KATA PENGANTAR BANK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR BANK INDONESIA"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 88 judul buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan sistem pembiayaan konvensional dan 21 judul dengan sistem syariah. Dalam upaya menyebarluaskan lending model tersebut kepada masyarakat maka buku pola pembiayaan ini telah dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UKM (SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dari banyak pihak antara lain dari perbankan, lembaga/instansi i

2 terkait lainnya, asosiasi dan UMKM. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Biro Pengembangan UMKM Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat Telp. (021) atau Fax. (021) Besar harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan oleh UMKM pada komoditi tersebut. Jakarta, Desember 2008 ii POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

3 RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL USAHA PENGOLAHAN EBI KERING No Unsur Pembiayaan Uraian 1 Jenis usaha Usaha Pengolahan Ebi Kering 2 Lokasi usaha Sungsang, Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan 3 Dana yang digunakan Investasi = Rp Modal Kerja = Rp Total = Rp Sumber dana a. Kredit (70%) Rp b. Modal Sendiri (30%) Rp Suku Bunga per tahun = 14% Jangka Waktu = 1 tahun 5 Periode pembayaran kredit Pengusaha melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga setiap bulan selama jangka waktu kredit 6 Kelayakan usaha A Periode proyek 1 tahun B Produk utama Ebi Kering C Skala proyek Pendapatan per tahun : Rp D Teknologi Perebusan dan pengeringan (teknologi sederhana) E Pemasaran produk Pedagang perantara dengan lokasi pemasaran di lokal kabupaten/provinsi dan antar pulau 7 Kriteria kelayakan usaha NPV Rp Net B/C Ratio 3,52 Pay Back Period 1,79 bulan BEP rata-rata Perbulan = Rp Penilaian Pertahun = Rp Layak dilaksanakan 8 Analisis sensitivitas (1) Kenaikan Biaya variabel 28,7% Analisis Profitabilitas : NPV Rp Net B/C Ratio 1,00 Pay Back Period 9,48 bulan Penilaian Layak iii

4 No Unsur Pembiayaan Uraian 1 Jenis usaha Usaha Pengolahan Ebi Kering (2) Kenaikan Biaya variabel 28,8% Analisis Profitabilitas : NPV - Rp Net B/C Ratio 0,99 Pay Back Period 9,55 bulan Penilaian Tidak Layak (3) Penurunan Pendapatan 18,2% Analisis Profitabilitas : NPV Rp Net B/C Ratio 1,01 Pay Back Period 9,84 bulan Penilaian Layak (4) Penurunan Pendapatan 18,3% Analisis Profitabilitas : NPV - Rp Net B/C Ratio 1,00 Pay Back Period 9,96 bulan Penilaian Tidak Layak (5) Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel 11% dan Penurunan Pendapatan 11% Analisis Profitabilitas : NPV Rp Net B/C Ratio 1,04 Pay Back Period 9,45 bulan Penilaian Layak iv POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

5 DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR... RINGKASAN. DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PHOTO... DAFTAR TABEL... i iii v vii vii viii BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II BAB III BAB IV PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1 Profil Usaha Pola Pembiayaan Bank... 4 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1 Aspek Pasar Permintaan Penawaran Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Aspek Pemasaran Harga Jalur Pemasaran Produk Kendala Pemasaran ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1 Lokasi Usaha Fasilitas Produksi dan Peralatan Bahan Baku Tenaga Kerja Teknologi Proses Produksi v

6 4.7 Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Produksi Optimum Kendala Produksi BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1 Pemilihan Pola Usaha Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional Biaya Investasi Biaya Operasional Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Produksi dan Pendapatan Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Break Even Point Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Analisis Sensitivitas BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial Aspek Dampak Lingkungan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR LAMPIRAN vi POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

7 DAFTAR GAMBAR Gambar Hal 3.1 Skema Jalur Pemasaran Ebi Kering Diagram Alir Proses Pengolahan Ebi Kering DAFTAR PHOTO Photo Hal 1.1 Ebi (Udang Kering) Bahan Baku Udang Segar Peralatan Perebusan Penirisan dan Penjemuran Udang Proses Pengupasan Daging dan Kulit Pemisahan Daging dan Kulit Daging dan Kulit Udang Ebi Siap Jual.. 22 vii

8 DAFTAR TABEL Tabel Hal 5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan Komposisi Biaya Investasi Komposisi Biaya Operasional Komponen dan Struktur Biaya Proyek Proyeksi Produksi dan Pendapatan Proyeksi Pendapatan dan Rugi Laba Usaha Kelayakan Usaha Pengolahan Ebi Kering Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha: Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 28,7% Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha: Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 28,8% Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha: Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 18,2% Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha: Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 18,3% Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha: Skenario Kombinasi Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 11% dan Penurunan Pendapatan Sebesar 11% viii POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

9 BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan salah satu komoditi hasil tangkapan laut adalah udang. Udang merupakan salah satu produk hasil laut yang banyak disukai dan dikonsumsi oleh masyarakat walaupun ada diantara konsumen yang peka (alergi) terhadapnya. Dibandingkan dengan binatang darat, daging udang mempunyai eating quality yang lebih baik karena tidak liat, homogen serta tidak mengandung pembuluh pembuluh darah yang besar dan otot otot. Sebagai salah satu komoditi pangan masyarakat Indonesia, udang termasuk bahan pangan yang mudah rusak dan menjadi busuk karena kadar airnya yang tinggi dan kandungan gizinya yang baik untuk pertumbuhan jasad renik pembusuk. Upaya untuk mengatasi sifat mudah busuk tersebut, antara lain adalah dengan cara dibekukan dan dengan cara dikeringkan. Produk udang beku merupakan salah satu produk ekspor utama di kelompok hasil perikanan/kelautan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Akan tetapi usaha pembekuan udang memerlukan investasi yang besar dan hanya dilakukan pada skala Usaha Besar. Di samping itu, tidak semua spesies komoditas udang segar memenuhi persyaratan dan ekonomis untuk di olah menjadi produk udang beku. Di antara spesies komoditas udang, udang krosok (Metapenaeus Sp) atau dibeberapa tempat sering juga disebut udang merah adalah jenis udang yang tidak diawetkan dengan cara dibekukan, antara lain karena ukurannya yang relative kecil. Jenis udang ini yang umumnya diawetkan dengan cara dikeringkan, dan produknya disebut udang kering atau ebi. Karena teknologinya yang sederhana dan tidak memerlukan investasi besar, maka usaha pengolahan ebi sesuai diusahakan pada skala kecil atau menengah. 1

10 PENDAHULUAN Photo 1.1. Ebi (Udang Kering) Ebi adalah udang yang telah dikeringkan dan dikuliti, melalui suatu proses pengolahan yang relatif sederhana. Pengolahan ebi dilakukan pada skala usaha kecil atau tingkat rumah tangga. Karena bentuknya yang kering dengan kadar air yang rendah, maka ebi dapat disimpan dalam jangka waktu lama sehingga memudahkan dalam distribusi, transportasi dan penjualannya. Ebi atau udang kering biasanya digunakan sebagai penambah citarasa dalam berbagai menu dan jenis masakan. 2 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

