3. PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA. Ramlan Surbakti
|
|
- Suparman Sudjarwadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 3. PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA Ramlan Surbakti Pada tulisan berikut ini akan diketengahkan jawaban atas empat pertanyaan berikut. Pertama, apakah partai politik sudah ada di Indonesia? Kedua, apa kelemahan mendasar partai politik di Indonesia? Ketiga, bagaimana tingkat pelembagaan partai politik di Indonesia? Dan keempat, bagaimana mengembangkan partai politik di Indonesia? Partai politik belum ada? Untuk menjawab pertanyaan pertama diperlukan parameter tentang apa itu partai politik. Parlai politik dapat dikatakan merupakan representation of ideas atau mencerminkan suatu preskripsi tentang negara dan masyarakat yang dicita-citakan dan karena itu hendak diperjuangkan. Ideologi, platform partai atau visi dan misi seperti inilah yang menjadi motivasi dan penggerak utama kegiatan partai politik. Partai politik juga merupakan pengorganisasian warga negara yang menjadi anggotanya untuk bersamasama memperjuangkan clan mewujudkan negara dan masyarakat yang dicita-citakan tersebut. Karena itu partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga negara dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan dalam penentuan siapa yang menjadi penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara di pusat dan daerah. Berdasarkan prinsip bahwa keanggotaan partai politik terbuka bagi sernua warga negara, sehingga para anggotanya berasal dari berbagai unsur bangsa, maka partai politik dapat pula menjadi sarana integrasi nasional. Dengan menggunakan ideologi partai sebagai pelita penunjuk arah, para pengurus dan aktivis partai berupaya menampung dan mengagregasikan aspirasi anggota, simpatisan, dan rakyat pada umumnya menjadi alternatif kebijakan publik untuk diperjuangkan kedalam lembaga legislatif dan eksekutif. Karena itu ideologi suatu partai ataupun ideologi yang dianut politisi dapat dikhat pada pola dan arah kebijakan yang diperjuangkannya dalam pembuatan APBN/APBD, pada pernyataan politik yang dikemukakan untuk menanggapi persoalan yang dihadapi negara-bangsa, pada respon yang diberikan terhadap aspirasi yang diajukan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat, pada pola dan arah peraturan perundang-undangan yang diperjuangkannya, dan pada sosok dan profile orang-orang yang diusulkan atau dipilihnya untuk menduduki berbagai jabatan kenegaraan di pusat dan daerah. Untuk memperjuangkan cita-cita partai dan aspirasi rakyat yang diagregasikan berdasarkan cita-cita partai itu, partai politik mencari dan mempertahankan kekuasaan di lembaga legislatif dan eksekutif melalui
2 pemilihan umum dan cara lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk mendukung hal ini, partai politlik melakukan kaderisasi dan rekrutmen politik pada satu pihak dan menggalang dukungan politik (suara) dan materil (dana dan sarana) dari anggota clan simpatisan. Apapun sistem pemilihan umum yang dianut, partai politik peserta pemilu berperan dalam proses pencalonan anggota yang akan mengisi jabatan legislatif, eksekutif, bahkan judikatif. Fungsi rekrutmen politik ini begitu penting tidak saja dari segi legitimasi kewenangan tetapi juga untuk menjamin kualitas kepeminpinan bangsa pada berbagai lembaga kenegaraan di pusat dan daerah. Agar orang-orang yang direkrut kedalam berbagai posisi kenegaraan itu memiliki kualitas kepeminpinan yang diperlukan untuk melaksanakan jabatan itu, partai politik melakukan kaderisasi kepeminpinan baik dalam visi dan misi (ideologi) perjuangan partai maupun dalam bidang substansi yang sesuai dengan tugas kenegaraan. Untuk mendapatkan dukungan dari rakyat pada pemilihan umum, partai politik menawarkan tidak saja calon-calon yang dinilai ahli untuk jabatan publik di legislatif dan eksekutif tetapi juga alternatif kebijakan (program) untuk merespon aspirasi dan tuntutan berbagai kelompok masyarakat. Karena itu walaupun partai politik bukan satu~satunya yang dapat mengagregasikan kepentingan dari berbagai kalangan dalam masyarakat tetapi partai politikiah yang melakukan rekrutmen para peminpin kenegaraan di pusat dan daerah, partai politiklah yang menyeleksi dan menata pilihan-pilihan pada pemilihan umum (structuring electoral choices), partai politiklah yang mengorganisasi pemerintahan (walaupun kadarnya tergantung pada apakah menggunakan pemerintahan parlementer ataukah presidensial). Untuk mengorganisasi para warga negara yang menjadi anggotanya untuk mencapai citacita perjuangan partai, diperlukan sejumlah pengurus di berbagai tingkatan pemerintahan mulai dari ranting (desa/kelurahan), anak cabang (kecamatan), dan cabang sampai pada tingkat pusat. Karena posisi/jabatan pengurus yang tersedia terbatas sedangkan para anggota yang ingin menduduki jabatan itu sangat banyak, maka terjadilah persaingan dalam arena itu. Untuk mengisi jabatan daiam lembaga legislatif dan eksekutif, partai politik mempersiapkan para calon untuk ikut bersaing dalam pemilihan umum. Karena junilah posisi yang diperebutkan sedikit, sedangkan kader partai yang ingin menjadi calon sangat banyak, maka terjadi pula konflik dalam partai. Kedua hal ini dan berbagai isu yang harus diputuskan oleh suatu partai menyebabkan konflik tidak dapat dihindarkan. Sudah barang tentu yang dimaksudkan dengan konflik di sini dalam arti luas mulai dari perbedaan pendapat, perdebalan, dan persaingan sampai pada pertentangan kepentingan yang tidak berupa bentrokan pisik ataupun hujat-menghujat. Kesadaran bahwa partai politik merupakan lembaga konflik inilah yang tampaknya belum muncui sehingga pengurus partai politik tidak mengantisipasi hal itu dengan mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik. Karena masyarakat Indonesia pada umumnya dan pendukung suatu partai juga majemuk, maka aspirasi yang disampaikan kepada partai juga beragam, bahkan bertentangan satu sama lain. Petani menghendaki harga beras tinggi sedangkan orang kota menghendaki harga rendah, buruh menghendaki upah yang tinggi dan jaminan sosial yang memadai
