Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 i
|
|
- Yanti Yuliana Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 i
2 KATA PENGANTAR Atas berkat rahmat Allah SWT, akhirnya Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Anggaran 2011 dapat terselesaikan. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi acuan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun anggaran Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Anggaran 2011 berisi kebijakan program, pengelolaan program dan anggaran serta pengendalian, pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Mengingat pedoman ini masih bersifat umum, maka dalam menjalankan semua kegiatan/komponen/sub komponen yang tertuang dalam POK masih diperlukan Pedoman/petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Teknis lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang terpisah dari Pedoman Pelaksanaan ini. Harapan kami, semoga Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Anggaran 2011 dapat dijadikan acuan sehingga pelaksanaan pembangunan peternakan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Jakarta, Desember 2010 Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Drh. Prabowo Respatyo Cr, MM, Ph.D NIP Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 ii
3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Sasaran... 3 D. Ruang Lingkup... 3 E. Pengertian... 4 II. KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Tujuan Pembangunan Peternakan... 7 B. Kebijakan... 8 C. Strategi... 8 D. Sasaran Pembangunan Peternakan E. Program dan Kegiatan... 9 F. Penuangan Anggaran dalam Program Peternakan G. Permasalahan dan Tindak Lanjut III. PENGELOLAAN PROGRAM DAN ANGGARAN A. Pengelolaan Anggaran Pembangunan Peternakan Pusat.. 31 B. Pengelolaan Dana Dekonsentrasi C. Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan D. Kewenangan dan Tanggung Jawab Pengelolaan Anggaran 38 E. Penanggung Jawab Program dan Anggaran Pembangunan 38 F. Perubahan Dokumen Anggaran (DNA, DIPA, POK dan Alur revisi) IV. PENGENDALIAN, PENGAWASAN, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Pengendalian Kegiatan dan Anggaran B. Pengawasan Program, Kegiatan dan Anggaran C. Monitoring dan Evaluasi D. Pelaporan E. Sanksi V. PENUTUP Lampiran Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 iii
4 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan peternakan bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 mengacu pada Undang Undang No. 10 tahun 2010 tentang APBN Tahun Namun demikian, regulasi lain yang menuntut pemerintah melakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada tetap menjadi acuan. Regulasi tersebut antara lain berupa reformasi manajemen keuangan negara sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang. No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Undang-Undang No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-Undang. No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang. No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perencanaan pembangunan peternakan masih memerlukan pembenahan pada tingkat fleksibilitas maupun responsibilitas terhadap lingkungan strategis, baik secara internal maupun eskternal. Hal ini harus dipahami oleh aparat perencana, agar produk perencanaan dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat. Untuk mewujudkan perencanaan dimaksud, dalam implementasinya diperlukan pendanaan, sumberdaya manusia dan sarana/peralatan yang memadai serta diperlukan perangkat sistem yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja. Peran anggaran pemerintah sebenarnya hanya sebagai stimulus investasi. Disamping itu, anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan peternakan di daerah juga merupakan instrumen pengendalian yang memberikan informasi rinci atas pelaksanaan operasional program maupun kegiatan. Namun demikian, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa peran subsektor peternakan terhadap ekonomi nasional sangat penting tetapi bila ditelaah lebih lanjut ternyata para pelaku usaha peternakan tidak dapat menikmati pertumbuhan ekonomi secara proporsional sesuai kontribusinya. Dalam rangka pembangunan ekonomi wilayah, peran subsektor peternakan memiliki kaitan kuat di hulu, on farm maupun hilir. Namun demikian, peran strategis tersebut belum banyak difahami dan belum Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 iv
5 mampu mendorong partisipasi masyarakat dan swasta serta dihadapkan pada berbagai kendala. Untuk itu, pendekatan teknis yang telah diterapkan selama ini tidaklah cukup tetapi juga pendekatan sosial budaya yang mampu merangsang perubahan sikap dan pola kerja melalui pemilihan kegiatan yang benar-benar dapat memicu pembangunan peternakan. Permasalahan lain yang bersifat klasik adalah meningkatnya target pencapaian populasi dan produksi nasional tetapi tidak diikuti oleh naiknya anggaran yang diperlukan. Dengan demikian, diperlukan koordinasi dalam implementasi pembangunan peternakan baik di pusat maupun di daerah sehingga anggaran pemerintah yang terbatas dapat dimanfaatkan secara tepat sasaran untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dan swasta. Penerapan anggaran terpadu (unified budget) dan berbasis kinerja (performance budget) masih mengalami banyak kendala sehingga belum dapat dilakukan sepenuhnya pada TA Dalam rangka mengimplementasikan program-program tahun Anggaran 2011 tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan melaksanakan satu program dari 12 program Kementerian Pertanian yaitu Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal. Pengelolaan anggaran diharapkan dapat dilakukan secara konsekuen sehingga jajaran peternakan mampu meningkatkan kemampuan dan menggali secara inovatif kegiatan produktif yang dapat memberdayakan masyarakat petani, meningkatkan pelayanan dan menggerakkan investasi guna mengelola sumberdaya peternakan. Dalam rangka memandu pengelolaan anggaran terpadu dan berbasis kinerja TA 2011, maka diperlukan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA B. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 adalah untuk : 1. Memberikan acuan pelaksanaan anggaran terpadu dan berbasis kinerja dalam pembangunan peternakan. 2. Menjabarkan program pembangunan peternakan ke dalam kegiatankegiatan mulai dari pusat sampai daerah. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 v
