SUDUT ANTEVERSI LEHER FEMUR PADA ORANG INDONESIA FEMORAL NECK ANTEVERSION ANGLE IN INDONESIAN PEOPLE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SUDUT ANTEVERSI LEHER FEMUR PADA ORANG INDONESIA FEMORAL NECK ANTEVERSION ANGLE IN INDONESIAN PEOPLE"

Transkripsi

1 SUDUT ANTEVERSI LEHER FEMUR PADA ORANG INDONESIA FEMORAL NECK ANTEVERSION ANGLE IN INDONESIAN PEOPLE Teuku Nanta Aulia, Henry Yurianto, M. Ruksal Saleh, Wilhelmus Supriyadi Bagian Ortopedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi dr. Teuku Nanta Aulia Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin RSP Unhas Lt.3, Makassar, HP:

2 Abstrak Anteversi femur adalah rotasi internal leher femur terhadap sumbu panjangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sudut anteversi leher femur yang merupakan rotasi internal leher femur terhadap sumbu panjangnya. Pengukuran sudut ini penting dalam operasi penggantian pinggul total untuk mencapai aktivitas normal dan panjangnya sendi yang diganti serta menentukan arah K-wire bidang koronal pada tindakan operasi fraktur intertrochanter femur. Sudut anteversi leher femur dari orang hidup sulit untuk ditentukan. Terdapat perbedaan anatomi tulang antar ras dan tidak ada penelitian mengenai sudut anteversi leher femur pada orang Indonesia.Penelitian ini dilaksakan dengan metode berupa mengukur sudut anteversi leher femur pada 120 sampel femur orang Indonesia yang dewasa dengan membandingkan jenis kelamin dan femur bagian kiri dan kanan. Dilakukan perbandingan sudut anteversi leher femur pada orang Indonesia dengan sudut anteversi leher femur orang India dan orang Barat berdasarkan hasil penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sudut anteversi leher femur adalah 11,60 ± 4,83 dan 12,96 ± 5,1 pada bagian kanan dan kiri secara berurutan pada tulang laki-laki. Didapatkan 14,83 ± 5,14 dan 13,37 ± 5,66 pada bagian kanan dan kiri secara berurutan pada tulang perempuan. Analisis statistik menggunakan chi-square test dengan nilai p < 0,05 adalah signifikan. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada sudut anteversi leher femur antara laki-laki dan perempuan pada orang Indonesia. Didapatkan perbedaan bermakna sudut leher femur orang Indonesia dengan orang India dan Barat. Kata kunci : sudut anteversi leher femur, femur. Abstract Femoral neck anteversion is the internal rotation of the femoral neck axis length. This study aims to find out femoral neck anteversion angle, the internal rotation of femoral neck on its longitudinal.the research was conducted by measuring femoral neck anteversion angle in 120 femur samples of adult Indonesians. Comparison were made between genders and between left dan right femurs. Findings in Indonesian people were compared with previous research findings in Indian and Westerner people.the result revealed that the average values of femoral neck anteversion angle in men were and in right and left parts respectively; while in women, the result were and in right and left parts respectively; The chi-square test reveals that p 0.05 (significant). There were no significant difference in femoral neck anteversion angle between Indonesian men and women. In contrast, There were significant differences in femoral neck anteversion angle between Indonesian, Indian and Western people. Keyword: femoral neck anteversion angle, femur.

3 PENDAHULUAN Insidensi fraktur sendi panggul di Amerika Serikat berkisar antara 63 per populasi pada wanita dan 34 per populasi pada pria per tahunnya. Rasio wanita dan pria berkisar 2:1 sampai 8:1, ini berkaitan dengan perubahan metabolik dalam tulang pasca menopause pada wanita. (TornetaP., 2006). Pada penanganan fraktur sendi panggul umum dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan Dynamic Hip Screw dengan memperhatikan neck shaft angel sebesar 135 derajat dan sudut anteversi leher femur ± 15 derajat. (Kannus P dkk., 2001) Pengukuran sudut anteversi leher femur yang akurat bermanfaat dalam pemasangan implant sehingga rehabilitasi pasca operasi akan lebih optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan data akurat untuk menentukan sudut anteversi leher femur. Beberapa kepustakaan hanya melaporkan sudut anteversi leher femur pada Orang Barat. Orang Barat memiliki ras dan struktur anatomi berbeda dengan Orang Indonesia. Sudut ini mulai ditemukan saat anak dalam kandungan berusia 7 minggu (Crelin., 1981) kemudian terjadi perubahan pada masa kanak-kanak sampai remaja (Stahelli dkk., 1985) dan menetap sampai dewasa. (Febry G dkk., 1973) Secara anatomi, anteversi leher femur merupakan sudut antara aksis horizontal bagian atas dan bawah femur. Anteversi femur normal sangat penting untuk rencana preoperatif pemasangan prostesis pada pasien dengan operasi penggantian sendi panggul total maupun sebagian dan pemasangan fiksasi internal. Penelitian ini juga berguna dalam bidang Ortopedi dan juga Antropologi. Beberapa dekade lalu, banyak peneliti di dunia menggunakan berbagai metode untuk mengukur sudut anteversi leher femur. Para peneliti mengukur sudut secara mekanis melalui tulang kadaver sebagaimana yang dilakukan pada pasien dengan menggunakan roentgenography, ultrasound, CT-scan dan MRI. (Nagar M dkk., 2000) Kepala femur membentuk sekitar dua pertiga dari bentuk bola utuh. Ketebalan tulang rawan kepala femur berada pada permukaan medial dan tengah. Posisi kepala femur di dalam acetabulum dipengaruhi oleh posisi anteversi leher femur yang berkisar 12 derajat terhadap shaft dan dengan neck shaft angel, yang rata-rata 125 derajat.(blair B dkk.,1994) Sudut leher femur ke shaft memungkinkan kebebasan gerak femur dari panggul. Variasi sudut leher femur ke shaft dapat mempengaruhi titik tumpu pada ekstremitas bawah panggul dan posisi kepala femur dalam acetabulum.

4 Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan terdapat variasi dari sudut anteversi leher femur pada tiap populasi yang hasilnya bergantung pada metode pengukuran yang digunakan. (Eckoff DG dkk., 1994) Data yang didapatkan dari penelitian di daerah Eropa tidak sesuai dengan data-data yang didapatkan di India. (Srimathi T dkk., 2012) Beberapa informasi tentang sudut anteversi leher femur ini juga beragam, baik mengenai perbedaan sudutnya, maupun perbedaan antara sisi kanan dan sisi kiri femur. Operasi sekitar sendi panggul yang berkaitan dengan penggunaan sudut anterversi leher femur selama ini menggunakan data yang didapatkan dari penelitian dari daerah barat. Pada penelitian ini ingin diketahui sudut anteversi leher femur di daerah Barat dan India. Penelusuran literatur menunjukkan belum pernah dilakukan penelitian serupa ini di Indonesia. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Desain Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makasar dan pada Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penelitian dilakukan di bulan November Sampel diseleksi dari semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun desain penelitian yang dilakukan adalah study comparative, explorative dengan tulang femur kering sebagai sampel penelitian. Populasi dan Sampel Populasi yang termasuk dalam penelitian ini adalah semua tulang femur dewasa (dekade 2 dan 3) yang terdapat pada Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makasar dan pada Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan kadaver tulang femur laki-laki dan perempuan yang telah dikeringkan yang terdapat pada Laboratorium Anatomi. Pada penelitian ini digunakan sampel sejumlah 60 pasang tulang femur (120 buah), dibagi menjadi 2 kelompok laki-laki dan perempuan. Kelompok laki-laki terdiri dari femur kanan dan femur kiri begitu juga dengan kelompok perempuan, yaitu terdiri dari 30 femur kanan laki-laki, 30 femur kiri laki-laki, 30 femur kanan perempuan dan 30 femur kiri perempuan. Adapun kriteria adalah tulang Femur yang telah dikeringkan yang terdapat pada

5 Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar dan pada Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh dan Usia pada dekade 2-3. Adapun kriteria Ekslusi adalah tulang femur yang rusak, bukan tulang Femur yang telah dikeringkan yang terdapat pada Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar dan pada Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, umur diluar dekade 2-3 dan selain dari tulang femur Orang Indonesia. Alat dan bahan yang digunakan yaitu kotak pengukur, busur derajat, marker, kamera saku Merk Sony 14 Mega Pixel dan Laptop Merk Toshiba NB520 Pengumpulan data Data dikumpulkan dengan mengidentifikasi pasien dengan mengambil 1 buah tulang femur yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi kemudian ditempatkan tulang femur tersebut pada kotak pengukur. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan busur derajat dan marker dengan cara meletakkan femur pada bidang datar, dengan bidang anterior femur menghadap ke atas, melihat condyle dengan trochanter area pada sumbunya serta melihat dan mengukur sudut yang dibentuk oleh leher femur pada bidang datar, kemudian didapatkan hasil dan semua data didokumentasikan, kemudian hasilnya diolah dan dianalisa Analisis data Data yang diperoleh, diolah dengan bantuan piranti lunak dengan metode statistic dan disajikan dalam bentuk narasi, table dan grafik. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan Chi-squre test dengan nilai p 0,05 adalah signifikan. HASIL Karakteristik sampel Pada Tabel 1 yaitu sudut anteversi leher femur pada laki-laki, pada femur kanan mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 11,60±4,83 sedangkan pada femur kiri mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 12,96±5,1 tetapi pada perhitungan menggunakan Chi-square test tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara femur kanan dan femur kiri pada lakilaki. Pada Tabel 2 yaitu sudut anteversi leher femur pada perempuan, pada femur kanan mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 14,83±5,14 sedangkan pada femur kiri mempunyai

6 nilai Mean ± SD sebesar 13,73±5,66 tetapi pada perhitungan menggunakan Chi-square test tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara femur kanan dan femur kiri pada perempuan. Pada Tabel 3 yaitu sudut anteversi leher femur kanan pada laki-laki mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 11,60±4,83 23 sedangkan sudut anteversi leher femur kanan pada perempuan mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 14,83±5,14 tetapi pada perhitungan menggunakan Chi-square test tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara femur kanan laki-laki dan femur kanan pada perempuan. Pada Tabel 4 yaitu sudut anteversi leher femur kiri pada laki-laki mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 12,96±5,1 sedangkan sudut anteversi leher femur kiri pada perempuan mempunyai nilai Mean ± SD sebesar 13,73±5,66 tetapi pada perhitungan menggunakan Chi-square test tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara femur kiri laki-laki dan femur kiri pada perempuan Dan didaptkan pula perbedaan yang bermakna antara sudut anteversi leher femur kanan dan leher femur kiri laki-laki dan perempuan india dan indonesia. Serta begitu pula halnya dengan sudut anteversi leher femur kanan dan leher femur kiri laki-laki dan perempuan barat dan indonesia juga terdapat perbedaan yang bermakna. PEMBAHASAN Pada hasil penelitian ini yang dilakukan pada sudut anteversi leher femur itu populasi Indonesia usia dewasa didapatkan sudut anteversi leher femur kanan kadaver lakilaki tidak ada perbedaan bermakna dengan sudut anteversi leher femur kiri kadaver lakilaki, yaitu rata-rata 11,06 ±4,83 dan 12,96±5,1 (p>0,05), demikian pula pada sudut anteversi leher femur kanan dan kiri kadaver perempuan yaitu rata-rata 14,84 ±5,14 dan 13,73 ±5,66 (p>0,05). Perbandingan antara sudut anteversi leher femur kadaver laki-laki dan sudut anteversi leher femur kadaver perempuan tidak terdapat perbedaan bermakna sehingga dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini masih didalam rentang 7-16 (normal). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zalawadia dkk (dan kawan-kawan) (2010) pada sudut anteversi leher femur kadaver pada populasi di India, yaitu dengan rentang 7,2-16,4. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh

7 Srimathi dkk (2012) pada 164 femur kadaver populasi India usia dewasa menemukan sudut anteversi leher femur dengan rentang 9,78 ±1,7 sampai dengan 9,79 ±1,54. Nagar M dkk (2002) menemukan juga sudut anteversi leher femur kadaver India yaitu 11,3 ±0,37 dan 21,23 ±0,39 pada sisi kanan dan kiri femur kadaver laki-laki yaitu 11,02 ±0,34 dan 20,87 ±0,35. Hasil penelitian ini juga tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kingsley dkk (1948) pada sudut anteversi leher femur kadaver dipopulasi Barat didapatkan bahwa rentang berkisar 7,47 sampai dengan 8,54. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mikulicz (1878) dari spesimen tulang dewasa ditemukan bahwa sudut anteversi leher femur adalah -25 sampai dengan 37. Adapun perbedaan ini mungkin disebabkan oleh pengaruh evolusi. Dari hasil penelitian ini, dianalisis dan dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nagar M dkk (2002) dan penelitian yang dilakukan oleh Kingsley dkk (1948). Perbandingan antara hasil penelitian ini tehadap penelitian yang dilakukan oleh Nagar M dkk (2002) didapatkan bahwa sudut anteversi leher femur kanan dan kiri kadaver populasi Indonesia berbeda bermakna dengan sudut anteversi leher femur kanan dan kiri kadaver populasi India (p<0,05). Perbandingan hasil penelitian Kingsley dkk (1948) terhadap hasil penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna antara sudut anteversi leher femur kadaver populasi Indonesia dengan sudut anteversi leher femur kadaver populasi Barat (p<0,05). Perbedaan derajat anteversi leher femur diduga dipengaruhi oleh perbedaan Ras, dimana populasi India berasal dari persilangan Ras Kaukasoid dengan Ras Mongoloid, sedangkan populasi Barat murni berasal dari Ras Kaukasoid, sementara populasi di Indonesia sebagian terutama pada penelitian ini berasal dari Ras Mongoloid, namun keterbatasan penelitian ini belum dapat dibuktikan dengan pemeriksaan genetika antar populasi. KESIMPULAN DAN SARAN Didapatkan hasil tidak didapatkan perbedaan sudut anteversi leher femur pada lakilaki dan perempuan pada Orang Indonesia. Sudut anteversi leher femur populasi Indonsia adalah 11,60 sampai dengan 14,83. Terdapat perbedaan sudut anteversi leher femur

8 populasi Indonesia dengan sudut anteversi leher femur populasi India. Terdapat perbedaan sudut anteversi leher femur populasi Indonesia dengan sudut anteversi leher femur populasi Western. Adapun saran klinis adalah hasil penelitian ini dapat di gunakan untuk pemasangan guiding wire dan implant pada area intertrochanter dan leher femur. Saran akademis adalah perlu dilakukan penelitan lanjutan yaitu membandingkan antara pengukuran dengan metode ini dengan metode yang menggunakan alat bantu seperti radiologi dan lain-lain. Melakukan penelitian lanjutan pada populasi lain seperti di irian yang memiliki ras Negroid. Serta melakukan penelitian lanjutan dengan pemeriksaan genetika antar populasi.

9 Tabel 1. Perbandingan sudut anteversi leher femur pada laki-laki Laki-laki T-Test Femur Kanan (n=30) Femur Kiri (n=30) 11,60±4,83 12,96±5,1 P=0,499 Data disajikan dalam bentuk perbandingan nilai mean dan standar deviasi, nilai p diuji dengan X 2 Test, p 0,05 dinyatakan signifikan. Tabel 2. Perbandingan sudut anteversi leher femur pada perempuan Perempuan T-Test Femur Kanan (n=30) Femur Kiri (n=30) 14,83±5,14 13,73±5,66 P=0,229 Data disajikan dalam bentuk perbandingan nilai mean dan standar deviasi, nilai p diuji dengan X 2 Test, p 0,05 dinyatakan signifikan. Tabel 3. Perbandingan sudut anteversi leher femur kanan pada laki-laki dan perempuan Femur Kanan Laki-laki Femur Kanan T-Test (n=30) Perempuan (n=30) 11,60±4,83 14,83±5,14 P=0,195 Data disajikan dalam bentuk perbandingan nilai mean dan standar deviasi, nilai p diuji dengan X 2 Test, p 0,05 dinyatakan signifikan.

10 Tabel 4. Perbandingan sudut anteversi leher femur kiri pada laki-laki dan perempuan Femur Kiri Laki-laki Femur Kiri T-Test (n=30) Perempuan (n=30) 12,96±5,1 13,73±5,66 P=0,393 Data disajikan dalam bentuk perbandingan nilai mean dan standar deviasi, nilai p diuji dengan X 2 Test, p 0,05 dinyatakan signifikan. Gambar 1. Sudut dari anteversi atau torsi leher femur dalam bidang transversal: (A) sudut normal anteversi; (B) peningkatan sudut anteversi (C) penurunan sudut anteversi (D) retroversi (Gulan G dkk.,2000)

11 DAFTAR PUSTAKA Torneta P. (2006). Hip dislocation and fractures of the femoral head. In: Bucholz RW, Heckman JD, Brown CC, editors. Rockwood and Green's Fracture in Adults. philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins: Kannus P, Niemi S, Parkkari J. (2001). Epidemiology of adulthood injuries: A quickly changing injury profile in Findland. J Clin Epidemiol, 54: Crelin ES. (1981). Development of the musculosketal system. Ciba Clinical Symposium.33:1-36. Stahelli L, Corbett M, Wyss C, King H. (1985). Lower-extremity rotational problems in children. J Bone Joint Surg Am. 67A: Febry G, MacEwen GB, Shands AR. (1973). Torsion of femur. J Bone Joint Surg Am.55A: Nagar M, Bhardwaj R, Prakash R. (2000). Anteversion in adult Indian femora. J Anat Soc India. 49:9-12. Eckhoff DG, Kramer RC, Watkins JJ, Alongi CA, Greven DPV. (1994). Variation in femoral anteversion. Clinical Anatomy. 7:72-5. Srimathi T, Muthukumar T, Anandarani VS, Umapathy S, Rameshkumar S. (2012). A study on femoral neck anteversion and its clinical correlation. J Clin Diagnos.6: Blair B, Koval K, Kummer F. (1994). Basicervical fractures of the proximal femur: A biomechanical study of 3 internal fixation techniques Clin Orthop. 306: Gulan G, Matovinovic D, Nemec B, Rubinic D, Gulan JR. (2000)Femoral neck anteversion: Values, development, measurement, common problems. Coll Antropol. 24:521-7.

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatominya. Fraktur neck femur dan intertrokanter femur memiliki

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI GAMBARAN RADIOLOGI GEOMETRI FEMUR PROKSIMAL ANTARA FRAKTUR COLLUM DAN INTERTROCHANTER FEMUR PADA PASIEN GERIATRI TESIS

STUDI KOMPARASI GAMBARAN RADIOLOGI GEOMETRI FEMUR PROKSIMAL ANTARA FRAKTUR COLLUM DAN INTERTROCHANTER FEMUR PADA PASIEN GERIATRI TESIS STUDI KOMPARASI GAMBARAN RADIOLOGI GEOMETRI FEMUR PROKSIMAL ANTARA FRAKTUR COLLUM DAN INTERTROCHANTER FEMUR PADA PASIEN GERIATRI TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang yang terjadi karena tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang yang terjadi karena tekanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Berdasarkan data Depkes RI pada tahun 2011 sebanyak 45.987

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO SPOTORNO TERHADAP AKURASI PEMASANGAN STEM HEMIARTHROPLASTY MONOPOLAR AUSTIN MOORE PROSTHESIS

PENGARUH RASIO SPOTORNO TERHADAP AKURASI PEMASANGAN STEM HEMIARTHROPLASTY MONOPOLAR AUSTIN MOORE PROSTHESIS Tugas Akhir PENGARUH RASIO SPOTORNO TERHADAP AKURASI PEMASANGAN STEM HEMIARTHROPLASTY MONOPOLAR AUSTIN MOORE PROSTHESIS PADA PASIEN GERIATRI DENGAN FRAKTUR COLLUM FEMUR Oleh : Mustoqin S 931007003 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insidensi tertinggi terjadi pada usia antara tahun. Fraktur ini terjadi lebih

BAB I PENDAHULUAN. insidensi tertinggi terjadi pada usia antara tahun. Fraktur ini terjadi lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Insidensi fraktur collum femur meningkat sejalan dengan meningkatnya usia; insidensi tertinggi terjadi pada usia antara 70 80 tahun. Fraktur ini terjadi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

TESIS AKHIR. dr. Muhammad Windi Syarif Harahap NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

TESIS AKHIR. dr. Muhammad Windi Syarif Harahap NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI TESIS AKHIR HUBUNGAN LAMA WAKTU OPERASI PADA FRAKTUR FEMUR TERTUTUP SATU SISI YANG DILAKUKAN FIKSASI INTERNA DENGAN PENURUNAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI 2012- SEPTEMBER

Lebih terperinci

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RANGE OF MOTION SENDI PANGGUL DAN FLEKSI LUMBAL PADA DEWASA MUDA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RANGE OF MOTION SENDI PANGGUL DAN FLEKSI LUMBAL PADA DEWASA MUDA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RANGE OF MOTION SENDI PANGGUL DAN FLEKSI LUMBAL PADA DEWASA MUDA LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan guna mendapat gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Wan Rita Mardhiya, S. Ked Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi

Lebih terperinci

rekayasa. Sebuah perakitan antara poros dan bantalan adalah salah satu contohnya. Dalam

rekayasa. Sebuah perakitan antara poros dan bantalan adalah salah satu contohnya. Dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kontak Permukaan Kontak atau persinggungan antar permukaan adalah kejadian yang wajar dalam bidang rekayasa. Sebuah perakitan antara poros dan bantalan adalah salah satu contohnya.

Lebih terperinci

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Displasia of the hip. Dahulu, lebih populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam

Lebih terperinci

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 Jurnal e-iomedik (em), Volume 5, omor 1, Januari-Juni 2017 Hubungan panjang dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012 1 Osvaldo T. Liputra 2 Taufiq F. Pasiak 2 Djon Wongkar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif. Tipe penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi umur Umur pasien kelompok fraktur intertrochanter adalah 69,7 + 3,7 tahun, sedangkan umur kelompok fraktur collum femur adalah 72,5 + 5,8 tahun. Didapatkan

Lebih terperinci

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment Dislokasi Hips Posterior Mekanisme trauma Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi.

Lebih terperinci

BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian 3.1.1. Kriteria Subjek Penelitian Subjek penelitian ini ialah pasien yang mengalami fraktur femur di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada tahun Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Observational Analitik, dengan tinjauan Cross Sectional 3.. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Orthopedi

Lebih terperinci

Profil fraktur diafisis femur periode Januari 2013 Desember 2014 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Profil fraktur diafisis femur periode Januari 2013 Desember 2014 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Jurnal e-clinic (ecl), Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016 Profil fraktur diafisis femur periode Januari 2013 Desember 2014 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado 1 Ezra A. W. Wattie 2 Alwin Monoarfa

Lebih terperinci

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION

ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION ABSTRACT DENTAL MALOCCLUSION AND SKELETAL MALOCCLUSION INFLUENCE AGAINST TEMPOROMANDIBULAR DYSFUNCTION Problems in temporomandibular joint, can be a pain and clicking mostly called by temporomandibular

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Ilustrasi bagian-bagian sendi panggul (Amirouche dan Solitro, 2011)

Gambar 1.1. Ilustrasi bagian-bagian sendi panggul (Amirouche dan Solitro, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendi panggul atau acetabulofemoral joint adalah sendi yang menghubungkan tulang paha (femur) dengan tulang panggul (pelvis) pada bagian acetabulum. Sendi panggul merupakan

Lebih terperinci

DISLOKASI SENDI PANGGUL

DISLOKASI SENDI PANGGUL DISLOKASI SENDI PANGGUL Pembimbing: Prof. dr. H. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT(K), FICS Oleh: Leni Agnes Siagian (070100153) Rahila (070100129) Hilda Destuty (070100039) ILMU BEDAH ORTOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE Novitasari Mangayun George. N. Tanudjaja Taufiq Pasiak Bagian Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Hip fracture (Carter, 2007)

Gambar 1.1 Hip fracture (Carter, 2007) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur tulang panggul yang dijelaskan pada Gambar 1.1 adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan fraktur tulang paha pada daerah pangkal proksimal

Lebih terperinci

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan Athfiyatul Fatati athfiyatul.fatati@yahoo.com Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Airlangga ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum

Kata kunci : palatum, maloklusi Angle, indeks tinggi palatum ABSTRAK Maloklusi merupakan susunan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal, dapat menyebabkan gangguan estetik dan fungsional. Maloklusi dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial,

Lebih terperinci

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU Oleh : RATNA MARIANA TAMBA 110100241 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PERBEDAAN RASIO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setengah miliar mengalami obesitas. 1. meningkat pada negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. setengah miliar mengalami obesitas. 1. meningkat pada negara-negara maju, tetapi juga di negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obesitas masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang mendunia. 1,2 World Health Organization (WHO) mendeklarasikan bahwa obesitas merupakan epidemik global.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat analitik prospektif dengan time series design. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif dan progresif yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang melindungi ujung

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Usia pada Pengukuran Dimensi Vertikal Fisiologis Pada penelitian ini menggunakan subjek penelitian sebanyak 170 sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan

Lebih terperinci

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung Adam BH Darmawan, Slamet Santosa Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Abstrak Osteoporosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

Oleh: Siti Rosidah, Intan Andriani, Asih Puji Utami Dosen Program Studi DIII Teknik Rontgen

Oleh: Siti Rosidah, Intan Andriani, Asih Puji Utami Dosen Program Studi DIII Teknik Rontgen TEKNIK PEMERIKSAAN STERNOCLAVICULAR JOINT METODE HOBBS VIEW DENGAN INDIKASI DISLOKASI DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAHSAKIT ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA RADIOGRAPHIC EXAMINATION TECHNIQUES HOBBS

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Jenis Kendaraan Pada Kecelakaan Lalu Lintas dengan Tipe Fraktur Ekstremitas Bawah di Rumah Sakit Al-Islam Tahun 2016 Annisa Nadzira

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR

KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR ANTARA PERAWAT DENGAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI-GINEKOLOGI DI LABORATORIUM CITO YOGYAKARTA Disusun

Lebih terperinci

ABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR PROTHROMBIN TIME (PT) DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aptt) ANTARA PASIEN HIPERTENSI DAN NOMOTENSI

ABSTRAK. PERBANDINGAN KADAR PROTHROMBIN TIME (PT) DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aptt) ANTARA PASIEN HIPERTENSI DAN NOMOTENSI ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR PROTHROMBIN TIME (PT) DAN ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (aptt) ANTARA PASIEN HIPERTENSI DAN NOMOTENSI Shendy Rozalina, 2016 Pembimbing 1: dr. Adrian Suhendra, Sp.PK.,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kesehatan Anak dan Ilmu Gizi, khususnya pengukuran status gizi antropometri. 4.2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyum adalah kunci percaya diri pada seseorang. Seseorang merasa percaya diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Saraf dan Radiologi Rumah Sakit di Kota Yogyakarta,yaitu Rumah

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur Collum Femur 2.1.1 Epidemiologi Fraktur pada collum femur merupakan hal yang umum terjadi, dan mencakup sekitar 20% dari fraktur yang harus dioperasi pada bagian orthopaedi.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI iii KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN i ii iv v ABSTRAK vi ABSTRACT vii RINGKASAN viii SUMMARY x DAFTAR ISI... DAFTAR

Lebih terperinci

Dentofasial, Vol.11, No.3, Oktober 2012: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

Dentofasial, Vol.11, No.3, Oktober 2012: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia 156 Perbedaan ukuran dan bentuk lengkung gigi antara laki-laki dan perempuan suku Bugis, Makassar, dan Toraja Difference of size and shape of dental arch between male and female of Buginese, Makassarese,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara observasional deskriptif dengan cara pengamatan terhadap hasil radiografi pasien yang telah dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI UMUR, JUMLAH ANAK, DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL TERHADAP KEPADATAN MASSA TULANG PADA WANITA DEWASA

ABSTRAK KORELASI UMUR, JUMLAH ANAK, DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL TERHADAP KEPADATAN MASSA TULANG PADA WANITA DEWASA ABSTRAK KORELASI UMUR, JUMLAH ANAK, DAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI PIL TERHADAP KEPADATAN MASSA TULANG PADA WANITA DEWASA Ferry Hidayat, 2008; Pembimbing: Hana Ratnawati, dr., M.Kes. Meningkatnya angka harapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY 30 BAB IV A. HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh 200 rontgen panoramik pasien di RSGM UMY pada bulan Januari sampai Mei 2016. Berdasarkan rontgen panoramik yang

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN PEMERIKSAAN DISTORTION PRODUCT OAE

PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN PEMERIKSAAN DISTORTION PRODUCT OAE PENGARUH FAKTOR RISIKO TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR BERDASARKAN PEMERIKSAAN DISTORTION PRODUCT OAE Oleh : Andi Dwi Saputra Pembimbing: Dr. Luh Made Ratnawati, Sp.THT Dr. Made Tjekeg, Sp.THT

Lebih terperinci

COMPARISON OF OUTCOMES BETWEEN NONOPERATIVE TREATMENT AND K-WIRE FIXATION OF CENTRAL METATARSAL FRACTURES ABSTRACT

COMPARISON OF OUTCOMES BETWEEN NONOPERATIVE TREATMENT AND K-WIRE FIXATION OF CENTRAL METATARSAL FRACTURES ABSTRACT COMPARISON OF OUTCOMES BETWEEN NONOPERATIVE TREATMENT AND K-WIRE FIXATION OF CENTRAL METATARSAL FRACTURES Rolandi Indra Pramukti* Ahmad Sjarwani** *Resident of Orthopaedic and Traumatology Department,

Lebih terperinci

Analisis Parameter Spatio-Temporal Gerak Berjalan Orang Indonesia

Analisis Parameter Spatio-Temporal Gerak Berjalan Orang Indonesia Banjarmasin, 7-8 Oktober 015 Analisis Parameter Spatio-Temporal Gerak Berjalan Orang Indonesia Nuha Desi Anggraeni 1,a*, Tatacipta Dirgantara,b, Andi Isra Mahyuddin 1,c, Sandro Mihradi 1,d 1 KK Perancangan

Lebih terperinci

EFEK PENJAHITAN TENDON DENGAN TEHNIK BUNNELL DAN TEHNIK UNHAS TERHADAP VASKULARISASI TENDON

EFEK PENJAHITAN TENDON DENGAN TEHNIK BUNNELL DAN TEHNIK UNHAS TERHADAP VASKULARISASI TENDON EFEK PENJAHITAN TENDON DENGAN TEHNIK BUNNELL DAN TEHNIK UNHAS TERHADAP VASKULARISASI TENDON EFFECT OF BUNNELL SUTURE AND UNHAS SUTURE TO TENDON VASCULARIZATION ¹P. Marwita,² M. Ruksal Saleh, ³Henry Yurianto

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK... vi. ABSTRCT... vii RINGKASAN...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK... vi. ABSTRCT... vii RINGKASAN... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vi ABSTRCT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar Ilustrasi sendi lutut yang sehat (kiri) dan sendi lutut yang telah cedera hingga mengalami osteoarthritis (kanan)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar Ilustrasi sendi lutut yang sehat (kiri) dan sendi lutut yang telah cedera hingga mengalami osteoarthritis (kanan) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persendian adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hip Joint. Femur

BAB I PENDAHULUAN. Hip Joint. Femur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerangka manusia disokong oleh struktur seperti ligamen, tendon, otot, dan organ manusia yang lain. Sejumlah 206 tulang membentuk sistem kerangka manusia dewasa.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian mengenai efektifitas larutan kumur ekstrak kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap penurunan kadar VSCs pada penderita halitosis. Penelitian ini

Lebih terperinci

Prediktor Morbiditas, Mortalitas dan Mobilitas Hemiarthroplasty Pasien Fraktur Collum Femur di RS.Orthopaedi Prof.Dr.R Soeharso Surakarta

Prediktor Morbiditas, Mortalitas dan Mobilitas Hemiarthroplasty Pasien Fraktur Collum Femur di RS.Orthopaedi Prof.Dr.R Soeharso Surakarta Tugas Akhir Prediktor Morbiditas, Mortalitas dan Mobilitas Hemiarthroplasty Pasien Fraktur Collum Femur di RS.Orthopaedi Prof.Dr.R Soeharso Surakarta Oleh : Hendra Cahya Kumara Pembimbing : dr. Ismail

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dewasa (Nareliya & Kumar, 2012). Pada sendi coxae (Hip Joint)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dewasa (Nareliya & Kumar, 2012). Pada sendi coxae (Hip Joint) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Anatomi Femur Proksimal Pada tubuh manusia, femur adalah tulang yang paling panjang dan besar. Rerata panjang femur laki-laki adalah 48cm dan rerata diameter

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN KETINGGIAN TERHADAP NILAI AMBANG PENDENGARAN PADA PERJALANAN WISATA DARI GIANYAR MENUJU KINTAMANI

PENGARUH PERUBAHAN KETINGGIAN TERHADAP NILAI AMBANG PENDENGARAN PADA PERJALANAN WISATA DARI GIANYAR MENUJU KINTAMANI PENGARUH PERUBAHAN KETINGGIAN TERHADAP NILAI AMBANG PENDENGARAN PADA PERJALANAN WISATA DARI GIANYAR MENUJU KINTAMANI Oleh : I Nyoman Kertanadi Diajukan sebagai Karya Akhir untuk Memperoleh Gelar Spesialis

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Sambungan hip (hip joint) pada manusia [1].

Gambar 1.1. Sambungan hip (hip joint) pada manusia [1]. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sambungan hip (hip joint) merupakan sendi yang penting dalam sistem kerangka manusia. Sambungan ini terletak diantara pinggul dan pangkal tulang paha atas seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI SA Putri, Nurdjaman Nurimaba, Henny Anggraini Sadeli, Thamrin Syamsudin Bagian

Lebih terperinci

THE CHARACTERISTIC OF PATIENTS WITH FEMORAL FRACTURE IN DEPARTMENT OF ORTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

THE CHARACTERISTIC OF PATIENTS WITH FEMORAL FRACTURE IN DEPARTMENT OF ORTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY RSUD DR. SOETOMO SURABAYA THE CHARACTERISTIC OF PATIENTS WITH FEMORAL FRACTURE IN DEPARTMENT OF ORTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY RSUD DR. SOETOMO SURABAYA 2013 2016 Riswanda Noorisa 1, Dwi Apriliwati 2, Abdul Aziz 3, Sulis Bayusentono

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP DITINJAU BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

DESKRIPSI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP DITINJAU BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DESKRIPSI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP DITINJAU BERDASARKAN PERBEDAAN GENDER DAN KEMAMPUAN MATEMATIKA Yogi Prastyo FKIP Universitas Dr. Soetomo yogiprastyo1@gmail.com Abstract : Spatial ability is closely

Lebih terperinci

Oleh : Watak Putra Wijaya Kusuma, Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Oleh : Watak Putra Wijaya Kusuma, Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi PERBEDAAN KETEPATAN PASSING SHORT PASS DAN PASSING LONG PASS MENGGUNAKAN KAKI KANAN DAN KAKI KIRI PESERTA EKSTRAKULIKULER SEPAKBOLA SISWA SMP NEGERI 2 WATES Oleh : Watak Putra Wijaya Kusuma, Program Studi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGUKURAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN SKINFOLD CALIPER DAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS (BIA) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBANDINGAN PENGUKURAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN SKINFOLD CALIPER DAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS (BIA) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PERBANDINGAN PENGUKURAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN SKINFOLD CALIPER DAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS (BIA) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Lebih terperinci

EVALUASI FUNGSIONAL PENANGANAN

EVALUASI FUNGSIONAL PENANGANAN Tugas Akhir EVALUASI FUNGSIONAL PENANGANAN DISRUPSI SENDI RADIOULNAR BAWAH REDUCIBLE DENGAN BELOW ELBOW SLAB DIBANDINGKAN DENGAN PERCUTANEUS PINNING ULNORADIAL PADA PASIEN FRAKTUR GALEAZZI DEWASA DI RSO

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS TOTAL HIP ARTHROPLASTY TERHADAP DERAJAT FUNGSIONAL PANGGUL DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN FRAKTUR COLLUM FEMORIS

HUBUNGAN JENIS TOTAL HIP ARTHROPLASTY TERHADAP DERAJAT FUNGSIONAL PANGGUL DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN FRAKTUR COLLUM FEMORIS HUBUNGAN JENIS TOTAL HIP ARTHROPLASTY TERHADAP DERAJAT FUNGSIONAL PANGGUL DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN FRAKTUR COLLUM FEMORIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PANJANG TULANG FEMUR DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA MUDA

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PANJANG TULANG FEMUR DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA MUDA ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PANJANG TULANG FEMUR DENGAN TINGGI BADAN PADA PRIA DEWASA MUDA Christopher Senjaya, 2007; Pembimbing I : Daniel S. Wibowo, dr., M.Sc Pembimbing II : Diana A.B., dr., M.Kes Latar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Ortodontik merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan struktur jaringan pendukung gigi dan kraniofasial, perkembangan oklusi gigi geligi serta mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Bedah khususnya Bedah Ortopedi.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Bedah khususnya Bedah Ortopedi. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Bedah khususnya Bedah Ortopedi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu penelitian akan dilaksanakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH JUS BUAH SEMANGKA (Citrulli Fructus) TERHADAP DIURESIS PADA PRIA DEWASA NORMAL

ABSTRAK. PENGARUH JUS BUAH SEMANGKA (Citrulli Fructus) TERHADAP DIURESIS PADA PRIA DEWASA NORMAL ABSTRAK PENGARUH JUS BUAH SEMANGKA (Citrulli Fructus) TERHADAP DIURESIS PADA PRIA DEWASA NORMAL Okky Sugiarto, 2006. Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes Pembimbing II : July Ivone, dr., MS.

Lebih terperinci

5. ANALISIS HASIL PENELITIAN

5. ANALISIS HASIL PENELITIAN 5. ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bagian ini akan menguraikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Jawaban dari permasalahan penelitian diperoleh berdasarkan hasil pengolahan 55 data hasil Tes Kreativitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.. i LEMBAR PERSETUJUAN ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii UCAPAN TERIMAKASIH iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.. v ABSTRAK.. vi ABSTRACT... vii RINGKASAN.. viii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga

BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA. mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga BAB 2 PERSIAPAN REKONSTRUKSI MANDIBULA Rekonstruksi mandibula masih merupakan tantangan yang kompleks. Tulang mandibula berguna dalam proses pembicaraan, mastikasi, penelanan dan juga dukungan jalan pernafasan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur yang lebih dikenal dengan patah tulang.

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur yang lebih dikenal dengan patah tulang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat Indonesia mulai memilih alat transportasi yang praktis, modern, dan tidak membuang banyak energi seperti kendaraan

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB II TEORI HIP JOINT. Gambar 2.1. Bagian-bagian hip joint normal [4].

BAB II TEORI HIP JOINT. Gambar 2.1. Bagian-bagian hip joint normal [4]. BAB II TEORI HIP JOINT 2.1 Sambungan tulang pinggul (hip joint) Hip joint adalah sambungan tulang yang terletak diantara pinggul dan pangkal tulang paha atas. Hip joint pada manusia terdiri dari tiga bagian

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KECEPATAN BERJALAN PADA LANJUT USIA

SKRIPSI HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KECEPATAN BERJALAN PADA LANJUT USIA SKRIPSI HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KECEPATAN BERJALAN PADA LANJUT USIA I PUTU ADITYA PRATAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

UJI HIPOTESIS DUA SAMPEL. Chapter 11

UJI HIPOTESIS DUA SAMPEL. Chapter 11 UJI HIPOTESIS DUA SAMPEL Chapter Tujuan. Melakukan uji hipotesis tentang perbedaan antara dua mean populasi independen.. Melakukan uji hipotesis tentang perbedaan antara dua proporsi populasi. 3. Melakukan

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA ETNIS JAWA BERDASARKAN TINGGI LUTUT, PANJANG DEPA, DAN TINGGI DUDUK FATMAH

MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA ETNIS JAWA BERDASARKAN TINGGI LUTUT, PANJANG DEPA, DAN TINGGI DUDUK FATMAH MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA ETNIS JAWA BERDASARKAN TINGGI LUTUT, PANJANG DEPA, DAN TINGGI DUDUK FATMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 MODEL PREDIKSI TINGGI BADAN LANSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status gizi anak masih menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Keadaan ini dapat berupa defisiensi makronutrien, defisiensi

Lebih terperinci

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J 100 050 035

Lebih terperinci

KORELASI PANJANG LENGAN BAWAH DAN TINGGI BADAN MAHASISWI SUKU BANJAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

KORELASI PANJANG LENGAN BAWAH DAN TINGGI BADAN MAHASISWI SUKU BANJAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT Aflanie,I.dkk.Korelasi Panjang Lengan Bawah... KORELASI PANJANG LENGAN BAWAH DAN TINGGI BADAN MAHASISWI SUKU BANJAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT Iwan Aflanie 1, Nurul Qomariah 2, Mashuri

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontraktur Sendi Lutut pada Penanganan Fraktur Femur Secara Operatif dan Non Operatif di RS. M.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontraktur Sendi Lutut pada Penanganan Fraktur Femur Secara Operatif dan Non Operatif di RS. M. 29 Artikel Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sendi Lutut pada Penanganan Fraktur Femur Secara Operatif dan Non Operatif di RS. M. Djamil Padang Yandri E*, Manjas M**, Rahmadian R**, Erkadius***

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PLANTAR PADA USIA TAHUN. Arif Wicaksono Sasanthy Kusumaningtyas Angela BM Tulaar

KARAKTERISTIK PLANTAR PADA USIA TAHUN. Arif Wicaksono Sasanthy Kusumaningtyas Angela BM Tulaar KARAKTERISTIK PLANTAR PADA USIA 17-21 TAHUN Arif Wicaksono Sasanthy Kusumaningtyas Angela BM Tulaar Latar Belakang Apakah lengkung kaki kita normal? Belum ada data plantar pada usia tersebut Tekanan plantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis (OA) adalah penyakit articulatio degeneratif yang berhubungan dengan kerusakan kartilago articulatio serta menimbulkan disabilitas. Osteoarthritis

Lebih terperinci

ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA TAHUN

ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA TAHUN ABSTRAK KORELASI ANTARA BENTUK WAJAH DAN BENTUK GIGI INSISIVUS SENTRAL MAKSILA PADA ETNIS TIONGHOA USIA 18 25 TAHUN Latar Belakang. Bentuk gigi merupakan hal yang esensial untuk estetika. Sisi estetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa lebih. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang

Lebih terperinci

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO NILAI DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS SELF-ASSESMENT TOOL FOR ASIANS TERHADAP DUAL ENERGY X-RAY ABSORBTIOMETRY DALAM PENAPISAN OSTEOPOROSIS STUDI PADA WANITA POST MENOPAUSE Daniel Yoga Kurniawan 1, Tanti Ajoe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas atau kelebihan berat badan dapat menjadikan masalah kesehatan. Kecenderungan terjadinya obesitas dapat disebabkan karena pola makan dan ketidakseimbangan

Lebih terperinci

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA

KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA PERBANDINGAN KADAR SOLUBLE fms-like TYROSINE KINASE 1 (sflt1) SERUM KEHAMILAN NORMAL DENGAN PREEKLAMSI BERAT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TEKANAN DARAH DAN DERAJAT PROTEINURIA Amillia Siddiq, Johanes C.Mose,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN DAN KETAHANAN CARDIOVASKULER

PERKEMBANGAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN DAN KETAHANAN CARDIOVASKULER PERKEMBANGAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN DAN KETAHANAN CARDIOVASKULER PADA ADOLESENSI USIA 13-18 TAHUN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN KETINGGIAN WILAYAH TEMPAT TINGGAL (Studi Kros-Seksional

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG LENGAN PADA POPULASI DEWASA DI DENPASAR

ABSTRAK HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG LENGAN PADA POPULASI DEWASA DI DENPASAR ABSTRAK HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG LENGAN PADA POPULASI DEWASA DI DENPASAR Estimasi tinggi badan merupakan salah satu parameter yang diperlukan dalam proses identifikasi forensik. Beberapa

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSI EKSTREMITAS SENDI LUTUT PADA PASIEN POST OPERASI (ORIF) FRAKTUR FEMUR

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSI EKSTREMITAS SENDI LUTUT PADA PASIEN POST OPERASI (ORIF) FRAKTUR FEMUR Sabtu, 6 September 0 ISBN : 978-60-490--8 PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSI EKSTREMITAS SENDI LUTUT PADA PASIEN POST OPERASI (ORIF) FRAKTUR FEMUR THE EFFECT OF RANGE

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi Ilmu Gizi khususnya bidang antropometri dan Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang respirologi. 4.2 Tempat dan

Lebih terperinci

Abstrak. iii. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. iii. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kepribadian Tipe D dan perilaku hidup sehat pada pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Rumah Sakit X Kota Bandung. Alat ukur yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonti menurut American Association of Orthodontics adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan hubungannya

Lebih terperinci