2008 mencapai 286,02 juta USD, meningkat sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP. PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011 1 A. Dasar Kebijakan

Lebih terperinci