11 BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Usaha Penyusunan pola pembiayaan usaha pengolahan ebi kering didasarkan pada informasi yang didapatkan dari survey lapangan terhadap pengusaha pengolahan ebi kering di Sungsang Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Sungsang merupakan sebuah perkampungan nelayan dan ibukota kecamatan Banyuasin II. Letaknya persis di muara pertemuan antara Sungai Musi dan Selat Bangka Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, pola usaha pengolahan ebi kering masih dikelola dengan skala usaha rumah tangga, dengan jumlah pengusaha sekitar 50 orang pengusaha. Jumlah pengusaha bervariasi dari waktu ke waktu, dan umumnya meningkat terutama pada musim-musim puncak produksi udang yaitu pada bulan-bulan September dan Oktober. Statistik resmi mengenai usaha rumah tangga pengolahan ebi ini, seperti jumlah pengusaha dan profil usaha belum tersedia, walaupun Sungsang secara tradisional merupakan salah satu wilayah sentra produksi ebi di Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari nara sumber, pemasok utama ebi di pusat pemasaran produk olahan hasil perikanan di Sumatera Selatan yaitu di Kota Palembang. Diperkirakan sekitar ton produk ebi kering dihasilkan oleh wilayah ini per minggu yang dipasarkan ke Kota Palembang (Pasar Ampera). Selain poduk ebi kering, wilayah ini juga merupakan sentra produksi produk-produk olahan dengan bahan baku udang, yaitu kemplang udang, kerupuk udang, terasi, petis, serta produk makanan khas yaitu empek-empek udang. Keberlangsungan usaha pengolahan ebi kering didukung oleh kondisi alam sekitar (wilayah Banyuasin Sumatera Selatan) yang cukup ideal untuk pertumbuhan populasi udang, sehingga merupakan wilayah potensi produksi udang yang cukup besar di Provinsi Sumatera Selatan. 3

12 PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN Bahan baku utama berupa udang merah atau udang krosok diperoleh dari para nelayan yang juga tinggal di wilayah Sungsang dan sekitarnya. Di wilayah ini terdapat rasa kebersamaan yang tinggi diantara pengusaha yang tergabung dalam satu kelompok, terutama dalam memperoleh bahan baku udang segar yang dijual oleh para nelayan tangkap. Udang yang dibeli oleh suatu kelompok secara merata dibagi merata kepada semua kelompok. Setiap kelompok berkisar antara 5 7 pengusaha ebi. Akan tetapi dalam proses penjualannya tidak dilakukan secara kelompok, melainkan oleh masing-masing individu kepada pedagang pengumpul di kota kecamatan. Oleh karena sifatnya masih berupa industri rumah tangga, maka kegiatan usaha pengolahan ebi kering hanya melibatkan anggota keluarga yang ada dengan pelaksana tugas utama ada pada diri pengusaha yang bersangkutan. Tiap pengusaha rata-rata memiliki 2-4 orang tenaga kerja, yang umumnya adalah tenaga dari dalam keluarga. Alasan para pelaku usaha dalam pengolahan ebi kering karena usaha tersebut sudah dilaksanakan secara turun temurun, ketersediaan bahan baku secara kontinue meskipun jumlahnya kadang tidak menentu karena tergantung kondisi pasang laut dan musim, serta terjaminnya pemasaran produk ebi kering oleh pengusaha yang juga tinggal di wilayah tersebut. Perkembangan usaha pengolahan ebi kering memberikan manfaat postif bagi para nelayan udang tangkap yang umumnya adalah nelayan-nelayan kecil. Hal ini karena pemasaran udang hasil tangkapan sudah terjamin, dan nelayan dapat langsung memasarkan hasil tangkapannya. Hal ini penting karena para nelayan udang tangkap di wilayah ini belum menerapkan sistem rantai dingin yang dapat meminimasi resiko kerusakan udang hasil tangkapan mereka Pola Pembiayaan Pola pembiayaan usaha pengolahan ebi kering sepenuhnya berasal dari dana sendiri atau kerabat. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pengusaha serta informasi dari nara sumber Perbankan, usaha pengolahan ebi kering ini belum 4 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

13 PENGOLAHAN EBI KERING tersentuh oleh skim pembiayaan dari perbankan. Di ibukota Kecamatan yaitu Sungsang tidak ada Cabang Pembantu Bank Rakyat Indonesia, satu-satunya yang ada adalah Cabang Pembantu Bank Sumsel, yang menurut pengusaha dan tokoh masyarakat setempat, lembaga perbankan tersebut belum berfungsi sebagai sarana pembiayaan usaha atau belum melayani pemibiayaan untuk sektor riel, khususnya pengolahan hasil perikanan udang yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Oleh masyarakat setempat, lembaga ini dimanfaatkan untuk menabung atau menyetor uang ketika mereka akan pergi ke Palembang, sehingga tidak perlu membawa uang kas dalam perjalanan, cukup melakukan pengambilan (via ATM) di Palembang. Beberapa faktor yang diduga belum terlayaninya fasilitas pembiayaan usaha dari pihak Perbankan, antara lain adalah belum dimilikinya informasi yang lengkap tentang profil dan prospek usaha pengolahan ebi kering, dan masih masih terisolirnya wilayah Sungsang dari wilayah lain di di Sumatera Selatan. Ditahun-tahun mendatang dengan selesainya akses jalan arteri yang menghubungkan wilayah Sungsang dengan jalan utama menuju Pelabuhan Internasional Tanjung Api-Api, wilayah Sungsang menjadi lebih terbuka dan meningkatkan aksesibilitas dari dan ke ibukota Provinsi Sumatera Selatan (Palembang). Selama ini transportasi hasil produksi wilayah Sungsang ke pusat-pusat pemasaran hanya menggunakan moda transportasi sungai dan laut. Menurut penuturan responden pengusaha, beberapa diantara para pengusaha tersebut pernah mendapatkan bantuan pembiayaan usaha pada periode Krisis Moneter yang lalu, berupa Dana Bergulir dari program PPK dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Selatan. 5

14 6 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

15 BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1. ASPEK PASAR Permintaan Produk Ebi atau udang kering tanpa kulit merupakan bumbu atau bahan tambahan yang digunakan pada berbagai jenis atau menu masakan, khususnya masakan Tionghoa dan Indonesia. Penggunaan ebi pada berbagai menu masakan adalah untuk memperoleh aroma udang dan sebagai penyedap rasa masakan. Konsumen produk ini adalah rumah tangga, restoran/hotel, industri catering, dan industri bumbu masakan. Belum ada statistik mengenai kebutuhan atau permintaan terhadap produk ebi, akan tetapi dapat dipastikan bahwa permintaan atau kebutuhan terhadap produk ini selalu ada. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa produksi ebi dari daerah produksi ebi, khususnya dari wilayah studi di Sumatera Selatan selalu diserap pasar. Penulusuran di internet menunjukkan adanya beberapa perusahaan dan industri makanan yang membutuhkan produk ebi ini. Salah satu kelompok usaha dalam industri pengolahan yang bernama Ekajaya setiap hari dapat memproduksi dengan kapasitas optimum hingga 600 kg, meskipun rata-rata perhari hanya melakukan pengolahan dengan kisaran 100 kg 300 kg bahan baku udang basah yang akan menghasilkan 15 kg udang kering/ebi. Seluruh hasil produksi tersebut dijual kepada pedagang perantara dan selanjutnya dipasarkan ke Palembang, Lampung dan Jambi Penawaran Dari sisi penawaran, produksi ebi kering masih terbatas pada wilayah-wilayah sentra produksi udang tangkap. Seperti telah disampaikan sebelumnya, tidak semua jenis udang tangkap diolah menjadi ebi, akan tetapi dijual dalam bentuk segar atau diolah menjadi produk terasi. Jumlah produksi ebi tergantung pada jumlah hasil 7