3 sedangkan pengusaha menghendaki sebaliknya, dan sederetan contoh lain. Memadukan berbagai kepentingan yang beragam dan bertentangan tersebut menjadi alternatif kebijakan untuk diperjuangkan kedalam lembaga legislatif dan eksekutif itulah yang disebut fungsi agregasi kepentingan. Fungsi agregasi kepentingan seperti inilah yang menempatkan partai politik untuk berperan menyelesaikan konflik. Selain sebagai lembaga konflik clan yang menyelesaikan konflik, partai politik juga bertindak sebagai peserta konflik, yaitu ketika bersaing dengan partai politik lain dalam pemilihan umum ataupun ketika masing-masing fraksi sebagai alat partai melalui anggotanya di lembaga legislatif melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan memilih atau mengajukan persetujuan terhadap satu atau lebih orang untuk menduduki jabatan publik. Apabila partai politik ingin berperan sebagai pihak yang dapat menyelesaikan konflik dalam masyarakat ataupun peserta konflik yang fair dalam pemilihan umum dan di dalam lembaga legislatif, maka partai politik seyogyanya juga mampu berperan sebagai lembaga konflik, yaitu mengatur dan menyelesaikan konflik secara internal melalui aturan main yang disepakati bersama dalam AD/ART. Aturan main seperti inilah yang nanti saya sebut sebagai demokrasi prosedural. Konflik internal yang begitu banyak dialami partai politik antara lain juga disebabkan oleh demokrasi prosedural yang belum dilembagakan. Begitu banyak konflik horizontal dan vertikal dalam masyarakat, termasuk yang berupa kekerasan, merupakan indikator ketidakberhasilan partai politik melaksanakan fungsi agregasi kepentingan alias menyelesaikan konflik dalam masyarakat. Dengan konseptualisasi partai politik seperti ini, apakah di Indonesia sudah ada partai politik yang memenuhi definisi dan ciri-ciri tersebut? Barangkali akan disebut sebagai penilaian ekstrim bila dikatakan belum ada partai politik yang hampir memenuhi rumusan tersebut tetapi juga akan terlalu jauh dari kenyataan bila dikatakan semua partai politik peserta pemilihan umum 1999 sudah memenuhi rumusan tersebut. Kelemahan internal dan eksternal Partai politik di Indonesia setidak-tidaknya mengandung tiga kelemahan utama, yaitu (1) ideologi partai yang tidak operasional sehingga tidak saja sukar mengidentifikasi pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkannya tetapi juga sukar membedakan partai yang satu dengan partai lain; (2) secara internal organisasi partai kurang dikelola secara demokratis sehingga partai politik lebih sebagai organisasi pengurus yang bertikai daripada suatu organisme yang hidup sebagai gerakan anggota; (3) secara eksternal kurang memiliki pola pertanggungjawaban yang jelas kepada publik. Uraian berikut ini merupakan penjabaran lebih lanjut ketiga kategori kelemahan partai politik tersebut. Menurut catatan terakhir [pada bulan Agustus 2002] terdapat 204 partai politik yang telah terdaftar sebagai badan publik di Departemen Kehakiman dan HAM. Sebagian dari partai ini mungkin hanya tinggal nama saja sedangkan pengurus dan anggotanya pindah ke partai lain. Bila ditinjau dari sejarah ideologi kepartaian di Indonesia sesungguhnya jumlah partai politik yang memiliki basis pendukung paling banyak antara 5 sampai 10 partai politik, yaitu partai-partai politik yang mempunyai basis ideologi keislaman dari
4 berbagai spektrum, ideologi nasionalisme dari berbagai spektrum, ideologi sosialisme dari berbagai spektrum, ideologi kekristenan dari berbagai spectrum, dan ideologi kedaerahan. Dari pengalaman Pemilu 1955 dan Pemilu 1999 juga dapat disimpulkan bahwa partai politik yang memiliki basis sosial yang kuat hanyalah lima partai politik. Bila demikian, mengapa jumlah partai politik begitu banyak dewasa ini? Salah satu faktor yang menjadi penyebab mengapa begitu banyak partai politik didirikan ialah kemunculan persepsi dan penilaian dari sebagian politisi bahwa partai politik yang sudah ada, khususnya yang telah memiliki kursi dalam jumlah memadai di DPR, tidak memiliki ideologi (platform partai) yang jelas. PDIP misalnya dianggap tidak mewakili ideologi nasionalisme-marhaen karena itu dibentuklah partai politik lain (lebih dari enam partai) yang diklaim lebih mencerminkan ideologi nasionalisme-marhaen. PBB dianggap tidak terlalu mencerminkan Masyumi sehingga dibentuklah sejumlah partai lain yang mengklaim diri penerus ideologi Masyumi. PKB dipersepsi tidak mewakili ideologi Islam tradisional NU, karena itu didirikanlah sejumlah partai lain yang diklaim lebih mewakili ideologi NU. Partai Golkar dipandang tidak lagi mengedepankan wawasan kebangsaan sehingga dibentuklah sejumlah partai lain yang berwawasan kebangsaan, dan lain sebagainya. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah penilaian tentang ketidakjelasan ideologi partai politik ini benar? Karena ideologi partai (platform partai, visi dan misi partai) merupakan preskripsi suatu partai tentang negara dan masyarakat yang dianggap baik dan karena itu hendak diperjuangkan perwujudannya, maka apakah suatu partai politik, bahkan politisi, memiliki ideologi yang jelas atau tidak dapatlah dilihat bukan pada AD/ART dan pidato yang penuh retorika melainkan pada pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkannya, pada pernyataan politik yang dikeluarkan untuk merespon aspirasi berbagai kalangan masyarakat ataupun merespon permasalahan yang dihadapi bangsa, dan pada sikap dan posisi yang diambilnya dalam pembahasan peraturan perundangundangan di lembaga legislatif. Partai politik di Indonesia tampaknya belum dapat dibedakan secara jelas dari sejumlah indikator tersebut melainkan lebih dapat dibedakan dari sentiment kelompok saja. Partai politik di Indonesia lebih terkesan sebagai organisasi pengurus yang sering bertikai daripada organismne yang hidup karena dinamika partai sebagai gerakan anggota. Walaupun Pasal UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik mewajibkan setiap partai politik untuk "mendaftar dan memelihara daftar anggotanya", tidak banyak partai politik yang melaksanakan amanat UU tersebut. Hal ini terjadi tidak saja karena banyak anggota rnasyarakat yang enggan mendaftarkan diri sebagai anggota partai tetapi juga karena partai politik sendiri tidak melakukan berbagai upaya yang membangkitkan minat menjadi anggota partai politik. Insentif menjadi anggota partai polilik, seperti ikut menentukan siapa yang menjadi pengurus partai, ikut menentukan siapa yang menjadi calon partai untuk pemilihan anggota dewan ataupun kepala pemerintahan pada tingkat nasional dan daerah, ikut menentukan kebijakan partai dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan dapat menyalurkan aspirasi melalui partai politik, kurang dijamin secara memadai. Karena partai politik tidak memiliki jumlah anggota yang jelas, maka yang terjadi kebanyakan berupa klaim jumlah anggota atau jumlah pendukung.
5 Tidaklah mengherankan apabila banyak pihak mendirikan partai politik karena yang diperlukan hanyalah klaim jumlah saja. Karena itu dalam UU Partai Politik yang akan datang perlu ditetapkan persyaratan jumlah anggota baik sebagai persyaratan mendirikan partai politik maupun unluk ikut serta dalam pemilihan umum. Bagaimana mungkin dapat disebut sebagai partai politik sebagai kekuatan rakyat bila tidak memiliki anggota dalam jumlah yang memadai? Fenomena peningkatan jumlah partai politik juga terjadi karena perpecahan atau sempalan dari partai politik yang sudah ada. Perpecahan yang terjadi dalam partai politik belakangan ini, dapat dikatakan tidak ada yang menyangkut perbedaan ideologi ataupun karena perbedaan pola dan arah kebijakan yang hendak ditempuh. Perpecahan yang berakhir dengan pembentukan partai baru ini terutama disebabkan oleh persaingan mendapatkan kedudukan -- di dalam partai ataupun kedudukan di lembaga legislatif dan eksekutif yang mewakili partai politik -- yang tidak diatur melalui mekanisme yang terbuka, kompetitif dan fair. Demokrasi prosedural dalam tubuh partai politik tidak hanya belum melembaga/mempola tetapi juga belum dirumuskan secara rinci. Demokrasi prosedural yang saya maksudkan ialah semacam peraturan tata tertib di DPR/D ataupun AD/ART pada setiap organisasi politik. Setiap partai politik memang sudah memiliki AD/ART tetapi dirumuskan begitu umum sehingga tidak mampu menjadi aturan main untuk menyelesaikan konflik yang muncul dalam suatu partai. Manakala terjadi konflik dan AD/ART tidak mampu menjadi aturan main menyelesaikan konflik tersebut, maka kasusnya dibawa kepada massa pendukung masing-masing dan kepada ketua umum partai. Karena AD/ART tidak mampu menjadi aturan main, maka ketua umum partai harus membuat penafsiran dan kebijaksanaan. Salah satu factor yang mempengaruhi Ketua umum membuat penafsiran dan kebijaksanaan itu ialah dukungan massa. Pengambilan keputusan oleh kepeminpinan dominan ini selalu berakhir dengan politik membelah bambu, yaitu yang satu diangkat (dimenangkan) yang lain dipijak (dikalahkan). Pihak yang dikalahkan jelas tidak dapat menerima keputusan tersebut, dan karena tidak ada alternatif lain, mereka membentuk partai politik baru untuk memperjuangkan suatu visi yang diyakini. Hal lain yang masih berkaitan dengan demokrasi prosedural ialah mekanisme pemilihan pengurus, hubungan pengurus pusat dengan pengurus cabang, dan mekanisme penentuan calon partai untuk pemilihan anggota lembaga legislatif dan pemilihan kepala daerah. Ketiga hal ini selalu menjadi isu hangat dalam setiap partai, dan selalu menjadi sumber konflik internal dalam suatu partai. Dalam UU tentang Partai Politik dikemukakan bahwa kedaulatan partai terletak pada tangan anggota. Karena anggota partai hanyalah para pengurus dan aktivis partai saja, sedangkan anggota pada tingkat akar rumput, cenderung dilibatkan hanya sebagai massa penggembira dan pendukung fanatik, maka pengambilan keputusan cenderung dibuat oleh para pengurus. Penentuan calon partai untuk ikut pemilihan anggota DPR/D ataupun pemilihan kepala daerah misalnya masih didominasi oleh sekelompok kecil pengurus. Tidaklah mengherankan bila lebih dari 50% anggota DPR sekarang berasal dari wilayah JABOTABEK, dan sebagian besar anggota DPRD provinsi juga berasal dari ibukota provinsi tersebut. Dewasa ini telah muncul tuntutan di berbagai daerah agar dalam UU Pemilu dibuat ketentuan yang tidak hanya
