BAB III MODIFIKASI LIFE TABLE DASAR MENJADI LIFE TABLE PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III MODIFIKASI LIFE TABLE DASAR MENJADI LIFE TABLE PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 13 BAB III MODIFIKASI LIFE TABLE DASAR MENJADI LIFE TABLE PENDIDIKAN 3. 1 Konsep Life Table Pendidikan Selama ini keterangan tentang pendidikan siswa disajikan dalam bentuk proporsi, namun berdasarkan status siswa selain berupa proporsi, dapat juga merupakan proses suatu kejadian. Kejadian biasanya dinyatakan sebagai jumlah perubahan terjadinya kasus baru dalam populasi, misalnya tidak naik kelas atau keluar selama periode waktu tertentu. Sedangkan proporsi merupakan perbandingan status terhadap populasi total dan dilaporkan dalam bentuk persentase, seperti menghitung Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Putus Sekolah (APtS). Menurut BPS (2011), Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah angka perbandingan antara banyaknya murid dari jenjang pendidikan tertentu dengan banyaknya penduduk usia sekolah pada jenjang yang sama dinyatakan dalam persen. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Sedangkan Angka Putus Sekolah (APtS) menunjukkan tingkat putus sekolah di suatu jenjang pendidikan, misalnya angka putus sekolah SD menunjukkan persentase anak yang berhenti sekolah sebelum tamat SD yang dinyatakan dalam persen ( Di Indonesia metode yang digunakan untuk menghitung APK, APM dan APtS dilakukan dengan cara membandingkan jumlah siswa sekolah berusia dijenjangnya kemudian dengan jumlah penduduk berusia tersebut dikalikan 100%. Sebagai contoh APK tingkat SD = (jumlah siswa SD/MI: penduduk 7-12 tahun) 100%. Sedangkan untuk menentukan APM tingkat SMP = (jumlah siswa SMP/MTs berusia : penduduk berusia tahun) 100%. Untuk menentukan APtS SMA, diperoleh dengan membagi jumlah penduduk berusia tahun putus sekolah SMA/SMK/MA dibagi dengan penduduk berusia tahun yang pernah sekolah SMA/SMK/MA.

2 14 Kelemahan dari APK, APM dan APtS hanya menerangkan kelompok siswa menurut jenjang pendidikan berdasarkan usia pada wilayah tertentu, sehingga untuk mengetahui seberapa peluang putus sekolah atau peluang tetap tetap bersekolah di setiap jenjangnya sulit diketahui. Untuk memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat pendidikan siswa maka diperlukan life table pendidikan, karena life table pendidikan dapat mengukur tingkat putus sekolah, peluang bersekolah, estimasi, dan proyeksi perubahan pendidikan di masa datang. Riwayat pendidikan siswa selalu diikuti oleh atribut statusnya seperti: naik kelas, tidak naik kelas, lulus, tidak lulus, mengulang, keluar, dan berhenti, sehingga penting diperhatikan dalam menyusun life table pendidikan. Misalkan atribut status tersebut merupakan state, dan keluar atau berhenti bersekolah sebagai state penyerap, maka dalam menyusun life table pendidikan akan lebih mudah apabila menggunakan model multistate life table (MSLT). Model MSLT memungkinkan anggota individu dari populasi untuk pindah state seperti: naik kelas, tidak naik kelas, dan mengulang menuju state penyerap. Perpindahan atau transisi siswa ini merupakan konsep dasar dari kerangka penerapan MSLT dalam bidang pendidikan. Dengan demikian MSLT menggambarkan dinamika saling ketergantungan antar sub populasi (state), di mana sub populasi didefinisikan status individu seperti naik kelas, tidak naik kelas, mengulang, lulus, tidak lulus, pindah, atau berhenti. Putus sekolah (drop out) adalah suatu kejadian keluar dari sekolah. Hubungan kejadian siswa aktif (naik kelas), mengulang (tidak naik kelas) dan keluar (drop out) dijelaskan pada Gambar 2. Konsep inti dalam life table pendidikan adalah terjadi perubahan status siswa, dari aktif (naik kelas) ke mengulang (tidak naik kelas), dari mengulang (tidak naik kelas) ke aktif (naik kelas), dari aktif (naik kelas) ke keluar (drop out), dan dari mengulang (tidak naik kelas) ke keluar (drop out). Dari Gambar 2, juga diketahui bahwa setiap kejadian baru merupakan sebuah kasus perpindahan status apakah mampu bertahan atau terserap.

3 15 Aktif (Naik kelas) Mengulang (Tidak naik kelas) Keluar (Drop Out) Gambar 2 Keterkaitan kejadian aktif, mengulang, dan keluar. Pendekatan MSLT menurut Willekens (1982), dapat dilihat dari dua perspektif yaitu makro dan mikro. Perspektif makro adalah dengan asumsi life table dipandang sebagai deskripsi dari populasi yang stasioner. Kedua perspektif mikro adalah biografi kohort yaitu sejarah hidup yang menggambarkan perjalanan hidup anggota populasi. Dalam perspektif makro, MSLT menggambarkan dinamika saling ketergantungan dari beberapa sub populasi, di mana setiap sub populasi didefinisikan perubahan status siswa seperti naik kelas, tidak naik kelas, lulus, tidak lulus, mengulang dan pindah atau berhenti (drop out). 3.2 Kajian dalam Menyusun Life Table Pendidikan Life table pendidikan adalah cara sistematis untuk melacak perkembangan pendidikan sekelompok siswa. Dari kelompok ini ditelusuri mulai masuk sekolah kelas I SD/MI sampai menamatkan pendidikannya di kelas XII SMA/MA/SMK. Beberapa hal yang penting dalam menyusun life table pendidikan yang perlu diperhatikan adalah: jenis MSLT, state dan ruang state, dan peluang transisi Jenis Multistate Life Table Rogers (1979), mengelompokkan multistate life table menjadi dua jenis yaitu uniradix dan multiradix. Dalam penelitian ini, radix yang digunakan adalah , artinya jumlah siswa yang masuk sekolah dari SD/MI hingga SMA/MA/SMK sebanyak Uniradix adalah jumlah seluruh anggota radix dalam state yang berbeda dan dapat berinteraksi. Sedangkan multiradix adalah gabungan dari beberapa uniradix dimana antar state dalam satu uniradix dapat berinteraksi dengan state pada uniradix yang lain.

4 16 Berdasarkan jenisnya, mulistate life table uniradix bidang pendidikan dijelaskan pada Gambar 3. Radix Kohort Aktif (Masuk atau Naik kelas) Mengulang (Tidak naik kelas) Keluar (Drop out) Gambar 3 Multistate life table uniradix pada bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan khususnya siswa yang tidak naik, ia dapat mengulang belajar kembali pada kelas yang sama namun pada waktu dan kelompok yang berbeda. Berarti terdapat interaksi state antar kohort dari radix yang berbeda, sehingga multistate life table Lynch (2010) pada Gambar 3 dapat dimodifikasi menjadi multistate life table multiradix, ditunjukkan pada Gambar 4. Mengulang (Tidak naik kelas) Radix Kohort Aktif (Masuk atau Naik kelas) Mengulang (Tidak naik kelas) Keluar (Drop out) Aktif (Masuk atau Naik kelas) Gambar 4 Multistate life table multiradix pada bidang pendidikan State dan Ruang State State didefinisikan sebagai atribut status individu pada waktu tertentu, yang dapat berubah pada waktu mendatang (Willekens 1982). Misalnya, jika seorang siswa berada di kelas IX SMP/MTs, maka berarti ia mampu bertahan hingga

5 17 kelas itu. Pada saat yang akan datang, mungkin akan lulus, tidak lulus, melanjutkan ke SMA, atau tidak bersekolah. Jumlah state dalam MSLT biasanya terbatas dan bersifat diskret. Kumpulan dari semua state yang mungkin dalam suatu himpunan disebut ruang state. Misalnya, untuk menganalisis perubahan yang sederhana dalam status siswa, ruang state yang mungkin adalah lanjut, tidak naik dan keluar. Jika untuk menganalisis perubahan yang lebih luas, maka dapat dikembangkan menjadi naik kelas atau lulus, tidak naik atau tidak lulus, mengulang, dan keluar atau berhenti bersekolah. Dalam kasus ini, state akan berubah hanya sekali pada waktu tertentu, walaupun tidak naik kelas namun dapat mengulang pada state yang sama tetapi pada waktu yang berbeda. Oleh sebab itu untuk menyusun life table pendidikan lebih tepat apabila menggunakan multistate life table berbasis multi radix Matriks Transisi Fungsi dasar multistate life table merupakan himpunan dari peluang transisi yang didefinisikan untuk semua umur dan untuk mengkontruksi ke dalam sebuah tabel, yaitu dengan mentransformasikan tingkat mortalitas dan migrasi ke dalam bentuk matriks transisi. Dalam bidang pendidikan perubahan state diperlihatkan dengan adanya data transisi dari state ke state yang dialami oleh individu berdasarkan kelas dan waktu. Siswa yang berhasil naik kelas atau lulus ia akan pindah ke state berikutnya namun siswa tidak naik kelas atau tidak lulus maka ia akan mengulang di state yang sama dalam waktu yang berbeda. Berbeda dengan siswa yang pindah keluar atau berhenti (drop out) maka akan masuk state penyerap dan tidak kembali, walaupun terjadi namun jumlahnya sangat kecil. Struktur probabilistik dari MSLT dalam penelitian ini didasarkan pada proses Markov dengan ruang state diskrit. Dengan asumsi bahwa terjadinya suatu kejadian akan datang merupakan hasil dari suatu proses acak dan hanya dipengaruhi oleh kejadian saat ini. Suatu variabel acak didefinisikan oleh satu rangkaian nilai kemungkinan yang berhubungan dengan peluang, dengan waktu yang homogen dan dalam ruang yang terbatas. Dengan kata lain, dengan waktu

6 18 yang homogen berarti tingkat transisi dapat bervariasi antar interval dan berlangsung terus menerus (Schoen 1988). Pada ruang state yang terbatas model diasumsikan mengandung state J (j = 1,2,..., j), untuk J >1 dan anggota bilangan bulat positif. State ke J adalah state penyerap, misalnya pada state keluar (drop out) dan tidak ada pengurang. yang dicapai oleh siswa merupakan suatu proses stokastik {S (x): x 0} pada ruang state dengan waktu kontinu. Untuk populasi, S (x) menunjukkan posisi siswa dalam ruang state pada kelas x. Rangkaian peluang transisi, state dinyatakan oleh terbatas. transisi antara dua state didefinisikan sebagai P{S (x) = j}, dimana j adalah state p ij (x) = Pr{S(x+1)=j S(x)=i} (3.1) dimana p ij (x, x+1) merupakan peluang bahwa siswa di j pada (x +1) yang berasal dari i pada x. Sehingga untuk peluang transisi dari state asal i ke state j, didefinisikan sebagai (3.2) dimana, n ij adalah jumlah siswa pindah dari state asal i ke state tujuan j. sedangkan T ij adalah total siswa yang berada dalam ruang state. Jika a merupakan state siswa yang naik kelas, m adalah state siswa mengulang atau tidak naik kelas dan k adalah state siswa keluar atau berhenti, maka matriks peluang transisi Markovian tiga langkah dari i ke j dapat dinyatakan (3.3) Jumlah elemen dalam setiap kolom adalah satu. Dimana p aa : menunjukkan transisi dari state a ke state a, p am : dari state a ke state m, p ak : dari state a ke state k, p ma : transisi dari state m ke state a, p mm :transisi dari state m ke state m, p mk : transisi dari state m ke state k, p ka : transisi dari state k ke state a, p km : transisi dari state k ke state m, dan p kk : transisi dari state k ke state k. Karena dinamika siswa yang naik, tidak naik, lulus, tidak lulus, mengulang, keluar, dan berhenti di setiap tahunnya selalu berubah, maka matriks peluang transisi P(x) tidak dapat diseragamkan, tergantung dari kasus dan gejala yang muncul. Dengan demikian peluang transisi setiap tahunnya tidak sama, tergantung dari perubahan status yang terjadi pada setiap akhir tahun pelajaran.

7 Konstruksi Model Life Table Pendidikan Dengan menggunakan fungsi dasar life table menurut Brown (1997) dan multistate life table Siegel & Swanson (2004), maka dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi life table pendidikan. Selain kolom x sampai dengan (x+n) sebagai periode kelangsungan pendidikan misalnya antara kelas I SD/MI sampai kelas XII SMA/MA/SMK kolom-kolom lainnya adalah l x ; L x ; T x dan. Dimana kolom l x merupakan jumlah siswa yang masih bersekolah naik kelas atau lulus pada kelas x, sedangkan L x menunjukkan waktu bersekolah yang dijalani oleh siswa antara kelas x sampai (x+1). Total waktu siswa yang bersekolah setelah mencapai kelas x ditunjukkan oleh kolom T x, sedangkan harapan tetap bersekolah di kelas x ditunjukkan oleh kolom. Perhitungan multistate life table pendidikan dimulai dengan pendugaan dari jumlah siswa yang tidak naik dan peluang siswa siswa pengulang dan keluar. Untuk mengkonstruksi model life table pendidikan, maka diperlukan definisi dan notasi yang akan digunakan, sebagai berikut: x : kelas yang ditempati oleh siswa asal (a) dan pengulang (m) t : waktu yang dijalani oleh siswa dalam satu tahun pelajaran t l x : banyaknya siswa pada kelas x terdiri dari siswa asal (a) dan siswa pengulang (m) dalam tahun t : jumlah siswa asal atau siswa baru yang naik kelas atau lulus di kelas x pada tahun t : banyaknya siswa yang tidak naik atau tidak lulus pada tahun t di kelas x : jumlah siswa yang keluar atau berhenti pada tahun t dikelas x : jumlah siswa yang naik kelas x pada tahun pelajaran t, dengan tanpa membedakan status sebelumnya : jumlah siswa yang mengulang di kelas x pada tahun t, dengan tanpa membedakan status sebelumnya : jumlah siswa yang keluar atau putus sekolah di kelas x pada tahun t, dengan tanpa membedakan status sebelumnya : jumlah siswa naik kelas pada tahun t di kelas (x+1)

8 20 : jumlah siswa pengulang atau siswa yang tidak naik pada tahun t di kelas (x+1) : jumlah siswa yang keluar atau putus sekolah pada tahun t di kelas (x+1) : jumlah siswa asal dan pengulang pada tahun (t+1) dikelas (x+1) Dengan menggunakan notasi notasi di atas, sebelum menyusun model life table pendidikan terlebih dahulu disusun kohort pendidikan yang dijalani oleh seluruh siswa. Cara ini dilakukan agar dalam menyusun life table pendidikan tepat berdasarkan karakteristiknya, yaitu multistate life table multiradix. Dengan demikian dapat dilihat keterkaitan hubungan antar state aktif atau naik kelas (a), state tidak naik kelas atau mengulang (m), dan state keluar (k) serta jumlah siswa mampu bertahan pada setiap jenjangnya, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 5.

9 21 t Tahun Pelajaran (t+1)... (t+n) t-1 t t t+1 t+n-1 t+n x t t+1... t+n t t+1 t+n t-1 t t t t+n-1 t+n (x+1) t t+1... t+n t t+1 t+n t+n (x+n) t t t t+1 t+n-1 t+n t t+1... t+n t t+1 t+n Gambar 5 Konstruksi model life table pendidikan berdasarkan kohort Untuk menghitung jumlah siswa yang mampu bertahan dalam pendidikannya sampai kelas x pada tahun t diperoleh dengan menggabungkan siswa asal (a) dengan siswa pengulang (m) yang tidak naik dari kelas (x+1), kemudian dikurangi dengan siswa yang tidak naik (m) dan siswa yang keluar atau berhenti (k) di kelas x pada akhir tahun t, sehingga dapat ditulis: (t+1) l (x+1) (3.4) Khusus untuk kelas I SD/MI didefinisikan t l 1 Dengan menggunakan peluang transisi masing-masing state, dapat dihitung jumlah siswa yang dapat bertahan pada kelas selanjutnya, sebagai berikut:

10 22 (3.5) Dimana p aa adalah transisi dari state a ke state a, p am : transisi dari state a ke state m, p ak : transisi dari state a ke state k, p ma : transisi dari state m ke state a, p mm : transisi dari state m ke state m, dan p mk : transisi dari state m ke state k. Untuk memisahkan siswa berdasarkan statusnya, berdasarkan (3.5) dan (3.3), untuk t l x = ], dimana t l x adalah matriks kolom, sehingga diperoleh: (t+1) = P x + P* x = = = (3.6) dimana P* x adalah matriks peluang transisi yang konstan. Waktu yang dijalani oleh siswa l x dalam interval (x,x+1) disimbolkan L x. Pendekatan untuk nilai L x dari kelas I SD sampai dengan kelas XII SMA adalah sama, dengan asumsi bahwa rata-rata siswa akan tidak naik kelas dan keluar sebesar 0,5, sehingga diperoleh hubungan linear (3.7) Total waktu yang dijanani oleh siswa bersekolah setelah mencapai kelas x sampai menamatkan sekolahnya disimbolkan dengan T x. Jumlah ini adalah total dari t L x, sehingga diperoleh

11 23 (3.8) Contoh menghitung total waktu siswa setelah menamatkan SD, diperoleh dari jumlah waktu bersekolah dari kelas VII SMP sampai dengan kelas XII SMA, sehingga diperoleh: T 6 = L 7 + L L 12. Selanjutnya untuk menghitung tingkat harapan siswa untuk dapat bertahan dalam pendidikannya di kelas x disimbolkan oleh x. Hal ini merupakan rata-rata waktu yang dijalani oleh seluruh siswa di kelas x, dirumuskan. (3.9) Sebagai contoh untuk menghitung harapan siswa mampu bersekolah sampai kelas X SMA ditahun 2000, dengan menggunakan fungsi (3.9) diperoleh. Dengan demikian selain untuk menentukan harapan untuk dapat bertahan, dalam bidang pendidikan dapat diartikan sebagai lama sekolah atau lama belajar dari sekolompok siswa. 3.4 Menyusun Life Table Pendidikan di Kabupaten Sintang Sumber Data dan Gambaran Umum Data Pendidikan di Kabupaten Sintang Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kompilasi dari Dinas Pendidikan, Kementrian Agama dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sintang. Data tersebut merupakan kumpulan laporan bulanan dari setiap sekolah dan madrasah di Kabupaten Sintang. Untuk menyusun life table pendidikan, peneliti menggunakan data siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK dari tahun 1999 sampai dengan tahun Unsur utama dalam menyusun life table adalah data yang menerangkan kematian atau migrasi. Dalam penelitian ini kematian dapat diartikan pindah atau putus sekolah (drop out) sedangkan migrasi dapat diartikan masuk sekolah, naik kelas, tidak naik kelas, tidak lulus atau mengulang. Agar dapat menjelaskan isi life table dengan utuh, terlebih dahulu dijelaskan gambaran umum tentang karakteristik data pendidikan di Kabupaten Sintang seperti peluang siswa naik kelas, tidak naik kelas, tidak lulus, dan keluar. Dengan informasi yang akurat x

12 24 tentang penyebab maupun faktor perubahan status, diharapkan tidak salah dalam membuat kesimpulan. Dari data yang diperoleh, kemudian dicari peluang siswa yang naik kelas atau lulus, tidak naik kelas atau tidak lulus dan peluang siswa yang keluar (drop out) disetiap kelas dan tahun pelajarannya baik menurut sistem periodik maupun sistem kohort. Sebagai contoh, untuk mencari peluang siswa naik kelas x, diperoleh dengan membandingkan jumlah siswa yang berhasil naik kelas (x+1) dengan jumlah siswa di kelas x. Begitu pula cara yang dilakukan dalam menghitung peluang siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus dan peluang siswa yang keluar atau putus sekolah (drop out). Perhitungan peluang siswa dapat dibedakan dengan sistem periodik dan sistem kohort. pada sistem periodik diperoleh dari perbandingan jumlah siswa pada kelas tertentu dengan jumlah siswa pada kelas sebelumnya, dalam periode tertentu misalnya satu tahun pelajaran. Sedangkan peluang pada sistem kohort diperoleh dengan membandingkan jumlah siswa pada kelas tertentu dengan jumlah siswa pada kelas sebelumnya antar tahun pelajaran berdasarkan riwayat pendidikan dari kelas I SD hingga kelas XII SMA dan dari tahun Dari hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan apakah terdapat persamaan antara sistem periodik dengan sistem kohort. siswa naik kelas atau dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya menurut sistem periodik ditunjukkan Gambar 6. 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun I II III IV V VI VII VIII IX X XI tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 Gambar 6 siswa dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya.

13 25 Dari Gambar 6, secara global memiliki kecenderungan yang sama yaitu dari kelas I VI, kelas VII-IX, dan kelas X-XI cenderung naik, namun untuk kelas VI dan kelas IX peluang untuk melanjutkan kejenjang selanjutnya cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa banyak tamatan SD yang tidak melanjutkan atau tertampung ke SMP, begitu pula untuk sekolah menengah atas (SMA/MA/SMK). Salah satu faktor penyebabnya adalah biaya pendidikan, khususnya dari tingkat SMP ke tingkat SMA dari pendidikan bersubsidi (BOS) ke pendidikan berbiaya. siswa tidak naik kelas atau tidak lulus ujian nasional secara global dijelaskan pada Gambar 7. 0,200 0,180 0,160 0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 - I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 Gambar 7 siswa tidak dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya. Berdasarkan Gambar 7, jelas bahwa peluang siswa tidak naik atau tidak lulus rata-rata masih dibawah 1%. tertinggi pada kelas IX SMP dan kelas XII SMA pada tahun cenderung tinggi, hal ini disebabkan pada tahun tahun tersebut hanya ada sekali ujian nasional. Sedangkan kecenderungan setelah tahun 2002 lebih rendah dikarenakan terdapat kebijakan pemerintah dengan adanya ujian ulang dan sistem Ujian Paket B/C, sehingga dapat menekan peluang siswa untuk tidak lulus. Hal ini akan berbanding lurus dengan peluang siswa yang mengulang baik tidak naik atau tidak lulus, semakin besar siswa tidak naik atau tidak lulus maka semakin besar pula peluang siswa untuk mengulang, walaupun dilapangan terdapat siswa yang tidak melanjutkan lagi (drop out) jumlahnya sangat kecil (Gambar 8).

14 26 0,1800 0,1600 0,1400 0,1200 0,1000 0,0800 0,0600 0,0400 tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun , I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 Gambar 8 siswa mengulang di Kabupaten Sintang dari tahun siswa keluar atau putus sekolah (drop out) di kabupaten Sintang sebagaimana tergambar pada Gambar 9. 0,0900 0,0800 0,0700 0,0600 0,0500 0,0400 0,0300 0,0200 0,0100 tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII tahun 2009 tahun 2010 Gambar 9 siswa keluar atau putus sekolah (drop out) di Kabupaten Sintang dari tahun Berdasarkan Gambar 9, peluang siswa tidak dapat melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah (drop out) cenderung naik di usia produktif, yaitu dari kelas IV SD ke atas, hal ini disebabkan setelah siswa sudah mampu bekerja maka cenderung untuk tidak melanjutkan tinggi khususnya di daerah pedalaman. Kecenderungan menurunnya peluang siswa untuk berhenti sekolah terjadi setelah tahun 2002, dengan adanya program pemerintah pengalihan subsidi BBM untuk siswa miskin dan Bantuan Operasional Siswa (BOS) sehingga dapat

15 27 menekan angka putus sekolah terutama pada jenjang SD dan SMP. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah adalah dampak buruk dari kemajuan teknologi terhadap remaja khususnya di jenjang sekolah menengah, banyak ditemukan kasus berhenti sekolah karena terpaksa menikah. 0, , , , , , , , , , I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun 2004 tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 tahun 2008 tahun 2009 tahun 2010 Grafik 10 siswa keluar di Kabupaten Sintang dari tahun Gambar 10 menunjukkan peluang mutasi keluar Kabupaten Sintang juga adanya data yang tidak tercatat, hal ini peneliti lakukan karena tidak rutinnya laporan dari dari sekolah, sehingga jika disusun menurut kohort maka tidak akan cocok dengan data kabupaten. mutasi siswa yang signifikan besar terjadi pada tahun 2003 dan 2004, penyebab utamanya adalah setelah terbentuknya pemekaran kabupaten Melawi pada tahun 2003 juga banyak tutupnya perusahaan bidang HPHH menyebabkan siswa mengikuti kepindahan orang tuanya keluar dari Kabupaten Sintang. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun life table menurut Brown (1997) adalah kohort. Melalui kohort akan tampak berapa banyak siswa yang dapat melanjutkan pendidikannya dalam satu radix tertentu. Untuk memperoleh data dalam satu kohort tentunya akan memakan waktu yang cukup lama dan untuk mendapatkan data yang lengkap bukanlah hal yang mudah, oleh sebab itu dalam penelitian juga akan disusun life table periodik, kemudian dibandingkan apakah life table periodik dapat mewakili life table kohort. Hasil penelusuran data periodik dan data kohort dapat dibandingkan peluang siswa naik kelas atau dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya

16 28 dengan enrollment yang sama tahun 1999 perbedaanya tampak sebagaimana pada Gambar 11. 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 kohort periodik tahun I II III IV V VI VII VIII IX X XI Gambar 11 Perbandingan peluang siswa dapat melanjutkan studinya menurut kohort tahun 1999 dan data periodik tahun Bedasarkan Gambar 11, peluang siswa naik kelas atau melanjutkan antara kohort dan periodik pada kelas VI dan kelas IX memiliki kecenderungan yang sama yaitu menurun dari kelas sebelumnya, kemudian naik ke kelas selanjutnya, namun untuk kelas lainya justru saling bertolak belakang antara kenaikan dan penurunan antara data kohort dengan data periodik. Begitu pula untuk data ratarata data periodik dengan data kohort, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12. 1,2 1 Peluag 0,8 0,6 0,4 0,2 0 I II III IV V VI VII VIII IX X XI kohort rata-rata periodik Gambar 12 Perbandingan peluang siswa dapat melanjutkan kejenjang selanjutnya antara kohort tahun 1999 dan data rata-rata periodik. Dengan demikian data periodik tidak persis sama dengan kondisi sebenarnya data hohort. Jika data masing-masing data kohort dibandingkan maka akan diperoleh gambaran sebagaimana pada Gambar 13.

17 29 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 tahun 1997 tahun 1998 tahun III IV V VI VII VIII IX X XI Gambar 13 Perbandingan siswa melanjutkan antara data kohort tahun 1997, 1998, dan Jika dibandingkan antara data kohort tahun 1999 dengan kohort tahun 1998 dan tahun 1997, maka peluang siswa yang melanjutkan hanya dapat dilihat dari kelas III sampai XI, hal ini disebabkan untuk data siswa kelas I dan II pada tahun 1997 dan 1998 tidak dapat ditelusuri. Berdasarkan Gambar 13, walaupun besar peluang berbeda-beda pada setiap kelas namun memiliki kecenderungan yang sama antara kenaikan dan penurunannya. Untuk perbandingan antara data kohort tahun 1999 dengan kohort tahun selanjutnya cenderung memiliki kecenderungan yang sama, walaupun untuk tahun selanjutnya tidak dapat dilihat satu kohort penuh dari kelas I sampai kelas XII, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 14. 1,2 1 0,8 0,6 0,4 tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 tahun 2002 tahun 2003 tahun ,2 0 I II III IV V VI VII VIII IX X XI tahun 2005 tahun 2006 tahun 2007 Gambar 14 Perbandingan siswa melanjutkan antara kohort tahun 1999 dengan data setelah kohort tahun 1999.

18 30 Jika data kohort dirata-ratakan kemudian dibandingkan dengan data kohort tahun 1999, maka pola yang terjadi yakni setelah kelas II selalu memiliki kecenderungan yang sama walaupun dengan peluang yang berbeda (Gambar 15). 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 kohort rata-rata kohort 0 I II III IV V VI VII VIII IX X XI Gambar 15 Perbandingan antara kohort tahun 1999 dengan rata-rata kohort Life Table Pendidikan di Kabupaten Sintang Dalam bidang pendidikan jumlah peserta didik cukup dinamis dan menarik untuk diamati dalam suatu waktu. Hal ini karena pengaruh dari masuk (input), naik kelas atau lulus, tidak naik kelas atau mengulang, keluar atau putus sekolah (drop out), hal ini tidak dapat dijelaskan pada life table unistate, sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dalam demografi. Berdasarkan data yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga state yaitu: state aktif (a) untuk naik kelas atau lulus, state mengulang (m) untuk tidak naik kelas atau tidak lulus, dan state keluar (k) untuk berhenti atau pindah keluar kabupaten Sintang. Hal ini sangatlah penting sebagai acauan dalam penyusunan MSLT. Perubahan state ini diperlihatkan dengan adanya data transisi dari state ke state yang dialami oleh individu berdasarkan kelas dan waktu. Siswa yang berhasil naik kelas atau lulus ia akan pindah state berikutnya namun siswa tidak naik kelas atau tidak lulus maka ia dapat mengulang di state yang sama, namun dalam waktu yang berbeda. Berbeda dengan siswa yang pindah keluar atau berhenti (drop out), maka ia masuk pada state terserap dan tidak akan kembali, walaupun terjadi namun jumlahnya sangat kecil.

19 31 transisi dalam life table pendidikan ini, didasarkan atas tiga state yaitu: state aktif (a), state mengulang (m), dan state keluar (k). Dari ketiga state tersebut peluang transisi yang terjadi dibatasi sebagai berikut: transisi dari state a ke state a, transisi dari state a ke state m, transisi dari state a ke state k, transisi dari state m ke state a, transisi dari state m ke state m, transisi dari state m ke state k dan state k sebagai state penyerap. Untuk mengamati perjalanan hidup individu yang selalu berubah status sangatlah sulit, terutama mengamati perjalanan pendidikan siswa akan memakan waktu yang panjang. Dalam penelitian ini untuk menentapkan siswa naik, tidak naik, mengulang, pindah atau berhenti dilakukan dengan asumsi, dari siswa pengulang adalah tetap dan tidak ada siswa pindahan dari luar Kabupaten Sintang. Dari data yang diperoleh, ditetapkan peluang siswa pengulang menjadi naik kelas, tidak naik dan keluar atau berhenti masing-masing adalah 0,73212, 0,13023 dan 0, Angka ini diperoleh dari rata-rata kecenderungan ujian akhir SD, SMP dan SMA yang terjadi di Kabupaten Sintang. Sedangkan untuk mengetahui peluang dari siswa asal, diperoleh dari komplemen peluang siswa pengulang. Berdasarkan pengertian life table, dalam pendidikan akan diterangkan riwayat pendidikan dari mulai masuk sekolah hingga menamatkan pendidikanya, sehingga life table kohort dianggap paling ideal. Namun untuk memperoleh data yang kohort sangatlah sulit dan makan waktu yang lama, oleh sebab itu dalam penelitian ini selain disusun life table kohort lengkap dari tahun , juga disusun life table periodik setiap tahun, sebagai contoh disajikan life table periodik tahun 1999 dan life table periodik tahun 2010 (Lampiran 6, Lampiran 7, dan Lampiran 8). Dari ketiga life table tersebut kemudian dibandingkan, apakah life table periodik dapat mendekati life table kohort, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 16.

20 , ,00000 Jumlah Sisiwa I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Kohort Periodik 99 Periodik 10 0, , , , I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Kohort Periodik 99 Periodik 10 Jumlah siswa lanjut 0, , , , , , , , , , ,02000 Kohort Peiodik 99 Period 10 0, , , , ,05000 Kohort Peiodik 99 Period I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII tidak naik atau tidak lulus I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII keluar atau DO Gambar 16 Perbandingan jumlah siswa yang naik kelas, tidak naik kelas, dan keluar, antara kohort dengan periodik. Berdasarkan Gambar 16, menurut jumlah siswa pada masing-masing kelas, peluang melanjutkan dan peluang keluar atau berhenti cenderung memiliki kecenderungan yang sama. Kecuali pada life table periodik 2010 setelah kelas III jumlah siswa yang tidak naik atau keluar lebih sedikit jika dibandingkan pada life table kohort dan life table periodik Untuk kasus peluang siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus, pada life table periodik tahun 2010 dan life table kohort memiliki kecenderungan yang sama, sedangkan untuk life table periodik 1999 memiliki kecenderungan yang bertolak belakang, terutama pada jenjang pendidikan menengah. Jika life table periodik tahunan dirata-ratakan kemudian dibandingkan dengan life table kohort, maka hasilnya tampak pada Gambar 17. Dari hasil perbandingan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar dan harapan antara, ternyata life table periodik tahun 1999 yang inputnya sama dengan life

21 33 table kohort mempunyai perbedaan terutama pada siswa yang keluar atau berhenti ,9 0,8 Jumlah Siswa Kohort Rata-rata Periodik 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 Kohort Rata-rata Periodik - 0 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII Jumlah siswa melanjutkan 0,35 7 0,3 6 0,25 5 Kohort 0,2 0,15 0,1 0,05 Kohort Rata-rata Periodik Harapan Rata-rata Periodik 0 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII 0 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII keluar atau berhenti Harapan sekolah Gambar 17 Perbandingan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar, dan harapan sekolahnya, antara kohort dan rata-rata periodik. Jika dibandingkan jumlah siswa, peluang melanjutkan, peluang keluar atau berhenti, dan harapan sekolahnya antara life table kohort dengan life table ratarata periodik, maka cenderung memiliki trend yang tidak jauh berbeda. Dengan demikian life table rata-rata periodik dapat mendekati life table kohort. Dari Gambar 16 dan Gambar 17 menunjukkan bahwa life table periodik dapat digunakan dalam bidang pendidikan, namun harus diuraikan latar belakang terjadinya perubahan status individu, hal ini menyangkut kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu. Sebagai contoh, pada life table periodik tahun 2010 angka tidak naik kelas dan putus sekolah lebih kecil jika dibandingkan dengan life table kohort atau periodik tahun 1999, hal ini terjadi karena mulai tahun 2002 dengan adanya program pengalihan subsidi BBM ke siswa tidak mampu, Bantuan

22 34 Operasional Siswa (BOS), dan Bantuan Operarional Manajemen Mutu (BOMM) sehingga mampu menekan APtS di Kabupaten Sintang. Berdasarkan dua jenis life table yang disusun dalam penelitian ini yaitu life table kohort dan life table periodik, maka life table kohort-lah yang terbaik, karena dapat menggambarkan kondisi alamiah suatu populasi yang sebenarnya. Oleh sebab itu life table pendidikan yang dijadikan acuan di Kabupaten Sintang adalah life table menurut kohort, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2-5 berikut. Tabel 2 siswa asal, pengulang, dan peluang transisi siswa asal siswa pengulang asal ke naik kelas asal ke tidak naik kelas Transisi asal ke keluar pengulang ke naik kelas pengulang ke tidak naik kelas pengulang ke keluar 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00056 Berdasarkan Tabel 2, setelah diketahui masing-masing peluang transisi maka, dapat kita lihat perbedaan peluang siswa asal dan siswa pengulang berikut masing-masing peluang transisinya. Dengan menggunakan rumus peluang bersyarat, dapat dihitung masing masing peluang naik kelas, peluang tidak naik kelas, dan peluang keluar, baik dari siswa asal maupun siswa pengulang sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.

23 35 Tabel 3 transisi berdasarkan kelompok siswa asal dan pengulang siswa asal siswa pengulang*) naik tidak naik tidak naik keluar naik kelas keluar kelas kelas kelas 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,13765 *) siswa pengulang telah ditentukan terlebih dahulu Untuk siswa asal yang berhasil naik kelas, tidak naik kelas dan keluar diperoleh dari perbandingan peluang siswa asal yang mengalami perubahan status dengan peluang keseluruhan siswa asal pada Tabel 2. Sebagai contoh dalam mencari peluang siswa asal yang naik kelas VII diperoleh dari peluang siswa asal yang naik kelas VII dibandingkan dengan peluang keseluruhan siswa asal di kelas VII adalah 0,89341 : 0,97253 = 0,9187. Dengan cara yang sama diperoleh pula untuk peluang siswa asal yang tidak naik kelas VII adalah 0,03934 : 0,97253 = 0,4042, dan peluang siswa asal yang keluar di kelas VII adalah 0,03978 : 0,97253 = 0, Untuk mengetahui peluang siswa asal berubah status menjadi naik, tidak naik dan keluar atau putus sekolah dapat digunakan : a p x. Sebagai contoh untuk menghitung peluang transisi siswa kelas VII : a p 7 = = 0, , ,04088 = 1,00000

24 36 Dengan cara yang sama kita dapat ketahui pula untuk menentukan peluang siswa pengulang digunakan: m p x =. Sebagai contoh untuk mengetahui peluang transisi siswa kelas VII : m p 7 = = 0, , ,13765 = 1,00000 Dengan menggunakan peluang transisi pada Tabel 2 dan besaran radix , dapat diperoleh jumlah total siswa yang naik kelas, siswa yang tidak naik, dan siswa yang keluar, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah siswa yang naik kelas, tidak naik kelas, keluar, dari siswa asal dan pengulang asal / naik kelas pengulang asal dan pengulang asal ke naik kelas Jumlah Siswa asal ke tidak naik kelas asal ke keluar pengulang ke naik kelas pengulang ke tidak naik kelas pengulang ke keluar Dengan menggunakan fungsi-fungsi dari life table Brown (1997), diperoleh jumlah waktu siswa selama bersekolah (L x ), total waktu yang dijalani siswa selama bersekolah setelah mencapai kelas x (T x ), dan harapan siswa dalam pendidikannya pada kelas tertentu (ẽ x ), dapat dijelaskan pada Tabel 5.

25 37 Tabel 5 Jumlah total siswa yang naik kelas, tidak naik, keluar, dan harapan untuk tetap bersekolah Naik kelas / lulus Siswa tidak naik kelas Siswa keluar lanjut tidak naik kelas berhenti/ keluar L x T x ẽ x , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,50000 Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui peluang siswa dalam kelanjutan pendidikannya pada masing-masing kelas. siswa dapat melanjutkan dari SMP/MTs ke SMA/MA/SMK dikabupaten Sintang sebesar 0,8212. Perhitungan ini diperoleh dari jumlah siswa yang berhasil lulus dari SMP/MTs dibagi dengan seluruh siswa di kelas IX baik siswa asal maupun pengulang = : ( ) = : (35.484) = 0, Dengan cara yang sama, peluang melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs di Kabupaten Sintang diperoleh 0, siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya, tertinggi terdapat pada kelas VI SD/MI yakni sebesar 0,29383, artinya di Kabupaten Sintang masih banyak lulusan SD/MI yang belum tertampung di SMP/MTs. Untuk mengetahui jumlah waktu bersekolah yang dijalani oleh siswa selama bersekolah, dapat ditunjukkan pada kolom L x.. Sebagai contoh L 9 adalah jumlah

26 38 waktu siswa selama bersekolah baik siswa asal atau pengulang di kelas IX dalam interval kelas (9;10), sebanyak orang. Perhitungan ini diperoleh dari: Lamanya Sekolah (years of schooling) adalah sebuah angka yang menunjukkan lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan terakhir, dan biasanya dilaporkan berdasarkan wilayah. Lama sekolah dirumuskan sebagai perbandingan jumlah tahun bersekolah dengan jumlah penduduk usia sekolah, kemudian dikonversikan dengan jenjang pendidikan. Kolom x pada life table selain menunjukan tingkat harapan siswa tetap bersekolah dapat pula diartikan lamanya bersekolah yang akan di tempuh. Lama sekolah untuk Kabupaten Sintang adalah 5,86 tahun atau masih setingkat SD. Perhitungan ini didasarkan asumsi untuk tamatan SMA/MA/SMK tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Jika tahun 2010 diketahui jumlah tamatan SMA yang melanjutkan keperguruan tinggi sebanyak orang (BPS Sintang tahun 2010) dan mengikuti kecenderungan mahasiswa di perguruan tinggi yang terjadi selama tujuh tahun di Kabupaten Sintang, dengan menggunakan proses perhitungan unistate life table, maka lama sekolah diperkirakan naik menjadi 6,55 tahun. Angka tersebut masih di bawah lama pendidikan tingkat provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 yakni selama 7,8 tahun. Permasalahan di atas adalah wajar, karena dari segi geografis Kabupaten Sintang berjarak 398 km dari ibukota provinsi atau dapat dikatakan daerah pedalaman. Selain itu, dalam perhitungan life table pendidikan Kabupaten Sintang hanya berdasarkan data pendidikan formal, hal ini dikarenakan untuk data pendidikan informal seperti Paket A, Paket B, Paket C, PKBM dan PBH tidak diketahui.

MODEL MULTISTATE LIFE TABLE (MSLT) DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG PENDIDIKAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SINTANG SARIYANTO

MODEL MULTISTATE LIFE TABLE (MSLT) DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG PENDIDIKAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SINTANG SARIYANTO MODEL MULTISTATE LIFE TABLE (MSLT) DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG PENDIDIKAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SINTANG SARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Life Table Life table adalah tabel mengenai angka kematian menurut umur yaitu berkaitan dengan peluang bertahan hidup menurut umur. (Coale & Demeny 1983) Dengan menggunakan

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

ANALISIS LAYANAN PENDIDIKAN

ANALISIS LAYANAN PENDIDIKAN ANALISIS LAYANAN PENDIDIKAN Suplemen Mata Kuliah Pengelolaan Pendidikan Oleh: Suryadi, M.Pd Tahap ini bertujuan memberikan gambaran tentang layanan pendidikan saat ini di kabupaten/kota. Oleh karena gambaran

Lebih terperinci

JUMLAH PAUD NON FORMAL DAN TK/PAUD FORMAL KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016

JUMLAH PAUD NON FORMAL DAN TK/PAUD FORMAL KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016 JUMLAH PAUD NON FORMAL DAN TK/PAUD FORMAL KABUPATEN LOMBOK BARAT No. PAUD Non Formal Taman Kanak Kanak dan PAUD Formal KB TPA SPS Negeri Swasta 1 Sekotong 18-2 20 1 1 2 2 Lembar 19-1 20 1 2 5 3 Gerung

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR No. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TARGET 1 Meningkatnya aksesbilitas dan kualitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Indikator Kinerja Dinas Pendidikan Kota Pontianak yang mendukung visi, misi, tujuan dan sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Karakteristik pendidikan Propinsi Jawa Timur secara umum pada tahun 2007

Lebih terperinci

ANALISIS MULTI-STATE LIFE TABLE PERNIKAHAN SERTA APLIKASINYA LUKMANUL HAKIM

ANALISIS MULTI-STATE LIFE TABLE PERNIKAHAN SERTA APLIKASINYA LUKMANUL HAKIM ANALISIS MULTI-STATE LIFE TABLE PERNIKAHAN SERTA APLIKASINYA LUKMANUL HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang ekologi manusia yang bermaksud menjelaskan hubungan antara lingkungan alam dengan penyebarannya dan aktivitas

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2014

RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2014 Sebagai ringkasan dari Laporan Kinerja Intansi Pemerintah Kabupaten Sukabumi Tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa secara

Lebih terperinci

Tabel 1: Perkembangan AMK pada Tingkat Kabupaten. AMK Tahun ke Contoh : Angka Mengulang Kelas Menurut Jenis Pendidikan

Tabel 1: Perkembangan AMK pada Tingkat Kabupaten. AMK Tahun ke Contoh : Angka Mengulang Kelas Menurut Jenis Pendidikan ANALISIS MUTU PENDIDIKAN Suplemen Mata Kuliah Pengelolaan Pendidikan Oleh : Suryadi, M.Pd MUTU PROSES Mutu proses, berkaitan dengan efisiensi mutu pengelolaan pendidikan dengan indikator angka mengulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan bagi masyarakat oleh pemerintah ditandai dengan dicanangkannya program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas)

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua TUJUAN 2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 35 Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3: Memastikan pada 2015 semua anak-anak di mana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN Untuk mengukur kinerja Kabupaten Barru, disusun indikator kinerja sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang meliputi: (1)

Lebih terperinci

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini.

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini. gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini. a. Urusan Pendidikan 1) Angka Melek Huruf Angka melek huruf merupakan tolok ukur capaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat serta berperan untuk meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan sangat penting karena

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/ /2021

PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/ /2021 PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/2013 2020/2021 SD SMP SM PT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN 2013 PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/2013-2020/2021

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

dari target 28,3%. dari target 25,37%. dari target 22,37%. dari target 19,37%.

dari target 28,3%. dari target 25,37%. dari target 22,37%. dari target 19,37%. b. 2010 target penurunan 5.544 RTM (3,00%) turun 18.966 RTM (10,26%) atau menjadi 40.370 RTM (21,85 %) dari target 28,3%. c. 2011 target penurunan 5.544 RTM (3,00%) turun 760 RTM (2,03%) atau menjadi 36.610

Lebih terperinci

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6 DAFTAR TABEL DATA NONPENDIDIKAN Tabel 1 : Keadaan Umum Nonpendidikan 1 Tabel 2 : Luas wilayah, penduduk seluruhnya, dan penduduk usia sekolah 2 Tabel 3 : Jumlah desa, desa terpencil, tingkat kesulitan

Lebih terperinci

IKHTISAR DATA PENDIDIKAN TAHUN 2011/2012

IKHTISAR DATA PENDIDIKAN TAHUN 2011/2012 IKHTISAR DATA PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN 2012 Alamat : JL. Jenderal Sudirman, Kompleks Kemeneterian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA Analisis capaian kinerja dilaksanakan pada setiap sasaran yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah baik urusan wajib maupun urusan pilihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang penduduk, khususnya pada lima aspek yaitu ukuran, distribusi geografi, komposisi, komponen perubahan (kelahiran, kematian,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK 2.1. Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD Dinas Pendidikan Kota Pontianak merupakan unsur pelaksana bidang pendidikan dipimpin oleh

Lebih terperinci

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kebudayaan, pemuda dan olahraga, kesatuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci

Lebih terperinci

IKHTISAR DATA PENDIDIKAN TAHUN 2012/2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN 2013

IKHTISAR DATA PENDIDIKAN TAHUN 2012/2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN 2013 IKHTISAR DATA PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN 2013 KATA PENGANTAR Buku Saku Ikhtisar Data Pendidikan Tingkat Nasional ini disusun oleh Pusat Data dan

Lebih terperinci

ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN WONOGIRI

ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN WONOGIRI ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN WONOGIRI Rahmat Riandi Suparno, Ayuk Onita Sari, Alwi Mubarok, Listi Vianita, Ayun Trilas I Prodi Pendidikan Geografi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peluang Peluang mempunyai banyak persamaan arti, seperti kemungkinan, kesempatan dan kecenderungan. Peluang menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang bersifat acak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Poisson Periodik Definisi 2.1 (Proses stokastik) Proses stokastik X = {X(t), t T} adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh ke suatu

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS... A. Analisis Lingkungan Internal... B. Analisis Lingkungan Eksternal... C. Isu Strategis...

BAB IV. ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS... A. Analisis Lingkungan Internal... B. Analisis Lingkungan Eksternal... C. Isu Strategis... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR INDIKATR KINERJA UTAMA DINAS PRVINSI JAWA TIMUR Visi : Terwujudnya insan yang cerdas, berakhlak, profesional, dan berbudaya Misi Tujuan : 1. Mewujudkan pemerataan aksesbilitas dan kualitas pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan panjang. Namun sampai saat ini masih banyak penduduk miskin yang memiliki

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008)

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008) INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008) KABUPATEN / KOTA OPD : CILEGON : DINAS PENDIDIKAN TUGAS DAN FUNGSI

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa ITB mengambil mata kuliah MA1122 Kalkulus I pada tahun pertama perkuliahannya. Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. real. T dinamakan himpunan indeks dari proses atau ruang parameter yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. real. T dinamakan himpunan indeks dari proses atau ruang parameter yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Stokastik Stokastik proses = { ( ), } adalah kumpulan dari variabel acak yang didefinisikan pada ruang peluang (Ω, ς, P) yang nilai-nilainya pada bilangan real. T dinamakan

Lebih terperinci

Agenda Utama Kabupaten/Kota: PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR YANG BERMUTU

Agenda Utama Kabupaten/Kota: PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR YANG BERMUTU Agenda Utama Kabupaten/Kota: PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR YANG BERMUTU Oleh Mamat Supriatna* BATAS TUNTAS TAHUN 2008 merupakan batas akhir program penuntasan wajib belajar pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perkembangan IPTEK yang pesat memaksa kita untuk dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Pengertian Pemeliharaan Menurut Agus Ahyari (99) pemeliharaan merupakan suatu kegiatan mutlak yang diperlukan dalam perusahaan yang saling berkaitan dengan proses produksi, sehingga

Lebih terperinci

4.1 Target Dasar Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2033 menyebutkan pada Pasal 17 ayat (1 dan 2) bahwa : (1) Pendidikan Dasar merupakan

4.1 Target Dasar Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2033 menyebutkan pada Pasal 17 ayat (1 dan 2) bahwa : (1) Pendidikan Dasar merupakan 4.1 Target Dasar Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2033 menyebutkan pada Pasal 17 ayat (1 dan 2) bahwa : (1) Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi pendidikan menengah,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Pemeliharaan Untuk menjamin kontinuitas kegiatan operasional suatu sistem, keandalan setiap komponen peralatan sangat dijaga agar peralatan tersebut tidak mengalami kegagalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Stokastik Menurut Gross (2008), proses stokastik adalah himpunan variabel acak Semua kemungkinan nilai yang dapat terjadi pada variabel acak X(t) disebut ruang keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Dasar (selanjutnya disingkat menjadi SD) merupakan pendidikan yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang bermuara dan berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan diyakini

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO. Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO. Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro VISI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO TERWUJUDNYA INSAN CERDAS, KOMPERHENSIP DAN BERBUDAYA BERLANDASKAN IMAN DAN TAQWA UNTUK MENOPANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia saat ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat antar bangsa dan dalam berbagai kehidupan. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. INDIKATOR PENDIDIKAN Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. 4 Lokasi: Kantor Bupati OKU Selatan Pemerintah

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA

INDIKATOR KINERJA UTAMA INDIKATOR KINERJA UTAMA INSTANSI : DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JOMBANG VISI : TERWUJUDNYA PENDIDIKAN YANG MERATA, BERMUTU, AGAMIS DAN BERDAYA SAING MISI : 1. Mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan di Kabupaten Lombok Barat. 2. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap situs kependudukan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan di Kabupaten Lombok Barat. 2. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap situs kependudukan pada tingkat A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN penyajian data dan informasi perkembangan kependudukan terutama untuk perencanaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik, lingkungan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR ISI ABSTRAK..... i KATA PENGANTAR..... ii UCAPAN TERIMAKASIH..... iii DAFTAR ISI..... v DAFTAR TABEL..... viii DAFTAR GAMBAR..... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1 B. Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN Kebijakan Pendidikan Working Paper: Investing in Indonesia s Education: Allocation, Equity, and Efficiency of Public Expenditures, World Bank

Lebih terperinci

SASARAN Uraian Sasaran Indikator Satuan 1 2. Formulasi perhitungan: (Jumlah siswa usia tahun dijenjang SD/MI/Paket A,

SASARAN Uraian Sasaran Indikator Satuan 1 2. Formulasi perhitungan: (Jumlah siswa usia tahun dijenjang SD/MI/Paket A, Lampiran Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banjar Nomor : 420/Kpts.203-Disdikbud Tanggal : 27 Oktober 2014 Tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Dilingkungan Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dikemukakan metode-metode yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Metode-metode pada bab ini yaitu metode Value at Risk dengan pendekatan distribusi normal

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA BARAT 2014 ISBN : 978-602-1196-66-3 Nomor Publikasi : 13520.15.08 Katalog BPS : 4301003.13 Ukuran buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : ix + 40 Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR 4.1 Dinamika Pendidikan Dasar Sampai tahun 2012 Provinsi Sulawesi Utara mengalami pemekaran yang cukup pesat. Otonomi daerah membuat Sulawesi Utara yang sebelumnya hanya mempunyai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 29/05/61/Th. XX, 05 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,22 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Kalimantan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI KECAMATAN BONDOWOSO. Nevy Farista Aristin

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI KECAMATAN BONDOWOSO. Nevy Farista Aristin FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI KECAMATAN BONDOWOSO Nevy Farista Aristin Universitas Lambungmangkurat Email: nepharistin@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

RAKER GUBERNUR KALBAR HUT PEMDA KALBAR KE 53 KOORDINASI PEMANTAPAN PENYELENGGARAAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010

RAKER GUBERNUR KALBAR HUT PEMDA KALBAR KE 53 KOORDINASI PEMANTAPAN PENYELENGGARAAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 RAKER GUBERNUR KALBAR HUT PEMDA KALBAR KE 53 KOORDINASI PEMANTAPAN PENYELENGGARAAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 Drs. Alexius Akim, MM. Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Barat RAKOR GUBERNUR KALBAR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, artinya data penelitian dikumpulkan pada satu periode waktu tertentu. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pencapaian pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Bahkan pendidikan menjadi domain

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 336 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA BANDUNG PADA PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2017 Pusat Data Dan Statistik Pendidikan Dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2017 Pusat Data Dan Statistik Pendidikan Dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan KATA PENGANTAR Pusat Data dan Statistik (PDSPK) sebagai pengelola Data Warehouse data pendidikan dan kebudayaan di tingkat kementerian menyajikan Sistem Informasi APK-APM yang merupakan salah satu indikator

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA /MA DAN SMK NEGERI DAN SWASTA TAHUN PELAJARAN 2012-2013 DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN PELAJARAN DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 4 A. Latar Belakang... 4 B. Tujuan... 4 C. Ruang Lingkup... 5 BAB II. KEADAAN UMUM...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat dimana proses pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Pada proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk menganalisis keberlanjutan studi dalam wajib belajar 6 tahun (SD/MI) adalah metode Life Table, Kaplan-Meier, dan hazard proporsional Cox. 4.1 Metode

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Analisis Situasi Strategis S etiap organisasi menghadapi lingkungan strategis yang mencakup lingkungan internal dan eksternal. Analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Pada misi IV yaitu Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal terdapat 11

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD 2.1. Struktur Organisasi,Tugas, dan Fungsi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Secara umum Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengemban tanggung jawab bagi tercapainya

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik Bab 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai pengantar proses stokastik dan rantai Markov, yang akan digunakan untuk analisis pada bab-bab selanjutnya. 2.1 Pengantar Proses

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI DINAS PENDIDIKAN Jl. Mayor Bismo No Telp. (0354) Fax. (0354) Kode Pos Kediri

PEMERINTAH KOTA KEDIRI DINAS PENDIDIKAN Jl. Mayor Bismo No Telp. (0354) Fax. (0354) Kode Pos Kediri BAGIAN TERKAIT DIMENSI SASARAN MUTU 1. Terdapat peningkatan APK (Angka Pertisipasi Kasar), APM (Angka Partisipasi Murni) yang telah dicapai jenjang pendidikan dasar 100% Sekretariat Sub.Bag. Umum Sub.Bag.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : Dinas Dikbudpora Tahun : 2016 PENDIDIKAN A. Pendidikan Umum * Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 1. Jumlah Sekolah * 249 Sekolah Ada Disdikbudpora 1). Taman Kanak-Kanak (TK)

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 75/12/Th. XII, 1 Desember 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009 Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2009 mencapai 113,83 juta orang, bertambah 90 ribu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang statistika berhubungan dengan cara atau metode pengumpulan data, pengolahan, penyajian, dan analisisnya serta pengambilan kesimpulan berdasarkan data dan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI. Metode peramalan yang biasanya dilakukan didasarkan atas konsep

BAB III METODE PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI. Metode peramalan yang biasanya dilakukan didasarkan atas konsep BAB III METODE PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI Metode peramalan yang biasanya dilakukan didasarkan atas konsep bahwa apabila terdapat pola yang mendasari suatu deret data, maka pola tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT Analisa deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pendidikan di Sumatera Barat. 4.1. Karakteristik

Lebih terperinci

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015 BPS KABUPATEN SEKADAU No.06/11/6109/Th. II, 17 November 2016 KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2015 SEBESAR 2,97 PERSEN Persentase angkatan

Lebih terperinci

BAB III PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI. (memecah) data deret berkala menjadi beberapa pola dan mengidentifikasi masingmasing

BAB III PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI. (memecah) data deret berkala menjadi beberapa pola dan mengidentifikasi masingmasing BAB III PERAMALAN DENGAN METODE DEKOMPOSISI 3.1 Metode Dekomposisi Prinsip dasar dari metode dekomposisi deret berkala adalah mendekomposisi (memecah) data deret berkala menjadi beberapa pola dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019,

Lebih terperinci

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan Pembangunan Bidang Pendidikan : Perencanaan Yang Lebih Fokus dan Berorientasi Ke Timur Indonesia Merupakan Solusi Atasi Kesenjangan dan Percepat Pencapaian Target Nasional Abstrak Kesenjangan input pendidikan

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun) URUSAN WAJIB: PENDIDIKAN PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 Meningkatnya Budi Pekerti, 1 Persentase pendidik yang disiplin Tata Krama

Lebih terperinci

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun

Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun Cluster 1 Meluaskan Akses Pendidikan 12 Tahun Oleh: Jumono, Abdul Waidil Disampaikan pada kegiatan Simposium Pendidikan 23 Febuari 2015 Ki Hadjar Dewantara: Rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. penduduk, dan Grafein adalah menulis. Jadi demografi adalah tulisan tulisan atau

BAB 2 LANDASAN TEORI. penduduk, dan Grafein adalah menulis. Jadi demografi adalah tulisan tulisan atau 16 Daftar pustaka dan lampiran. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pengertian Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah menulis. Jadi

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) & INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) & INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI) INDIKATOR (IKU) & INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI) PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI DINAS PENDIDIKAN Jalan Ahmad Yani No. 05 Ngawi Kode Pos : 63202, Tromol Pos 09 Tlp. (0351) 79198 Fax. (0351) 79078 Email :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap negara atau bangsa selalu menyelenggarakan pendidikan demi citacita nasional bangsa yang bersangkutan. Pendididikan sangat penting dalam kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Dalam suatu percobaan seringkali dilakukan pengulangan yang biasanya dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lain... I-4 1.4 Sistematika Penulisan... I-5

Lebih terperinci