16 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN tangkapan udang dan hal ini tergantung musim. Pada musim Barat, jumlah produksi turun drastis, dan menurut informasi pedagang pada musim tersebut terjadi kelangkaan ebi di pasaran. Responden pengusaha di wilayah kajian, berdasarkan wawancara menyatakan bahwa setiap pengusaha akan melakukan proses produksi untuk berapapun jumlah udang basah yang tersedia (hasil tangkapan nelayan) dan di lain pihak pedagang perantara akan membeli berapapun jumlah ebi yang dihasilkan. Dengan demikian dari sisi penawaran, ebi udang akan selalu tersedia, kecuali pada Musim Angin Barat dan air pasang yang volumenya lebih kecil dari biasanya Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Persaingan bisnis diantara para pengusaha ebi kering dapat dalam dua bentuk, yaitu persaingan dalam memperoleh bahan baku udang dan persaingan dalam pemasaran produk. Dalam hal memperoleh bahan baku, tidak ada persaingan antar pengusaha dalam satu kelompok. Hal ini karena pembelian bahan baku udang secara kelompok, dan hasil pembelian dibagi rata antar anggota. Dalam hal pemasaran produk, pada wilayah studi, belum ada usaha untuk memasarkan produk ebi kering secara berkelompok, akan tetapi masing-masing pengusaha menjual produknya masing-masing. Karena jumlah produksi yang relatif kecil serta kebutuhan untuk memperoleh hasil penjualan secara cepat, serta relatif mahalnya biaya transportasi untuk memasarkan produknya langsung ke Palembang, menyebabkan pengusaha ebi sangat tergantung kepada pedagang pengumpul di Kecamatan. Situasi perdagangan ebi kering di sentra produksi bersifat monopsoni karena hanya terdapat satu pedagang pengumpul di Kecamatan. Antar pengusaha ebi kering relatif tidak terjadi persaingan dalam memasarkan produknya, karena harga jual ditentukan oleh pedagang pengumpul. Perbedaan kualitas ebi, yaitu tingkat kekeringan, keutuhan udang dan kebersihan menentukan harga jual produk. Keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi menyebabkan pengusaha ebi tidak mempunyai akses untuk memperluas pasar. 8 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

17 PENGOLAHAN EBI KERING Berdasarkan hasil dialog dengan beberapa pedagang di Kota Palembang, bahwa ebi kering yang dipasarkan di Kota Palembang hampir seluruhnya merupakan produk yang dihasilkan oleh pengusaha di Sungsang. Produk ebi dari wilayah Sungsang, menurut pedagang relatif baik dibandingkan dari wilayah lain. Peluang pasar produk ebi, dengan beberapa alasan, yaitu (1) merupakan produk konsumsi rumah tangga, dan merupakan salah satu bumbu yang tidak bisa ditinggalkan pada beberapa menu masakan, (2) penelusuran di Internet menunjukkan adanya perusahaan-perusahaan yang membutuhkan produk ebi secaa kontinue, dan (3) mempunyai peluang pasar ekspor, khususnya Asia, Cina dan Jepang ASPEK PEMASARAN Harga Harga ebi kering di pasaran relatif mengalami peningkatan meskipun pada saat-saat tertentu juga mengalami penurunan, dan semua itu tergantung ketersediaan bahan baku udang basah dan ketersediaan hasil produksinya. Harga jual ebi pada tingkat produsen, pedagang perantara mampu pedagang di kota ditetapkan berdasarkan kualitas ebi yang dipasarkan. Pada tingkat produsen harga jual ebi kering kepada pedagang perantara berkisar antara Rp Rp per kg ebi kering. Sementara pedagang perantara akan menjualnya di pasarpasar di Kota Palembang dengan harga Rp Rp per kg ebi kering, sementara para pedagang di pasar-pasar, ebi kering dijual dengan harga diatas Rp Di toko bahan makanan dan di pasar swalayan, ebi kering dijual dalam kemasan 100 gram dengan dengan harga berkisar antara Rp Rp per bungkus Jalur Pemasaran Produk Penjualan produk ebi kering dilakukan sendiri oleh para pelaku usaha yang ada, dengan pengguna terakhir adalah konsumen/masyarakat. Pola pemasaran produk ebi kering secara ringkas adalah sebagai berikut : 9

18 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN a. b. c. Karena sudah ada jalinan pemasaran yang jelas, maka produsen ebi kering akan memasarkan produksinya kepada pedagang perantara di wilayah tersebut, berapapun jumlah produksinya dengan harga pasar disesuaikan kualitas produksinya. Sistem pembayaran adalah cash and carry. Pedagang perantara/pengumpul secara periodik akan membawa ebi kering ke kota-kota yang telah ditentukan sebelumnya dengan porsi terbesar di pasarkan di Kota Palembang. Disinipun para pedagang perantara/pengumpul juga sudah memiliki hubungan bisnis dengan para pedagang di pasar-pasar tradisional. Meski demikian tidak tertutup kemungkinan pedagang perantara langsung menjual ebi ke konsumen langsung yang umumnya adalah para pengusaha makanan atau rumah makan/restoran. Seperti halnya pada tingkat lokal, maka sistem pembayaran pada tingkat pedagang dan konsumen langsung juga dilakukan secara cash and carry. Informasi yang diperoleh pada pedagang di Pasar Palembang menunjukkan bahwa produk ebi juga dijual ke pedagang besar di luar Sumatera Selatan, antara lain ke Jakarta. Pengusaha Ebi Ke ring P edagang Pengumpul Kecam atan P adagang B esar ( Pengumpul Pro vi nsi) P asar Lo k al ( P alembang/sumsel) P asar A ntar Pulau/Provi nsi L angsung T idak langsung Gambar 3.1. Skema Jalur Pemasaran Ebi Kering 10 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

19 PENGOLAHAN EBI KERING Kendala Pemasaran Kendala yang dihadapi oleh pengusaha ebi pada skala rumah tangga/ skala kecil di wilayah kajian adalah dalam hal akses pasar yang lebih luas. Hal ini karena mereka menjual produknya secara sendiri-sendiri dalam jumlah yang terbatas sehingga menjadi tidak ekonomis jika menjual langsung produknya ke pasar di Palembang. Biaya pemasaran yang tidak ekonomis disebabkan antara lain karena sarana transportasi pemasaran yang masih terbatas pada moda angkutan sungai dengan biaya yang relatif tinggi. Walaupun produk ebi kering dapat disimpan lama, sehingga pengusaha ebi dapat melakukan stock dan dapat menunda penjualan untuk meningkatkan posisi tawar, tetapi pengusaha terkendala keterbatasan modal sehingga terpaksa menjual produknya ke pedagang pengumpul di Kecamatan, walaupun pada tingkat harga yang kurang menguntungkan. Jumlah yang terbatas dan tidak adanya kemampuan untuk melakukan stock ditambah dengan kemampuan untuk mengakses informasi mengenai peluang pasar yang ada menyebabkan pegusaha ebi tidak mempunyai kemampuan untuk mengakses pasar yang lebih luas. 11

20 12 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

21 BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1. Lokasi Usaha Lokasi usaha produksi ebi kering sebaiknya dilakukan pada lokasi sumber bahan baku, hal ini karena sifat bahan baku udang krosok atau udang merah yang mudah rusak. Resiko bahan baku selama perjalanan dari lokasi penangkapan ke lokasi usaha pengolahan ebi sebetulnya dapat dikurangi jika para pemasok bahan baku (nelayan tangkap) menerapkan sistem rantai dingin, antara lain dengan pemberian es curah kepada udang hasil tangkapan. Nelayan pemasok bahan baku di daerah kajian adalah nelayan kecil yang tidak mempunyai kemampuan modal untuk menerapkan pemberian es pada hasil tangkapannya. Lokasi usaha yang dekat untuk dijangkau oleh nelayan juga memberikan keuntungan karena (1) nelayan mudah menjual atau memasarkan hasil tangkapannya ke pengusaha ebi kering, (2) nelayan tidak terbebani biaya transportasi yang akan dibebankan kepada harga beli bahan baku oleh pengusaha ebi kering, sehingga lebih menjamin ketersediaan pasokan udang bagi pengusaha ebi kering. Lokasi usaha atau tempat usaha seyogyanya merupakan lokasi atau tempat yang mudah untuk memperoleh air bersih, karena dalam proses pengolahan ebi terdapat tahap pencucian dan perebusan udang. Di wilayah kajian, tempat usaha umumnya berada dipinggir sungai. Lokasi di pinggir sungai memudahkan pengusaha untuk membuang air limbah hasil cucian dan air hasil perebusan, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar tempat usaha. Sebagai wilayah yang merupakan pertemuan antar muara Sungai Musi dengan Selat Bangka, maka Sungsang menjadi salah satu wilayah penghasil utama udang di Sumatera Selatan. Kondisi ini memberikan keuntungan bagi pengusaha ebi kering karena udang krosok atau udah merah relatif selalu tersedia meskipun dengan jumlah tidak tidak sama setiap waktunya. 13

22 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan Ebi merupakan salah satu bentuk awetan udang yang diolah dengan cara perebusan dan penjemuran. Penjemuran merupakan salah satu metode pengawetan secara tradisional yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh udang, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Melalui proses yang sederhana tersebut ebi dapat disimpan sampai berbulan-bulan. Fasilitas produksi dan peralatan yang diperlukan dalam proses produksi ebi kering adalah: a Panci atau kuali. b Kompor (tungku) c Saringan d Tampah (nyiru) e Karung f Kantong plastik Berdasarkan ketentuan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI tentang Udang Segar, terkait dengan persyaratan peralatan pengolahan udang, maka Semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan udang segar harus mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih, sebelum, selama dan sesudah digunakan 4.3. Bahan Baku Bahan baku utama usaha pengolahan ebi kering adalah udang merah atau udang krosok (Metapenaeus Sp). Udang tersebut diperoleh dari para nelayan setempat dalam bentuk segar dan basah. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI , maka bahan baku udang segar adalah semua : jenis udang hasil perikanan yang baru ditangkap/dipanen dan belum mengalami penanganan dan pengolahan; 14 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

23 PENGOLAHAN EBI KERING bentuk bahan baku berupa udang segar dengan atau tanpa kepala; bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar. Secara umum ciri-ciri udang segar adalah : Tekstur kulitnya elastis, padat dan kompak; Kepala masih kuat melekat pada tubuh udang; Kulitnya belum berwarna merah, dengn penampakan bening, cemerlang dan antar ruas kokoh; Tidak mengeluarkan bau busuk. Untuk mencegah penurunan mutu bahan baku udang, maka udang basah harus segera dicuci dan secepatnya dilakukan proses pengolahan. Pengusaha ebi di lokasi kajian (di Sungsang) tidak melakukan proses penumpukan (stocking) bahan baku, karena (1) udang yang tidak segar mempengaruhi mutu produk ebi, (2) keterbatasan modal dan pertimbangan adanya tambahan biaya menyebabkan mereka tidak melakukan perlakuan pemberian es curah pada bahan baku udang yang akan diproses Tenaga Kerja Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha pengolahan ebi kering sebanyak 2 sampai 4 orang, tergantung jumlah bahan baku udang yang akan diolah. Tenaga kerja yang digunakan bersifat tidak tetap dengan upah harian, yaitu Rp per hari. Tidak diperlukan persyaratan keterampilan khusus dari tenaga kerja yang digunakan, karena proses produksi bersifat manual dan sederhana. Dilokasi kajian, tenaga kerja yang digunakan berasal dari daerah sekitar lokasi usaha dan umumnya masih mempunyai ikatan keluarga atau kekerabatan dengan pengusaha ebi. Berdasarkan informasi pengusaha, tidak ada kendala atau kesulitan dalam memperoleh tenaga kerja untuk usaha pengolahan ebi ini. 15

24 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.5. Teknologi Teknologi proses pembuatan ebi pada dasarnya adalah pengawetan udang dengan teknologi pengeringan. Teknologi pengeringan yang digunakan oleh pengusaha kecil ebi kering adalah dengan cara penjemuran, dan tidak menggunakan teknologi mesin pengering. Produk ebi adalah berupa daging udang kering, dan sehubungan dengan itu dalam pengolahannya terdapat tahapan pengulitan (pengupasan kulit udang). Dalam hal ini pengupasan kulit udang juga dilakukan secara manual, tanpa menggunakan alat/mesin pengupas. Proses pengupasan guna memisahkan daging dengan kulitnya dilakukan dengan teknik gebugan dimana udang yang telah kering dimasukkan kedalam karung selanjutnya karung berisi udang kering diayunkan/dibenturkan atau dipukulkan ke bantalan kayu/tembok. Teknik seperti ini akan menyebabkan kulit udang terkelupas dari daging udang, namun dampaknya adalah daging udang kering menjadi patah dan pecah bahkan menjadi remahan yang mengakibatkan penurunan kualitas dan rendemen. Disamping itu dengan teknik digebug tersebut tidak semua kulit udang terkelupas atau terlepas dengan baik. Ebi kering yang kulit udangnya masih menempel, dan tidak utuh (patah-patah) menentukan mutu ebi dan harga jual Proses Produksi Proses produksi dalam pembuatan ebi kering dimulai dengan penyiapan bahan baku, proses pencampuran dengan bahan pendukung yang lain serta bumbubumbu yang diperlukan. Untuk lebih jelasnya seperti terlihat dalam gambar POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

25 PENGOLAHAN EBI KERING U dang Segar Pencucian./Pembersihan Perebusan C ampuran air garam Penir isan Penjemuran Pengupasan Ku li t Penampian/pembersihan Pengepakan Ebi Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ebi Kering 1. Udang segar hasil tangkapan Udang segar hasil tangkapan nelayan menjadi bahan baku utama dalam proses produksi ini. Photo 4.1. Bahan Baku Udang Segar 17

