KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TERTINGGAL DALAM MENDUKUNG UPAYA PEMERATAAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TERTINGGAL DALAM MENDUKUNG UPAYA PEMERATAAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TERTINGGAL DALAM MENDUKUNG UPAYA PEMERATAAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Disampaikan: Drs. Supriadi, M.Si Asisten Deputi Urusan Wilayah Strategis Deputi Bidang Pengembangan Daerah Khusus pada: Focus group Discussion Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Lombok, 26 Nopember 2013

2 Pendahuluan Kesenjangan antar daerah merupakan salah satu isu kebijakan yang sejak lama menjadi perhatian pemerintah. Meskipun tingkat kesenjangan antar wilayah semakin membaik, namun pemerintah masih perlu meningkatkan intervensi kebijakan untuk terus mengurangi tingkat kesenjangan antar wilayah melalui pelaksanaan kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal (PN-10 RPJMN : Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik) Dengan pengukuran terhadap 6 kriteria dasar: 1) Perekonomian Masyarakat; 2) Sumberdaya Manusia; 3) Infrastruktur; 4) Kemampuan Keuangan Lokal; 5) Aksesibilitas, dan 6) Karakteristik Daerah. Saat ini ada 183 kabupaten yang masuk katagori daerah tertinggal (indeks dibawah rata-rata nasional). Untuk mempercepat konektivitas antar daerah tertinggal di sepanjang koridor ekonomi dan di sekitar pusat pertumbuhan, dalam rangka penguatan daya saing dan skala investasi daerah tertinggal Kementerian PDT mengupayakannya melalui peningkatan kerjasama antardaerah dengan pendekatan Regional Management (RM) bersinergi dengan revitalisasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). 2 2

3 Sebaran 183 Kabupaten Lokus dan Fokus KPDT No Wilayah Jumlah Kab % 1. SUMATERA 46 25% 2. JAWA & BALI 9 5% 3. KALIMANTAN 16 9% 4. SULAWESI 34 19% MALUKU 8% PAPUA 19% SUMATERA 25% 5. NUSA TENGGARA 28 15% 6. MALUKU 15 8% 7. PAPUA 33 19% JUMLAH % NUSA TENGGARA 15% SULAWESI 19% JAWA-BALI 5% KALIMANTAN 9% KTI 70% KBI 30% Wilayah Jumlah Kab % KBI 55 30% KTI % JUMLAH % 3 3

4 PETA LOKASI 183 KABUPATEN DAERAH PETA LOKASI DAERAH TERTINGGAL TERTINGGAL DI INDONESIA W DAERAH TERTINGGAL DAERAH MAJU N 2004 S 199 kab E 50 kab Keluar Kilometers Tambah DOB kab 50 kab Akan dikeluarkan

5 5

6 KERANGKA STRATEGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 6

7 7

8 SASARAN CAPAIAN PPDT DALAM RPJMN DAN DIREKTIF PRESIDEN NO INDIKATOR LANGKAH STRATEGIS 1. Persentase Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal (%) 2. Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal (%) Meningkatkan koordinasi lintas sektor dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal/perbatasan pada tingkat hulu; Mengembangkan perekonomian lokal yang fokus pada sektor unggulan; Meningkatkan konektifitas, sarana dan prasarana pendukung ekonomi di daerah tertinggal khususnya di wilayah timur melalui pelayanan keperintisan laut. Meningkatkan kerjasama antar daerah dengan pendekatan RM. Mengembangkan program pengentasan kemiskinan yang terfokus dan terintegrasi yang sesuai dengan permasalahan utama dan karakteristik ketertinggalan masing-masing daerah. Mengembangkan inisiatif proaktif pemerintah daerah. 3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal Meningkatkan jumlah tenaga pendidikan dan kesehatan dan Meningkatkan sarana pendidikan dan kesehatan, contohnya membangun sekolah berasrama (boarding school) di daerah dengan kondisi geografisnya sulit dan permukiman tersebar, serta membangun rumah dinas bagi tenaga pendidikan dan kesehatan Membuka dan meningkatkan akses terhadap pusat pelayanan dasar khususnya di daerah terpencil dan terisolir Meningkatkan insentif untuk menarik tenaga pendidikan dan 8 kesehatan ke daerah tertinggal& perbatasan

