PENGUJIAN MODULUS ELASTISITAS KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE TWO POINT LOADING
|
|
- Verawati Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KARYA TULIS PENGUJIAN MODULUS ELASTISITAS KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE TWO POINT LOADING Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008
2 KATA PENGANTAR Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai Pengujian Modulus Elastisitas Kayu Dengan Menggunakan Metode Two Point Loading. Tulisan ini berisi tentang pengujian kayu untuk menentukan E true dan E apparent dengan menggunakan metode pengujian Two Point Loading (TPL) pada posisi tegak dan posisi rebah. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan tambahan informasi dibidang keteknikan kayu. Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini. Desember, 2008 Penulis
3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR...iv PENDAHULUAN...1 PENGUJIAN KAYU...2 SIFAT MEKANIS KAYU...5 HASIL DAN PEMBAHASAN...7 KESIMPULAN...12 REFERENSI...12
4 DAFTAR TABEL No Keterangan Halaman 1 Nilai E true dan E apparent Pada Posisi Tegak dan Rebah 8 2 Nilai Koefisien determinasi (R 2 ) dan Koefisien Korelasi (R) 11 Antara Metode OPL dengan TPL 3 t-test: Paired Two Sample for Means 11
5 DAFTAR GAMBAR No Keterangan Halaman 1 Metode pembebanan pada balok: (A). Two point loading 4 (B). Third point loading, (C). Center point loading 2 Grafik Nilai E true dan E apparent pada posisi tegak dan rebah 8 3 Metode pembebanan TPL (Sulistyawati,
6 PENDAHULUAN Potensi kayu sebagai bahan struktural saat ini belum tergantikan oleh bahan lain secara menyeluruh. Kelebihan sifat kayu dibanding bahan material lain, seperti logam dan plastik, dalam segi fungsi dan estetika telah membuat kayu menjadi meningkat konsumsi pemakaiannya. Hal ini terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Akan tetapi buruknya pengelolaan hutan serta maraknya illegal logging mengurangi suplai kayu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu dalam kegiatan pengelolaan hutan dan manajemen kawasan hutan perlu ditingkatkan dengan mengacu pada asas-asas kelestarian. Selain itu, pemakaian kayu yang efisien dan optimal diharapkan mampu menangani permasalahan tersebut. Dalam upaya peningkatan efisiensi dan pengoptimalan penggunaan kayu, teknologi dan rekayasa dalam bidang perkayuan sangatlah diperlukan. Dalam bidang struktural sifat mekanis atau kekuatan kayu merupakan faktor yang penting. Faktor ini diperlukan karena kayu akan digunakan untuk menahan beban dengan aman dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu untuk setiap batang kayu perlu dilakukan pemilahan dalam rangka mengetahui kemampuan dalam menahan beban. Kegiatan pemilahan ini biasa disebut dengan grading. Kegiatan pemilahan dibutuhkan karena kayu memiliki variabilitas yang tinggi diantaranya struktur penyusun kayu yang heterogen dan adanya cacat-cacat kayu. Dalam penaksiran kekuatan dan kekakuan kayu terdapat dua macam pengujian, yaitu metode destruktif dan non destruktif. Metode destruktif dapat menaksir kekuatan kayu secara objektif dan tepat dimana pengujian yang dilakukan merusak kayu, metode ini dikenal dengan pengujian statis. Sedangkan metode non destruktif adalah metode yang dikembangkan dengan tanpa merusak kayu, metode ini dikenal dengan istilah pengujian dinamis.
7 PENGUJIAN KAYU Pengujian Non Destruktif Pengujian Non Destruktif (NDT/E) adalah pengujian dengan mengidentifikasi sifat fisis dan mekanis suatu bahan tanpa merusak atau mengganggu produk akhirnya sehingga diperoleh informasi yang tepat terhadap sifat dan kondisi bahan tersebut yang akan berguna untuk menentukan keputusan akhir pemanfaatannya dan merupakan metode pengujian yang tidak merusak fungsi dari struktur bahan dan dapat dilakukan re-testing (pengujian ulang) pada lokasi yang sama untuk mengevaluasi perubahan sifatnya menurut waktu (Karlinasari, 2007). Salah satu metode non destruktif adalah pengujian dengan mengukur kecepatam gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik adalah gelombang bunyi yang mempunyai frekuensi di atas 20 KHz. Teknik tersebut memberikan beberapa kelebihan antara lain rendahnya biaya peralatan bila dibandingkan dengan mesin pemilah otomatis, serta teknik ini relatif mudah dipraktekkan (Oliveira et. al., 2002). Parameter gelombang ultrasonik merambat dalam struktur padat dipengaruhi oleh sifat fisis substrat, karakter geometri spesimen di bawah uji (segi makro dan mikrostruktural), kondisi lingkungan dan kondisi pengukuran (respon frekuensi dan kepekaan tranduser, ukuran dan lokasinya, coupling medium serta karakter dinamik dari peralatan elektronik). Sandoz (1993) menyatakan bahwa metode ultrasonik berperan dalam mendeteksi pelapukan atau evaluasi kesehatan pohon dengan pengukuran terhadap bidang radial pohon. Sedangkan terhadap bidang longitudinal metode ultrasonik biasanya digunakan sebagai alat evaluasi terhadap komponen kayu serta kegiatan pemilahan. Beberapa metode yang dilakukan untuk menduga kualitas kayu secara non destruktif (Malik et. al., 2002) yaitu : 1. Mekanis dan optis : warna, patahan, dimensi, permukaan akhir. 2. Radiasi penetrasi : patahan, kerapatan, variasi kimia, objek asing, ketebalan. 3. Elektromagnetik dan elektronik : anisotropis, rongga, komposisi, kontaminasi, korosi, patahan, konduktifitas listrik dan panas, ketebalan lapisan, kadar air, polarisasi.
8 4. Sonik dan ultrasonik : degradasi, struktur tegangan permukaan, kekuatan tarik, geser dan tekan. 5. Panas dan infra merah : ikatan, komposisi, emisifitas, kontur panas, porositas reflektifitas, tegangan, konsuktifitas panas, ketebalan. Hasil pengujian non destruktif umumnya berupa kekakuan bahan. Istilah kekakuan lentur dinamis biasanya digunakan untuk kekakuan lentur hasil pengujian non destruktif. Pengujian Destruktif Pendugaan kekuatan kayu dengan cara konvensional (yang bersifat merusak) dapat menyebabkan banyak kayu yang terbuang untuk pengujian (Mardikanto dan Pranggodo, 1991). Walaupun pengujian dengan metode ini dianggap kurang efisien dan fleksibel tetapi metode ini masih memberikan hasil yang terbaik dalam menaksir kekuatan kayu bila dibandingkan dengan pengujian secara visual. Metode destruktif dalam pendugaan kekuatan kayu secara objektif dan tepat tanpa tergantung jenis kayu yang diuji. Pengujian destruktif sangat erat kaitannya dengan sifat mekanis karena untuk menduga sifat mekanis kayu dilakukan dengan mesin uji khusus yang membebani contoh uji dengan beban yang terukur secara berangsur-angsur atau tiba-tiba (Tsoumis, 1991). Pada ASTM D dijelaskan beberapa metode pengujian secara destruktif antara lain : 1. Metode One Point Loading (OPL) Metode OPL atau pengujian beban tunggal terpusat yaitu kasus pembebanan dimana beban diterapkan / dibebankan di tengah bentang (mid-span). 2. Metode Two Point Loading Metode ini disebut juga dengan pengujian dua pembebanan yaitu kasus dimana beban ditempatkan pada dua titik dengan jarak yang sama jauh dari titik reaksi tumpuan, metode two point loading juga dikenal sebagai four point loading, sebab ada dua beban dan dua titik reaksi yang bertindak pada balok. 3. Metode Third Point Loading Metode third point loading yaitu kasus two point secara khusus dengan jarak penempatan beban sepertiga dari panjang bentang diukur dari titik reaksi (tumpuan). Selanjutnya dijelaskan oleh Gambar 1.
9 A a ½ P ½ P a L B ½ P ½ P 1/3 L 1/3 L 1/3 L L C ½ L P ½ L L Gambar 1. Metode pembebanan pada balok: (A). Two point loading (B). Third point loading, (C). Center point loading
10 Modulus Elatisitas SIFAT MEKANIS KAYU Hukum Hooke s menyatakan bahwa kekakuan bahan merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan pada sebuh kayu di dalam batas elastis yang bernilai konstan. Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per unit luas, sedangkan regangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan semula (Haygreen dan Bowyer, 2003). Rasio ini biasa disebut dengan modulus elastisitas atau biasa disebut sebagai Modulus Young dan disingkat MOE atau secara sederhana E (hoadley, 2000). Bentuk persamaan yang digunakan adalah : E = σ Є dimana : E = modulus elastisitas σ = tegangan Є = regangan Modulus elastisitas (E) merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau lentur yang terjadi sampai dengan batas proporsi. Semakin besar beban yang bekerja, semakin tinggi tegangan yang timbul dan semakin besar perubahan bentuk yang akan terjadi sampai batas proporsi. Hubungan tegangan dan regangan membentuk garis lurus. Batas proporsi itu adalah bila beban yang bekerja dilepaskan, benda akan kembali ke bentuk semula, tetapi apabila beban melewati batas ini, benda tidak akan ke bentuk asal meskipun beban telah dilepaskan. Haygreen dan Bowyer (2003), menyatakan bahwa E ini berkaitan dengan regangan, defleksi, dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjangnya dan ukuran penampang balok serta E kayu. Hubungan antara modulus elastisitas (E) dengan defleksi yaitu apabila semakin tinggi E suatu balok, semakin berkurang defleksinya dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk. Berdasarkan pengukuran terhadap nilai defleksi yang terjadi pada saat pembebanan, maka nilai E dibagi menjadi dua yaitu E apparent dan E true. Nilai E apparent, dipengaruhi oleh defleksi akibat gaya geser. Sedangkan E true tidak terdapat pengaruh gaya geser di dalamnya. Dirumuskan yaitu Δ = Δ M + Δ G, dimana Δ adalah defleksi aparent, Δ M adalah defleksi true (akibat momen lentur) dan Δ G adalah defleksi akibat gaya geser. E apparent akan lebih kecil daripada yang seharusnya karena
11 lendutan total tentu lebih besar daripada lendutan akibat momen lentur saja. Sedangkan gaya geser yang terjadi biasanya digunakan untuk menentukan modulus geser (shear modulus, modulus of rigidity, G). Penentuan modulus geser berdasarkan pada dua pembebanan dirasakan lebih sederhana mengikuti substitusi rumus dari E sebenarnya (E true ) yang sudah mengalami koreksi dari adanya geseran. Kemiringan relatif pada kurva tegangan-regangan mengindikasikan ukuran relatif dari kekakuan bahan tersebut. Semakin curam kemiringannya menunjukkan semakin tinggi nilai E dan semakin kaku kayu tersebut yang berarti semakin rendah pula deformasi yang terjadi di bawah pembebanan. b. Modulus Patah Tegangan yang dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) disebut tegangan patah. Modulus patah (MOR) merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya sampai maksimal dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut (Kollman dan Cote, 1968), dengan kata lain kekuatan lentur patah merupakan sifat kekuatan kayu dalam menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar. Beberapa hal yang menyebabkan variabilitas kekuatan kayu antara lain (Brown et. al., 1952) : Kecepatan tumbuh pohon Kecepatan tumbuh pohon ditunjukkan oleh riap dan lingkaran tahun. Kayu yang memiliki lingkaran tahun yang lebar menunjukkan kekuatan dan kekakuan yang lebih tinggi. Asal kayu Asal wilayah geografis tempat tumbuh yang berbeda menunjukkan adanya variasi kekuatan, hal ini terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tempat tumbuh, kesuburan tanah dan lain-lain. Umur pohon Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada saat mulai pertumbuhannya terjadi perubahan pada berat jenis dan kekuatannya sesuai
12 dengan riapnya. Setelah pohon mencapai umur masaknya dimana riapnya berkurang maka kekuatannya menurun pula. Kayu gubal dan kayu teras Perubahan dari kayu gubal ke kayu teras tidak menunjukkan kekuatan yang mencolok. Posisi ketinggian pada pohon Pada umumnya, kecuali pohon yang berbanir, berat jenis maupun kekuatannya lebih besar pada bagian bawah daripada bagian ujungnya. Wangard (1950) membedakan dua faktor besar yang mempengaruhi kekuatan kayu, yaitu ; a. Faktor cacat yang dimiliki kayu Cacat merupakan suatu penyimpangan dari keadaan normal pada kayu yang dapat mengakibatkan berkurangnya nilai kekakuan kayu. Cacat tersebut dapat berupa mata kayu (knots), retak atau pecah (checks or shakes), serat melintang (cross grain), cacat akibat serangan serangga atau jamur dan lain-lain. b. Faktor lain bukan cacat Selain cacat-cacat yang terlihat pada kayu, ada faktor lain yang mempengaruhi kekuatan kayu yaitu kerapatan (density) dan berat jenis (specific gravity), posisi kayu dalam pohon, kondisi pertumbuhan, struktur mikro kayu, kadar air kayu dan lain-lain.
13 pada Tabel 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan E true dan E apparent pada posisi tegak dan rebah disajikan Tabel 1. Nilai E true dan E apparent Pada Posisi Tegak dan Rebah Kayu Tegak (GPa) Rebah (GPa) E apparent E true E apparent E true 1 11,295 11,688 13,058 13, ,988 18,771 14,308 14, ,883 11,236 9,070 9, ,545 18,357 17,203 17, ,655 18,573 24,350 26, ,851 19,663 22,249 22, ,206 15,351 16,747 18, ,656 10,355 13,618 13, ,280 10,285 17,695 18, ,197 10,662 15,647 15, ,275 15,478 14,488 14, ,525 11,880 14,488 14, ,229 15,005 16,299 17, ,239 9,489 15,647 16, ,700 15,146 15,046 15,538 Rata-rata 12,502 14,129 15,994 16,563 Nilai rata-rata dari Modulus elastisitas baik E true maupun E apparent pada posisi tegak dan rebah disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Grafik Nilai E true dan E apparent pada posisi tegak dan rebah Gambar 2 menunjukkan nilai E true lebih besar dari E apparent untuk posisi tegak dan rebah, hal ini sesuai dengan teori pada persamaan berikut (ASTM D ): 1 = h 2
14 Ef E KG L... (i) Keterangan: E f = E app E = E true Berdasarkan penurunan persamaan tersebut, diperoleh persamaan E true dan E app sebagai berikut: E app = E KG (h/l) 2..(ii) E + KG (h/l) 2 E = E KG (h/l) 2 E f KG (h/l) 2 (iii) Secara teoritis dengan mengacu persamaan (ii) dan (iii) dapat diketahui bahwa nilai E true akan lebih besar dibandingkan dengan E app. Nilai E true dan E apparent untuk posisi tegak lebih kecil dibandingkan dengan nilai E true dan E apparent untuk posisi rebah, hal ini dikarenakan nilai defleksi posisi tegak lebih kecil yang disebabkan oleh ukuran dimensi tebal lebih besar dari posisi rebah. Dengan kata lain bahwa untuk balok dengan posisi tegak memiliki tingkat kekakuan yang lebih tinggi (elastisitasnya rendah) pada bentang yang sama dibanding pada posisi rebah sehingga nilai modulus elastisitasnya lebih kecil. Beberapa faktor yang berpengaruh pada nilai modulus elastisitas antara lain panjang bentang, ukuran dimensi bentang, posisi bentang (rebah atau tegak), sifat dasar bahan seperti kadar air dan ada atau tidaknya cacat pada kayu. Dalam penentuan modulus elastisitas dengan menggunakan metode Two Point Loading (TPL) menggunakan dua deflektometer. Deflektometer bagian atas menunjukkan nilai defleksi pada bentang atas (lb) untuk menentukan nilai E true dan deflektometer bawah menunjukkan nilai defleksi pada bentang bawah (L) untuk menentukan nilai E apparent sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Selanjutnya ditentukan nilai gesernya yang dikoreksi dengan (Δ) menggunakan substitusi persamaan berikut (ASTM D ) :
15 .(iv ) Posisi deflektometer atas Gambar 3. Metode pembebanan TPL (Sulistyawati, 2006) Posisi deflektometer bawah Seharusnya nilai E true D ) : E true = dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (ASTM Defleksi yang diperhitungkan dalam penentuan nilai E true ini adalah defleksi yang ditunjukkan oleh deflektometer atas. Namun dalam praktikum ini nilai E true diperoleh dari persamaan (iv). Nilai defleksi yang diperhitungkan adalah nilai defleksi yang berasal dari deflektometer bawah. Nilai geser diambil dari nilai geser yang diperoleh dengan menggunakan metode One Point Loading (OPL). Penentuan nilai E true dengan menggunakan persamaan (iv) ini dikarenakan data defleksi yang berasal dari deflektometer atas tidak akurat sehingga nilai E true pada metode TPL ini diperoleh dari persamaan (iv) dengan menggunakan nilai geser yang diperoleh dari metode OPL. Analisis Data Berdasarkan hasil dari regresi antara E true dan E apparent metode OPL dengan TPL (Lampiran 3) diperoleh nilai koefisien determinasi dan korelasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Koefisien determinasi (R 2 ) dan Koefisien Korelasi (R) Antara Metode OPL dengan TPL MOE R 2 R Tegak Rebah Tegak Rebah E app (OPL dan TPL) 0,682 0,331 0,826 0,575 Etrue (OPL dan TPL) 0,659 0,401 0,812 0,633
16 Berdasarkan Tabel 2 tersebut bahwa nilai E true dan E apparent untuk posisi rebah dan posisi tegak antara metode OPL dengan TPL memiliki hubungan yang kuat dengan arah hubungan positif, hal ini diindikasikan dengan nilai koefisien korelasi (R) > 0,5. Hasil pengujian dengan uji t-berpasangan antara posisi rebah dan tegak untuk nilai E true dan E apparent disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. t-test: Paired Two Sample for Means Eapparent Etrue Keterangan Variable 1 Variable 2 Variable 1 Variable 2 Mean 12,502 15,994 14,129 16,563 Variance 7,855 13,193 12,634 17,110 Observations Pearson Correlation 0,636 0,559 Hypothesized Mean Difference 0 0 Df t Stat -4,7513-2,584 P(T<=t) one-tail 0,0002 ** 0,011 ** t Critical one-tail 1,7613 1,761 P(T<=t) two-tail 0,0003 ** 0,022 * t Critical two-tail 2,1448 2,145 Berdasarkan nilai hasil uji t- berpasangan diperoleh hasil bahwa posisi tegak dan rebah berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap nilai E true dan E apparent, hal ini bisa diketahui dari besarnya nilai P (T<=t) < 0,01 dan < 0,05 untuk one tail dan two tail. KESIMPULAN 1. Nilai E true dan E apparent untuk posisi tegak lebih kecil dibandingkan dengan nilai E true dan E apparent untuk posisi rebah, hal ini dikarenakan nilai defleksi posisi tegak lebih kecil yang disebabkan oleh ukuran dimensi tebal lebih besar dari posisi rebah. 2. Nilai E true lebih besar dari E apparent untuk posisi tegak dan rebah, sesuai dengan standard ASTM D198 (2005).
17 REFERENSI American Society Institute ASTMD-198. Standard Test Methods of Static Tests of Lumber in Structural Sizes. In Annual Book of ASTM Standard United State : Philadelpia. Haygreen, J.G., Bowyer, J.L Forest Production Wood Science. An Introduction. Iowa : Iowa State Press. Karlinasari, L Bahan Kuliah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Mardikanto, T.R., Pranggodo, B Kemungkinan Penerapan Cara Nondestructive Testing Untuk Pendugaan Kekuatan Kayu Kelapa Gergajian. [Laporan Penelitian]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Naresworo Bahan Kuliah. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Oliveira, F.G.R, Campos JAO de, Pletz E, Sales A Assesment of Mechanical Properties of Wood Using an Ultrasonic Technique. Proceeding of the 13 th International Symposium on Nondestructive Testing of Wood; University of California Berkeley Campus Agust Madison : Forest Product Society. Pp Ross, R.J, Brashaw B.K., dan Pellen R.F Nondestructive Evaluation Of Wood Forest Products. Jurnal 48 (1) : Sulistyawati, I Rasio Lendutan Geser terhadap Lendutan Lentur dan Pengaruhnya terhadap Kekakuan Lentur (EI) pada Balok Kayu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol.4 No. 2. Wangard, F.F The Mechanical Properties of Wood. New York : John Wiley & Son. Yap, K.H. Felix Konstruksi Kayu. Bandung. Bina Cipta.
PENDUGAAN KEKAKUAN KAYU BORNEO DENGAN METODE GELOMBANG ULTRASONIK
20 PENDUGAAN KEKAKUAN KAYU BORNEO DENGAN METODE GELOMBANG ULTRASONIK Prediction Stifness of Borneo Wood with Ultrasonic Wave Method Syahidah dan Tekat Dwi Cahyono ABSTRACT Borneo wood is a name for various
Lebih terperinciMetode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur. bangunan berbasis kayu
Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur 1 Ruang lingkup bangunan berbasis kayu Metode pengujian ini menyediakan penurunan sifat lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur bangunan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT
Lebih terperinciKAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F
KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciSURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005
.;.. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPIIIEIEN HISIL HUliN Kampus IPB Darmaga PO BOX 168 Bogor 161 Alamat Kawat FAHUTAN Bogor Phone: (251) 621285, Fax: (251)
Lebih terperinciMetode pengujian lentur posisi tidur kayu dan bahan struktur bangunan berbasis kayu dengan pembebanan titik ke tiga
Metode pengujian lentur posisi tidur kayu dan bahan struktur bangunan berbasis kayu dengan pembebanan titik ke tiga 1 Ruang lingkup Metode pengujian ini mencakup penurunan keteguhan lentur dan modulus
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai bulan Februari 2009. Tempat pembuatan dan pengujian glulam I-joist yaitu di Laboratorium Produk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2010 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium
Lebih terperinciHHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)
SIFAT KEKUATAN KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331) 1 A. Sifat yang banyak dilakukan pengujian : 1. Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Adalah kapasitas/kemampuan kayu dalam menerima beban
Lebih terperinciKUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M)
KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PAKU (252M) Johannes Adhijoso Tjondro 1, Altho Sagara 2 dan Stephanus Marco 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu : 1. Kayu Bangunan Struktural : Kayu Bangunan yang digunakan untuk bagian struktural Bangunan dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis pada kayu laminasi dipengaruhi oleh sifat fisis bahan pembentuknya yaitu bagian face, core, dan back. Dalam penelitian ini, bagian face adalah plywood
Lebih terperinciPENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI
PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI (Tectona grandis. Linn. f.) IRFAN HANDRIAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS
Lebih terperinciKUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M)
KUAT LENTUR DAN PERILAKU BALOK PAPAN KAYU LAMINASI SILANG DENGAN PEREKAT (251M) Johannes Adhijoso Tjondro 1 dan Benny Kusumo 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand
Lebih terperinciPENGUJIAN NONDESTRUKTIF KAYU OLEH: EVALINA HERAWATI, S.Hut, M.Si NIP
Karya Tulis PENGUJIAN NONDESTRUKTIF KAYU OLEH: EVALINA HERAWATI, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 840 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 0 PENGUJIAN NONDESTRUKTIF KAYU
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah salah satu bahan material struktur yang sudah lama dikenal masyarakat. Bila dibandingkan dengan material struktur lain, material kayu memiliki berat jenis yang
Lebih terperinciSILABUS/GBPP MK. SIFAT MEKANIS KAYU (HHT 232) Oleh: Dr. Lina Karlinasari, S.Hut.MSc.F.
SILABUS/GBPP MK. SIFAT MEKANIS KAYU (HHT 232) Oleh: Dr. Lina Karlinasari, S.Hut.MSc.F. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 2017 SILABUS (PERKULIAHAN) Fakultas Program Studi/
Lebih terperinciDaftar Isi. Daftar Isi... i. Prakata... ii. Pendahuluan... iii
Daftar Isi Daftar Isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang Lingkup... 1 2 Acuan Normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Pengertian dan penggunaan... 2 5 Persyaratan... 2 5.1 Persyaratan Umum...
Lebih terperincisejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya
BABH TINJAUAN PUSTAKA Pada balok ternyata hanya serat tepi atas dan bawah saja yang mengalami atau dibebani tegangan-tegangan yang besar, sedangkan serat di bagian dalam tegangannya semakin kecil. Agarmenjadi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan
Lebih terperinciPENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI
PENGUJIAN KEKAKUAN KAYU SECARA NON DESTRUKTIF GELOMBANG ULTRASONIK DAN KEKUATAN LENTUR SECARA DESTRUKTIF CONTOH KECIL KAYU JATI (Tectona grandis. Linn. f.) IRFAN HANDRIAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran
Lebih terperinciPERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON
PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON Vivi Angraini 1 dan Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1
Lebih terperinciSTUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR
STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS ABSTRAK
VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 2009 STUDI PENGARUH KONDISI KADAR AIR KAYU KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS Fauzan 1, Ruddy Kurniawan 2, Siska Martha Sari 3 ABSTRAK Kayu kelapa sebagai alternatif bahan konstruksi
Lebih terperinciLaporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan
Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia
Lebih terperinciSURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005
.;.. DEPARTEME PEDIDIKA ASIOAL FAKULTAS KEHUTAA ISTITUT PERTAIA BOGOR DEPIIIEIE HISIL HUli Kampus IPB Darmaga PO BOX 168 Bogor 161 Alamat Kawat FAHUTA Bogor Phone: (251) 621285, Fax: (251) 621 256-621
Lebih terperinciKUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M)
KUAT LENTUR DAN PERILAKU LANTAI KAYU DOUBLE STRESS SKIN PANEL (250M) Johannes Adhijoso Tjondro 1, Fina Hafnika 2 1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung E-mail:
Lebih terperinciII. TEGANGAN BAHAN KAYU
II. TEGANGAN BAHAN KAYU I. Definisi Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis
Lebih terperinciPENGUJIAN SIFAT MEKANIS KAYU
PENGUJIAN SIFAT MEKANIS KAYU MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT ) 1 Pengujian kayu Pemanfaatan kayu yang beragam memerlukan pengujian sifat kayu pengujian sifat mekanis kayu 2 Metode pengujian kayu Metode pengujian
Lebih terperinci(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman
DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah
Lebih terperinciKONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES
KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES MATA KULIAH HASIL HUTAN SEBAGAI BAHAN BAKU (HHT 211) DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan menurut kekuatan lentur paku serta pembenaman paku ke dalam balok terhadap empat jenis kayu dilakukan selama kurang lebih tiga
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu
Lebih terperinciAnalisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print 1 Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Untuk Pembuatan Kapal Kayu Nur Fatkhur Rohman dan Heri Supomo
Lebih terperinciBAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM
BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong
Lebih terperinciAnalisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan
Analisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan Ferdy Naranda 4109100005 Dosen Pembimbing: Ir. Heri Supomo M.sc ??? LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL KEKUATAN DAN RIGIDITAS RANGKA BATANG PAPAN KAYU
Hibah Dosen Muda LAPORAN AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL KEKUATAN DAN RIGIDITAS RANGKA BATANG PAPAN KAYU Oleh: Altho Sagara S.T., M.T. Sisi Nova Rizkiani S.T. Husain Abdurrahman Shiddiq Pembina: Dr. Johannes
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu (Askeland, 1985). Hasil
Lebih terperincid b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek
DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas
Lebih terperinciSifat Sifat Material
Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam
Lebih terperinciKAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR
KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Lebih terperinciTegangan Dalam Balok
Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya
Lebih terperinciANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR
ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat-sifat Dasar dan Laboratorium Terpadu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik: kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 % dari kuat tekannya. Karena rendahnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.
Lebih terperinciSTUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON Helmy Hermawan Tjahjanto 1, Johannes Adhijoso
Lebih terperinciLaporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik
Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia () 3. Hutomo
Lebih terperinciSTUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIKAL BALOK LAMINASI GLULAM I PRATEKAN
STUDI EKSPERIMENTAL DAN NUMERIKAL BALOK LAMINASI GLULAM I PRATEKAN Anita Wijaya 1 1 Mahasiswa Program Magister, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung ABSTRAK Dalam
Lebih terperinciPENGARUH PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU PALAPI
PENGARUH PEMADATAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KAYU PALAPI Hajatni Hasan 1, Burhan Tatong 1 ABSTRACT The objective of this research is to study the effect of physical treatment, in this case is wood
Lebih terperinciANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2
ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU
PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU Agustin Dita Lestari *1, Sri Murni Dewi 2, Wisnumurti 2 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan dan model struktur masih terus dilakukan. Oleh karena itu masih terus dicari dan diusahakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.
22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kayu merupakan material struktural dan banyak disediakan oleh alam dan diminati di beberapa daerah di Indonesia. Material utama pada bangunan tradisional Indonesia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan
TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan
Lebih terperinciPENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK
VOLUME 12 NO. 2, OKTOBER 2016 PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU Fengky Satria Yoresta 1, Muhammad Irsyad Sidiq 2 ABSTRAK Tulangan besi
Lebih terperinciPengujian Non-destruktif Modulus Elastisitas (MoE) Kayu Penyusun Sambungan Join Balok-Kolom
Pengujian Non-destruktif Modulus Elastisitas (MoE) Kayu Penyusun Sambungan Join Balok-Kolom Yosafat Aji Pranata 1, Anang Kristianto 2, Olga Catherina Pattipawaej 3 Program Studi S-1 Teknk Sipil, Fakultas
Lebih terperinciPERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER
PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan selain dari pada aspek keamanan. Untuk mempertahankan aspek tersebut maka perlu adanya solusi
Lebih terperinciPd M Ruang lingkup
1. Ruang lingkup 1.1 Metode ini menentukan sifat lentur potongan panel atau panel struktural yang berukuran sampai dengan (122 X 244) cm 2. Panel struktural yang digunakan meliputi kayu lapis, papan lapis,
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai
8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan
Lebih terperinciSIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu
KARYA TULIS SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciPendahuluan. Pengujian dan evaluasi nondestruktif (nondestructive testing / evaluation, NDT/E) terhadap berbagai bahan baku terus berkembang
TEKNOLOGI PENGUJIAN NONDESTRUKTIF (NDT) UNTUK MEMANTAU KESEHATAN POHON HUTAN Lina Karlinasari dan Dodi Nandika Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor 14 Juni 2012 Pendahuluan
Lebih terperinciBAB II TINJAIJAN PllSTAKA
BAB II TINJAIJAN PllSTAKA Kayu memiliki perbedaan kokuatan dan kekakuan bukan saja antar spesies, namun juga dalan species yang sama (Blass dkk., 1995; Rhude, ). Hal tersebut di atas disebabkan oleh beberapa
Lebih terperinciKAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG
KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan kayu yang digunakan sebagai bahan baku konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu gergajian sangat
Lebih terperinciSifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction
Jurnal aintis Volume 13 Nomor 1, April 2013, 83-87 ISSN: 1410-7783 Sifat Mekanik Kayu Keruing untuk Konstruksi Mechanics Characteristic of Keruing wood for Construction Sri Hartati Dewi Program Studi Teknik
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan
Lebih terperinciPEMANFAATAN METODE NONDESTRUKTIF UNTUK MENDUGA KEKUATAN LENTUR AKIBAT ADANYA MATA KAYU. Rahmi Oktarina
PEMANFAATAN METODE NONDESTRUKTIF UNTUK MENDUGA KEKUATAN LENTUR AKIBAT ADANYA MATA KAYU Rahmi Oktarina DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 28 PEMANFAATAN METODE NONDESTRUKTIF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejalan dengan pembangunan prasarana fisik yang terus menerus dilaksanakan, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan masih terus dilakukan. Oleh karena itu
Lebih terperinciJembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)
Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector) Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University Pendahuluan JEMBATAN GELAGAR BAJA BIASA Untuk bentang sampai dengan
Lebih terperinciPEMAKAIAN METODA PENGUJIAN NONDESTRUKTIF UNTUK MENDUGA PENGARUH RETAK KAYU TERHADAP KEKUATAN KAYU MANGIUM
PEMAKAIAN METODA PENGUJIAN NONDESTRUKTIF UNTUK MENDUGA PENGARUH RETAK KAYU TERHADAP KEKUATAN KAYU MANGIUM (Acacia mangium Willd.) DAN KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) Eka Wilatika Pebriansjah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diameter Serat Diameter serat adalah diameter serat ijuk yang diukur setelah mengalami perlakuan alkali, karena pada dasarnya serat alam memiliki dimensi bentuk
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapat dari alam dan sudah lama dikenal oleh manusia. Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada
Lebih terperinciANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS PERLETAKAN SENDI ROL DENGAN METODE PLASTIS (EKSPERIMEN)
ANALISA LENDUTAN BALOK KAYU KELAPA NON PRISMATIS PERLETAKAN SENDI ROL DENGAN METODE PLASTIS (EKSPERIMEN) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Oleh :
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rekonstruksi Gelugu Kayu kelapa merupakan salah satu bahan struktur yang sangat potensial karena ketersediaannya cukup besar dan mudah ditemukan di halaman rumah, perkebunan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pengaruh pemakaian cacahan..., Johanes Chandra, FT UI, 2008
BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Dari penelitian mengenai pengaruh penambahan cacahan plastik polypropylene terhadap kuat tarik dan kuat lentur material beton, didapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan
Lebih terperinciStudi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam
Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.3 Vol.3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam DESINTA NUR LAILASARI 1, SRI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan
Lebih terperinciE(Pa) E(Pa) HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengujian Tarik Material Kayu. Spesimen uji tarik pada kayu dilakukan pada dua spesimen uji.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pengujian Tarik Material Kayu Spesimen uji tarik pada kayu dilakukan pada dua spesimen uji. Dengan mengacu pada ASTM (American Standart for Testing Material) Wood D07 Tensile
Lebih terperinciBALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pelat Pelat beton (concrete slabs) merupakan elemen struktural yang menerima beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke balok dan kolom sampai
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka
Lebih terperinciPenyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu
25 Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu Suhardiman, Asroni Mukhlis Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : Suhardiman@polbeng
Lebih terperinci