26 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 2. Pencucian dan pembersihan Bahan baku udang yang diproses sebelumnya dicuci dan dibersihkan dari bahan-bahan asing selain udang utuh, seperti ikan, kotoran dan lain-lain. Proses pencucian udang dilakukan dengan menggunakan air bersih secara berulang-kali. 3. Perebusan Proses selanjutnya adalah merebus udang yang telah bersih dengan menggunakan air tawar bersih. Pada proses perebusan, air rebusan ditambahkan garam. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada apakah produk yang diinginkan ebi asin atau ebi tawar. Produk ebi kering dari wilayah kajian tergolong pada kelompok ebi tawar. Walaupun demikian dalam proses perebusan tetap ditambahan garam, yaitu sebanyak 2 kg setiap kali merebus 25 kg udang basah. Penambahan garam dalam proses perebusan juga bertujuan untuk meningkatkan daya keawetan ebi yang dihasilkan. Udang yang akan direbus dimasukkan kedalam wadah perebusan setelah air rebusan mendidih. Lama perebusan sejak udang dimasukkan kedalam wadah perebusan adalah sekitar 15 menit. Di wilayah kajian wadah perebusan adalah berupa drum (Lihat Photo 4.2) dan ada juga pengusaha yang menggunakan panci atau wajan besar. Untuk memperoleh mutu ebi yang baik, sebaiknya wadah perebusan adalah berupa bejana (panci) stainless steel. 18 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

27 PENGOLAHAN EBI KERING Photo 4.2. Peralatan Perebusan 4. Penirisan dan Penjemuran Setelah proses perebusan selesai, udang beserta air rebusan kemudian dituangkan ke atas tampah besar yang terbuat dari anyaman irisan bambu atau kayu untuk memisahkan massa udang dengan air rebusan. Pada tahap ini dilakukan penirisan air rebusan. Setelah udang ditiriskan kemudian udang dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran, dan dalam hal ini udang basah dihamparkan di atas tampah. Tampah yang digunakan adalah juga tampah yang digunakan untuk penirisan. Di wilayah kajian, pada umumnya pengusaha udang menerima pasokan bahan baku udang pada sore/ malam hari, dan proses pencucian sampai dengan penirisan dilakukan pada malam hari. Kemudian penjemuran mulai dilakukan pada pagi harinya. Lama penjemuran tergantung kepada kondisi cuaca, apabila cuaca terik maka udang sudah kering dalam waktu antara 1 2 hari, namun jika kondisi tidak memungkinkan maka proses penjemuran bisa berlangsung 19

28 ASPEK TEKNIS PRODUKSI selama dua hari atau lebih. Kualitas ebi ditentukan oleh kadar air atau tingkat kekeringan ebi, dimana semakin kering mutu ebi semakin baik. Ebi yang kurang kering selain menyulitkan dalam pengupasan kulit, juga menyebabkan ebi tidak tahan lama disimpan. Menurut penuturan pengusaha, pada cuaca yang terik penjemuran selama 2 hari akan menghasilkan ebi dengan kualitas yang baik, walaupun rendemen atau jumlah volume ebi yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan yang dijemur selama 1 (satu) hari. Photo 4.3. Penirisan dan Penjemuran Udang 5. Pengupasan Proses pengupasan dilakukan untuk memisahkan antara daging dengan kepala dan kulit kerasnya. Pengusaha ebi di beberapa daerah lain melakukan pengupasan kulit udang satu per satu dengan tangan. Pada wilayah kajian di Sungsang, proses pengupasan dilakukan dengan cara udang kering dimasukkan ke dalam karung, kemudian karung yang berisi udang kering dibanting atau dibenturkan ke landasan dari kayu atau ke dinding atau tembok. Proses ini dilakukan berulang kali sehingga diperkirakan kulit udang sudah terpisah dari dagingnya. 20 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

29 PENGOLAHAN EBI KERING Photo 4.4. Proses Pengupasan Daging dan Kulit Selanjutnya udang didalam karung dituangkan ke atas tampah, kemudian dilakukan penampian untuk memisahkan bagian kulit yang sudah terpisah, bubuk atau remahan daging udang dengan udang kering (ebi) yang masih utuh. Photo 4.5. Pemisahan Daging dan Kulit 21

30 ASPEK TEKNIS PRODUKSI Photo 4.6. Daging dan Kulit Udang 6. Packing / Pembungkusan Kemudahan para pengusaha ebi kering dalam memasarkan produk yaitu di lokasi kampung/desa setempat, sehingga ebi yang telah siap jual cukup dibungkus dengan plastik untuk dibawa ke tempat pedagang perantara. Photo 4.7. Ebi Siap Jual 22 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

31 PENGOLAHAN EBI KERING 4.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Jumlah ebi kering yang mampu diproduksi oleh pengusaha di Sungsang sangat tergantung kepada jumlah pasokan / hasil tangkapan nelayan dan kemampuan modal pengusaha. Setiap pengusaha memproduksi antara 100 kg 300 kg udang basah per hari, dengan rendeman 15%, dalam artian bahwa untuk setiap 100 kg udang basah akan menghasilkan 15 kg ebi kering (daging) siap jual. Mutu produk ebi ditentukan oleh (1) kadar air atau tingkat kekeringan ebi, (2) keutuhan daging, (3) kebersihan daging udang, dalam pengertian daging bersih dari kulit udang yang masih menempel, (4) adanya bahan asing dalam massa ebi, seperti adanya kulit udang, kepala udang, kotoran dan bahan asing lain. Menurut penuturan pengusaha, dalam proses transaksi tidak ada ketentuan persyaratan mutu secara kuantitatif, pembeli menilai mutu ebi hanya secara visual, atau diremas untuk menduga tingkat kekeringan ebi. Pada umumnya terdapat 2 jenis mutu produk, yaitu mutu I dan mutu II, yang didasarkan pemeriksaan secara subjektif/kualitatif terhadap tingkat kekeringan ebi, keutuhan dan kebersihan. Dari proses produksi yang ada, maka selain daging ebi kering yang menjadi produk utama juga dihasilkan hasil samping berupa kulit, kepala udang serta bubuk atau remahan daging udang yang dijual dengan harga ditempat Rp per kg. Produk samping ini di pasar Palembang dijual dengan harga sekitar Rp per kg, 4.8. Produksi Optimum. Tingkat produksi ditentukan oleh ketersedian bahan baku. Bahan baku ebi kering adalah udang krosok yang ketersediaannya sangat tergantung dari hasil tangkapan nelayan dan musim. Pada musim angin barat atau pada periode pasang air laut maka biasanya nelayan tidak melaut, sehingga pasokan bahan baku sedikit berkurang. Secara teknis berdasarkan skala usaha yang ada maka produksi optimum adalah 600 kg ebi per hari yang akan menghasilkan maksimal 90 kg. 23

32 ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.9. Kendala Produksi Faktor kritis dalam proses produksi ebi kering adalah ketersediaan dan kontinuitas bahan baku dimana bila terjadi pasang air laut dan musim angin barat dalam jangka yang panjang maka akan menurunkan kapasitas produksi. Dalam 1 tahun produksi terjadi sekitar 2 3 bulan periode paceklik pasokan bahan baku. Faktor kritis lain adalah proses pengeringan yang hanya mengandalkan sinar matahari. Pada periode musim hujan, kualitas ebi relatif lebih rendah dengan tingkat kekeringan yang kurang memenuhi syarat sehingga ebi mudah busuk dan tidak dapat disimpan lama. Di samping itu pada proses pengupasan kulit dengan cara digebug, menyebabkan semakin banyak daging udang yang patah atau adanya kulit udang yang masih menempel pada ebi. Keadaaan ini menyebabkan kualitas ebi yang dihasilkan rendah. 24 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

33 BAB V ASPEK KEUANGAN Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pengolahan ebi kering Pemilihan Pola Usaha Pola usaha yang dipilih adalah usaha pengolahan ebi kering dengan skala kecil atau rumah tangga, dengan teknologi penjemuran dan metode proses yang sederhana tanpa alat/mesin yang bersifat mekanis, sehingga tidak diperlukan biaya investasi yang besar. Pasokan bahan baku diperoleh dengan cara membeli udang merah atau udang krosok segar dari para nelayan secara langsung. Metode pembelian bahan baku secara langsung dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang baik dan segar Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan Untuk analisa kelayakan usaha ini diasumsikan bahwa awal produksi adalah pada bulan Agustus yang merupakan periode awal musim puncak produksi udang sebagai bahan baku ebi. Analisa kelayakan menggunakan asumsi mengenai parameter teknologi proses dan biaya, sebagaimana terangkum dalam Tabel 5.1. Asumsi ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha pengolahan ebi kering di Sungsang yang termasuk wilayah Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan pustaka. 25

34 ASPEK KEUANGAN Tabel 5.1. Asumsi untuk Analisis Keuangan No Asumsi Satuan Nilai / Jumlah 1 Periode proyek tahun 1 2 Bulan kerja tahun bulan 12 3 Hari kerja dalam sebulan hari 25 4 Output, Produksi dan Harga*): a. Rata-rata Produksi ebi per bulan Kg b. Rata-rata Produksi ebi kering per hari Kg 43 c. Rata-rata Harga penjualan ebi kering/kg Rp/kg d. Lama menunggu pendapatan hari 2 e. Hasil penjualan hari 2 f. Rendemen hasil % 5 Rata-rata kebutuhan Tenaga kerja per bulan*) orang 4 6 Penggunaan input dan harga*): a. Rata-rata input bahan baku udang perbulan Kg b. Rata-rata harga pembelian bahan baku udang perbulan Rp/kg 2,800 7 Suku Bunga per Tahun % 14% 8 Proporsi Modal : a. Kredit % 70% b. Modal Sendiri % 30% 9 Jangka waktu Kredit tahun 1 Keterangan: *) Perincian kebutuhan per bulan dapat dilihat pada Lampiran 3 Sesuai dengan fluktuasi pasokan bahan baku, jumlah bahan baku, produk, harga dan tenaga kerja bervariasi dari bulan ke bulan, dengan jumlah dan volume yang disajikan pada Lampiran 3. Usaha ini diasumsikan dilaksanakan oleh kelompok dengan rata-rata produksi ebi kering per bulan sebesar 1,078 kg dan penggunaan bahan baku rata-rata per bulan sebanyak 7,188 ton Penentuan usia proyek selama 1 tahun didasarkan atas pertimbangan bahwa proses produksi dan pemasaran produk dapat dilakukan secara rutin setiap hari sehingga dapat diperoleh perhitungan per bulan, dengan 12 bulan untuk satu kali proyek. 26 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

35 PENGOLAHAN EBI KERING 5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha pengolahan ebi kering dibedakan menjadi dua yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal kegiatan produksi yang meliputi peralatan produksi. Biaya operasional adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi Biaya Investasi Biaya investasi yang dibutuhkan pada tahap awal proses produksi ebi kering digunakan untuk penyediaan peralatan produksi dan peralatan lainnya sebesar , lahan dan bangunan Rp dengan total biaya investasi sebesar Rp Komponen terbesar adalah alat produksi (58,81%) yang terdiri dari tungku pemasakan, wadah perebusan, rak penjemuran, timbangan, ember dan tampah serta peralatan lainnya (Tabel 5.2). Dengan kegiatan usaha skala kecil/rumah tangga, maka kebutuhan lahan tempat usaha seluas 100 m 2 dengan areal bangunan tempat produksi seluas 25 m 2. Selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 2. Tabel 5.2. Komposisi Biaya Investasi (Rp) No Komponen Biaya Satuan Jumlah Fisik 1 Alat produksi dan Pengemas Umur Ekonomis (Th) Harga per Satuan Rp Jumlah Biaya Rp a.tungku pemasakan unit b. Wadah perebusan unit c. Rak alas Penjemuran unit d. Timbangan gantung unit e. Ember/Baskom unit f. Tampah unit Peralatan lainnya a. Papan nama unit b. Alat penjahit kemasan unit c. Peralatan alinnnya unit Rp 27

36 ASPEK KEUANGAN No Komponen Biaya Satuan Jumlah Fisik 3 Lahan dan Bangunan Umur Ekonomis (Th) Harga per Satuan Rp Jumlah Biaya Rp a. Bangunan M b. Lahan tempat usaha M Jumlah Biaya Operasional Biaya operasional dalam usaha pengolahan ebi kering meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Total biaya operasional rata-rata per bulan adalah Rp atau dalam satu tahun sebesar Rp dengan asumsi bahwa sejak bulan pertama usaha ini sudah dapat beroperasi secara penuh dengan kapasitas 100%. Biaya operasional per tahun terdiri dari biaya variabel Rp dan biaya tetap Rp Selengkapnya rincian kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 5.3. Komponen Biaya Operasional (Rp) No Komponen Biaya Rata2 Perbulan Pertahun 1 Biaya Tetap Biaya Variabel Jumlah Biaya Operasional Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Total kebutuhan biaya awal proyek untuk investasi adalah sebesar Rp , dan sebesar Rp diantaranya (70%) berasal dari kredit bank, dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun dan suku bunga 14% pertahun. Kebutuhan modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan rata-rata selama 7 hari kerja atau sebesar Rp Penetapan jangka waktu tersebut didasarkan atas 28 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

37 PENGOLAHAN EBI KERING perhitungan waktu proses pengolahan ebi sampai dengan ebi sudah terjual. Sebesar 70% dari kebutuhan modal kerja ini merupakan kredit dengan suku bunga 14%. Perincian kebutuhan proyek dan sumber pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Komponen dan Struktur Biaya Proyek No Komponen Biaya Proyek Persentase Total Biaya (Rp) 1 Biaya Investasi a. Kredit 70 % b. Modal Sendiri 30% Biaya Modal Kerja a. Kredit 70% b. Modal Sendiri 30% Total Biaya Proyek c. Kredit 70% d. Modal Sendiri 30% Kewajiban pengusaha dalam melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga dilakukan setiap bulan selama jangka waktu kredit. Perhitungan jumlah angsuran kredit perbulan selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 6 dan Produksi dan Pendapatan Berdasarkan kapasitas yang ada, produksi dari usaha pengolahan ebi kering per bulan rata-rata sebanyak kg ebi kering dan 359 kg produk sampingan berupa kulit udang dan remahan udang kering. Usaha ini diproyeksikan untuk dapat berproduksi secara optimal mulai bulan pertama hingga akhir tahun pertama (sesuai umur proyek). Dengan rata-rata harga jual ebi kering per bulan sebesar Rp per kg dan Rp per kg produk ikutannya, maka untuk satu bulan produksi diproyeksikan untuk memperoleh pendapatan sebesar Rp atau sebesar Rp per tahun Proyeksi produksi dan pendapatan usaha serta harga penjualan ditampilkan pada Tabel 5.5 dan Lampiran 5. 29

38 ASPEK KEUANGAN Tabel 5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan No Produk Rata2/ bln Unit Rata2 Harga Jual (Rp)/ bln Rata2 Nilai Penjualan per Bulan (Rp) Nilai Penjulan 1 Tahun (Rp) 1 Ebi kering Kg Kulit udang & remahan udang kering 359 Kg TOTAL Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Break Even Point Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan usaha pengolahan ebi kering telah menghasilkan laba (setelah pajak) pada rata-rata per bulan sebesar Rp dan total dalam 1 tahun sebesar Rp dengan nilai profit on sales rata-rata per bulan 22% dan 25% dalam kurun waktu satu tahun. (Tabel 5.6 dan Lampiran 8). Tabel 5.6. Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha No Uraian Rata2 per bulan (Rp) Jumlah per tahun (Rp) 1 Penerimaan Pengeluaran Laba/Rugi Sebelum Pajak Pajak (15%) Laba Setelah Pajak Profit on Sales (%) 22% 25% 7 BEP: Rupiah) % 20,3% 20,3% 30 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

39 PENGOLAHAN EBI KERING Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap biaya variabel dan total penerimaan, maka BEP usaha ini terjadi pada penjualan senilai rata-rata Rp per bulan dengan BEP total sebesar Rp atau 20,3% dari kemampuan produksi per bulan. Selengkapnya proyeksi rugi laba usaha ditampilkan pada Lampiran Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan ebi kering dan produk sampingannya per bulan selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, termasuk angsuran pokok, angsuran bunga dan pajak penghasilan. Evaluasi profitabilitas rencana usaha ebi kering skala kecil/rumah tangga dilakukan dengan menilai kriteria kelayakan usaha yaitu NPV, dan Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio). Usaha pengolahan ebi kering dengan menggunakan asumsi yang ada menghasilkan NPV sebesar Rp , dan Net B/C Ratio 3,52 kali. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha pengolahan ebi kering ini layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) selama 1,79 bulan atau 0,15 tahun. Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha pengolahan ebi kering selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 9. Tabel 5.7. Kelayakan Usaha Pengolahan Ebi Kering No Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan 1 NVP (14%) Rp > 0 2 Net B/C Ratio 3,52 > 1,00 3 Pay Back Period 1,79 bulan < 12 bulan 31

40 ASPEK KEUANGAN 5.8. Analisis Sensitivitas (a) Kenaikan Biaya Variabel Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel sebesar 28,7% dengan pendapatan tetap menyebabkan usaha ini masih dinilai layak, dengan NPV Rp , dan Net B/C 1,00 kali, dengan masa pengembalian modal selama 9,48 bulan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Lampiran 10. Tabel 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha : Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 28,7% No Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan 1 NVP (14%) Rp > 0 2 Net B/C Ratio 1,00 > 1,00 3 Pay Back Period 9,48 bulan < 12 bulan Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel sebesar 28,8% dengan pendapatan tetap menyebabkan usaha ini sudah tidak layak, dengan NPV (negatif) Rp dan Net B/C 0,99 kali. Dengan kata lain usaha ini masih tetap layak walaupun kenaikan biaya variabel mencapai kurang dari 28,8%. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan Lampiran 11. Tabel 5.9. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha : Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 28,8% No Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan 1 NVP (14%) - Rp > 0 2 Net B/C Ratio 0,99 > 1,00 3 Pay Back Period 9,55 bulan < 12 bulan 32 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

41 PENGOLAHAN EBI KERING (b) Penurunan Pendapatan Hasil analisis sensitivitas sebagai akibat penurunan pendapatan atau penurunan harga jual produk sebesar 18,2 % dengan biaya variabel tetap mengakibatkan usaha ini masih layak, dengan NPV Rp dan Net B/C 1,01 kali. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.10 dan Lampiran 12. Tabel Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 18,2% No Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan 1 NVP (14%) Rp > 0 2 Net B/C Ratio 1,01 > 1,00 3 Pay Back Period 9,84 bulan < 12 bulan Hasil analisis sensitivitas sebagai akibat penurunan pendapatan atau penurunan harga jual produk sebesar 18,3 % dengan biaya variabel tetap juga mengakibatkan usaha ini menjadi tidak layak, dengan NPV (negatif) Rp dan Net B/C 1,00 kali. Dengan kata lain jika terjadi penurunan harga jual produk atau penerimaan sebesar kurang dari 18,2%, usaha ini masih tetap layak. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.11 dan Lampiran 13. Tabel Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha : Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 18,3% No Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan 1 NVP (14%) - Rp < 0 2 Net B/C Ratio 1,00 =1,00 3 Pay Back Period 9,96 bulan < 12 bulan Berdasarkan analisa sensitivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha ini relatif sensitif terhadap penurunan harga jual produk dibandingkan dibandingkan dengan kenaikan biaya variabel, terutama kenaikan harga bahan baku udang segar. 33

42 ASPEK KEUANGAN (c) Sensitivitas Kombinasi Hasil analisis sensitivitas kombinasi berupa kenaikan biaya variabel dan diringi dengan penurunan pendapatan mengakibatkan usaha ini dianggap tidak layak apabila terjadi kenaikan biaya variabel lebih dan penurunan pendapatan masingmasing sebesar lebih dari 11%. Pada kondisi dimana biaya variabel naik 11% dan pendapatan turun 11%, usaha ini masih layak, dengan NPV Rp dan Net B/C 1,04 kali dan PBP 9,45 bulan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Lampiran 14. Tabel Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha : Skenario Kombinasi Kenaikan Biaya Vairabel Sebesar 11% dan Penurunan Pendapatan Sebesar 11% No Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan 1 NVP (14%) Rp > 0 2 Net B/C Ratio 1,04 > 1,00 3 Pay Back Period 9,45 bulan < 12 bulan 34 POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL

INDUSTRI KERUPUK UDANG

INDUSTRI KERUPUK UDANG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI KERUPUK UDANG BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PANCING RAWAI BANK INDONESIA

PANCING RAWAI BANK INDONESIA POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL PANCING RAWAI BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN

C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN C.3. AGROINDUSTRI TEPUNG CABE I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabe berasal dari Amerika Tengah dan saat ini merupakan komoditas penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Hampir semua rumah tangga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA

BOKS 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA 2 PENELITIAN POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA MIKRO KECIL INDUSTRI KECIL BATU BATA DI SULAWESI TENGGARA Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang

Lebih terperinci

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM

INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL INDUSTRI PAKAIAN JADI MUSLIM BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari 47 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari sampai dengan Februari 2011. 3.2 Bahan dan alat Bahan yang di

Lebih terperinci

PANCING ULUR BERUMPON

PANCING ULUR BERUMPON POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL PANCING ULUR BERUMPON BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian,

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Konvensional)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Konvensional) POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI TELUR ASIN (Pola Pembiayaan Konvensional) BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id

Lebih terperinci

BISNIS TELOR ASIN KHAS BREBES

BISNIS TELOR ASIN KHAS BREBES BISNIS TELOR ASIN KHAS BREBES TUGAS LINGKUNGAN BISNIS NAMA : SAEPULOH KELAS : S1 TI 2D N.I.M : 10.11.3793 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ring Road Utara Condong

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PENGOLAHAN ARANG TEMPURUNG BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id DAFTAR ISI 1. Pendahuluan.........

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR 4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN KERUPUK UDANG ATAU IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha pertanian. Indonesia juga sejak lama dikenal

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

BANDENG TANPA DURI BANK INDONESIA

BANDENG TANPA DURI BANK INDONESIA POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL BANDENG TANPA DURI BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin Karakteristik responden usaha pengolahan ikan asin memberikan gambaran mengenai responden atau pemilih usaha ikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang

Lebih terperinci

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA

NAMA : WIRO FANSURI PUTRA Peluang bisnis INDUSTRI SERAT SABUT KELAPA OLEH : NAMA : WIRO FANSURI PUTRA NIM : 11.12.6300 KELAS : 11-S1SI-13 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tahun 2011/2012 Industri Serat Sabut Kelapa PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN NILAI EKONOMIS PRODUKSI KRIPIK SINGKONG PETANI SINGKONG GAJAH KECAMATAN RANTAU PULUNG KUTAI TIMUR

ANALISIS BIAYA DAN NILAI EKONOMIS PRODUKSI KRIPIK SINGKONG PETANI SINGKONG GAJAH KECAMATAN RANTAU PULUNG KUTAI TIMUR ANALISIS BIAYA DAN NILAI EKONOMIS PRODUKSI KRIPIK SINGKONG PETANI SINGKONG GAJAH KECAMATAN RANTAU PULUNG KUTAI TIMUR Aris Tri Cahyono 1), Dyah Permana 2) 1), 2) Program Studi D3 Akuntansi Jurusan Akuntansi,

Lebih terperinci

BISNIS OLAHAN IKAN PARI DI PANTURA JAWA TENGAH

BISNIS OLAHAN IKAN PARI DI PANTURA JAWA TENGAH BISNIS OLAHAN IKAN PARI DI PANTURA JAWA TENGAH Rizky Muhartono dan Subhechanis Saptanto Peneliti pada Balai Besar Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Riset dan Sumberdaya Manusia KKP Gedung Balitbang

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. Hendrik 1) ABSTRAK

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. Hendrik 1) ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA Hendrik 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru Diterima : 25

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

T E M P E 1. PENDAHULUAN

T E M P E 1. PENDAHULUAN T E M P E 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan dapat mengunakan. Analisis finansial. Adapun kriteria kriteria penilaian investasi yang dapat digunakan yaitu

Lebih terperinci

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS Inflasi adalah kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES )

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES ) ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL TERHADAP PROFITABILITAS INDUSTRI RUMAH TANGGA ANEKA KUE KERING (STUDI KASUS: INDUSTRI RUMAH TANGGA ONI COOKIES ) Nama : Sonny Suryadi NPM : 36410653 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan Kerupuk merupakan salah satu makanan ringan yang banyak diburu para konsumen. Rasanya yang gurih dan teksturnya yang sangat renyah, menjadikan kerupuk sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kelurahan Semanan Kelurahan Semanan yang berada pada wilayah Kecamatan Kalideres, berbatasan langsung dengan Sungai Cisadane di sebelah utara, Kelurahan

Lebih terperinci

PERDAGANGAN SUKU CADANG MOBIL

PERDAGANGAN SUKU CADANG MOBIL POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL PERDAGANGAN SUKU CADANG MOBIL BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman

Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kekerasan Sumber keragaman db JK KT F hit F 0.05 F0.01 Perlakuan 3 13,23749 4,412497 48,60917 4,06618 7,590984 Linier 1 12,742 12,74204 140,3695 5,317645*

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable). 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bersama, kita kaya sekali akan berbagai macam buah dan sayur. Hampir di setiap daerah menghasilkan komoditas ini, bahkan di beberapa daerah mempunyai

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN,

RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN, RINGKASAN EKSEKUTIF ARIEF RAHMAN, Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Usaha Industri Sayur Beku Olahan Pada PT. Kemfarm Indonesia. Dibawah bimbingan DJONI TANOPRUWITO dan SRI HARTOYO. PT. Kemfarm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km 2, perairan ZEE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C.

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tempe merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Tempe merupakan salah satu produk olahan berbasis bioteknologi. Bioteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

DENDENG NILA BANK INDONESIA

DENDENG NILA BANK INDONESIA POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL DENDENG NILA BANK INDONESIA KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III INDUSTRI KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL

BAB III INDUSTRI KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL BAB III INDUSTRI KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL A. Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah di Desa Penanggulan Desa Penanggulan termasuk wilayah yang memiliki

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu Petunjuk Sitasi: Ardianwiliandri, R., Tantrika, C. F., & Arum, N. M. (2017). Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp.

Lebih terperinci

Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) INDUSTRI KECAP IKAN

Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) INDUSTRI KECAP IKAN Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) INDUSTRI KECAP IKAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI KECAP IKAN KATA PENGANTAR Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian di dalam pembangunan nasional sangat penting karena sektor ini mampu menyerap sumber daya yang paling besar dan memanfaatkan sumber daya yang

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. KERUPUK RUMPUT LAUT SERASI (Sehat dan Bernutrisi) BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. KERUPUK RUMPUT LAUT SERASI (Sehat dan Bernutrisi) BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN HALAMAN JUDUL PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM KERUPUK RUMPUT LAUT SERASI (Sehat dan Bernutrisi) BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN Diusulkan oleh : 1. Ruli Nurmala (1201413055) 2013

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu. Pengusaha olahan 46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usaha Pengolahan Pisang Di Kota Palu Usaha pengolahan pisang merupakan usaha pengolahan kedua terbanyak di Kota Palu setelah usaha pengolahan bawang goreng khas Palu.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

ANALISA KELAYAKAN USAHA PRODUKSI PERMEN JELLY KOLANG KALING DI LIMBANGAN KENDAL

ANALISA KELAYAKAN USAHA PRODUKSI PERMEN JELLY KOLANG KALING DI LIMBANGAN KENDAL Techno, ISSN 1410-8607 Volume 17 No. 1, April 2016 Hal. 028 032 ANALISA KELAYAKAN USAHA PRODUKSI PERMEN JELLY KOLANG KALING DI LIMBANGAN KENDAL ANALISA KELAYAKAN USAHA PRODUKSI PERMEN JELLY KOLANG KALING

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi minyak bumi, salah satunya dengan menerapkan teknologi Enhanched Oil Recovery (EOR) pada lapangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci