BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fraktur Collum Femur Epidemiologi Fraktur pada collum femur merupakan hal yang umum terjadi, dan mencakup sekitar 20% dari fraktur yang harus dioperasi pada bagian orthopaedi. Fraktur pada collum femur merupakan tantangan besar bagi seorang ahli bedah orthopaedi. Seiring dengan perkembangan zaman, dan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan, maka angka harapan hidup akan semakin meningkat, sehingga akan bertambah banyak jumlah pasien geriatri di masyarakat. Fraktur collum femur paling sering terjadi pada pasien wanita dengan usia tua, dan jarang terjadi pada pasien yang berusia kurang dari 60 tahun. Fraktur ini juga berhubungan dengan faktor rasial, yaitu lebih sering terjadi pada ras kulit putih, bila dibandingkan dengan ras kulit hitam. Angka kejadian meningkat secara eksponensial seiring dengan pertambahan usia. Studi epidemiologis telah berhasil mengidentifikasi beberapa hal yang dapt menjadi faktor resiko terjadinya fraktur collum femur, diantaranya adalah : (1) Body Mass Index yang rendah (<18,5), (2) Paparan terhadap sinar matahari yang rendah, (3) Aktifitas rekreasional yang rendah, (4). Perokok, (5). Riwayat fraktur akibat osteoporosis sebelumnya, (6). Pengobatan menggunakan kortikosteroid dalam jangka waktu lama Anatomi Bagian femur dari panggul terdiri dari caput femur dengan kartilago artikular serta collum femur, yang menghubungkan antara caput femur dan diafisis femur pada daerah antara trochanter mayor dan minor. Membran synovial menempel pada seluruh permukaan caput femur dan collum femur di bagian anterior, dan hanya bagian proksimal dari posterior collum femur. 3

3 Gambar 1. Os. Femur (Dikutip dari: Thompson J. Netter s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia : Saunders Elsevier, P : 249) Ukuran dan bentuk dari collum femur sangatlah bervariasi antar individu. Terdapat pembengkokan ke anterior dari collum femur (femoral anteversion) yaitu sekitar 10 ± 7 pada individu normal. Diameter dari caput femur sebesar berkisar antara mm tergantung dari ukuran tubuh individu. Ketebalan dari kartilago sendi bervariasi antara 4mm pada apex caput femur dan 3mm pada bagian perifer. Collum femur bersudut dengan diafisis femur (neck shaft angle) sekitar pada panggul yang normal, sudut collum shaft femur yang kurang dari normal disebut coxa vara, dan sudut yang berukuran lebih besar dari ini disebut coxa valga. 3.5

4 Gambar 2 : Bentuk varus dan valgus dari collum femur (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2 Hip axis length adalah jarak antara sisi lateral dari regio trochanter sepanjang sudut dari collum femur hingga ke permukaan dalam dari pelvis. Peningkatan dari panjang hip axis length, lebar collum femur serta lebih kecilnya neck shaft angle berhubungan dengan peningkatan resiko mengalami fraktur collum femur 2

5 Gambar 3 : Hip Axis Length dan Neck Shaft Angle (α) (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2 Sudut collum femur dan femoral neck anteversion harus dipertimbangkan pada perencanaan pre operasi untuk menentukan rencana reduksi dan fiksasi. Peningkatan sudut anteversi femur yang ditemukan pada kasus coxa vara atau coxa valga akan mempengaruhi tempat peletakan implant 1, 2 Sistem trabekula internal dari caput femur collum femur berorientasi sesuai dengan garis pembebanan pada tulang, bagian paling tebal berasal dari daerah calcar dan melebar ke bagian bawah dari caput femur.. Calcar femorale adalah lempengan tulang yang tebal yang berasal dari bagian posterior sisi medial dari diafisis femur, yang kemudian akan menyatu dengan collum femur dan melebar ke superior mengarah ke trochanter mayor, kemudian akan menyatu dengan korteks sisi posterior dari collum femur 4.

6 Gambar 4 : Garis trabekula pada caput dan collum femur (Sumber : Thompson J. Netter s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia : Saunders Elsevier, P : 249) Aliran darah ke caput femur berasal dari tiga sumber : (1). Pembuluh darah kapsular, pembuluh darah intramedullary, dan pembuluh darah dari ligamentum teres. Pada orang dewasa, sumber paling penting untuk vaskularisasi untuk caput femur adalah pembuluh darah yang berasal dari pembuluh darah kapsular. Pembuluh darah kapsular ini berasal dari arteri femoralis circumflexa medial dan lateral yang pada 79% dari populasi merupakan cabang dari arteri femoralis profunda, sedangkan pada 20% populasi salah satu dari cabang ini berasal dari arteri femoralis, dan sisa 1% dari populasi kedua pembuluh darah ini berasal dari arteri femoralis. A. circumflexa medialis dan lateralis membentuk cincin anastomosis ekstrakapsular pada pangkal dari leher femur, kemudian membentuk ascending cervical capsular vessel. Kemudian pembuluh darah ini menembus kapsul anterior pada pangkal dari leher femur setinggi garis intertrokanterika. Pada sisi posterior dari leher femur, pembuluh darah ini menembus kapsul dibawah serat orbicularis menuju permukaan sendi. Didalam kapsul, pembuluh darah ini disebut sebagai pembuluh darah retinakular. Terdapat empat kelompok utama (anterior, medial, lateral, dan posterior) dimana kelompok lateral adalah kontributor utama untuk suplai darah pada caput femur. 2

7 Gambar 6: Kapsul sendi panggul dan penebalannya (ligamen), dari sisi anterior (A), dan posterior (B) (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2 Pembuluh darah retinacula yang paling penting berasal dari cabang profunda dari arteri femoralis circumflexa medial. Pembuluh darah ini memperdarahi daerah weight bearing utama dari caput femur. Peranan arteri femoralis circumflexa lateral dan pembuluh darah metafisis tidak begitu penting bila dibandingkan arteri femoralis circumflexa medial. Pada perbatasan antara permukaan sendi dari caput femur dengan collum femur, terdapat cincin anastomosis kedua, yaitu subsynovial intraarticular ring. Ujung terminal dari arteri circumflexa medial profunda menembus caput femur 2-4 mm proksimal dari permukaan sendi pada sisi posterosuperior. 2.3

8 Gambar 5 : Anatomi vaskuler dari caput dan collum femur. (A) Sisi anterior, (B) Sisi Posterior. LFC : Lateral Femoral Circumflex Artery (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2 Kapsul dari sendi panggul meluas kebawah hingga garis intertrokanter pada sisi anterior dari collum femur, namun di sisi posterior, bagian lateralnya tidak ditutupi kapsul sendi (ekstra kapsular). Terdapat tiga ligamen yang merupakan penebalan dari kapsul sendi panggul dan berfungsi sebagai stabilisator dari sendi panggul, yaitu ligamen ischiofemoral yang membatasi gerakan interal rotasi pada fleksi dan ekstensi. Ligamen iliofemoral mengontrol rotasi eksterna pada fleksi, dan rotasi internal serta rotasi eksternal pada ekstensi. Ligamen pubofemoral mengontrol

9 rotasi ekstenal pada saat ekstensi dengan bantuan ligamen iliofemoral. Peningkatan tegangan pada ligamen iliofemoral diduga berperanan dalam patogenesis fraktur collum femur dan kominusi dari collum posterior; yang merupakan karakteristik dari cedera ini.1.2 Sendi panggul mendapat persarafan dari nervus obturator, femoral, ischiadicus, dan n. gluteus superior. Sisi anteromedial dari sendi dipersarafi oleh nervus obturatorius, sedangkan kapsul anterior mendapatkan persarafan dari nervus femoralis. Bagian posterior dari sendi panggul dipersarafi oleh nervus ischiadicus dan sedikit kontribusi oleh nervus gluteus superior. 5 Fleksi panggul terjadi akibat kontraksi dari otot iliopsoas yang berinsersi pada trokanter minor. Saat collum femur intak, kontraksi pada otot ini juga menyebabkan rotasi interna. Sedangkan saat terjadi fraktur pada collum femur, tarikan otot akan menyebabkan rotasi eksterna pada batang femur. Rotasi eksterna dari panggul juga diakibatkan oleh kerja otot piriformis, gemellus dan obturator internus. Sedangkan abduksi panggul akibat tarikan dari otot gluteus yang dipersarafi oleh nervus gluteus superior. Aduksi pada panggul terjadi akibat tarikan dari otot yang berada dalam kompartemen adductor, yang dipersarafi oleh nervus obturator. Otot-otot ini terdiri dari m. adductor longus, adductor magnus, dan adductor brevis. Kelompok otot ini tidak begitu penting dalam fraktur collum femur, namun dapat menyebabkan pemendekan tungkai pada fraktur intrakapsular yang mengalami pergeseran (displaced) Klasifikasi Terdapat beberapa klasifikasi yang telah diciptakan untuk fraktur pada collum femur. Beberapa peneliti membedakan fraktur collum berdasarkan lokasi anatomisnya, membedakan fraktur intrakapsular menjadi subcapital dan transcervical. Namun tulang pada daerah transcervical lebih kuat daripada di daerah subcapital. Kemudian terdapat kesulitan untuk menentukan lokasi fraktur yang tepat bila hanya dengan pemeriksaan foto polos saja. Sebagian besar fraktur collum terjadi pada daerah subcapital, namun lokasi dari fraktur intrakapsular tidak banyak mempengaruhi keputusan terapi maupun hasilnya. Derajat pergeseran (displacement)

10 yang lebih penting untuk dipertimbangkan, dan merupakan dasar dari klasifikasi yang paling banyak digunakan Klasifikasi Garden Klasifikasi ini diciptakan pada tahun 1961, dengan membedakan fraktur collum femur menjadi empat grup yang dibedakan berdasar derajat pergeseran (displacement) dari collum femur. Penilaiannya didasarkan atas hubungan dari garis trabekular di caput femur dengan di acetabulum melalui foto polos AP. Pada panggul yang tidak mengalami fraktur, garis trabekular pada caput femur memiliki orientasi yang sama dengan garis trabekular yang berada di acetabulum. 2.3 Klasifikasi ini memiliki tingkat kesepakatan interobserver dan intraobserver yang rendah. Penelitian Frandsen et al menyimpulkan tingkat kesepakatan interobserver hanya sekitar 22% pada keempat kelompok. Dokter bedah hanya menunjukkan tingkat kesepakatan yang tinggi pada saat menentukan apakah fraktur digolongkan undisplaced (Garden I dan II) atau displaced (Garden III dan IV). Sehingga klasifikasi ini berguna untuk menentukan jenis penanganan selanjutnya, sesuai dengan algoritma fraktur collum femur displaced atau non displaced. Pada klasifikasi Garden I yaitu fraktur subkapital impaksi valgus, terjadi fraktur yang inkomplit, dengan garis fraktur di sisi lateral tidak menembus korteks sisi medial. Sehingga garis trabekula pada caput femur membentuk sudut dengan garis trabekula pada acetabulum. Pada Garden II dimana fraktur bersifat komplit namun tidak mengalami pergeseran (non displaced), sehingga garis trabekula pada caput femur kolinear dengan garis yang berada di acetabulum dan collum femur di sisi distal dari fraktur. Pada klasifikasi Garden III dimana terjadi fraktur subkapital dengan pergeseran yang tidak komplit (incompletely displaced), caput femur tidak hilang kontak dengan collum femur, namun caput femur dalam posisi varus dan ekstensi, sehingga mengakibatkan angulasi pada garis trabekula. Angulasi yang tercipta memiliki arah berkebalikan dengan Garden I. Yang terakhir Garden IV yaitu fraktur yang mengalami pergeseran komplit (completely displaced) sehingga garis trabekula pada caput femur sejajar dengan garis pada acetabulum akibat caput femur kembali ke posisi netral dalam acetabulum, sedangkan collum femur kehilangan

11 kontak dengan caput femur dan mengalami rotasi eksterna, sehingga garis trabekula pada collum femur tidak kolinear lagi dengan caput femur. 2.3 Gambar 7 : Klasifikasi Garden berdasarkan derajat pergeseran collum femur terhadap caput femur (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) Klasifikasi Pauwel Klasifikasi ini didasarkan atas bidang dari fraktur collum femur. Dibagi menjadi tiga tipe yang berdasarkan apakah bidang fraktur berbentuk vertikal, oblik, atau transverse. Klasifikasi ini diciptakan sebagai faktor prediktif kegagalan fiksasi maupun kemungkinan non union dari fraktur collum femur yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya grading klasifikasi ini. 1.2

12 Gambar 8 : Klasifikasi Pauwel, Tipe 1 : < 30, Tipe II : 30-50, Tipe III : > 50 (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) Klasifikasi AO/OTA Klasifikasi alfanumerik ini didasarkan pada jenis tulang yang mengalami fraktur, letaknya, serta morfologi dari garis fraktur. Fraktur pada tulang femur diklasifikasikan sebagai nomer 3. Pada proksimal dari tulang femur disebut 3.1, kemudian pada fraktur di collum femur disebut sebagai 3.1B. Grup B1 yaitu fraktur collum femur tanpa pergeseran (undisplaced), B2 yaitu fraktur transcervical, dan grup B3 adalah fraktur subcapital collum femur dengan pergeseran (displacement). Walaupun sistem klasifikasi ini memberikan metode komprehensif untuk mengklasifikasikan frakur, namun karena kerumitannya, maka sistem klasifikasi ini jarang dipakai pada praktek sehari-hari. 2.3

13 Gambar 9 : Klasifikasi AO/OTA pada fraktur collum femur (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) Klasifikasi Singh Singh index merupakan salah satu klasifikasi yang sering digunakan untuk fraktur panggul intrakapsular. Singh index adalah suatu metode untuk mengestimasi derajat osteoporosis dengan cara mencocokkan pola garis trabekulasi pada femur proksimal menjadi 6 kategori yang terpisah. Beberapa peneliti telah meneliti mengenai keefektifan metode ini, dan mereka menemukan bahwa metode ini kurang dapat diandalkan karena sulit memiliki tingkat interpretasi yang berbeda-beda antar observer. Kemudian tidak terdapat hubungan antara densitas mineral tulang dengan Singh Index. 2.3

14 Gambar 10 : Singh Index (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2 Singh Index mengklasifikasikan osteopenia dari normal (grade 6; semua trabekulasi tampak jelas), medium (grade 3; trabekula menipis dengan terputusnya principle tensile group) sampai ke berat (grade 1; hanya primary compressive trabeculae yang tampak jelas) Fraktur proksimal femur pada anak Fraktur femur proksimal pada anak harus ditangani segera. Risiko nekrosis avaskular dapat diminimalkan dengan reduksi, dekompresi sendi, dan fiksasi yang stabil dalam waktu 24 jam dari cedera. Ada kemungkinan bahwa pengobatan dalam waktu 6 jam, seperti yang direkomendasikan untuk dislokasi pinggul, akan mengurangi kejadian nekrosis avaskuler, tetapi belum ada penelitian terbaru mengenai reduksi dan dekompresi dalam waktu 6 jam. Keterlambatan dalam pengobatan sering didapatkan karena adanya cedera terkait atau pertimbangan lain. Delbet membagi fraktur femur proksimal menjadi empat tipe. Fraktur tipe I didapatkan separasi pada daerah transphyseal, tipe II terjadi pada collum femur antara

15 epiphyseal plate dan basis dari collum, tipe III terjadi pada daerah cervicotrochanteric, dan tipe IV terjadi pada daerah intertrochanter. 16 Gambar. 11. Klasifikasi Delbet fraktur femur proksimal pada anak (Sumber : Herring, J. et al. Tachdjian s Pediatric Orthopaedic 4th ed Philadelphia. Elsevier P. 1523) 16 Pada fraktur tipe I, pengobatan dengan reduksi tertutup dan casting sesuai untuk fraktur minimal displaced, dan untuk anak-anak kurang dari 2 tahun. Pada anak-anak usia 2 sampai 12 tahun, stabilisasi dari fraktur yang tereduksi dapat dicapai dengan dua pin ditambah dengan spica cast. Pada anak-anak yang lebih dewasa, fiksasi di fisis dapat dilakukan. Reduksi terbuka sering diperlukan jika epiphysis

16 mengalami dislokasi. Hal ini dilakukan melalui approach posterior untuk frakturdislokasi posterior. Pada saat operasi, kuretase physeal plate telah direkomendasikan dalam upaya untuk mendorong revaskularisasi dari caput femoris. 16 Pada fraktur tipe II dan tipe III, jika fraktur stabil dan nondisplaced, dan pasien lebih muda dari 6 tahun, spica cast saja dapat menghasilkan hasil yang baik. Fraktur displaced biasanya dapat direduksi dengan metode tertutup, tapi sayatan kecil untuk membuka kapsul sendi panggul direkomendasikan karena hal ini bisa mengurangi risiko nekrosis avaskular. Ng dan Cole mempelajari efek dari dekompresi sendi panggul yang segera pada frekuensi terjadinya nekrosis avaskular. Hasilnya tidak didapatkan sama sekali pada fraktur tipe I. Untuk tipe II dan tipe III, 41% dari 54 pasien yang ditangani tanpa dekompresi sendipanggul mengalami nekrosis avaskular sedangkan hanya 8% dari 39 pasien dengan dekompresi sendi panggul didapatkan nekrosis avaskular.. Fiksasi dilakukan dengan memasukkan dua atau tiga cannulated bone screws ke bagian metafisis dari fragmen proksimal. Fiksasi yang stabil harus diutamakan dibanding preservasi physis pada femur proksimal. Imobilisasi dengan spica cast digunakan untuk meningkatkan fiksasi pada anak-anak, terutama ketika pin telah digunakan. Pada pasien berusia 12 tahun atau lebih, threded screws dapat ditempatkan di fisis untuk fiksasi yang lebih baik dan untuk menghindari penggunaan spica cast. Sebagai alternatif, hip screw dengan pin tambahan untuk mengontrol rotasi dapat digunakan pada anak-anak yang lebih tua. 16 Pada fraktur tipe IV tidak memerlukan stabilisasi yang segera, kecuali bila tindakan operasi dapat meningkatkan hasil dari penanganan keseluruhan. Fraktur nondisplaced di daerah ini dapat ditangani dengan penggunaan spica cast dan follow up rutin pada anak-anak yang lebih muda. Fraktur displaced pada bayi dan balita dapat diobati dengan reduksi tertutup segera dan casting selama sudut neck shaft tidak menurun menjadi kurang dari 115 derajat. Fraktur displaced pada anak-anak yang lebih tua juga dapat ditangani dengan traksi skeletal yang diikuti oleh imobilisasi dengan cast. Namun, penulis merekomendasikan stabilisasi operatif pada anak yang lebih tua dari 6 tahun untuk mengurangi risiko malunion dan menghindari imobilisasi berkepanjangan. Remaja ditangani dengan cara yang sama seperti orang dewasa, dengan fiksasi yang stabil di seluruh fisis menggunakan sliding hip screw

17 atau angled blade plate. Hal ini untuk mengurangi keperluan memakai spica cast tambahan pada pasien remaja. 16 Pada pasien usia muda, arthroplasty bukanlah pilihan pertama yang ideal unuk kasus non union pasca fraktur pada collum femur., terutama jika pasien berusia kurang dari 40 tahun dan tidak memiliki penyakit komorbid yang lain. Alternatif penanganan pada pasien ini meliputi revisi fiksasi, vascularized bone graft atau osteotomi valgus jika non union atau kegagalan fiksasi ditemukan sebelum terjadi pergeseran caput femur seluruhnya. Revisi fiksasi dengan ditambahkan vascularized bone graft merupakan pilihan rasional jika tidak ada reduksi yang berubah. Meyer et al menerangkan teknik penggunaan graft dari m.quadratus femoris yang tervaskularisasi untuk mencegah terjadinya AVN pasca fraktur collum femur. Teknik ini sekarang sering dipakai untuk membantu proses union pada pasien dengan union yang terlambat ataupun non union. Teknik ini telah dilaporkan memiliki angka kesuksesan pada 95% kasus. Pada penelitian terhadap 42 orang pasien usia muda pada periode rata-rata 9 bulan pasca trauma, Vallamshetla et al melaporkan angka union 86% menggunakan graft m.quadratus femoris. 2 Teknik Meyers bone graft sendiri menggunakan approach posterior pada hip. Kapsulotomi posterior dilakukan dan kemudian mengidentifikasi non union pada collum femur. Langkah selanjutnya adalah membersihkan jaringan fibrous pada area non union. Tempat insersi m.quadratus femoris pada aspek posterior femur diangkat dengan panjang 4 cm, lebar 1,5 cm dan kedalaman 1 cm. Terowongan untuk menerima blok tulang dipotong pada aspek posterior collum femur, menghubungkan antara daerah nonunion. Blok tulang ditempatkan pada terowongan dan difiksasi dengan screw. 2

18 Gambar 12. Meyer s graft. A. Insisi T pada kapsul posterior. B.Mengambil graft dari m. quadratus femoris. C. Terowongan dibuat dengan kuretase daerah intertrochanter ke dalam caput femur untuk memasukkan graft ke tempatnya. Setelah graft dimasukan, screw cancellous 3.5 mm dan washer dimasukkan dari posterior ke anterior untuk mengkompresi graft dan memperkuat korteks posterior yang kominutif (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2

19 2.1.5 Penanganan Untuk fraktur collum femur nondisplaced, dokter bedah harus memutuskan apakah operasi diperlukan ataukah penanganan non bedah yang harus dipilih. Karena tingginya angka displacement di kemudian hari dan efek samping dari tirah baring, penanganan yang direkomendasikan saat ini adalah tatalaksana bedah. Sementara itu tindakan non operatif pada fraktur non displaced hanya dilakukan pada pasien tirah baring yang merupakan kelompok operasi risiko tinggi. Komplikasi terkait tirah baring lama meliputi pneumonia, ulkus dekubitus, infeksi traktus urinarius, dan penyakit tromboembolik. Perhatian khusus juga harus diberikan pada penanganan konservatif pasien yang kognitifnya mengalami gangguan dimana mortalitas dan angka komplikasi telah banyak ditunjukkan pada penelitian sebelumnya Pada sebagian besar kasus, terapi ORIF adalah merupakan terapi pilihan untuk undisplaced intracapsular hip fraktur. Terdapat berbagai macam implant yang tersedia untuk digunakan, seperti cannulated screw dan sliding hip screw dengan short plate. Implan ini menggantikan implan yang lebih dulu digunakan seperti hook pins, knowles pins, dan watson-jones nail Tindakan fiksasi pada fraktur ini biasanya cukup jelas. Pasien diposisikan supine pada meja operasi, kemudian untuk mengambil gambaran AP dan lateral dari collum femur, dapat digunakan fluoroskopi. Hal ini dipermudah dengan melakukan fleksi dan abduksi dari panggul sisi kontralateral. Insisi yang dilakukan dapat diminimalisir, dan tindakan ini dapat dilakukan secara perkutan. Apabila dilakukan tindakan dilakukan secara open, maka dapat dilakukan insisi kecil yang dimulai dari sisi inferior dari batas vastus lateralis ke arah trochanter mayor sebanyak kurang lebih 5 cm. Kemudian dapat ditempatkan guide wire sebagai penanda. Umumnya para ahli bedah menggunakan tiga cannulated screw dan ditambah washer. Walaupun angka union pada fraktur collum femur undisplaced cukup besar, yaitu sekitar 90%, namun tetap ada kemungkinan terjadinya late avascular necrosis sebesar 1,6 22,5% berdasar literatur. Hasil akhir fungsional pada pasien dengan fraktur collum femur undisplaced umumnya baik, dengan angka komplikasi yang rendah dan umumnya baik. 2

20 Fraktur Collum Femur dengan Pergeseran (Displacement) Hampir sebagian besar fraktur pada collum femur mengalami pergeseran (displacement), berbeda dengan fraktur collum femur tanpa pergeseran, fraktur dengan pergeseran memiliki variasi dalam penanganannya. Sebagian besar ahli bedah sepakat bahwa fraktur collum femur dengan pergeseran pada usia dibawah 60 tahun, dapat diterapi dengan ORIF, sedangkan pada usia diatas 80 tahun diterapi dengan arthroplasty. Sedangkan rentang usia tahun masih menjadi perdebatan antar ahli bedah, beberapa ahli bedah menganjurkan untuk dilakukan ORIF, unipolar hemiarthropasty, bipolar hemiarthroplasty, dan THR. Gambar 13: Bipolar hemiarthroplasty (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) Reduksi dan Fiksasi Internal Pilihan terapi ini saat ini mulai ditinggalkan oleh para ahli bedah 2,5. Alasan utamanya adalah angka kegagalan yang tinggi dengan komplikasi implant failure,

21 nonunion, dan avaskular nekrosis, namun pilihan terapi ini masih banyak digunakan terutama untuk pasien dengan usia muda Prinsip teknik reduksi pada pasien fraktur collum femur dengan pergeseran yaitu dengan melakukan traksi sesuai sumbu aksial, dilanjutkan dengan rotasi internal dari tungkai, hal yang sering menjadi kesalahan para ahli bedah adalah dengan melakukan traksi dan rotasi internal yang berlebihan, hal ini malah menyebabkan terjadinya reduksi valgus yang akan sangat sulit untuk diperbaiki secara tertutup. Dari penelitian disebutkan bahwa 20 derajat reduksi varus berhubungan dengan peningkatan angka kejadian implant failure sebesar 55%. Arnold et al 22 merekomendasikan bahwa sebaiknya hanya terdapat 20 derajat posterior angulasi untuk meminimalisasi terjadinya resiko implant failure, resiko terjadinya nekrosis avaskuler juga lebih kecil bila didapatkan reduksi yang anatomis. Apabila fraktur sudah dapat tereduksi, maka fiksasi dapat dicpai dengan menggunakan cannulated screw atau sliding hip screw. Teknik yang paling umum digunakan adalah menggunakan tiga screw dengan penempatan pin secara paralel dan berbentuk triangular. Setelah dilakukan operasi, pasien dapat mobilisasi dengan partial weight bearing (touch weight bearing) selama 6 minggu. Fraktur pada collum femur akan sembuh secara lmbat, dan pada sebagian besar kasus, membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan. Pasien membutuhkan pemeriksaan radiografi serial untuk memastikan proses penyembuhan berjalan dengan baik. Nekrosis avaskuler biasanya terjadi setelah fraktur mengalami union, dan biasanya terjadi setelah 2 tahun setelah trauma. Oleh karena itu follow up terhadap pasien harus dilakukan sampai 2 tahun post trauma

22 Gambar 14. Fiksasi dengan menggunakan cannulated screws 9 bulan pasca operasi menunjukkan tanda union (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2 Fraktur pada collum femur dihubungkan dengan terjadinya hemarthrosis, dan hal ini diketahui dapat meningkatkan tekanan intrakapsular pada panggul. Atas dasar inilah, maka beberapa peneliti menyarankan untuk dilakukan tindakan dekompresi kapsul dengan aspirasi atau capsulotomy untuk mempermudah reduksi Total hip arthroplasty sekunder dapat dipertimbangkan untuk pasien yang telah diterapi dengan ORIF, kemudian mengalami implant failure. Namun berdasarkan penelitian dilapangan, disebutkan bahwa angka kejadian komplikasi pada pasien yang menjalani THR sekunder lebih besar daripada pasien yang menjalani THR sebagai terapi pertamanya Total Hip Replacement Dahulu operasi THR dihubungkan dengan kompleksitas dan durasi operasi yang lama serta merupakan operasi yang berharga mahal. Fraktur collum femur dengan displacement dahulu bukan merupakan kandidat untuk dilakukan THR, karena sebagian besar pasien yang mengalami fraktur collum femur dengan

23 displacement adalah orang tua dengan mobilitas yang terbatas serta mengalami gangguan kognitif, angka loosening dan dislokasi setelah operasi THR Namun berdasar penelitian terbaru, didapatkan bukti bukti yang mendukung penggunaan THR untuk operasi fraktur collum femur dengan displacement (pergeseran), sebagian besar penelitian merekomendasikan penggunaan THR pada pasien yang memiliki mobilitas tinggi tanpa gangguan kognitif. Beberapa kondisi medis berhubungan dengan angka kegagalan yang tinggi setelah dilakukan THR, yaitu rheumatoid arthritis dan gagal ginjal kronik. Usia pasien yang akan dilakukan THR juga harus dipertimbangkan. Sebagian besar ahli bedah berpendapat bahwa ORIF masih merupakan pilihan utama untuk pasien dibawah usia 60 tahun. Karena angka keberhasilan ORIF pada pasien dengan usia ini masih cukup tinggi. Kecuali pada beberapa kasus dimana terdapat kelainan pada kepadatan tulang, seperti akibat penggunaan steroid ataupun osteoporosis. Gambar 15. Cemented Total Hip Arthroplasty pada pasien fraktur collum femur usia tua (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2

24 Kontraindikasi untuk dilakukan THR salah satunya adalah adanya infeksi bakteri pada sendi panggul atau pada lokasi disekitar panggul, dan infeksi bakteri ditempat jauh seperti pada rongga mulut. Pasien dengan keterbatasan fisik dan mental, sehingga bahkan dengan prosedur THR sekalipun tidak akan meningkatkan fungsi pasien juga merupakan kontra indikasi relatif dari prosedur ini. Serta pasien dengan gangguan mental atau kesehatan yang berat, merupakan kontraindikasi untuk dilakukan THR Sebagian besar penelitian yang membandingkan fiksasi interna dengan arthroplasty, lebih banyak yang hasilnya memilih arthroplasty untuk penanganan fraktur collum femur. Osteoporosis yang juga didapat pada kelompok pasien ini berkorelasi dengan angka kejadian kegagalan fiksasi serta non union yang tinggi pada penggunaan fiksasi interna

25 Gambar 16. Algoritma penanganan fraktur collum femur (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) 2 Fiksasi interna telah dikaitkan dengan keluaran fungsional yang jelek dikarenakan pemendekan collum femur dan malunion yang berakibat disfungsi otot abduktor. Malunion ini berhubungan dengan angka keluaran fungsional yang buruk dan merupakan faktor prognostik penggunaan alat bantu jalan pasca operasi. Penelitian Ravikumar dan Marsh menunjukkan penurunan fungsi dan kontrol nyeri

26 13 tahun pasca operasi dengan fiksasi interna. Pasien juga memiliki angka revisi 33% dibandingkan dengan 6.75% pada pasien dengan arthroplasty. 6.7 Arthroplasty telah menjadi alternatif selain fiksasi interna yang banyak dipilih untuk penanganan fraktur collum femur displaced pada pasien usia lanjut. Pada penelitian Iorio, et al menunjukkan tidak ada perbedaan angka reoperasi ataupun mortalitas pada kelompok fiksasi interna maupun arthroplasty, tetapi arthroplasty lebih menguntungkan secara biaya dan berhubungan dengan angka kemandirian hidup yang lebih tinggi. Beberapa penelitian metaanalisis yang meneliti pilihan pembedahan pada fraktur collum femur displaced menunjukkan 67% pasien yang ditangani dengan fiksasi interna menunjukkan union dalam kurun waktu 2 tahun, sedangkan 35% memerlukan prosedur sekunder berupa operasi fiksasi ulang, pengambilan implant atau konversi ke arthroplasty. Sekitar 70% dari pasien menunjukkan union fraktur tanpa nyeri pada 2 tahun pertama, tetapi angka nonunion didapat pada 30% pasien, serupa dengan tingkat kejadian osteonekrosis pada kelompok pasien tersebut. Penelitian meta analisis pada 2289 pasien oleh Rogmark, et al. menunjukkan arthroplasty primer memiliki tingkat komplikasi yang lebih rendah secara signifikan (infeksi, redisplacement, non union, nekrosis avaskular serta reoperasi) dibandingkan fiksasi interna. 1.2 Penelitian terbaru saat ini membandingkan jenis arthroplasty yang lebih baik antara total hip arthroplasty dan hemiarthroplasty. Hal yang menjadi perhatian pada hemiarthroplasty antara lain pengaruh implant terhadap acetabulum, sedangkan pada total hip arthroplasty adalah risiko dislokasi. Ravikumar et al menyimpulkan bahwa total hip arthroplasty lebih baik dibanding hemiarthroplasty. Sebanyak 27% pasien hemiarthroplasty mengeluhkan nyeri pada sendi panggul dalam kurun waktu 1 tahun pasca pembedahan dibandingkan 0% pada total hip arthroplasty. Follow up jangka waktu 13 tahun menunjukkan angka menjadi 45% dibanding 6% (hemiarthroplasty vs total hip arthroplasty). Pasien juga memiliki angka reoperasi yang lebih tinggi (24 % vs 7%) dan Harris Hip Score yang lebih rendah (55 vs 80). Penelitian Blomfeldt et al pada 120 pasien menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada keseluruhan komplikasi dan mortalitas, namun menunjukkan perbaikan Harris Hip Score secara signifikan dalam periode 4 dan 12 bulan pada kelompok Total Hip Arthroplasty. 2.3

27 Sebagai catatan, tidak ada hasil penelitian yang konsisten mengenai pemilihan unipolar ataupun bipolar hemiarthroplasty. Keduanya merupakan pilihan yang masuk akal untuk pasien usia lanjut dengan kebutuhan mobilisasi yang rendah. Wathne et al meneliti 140 pasien yang mengalami fraktur collum femur displaced yang ditangani dengan cemented unipolar maupun bipolar hemiarthroplasty. Tidak ada perbedaan secara signifikan pada follow up 1 tahun dalam hal kemampuan fungsional, angka operasi revisi atau nyeri sendi panggul. Mereka menyimpulkan tidak ada keuntungan pada penggunaan bipolar endoprosthesis pada penanganan fraktur collum femur pasien usia tua. Biaya yang lebih murah pada penggunaan modular unipolar prosthesis merupakan salah satu alasan untuk tetap menggunakan implant tersebut. Menurut terori, hemiarhroplasty bipolar mempunyai kelebihan pada pasien dengan penyakit neuromuskuler, demensia, atau Parkinson yang merupakan faktor predisposisi terjadinya instabilitas. Bipolar hemiarthroplasty dikembangkan untuk meningkatkan mobilitas sendi, mengurangi kerusakan kartilago acetabulum, dan memudahkan konversi ke total hip arthroplasty. Penggunaannya pada kelompok pasien tertentu dapat menjadi pilihan yang terbaik. Penelitian meta analisis oleh Lu Yao et al menunjukkan 85% pasien tidak merasakan nyeri, dan 85% pasien dapat kembali berjalan tanpa alat bantu atau dengan 1 tongkat dalam kurun waktu 2 tahun pasca bipolar hemiarthroplasty. Penelitian Raia et al pada 115 pasien yang membandingkan hemiarthroplasty bipolar dan unipolar menunjukkan tidak ada perbedaan keduanya dalam hal jumlah kehilangan darah, transfusi, lama waktu rawat di rumah sakit, serta outcome fungsional. Pemilihan untuk menggunakan unipolar atau bipolar endoprosthesis tergantung dari masing-masing dokter bedah. Keduanya telah ditunjukkan pada berbagai penelitian sebagai pilihan yang memungkinkan pada pasien fraktur collum femur usia lanjut. 6.7

28 2.2 Hip Hemiarthroplasty Untuk fraktur collum femur yang displaced, reduksi, kompresi, dan fiksasi internal yang rigid diperlukan jika union masih bisa diperkirakan. Dikarenakan osteonekrosis dan non union sering terjadi setelah fiksasi interna pada fraktur collum femur yang displaced, banyak ahli bedah merekomendasikan pemakaian penggantian prosthesis primer sebagai alternatif pada pasien usia lanjut yang masih bisa melakukan ambulasi. Walaupun penggunaan prosthesis dapat menghindari non union dan osteonekrosis, hal ini juga dapat mengakibatkan berbagai komplikasi. 7

29 Gambar 17. Austin Moore Prosthesis (Sumber : Keating J. Femoral Neck Fractures In: Bucholz R, Heckman J, et al. Rockwood and Green s 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010, p ) Teknik Banyak penulis menggunakan approach posterior untuk pemasangan prosthesis femoral head setelah fraktur dari collum femur. Beberapa penulis merekomendasikan approach yang lebih anterior, misalnya Hardinge atau Watson Jones. Komplikasi, terutama infeksi dan dislokasi dari prosthesis ditemukan lebih sering pada penggunaan approach posterior. Penggunaan approach anterior menyebutkan bahwa infeksi dan dislokasi jarang didapatkan karena jarak yang lebih besar dari insisi anterior terhadap perineum dan tidak adanya insisi yang melewati kapsul posterior yang kuat. Membuat pasien bangun dari tempat tidur dan duduk menyebabkan tekanan yang kuat pada kapsul posterior, sehingga approach posterior dapat menyebabkan sendi panggul mudah terjadi dislokasi. Terkadang dapat dilakukan approach anterior pada pasien dengan inkontinensia alvi, pada pasien yang diperkirakan sulit mematuhi aturan range of motion gerakan sendi panggul secara keseluruhan, dan pada pasien yang spastik dan cenderung untuk memfleksikan dan mengaduksikan panggul pada gerakan ambulasi mereka. Tenotomi otot adduktor dapat dilakukan pada kelompok pasien terakhir ini. Pasien dengan penyakit Parkinson merupakan salah satu risiko terjadinya dislokasi posterior Rehabilitasi Tujuan utama rehabilitasi pada pasien usia lanjut dengan fraktur sendi panggul adalah dapat segera kembali berjalan. Pada beberapa institusi, sesi terapi dimulai pada hari pertama pasca operasi dan mengikuti protokol yang terstruktur. Pada awalnya, terapis melakukan evaluasi mencakup diagnosis, prosedur yang dilakukan, dan status weight bearing. Pada umumnya, pasien pasca operasi sendi panggul disarankan melakukan tumpuan berat badan semampu pasien. Status weight bearing ini didasarkan fakta bahwa ketika pasien diperbolehkan melakukan tumpuan

30 berat badan semampunya, pasien dengan fraktur sendi panggul cenderung membatasi beban pada ekstremitas yang mengalami cedera. Pada evaluasi 60 pasien usia lanjut dengan fraktur sendi panggul oleh Koval et al menunjukkan pada minggu pertama pasca operasi, pasien menggunakan sekitar 51% dari beban tumpuan normal pada ekstremitas yang mengalami cedera. Angka ini kemudian meningkat menjadi 87% beban tumpuan normal pada 12 minggu pasca operasi. Pada hari pertama pasca operasi tujuan terapi adalah pasien dapat berjalan sejauh 15 feet dengan bantuan sedang. Jarak berjalan meningkat menjadi 20 feet dengan bantuan minimal pada hari ke-2. Pada hari ke-3 pasca operasi, tujuan terapi adalah berjalan sejauh 40 feet dengan bantuan minimal. Peningkatan jarak berjalan yang lebih jauh dilakukan pada hari ke- 4 dengan penambahan latihan menaiki tangga. Terapis okupasi juga berperan penting pada perawatan pasca operasi pasien ini, dengan berfokus pada latihan aktivitas sehari-hari dan melakukan penilaian pada lingkungan rumah pasien untuk memastikan kemudahan dalam membantu pasien hidup mandiri. 6

31 Gambar 18. Contoh mobilisasi menggunakan walker dan kruk (Dikutip dari Shanbag, A. et al. Good as New: a Patient Guide to Total Hip Replacement. Boston: Massachussets General Hospital pp: 64-70) Morbiditas dan mortalitas pasca hemiarthroplasty Mortalitas setelah fraktur collum femur cukup signifikan. Hasil dari berbagai penelitian memperkirakan kematian di rumah sakit 15% dan kematian 30% pada periode 1 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat kematian untuk fraktur peritrochanter atau fraktur collum femur intrakapsuler. Angka kematian ini 4-

32 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi fraktur selain daerah panggul pada kelompok usia yang sama. Pada pasien dengan gangguan kognitif yang signifikan, angka kematian 1 tahun meningkat hingga 50%. Tidak mengherankan bahwa adanya komorbiditas penyakit secara bersamaan meningkatkan risiko kematian setelah operasi. Hal ini berlaku terutama untuk pasien dengan gangguan kardiorespirasi. Gangguan ginjal dengan ureum dan kreatinin tinggi dikaitkan dengan kenaikan dua kali lipat angka kematian dalam 1 tahun. Wanita memiliki tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan laki laki. Tingkat kematian untuk fraktur undisplaced lebih tinggi jika dilakukan hemiarthroplasty dibandingkan dilakukan fiksasi internal. Sikand et al melaporkan kematian 38% pada 1 tahun pada pasien fraktur non displaced setelah hemiarthroplasty dibandingkan dengan 11% pada fiksasi interna Mobilitas pasca hemiarthroplasty Pasien dengan fraktur collum femur nondisplaced cenderung untuk mendapatkan kembali mobilitas yang lebih baik dibandingkan dengan fraktur yang displaced. Kebanyakan pasien dengan fraktur undisplaced kembali ke tingkat mobilitas sebelumnya kecuali ada komplikasi tertentu. Pasien dengan fraktur collum femur displaced memiliki hasil yang kurang baik dalam hal ini. Faktor prognostik buruk untuk mobilitas pasca operasi antara lain usia lanjut, gangguan kognitif, dan gangguan tingkat mobilitas sebelum fraktur. Pilihan penanganan juga mempengaruhi mobilitas. Beberapa penelitian yang membandingkan fiksasi internal dengan arthroplasty pada fraktur displaced telah menunjukkan mobilitas yang lebih baik pada pasien di kelompok arthroplasty. Proporsi secara keseluruhan pasien mendapatkan tingkat mobilitas pasca fiksasi atau arthroplasty adalah 46%. Perbandingan mobilitas antara total arthroplasty dan hemiarthroplasty cenderung menunjukkan tingkat mobilitas yang lebih baik pada kelompok total hip arthroplasty. Penyebab hal tersebut belum jelas dan multifaktorial. Dibutuhkan data klinis yang lebih banyak. Penurunan mobilitas sangat mempengaruhi fakta bahwa antara 15% dan 20% dari pasien tidak dapat kembali ke tempat tinggal mereka semula. 7.8

33 2.3 Prediktor morbiditas dan mortalitas Sebagian besar kasus fraktur pada sendi panggul terjadi karena trauma dengan energi yang ringan pada pasien yang mempunyai tulang yang rapuh. Tujuan penanganannya adalah mengembalikan pasien pada level fungsional prefraktur tanpa mortalitas dan disabilitas jangka panjang. Pasien usia tua dengan sejumlah kondisi penyakit yang menyertai terkadang tidak mampu bertahan dengan kompilkasi akut yang terjadi karena fraktur ini, dan dapat meninggal dunia dengan segera setelah dilakukan operasi. Dari 75 penelitian yang mencakup pasien, angka mortalitas 1 bulan secara keseluruhan berkisar 13,3%. Pada 3-6 bulan berkisar 15,8%. Pada 1 tahun 24,5%, dan pada 2 tahun 34,5%. Pada beberapa penelitian berdasar bukti terbaru, dapat diidentifikasi 12 prediktor mortalitas yang kuat, meliputi usia lanjut, jenis kelamin laki laki, tinggal pada tempat penampungan, kemampuan berjalan yang tidak baik sebelum operasi, ketidak mampuan melakukan aktivitas sehari hari, status ASA yang tinggi, status mental yang jelek, penyakit komorbid multipel, demensia atau tingkat kognitif yang lemah, diabetes, kanker dan penyakit jantung Jenis kelamin Insiden kasus patah tulang sendi panggul paling banyak terjadi pada wanita, namun outcome yang didapatkan lebih jelek pada sepertiga kasus fraktur sendi panggul pada laki laki bahkan ketika variabel usia, lokasi fraktur, jumlah prosedur dan penyakit kronis dikendalikan. Laki laki berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi pasca operasi dan juga mortalitas, seperti yang dilaporkan pada banyak penelitian. Hal ini menekankan pentingnya evaluasi pasca operasi yang seksama dan penanganan penyakit yang menyertai pada pasien laki-laki Usia Usia saat terjadi fraktur telah dilaporkan sebagai prediktor mortalitas utama, risiko mortalitas meningkat sekitar 4% dengan peningkatan usia. Penelitian lain menunjukkan outcome fungsional tidak berhubungan dengan peningkatan usia pada pasien yang tidak ada kelainan pada sendi panggul sebelumnya. Proses penuaan, adanya penyakit kronis dan inaktivitas bersama-sama akan mengganggu fungsi otot, sistem vestibuler, penglihatan, proprioseptif, kognitif, dan kewaspadaan. Gangguan

34 fungsi ini akan menyebabkan ketidakseimbangan statik dan perubahan gait yang akan meningkatkan risiko jatuh Waktu Operasi Kemampuan untuk memperbaiki hasil dan menurunkan angka mortalitas pasien dengan fraktur sendi panggul telah banyak menjadi perhatian dan efek dari waktu terjadinya cedera dengan waktu pelaksanaan operasi telah banyak diteliti. Pada tahun 1960, operasi elektif setelah evaluasi preoperatif banyak dilakukan pada pasien lanjut usia. Ada penelitian dimana operasi darurat atau operasi dalam waktu 12 jam tidak dilakukan pada pasien fraktur sendi panggul usia lanjut. Banyak penelitian menunjukkan bahwa operasi segera tidak ada efeknya dengan tingkat mortalitas. Walaupun banyak perbedaan dan kontroversi pada penelitian mengenai hal ini, banyak penelitian menunjukkan penundaan waktu dari terjadinya trauma sampai pelaksanaan operasi menjadi salah satu prediktor mortalitas yang utama. Ada berbagai alasan untuk menunda operasi termasuk waktu yang diperlukan untuk mengoptimalisasikan kondisi pasien dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan operasi segera setelah terjadi trauma. Keuntungan yang didapat pada operasi yang segera adalah mengurangi nyeri dan memperbaiki mobilitas yang dapat menurunkan komplikasi pulmoner seperti atelektasis, pneumonia dan thromboembolisme pulmoner Status ASA Klasifikasi ASA adalah sistem penilaian yang berguna untuk evaluasi preoperatif pada efek penyakit sistemik terhadap keadaan umum pasien. Walaupun merupakan sistem evaluasi subyektif, klasifikasi ini telah dibuktikan sebagai penanda risiko yang berguna pada banyak penelitian. Hubungan peningkatan mortalitas dengan peningkatan jumlah penyakit komorbid merupakan fakta yang telah banyak diketahui. Dengan peningkatan usia, risiko mortalitas meningkat bersama dengan peningkatan nilai ASA. Di sisi lain, masih dimungkinkan untuk

35 menurunkan mortalitas dan morbiditas pasca operasi dengan follow up penanganan pada klinik geriatri pada pasien dengan nilai ASA tiga atau lebih. 9 dan Penyakit komorbid Penelitian Browner et al pada 474 pasien usia tahun ( usia rata-rata: 68 tahun), menunjukkan bahwa penyakit komorbid adalah prediktor mortalitas pasca operasi pada pasien yang dilakukan prosedur operasi selain jantung. Peneliti menunjukkan bahwa riwayat hipertensi, tingkat aktivitas yang sangat rendah, dan penurunan fungsi ginjal (klirens kreatinin yang rendah) berhubungan secara signifikan dengan peningkatan risiko mortalitas pasca operasi. Angka mortalitas di rumah sakit pada pasien yang memiliki faktor risko dua atau lebih berjumlah delapan kali lebih tinggi dibanding pasien yang tidak memiliki atau hanya memiliki satu faktor risiko Anemia Anemia telah dihubungkan dengan mobilitas fungsional pasca operasi fraktur sendi panggul. Penelitian telah menunjukkan bahwa anemia selama periode fisioterapi adalah faktor risiko independen untuk ketidakmampuan berjalan pasien pada 3 hari pasca operasi setelah menyingkirkan faktor jenis operasi, komplikasi medis dan level fungsional sebelum frakrur. Beberapa penelitian, walaupun tidak seragam menunjukkan bahwa level hemoglobin yang rendah dihubungkan dengan angka survival yang rendah Status ambulasi Penelitian Kristensen et al menyebutkan variabel status mobilisasi pasien prefraktur,usia dan tipe fraktur merupakan prediktor independen untuk outcome pasien di rumah sakit yang menjalani program rehabilitasi intensif setelah menyingkirkan variabel jenis kelamin, status kesehatan dan status mental. Khususnya

36 pada pasien dengan fraktur sendi panggul dengan level NMS (New Mobility Score) yang rendah memiliki risiko 6,5 kali lebih tinggi untuk gagal mencapai kemandirian mobilitas pasca fraktur dibandingkan pasien dengan level NMS yang tinggi. 11 Tabel 1. New Mobility Score 13 The New Mobility Score (NMS) digunakan untuk skala penilaian fungsional preoperatif. Nilai ini merupakan penjumlahan nilai kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas berjalan di dalam ruangan, berjalan di luar ruangan, dan kativitas belanja sebelum terjadi fraktur pada sendi panggul. Nilai 0-3 digunakan untuk setiap aktivitas, dimana nilai 0= tidak dapat melakukan sama sekali, 1= melakukan dengan bantuan orang lain, 2= dengan alat bantu, 3= melakukan tanpa kesulitan, tanpa alat bantu). Nilai total berkisar antara 0-9, dimana nilai 0 menunjukkan pasien tidak memiliki kemampuan berjalan sama sekali dan nilai 9 menunjukkan kemandirian penuh Status ekonomi Pada penelitian Vidal, et al.di Brazil didapatkan 49% pasien mempunyai tingkat ekonomi rendah. Walaupun hubungan antara status sosioekonomi dengan risiko jatuh masih banyak diperdebatkan, telah didapatkan bukti bahwa status sosioekonomi yang rendah berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya fraktur sendi panggul, serta peningkatan mortalitas pasca fraktur. Status pasien yang bercerai, janda atau duda, serta belum menikah telah dilaporkan memiliki hubungan

37 dengan peningkatan risiko fraktur sendi panggul. Hubungan antara status sosioekonomi yang rendah dan peningkatan risiko fraktur sendi panggul dapat dihubungkan dengan beberapa faktor anatara lain penurunan densitas mineral tulang dan perilaku kesehatan yang terkait sampai pengaruh lingkungan Hipotesa Penelitian 1. Terdapat perbedaan tingkat mortalitas, morbiditas, dan mobilitas pada pasien fraktur collum femur pasca hemiarthroplasty. 2. Prediktor morbiditas,mortalitas dan mobilitas yang kuat pada pasien fraktur collum femur pasca hemiarthroplasty antara lain, usia lanjut, jenis kelamin laki laki,, kemampuan berjalan yang tidak baik sebelum operasi, status ASA yang tinggi, penyakit komorbid multipel, diabetes, kanker dan penyakit jantung

38

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Wan Rita Mardhiya, S. Ked Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian yang dilakukan di RSO Prof.Dr. dr. R.Soeharso Surakarta, antara tanggal 1 Januari 2012 sampai 30 Juni 2015 didapatkan hasil penelitian 102 pasien. 4.1.1 Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraktur femur proksimal atau secara umum disebut fraktur hip diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatominya. Fraktur neck femur dan intertrokanter femur memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat,

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah patahan tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan umumnya disebabkan oleh tulang patah dapat berupa trauma

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment Dislokasi Hips Posterior Mekanisme trauma Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi.

Lebih terperinci

Prediktor Morbiditas, Mortalitas dan Mobilitas Hemiarthroplasty Pasien Fraktur Collum Femur di RS.Orthopaedi Prof.Dr.R Soeharso Surakarta

Prediktor Morbiditas, Mortalitas dan Mobilitas Hemiarthroplasty Pasien Fraktur Collum Femur di RS.Orthopaedi Prof.Dr.R Soeharso Surakarta Tugas Akhir Prediktor Morbiditas, Mortalitas dan Mobilitas Hemiarthroplasty Pasien Fraktur Collum Femur di RS.Orthopaedi Prof.Dr.R Soeharso Surakarta Oleh : Hendra Cahya Kumara Pembimbing : dr. Ismail

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbentuk irreguler. Pinggul adalah gabungan bola dan socket sendi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbentuk irreguler. Pinggul adalah gabungan bola dan socket sendi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Tulang Hip (Femur Proksimal) Anatomi osteologi tulang femur proksimal terdiri dari caput femur, collum femur, regio trokhanter dan subtrokhanter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dewasa (Nareliya & Kumar, 2012). Pada sendi coxae (Hip Joint)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dewasa (Nareliya & Kumar, 2012). Pada sendi coxae (Hip Joint) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Anatomi Femur Proksimal Pada tubuh manusia, femur adalah tulang yang paling panjang dan besar. Rerata panjang femur laki-laki adalah 48cm dan rerata diameter

Lebih terperinci

DISLOKASI SENDI PANGGUL

DISLOKASI SENDI PANGGUL DISLOKASI SENDI PANGGUL Pembimbing: Prof. dr. H. Hafas Hanafiah, Sp.B, Sp.OT(K), FICS Oleh: Leni Agnes Siagian (070100153) Rahila (070100129) Hilda Destuty (070100039) ILMU BEDAH ORTOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

Lebih terperinci

BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian 3.1.1. Kriteria Subjek Penelitian Subjek penelitian ini ialah pasien yang mengalami fraktur femur di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada tahun Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth,

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya (WHO, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya pembangunan di bidang industri yang sangat maju yang diiringi dengan kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan masyarakat

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses penurunan tensil strength dan stiffnes jaringan kolagen yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses penurunan tensil strength dan stiffnes jaringan kolagen yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah saatu fenomena physiology of aging atau proses ketuaan yaitu terjadi proses penurunan tensil strength dan stiffnes jaringan kolagen yang menyebabkan instabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan ke arah perkembangan di bidang industri yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan munculnya industri-industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang yang terjadi karena tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang yang terjadi karena tekanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur merupakan terpisahnya kontinuitas tulang yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Berdasarkan data Depkes RI pada tahun 2011 sebanyak 45.987

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum femur merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum femur merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur Collum Femoris Fraktur collum femoris merupakan fraktur yang terjadi antara ujung permukaan articular caput femur dan regio interthrocanter dimana collum femur merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Observational Analitik, dengan tinjauan Cross Sectional 3.. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Orthopedi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi umur Umur pasien kelompok fraktur intertrochanter adalah 69,7 + 3,7 tahun, sedangkan umur kelompok fraktur collum femur adalah 72,5 + 5,8 tahun. Didapatkan

Lebih terperinci

REFERAT BEDAH FRAKTUR FEMUR

REFERAT BEDAH FRAKTUR FEMUR REFERAT BEDAH FRAKTUR FEMUR Annisa Inayati MS G99141123 A. Anatomi Tulang Secara umum, tulang dibagi menjadi 4 bagian yaitu epifisis, lempeng pertumbuhan, metafisis, dan diafisis. Masing-masing bagian

Lebih terperinci

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I

DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH (Developmental Displacement of the Hip)-I DDH juga diistilahkan sebagai Developmental Displasia of the hip. Dahulu, lebih populer dengan nama CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMORIS DEXTRA DENGAN PEMASANGAN AUSTION MOORE PROTHESIS DI RS ORTHOPEDI SURAKARTA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMORIS DEXTRA DENGAN PEMASANGAN AUSTION MOORE PROTHESIS DI RS ORTHOPEDI SURAKARTA PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMORIS DEXTRA DENGAN PEMASANGAN AUSTION MOORE PROTHESIS DI RS ORTHOPEDI SURAKARTA Oleh : SAYAT J 100 050 007 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Kinesiologi dan Biomekanika Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. 6 Beberapa disiplin

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunya mengalami peningkatan, total jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan pusat statistik,

Lebih terperinci

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J 100 050 019 KARYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau keadaan patologis (Dorland,1994) tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan

BAB I PENDAHULUAN. atau keadaan patologis (Dorland,1994) tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuaan teknologi dan informasi yang berkembang pesat menimbulkan dampak positif maupun negative terhadap manusia.dampak positif yang muncul misalnya adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi dimana terjadi kerusakan bentuk dan fungsi dari tulang tersebut yang. dapat berupa patahan atau pecah dengan serpihan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi dimana terjadi kerusakan bentuk dan fungsi dari tulang tersebut yang. dapat berupa patahan atau pecah dengan serpihan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Patah tulang atau dalam bahasa medis biasa disebut fraktur adalah kondisi dimana terjadi kerusakan bentuk dan fungsi dari tulang tersebut yang dapat berupa patahan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur yang lebih dikenal dengan patah tulang.

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur yang lebih dikenal dengan patah tulang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat Indonesia mulai memilih alat transportasi yang praktis, modern, dan tidak membuang banyak energi seperti kendaraan

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO SPOTORNO TERHADAP AKURASI PEMASANGAN STEM HEMIARTHROPLASTY MONOPOLAR AUSTIN MOORE PROSTHESIS

PENGARUH RASIO SPOTORNO TERHADAP AKURASI PEMASANGAN STEM HEMIARTHROPLASTY MONOPOLAR AUSTIN MOORE PROSTHESIS Tugas Akhir PENGARUH RASIO SPOTORNO TERHADAP AKURASI PEMASANGAN STEM HEMIARTHROPLASTY MONOPOLAR AUSTIN MOORE PROSTHESIS PADA PASIEN GERIATRI DENGAN FRAKTUR COLLUM FEMUR Oleh : Mustoqin S 931007003 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan jaman, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus lalu lintas dewasa ini mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ischiadicus dan kedua cabangnya yaitu nervus peroneus comunis & nervus

BAB I PENDAHULUAN. Ischiadicus dan kedua cabangnya yaitu nervus peroneus comunis & nervus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ischialgia adalah rasa nyeri yang menjalar sepanjang perjalanan n. Ischiadicus dan kedua cabangnya yaitu nervus peroneus comunis & nervus tibialis. Keluhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subyektif, setiap orang memiliki arti sehat masing-masing. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. subyektif, setiap orang memiliki arti sehat masing-masing. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan konsep yang sangat individual dan subyektif, setiap orang memiliki arti sehat masing-masing. Berdasarkan arti sehat tersebut, dimensi kesehatan dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan pembangunan disegala

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan pembangunan disegala 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan

I. PENDAHULUAN. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma maupun non trauma. Kejadian fraktur dapat diakibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur Femur 2.1.1. Definisi Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan

BAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa,

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika manusia mendapatkan sebuah ujian salah satunya diberikan rasa sakit karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi sehat jasmani, rohani, dan sosial. Tidak hanya bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi sehat jasmani, rohani, dan sosial. Tidak hanya bebas dari BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggitingginya yang meliputi sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya 1. Fraktur leher femur Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada

Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya 1. Fraktur leher femur Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada Macam-Macam Fraktur Femur Dan Manajemennya 1. Fraktur leher femur Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat

Lebih terperinci

FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN FIBULA. Yoyos Dias Ismiarto, dr., SpOT(K)., M.Kes., CCD.

FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN FIBULA. Yoyos Dias Ismiarto, dr., SpOT(K)., M.Kes., CCD. FRAKTUR DIAFISIS TIBIA DAN FIBULA Yoyos Dias Ismiarto, dr., SpOT(K)., M.Kes., CCD. DEPARTEMEN / SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat lebih sering disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan perlengkapan berkendara dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dirasakan akan mempengaruhi kehidupan kesehatan dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stress yang lebih besar dari kemampuannya untuk absorbsi. Stres dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stress yang lebih besar dari kemampuannya untuk absorbsi. Stres dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer dan Brenda, 2006). Fraktur terjadi jika tulang

Lebih terperinci

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur.

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga. kecelakaan lalu lintas adalah fraktur. B AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini

Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini didapati angka kehidupan masyarakat semakin meningkat. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 BAB V KESIMPULAN Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMUR SINISTRA

PENATALAKSANAAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMUR SINISTRA PENATALAKSANAAN PADA POST OPERASI FRAKTUR COLLUM FEMUR SINISTRA DENGAN PAMASANGAN AUSTIN MOORE PROTHESE (AMP) DENGAN MODALITAS TERAPI LATIHAN DI RS ORTHOPEDI Prof. DR. SOEHARSO SURAKARTA Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diikuti dengan semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai dengan kesadaran masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari penyakit, cacat, bahkan kelemahan maka dalam sistem kesehatan. menyeluruh, dan dapat terjangkau masyarakat luas.

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari penyakit, cacat, bahkan kelemahan maka dalam sistem kesehatan. menyeluruh, dan dapat terjangkau masyarakat luas. BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggi- tingginya yang meliputi sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berjalan merupakan sebuah aktifitas berpindah atau bergerak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berjalan merupakan sebuah aktifitas berpindah atau bergerak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berjalan merupakan sebuah aktifitas berpindah atau bergerak untuk menempuh suatu jarak. Aktifitas ini dilakukan setiap harinya untuk membantu setiap manusia dalam melakukan

Lebih terperinci

Tulang: Antara caput femoris dan acetabulum. Jenis sendi: Enarthrosis spheroidea. Penguat sendi: Terdapat tulang rawan pada facies lunata.

Tulang: Antara caput femoris dan acetabulum. Jenis sendi: Enarthrosis spheroidea. Penguat sendi: Terdapat tulang rawan pada facies lunata. LI.1. MM Art. Coxae 1.1. Makro Articulatio coxae adalah sendi yang menghubungkan antara caput femoris dan acetabulum. Termasuk jenis sendi enarthrosis spheroidea. Terdapat tulang rawan pada fasies lunata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif ditandai dengan perubahan degeneratif pada struktur organ, jaringan serta cadangan

Lebih terperinci

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J 100 050 035

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN INTRA MEDULLARY NAIL DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Kuasa. Di dalam Al Qur'an Surat Ali Imran surat ke 3 ayat ke 185

BAB I PENDAHULUAN. Maha Kuasa. Di dalam Al Qur'an Surat Ali Imran surat ke 3 ayat ke 185 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk hidup yang bernyawa pasti akan mati, termasuk kita manusia. Kita tidak tahu kapan kita akan mati, yang tahu hanyalah Allah Yang Maha Kuasa. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

Oleh: IDA WAHYU NINGSIH J KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: IDA WAHYU NINGSIH J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST ORIF FRAKTUR TIBIA 1/3 MEDIAL DAN FIBULA 1/3 PROKSIMAL DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI BANGSAL BOUGENVILLE RUMAH SAKIT ORTHOPEDI. Prof. Dr.

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

FRAKTUR DAN DISLOKASI SENDI SIKU PADA ANAK. Yoyos Dias Ismiarto, dr, SpOT(K),M.Kes.CCD

FRAKTUR DAN DISLOKASI SENDI SIKU PADA ANAK. Yoyos Dias Ismiarto, dr, SpOT(K),M.Kes.CCD FRAKTUR DAN DISLOKASI SENDI SIKU PADA ANAK Yoyos Dias Ismiarto, dr, SpOT(K),M.Kes.CCD DEPARTEMEN / SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA Oleh : DWI NUR KHAYATI J 100 070 005 Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan

Lebih terperinci

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi OSTEOARTHRITIS GENU 1. Definisi Osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang sendi berupa disintegritas dan perlunakan progesif, diikuti penambahan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Defenisi Fraktur adalah hilangnya kontuinitas tulang, tulang rawan sendi dan tulang rawan epifise yang bersifat total maupun parsial. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Definisi Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya sering terjadi karena jatuh

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

Oleh : RIGI RAMDANI J

Oleh : RIGI RAMDANI J PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : RIGI RAMDANI J 100 070 021

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insidensi tertinggi terjadi pada usia antara tahun. Fraktur ini terjadi lebih

BAB I PENDAHULUAN. insidensi tertinggi terjadi pada usia antara tahun. Fraktur ini terjadi lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Insidensi fraktur collum femur meningkat sejalan dengan meningkatnya usia; insidensi tertinggi terjadi pada usia antara 70 80 tahun. Fraktur ini terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK... vi. ABSTRCT... vii RINGKASAN...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK... vi. ABSTRCT... vii RINGKASAN... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vi ABSTRCT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya dikalangan dokter gigi. Radiografi periapikal merupakan jenis intra oral yang sangat baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling umum. Sebagian besar cedera pada tangan merupakan cedera

BAB I PENDAHULUAN. paling umum. Sebagian besar cedera pada tangan merupakan cedera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari fungsi tangan dan penggunaan jarijari tangan sangat penting untuk sebagian besar melakukan berbagai aktifitas dan hampir setiap profesi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 ETIOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 ETIOLOGI FRAKTUR FEMUR 1 BAB I PENDAHULUAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.

Lebih terperinci

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada. dan terjadi fraktur radius 1/3 (Thomas, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada. dan terjadi fraktur radius 1/3 (Thomas, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur merupakan suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan atau primpilan korteks, biasanya patahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mendapatkan peringkat kelima atas kejadian kecelakaan lalulintas di dunia. Kecelakaan lalulintas dapat menyebabkan berbagai dampak, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga terdapat kesepakatan umum bahwa inti dari kerapuhan yaitu meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga terdapat kesepakatan umum bahwa inti dari kerapuhan yaitu meningkatnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerapuhan 2.1.1 Pengertian Kerapuhan Pada penelitian sebelumnya, dikatakan bahwa kerapuhan adalah suatu konsep yang baru dan masih menjadi kontroversi dalam konsep maupun definisinya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fraktur around hip yang menjalani perawatan rutin. BAB IV A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan Unit II dengan melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

LAPORAN PROGRAM STUDI ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI FK UNIVERSITAS BRAWIJAYA. Malang, 20 Februari 2016

LAPORAN PROGRAM STUDI ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI FK UNIVERSITAS BRAWIJAYA. Malang, 20 Februari 2016 LAPORAN PROGRAM STUDI ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI FK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Malang, 20 Februari 2016 PRODI ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI University based FK/Universitas Prodi OT Kolegium Standar Umum Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR Departemen Rehabilitasi Medik FKUI/RSCM, Jakarta *Anggota Komite Independen KK-PAK BPJS

Lebih terperinci