9 STRATEGI DASAR KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Peningkatan Pemanfaatan Potensi Wilayah KESENJANGAN Pengembangan Infrastruktur Daerah Peningkatan Investasi dan Perekonomian Daerah Penanganan dan Pengembangan Daerah Khusus DAERAH TERTINGGAL KEMISKINAN PENGANGGURAN Penguatan Modal Sosial dan Lingkungan Hidup Peningkatan Kualitas Manusia 9 9

10 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH TERTINGGAL DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG LEBIH MERATA DAN BERKEADILAN 1. Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi dan peluang keunggulan sumberdaya di setiap wilayah, serta memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan; 2. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi. Tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. 3. Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayahwilayah tertinggal dan terpencil, sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. 4. Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetanggal 10

11 PRIORITAS KEGIATAN KEMENTERIAN PDT TAHUN Upaya pengentasan 50 kabupaten tertinggal (minimal) tahun 2014; Mendukung 6 Koridor Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI); Mendukung Klaster 4 Program Pro Rakyat Fokus Kegiatan dilakukan melalui: 1. Pengembangan Komoditas Unggulan Kabupaten (PRUKAB) 2. Pengembangan Kawasan Perdesaan Terpadu (Bedah Desa) 3. Pengembangan Infrastruktur Dasar Daerah Tertinggal (Sosial, Ekonomi, Energi, Transportasi, dan Infotel) di dukung Penguatan Kelembagaan Masyarakat &

12 PERAN KPDT DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH TERTINGGAL DI KSN DAN MP3EI Kebijakan mainstreaming KPDT antara lain: BEDAH DESA PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN KABUPATEN (PRUKAB) REGIONAL MANAGEMENT (RM) BERSINERGI DENGAN KAPET, DALAM KORIDOR EKONOMI MP3EI Bedah desa (Integrated Rural Development) merupakan metode manajemen pelaksanaan pembangunan perdesaan yang digunakan untuk mengelola penyediaan input dan proses kegiatan secara terpadu. Program bedah desa mengintegrasikan transformasi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan fisik dalam tata ruang wilayah dan kawasan perdesaan di daerah tertinggal secara terpadu dan berkelanjutan. Pengembangan potensi unggulan desa minimal tiga jenis PRU-KAB, untuk memberikan multiplier effect bagi penciptaan lapangan kerja di perdesaan, penyerapan tenaga kerja atau pengurangan tingkat pengangguran, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan/pendapatan masyarakat perdesaan di kabupaten tertinggal. RM : pengelolaan wilayah sebagai produk pelaksanaan regionalisasi desentralistik, platform yang dibentuk para aktor regional terkait untuk memobilisasi dan merealisasikan inisiasi pembangunan regional melalui kaidah profesionalisme dalam menghadapi permasalahan pembangunan, melalui pengembangan hubungan kerjasama antardaerah yang saling menguntungkan, dinamis untuk mencapai tujuan bersama. KAPET: salah satu KSN dari Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi, yaitu Kawasan yang memiliki potensi ekonomi yang cepat tumbuh untuk mengatasi permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah yakni meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah Indonesia. MP3EI: terdiri 6 Koridor Ekonomi, melakukan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan cara mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi lain, serta infrastruktur pendukungnya. 12

13 SINERGI PROGRAM ANTAR SEKTOR (K/L DAN SKPD) MELALUI PENDEKATAN KEWILAYAHAN SEKTOR-SEKTOR SEKTOR-SEKTOR PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL KAWASAN PERDESAAN TIDAK SINERGIS ANTAR SEKTOR, DI SUATU KAWASAN KAWASAN PERDESAAN SINERGIS ANTARSEKTOR, DI SUATU KAWASAN 13

14 14 SINERGI RM DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH STRATEGIS Koridor Ekonomi (MP3EI): KAPET KSCT - RM KAPET KSCT RM: merupakan pendekatan pengembangan wilayah berbasis kekuatan ekonomi lokal, dalam pengembangan kawasan, diperlukan SINERGI dalam perencanaan dengan sinkronisasi penyusunan program pembangunan antarsektor terkait. Sehingga lokasi RM dapat diintegrasikan pada kawasan-kawasan yang sudah dideliniasi dalam cakupan KSCT dan wilayah KAPET. KAPET merupakan perwujudan kepedulian (affirmative policy) Pemerintah berdasarkan amanat UUD 1945 terkait tanggung jawab negara dalam pemerataan pembangunan di seluruh wilayah nasional, sedangkan KSCT akan menjadi sentra produsen (hulu) dari KAPET, sementara koridor ekonomi melalui pengembangan konektivitasnya akan menghubungkan sentra-sentra KSCT ke KAPET dalam bentuk klaster ekonomi kawasan, dan pusat-pusat pertumbuhan MP3EI/KEK. RM fokus pada pengelolaan KAD pada bidang tertentu yang disepakati (misal: pengelolaan potensi ekonomi/produk unggulan yang sama antar daerah, pengelolaan infrastruktur antar daerah, pengelolaan lingkungan antar daerah, dsb) melalui komitmen pembagian peran dan share antar daerah, misal: wilayah produksi, wilayah industri dan pemasaran). RM merupakan inisiatif Pemerintah Daerah berbasis pada kesamaan tujuan dan bargaining position, dikembangkan berdasarkan perencanaan dari bawah dituangkan dan disepakati dalam Forum Regional (FR), menjadi Renstra 5 tahunan dan Renaksi 1 tahunan disusun pengelola RM (Bappeda Provinsi) melalui mekanisme Musrenbang & Musyarawah FR RM tiap tahun, serta Rencana Bisnis yang disusun bersama stakeholders swasta terkait. Untuk mendukung Revitalisasi KAPET, RM yang BERADA DI WILAYAH KAPET Renaksinya disinergikan dengan Rencana Tata Ruang Renaksi KAPET & RTRWP/RTRWK. 14

15 Minapolitan MP3EI MEMBANGUN KAWASAN YANG KOMPREHENSIF DAN TERPADU ANTARA KAPET-KPBPB-KEK Kab. A PERIKANAN KEK KPBPB Kab. B PUSAT KAPET Agropolitan Kab. D KARET KAPET Kab. C RM KSCT KAPET KAKAO Kawasan strategis sebagai pendorong pengembangan ekonomi daerah dimana : 1. KAPET merupakan kawasan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas unggulan. (Dalam KAPET terdiri KSCT/RM, Agropolitan, Minapolitan) sebagai sentra produsen bahan baku komoditas unggulan, pemerataan pertumbuhan, 2. KPBPB/KEK/MP3EI merupakan pusat pertumbuhan: pusat industri/ perdagangan/ pasar, jasa (sebagai hilir) percepatan pertumbuhan 3. Ketiganya dihubungkan dengan sistem konektivitas yang fungsional dalam hubungan hulu-hilir

16 PROGRESS 14 RM TAHUN 2013 (8 RM BISA BERSINERGI DENGAN 5 KAPET) PROV. ACEH 1. RM BEUJADI 1. KAPET BAD PROV. KALBAR 2. RM SINGBEBAS, 3. RM KAPUAS 2. KAPET KHATULISTIWA PROV. SULTENG 4. RM NAROSO 3. KAPET PALAPAS PROV. NTB 5. RM JONJOK BATUR, 6. RM PULAU SUMBAWA 4. KAPET BIMA PROV. NTT 7. RM PULAU TIMOR, 8. RM PULAU SUMBA 5. KAPET MBAY STATUS RM YG BERSINERGI DENGAN KAPET 5 RM SUDAH MOU : RM BEUJADI, RM SINGBEBAS, RM NAROSO, RM JONJOK BATUR, RM SUMBAWA (RENCANA AKSI MASIH DIREVIEW DAN ADA YG BELUM DISUSUN) 3 YG BELUM MOU: RM KAPUAS, RM KAWASAN NTT, RM SUMBA (BELUM ADA RENCANA AKSI) 16

17 CONTOH SINERGI RM JONJOK BATUR DAN RM SUMBAWA BERSINERGI DENGAN KAPET BIMA (PROV. NTB) RM JONJOK BATUR Kab Lombok Tengah Kab Lombok Barat Kab Lombok Timur RM PULAU SUMBAWA Kab Sumbawa Barat, Kab Sumbawa, Kab. Dompu, Kab. Bima, Kota Bima KAPET BIMA (Kab. Bima, Kota Bima, Kab. Dompu) 17

18 PERAN MP3EI DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DI DAERAH TERTINGGAL 1. Peningkatan produktivitas dan nilai tambah pengelolaan sumber daya alam melalui perluasan dan penciptaan rantai kegiatan dari hulu sampai hilir secara berkelanjutan. 2. Pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif, dihubungkan dengan wilayah-wilayah lain di luar koridor ekonomi, agar semua wilayah di Indonesia berkembang sesuai potensi masing-masing. 3. Sinergi pembangunan sektoral & wilayah guna meningkatkan keunggulan komparatif & kompetitif regional, nasional, global. 4. Pembangunan konektivitas yang terintegrasi antara sistem transportasi, logistik, serta komunikasi dan informasi untuk membuka akses daerah, khususnya daerah tertinggal. 5. Pemberian insentif fiskal dan non-fiskal, kemudahan peraturan, perijinan,pelayanan publik dari Pemerintah Pusat dan Daerah, 18 khususnya di daerah tertinggal yang potensial investasi

19 PERANAN KPDT DALAM MENDORONG INTEGRASI & SINERGI KSN (KAPET), RM & MP3EI Terkait PDT Dalam MP3EI: Daerah Tertinggal harus dapat ditingkatkan pembangunan ekonomi wilayahnya, sehingga kemajuan pada koridor-koridor ekonomi dapat memberikan sinergi terhadap PPDT disekitar koridor ekonomi serta menggerakkan dan mempercepat pengelolaan potensi ekonomi di daerahdaerah tertinggal secara optimal. Dampaknya, agar pada masa datang posisi tingkat perkembangan perekonomian daerah-daerah tertinggal dapat diupayakan sejajar dengan daerah lain yang lebih maju. KEBIJAKAN DAN STRATEGI: 1. Melakukan Fungsi Fasilitasi, Koordinasi, Sinkronisasi, dan Akselerasi Pembangunan Daerah Tertinggal. 2. Pelaksanaan Kebijakan Mainstreaming KPDT: Bedah Desa, Prukab, Pengembangan Wilayah Strategis melalui peningkatan KAD dengan pendekatan Regional Management (RM) 3. Pemberian Dana Dekonsentrasi pada 9 Provinsi dalam Pengembangan 14 RM (2013), dan 13 Provinsi Tahun KPDT Sebagai Ketua Alternate Dalam Monitoring Dan Evaluasi Implementasi PPDT di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku. 19

20 Tujuan, Lingkup & Output Kegiatan Dekonsentrasi Fasilitasi Pengembangan RM TUJUAN : meningkatkan peran provinsi dalam pelaksanaan koordinasi, fasilitasi, dan pembinanan untuk: pembentukan, penguatan, dan pengembangan RM di daerah tertinggal. Lingkup dan Output: 1. Pembentukan, penguatan dan pengembangan Regional Managemen (RM) Output: Terlaksananya MoU antar kepala daerah kabupaten/kota untuk bekerjasama dalam pengembangan ekonomi wilayah strategis dengan pendekatan RM (bagi yang belum); 2. Koordinasi dan Monev dalam pembentukan dan penguatan kelembagaan RM bersinergi dengan Revitalisasi KAPET dalam rangka penguatan daya saing dan skala investasi daerah tertinggal, sesuai kesepakatan bersama Output: a. Terbentuknya kelembagaan dalam upaya penguatan dan pengembangan RM b. Terlaksananya Rapat-rapat Koordinasi, Sinkronisasi dan Konsultasi dalam rangka pembentukan, penguatan kelembagaan RM di tingkat regional dan nasional, dan dalam penyusunan Rencana Aksi Pengembangan RM; c. Terlaksananya Musyarawah Rencana Pembangunan Regional yang melibatkan pemerintah daerah dalam lingkup RM dan stakeholder terkait. 3. Pengembangan jejaring kerjasama antar stakeholder pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta atau masyarakat pelaku usaha, serta unsur perguruan tinggi dalam pengelolaan RM Output: Terbangunnya jejaring kerjasama stakeholder dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan rencana aksi pengembangan RM. 4. Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengembangan RM Output: Tersusunnya dokumen Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengembangan RM yang disepakati pemerintah provinsi bersama kabupaten/kota terkait RM.

21 LOKASI DEKON TAHUN 2013 PENGEMBANGAN RM NO PROVINSI RM BERSINERGI DENGAN KAPET BIDANG KERJASAMA 1 ACEH 1. RM Beujadi (Bireun, Pidie Jaya, Pidie) KAPET Banda Aceh Darussalam (Kota Banda Aceh, kab: Aceh Besar, Pidie) 2 SUMATERA UTARA 2. RM Like Toba (Samosir, Karo, Dairi, Simalungun, Humbahas, Tapanuli Utara, Pakpak Barat) 3. RM Nias (Nias, Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara, Gunungsitoli) Kakao dan Padi Pariwisata 3 BENGKULU 4. RM Janghiangbong (Rejang Lebong, Kepahiang, Lebong) Pariwisata & Perikanan Darat 4 KALIMANTAN BARAT 5 SULAWESI SELATAN 6 SULAWESI TENGAH 5. RM KAUKUS SETARA KUAT (Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, Kaur, Lampung Barat, UKU Selatan) 6. RM Singbebas (Singkawang, Bengkayang, Sambas) KAPET Khatulistiwa (Kota Singkawang, Kab: Bengkayang, Sambas, Sanggau, Sintang, Landak, Kapuas Hulu) 7. RM Kapuas (Sanggau, Kapuas Hulu, Sekadau, Sintang, Melawi) 8. RM Aksess (Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Sinjai, Selayar) KAPET Pare-Pare (Kota Parepare, Barru, Sidrap, Pinrang, Enrekang) 9. RM Naroso (Sigi, Donggala, Parigi Moutong, Kota Palu) KAPET Palapas (Palu, Donggala, Parigi Moutong, Sigi) Pertanian/perkebunan Pariwisata & perdagangan didukung industri & agrobisnis Rumput laut dan jagung Peternakan (sapi) dan Kakao 7 NUSA TENGGARA BARAT 8 NUSA TENGGARA TIMUR 10.RM Jonjokbatur (Lombok: Timur, Barat, Utara, Tengah, Kota Mataram) Pariwisata didukung Ekonomi Kreatif 11. RM P. Sumbawa (Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima, Kota Bima) KAPET Bima (Kab: Bima, Dompu, Kota Bima) 12. RM Kawasan NTT (Kupang, TTU, TTS, Ngada, Belu) Kapet Mbay (Kabupaten Ngada, Pulau Flores) 13. RM Sumba (Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba) 9 PAPUA 14. RM TABI (Keerom, Sarmi, Jayapura) Kapet Biak/Teluk Cendrawasih (Kab:Biak Numfor,Yapen,Waropen,Supiori, Jagung dan Sapi Sapi Kakao dan kelapa sawit

22 INTEGRASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN UNTUK PPDT MELALUI RM KEBIJAKAN NASIONAL Sektor perindustrian: kebijakan penyediaan sarana dan prasarana pengolahan, teknologi pengolahan Pasar Domestik, Nasional, Internasional Sektor perdagangan: kebijakan Pasar Nasional dan internasional/ekspor Sektor hukum: kebijakan branding produk unggulan/ HAKI RENAKSI RM (Kawasan Pusat Pertumbuhan) Sektor energi dan komunikasi: kebijakan peningkatan jaringan listrik dan telekomunikasi Sektor PU/ Perhubungan: Penyediaan infrastruktur jalan nasional dan irigasi, pelabuhan, bandara Daerah Tertinggal Daerah Tertinggal Daerah Maju Sektor Pertanian, Perikanan: Kebijakan distribusi sarana prasarana produksi, teknologi pengolahan KEBIJAKAN PROVINSI Daerah tertinggal/ Perbatasan Kebijakan :penyediaan infrasturktur jalan provinsi, kebijakan standar upah, kerjasama antar provinsi Daerah Tertinggal/ Perbatasan KEBIJAKAN KABUPATEN Kebijakan : penyediaan infrastruktur jalan kabupaten, kebijakan perpajakan dan pungutan, pengendalian dampak lingkungan, kerjasama antar kabuapaten

23 INTEGRASI PENGEMBANGAN KAWASAN (MP3EI, KEK, FTZ, KAPET, RM) RM BEUJADI RM LAKE TOBA RM KAPUAS RM SINGBEBAS RM PAPUA BARAT RM SUMBAR RM PALAPAS RM PAPUA RM AKSESS RM SERAM RM JONJOK BATUR RM (2013) : 9 Prov, 14 RM RM (2014) : 4 Prov, 4 RM) RM NIAS RM KAUKUS SETARA KUAT RM SUMBAWA RM TIMOR RM JANGHIANGBONG RM SUMBA