6 membuat persyaratan domisili bagi calon yang mewakili suatu daerah tetapi juga calon setiap partai harus dipilih oleh anggota partai di daerah yang bersangkutan. UU tentang pemerintahan daerah telah memberikan kewenangan yang sangat luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerah sendiri dalam bidang dan jenis kewenangan yang diberikan kepada daerah ybs. Akan tetapi hubungan pengurus pusat dan pengurus cabang justeru masih sangat sentralistik, bahkan bagi banyak partai yang dimaksud dengan pengurus pusat hanyalah ketua umum, sehingga tidaklah mengherankan bila cabang-cabang partai politik di daerah tidak saja kurang memiliki basis lokal tetapi juga mengalami kebingungan harus mengikuti suara partai ataukah suara pengurus. Kalau UU Parpol membuka kemungkinan mendirikan partai lokal, bukan tidak mungkin jumlah partai lokal juga akan sangat banyak sekali karena pengurus pusat partai dinilai lebih mengutamakan kepentingan orang-orang pusat daripada orang-orang daerah. Karena itu dalam partai politik juga harus dilakukan desentralisasi dalam sejumlah bidang kegiatan partai. Mengelola partai politik jelas memerlukan dana yang besar baik untuk membiayai kegiatan partai sehari-hari maupun terutama untuk keperluan kampanye pemilihan umum. Karena itu partai politik niscaya harus mencari dana baik dari iuran anggota maupun kontribusi para simpatisan. Tidaklah mengeherankan bila partai politik acapkah juga disebut sebagai sarana mencari dana. Akan tetapi partai politik dinilai tidak memiliki akuntabilitas publik yang jelas. Partai politik sebagai sarana mencari dana sudah barang tentu tidak berlaku bagi semua partai politik karena bila tidak memiliki kursi dalam jumlah yang memadai dalam DPR/D tentu tidak memiliki sarana untuk mempengaruhi pihak lain. Baik UU tentang Parpol maupun UU Pemilu sudah mengatur jenis, asal/sumber, dan jumlah penerimaan dana. Sebagai badan publik partai politik diwajibkan oleh UU Parpol untuk melaporkan penerimaan dan penggunaan dana setiap akhir tahun kepada Mahkamah Agung. Kita perlu menanyakan kepada Mahkamah Agung partai politik apa sajakah yang sudah melaporkan daftar penerimaan dan laporan keuangannya kepada Mahkamah Agung, dan kalau sudah ada, apakah MA sudah menunjuk akuntan publik untuk mengaudit daftar penerimaan dan laporan partai torsebut. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh sejumlah media ternyata hanya dua partai politik yang sudah menyampaikan laporan keuangannya kepada Mahkamah Agung tetapi itupun untuk tahun anggaran Dengan kasatmata masyarakat mengetahui pelaksanaan sejumlah kegiatan partai yang jelas menghabiskan anggaran yang besar tetapi sumber dana partai politik peserta pemilu tidak transparan. Akibatnya publik tidak dapat mengetahui apakah yang dilakukan oleh suatu partai politik di lembaga legislatif dan eksekutif berhubungan langsung ataukah tidak dengan kepentingan penyumbang dana terbesar bagi partai tersebut. Konsekuensinya, juga tidak akan diketahui apakah yang rnemegang kedaulatan partai itu para pengurus ataukah penyandang dana?
7 Tingkat pelembagaan Cara lain untuk mengidentifikasi kelemahan partai politik di Indonesia adalah melakukan asesmen terhadap tingkat pelembagaan yang telah berlangsung dalam suatu partai politik. Yang dimaksud dengan pelembagaan partai pofitik ialah proses pemantapan partai politik baik secara struktural dalam rangka mempolakan perilaku maupun secara kultural dalam mempolakan sikap atau budaya (the process by wich the pary becomes established in terms of both integrated patters on behavior and of attitudes and culture). Proses pelembagaan ini mengandung dua aspek, yaitu aspek internal-eksternal, dan aspek struktural-kultural. Bila kedua dimensi ini dipersilangkan, maka akan tampak sebuah tabel empat sel, yaitu (1) derajad kesisteman (systemness) suatu partai sebagai hasil persilangan aspek internal dengan struktural, (2) derajad identitas nilai (value infusion) suatu partai sebagai hasil persilangan aspek internal dengan kultural, (3) derajad otonomi suatu partai dalam pembuatan keputusan (decisional autonomy) sebagai hasil persilangan aspek eksternal dengan struktural, dan (4) derajad pengetahuan atau citra publik (reification) terhadap suatu partai politik sebagai persilangan aspek eksternal dengan kultural. 1 Dimensi Kepartaian Internal Eksternal Struktural Kesisteman Otonomi Keputusan Kultural Identitas Nilai Citra pada Publik Kesisteman dalam partai politik Yang dimaksudkan dengan kesisteman adalah proses pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik, termasuk penyelesaian konflik, dilakukan menurut aturan, persyaratan, prosedur, dan mekanisrne yang disepakati dan ditetapkan dalam AD/ART partai politik. Derajad kesisteman suatu partai bervariasi menurut: (a) asal-usul partai politik, yaitu apakah dibentuk dari atas, dari bawah, atau dari atas yang disambut dari bawah; (b) siapakah yang lebih menentukan dalam partai: seorang peminpin partai yang disegani ataukah pelaksanaan kedaulatan anggota menurut prosedur dan mekanisme yang ditetapkan oleh organisasi sebagai suatu kesatuan; (c) siapakah yang menentukan dalam pembuatan keputusan: faksi-faksi dalam partai ataukah partai secara keseluruhan; dan (d) bagaimana partai memelihara hubungan dengan anggota dan simpatisan, yaitu apakah dengan klientelisme (pertukaran dukungan dengan pemberian materi) ataukah menurut konstitusi partai (AD/ART). Titik terlemah partai politik di Indonesia adalah belum ada kesisteman dalarn suatu partai. Kebanyakan partai politik, termasuk partai politik yang telah memenuhi ketentuan electoral threshold, memiliki derajad kesisteman yang rendah karena keempat indikator tersebut, tetapi terutama karena peran peminpin partai lebih dominan daripada kedaulatan anggota (b) dan kepentingan faksi, kelompok dan golongan lebih dominan daripada kepentingan partai sebagai organisasi. Peminpin yang dominan dalam suatu partai politik tidaklah dengan sendirinya buruk. Peran peminpin dominan akan menimbulkan akibat 1 Sumber: Vicky Randall dan Lars Svasand, dalam jurnal Party Politics, Vol. 8, no 1. Januari 2002.
8 buruk apabila sang peminpin menggunakan kharismanya untuk melanggengkan dominasinya, sedangkan peran dominan peminpin akan menimbulkan akibat yang positif bila sang peminpin menggunakan kharismanya membangun kesisteman dalam partai. Faksi, dan pengelompokan di dalam partai juga tidak dengan sendirinya buruk. Bila pengelompokan di dalam partai terbentuk atas dasar primordial, maka pengelompokan akan merusak solidaritas partai karena akan menimbulkan konflik zero-sum (yang menang mendapatkan semuanya, yang kalah tidak mendapatkan apa-apa). Akan tetapi bila pengelompokan berdasarkan perbedaan orientasi (pola dan arah) kebijakan, maka pengelompokan itu justeru akan mendinamiskan partai karena konflik yang timbul justeru non zero sum (menang-menang alias semua kelompok menang). Untuk membangun kesisteman dalam setiap partai politik dapat ditempuh dengan pasal (undang-undang) tetapi dapat pula ditempuh dengan pasar (diserahkan pada penilaian warga masyarakat). Dalam rangka membangun kesisteman ini, pada UU Partai Politik perlu dimuat ketentuan yang mengharuskan setiap partai politik merumuskan AD/ART secara mendetail, dan ketentuan yang memuat jenis keputusan perihal apa saja yang harus diputuskan melalui rapat anggota. Setidak-tidaknya tiga isu harus diputuskan melalui mekanisme rapat anggota sesuai dengan tingkatannya, yaitu (a) penentuan pengurus partai politik pada semua tingkatan, (b) penentuan calon partai politik untuk jabatan legislatif (DPR dan DPRD), eksekutif (Presiden/Wakil Presiden, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan jabatan publik lainnya, dan (c) penentuan kebijakan partai politik mengenai peraturan perundang-undangan, dan kebijakan publik pada umumnya. Setiap partai politik harus berangkat dari kerangka berpikir bahwa konflik niscaya akan terjadi dalam partai politik, setidak-tidaknya dalam ketiga isu yang disebutkan di atas. Karena itu partai politik dari sononya memang merupakan wadah konflik atau wadah mengatur dan menyelesaikan konflik setidak-tidaknya dalam ketiga isu tersebut. Bila mencermati peran eksternal partai politik, maka dapat disimpulkan bahwa partai politik juga merupakan peserta konflik dalam pemilihan umum dan dalam pembuatan keputusan di lembaga legislatif. Bahkan dari fungsinya, partai politik berfungsi menampung clan mengaggregasikan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi suatu alternatif kebijakan publik. Dengan melaksanakan fungsi agregasi kepentingan ini, partai politik berarti juga berperan sebagai pihak yang menyelesaikan konflik. Identitas nilai partai politik Identitas nilai ini berkaitan dengan identitas partai poilitik berdasarkan ideologi atau platform partai, dan karena itu berdasarkan basis sosial pendukungnya, dan identifikasi anggota terhadap pola dan arah perjuangan yang diperjuangkan partai politik tersebut. Karena ilu derajad identitas nilai suatu partai politik berkaitan dengan (a) hubungan partai dengan kelompok populis tertentu (popular bases), yaitu apakah suatu partai politik mengandung dimensi sebagai gerakan sosial yang didukung oleh kelompok populis tertentu, seperti buruh, petani, kalangan masyarakat tertentu, komunitas agama tertentu, komunitas kelompok etnik tertentu, dan (b) pengaruh klientelisme dalam organisasi, yaitu apakah hubungan partai dengan anggota cenderung bersifat instrumentalis (anggota selalu mengharapkan tangible resources berupa materi dari partai) ataukah lebih bersifat
9 ideologis (anggota mengenal dan mengharapkan partai bertindak berdasarkan identifikasi terhadap ideologi partai). Partai politik yang mempunyai basis sosial pendukung yang spesifik niscaya akan memiliki identitas nilai yang jelas. Partai buruh sesuai dengan namanya jelas memiliki basis sosial pendukung yang jelas buruh karena pola dan arah perjuangan partai itu memperhatikan kepentingan buruh, dan Partai Republik di Amerika Serikat memiliki basis sosial pendukung yang jelas, yaitu kulit putih menengah ke atas beragama Protestan. Enam partai politik peserta pemilu yang 1999 yang berhasil memenuhi ketentuan electoral threshold, memang sudah memiliki ciri ideologi yang dikenal masyarakat, seperti nasionalisme/kebangsaan untuk PDIP dan Partai Golkar, Islam untuk PPP, NU untuk PKB, dan Muhammadiyah untuk PAN. Akan tetapi pola dan arah program kebijakan publik yang diperjuangankannya belum jelas sehingga perbedaan diantara partai politik tersebut juga tidak jelas. Karena itu, masih sukar mengkategorikan basis social pendukung setiap partai politik di Indonesia. Derajad otonomi partai politik Derajad otonomi suatu partai politik dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan hubungan partai dengan aktor luar partai baik dengan sumber otoritas tertentu (penguasa, pemerintah), maupun dengan sumber dana (pengusaha, penguasa, negara atau lembaga luar) dan sumber dukungan massa (organisasi masyarakat): (a) apakah partai tergantung kepada aktor luar tersebut ataukah hubungan itu bersifat saling tergantung (interdependen), dan (b) apakah keputusan paitai ditentukan oleh aktor luar ataukah hubungan itu berupa jaringan (linkage) yang memberi dukungan kepada partai. Hubungan Golkar dengan penguasa pada masa Orde Baru adalah hubungan ketergantungan, yaitu keputusan Golkar ditentukan oleh presiden untuk tingkat nasional, oleh gubernur untuk tingkat provinsi, dan bupati/walikota untuk tingkat kabupaten/kota. Hubungan Golkar dengan unsur ABRI, birokrasi merupakan hubungan saling mendukung, sedangkan AMPI dan berbagai organisasi yang berafiliasi dengan Golkar tergantung kepada Golkar. Bagaimanakah hubungan suatu partai politik dengan pengusaha penyandang dana: siapa yang menentukan siapa? Derajad pengetahuan publik tentang partai politik Derajad pengetahuan publik tentang partai politik merujuk pada pertanyaan apakah keberadaan partai politik tersebut telah tertanam pada imajinasi publik. Bila keberadaan partai politik tertentu telah tertanam pada imajinasi publik, maka pihak lain baik para individu maupun lembaga akan menyesuaikan aspirasi dan harapan ataupun sikap dan perilaku mereka dengan keberadaan partai politik tersebut. Derajad pengetahuan publik ini merupakan fungsi dari waktu dan kiprah partai tersebut. Makin tua umur suatu partai politik makin jelas citra atau pengetahuan publik mengenai partai tersebut. Makin luas dan mendalam kiprah suatu partai dalamn percaturan politik clan penyelenggaraan negara, makin mudah bagi kalangan masyarakat untuk mengetahui partai politik tersebut. Pengetahuan publik tentang partai Golkar dan PPP jelas lebih mendalam daripada pengetahuan public tentang PDIP, apalagi PAN, PKB dan PBB. Akan tetapi karena di sejumlah daerah PDIP menjadi memperoleh jumlah suara secara signifikan, bahkan pada tingkat nasional ketua umum PDIP menjadi presiden, maka pengetahuan publik tentang
10 PDIP juga makin jelas. Yang menjadi isu utama di sini bukan terutama tentang sikap masyarakat mengenai partai politik pada umumnya melainkan apa definisi masingmasing partai politik itu bagi masyarakat. Partai politik yang hendak dikembangkan Partai politik macam apakah yang perlu dikembangkan di Indonesia? Jawaban atas pertanyaan ini dapat mencakup banyak dimensi. Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kompas pada tanggal 26 juli 2002 muncul sejumlah pendapat yang berangkat dari berbagai dimensi partai politik. Pertama, partai politik yang dikehendaki terbentuk dan berkembang di Indonesia adalah partai politik yang dapat dikontrol oleh rakyat. Partai politik yang dapat dikontrol oleh rakyat adalah partai politik yang (a) dibentuk bukan dari kalangan parlemen melainkan dari kalangan masyarakat sebagai suatu gerakan rakyat, (b) partai politik yang mempunyai basis lokal yang jelas dan kuat, (c) dibentuk berdasarkan kepedulian yang sama pada satu atau lebih isu penting, (d) dari segi keuangan tergantung kepada iuran dan kontribusi para anggota, dan (e) para pengurus dan calon partai untuk lembaga legislatif dan eksekutif dipilih secara langsung, terbuka, dan kompetitif oleh para anggota. Kedua, sistem kepartaian yang dipandang cocok dan sesuai dengan kemajemukan masyarakat Indonesia tetapi pada pihak lain dapat menghasilkan pemerintahan yang efektif adalah sistem kepartaian pluralisme moderat yang ditandai oleh jumlah partai yang tidak terlalu banyak tetapi juga tidak terlalu sedikit dan jarak ideologi antar partai juga tidak terlalu jauh sehingga konsensus masih mungkin dicapai. Bagaimana mewujudkan sistem kepartaian pluralisme moderat ini? Untuk mewujudkan sistem kepartaian seperti ini terbuka tiga alternatif pendekatan: (a) dengan cara Orde Baru, yaitu menetapkan hanya sekian jumlah partai politik yang dapat berkiprah, (b) secara alamiah tanpa melakukan intervensi dalam bentuk apapun juga, dan (c) melakukan seleksi berdasarkan kriteria ataupun persyaratan dukungan rakyat yang ditetapkan dalam undang-undang. Pendekatan pertama dianggap tidak demokratik, sedangkan pendekatan kedua sangat demokratik tetapi memerlukan waktu yang sangat lama untuk mencapai system kepartaian yang dikehendaki. Pendekatan ketiga dipandang lebih tepat untuk mencapai system kepartaian tersebut karena selain bersifat selektif berdasarkan kriteria dan persyaratan dukungan rakyat yang disepakati bersama dalam undang-undang juga relatif lebih cepat mencapai system kepartaian yang dikehendaki bersama. Kriteria dan persyaratan itu dapat berupa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu partai politik untuk dapat menjadi peserta pemilihan umum dan/atau electoral threshold yang diberlakukan di depan, yaitu persyaratan jumlah suara minimal yang harus dicapai untuk dapat memasuki parlemen. Ketiga, partai politik yang dikelola oleh para peminpin dan aktivis yang memahami demokrasi: (1) merupakan upaya memanusiakan kekuasaan (humanizing power), dan (2) bukan sekedar kompetisi tetapi juga kompetensi, dan yang mengelola partai politik (a) tidak dengan pragmatisme yang berdampingan sektarianisme kental melainkan dengan dengan visi dan misi memanusiakan penggunaan kekuasaan, (b) sebagai sarana
11 pencerahan masyarakat, dan (c) dengan moralitas publik yang jelas sehingga dengan tegas menolak praktek KKN. Dan keempat, yang dikehendaki terbentuk dan berkembang di Indonesia bukan saja partai politik yang merasa memerlukan dan tergantung kepada masyarakat tetapi juga partai politik yang tidak memonopoli: (a) definisi kepentingan bersama sebagai bangsa melainkan bersedia berdialog dengan kalangan ranah masyarakat warga dan ranah dunia usaha untuk menyepakati apa yang menjadi kepentingan bersama, (b) ranah kekuasaan (legislatif, eksekutif, judikatif, dan lembaga-lembaga negara lainnya) sehingga yang dapat berkiprah pada ranah kekuasaan tidak hanya orang-orang yang dipersiapkan dan diajukan partai politik tetapi juga oleh calon-calon yang dipersiapkan dan diajukan oleh masyarakat sendiri, (c) informasi publik, seperti agenda dan rancangan peraturan perundang-undangan yang akan dibahas dan diputuskan, dan penerimaan dan pengeluaran partai, melainkan bertinclak transparan kepada publik dengan membuka akses kepada publik seluas mungkin untuk berinteraksi dengan partai politik tersebut.
Pembaruan Parpol Lewat UU
Pembaruan Parpol Lewat UU Persepsi berbagai unsur masyarakat terhadap partai politik adalah lebih banyak tampil sebagai sumber masalah daripada solusi atas permasalahan bangsa. Salah satu permasalahan
Lebih terperinciSISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU. Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017
SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017 Silabus 1. Pengertian dan Konsep Partai Politik 2. Fungsi-fungsi partai politik 3. Tipologi partai
Lebih terperinciPENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1
PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL Muryanto Amin 1 Pendahuluan Konstitusi Negara Republik Indonesia menuliskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciPimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,
PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor
Lebih terperinciUSULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1
USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan
Lebih terperinciPANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK
PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)
Lebih terperinciURGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober
Lebih terperinciPELEMBAGAAN PDI-P DI KECAMATAN KERTOSONO, KABUPATEN NGANJUK PADA PEMILU JURNAL
PELEMBAGAAN PDI-P DI KECAMATAN KERTOSONO, KABUPATEN NGANJUK PADA PEMILU 2009-2014 JURNAL Disusun Oleh CORRY YURIKE NIM: 071211331007 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK DEPARTEMEN POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
Lebih terperinciPelembagaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan): Studi Kasus Kandidasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Malang Tahun 2013
Pelembagaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan): Studi Kasus Kandidasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Malang Tahun 2013 Stefany Debora Abstrak Penelitian ini mengkaji pelembagaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perjalanan politik di Indonesia selama ini telah menorehkan sejarah panjang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perjalanan politik di Indonesia selama ini telah menorehkan sejarah panjang di tanah air. Setiap perubahan regulasi yang menyangkut kebijakan tentang partai
Lebih terperinciPENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)
PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep
Lebih terperinciPenguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik
Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciPemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris
Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,
Lebih terperinciPancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran partai politik dalam sistem pemerintahan yang demokratis adalah suatu hal yang penting. Sebagai organisasi yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPOLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)
A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian
Lebih terperinciPENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH
Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah
Lebih terperinciOleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1
Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif
Lebih terperinciKEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014
KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciGBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1
GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1 Dengan menggunakan teori Arend Lijphart (1999) tentang pola negara demokrasi, Tulisan Yudi Latif berjudul Basis Sosial GBHN (Kompas,12/2/2016) memberikan
Lebih terperinciBAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan
BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan Studi ini mengkaji dinamika terbentuknya pemerintahan divided atau unified yang dikaitkan dengan pembuatan kebijakan APBD pada satu periode pemerintahan. Argumen yang dikembangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata Pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah tidak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU
ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG
top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciNaskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciMEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum
MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPerempuan dan Pembangunan Berkelanjutan
SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana
Lebih terperinciREFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA
REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling
Lebih terperinciDibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti
Lebih terperinciPemilu 2009: Kemenangan Telak Blok Partai Nasionalis Ringkasan
x 2.2.2. Pemilu 2009: Kemenangan Telak Blok Partai Nasionalis... 224 3. Ringkasan... 226 BAB IV. ELECTORAL VOLATILITY NASIONAL DAN LOKAL: SEBUAH PERBANDINGAN... 228 A. Membandingkan Electoral Volatility
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Strategi Strategi adalah suatu seni dalam merencanakan pemanfaatan segenap sumber daya nasional (sumber daya alam, manusia, dan dana) dalam suatu tata kerja yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orde Baru telah mengalami keruntuhan seiring jatuhnya Soeharto sebagai presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, setelah sebelumnya krisis ekonomi menghancurkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah
Lebih terperinci2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari
Lebih terperinciPEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL
PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL SUMONO, SH Abstrak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan demokrasi dalam sistem presidensiil. Namun sistem presidensiil
Lebih terperinciKajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik
Koalisi Pemantauan Dana Kampanye Transparansi Internasional Indonesia dan Indonesia Corruption Watch Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai intisari dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, telah teridentifikasi bahwa PDI Perjuangan di Kabupaten
Lebih terperinciSistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1
S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam
Lebih terperinciSTRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN
STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah
Lebih terperinciPARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)
PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok
Lebih terperinciNOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
Lebih terperinciPANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK
PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan
Lebih terperinciBerdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun
Lebih terperinci2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan demokrasi yang sangat pesat. Hal tersebut ditandai dengan berbagai macam ekspresi yang
Lebih terperinciPelembagaan Partai Nasional Demokrat: Studi Penguatan Elektoral Di Kabupaten Nganjuk
108 Pelembagaan Partai Nasional Demokrat: Studi Penguatan Elektoral Di Kabupaten Nganjuk Dhimas Yoga Prattama Email: dhimasprattama@yahoo.com Abstrak Penelitian mengenai Pelembagaan Partai Nasional Demokrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kehidupan politik di Indonesia sangat dinamis. Ini dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kehidupan politik di Indonesia sangat dinamis. Ini dapat ditunjukkan oleh partisipasi masyarakat yang menyalurkan aspirasinya dengan cara masuk menjadi
Lebih terperinciTansparansi Dana Kampanye
Tansparansi Dana Kampanye Pendekatan minimalis merumuskan demokrasi secara sederhana, yaitu kontestasi dan partisipasi dalam proses pemilihan penyelenggara jabatan politik. KOMPAS/AGUS SUSANTO Peserta
Lebih terperinciPeningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin
Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut
Lebih terperinciBAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH A. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 1. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia
Lebih terperinciDAYA DUKUNG KOMUNIKASI POLITIK ANTAR FRAKSI DALAM PENCAPAIAN EFEKTIVITAS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DAYA DUKUNG KOMUNIKASI POLITIK ANTAR FRAKSI DALAM PENCAPAIAN EFEKTIVITAS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Oleh : Novy Purnama N*) Abstraksi Komunikasi politik merupakan proses penyampaian informasi mengenai
Lebih terperincipublik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.
BAB VI. KESIMPULAN Perubahan-perubahan kebijakan sektor beras ditentukan oleh interaksi politik antara oligarki politik peninggalan rezim Orde Baru dengan oligarki politik reformis pendatang baru. Tarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum legislatif tahun 2014 yang diikuti oleh 10 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan
Lebih terperinciTULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co
TINJAUAN HUKUM BATAS PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DAN PERAN BPK DALAM PENGELOLAAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK m.tempo.co I. PENDAHULUAN Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara
Lebih terperinciMAKNA PEMILU/PILKADA DEMOKRATIS DAN EFISIEN DALAM RANGKA PENGUATAN SISTIM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL
11 MAKNA PEMILU/PILKADA DEMOKRATIS DAN EFISIEN DALAM RANGKA PENGUATAN SISTIM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL Oleh : Makmur Amir * Abstrak Amandemen terhadap UUD 1945 telah menjadi acuan dalam melakukan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Kesimpulan penelitian disusun berdasarkan pengolahan dan analisis data
88 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan penelitian disusun berdasarkan pengolahan dan analisis data mengenai pola kaderisasi partai politik (studi kasus di DPD PDIP Jawa Barat). Secara keseluruhan,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh sekitar 11, 98 persen suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 9 april 2014 tidak mampu mengajukan
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan
Lebih terperinciBAB III. A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011
47 BAB III PERAN DAN FUNGSI MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG- UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang
Lebih terperinciPEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD Disampaikan oleh juru bicara FKB DPR RI : Dra. Bariyah Fayumi, Lc Anggota
Lebih terperinciPenyelenggara Pemilu Harus Independen
Penyelenggara Pemilu Harus Independen SALAH satu hasil studi banding Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR ke Meksiko dan Jerman ialah keinginan sejumlah anggota untuk menempatkan anggota partai sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres
Lebih terperinciDESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF
DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential
Lebih terperinciJakarta, 12 Juli 2007
PENDAPAT FRAKSI PARTAI DEMOKRAT TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Juru Bicara : drh. Jhony
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Definisi Partai Politik Kedudukan partai politik dalam negara yang memiliki tata kelola pemerintahan demokratis sangatlah penting. Partai politik
Lebih terperinciDisampaikan Dalam Rapat Pansus Pemilu DPR-Rl, Kamis 12 Juli 2007 Oleh Juru Bicara F-PPP DPR-Rl: Dra. Hj. Lena Maryana Anggota DPR-Rl Nomor: A-26
PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
Lebih terperinciPenegakan Hukum Pemilu
Penegakan Hukum Pemilu Ketika Komisi Pemilihan Umum menetapkan dan mengumumkan hasil pemilu, kalangan masyarakat umum menilai legitimasi suatu proses penyelenggaraan pemilu dari dua segi. Pertama, apakah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai politik diberikan posisi penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perwakilan. Partai politik melalui anggota-anggotanya yang duduk di lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem politik Indonesia apalagi dalam proses pelaksanaan demokrasi khususnya demokrasi perwakilan. Partai
Lebih terperinciTERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan
Lebih terperinciSEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at
SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,
Lebih terperinci