6 3. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, tertib dan transparan serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan. C. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dari Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 adalah sebagai berikut : 1. Terlaksananya pembangunan peternakan sebagai implementasi kebijakan dan program pembangunan peternakan secara nasional. 2. Terjabarkannya program pembangunan peternakan ke dalam kegiatankegiatan yang bersifat pengungkit pembangunan. 3. Tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan peternakan. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 adalah sebagai berikut : 1. Kebijakan dan program. 2. Pengelolaan program dan anggaran. 3. Pengendalian, pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Pokok materi kebijakan dan program meliputi tujuan pembangunan peternakan, kebijakan, strategi, sasaran pembangunan 2011 dan permasalahan. Dalam rangka pengelolaan anggaran diperlukan pemetaan kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, pengorganisasian pengelolaan anggaran pembangunan peternakan serta tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi. Tata hubungan kerja operasional pelaksanaan pembangunan peternakan dilakukan baik secara vertikal antara pusat dengan daerah, maupun hubungan horisontal lintas sektor maupun sub-sektor. Pengendalian, pengawasan, evaluasi dan pelaporan diarahkan agar sejalan dengan rencana dan penganggaran pembangunan peternakan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan untuk menilai kinerja pelaksanaan pembangunan peternakan berdasarkan indikator-indikator yang terukur. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 vi
7 E. Pengertian Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan : 1. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah. 2. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. 3. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 4. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dana pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. 5. Rencana Strategis Kementerian/Lembaga adalah dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program-program pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk kurun waktu 5 (lima) tahun. 6. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. 7. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya (manusia, material, dana, teknologi) sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011vii
8 8. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun. 9. Anggaran Terpadu adalah rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. 10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditetapkan dengan Undang Undang. 11. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) adalah dokumen perencanaan yang berisi program dan kegiatan suatu kementrian/lembaga yang merupakan penjabaran dari rencana kerja pemerintah dan rencana strategis Kementerian/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. 12. Daftar Nominatif Anggaran (DNA) adalah ringkasan alokasi anggaran satuan kerja yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dirinci berdasarkan unit organisasi kementerian negara/lembaga dan provinsi sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden mengenai rincian APBN. 13. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pendanaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. 14. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) adalah dokumen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari DIPA dan RKA-KL yang memuat kegiatan secara rinci dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu satu tahun. 15. Satuan Kerja pada instansi pemerintah adalah organisasi dalam pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu di bidangnya masing-masing atau bertugas melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari satu program. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011viii
9 16. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan dalam penggunaan anggaran satuan kerja yang dialokasikan dalam APBN. 17. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satker Kementerian/Lembaga negara/lembaga. 18. S atuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah organisasi/ lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dekonsentrasi/ tugas pemerintah di bidang tertentu di daerah provinsi, kabupaten atau kota. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 ix
10 II. KEBIJAKAN DAN PROGRAM Kebijakan dan program pembangunan peternakan disusun berlandaskan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Visi Renstra yang menjadi landasan dalam pembangunan peternakan adalah: Menjadi direktorat jenderal yang profesional dalam mewujudkan peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk mewujudkan penyediaan dan keamanan pangan hewani serta meningkatkan kesejahteraan peternak. Misi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah : (1) merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan bidang peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal; (2) menyelenggarakan dan menggerakkan pengembangan: perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner dalam mencapai penyediaan dan keamanan pangan hewani untuk meningkatkan kesejahteraan peternak; dan (3) meningkatkan profesionalisme dan integritas penyelenggaraan administrasi publik. A. Tujuan Tujuan mencakup tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan Umum Meningkatkan penyediaan pangan hewani yang aman dan kesejahteraan peternak melalui kebijakan dan program pembangunan peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah : 1) Meningkatkan jaminan ketersediaan benih dan bibit ternak yang berkualitas. 2) Meningkatkan populasi dan produktivitas ternak. 3) Meningkatkan penyediaan pakan ternak. 4) Meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan. 5) Meningkatkan jaminan keamanan produk hewan. 6) Meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 x
11 B. Kebijakan Kebijakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan hewan untuk mencapai tujuan dalam periode adalah : 1. Kebijakan peningkatan ketersediaan dan mutu benih dan bibit 2. Kebijakan peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak 3. Kebijakan peningkatan penyediaan pakan ternak 4. Kebijakan peningkatan dan mempertahankan status kesehatan hewan 5. Kebijakan peningkatan jaminan keamanan produk hewan 6. Kebijakan peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat C. Strategi Strategi yang ditempuh adalah : 1. Peningkatan ketersediaan dan perbaikan mutu benih dan bibit ternak dengan optimalisasi kelembagaan perbibitan dan sertifikasi, penjaringan, pemurnian dan persilangan ternak bibit dan benih lokal melalui penerapan perbibitan yang baik, serta penggunaan teknologi inseminasi buatan dan embrio transfer. 2. Peningkatan populasi dan optimasi produksi ternak melalui penerapan good farming practices (GFP), pengaturan perwilayahan, integrasi ternak dan tanaman, restrukturisasi perunggasan, percepatan peningkatan populasi unggas lokal, optimalisasi produksi ternak unggas, penataan usaha babi ramah lingkungan, pengembangan ternak puyuh, kelinci, rusa, pemberdayaan peternak serta pemberdayaan peternak. 3. Peningkatan produksi pakan ternak melalui peningkatan ketahanan dan keamanan pakan unggas dan pengembangan alat dan mesin. pendayagunaan bahan pakan lokal 4. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular dan gangguan reproduksi serta mempertahankan dan memperluas status wilayah Indonesia bebas penyakit hewan menular strategis. 5. Pencegahan dan pengamanan bahaya pencemaran produk hewan, zoonosis dan produk rekayasa genetik, serta peningkatan penerapan kesejahteraan hewan. 6. Pendayagunaan peran dan fungsi kelembagaan serta SDM peternakan untuk kebijakan dan pengambilan keputusan. D. Sasaran Pembangunan Peternakan 2011 Realisasi pertumbuhan PDB subsektor peternakan pada masa sebelum krisis ( ) rata-rata mencapai 4,8%, pada masa krisis ( ) Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xi
12 mengalami penurunan hingga (13,6%), namun pada masa pasca krisis ( ) kembali naik 5,83%, bahkan masa recovery ( ) mengalami peningkatan sebesar 6,1%, dan pertumbuhan PDB sebesar 3,02%. Diharapkan subsektor peternakan menjadi andalan sumber pertumbuhan dimasa-masa yang akan datang. Secara makro, pembangunan peternakan tahun 2011 menargetkan pertumbuhan PDB sebesar4,20%, penyerapan tenaga kerja 3,15 juta orang atau penambahan tenaga kerja yang diserap sebanyak 98 ribu orang. Sasaran produksi dan pertumbuhan komoditas utama peternakan pada tahun 2011 mengacu pada Renstra Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai berikut: 1. Populasi Sasaran populasi ternak tahun 2011 yaitu sapi potong 13,17 juta ekor (2,93%); sapi perah 0,47 juta ekor (10,86%); kerbau 2,09 juta ekor (0,20%); kambing 16,77 juta ekor (4,10%); domba 11,15 juta ekor (4,81%); babi 6,95 juta ekor (1,02%); kuda 0,41 juta ekor (0,61%); ayam buras 291,43 juta ekor (3,42%); ayam ras petelur 117,54 juta ekor (2,43%); ayam ras pedaging 940,04 juta ekor (2,58%)dan itik 39,02 juta ekor (2,81%). 2. Produksi Sasaran produksi daging tahun 2011 sebanyak 2.283,28 ribu ton (3,82%), produksi telur 1.574,01 ribu ton (4,70%) dan susu 853,76 ribu ton (15,50%). 3. Ketersediaan/konsumsi Sasaran ketersediaan/konsumsi per tahun untuk daging (daging dan jerohan) sebanyak 1.620,31 ribu ton (4,13%), telur 1.404,15 ribu ton (4,02%) dan susu 2.922,42 ribu ton (4,07%). Sedangkan penyediaan per kapita per tahun untuk daging 6,94 kg, telur 6,02 kg dan susu 12,53 kg atau setara dengan penyediaan protein 6,57 gram/kapita/tahun (2,90%). E. Program dan Kegiatan 1. Program Program pembangunan peternakan tahun 2011 yang akan dilaksanakan adalah Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal Outcome yang diharapkan dari program Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xii
13 tersebut adalah a) meningkatnya ketersediaan pangan hewani (daging, telur, susu); b) meningkatnya kontribusi ternak lokal dalam penyediaan pangan hewani (daging, telur, susu); dan c) meningkatnya ketersediaan protein hewani asal ternak. 2. Kegiatan Kegiatan pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pada masing-masing Eselon 2 (Direktorat Perbibitan Ternak, Direktorat Budidaya Ternak, Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan pasca panen dan Sekretariat Direktorat Jenderal). Untuk menunjang kegiatan prioritas Kementerian Pertanian dikemas dalam satu kegiatan prioritas dan enam kegiatan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut: a. Kegiatan Prioritas. Pencapaian Swasembada Daging Sapi Output kegiatan ini adalah meningkatnya ketersediaan daging sapi domestik pada tahun 2014 sebesar 90%. Indikatornya adalah kontribusi produksi daging sapi domestik terhadap total penyediaan daging sapi nasional. b. Kegiatan Tugas Pokok dan Fungsi : Kegiatan 1. Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah Peningkatan kualitas dan kuantitas benih dan bibit ternak (sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, babi, ayam buras, itik) yang bersertifikat melalui: penguatan kelembagaan perbibitan yang menerapkan Good Breeding Practices, peningkatan penerapan standar mutu benih dan bibit ternak; peningkatan penerapan teknologi perbibitan, dan pengembangan usaha dan investasi. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah peningkatan kuantitas semen, peningkatan produksi embrio, peningkatan kualitas Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xiii
14 dan kuantitas bibit sapi potong, sapi perah, kerbau, domba, kambing, babi, ayam buras, itik. Kegiatan 2. Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah meningkatnya populasi dan produksi ternak. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah pertumbuhan populasi dan produksi ternak, proporsi produksi susu sapi domestik terhadap total permintaan susu nasional serta pengembangan usaha dan kelembagaan. Kegiatan 3. Peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah meningkatnya produksi pakan ternak serta meningkatnya pendayagunaan sumber daya lokal pakan ternak. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah peningkatan produksi pakan dan proporsi pemanfaatan bahan pakan lokal dalam pakan ternak. Kegiatan 4. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis. Output kegiatan ini adalah penguatan kelembagaan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan PHMS dan zoonosis, perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik dan surveilans nasional PHMSZE dan pengawasan alsin dan obat hewan. Indikator keberhasilan kegiatan ini dalam rangka penguatan kelembagaan adalah fasilitasi puskeswan, fasilitasi lab. Kesehatan hewan pusat sampai daerah, penguatan otoritas veteriner dari pusat sampai daerah. Pengendalian dan penanggulangan PHMS untuk meningkatkan status kesehatan suatu wilayah dan melakukan pembebasan. Perlindungan hewan dari penyakit eksotik memiliki indikator berupa kemampuan mempertahankan status daerah bebas PMK dan BSE. Surveilans Nasional Penyakit Hewan Menular Strategis dan Zoonosis serta Eksotik (PHMSZE) untuk menentukan prevalensi dan atau insidensi suatu penyakit di Indonesia. Serta pengawasan alsin dan obat hewan untuk menjamin alat dan mesin kesehatan hewan dan obat hewan yang beredar di Indonesia memiliki mutu yang baik Kegiatan 5. Penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan non pangan. Output kegiatan ini adalah penguatan peran dan fungsi lembaga Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xiv
15 otoritas veteriner, peningkatan jaminan produk hewan ASUH dan daya saing produk hewan, tersosialisasikannya resiko residu dan cemaran pada produk hewan serta zoonosis kepada masyarakat dan tersedianya profil keamanan produk hewan nasional serta peta zoonosis, serta peningkatan penerapan kesrawan di RPH/RPU. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah meningkatnya penerapan fungsi otoritas veteriner, UPT pelayanan dan lab kesmavet melalui puskeswan, terpenuhinya persyaratan dan standar keamanan dan mutu produk hewan pangan dan non pangan, persentase penurunan produk asal hewan yang diatas BMCM dan BMR, penurunan prevalensi dan atau insidensi zoonosis, peningkatan persentase jumlah RPH yang menerapkan kesrawan, peningkatan persentase jumlah RPU yang menerapkan kesrawan. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein hewani, maka penyediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) sudah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, kegiatan prioritas peningkatan keamanan pangan diarahkan untuk penyediaan pangan asal hewan ASUH sebagai upaya untuk mewujudkan jaminan keamanan pangan asal hewan bagi masyarakat. Kegiatan 6. Peningkatan koordinasi dan dukungan manajemen di bidang peternakan. Output kegiatan ini adalah meningkatnya pelayanan prima kepada masyarakat. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah indeks kepuasan pelanggan. F. Penuangan Anggaran Dalam Program Peternakan Dalam rangka mengimplementasikan program-program tahun Anggaran 2011 tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan melaksanakan satu program dari 12 program Kementerian Pertanian yaitu Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal. Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 telah ditetapkan sebagai program Nasional yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan secara maksimal agar swasembada daging sapi benar-benar dapat diwujudkan tepat pada waktunya. Oleh karena itu Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) harus dilakukan melalui berbagai terobosan yang dapat diwujudkan melalui jaringan koordinasi yang kuat Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xv
16 antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, masyarakat dan swasta sehingga swasembada daging dapat dicapai secara berkelanjutan. Berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan, maka tanpa upaya yang serius, dikhawatirkan pada tahun 2014 Indonesia masih dihadapkan pada kekurangan pasokan daging sapi. Dalam kondisi seperti itu, kebijakan yang dapat diterapkan adalah pengawasan pemotongan betina produktif, importasi sapi betina produktif, pengembangan pakan dan alat dan mesin (Alsin), serta importasi bull. Upaya pencapaian swasembada daging sapi dilakukan di 32 propinsi dengan fokus di 22 propinsi yang dibagi ke dalam tiga daerah prioritas, yaitu : 1) daerah prioritas inseminasi buatan (IB) : Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali; 2) daerah campuran IB dan kawin alam (KA) : Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Riau dan Jambi; 3) daerah prioritas KA : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Pelaksanaan PSDS dilakukan dengan lima kegiatan pokok dan 13 kegiatan operasional yaitu : 1. Kegiatan pokok penyediaan bakalan/daging sapi lokal dengan kegiatan operasional yaitu : a). pengembangan usaha, b). pengembangan pupuk organik dan biogas, c). pengembangan integrasi, dan d). peningkatan kualitas RPH. 2. Kegiatan pokok peningkatan produktivitas dan reproduktivitas sapi lokal dengan kegiatan operasional yaitu : a). optimalisasi IB dan INKA, b). penyediaan dan pengembangan pakan dan air, c). penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan. 3. Kegiatan pokok pencegahan pemotongan sapi betina produktif dengan kegiatan operasional yaitu pemberdayaan sapi betina produktif secara optimal. 4. Kegiatan pokok penyediaan bibit sapi dengan kegiatan operasional yaitu : a). Penguatan kelembagaan sumber bibit dan kelembagaan usaha perbibitan, b). pengembangan usaha pembibitan sapi potong melalui Village Breeding Centre (VBC) dan c). penyediaan bibit melalui subsidi bunga (KUPS). 5. Kegiatan pokok revitalisasi aturan distribusi dan pemasaran ternak/daging sapi dengan kegiatan operasional yaitu : a). pengaturan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xvi
17 impor sapi bakalan dan daging dan b). pengaturan distribusi dan pemasaran ternak sapi dan daging di dalam negeri. Program Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan dituangkan dalam enam kegiatan sebagai berikut : 1. Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal. Dalam dekade terakhir ini impor sapi hidup dan daging sapi masih relatif tinggi, bahkan cenderung meningkat dan di dalam negeri sendiri masih ada pemotongan sapi betina produktif. Untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, maka perlu ada terobosan dalam pengembangan ternak bibit di Indonesia. Tahun 2011 akan dilakukan peningkatan kegiatan pengembangan perbibitan baik di masyarakat maupun di di Unit Pelaksanan Teknis (UPT) pembibitan lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Untuk pengembangan pembibitan dilaksanakan melalui penyusunan aturan pembibitan, pembentukan lembaga sertifikasi produk, pelaksanaan uji zuriat dan uji performans, pengelolaan sumber daya genetik ternak (SDG), pengembangan usaha pembibitan, investasi pembibitan ternak, koordinasi dengan instansi/ stakeholder terkait, pelaksanaan lomba dan kontes ternak, publikasi serta pembinaan, pengawasan dan evaluasi. Kegiatan tersebut merupakan penjabaran dari Sistem Perbibitan Nasional (Sisbitnas). Pengembangan pembibitan sapi juga dilakukan melalui pemanfaatan kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) bagi para pengusaha pembibitan sapi melalui kemitraan dengan usaha pembibitan sapi rakyat. Kegiatan ini diharapkan menjadi stimulus bagi pembibitan sapi dalam menghasilkan bibit ternak. Benih/bibit merupakan faktor esensial dalam berusahatani. Dalam rangka memperkuat dan memperlancar penyediaan bibit peternakan diperlukan dukungan kelembagaan perbibitan yang memadai baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Untuk itu akan dibentuk pusat-pusat perbibitan pedesaan di wilayah berpotensi, dibarengi dengan kegiatan penguatan lembaga perbenihan/perbibitan yang ada baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota dengan mengacu pada sistem perbenihan/perbibitan nasional. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xvii
18 2. Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Meskipun telah terjadi peningkatan produksi yang signifikan dari berbagai komoditas peternakan selama beberapa dekade terakhir ini, namun peningkatan tersebut masih jauh dari potensinya. Di lain pihak, walaupun komoditas tanaman pangan relatif lebih maju, pengembangan komoditas ini juga dihadapkan pada kendala keterbatasan sumberdaya lahan dan semakin tingginya opportunity cost dengan semakin tajamnya kompetisi penggunaan lahan dengan non-peternakan (terutama di pulau Jawa). Sehubungan dengan upaya peningkatan produksi, produktivitas dan pengembangan mutu produk, maka pada tahun 2011 akan dilakukan upaya peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, unggas lokal dan non unggas serta penataan ramah lingkungan. Hasil samping pemeliharaan ternak yaitu kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk/kompos dan bahan bakar biogas. Salah satu kontribusi Pemerintah dalam mencapai tujuan penyediaan produk ternak bagi seluruh masyarakat Indonesia adalah dengan membangun kelompok-kelompok peternak di pedesaan, baik kelompok peternak sapi potong, kambing, ayam buras dan itik. Ribuan kelompok peternak telah terbentuk dan tersebar di seluruh Indonesia dengan kinerja yang sangat bervariasi. Kelompok yang terbentuk berdasarkan kebutuhan yang sama dan dimulai dari peternak sendiri merupakan kelompok yang berakar kuat dan setiap anggotanya mempunyai rasa solidaritas yang tinggi. Kelompok seperti ini yang diharapkan berkembang di masyarakat. Kelembagaan kelompok yang demikian diharapkan dapat terbangun dengan baik, sehingga peran pemerintah sebagai fasilitator hanya terbatas mempercepat perkembangan kearah yang lebih besar dan profesional. Peningkatan kualitas kelompok merupakan tantangan yang perlu diantisipasi untuk mewujudkan sistem agribisnis yang efisien, lebih Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xviii
19 produktif dan berkelanjutan. Kelompok yang baik akan menjadi rujukan dan tempat belajar bagi kelompok lain yang belum/kurang berkembang. Salah satu kendala utama petani di Indonesia dalam mengembangkan usahanya adalah terbatasnya modal dan lemahnya kemampuan akses terhadap sumber permodalan. Untuk meningkatkan bargaining power petani, pemberdayaan petani akan dilakukan dengan pendekatan kelompok untuk mempermudah pembinaan dan pengembangan usahanya agar dapat mencapai skala ekonomi. Dalam rangka mengatasi permodalan petani, akan disalurkan stimulan penguatan modal usaha kelompok (PMUK). Kegiatan PMUK ini akan disertai dengan kegiatan pengembangan kelembagaan petani, kemitraan, peningkatan akses terhadap sumberdaya, teknologi dan pasar serta peningkatan kualitas SDM. Untuk menjaring kelompok ternak sapi potong, kambing, ayam buras dan itik yang baik akan terus dibina dan didampingi untuk dapat meningkatkan motivasi dan kinerja dalam memproduksi produk ternak yang baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan hewan secara rutin melaksanakan lomba kelompok sebagai evaluasi pengembangan agribisnis peternakan. Lomba kelompok peternak ini merupakan bagian dari kegiatan Kementerian Pertanian dalam rangka pemberian penghargaan ketahanan pangan yang disampaikan oleh Presiden RI. Dengan adanya hasil lomba yang juga merupakan kebanggaan bagi para peternak, diharapkan dapat memicu, memotivasi dan meningkatkan peran serta mereka dalam pembangunan peternakan. Tujuan lomba kelompok peternak adalah untuk meningkatkan motivasi peternak dan dinamika kelompok peternak sapi potong, kambing, ayam buras dan itik, sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternaknya. Sedangkan bagi petugas teknis inseminator, Medik Veteriner (Dokter Hewan) Puskeswan dan Para Medik Veteriner Puskeswan diharapkan dapat meningkatkan prestasi dan kinerja meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Program lainnya adalah Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) yaitu lembaga yang terorganisir secara formal, tumbuh dan berkembang secara mandiri di masyarakat dengan kegiatan utama meningkatkan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan, sosial dan keagamaan serta meningkatkan keterampilan masyarakat melalui Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xix
20 kegiatan agribisnis yang dikelola secara mandiri atau bermitra dengan petani atau kelompok tani di wilayahnya antara lain pesantren (lembaga pendidikan islam), seminari, paroki, gereja, pasraman, vihara dan subak. Pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis peternakan pada LM3 adalah upaya peningkatan kemampuan sumberdaya manusia pengelola usaha agribisnis LM3, optimalisasi potensi agribisnis yang tersedia di LM3, penguatan kapasitas kelembagaan LM3 (institusional capacity building) dan penguatan modal usaha agribisnis LM3. Dengan pemberdayaan tersebut diharapkan LM3 dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan serta dapat berperan secara optimal sebagai agen pembangunan bagi masyarakat disekitarnya. Proses pemberdayaan LM3 dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran LM3 serta meningkatkan semangat dan kapasitasnya untuk mengembangkan usaha agribisnis LM3 agar dapat lebih berperan dalam pembangunan masyarakat, baik dalam aspek moral-spiritual, sosial maupun ekonomi. Mengingat proses pemberdayaan memerlukan waktu yang cukup panjang, maka kegiatan pemberdayaan perlu dirancang secara sistematis dengan strategi yang tepat. 3. Peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Salah satu kegiatan terobosan yang mulai dilakukan pada tahun 2007 adalah pengembangan pilot-pilot percontohan integrasi tanaman-ternak, kompos dan biogas di tingkat perdesaan. Kegiatan integrasi ternak sapi potong dilakukan di lahan-lahan perkebunan sawit, sedangkan integrasi ternak unggas dilaksanakan pada lahan-lahan persawahan, tanaman jagung, integrasi dengan sektor perikanan dan pemanfaatan hasil samping agro industri. Kegiatan integrasi dimaksudkan untuk pemanfaatan seoptimal mungkin bahan pakan lokal yang banyak tersedia di Indonesia dengan tujuan untuk menekan biaya produksi. Kegiatan Sarjana Membangun Desa (SMD) mulai dilaksanakan sejak tahun 2007 dan dilanjutkan pada tahun Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menjembatani lulusan Perguruan Tinggi (PT) untuk dapat berkiprah secara langsung di tengah masyarakat dalam proses introduksi, distribusi dan transfer inovasi baru kepada peternak. Dengan masuknya lulusan PT diharapkan dapat menumbuhkan usaha-usaha Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xx
21 peternakan yang dikelola secara profesional, sehingga dapat menarik investasi publik dan perbankan dan akan dilaksanakan di 32 provinsi. 4. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis. Penyakit hewan memiliki dampak yang luas tidak hanya dampak langsungnya terhadap sub sektor peternakan dengan mewabahnya penyakit hewan strategis yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, juga berdampak terhadap kesehatan/ keselamatan masyarakat serta meresahkan masyarakat akibat penyakit zoonosis. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No.59 tahun 2007 terdapat 12 penyakit hewan strategis didasarkan atas eksternalitas dan dampak ekonomi yang diakibatkan. Dari 12 penyakit hewan strategis tersebut mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada difokuskan untuk pengendalian dan penanggulangan 5 penyakit hewan strategis (PHMS) yaitu Rabies, Avian Influenza, Brucellosis, Anthrax dan Hog Cholera sedangkan pengendalian penyakit Jembrana dilakukan mengingat penyakit tersebut hanya terdapat pada Sapi Bali sehingga diharapkan tidak berkembang dan berdampak luas ke wilayah yang terdapat populasi Sapi Bali dan tidak menyebar luas ke negara lainnya. Untuk itu salah satu prioritas kegiatan pembangunan peternakan pada tahun 2011 diarahkan untuk pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan strategis. Wabah penyakit hewan menular flu burung menyebar ke 31 provinsi di Indonesia dan telah menjadi isu global karena bersifat zoonosis (menular dari unggas kepada manusia) dan diprediksikan dapat memicu pandemi influenza apabila telah menjadi penularan antar manusia. Kerugian yang terjadi tidak hanya dari kerugian ekonomi akibat kematian unggas, banyak unggas yang harus dimusnahkan, turunnya harga komoditas unggas dan ditolak ekspor produk unggas ke negara lain, tetapi juga jatuhnya korban manusia yang tidak ternilai harganya. Pada gilirannya, isu global ini juga dapat memperngaruhi iklim dunia usaha dan investasi di Indonesia. Sebagai bagian dari komunitas internasional, Indonesia berkewajiban secara serius dalam menangani flu burung ini. Kegiatan ini dimaksudkan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xxi
22 untuk pengendalian dan pemberantasan avian influenza (AI) pada unggas serta kesiapsiagaan terhadap pandemi flu burung. Wabah AI di indonesia memberikan momentum untuk segera menata sub sektor peternakan unggas melalui sektor 1 (industri yang terintegrasi dan pembibitan), sektor 2 (budidaya unggas/commercial farm), sektor 3. (peternakan mandiri dan kelompok ternak) dan sektor 4 (ekstensif/ back yard farm) serta masyarakat yang memelihara unggas untuk hobi (kesayangan, penelitian, pendidikan, hiburan yang perlu diatur sehinggga memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Fokus dari restukturisasi perunggasan adalah pewilayahan (zoning) usaha peternakan unggas dan pengamanan unggas hidup & produknya (from farm to table). Namun untuk memudahkan pengaturannya, maka restrukturisasi dibagi kedalam struktur hulu (bibit, pakan, alsin, vaksin dan bahan biologik); stuktur budidaya/ on farm kawasan produksi dan kawasan non produksi); struktur hilir (tempat penampungan unggas (TPU), rumah potong unggas (RPU), pasar unggas, distribusi unggas dan produknya); serta struktur pendukung (kemasan). Pengendalian dan pemberantasan PHMS diprioritaskan kepada penyakit Rabies, AI, Brucellosis, Anthrax, dan Hog Cholera sebagai berikut: a. Rabies. Pengendalian dan pemberantasan penyakit rabies dilakukan di daerah-daerah tertular melalui vaksinasi, pembatasan populasi hewan penular rabies (HPR), surveilans, dan sosialisasi. Kegiatan vaksinasi dilakukan untuk memberikan kekebalan individu hewan sehingga tidak tertular rabies dan tidak menjadi perantara penularan rabies baik antar HPR maupun ke manusia. Pembatasan populasi HPR dilakukan dengan eliminasi untuk mengurangi populasi HPR liar yang merupakan faktor risiko penularan rabies antar hewan dan ke manusia. Selain itu sedang diuji coba efektifitas sterilisasi (ovariektomi) HPR betina liar. Target pengendalian dan pemberantasan diutamakan untuk provinsi Bali, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat serta Banten untuk kembali bebas setelah tertular rabies kembali. Sedangkan daerah lain dilakukan pengendalian untuk menghindari munculnya kasus baik pada hewan maupun manusia. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xxii
23 b. Avian Influenza (AI). Kasus AI relatif menurun pada tahun 2009, namun demikian upaya pengendalian dan pemberantasan harus senantiasa dilakukan untuk mencapai daerah nol kasus dan dilanjutkan kepada upaya pembebasan. Pengendalian AI perlu ditingkatkan dan difokuskan melalui penerapan sembilan elemen yaitu: 1) kelembagaan, 2) peningkatan pengendalian AI, 3) surveilans and epidemiologi, 4) diagnostik laboratorium, 5) pelayanan karantina hewan, 6) peraturan perundangan, 7) komunikasi, 8) penelitian dan pengembangan dan 9) restrukturisasi industri. c. Brucellosis. Pengendalian dan pemberantasan Brucellosis telah membuahkan hasil yang cukup baik dengan telah dibebaskannya Provinsiprovinsi diwilayah BPPV Regional II Bukittinggi yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepulauan Riau melalui Kepmentan Nomor 2541 dan Pulau Kalimantan melalui Kepmentan Nomor 2540 Tahun Pengendalian dan pemberantasan penyakit Brucellosis di daerah-daerah tertular dibedakan berdasarkan prevalensi penyakit, yatu: 1) prevalensi Brucellosis di daerah (kabupaten/kota) kurang dari 2% dilakukan test and slaughter dan dilakukan pembayaran kompensasi, selanjutnya dilakukan surveilans untuk mengetahui perkembangan prevalensinya, 2) prevalensi brucellosis diatas 2% dilakukan vaksinasi untuk memberikan kekebalan individual dan selanjutnya dilakukan surveilans untuk mengetahui prevalensinya. Bagi daerah yang telah memiliki prevalensi sangat rendah maka dilakukan surveilans dalam rangka pembebasan wilayah. d. Anthrax. Pengendalian penyakit anthrax di daerah-daerah tertular dilakukan melalui vaksinasi dan surveilans terutama di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Hal lain yang tidak kalah penting adalah sosialisasi untuk tidak menyembelih/ mengkonsumsi produk hewan dari ternak sakit atau mati di daerah endemis anthrax untuk menghindari terjadinya korban pada manusia. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xxiii
24 e. Hog Cholera. Pengendalian dan pemberantasan penyakit Hog Cholera dilakukan didaerah-daerah tertular melalui vaksinasi dan surveilans. Untuk Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Alor, aktifitasnya difokuskan pada pemberantasan. 5. Penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan non pangan. Target penyediaan pangan yang ASUH pada tahun 2011 sebesar 80% dari data dasar 5% tahun Pada tahun 2010 baru dicapai sekitar 48,8% dari target 60%. Untuk mendukung tercapainya target 80% tersebut kebijakan yang ditetapkan adalah : a. Penyediaan PAH yang ASUH dan Berdaya Saing. Untuk meningkatkan jaminan keamanan pangan asal hewan, dilakukan secara bertahap melalui peningkatan jenis dan kualitas sarana dan prasarana unit usaha daging, susu dan telur yang memenuhi persyaratan teknis kesmavet, sehingga memenuhi PAH dan ASUH melalui kegiatan : peningkatan kompetensi auditor NKV, pertemuan manajemen RPH dan RPU, penyusunan pedoman penerapan Higiene Sanitasi di Unit Usaha Produk Asal Hewan, dan sertifikasi juru sembelih dan butcher, pembangunan RPUSK, pembangunan TPS, dan penataan kios daging, bimbingan teknis dan monitoring fasilitasi pasca panen, pelatihan juru sembelih halal, peningkatan kompetensi Meat Inspector, penyusunan peraturan perundangan unit usaha daging, peningkatan kompetensi paramedik veteriner pemeriksa daging, penyusunan model dan desain RPH kambing/domba dan RPH babi. b. Penerapan Jaminan Keamanan Pangan pada Mata Rantai Susu Segar. Penerapan jaminan keamanan pangan pada mata rantai susu segar dengan tujuan meningkatkan kualitas susu segar dalam negeri melalui pembinaan, sosialisasi dan bimbingan untuk dapat menerapkan teknis higiene sanitasi serta memfasilitasi sarana prasarana peralatan TPS. Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya unit usaha persusuan yang memenuhi persyaratan teknis minimal higiene sanitasi yang diikuti pemberian sertifikat nomor kontrol veteriner (NKV). Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xxiv
25 c. Penerapan Good Hygienic Practicess (GHP) Unit Usaha Telur. GHP diterapkan baik pada telur maupun farm-nya. Bagi pelaku usaha yang telah memenuhi persyaratan akan diberi sertifikat, sedangkan yang belum akan dibina sampai memenuhi persyaratan d. Peningkatan Keamanan Produk Hewan. Terhadap produk hewan yang berasal dari impor, dilakukan peningkatan pengawasan pemasukan maupun peredaran. Pengawasan pemasukan mengimplementasikan jaminan keamanan (ASUH) melalui kajian evaluasi status negara asal dan unit usaha serta analisa resiko. Pengawasan peredaran melalui koordinasi pemantauan dan evaluasi unit kerja terkait. Disamping itu untuk menjaga kredibilitas produk hewan ekspor perlu ditetapkan prinsipprinsip mampu telusur, higiene sanitasi, pengujian dan pemberian sertifikasi yang sesuai kaidah jaminan keamanan produk hewan, melalui kegiatan: penyusunan permentan bidang produk hewan non pangan dan produk asal hewan, on side review, penyusunan analisa resiko pangan asal hewan, peningkatan petugas pengawas kesmavet, penyidikan produk asal hewan ilegal, sosialisasi peraturan perundangan kesmavet, dan pemantauan PAH dalam rangka Hari Keagamaan Besar Nasional. e. Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Zooosis. Berkembangnya emerging dan re-emerging diseases perlu diantisipasi dengan sistem yang efektif. Untuk itu diperlukan langkah-langkah peningkatan kewaspadaan dini dalam rangka pengendalian dan penanggulangan penyakit tersebut melalui sampling dan pemetaan penyakit zoonosis serta sosialisasi yang melibatkan partisipasi aktif unsur daerah dan masyarakat, melalui kegiatan pemantauan hewan qurban, penyusunan data zoonosis, penyusunan juknis pengendalian dan penanggulangan zoonosis, monitoring dan evaluasi pengendalian zoonosis, bimbingan teknis pengendalian dan penanggulangan zoonosis serta penyusunan NSPK bidang zoonosis. f. Penerapan Kesejahteraan Hewan. Penerapan teknis kesejahteraan hewan dilaksanakan dengan skala prioritas hewan produksi dengan fokus penerapan di RPH, mengingat aspek kesejahteraan hewan sangat berpengaruh terhadap kualitas daging yang dihasilkan. Untuk itu fasilitasi sarana prasarana dan sosialisasi serta pelatihan petugas teknis akan dilaksanakan agar produksi daging ASUH dapat terwujud. Hal ini sekaligus juga untuk Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xxv
26 menjawab tuntutan perdagangan global yang salah satunya mensyaratkan penerapan teknis kesejahteraan hewan, melalui kegiatan penyusunan pedoman kesrawan, pertemuan koordinasi dan sosialisasi kesrawan. g. Peningkatan Kompetensi Laboratorium. Untuk mendukung kualitas pengujian terhadap residu dan atau cemaran pada produk asal hewan, secara bertahap dilakukan upaya untuk meningkatkan status kompetensi laboratorium uji kesehatan masyarakat veteriner melalui fasilitasi peralatan, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, penerapan metode uji yang standar dengan menerapkan cara berlaboratorium yang baik untuk mencapai akreditasi, melalui kegiatan : penyusunan RSNI metode pengujian, workshop audit internal, sosialisasi SNI dan Permentan Kesmavet, pertemuan laboratorium kesmavet regional, bimbingan akreditasi laboratorium kesmavet, peningkatan kompetensi PPC (petugas pengambil contoh), peningkatan pemahaman dan penerapan ISO/IEC. h. Peningkatan jumlah sampel uji dari unit usaha. Untuk terpenuhinya persyaratan teknis pada tingkat kepercayaan tertentu diperlukan jumlah sampel yang mewakili secara metoda statistik. Untuk itu diperlukan peningkatan jumlah sampel dari 1% menjadi 10% secara bertahap, agar hasil monitoring dan survailans residu dan atau cemaran mikroba dapat menggambarkan status sebaran sebenarnya dengan kegiatan pertemuan evaluasi dan hasil monitoring dan surveilans cemaran mikroba, inventarisasi sumber daya lab kesmavet, dan jejaring lab kesmavet 6. Peningkatan koordinasi dan dukungan manajemen di bidang peternakan. Dalam menyusun rencana kerja pembangunan diperlukan suatu perencanaan yang matang yang didasarkan pada hasil evaluasi, dan data yang akurat serta data terkini. Evaluasi kegiatan/program dilakukan satuan kerja terutama bagi provinsi digunakan untuk mengetahui pelaksanaannya. Penyusunan program dan rencana kerja pembangunan yang setiap tahun disusun sebagai dasar untuk penyusunan RAPBN tahun mendatang. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xxvi
27 Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan digunakan untuk pembayaran gaji, honorarium dan tunjangan pegawai negeri sipill (PNS) pada satuan kerja kantor pusat (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan) dan Unit Pelaksanan Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebanyak 22 satuan kerja. Didalam suatu perkantoran diperlukan operasional dan pemeliharaan perkantoran baik itu berupa peralatan, operasional sumberdaya manusia dan sarana fisik untuk kelancaran perkantoran. Operasional sarana fisik perkantoran berupa eksploitasi kendaraan, komputer atau sarana lainnya dan pemeliharaan perkantoran antara lain berupa perawatan gedung/ruangan dan lainnya. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang selama ini telah dilaksanakan pada setiap unit kerja dalam rangka memfasilitasi/memperlancar kegiatan-kegiatan terkait lainnya. Kegiatan tersebut mencakup pada aspek kegiatan koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian, pengembangan database, sosialisasi/ apresiasi, workshop, rapat-rapat, monev dan pelaporan. Untuk mendukung keberhasilan PSDS/K 2014 diperlukan suatu data yang akurat sehingga diperlukan pendataan ternak terutama sapi dan kerbau tahun 2011 sebagai dasar perencanaan dan evaluasi. Pendataan ternak dilakukan di 32 provinsi. G. Permasalahan dan tindak lanjut 1. Perbibitan ternak Beberapa permasalahan yang menghambat pembangunan perbibitan antara lain : kurangnya pendayagunaan sumber daya genetik ternak asli dan lokal serta benih rumput, tidak adanya insentif pembiayaan yang dapat merangsang tumbuhnya peternak pembibitan dan penggemukan yang berorientasi komersil sebagai akibat kondisi struktur pasar yang kurang kondusif dalam mendukung iklim usaha peternakan sapi potong rakyat, pemanfaatan dan kompetensi SDM belum optimal, lemahnya koordinasi pusat, daerah dan lintas sektor, law enforcement lemah dalam penerapan punishment dan reward, fungsi kelembagaan belum optimal, rendahnya penerapan standar bibit dan Good Breeding Practice (GBP), Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xxvii
Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh
No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015
LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan
Lebih terperinciOLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :
OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI
Lebih terperinciCAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014
CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 1 Peningkatan Produksi Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal a. Pengembangan Kawasan Sapi Potong (Kelompok) 378 335 88,62 b. Pengembangan
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus
Lebih terperinciRevisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan
Lebih terperinciFOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM
Lebih terperinciI. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016
I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 A. Program. Sebagai upaya untuk mewujudkan sasaran pembangunan peternakan ditempuh melalui 1 (satu) program utama yaitu Program Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan
Lebih terperinci(Rp.) , ,04
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN APBD PROVINSI SUMATERA BARAT BELANJA LANGSUNG URUSAN : PILIHAN ( PERTANIAN ) KEADAAN S/D AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu
Lebih terperinciOPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005
OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Peternakan adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pean adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciLAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA
LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA Medan, Desember 2014 PENDAHULUAN Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Suamtera Utara sebagai salah
Lebih terperinciRevisi ke 01 Tanggal : 05 Januari 2015
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 27 Tahun
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan
Lebih terperinciMATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN
MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas
Lebih terperinciAyam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.
NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31
Lebih terperinciRevisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan
Lebih terperinciRUMUSAN. RAPAT KONSOLIDASI KONTRAK KINERJA PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI/KERBAU (PSDS/K) 2014 Jakarta, 3 4 Pebruari 2012
RUMUSAN RAPAT KONSOLIDASI KONTRAK KINERJA PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI/KERBAU (PSDS/K) 2014 Jakarta, 3 4 Pebruari 2012 Para peserta Rapat Konsolidasi Kontrak Kinerja Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau
Lebih terperinci2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila
No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme
Lebih terperinciWALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N
RENSTRA 2016-2021 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
ARAH KEBIJAKAN ( KEMENTAN RI ) PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN 2015-2019 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERUBAHAN PROGRAM WAKTU PROGRAM 2010-2014 2015-2019 DALAM RANGKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Lebih terperinci2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF
Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pean adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunankarena
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,
BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciEVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017
EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN Jalan Patriot No. 14, (0262) Garut
PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN Jalan Patriot No. 14, (0262) 231590 Garut PENETAPAN KINERJA (TAPKIN) PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 1 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-18.6-/217 DS186-992-1912-699 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.
Lebih terperinciLEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT
LEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT DI EDIT DARI BERBAGAI SUMBER PRATIWI TS 6/11/2012 BIBIT DAN ZOONOSIS KH-UB 1 KESEHATAN HEWAN NASIONAL Melindungi, mengamankan,
Lebih terperinciVISI. Terwujudnya masyarakat yang mandiri, sejahtera melalui peningkatan pembangunan peternakan.
VISI Terwujudnya masyarakat yang mandiri, sejahtera melalui peningkatan pembangunan peternakan. MISI 1. Meningkatkan peluang ekonomi dan lapangan kerja untuk kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di
Lebih terperinciBAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD
BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN P erencanaan Strategis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Lebih terperinciMASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)
MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA )
Pemerintah Kabupaten Blitar PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PERTERNAKAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2017 Jl. Cokroaminoto No. 22 Telp. (0342) 801136 BLITAR 1 KATA PENGANTAR Puji syukur
Lebih terperinciBAB II. PERJANJIAN KINERJA
BAB II. PERJANJIAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009-2014 Rencana Stategis Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 2014 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Lebih terperinciPENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015
PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAJUAN PROPOSAL KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2012 LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta,
Lebih terperinciPENGAJUAN PROPOSAL KEGIATAN TAHUN ANGGARAN
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAJUAN PROPOSAL KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Desember 2011 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN
5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015
PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono RM No. 3 Pasar
Lebih terperinciCAPAIAN KINERJA SKPD DALAM PENCAPAIAN 9 PRIORITAS PROGRAM PEMBANGUNAN RKPD 2014
SKPD No Misi dan kebijakan : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang Program yang direncanakan CAPAIAN KINERJA SKPD DALAM PENCAPAIAN 9 PRIORITAS PROGRAM PEMBANGUNAN RKPD 2014 Indikator Program
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1712, 2016 PERRPUSNAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-.6-/216 DS3945-8555-79-7987 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinci2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
No.1161, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan Perpusnas. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH
II. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 01. A. KEBIJAKAN PROGRAM Pada Urusan pilihan Pertanian diarahkan pada Peningkatan produksi pertanian dan pemberdayaan petani lokal serta peningkatan akses modal dan
Lebih terperinciDOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
Halaman : 7 DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 201 Formulir DPA - SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan Organisasi : 2.01. - PERTANIAN : 2.01.0.
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENGUJIAN MUTU DAN SERTIFIKASI OBAT HEWAN TAHUN ANGGARAN 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI BESAR PENGUJIAN MUTU DAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.6-/215 DS88-59-718-243 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinci-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
EVALUASI PELAKSANAAN RENJA DINAS KETAHANAN PANGAN TAHUN 205 I. LATAR BELAKANG Rencana Kerja (Renja) merupakan dokumen perencanaan yang disusun berpedoman kepada Rencana Strategis (Renstra) dan mengacu
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG A. Dasar Pembentukan Organisasi Pembentukan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur merupakan unsur pelaksana urusan Pemerintahan di bidang peternakan yang berada
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,
Lebih terperinciDEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007
MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1043, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsentrasi. PERATURAN
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014
KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2014
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...
Lebih terperinciSURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK
SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 3354-2996-0085-9412 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 315, 2016 BAPPENAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Pelimpahan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.
No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran
Lebih terperinci-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N
No.1764, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ANRI. Dekonsentrasi. TA 2017. Dana. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah
Lebih terperinci