24 A. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal diperlukan dukungan keberlanjutan komitmen K/L dan Daerah, baik dalam kerangka kebijakan & kerangka alokasi anggaran yang berpihak pada daerah tertinggal. Utamanya fokus pada upaya peningkatan Laju Pertumbuhan Ekonomi, Pengurangan Kemiskinan dan Peningkatan IPM di DTnuntuk pencapaian sasaran PN 10 RPJMN B. SINERGI Pembangunan berbasis kewilayahan dalam Pengelolaan RM, KSCT dan Kapet melalui Kerjasama Antar Daerah adalah PENTING karena: 1. RM fasilitasi KPDT dibentuk dengan memperhatikan situasi dan kondisi regional yang ada serta berdasarkan keinginan (visi) para stakeholder regional, hal tersebut sejalan era Otonomi Daerah dengan organisasi pengelola RM yang dibentuk berdasarkan inisiatif daerah (bottom up). 2. Kapet atas fasilititasi Kementerian PU dan Kemenko Perekonomian sedang melakukan revitalisasi dan reformulasi KAPET untuk menjamin percepatan pembangunan dan optimalisasi pengembangan ekonomi di wilayah KAPET yang secara spasial sebagian besar wilayah sekitarnya masih banyak daerah tertinggal. 3. Banyak lokasi Kapet berimpitan dengan lokasi RM, sehingga terdapat dua organisasi pengelola wilayah (RM dan Kapet); 4. Perlu sinkronisasi kegiatan lembaga Kerjasama Antar Daerah (Regionalisasi/RM), KSCT, Kapet, Biro KAD, dll, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendanaan organisasi dalam mencapai tujuan PPDT. 24

25

26

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) DirektoratPengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayhan Industri 2013 POKOK

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPOSISI KAPET 2014 KELEMBAGAAN DIPERKUAT, PROGRAM IMPLEMENTATIF, KONSISTEN DALAM PENATAAN RUANG MEMPERKUAT MP3EI KORIDOR IV SULAWESI LEGALITAS, KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR PU DALAM MEMPERCEPAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM MENGHADAPI MEA 2015

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM MENGHADAPI MEA 2015 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM MENGHADAPI MEA 2015 Disampaikan oleh: Dr. MUH. MARWAN, M.Si Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Jakarta, 12 Oktober 2014 1 TUJUAN NEGARA DALAM ALINEA IV PEMBUKAAN

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN KEMENTERIAN DESA, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN NASIONAL PERCEPATAN TAHUN 2015-2019 ? adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam melaksanakan pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar () No Provinsi Kabupaten / Kota Status Sambas Bengkayang 1 Kalimantan Barat Sanggau Sintang Kapuas Hulu Nunukan 2

Lebih terperinci

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN PERTANIAN 2. Program : Program Peningkatan Produksi Komoditas Perkebunan Berkelanjutan 3.

Lebih terperinci

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) Page 1 of 7 Daftar Daerah, Terdepan dan Terluar (3T) Daftar Daerah, Terdepan dan Terluar No Provinsi Kabupaten / Kota Status 1 Kalimantan Barat 2 Kalimantan Timur 3 Sulawesi Utara 4 Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Lampiran. 200 20 202 203 204 2 3 4 5 6 7 8 9 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 67,7 68 68,5 7 72,2 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA. Meningkatkan indek kualitas pembangunan manusia

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KETERPADUAN KEBIJAKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan Oleh: MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS 10

HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS 10 REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS HASIL KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS 2010 DAN HASIL BILATERAL PASCA-MUSRENBANGNAS 2010 ANTARA K/L DAN BAPPEDA PROVINSI KELOMPOK IV: PRIORITAS

Lebih terperinci

Lombok, 26 November 2013 Disampaikan oleh Prof. Ir. H. M. ALAMSYAH, HB. Wakil Ketua/Kepala Pelaksana Harian BP KAPET Khatulistiwa

Lombok, 26 November 2013 Disampaikan oleh Prof. Ir. H. M. ALAMSYAH, HB. Wakil Ketua/Kepala Pelaksana Harian BP KAPET Khatulistiwa FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) Kebijakan Dan Arah Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Dalam Mendukung Implementasi Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Lombok, 26 November 2013

Lebih terperinci

PERANAN KEK DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL DAN DAERAH

PERANAN KEK DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL DAN DAERAH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERANAN KEK DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL DAN DAERAH Ir. Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar (Perbatasan) No Provinsi No Kabupaten / Kota Status 1 Sambas Perbatasan 2 Bengkayang Perbatasan 1 Kalimantan Barat

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR DASAR SEBAGAI PENDUKUNG PENINGKATAN PEREKONOMIAN SUATU WILAYAH. Disampaikan Oleh: Ir. Iman Soedradjat, MPM

KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR DASAR SEBAGAI PENDUKUNG PENINGKATAN PEREKONOMIAN SUATU WILAYAH. Disampaikan Oleh: Ir. Iman Soedradjat, MPM KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR DASAR SEBAGAI PENDUKUNG PENINGKATAN PEREKONOMIAN SUATU WILAYAH Disampaikan Oleh: Ir. Iman Soedradjat, MPM Disampaikan Pada Acara: Focus Group Discussion Kawasan Pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012 Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012 Tanggal : 20 Desember 2012 RINCIAN LOKASI DAN ALOKASI DAERAH PENERIMA BANTUAN SOSIAL BIDANG PENGEMBANGAN DAERAH

Lebih terperinci

Reorientasi Pembangunan Daerah Tertinggal

Reorientasi Pembangunan Daerah Tertinggal Catatan-3 Reorientasi Pembangunan Daerah Tertinggal Pada era 1970-an kesenjangan sudah mulai tampak. Pada era tersebut KBI (Kawasan Barat Indonesia) telah menguasai lebih dari 80% PRODUK DOMESTIK BRUTO

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (Perdesaan Lestari)

Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (Perdesaan Lestari) Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (Perdesaan Lestari) disampaikan pada Seminar dan Diskusi : Pembangunan Desa Berkelanjutan di wilayah Koridor Rimba Berbasis Ekonomi Hijau Padang, 21

Lebih terperinci

PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA

PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan 28 Agustus 2013 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i PENDAHULUAN.. 1 A Latar belakang...

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL Disampaikan Oleh: Depu0 Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Dalam Acara Seminar Penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 040/PER/M-PDT/II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 040/PER/M-PDT/II/2007 TENTANG MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 040/PER/M-PDT/II/2007 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN PENETAPAN ALOKASI DANA STIMULAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014 ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014 Ir. R.r. AISYAH GAMAWATI, MM SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MERLYN PARK HOTEL 23 Mei 2017 PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (T) Daftar Daerah T [LEMBAGA PENGELOLA DANA PENDIDIKAN] DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar () No 6 7 Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) DALAM RANCANGAN RKP 2017

ARAH KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) DALAM RANCANGAN RKP 2017 11/05/2016 15:46 ARAH KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) DALAM RANCANGAN RKP 2017 Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Jakarta, April 2016 1 ARAHAN PRESIDEN TENTANG KEBIJAKAN DANA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF Apakah Rencana Tata Ruang Pulau sudah sesuai dengan koridor ekonomi?, demikian pertanyaan ini diutarakan oleh Menko Perekonomian dalam rapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Permasalahan yang dihadapi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi

Lebih terperinci

REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015

REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015 REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015 No. SATKER PAGU ANGGARAN (RP.) REALISASI (RP.) % 1 019032 DINAS KELAUTAN, PERTANIAN DAN KETAHANAN

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Asisten Deputi Pengembangan Industri Manufaktur SS Indikator Target 2015 (a)

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 Oleh : Menteri PPN/Kepala Bappenas Disampaikan dalam acara Musyawarah

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAB. MALANG BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Tahun Latar Belakang

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAB. MALANG BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Tahun Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan pola perencanaan pembangunan daerah, dari system top-down (dari

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas. Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas. Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI MELALUI EKONOMI KELAUTAN & PERIKANAN

PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI MELALUI EKONOMI KELAUTAN & PERIKANAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI MELALUI EKONOMI KELAUTAN & PERIKANAN Fadel Muhammad Menteri Kelautan dan Perikanan KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN MAKASSAR, 2010 Ketertinggalan Ekonomi KTI Persebaran Penduduk

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki keragaman antar daerah yang tinggi, keragaman tersebut merupakan hasil yang nyata dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN KEGIATAN PERDESAAN POTENSIAL DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-CIPTA KARYA-AN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MINAPOLITAN RAPAT KOORDINASI MINAPOLITAN TAHUN 2014 BATAM 21 23 SEPTEMBER 2014 DIREKTORAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DEDI MULYADI

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DEDI MULYADI KATA PENGANTAR Renstra Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri 2010-2014 disusun agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Parigi, 4 Mei 2015 Yth.: 1. Bupati Parigi Moutong; 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan

1. Perkembangan Umum dan Arah Perencanaan Ringkasan Eksekutif Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Selatan 2012 Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Gerbang Indonesia Timur 1. Perkembangan Umum dan Arah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PADA ACARA MUSYAWARAH

Lebih terperinci

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 REPUBLIK INDONESIA Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 17 Januari 2017 1 OUTLINE (1) Ruang Lingkup Kementerian Desa,

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. JENEPONTO

BAPPEDA KAB. JENEPONTO BAPPEDA KAB. JENEPONTO Indeks Pembangunan Manusia (IPM) = 65,27 Point Usia Harapan Hidup = 65,15 Tahun Angka Melek Huruf = 77,31% Rata-rata Lama sekolah = 6,23 Tahun Daya Beli Masyarakat = Rp. 653.321

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN LOKASI KEGIATAN DIREKTORAT PERENCANAAN KAWASAN PERDESAAN SELURUH KABUPATEN/KOTA YANG ADA KAWASAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN LOKASI KEGIATAN DIREKTORAT PERENCANAAN KAWASAN PERDESAAN SELURUH KABUPATEN/KOTA YANG ADA KAWASAN PERDESAAN UNTUK PENETAPAN KAWASAN PERDESAAN MINIMAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL DAFTAR DAERAH TERTINGGAL DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN DAN TERLUAR (PERBATASAN) TAHUN 0 Dalam rangka pelaksanaan Beasiswa Afirmasi, Khususnya pemilihan Daerah yang termasuk dalam katagori Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAK SUB BIDANG TRANSPORTASI PERDESAAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN DAK SUB BIDANG TRANSPORTASI PERDESAAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN DAK SUB BIDANG TRANSPORTASI PERDESAAN TAHUN 2017 Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH Jakarta, 2 Mei 2016 PENDAHULUAN ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

Daftar Daerah Tertinggal

Daftar Daerah Tertinggal DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN DAN TERLUAR (PERBATASAN) TAHUN 2015 Dalam rangka pelaksanaan Beasiswa Afirmasi, Khususnya pemilihan Daerah yang termasuk dalam katagori Daerah Tertinggal, Terdepan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH

DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN 2010-2014 PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH BAB.I ARAH KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN WILAYAH 2010-2014 1.1 Pendahuluan...

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya 1.1. Latar Belakang Strategi pembangunan ekonomi bangsa yang tidak tepat pada masa lalu ditambah dengan krisis ekonomi berkepanjangan, menimbulkan berbagai persoalan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Mulai

Lebih terperinci

1. Karakteristik wilayah kepulauan & pulau-pulau kecil; 2. Pemanfaatan potensi SDA belum maksimal (dibawah 40 %); 3. Kurangnya dukungan sarana &

1. Karakteristik wilayah kepulauan & pulau-pulau kecil; 2. Pemanfaatan potensi SDA belum maksimal (dibawah 40 %); 3. Kurangnya dukungan sarana & 1. Karakteristik wilayah kepulauan & pulau-pulau kecil; 2. Pemanfaatan potensi SDA belum maksimal (dibawah 40 %); 3. Kurangnya dukungan sarana & prasarana pendukung investasi; 4. Produktifitas masih rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2010 TENTANG MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB 14 PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN

BAB 14 PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN BAB 14 PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN 14.1. PEMBANGUNAN WILAYAH NASIONAL Pembangunan wilayah nasional diarahkan pada pemerataan pembangunan di seluruh wilayah dengan mengoptimalkan potensi dan keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015 Disampaikan Oleh DR. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH (GUBERNUR SULAWESI SELATAN) Biro Bina Perekonomian Setda

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA ARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci