AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN."

Transkripsi

1 1 AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN Rustamaji DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 2 RINGKASAN RUSTAMAJI. C Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) selama Periode Kemunduran Mutu Ikan. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan ELLA SALAMAH. Salah satu penyebab terjadinya proses kemunduran mutu ikan adalah adanya aktivitas enzim terutama enzim proteolitik diantaranya enzim katepsin dan kolagenase. Katepsin merupakan enzim proteolitik yang terdapat pada jaringan tubuh ikan. Enzim ini sangat berperan dalam proses pelunakan tekstur daging ikan akibat degradasi protein miofibril sehingga turut mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Kolagenase secara umum didefinisikan sebagai enzim yang mampu mendegradasi ikatan polipeptida saat protein belum mengalami denaturasi. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) penentukan fase post mortem ikan secara organoleptik, (2) penentuan pola kemunduran mutu ikan, (3) ekstraksi enzim katepsin, dan (4) ekstraksi enzim kolagenase. Pengamatan dilakukan terhadap empat kelompok ikan, yaitu ikan bandeng P (tidak dipuasakan, penyimpanan suhu ruang), ikan bandeng Q (dipuasakan, penyimpanan suhu ruang), ikan bandeng R (tidak dipuasakan, penyimpanan suhu chilling), dan ikan bandeng S (dipuasakan, penyimpanan suhu chilling). Uji organoleptik dilakukan setiap satu jam selama 19 jam penyimpanan suhu ruang dan setiap 12 jam selama 540 jam (23 hari) penyimpanan suhu chilling. Uji TVB, TPC, ph, assay aktivitas enzim katepsin dan kolagenase serta konsentrasi protein enzim dilakukan pada fase pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan busuk. Kondisi pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan busuk pada penyimpanan suhu ruang (ikan P dan Q) selama 19 jam dengan interval waktu pengamatan satu jam terjadi berturut-turut pada jam penyimpanan ke-0, 10, 15 dan 19. Kondisi pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan busuk pada penyimpanan suhu chilling (ikan R dan S) selama 540 jam (23 hari) dengan interval waktu pengamatan 12 jam terjadi berturut-turut pada jam penyimpanan ke-0, 84, 300, dan 540. Berdasarkan hasil uji ragam (ANOVA α=0,05) diketahui bahwa perlakuan kombinasi kondisi ikan sebelum dipanen dan suhu penyimpanan dari masingmasing ikan P, Q, R, dan S memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai ph, TPC (Total Plate Count), TVB (Total Volatile Base), aktivitas enzim katepsin dan kolagenase pada tingkat kepercayaan 95 %. Hasil uji ragam (ANOVA α=0,05) dengan rancangan acak kelompok pada fase kemunduran mutu ikan (pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan busuk) menunjukkan bahwa dari masing-masing ikan P, Q, R, dan S memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai ph, TPC, TVB serta aktivitas enzim katepsin dan kolagenase pada tingkat kepercayaan 95 %. Analisis korelasi linier sederhana menunjukkan bahwa aktivitas enzim katepsin dan kolagenase memiliki hubungan yang sangat erat (r 0,7) secara linier dengan parameter kesegaran ikan kecuali pada nilai ph selama proses kemunduran mutu dari fase pre rigor hingga post rigor dan menjadi kurang erat setelah memasuki fase busuk. Namun aktivitas enzim kolagenase masih memiliki hubungan yang sangat erat (r 0,7) hingga fase busuk pada parameter nilai organoleptik dan TPC.

3 3 AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : Rustamaji C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 4 Judul Skripsi Nama NIM : Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) selama Periode Kemunduran Mutu Ikan : Rustamaji : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si. Dra. Ella Salamah, M.Si. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc NIP Tanggal Lulus :

5 5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) selama Periode Kemunduran Mutu Ikan adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Agustus 2009 Rustamaji C

6 6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) selama Periode Kemunduran Mutu Ikan. Penelitian ini berjalan atas pembiayaan dari program Hibah Bersaing 2008 atas nama Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si. Penyusunan skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada : 1. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Ibu Dra. Ella Salamah, M.Si selaku komisi pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 2. Ibu Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3. Bapak Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl. Biol dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan dan saran kepada penulis. 4. Ayah dan ibunda tercinta, atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan serta doanya selama ini. 5. Bapak Darmawan, atas dukungan moril dan materiil kepada penulis selama menjalani perkuliahan. 4. Seluruh staf dosen dan TU THP, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini. 5. Ibu Ema (Laboran THP), Pak Wahyu (FKH), serta mbak Martini dan Pak Arya (Biokimia) yang telah banyak membantu selama penelitian. 6. Tim seperjuangan : Kak Rijan, Kak Dede, Pak Kur, Nina, Irfan dan Jamal, terima kasih atas semua bantuan tenaga dan semangat selama melakukan penelitian.

7 7 7. Pak Oci beserta staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tangerang, terima kasih atas bantuannya selama pengambilan sampel penelitian. 8. Rekan-rekan THP 42 yang selalu memberi kesan indah setiap saat. 9. Kakak-kakak kelasku (THP 40 dan THP 41) dan adik-adik kelasku (THP 43 dan THP 44) atas semangat dan kebersamaannya. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2009 Rustamaji

8 8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Rustamaji. Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Agustus 1986 di Pati, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke-3 dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Yarman dan Ibu Kasiati. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1993 di SDN Manjang 02 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Jaken ( ). Penulis melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Rembang dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan penulis pernah aktif menjadi asisten beberapa mata kuliah, antara lain asisten mata kuliah Avertebrata Air (2007/2008), asisten Pendidikan Agama Islam (2007/2008), dan asisten Fisiologi, Formasi, dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan (2008/2009). Penulis pernah didanai oleh DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian tahun Penulis juga merupakan salah satu finalis Mahasiswa Berprestasi tahun 2008 Departemen THP FPIK IPB. Pada bulan Juli 2009 penulis melaksanakan praktek lapang di PT Misaja Mitra, Pati, Jawa Tengah dengan judul Teknik Sanitasi dan Higiene pada Unit Pembekuan Udang (Penaeus sp.) di PT Misaja Mitra, Pati, Jawa Tengah. Selama masa kuliah penulis memperoleh beasiswa dari beberapa sumber, diantaranya adalah Beasiswa Bank Mandiri, Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik, Beasiswa Mahasiswa Berprestasi PPSDMS Nurul Fikri, dan Beasiswa Women s International Club Jakarta. Penulis juga aktif berorganisasi baik intra kampus maupun ekstra kampus. Penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Ikatan Alumni Ikasabiq SMAN 1 Rembang (2005/2006), Kepala Divisi Profesi dan Keilmiahan Himasilkan FPIK IPB (2006/2007), Ketua Umum Ikatan Alumni Ikasabiq SMAN 1 Rembang (2006/2008), Kepala Dept. KP2K BEM FPIK IPB (2007/2008), Kepala Biro Kewirausahaan Yayasan FKP Foundation (2008), dan pada tahun 2008 penulis mendirikan sekaligus menjabat sebagai Direktur Ikasabiq Scholarship Program SMAN 1 Rembang yang merupakan

9 9 program beasiswa dari alumni bagi siswa-siswi berprestasi SMAN 1 Rembang. Pada awal tahun 2009 penulis bekerja sebagai management trainee di Lembaga Pendidikan Unggul College. Saat penyusunan skripsi ini, penulis menjabat sebagai Kepala Cabang Lembaga Pendidikan Unggul College Bogor. Penulis menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) selama Periode Kemunduran Mutu Ikan, dibawah bimbingan Dr. Tati Nurhyati, S.Pi, M.Si dan Dra. Ella Salamah, M.Si.

10 10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) Mutu Ikan Proses Kemunduran Mutu Ikan... 5 Hal Pre rigor Rigor mortis Post rigor Enzim Enzim katepsin Enzim kolagenase Peranan enzim katepsin dan kolagenase dalam kemunduran mutu METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Tahapan Penelitian Penentuan fase post mortem ikan secara organoleptik (BSN 2006) Penentuan pola kemunduran mutu ikan Ekstraksi enzim katepsin (Dinu et al. 2002) Ekstraksi enzim kolagenase (Moore dan Stein 1954 diacu dalam Kim et al. 2002) Analisis Uji organoleptik (BSN 2006) Uji nilai ph (Apriyantono et al. 1989) Uji TPC (Fardiaz 1987) Uji TVB (Apriyantono et al. 1989) Aktivitas enzim katepsin (Dinu et al. 2002) x xi xii

11 Aktivitas enzim kolagenase (Moore dan Stein 1954 diacu dalam Park et al. 2002) Pengukuran konsentrasi protein enzim (Breadford 1976) Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Fase Post Mortem Ikan Kemunduran Mutu Ikan Nilai organoleptik Nilai ph Nilai TPC Nilai TVB Aktivitas dan Konsentrasi Enzim Katepsin Aktivitas dan Konsentrasi Enzim Kolagenase Hubungan antara Aktivitas Enzim dan Parameter Kesegaran Ikan Hubungan antar Parameter Kesegaran Ikan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 57

12 12 DAFTAR TABEL No Teks Hal 1. Kandungan gizi ikan bandeng (Chanos chanos Forskall) Ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk Enzim proteolitik yang berhubungan dengan lisosom otot ikan Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml Aktivitas enzim katepsin B dan L daging Longissimus porcine selama penyimpanan suhu 4 0 C Koefisien korelasi linier sederhana aktivitas enzim dan parameter kesegaran ikan pada fase pre rigor hingga busuk pada ikan P, Q, R, dan S 45

13 13 DAFTAR GAMBAR No Teks Hal 1. Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos Forskall) Dasar perubahan setelah ikan mati Rata-rata nilai organoleptik ikan bandeng utuh P, Q, R, dan S Rata-rata nilai organoleptik daging ikan bandeng P, Q, R, dan S Rata-rata nilai ph ikan bandeng P, Q, R, dan S Rata-rata nilai log TPC ikan bandeng P, Q, R, dan S Rata-rata nilai TVB ikan bandeng P, Q, R, dan S Rata-rata aktivitas enzim katepsin Rata-rata konsentrasi protein enzim katepsin Rata-rata aktivitas enzim kolagenase Rata-rata konsentrasi protein enzim kolagenase Koefisien korelasi aktivitas enzim fase pre rigor hingga post rigor sampel P, Q, R, dan S Hubungan antara aktivitas enzim dan parameter kesegaran sampel P Hubungan antara aktivitas enzim dan parameter kesegaran sampel Q Hubungan antara aktivitas enzim dan parameter kesegaran sampel R Hubungan antara aktivitas enzim dan parameter kesegaran sampel S... 49

14 14 DAFTAR LAMPIRAN No 1. Diagram alir tahapan penelitian secara keseluruhan Format uji organoleptik ikan segar (SNI ) a. Bahan-bahan untuk ekstraksi enzim katepsin (Dinu et al. 2002) b. Diagram alir ekstraksi enzim katepsin a. Bahan-bahan untuk ekstraksi enzim kolagenase (Moore dan Stein 1954 diacu dalam Park et al. 2002) b. Diagram alir ekstraksi enzim kolagenase a. Diagram alir analisis nilai ph b. Diagram alir analisis nilai TPC c. Diagram alir analisis nilai TVB a. Bahan-bahan untuk pengukuran aktivitas enzim katepsin (Dinu et al. 2002) b. Prosedur pengukuran aktivitas enzim katepsin c. Bahan-bahan untuk pengukuran aktivitas enzim kolagenase (Moore dan Stein 1954 diacu dalam Park et al. 2002) d. Prosedur pengukuran aktivitas enzim kolagenase e. Diagram alir pengukuran konsentrasi protein enzim f. Kurva standar penentuan konsentrasi protein a. Hasil uji ragam ANOVA terhadap ph b. Hasil uji ragam ANOVA terhadap Log TPC c. Hasil uji ragam ANOVA terhadap TVB d. Hasil uji ragam ANOVA terhadap aktivitas enzim katepsin e. Hasil uji ragam ANOVA terhadap aktivitas enzim kolagenase Hasil pengujian tingkat kesegaran ikan bandeng pada penentuan pola kemunduran mutu Hasil pengujian aktivitas enzim selama kemunduran mutu Dokumentasi penelitian Hal

15 15 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 % dari potensi lestari. Potensi tersebut merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan jumlah produksi ikan baik pada perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Jumlah produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan dilaut dan di perairan umum pada tahun 2006 masing-masing sekitar ton dan ton. Produksi perikanan budidaya pada tahun 2006 mencapai ton yang didominasi oleh udang ton, rumput laut ton, ikan mas ton, bandeng ton, nila ton, lele ton, gurame ton, dan kerapu ton (BRKP 2007). Data tersebut menunjukkan bahwa produksi ikan bandeng menduduki urutan ke-4 setelah rumput laut, udang, dan ikan mas. Catatan Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa penawaran ikan bandeng nasional tahun 2002 mencapai sekitar ton dengan pertumbuhan penawaran rata-rata 3,82 % per tahun (BPS 2002). Namun yang menjadi kendala dalam penawaran ikan bandeng tersebut adalah masalah konsistensi mutu. Hal ini disebabkan ikan bandeng sebagaimana jenis ikan pada umumnya cepat mengalami pembusukan atau penurunan mutu. Penurunan mutu ikan terjadi segera setelah ikan ditangkap atau mati. Kecepatan penurunan mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, jenis ikan, ukuran ikan, kondisi lingkungan, perlakuan fisik, jumlah jasad renik, dan aktivitas enzim (Ridwansyah 2002). Salah satu jenis enzim yang berperan penting dalam proses kemunduran mutu ikan adalah enzim-enzim pengurai protein (enzim proteolitik) yang menguraikan protein menjadi pepton, polipeptida, dan asam-asam amino (Kreuzer 1965).

16 16 Diantara enzim proteolitik tersebut adalah enzim katepsin dan kolagenase. Katepsin merupakan enzim proteolitik yang terdapat pada jaringan tubuh ikan. Enzim ini sangat berperan dalam proses pelunakan tekstur daging ikan akibat degradasi protein miofibril sehingga turut mempercepat proses kemunduran mutu ikan (Jiang 2000). Enzim kolagenase secara umum didefinisikan sebagai enzim yang mampu mendegradasi ikatan polipeptida dari kolagen saat protein belum mengalami denaturasi (Kim et al. 2002). Aktivitas enzim ini sangat berpengaruh terhadap proses kemunduran mutu ikan (Siswanto dan Soedarto 2008). Oleh karena itu, perlu diketahui peranan aktivitas kedua enzim tersebut dalam proses kemunduran mutu sehingga dapat mengambil langkah yang tepat dalam penanganan dan pengolahan ikan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menentukan fase post mortem ikan bandeng selama penyimpanan suhu ruang dan chilling. (2) Menentukan pola kemunduran mutu ikan bandeng selama penyimpanan suhu ruang dan chilling berdasarkan analisis tingkat kesegaran ikan. (3) Menentukan aktivitas enzim katepsin dan kolagenase ikan bandeng serta korelasinya terhadap parameter kesegaran ikan.

17 17 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos-chanos) Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu mentolelir salinitas perairan yang luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, ph, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi 1997). Menurut Bagarinao (1994) ikan bandeng memiliki hubungan yang erat dengan ikan-ikan yang hidup di air tawar. Ikan bandeng diduga berasal dari wilayah Eropa dan Amerika Utara dan melakukan migrasi ke wilayah laut tropis. Saat ini ikan bandeng lebih banyak ditemukan pada daerah tropis. Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Malacopterigii Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos-chanos Gambar 1. Morfologi ikan bandeng (Chanos-chanos) Sumber : Ikan bandeng mempunyai badan yang memanjang seperti terpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng tergolong sebagai perenang cepat. Kepala ikan bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, lubang hidung terletak di depan mata. Mata diliputi

18 18 oleh selaput bening (subcutaneus). Warna badan putih keperak-perakan dan punggung biru kehitaman (Ghufron dan Kardi 1997). Di Indonesia, ikan bandeng dapat dengan mudah ditemukan di daerah Sumatra Selatan, Borneo, Jawa, dan Sulawesi. Ikan bandeng mempunyai komposisi zat gizi yang cukup tinggi. Kandungan masing-masing zat gizi ikan bandeng disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi ikan bandeng (Chanos chanos Forskall) Kandungan zat gizi per Jumlah Satuan 100 g BDD Energi 129 Kkal Protein 20,0 Gram Lemak 4,8 Gram Karbohidrat 0,0 Gram Sumber : BRKP (2007) 2.2 Mutu Ikan Dibidang pasca panen kualitas ikan merupakan bahan pertimbangan bagi orang yang mengkonsumsi atau membeli ikan. Dengan batasan tersebut, faktor pembatas kualitas dapat mencakup nilai gizi atau nutrisi, tingkat kesegaran, kerusakan selama transportasi, penanganan, pengolahan, penyimpanan, distribusi, dan pemasaran serta hal-hal lain seperti bahaya terhadap kesehatan dan kepuasan untuk mengkonsumsinya (BPTP 2009). Kesegaran bisa dicapai bila dalam penanganan ikan berlangsung dengan baik. Ikan yang masih segar berarti belum mengalami perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologi, maupun fisikawi yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada daging ikan (Irawan 1995). Adapun ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk dapat dilihat pada Tabel 2.

19 19 Tabel 2. Ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk No Bagian Ikan segar Ikan busuk 1. Mata Cerah, bening, cembung, menonjol Pudar, berkerut, tenggelam, cekung 2. Insang Merah, berbau segar, tertutup, lendir bening Coklat/kelabu, berbau asam, tertutup lendir keruh 3. Warna Terang, lendir bening Pudar, lendir kabur 4. Bau Segar seperti Asam busuk bau air laut 5. Daging Kenyal, bila ditekan bekasnya segera kembali 6. Sisik Menempel kuat pada kulit 7. Dinding Elastis perut Warna merah, terutama di sekitar tulang punggung Mudah lepas Menggelembung/ pecah/isi perut keluar 8. Ikan utuh Tenggelam dalam air Terapung Sumber : Dwiari et al. (2008) 2.3 Proses Kemunduran Mutu Ikan Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan tersebut dapat terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan oksidasi (Junianto 2003). Dasar perubahan yang terjadi setelah kematian ikan disajikan secara ringkas dalam Gambar 2. Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri (Yunizal dan Wibowo 1998).

20 20 Ikan mati Kerja fagosit terhenti Aliran darah terhenti Pemasukan oksigen terhenti Oksidasi-reduksi potensial terhenti Respirasi terhenti Glikogen -/->CO2 Mulai glikolisa Glikogen -> Asam laktat ATP dan kreatin fosfat turun ph turun Rigor mortis Denaturasi Katepsin bebas dan mulai protein aktif Akumulasi Pemucatan Pemecahan protein Pertumbuhan metabolit bakteri prekursor cita rasa Gambar 2. Dasar perubahan setelah ikan mati Sumber : Tranggono dan Sutardi (1990) diacu dalam Ridwansyah (2002) Ikan yang berpenyakit seringkali berada dalam kondisi stres dan kurang dapat menahan serangan bakteri baik internal maupun eksternal. Ikan yang sedang mengalami pemijahan banyak menggunakan energi untuk proses reproduksi, menyebabkan otot tidak sekenyal biasanya dan bila dibekukan akan terjadi

21 21 pengeluaran air berlebihan (drip loss). Adapun ikan yang kelelahan (karena menggelepar) banyak menggunakan energi sehingga proses rigor mortis berlangsung cepat. Bila penanganan ikan dilakukan saat ikan masih mengalami rigor mortis, maka akan terjadi kerusakan otot, yang akan semakin nyata bila ikan difillet (BPTP 2009). Fillet ikan sebaiknya dilakukan pada saat ikan memasuki fase pre rigor. Penelitian Park et al. (1990) menunjukkan bahwa ikan yang di fillet saat fase pre rigor masih memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada fase rigor mortis dan post rigor Pre rigor Perubahan pre rigor merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003). Lendir-lendir yang terlepas tersebut membentuk lapisan bening yang tebal disekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh dapat banyak hingga mencapai 1-2,5 % dari berat tubuhnya (Murniyati dan Sunarman 2000) Rigor mortis Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim (Dwiari et al. 2008). Rigor mortis terjadi pada saat-saat siklus kontraksi relaksasi antara miosin dan aktin didalam miofibril terhenti dan terbentuknya aktomiosin yang permanen. Rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan. Selain dapat memperlambat pembusukan oleh mikroba juga dikenal oleh konsumen sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan sangat segar (Eskin 1990). Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro mol/gram dan ph mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan penurunan kelenturan otot. Penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan

22 22 semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis sempurna (Dwiari et al. 2008). Pada fase rigor mortis ph tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari mula-mula ph 6,9-7,2. Tinggi rendahnya ph awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigor mortis berakhir dan proses pembusukan berlangsung maka ph daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini ph ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyak senyawa yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan ph ikan (Junianto 2003). Kenaikan nilai ph tergantung pada lama penyimpanan. Kenaikan nilai ph selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu panas, komposisi garam, kondisi fisiologis, kandungan protein dan aktivitas enzim (Taskaya et al. 2003). Nilai ph daging ikan bandeng yang disimpan pada suhu 10 0 C selama 6 jam adalah sebesar 5,60-5,78 dan 5,64-5,89 pada bagian kulitnya (Azanza et al. 2001) Post rigor Fase post rigor merupakan permulaan dari proses pembusukan yang meliputi autolisis dan pembusukan oleh bakteri. Autolisis merupakan proses terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat dari aktivitas enzim dalam tubuh ikan (FAO 1995). Proses autolisis ditandai dengan melemasnya daging ikan. Lembeknya daging ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Dwiari et al. 2008). Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya ph. Mula-mula protein dipecah menjadi molekul-molekul makro yang menyebabkan peningkatan dehidrasi protein dan molekul-molekulnya pecah menjadi protease, lalu pecah menjadi pepton, polipeptida, dan akhirnya menjadi asam amino. Selain itu dihasilkan pula sejumlah kecil pirimidin dan purin basa yang dibebaskan pada waktu asam nukleat memecah. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak

23 23 menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Murniyati dan Sunarman 2000). Pemecahan penyusun jaringan ikan juga akan berakibat pada penurunan sifat organoleptik seperti bau, rasa, tekstur, dan kadang-kadang warna (BPTP 2009). Pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri tidak akan terjadi sebelum masa rigor mortis berakhir. Pada akhir fase rigor saat hasil penguraian makin banyak, kegiatan bakteri pembusuk mulai meningkat. Bila fase rigor telah lewat (badan ikan mulai melunak) maka kecepatan pembusukan akan meningkat (Moeljanto 1992). Bakteri yang semula hanya berada di insang, isi perut, dan kulit ikan mulai masuk ke otot dan memecahkan senyawa-senyawa sumber energi seperti protein, karbohidrat, dan lemak menjadi senyawa-senyawa busuk berupa indol, skatol, merkaptan, amonia, asam sulfida, dan lain-lain (BPTP 2009). Jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Bakteri yang umum ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas, Alcaligenes, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Serratia, dan Bacillus. Pada ikan air tawar juga terdapat jenis bakteri Aeromonas, Lactobacillus, Bevibacterium, dan Streptococcus (Junianto 2003). Jumlah bakteri ikan bandeng yang disimpan selama 6 jam pada suhu 12 0 C adalah antara 2,30-5,78 log cfu/g (Azanza et al. 2001). Menurut Hidayati (2005) berbagai kondisi suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap kandungan protein dan total koloni ikan bandeng. Adapun kerusakan kimiawi yang sering kali terjadi adalah proses oksidasi lemak yang mengakibatkan rasa pahit dan bau tengik serta perubahan warna (BPTP 2009). Proses oksidasi lemak menghasilkan sejumlah substansi yang dapat menyebabkan timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ini dipercepat dengan adanya logam-logam berat, enzim-enzim lipooksidase, cahaya, dan panas. Senyawa hasil pemecahan hidroperoksida merupakan produk sekunder yang sebagian besar berupa aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat, dan alkana yang menyebabkan timbulnya diskolorisasi atau bau tengik pada ikan (FAO 1995).

24 Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Unit ini bekerja dengan urutan yang teratur. Enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang mengurai molekul nutrisi, reaksi yang menyimpan, dan mengubah energi kimiawi dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana (Lehninger 1993). Enzim bersifat sangat aktif. Pada reaksi-reaksi tertentu hanya diperlukan beberapa molekul enzim saja untuk mengkatalisis sejumlah substrat. Hal ini dimungkinkan karena protein enzim dapat direaksikan secara berulang-ulang. Kerja enzim dimulai saat molekul enzim berikatan dengan substrat, kemudian mengubahnya menjadi produk dalam waktu yang singkat. Enzim yang telah bebas dapat dipakai untuk mengikat molekul substrat lainnya (Suhartono 1989) Enzim katepsin Katepsin merupakan salah satu enzim proteolitik yang ditemukan pada jaringan hewan termasuk ikan yang dapat menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Katepsin banyak ditemukan dalam jaringan otot ikan. Pada jaringan otot ikan, katepsin dan enzim penghidrolisis lainnya ditempatkan dalam organel sub selluler atau disebut lisosom dan dibagi dalam dua tempat, yakni pada serabut otot dan matriks ekstraselluler (Shahidi dan Botta 1994). Matriks ekstraselluler terdiri dari protein fibrin, protein adesif serta gel proteoglikan. Matriks ekstraselluler berfungsi mendukung motilitas sel dan mengatur proliferasi sel (Revianti dan Parisihni 2009). Sejumlah enzim dalam lisosom mampu mengkatalisis protein jaringan. Beberapa enzim lisosom yang telah dicatat pada jaringan ikan adalah katepsin A, B, C, D, serta protein asam, netral, dan alkali (Cowey dan Walton 1988 diacu dalam Affandi dan Tang 2002). Enzim katepsin yang terdapat pada lisosom dapat dilihat pada Tabel 3.

25 25 Tabel 3. Enzim proteolitik yang berhubungan dengan lisosom otot ikan Enzim Famili Aktivitas Asal enzim ph optimum Kemampuan degradasi Katepsin B sistein endopeptidase otot dari berbagai - miosin dan miofibril spesies ikan Katepsin H sistein endopeptidase otot ikan 7 miosin salmon Katepsin J sistein endopeptidase Katepsil L sistein endopeptidase otot ikan salmon dan mackerel Dipeptidil peptidase (Katepsin C) sistein eksopeptidase otot berbagai - miosin dan miofibril - - spesies ikan sistein eksopeptidase Dipeptidil peptidase II Katepsin D aspartat eksopeptidase otot berbagai γ-glutamil karboksipeptidase Karboksipeptidase A (Katepsin A dan I) 3,5 aktin dan miosin spesies ikan aspartat endopeptidase serin eksopeptidase otot dari berbagai spesies ikan Katepsin S sistein eksopeptidase otot mackerel - - Sumber : Goll et al. (1989) diacu dalam Shahidi dan Botta (1994) Enzim kolagenase Enzim kolagenase mampu mendegradasi protein dibawah kondisi fisiologis. Enzim ini berasal dari bakteri maupun dari jaringan. Enzim kolagenase dapat diproduksi oleh beberapa tipe sel yang terdapat pada periodontium, epithelium dalam, fibroblast, leukosit, makropag, dan sel tulang (Golub et al. 1976). Kolagenase secara umum didefinisikan sebagai enzim yang mampu mendegradasi ikatan polipeptida. Enzim ini dibagi menjadi dua tipe yang berbeda berdasarkan pada fungsi fisiologisnya. Serin kolagenase terlibat dalam produksi hormon dan farmakologi. Fungsi tersebut meliputi pencernaan protein, penggumpalan darah, fibrinolisis, aktivasi kompleks, dan fertilisasi (Neurath 1984; Bond and Van Mart 1987 diacu dalam Park et al. 2002). Enzim ini

26 26 secara luas juga digunakan dalam industri kimia, industri obat, makanan, dan eksperimen biologi molekuler. Tipe kedua adalah metallokolagenase terdiri dari zinc yang mengandung enzim yang membutuhkan kalsium untuk kestabilan (Strieklin et al diacu dalam Park et al. 2002). Selain itu metallokolagenase termasuk dalam enzim ekstraselluler dengan berat molekul yang bervariasi dari 30 hingga 150 kda. Jenis enzim ini telah banyak dipelajari dari berbagai jaringan mamalia (Sellers dan Murphy 1981; Harris dan Vater 1982 diacu dalam Paark et al. 2002). Enzim kolagenase mempunyai aktivitas maksimum pada ph 7,4 sampai 8,0 (Iijima et al. 1983) Peranan enzim katepsin dan kolagenase dalam kemunduran mutu ikan Enzim proteolitik mempunyai peran dalam mengontrol berbagai proses biologis dalam tubuh (Almeida et al. 2001). Peningkatan panas yang semakin tinggi sampai batas tertentu akan meningkatkan aktivitas enzim dalam hidrolisis protein (Siswanto dan Soedarto 2008). Proses penguraian protein terjadi akibat adanya penurunan ph jaringan otot karena terbentuknya asam laktat. Nilai ph yang rendah dengan bantuan ATP akan menyebabkan aktin dan miosin bergabung membentuk aktomiosin yang relatif mudah mengalami penguraian. Hal ini menyebabkan terjadinya peristiwa rigor mortis (kekakuan). Selain itu proses penguraian protein ini akan menyebabkan protein miofibril dan sarkoplasma terbongkar atau terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino bebas yang akan mempengaruhi cita rasa dan akumulasi metabolit (Kreuzer 1965). Proses penguraian jaringan secara enzimatis (autolisis) berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati dengan mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang berperan dalam proses ini, antara lain katepsin, enzim tripsin, kemotripsin, dan pepsin (dalam organ pencernaan) serta enzim dari mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan (Moeljanto 1992). Katepsin berperan penting dalam proses kemunduran mutu ikan selama masa post mortem. Ketika ikan mati (fase pre rigor), maka kondisi menjadi anaerob dan ATP terurai oleh enzim yang terdapat dalam tubuh ikan dengan melepaskan energi. Proses ini kemudian diikuti dengan peristiwa glikolisis yang menguraikan glikogen menjadi asam laktat. Pembentukan asam laktat menyebabkan terjadinya penurunan ph dan jaringan otot tidak mampu

27 27 mempertahankan fleksibilitasnya (kekenyalannya). Kondisi inilah yang dikenal dengan rigor mortis. Nilai ph yang semakin menurun mengakibatkan katepsin yang terdapat dalam jaringan otot menjadi aktif (Afrianto dan Liviawaty 1989). Pembebasan dan pengaktifan katepsin selanjutnya akan menyebabkan terjadinya penguraian protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hal ini menimbulkan terjadinya akumulasi metabolit dan pembentukan senyawa-senyawa basa volatil yang berakibat terhadap kenaikan ph dan peningkatan jumlah bakteri karena senyawa-senyawa basa tersebut merupakan media yang sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri terutama golongan bakteri pembusuk (Lawrie 1985). Peranan katepsin dalam proses kemunduran mutu ikan secara nyata terlihat dari perubahan kondisi fisik dan perubahan cita rasa ikan. Aktivitas katepsin sangat berpengaruh terhadap tekstur daging ikan karena katepsin dapat menurunkan fleksibilitas (kekenyalan) sehingga daging ikan menjadi tidak elastis dan jaringan daging ikan melunak (Haard dan Simpson 2000). Enzim kolagenase dan beberapa subfamili metalloproteinase mampu memecah triple helical dari kolagen yang akhirnya mendegradasi kolagen yang menghasilkan hidrolisis asam amino glisin dan leusin dari rantai α molekul kolagen. Serin kolagenase dan sistein akan mendegradasi bagian lain dari kolagen yang tidak memiliki struktur helic (Saito et al. 2000)..

28 28 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2008 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu Fakultas Kedoteran Hewan, dan Laboratorium Penelitian I, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama ikan bandeng dengan ukuran gr/ekor. Ikan bandeng yang digunakan diberi empat perlakuan, yaitu ikan bandeng yang tidak dipuasakan sebelum dipanen dan disimpan pada suhu ruang (sampel P), ikan bandeng yang dipuasakan dan disimpan pada suhu ruang (sampel Q), ikan bandeng yang tidak dipuasakan sebelum dipanen dan disimpan pada suhu chilling (sampel R), dan ikan bandeng yang dipuasakan sebelum dipanen dan disimpan pada suhu chilling (sampel S). Bahan-bahan untuk analisis nilai ph (larutan buffer standar ph 7 dan 4, akuades), analisis TPC (larutan garam 0,85 % steril, nutrient agar), analisis TVB (H 3 BO 3, K 2 CO 3, TCA 7 %, HCl 0,032 N), ekstraksi enzim katepsin (buffer tris-hcl ph 7,4), assay aktivitas katepsin (buffer tris-hcl ph 7,4; hemoglobin, HCl 1 N, TCA 5 %, pereaksi folin, tirosin), pembuatan kolagen (kulit ikan bandeng dan asam asetat), ekstraksi enzim kolagenase (buffer tris-hcl (ph 8,0) yang terdiri dari 0,25 % Triton-X 100 dan 10 mm CaCl 2 ), assay aktivitas kolagenase (tris-hcl ph 7,5 yang mengandung 5 mm CaCl 2, TCA 50 % ninhidrin, 50 % 1-propanol), pengukuran konsentrasi protein (bovine serum albumin, coomassie blue G-250, etanol 95 %, asam fosfat 85 % (w/v)). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain inkubator, oven, sentrifuse suhu dingin, spektrofotometer, mikro pipet, timbangan analitik, homogenizer, magnetic stirrer, hot plate, pipet volumetrik, bulb, pipet tetes, tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, ph meter, kapas, tissue, aluminium foil,

29 29 bunsen, jarum ose, beaker glass, dan peralatan gelas lainnya serta peralatan uji organoleptik. 3.3 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) penentukan fase post mortem ikan secara organoleptik, (2) penentuan pola kemunduran mutu ikan, (3) ekstraksi enzim katepsin, dan (4) ekstraksi enzim kolagenase (Lampiran 1) Penentuan fase post mortem ikan secara organoleptik (BSN 2006) Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui waktu terjadinya fase post mortem ikan, meliputi pre rigor, rigor mortis, post rigor, dan busuk. Pada tahap ini dilakukan penyimpanan pada suhu ruang ( C) dan suhu chiling (1 0 C). Penyimpanan pada suhu ruang dilakukan selama 19 jam dengan interval waktu pengamatan satu jam, sedangkan pada suhu chilling penyimpanan dilakukan selama 540 jam (23 hari) dengan interval waktu pengamatan 12 jam. Pengamatan dilakukan secara organoleptik menggunakan scoresheet berdasarkan SNI (Lampiran 2) Penentuan pola kemunduran mutu ikan Penentuan pola kemunduran mutu ikan bertujuan untuk mengetahui pola kemunduran ikan P, Q, R, dan S berdasarkan analisis tingkat kesegaran ikan pada setiap tahap post mortem. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap sampel ikan berdasarkan waktu yang diperoleh dari hasil penentuan fase post mortem pada penelitian tahap 1. Analisis yang dilakukan pada setiap pengamatan meliputi uji organoleptik menggunakan score sheet berdasarkan SNI (BSN 2006), uji nilai ph, uji TPC, dan uji TVB Ekstraksi enzim katepsin (Dinu et al. 2002) Penelitian tahap ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kasar enzim katepsin yang siap digunakan dalam pengujian selanjutnya. Ekstraksi katepsin dilakukan pada sampel P, Q, R, dan S pada setiap tahap kemunduran mutu ikan. Proses ektraksi enzim katepsin dilakukan dengan metode Dinu et al (Lampiran 3a dan 3b).

30 30 Tahap pertama dilakukan preparasi sampel untuk memperoleh ekstrak kasar protease dengan cara ikan dimatikan, kemudian bagian daging ikan diambil dengan cepat. Daging ikan disuspensikan dalam akuades dengan perbandingan daging dan akuades sebesar 1:5, lalu dihomogenisasikan pada suhu C. Ekstrak daging hasil homogenisasi ini disentrifuse pada rpm selama 10 menit dan supernatan yang diperoleh kemudian disentrifuse lagi pada rpm selama 10 menit. Pellet yang dihasilkan dari sentrifugasi ini kemudian dilarutkan dalam 0,1 M buffer tris HCl 7,4 dengan jumlah yang sama seperti jumlah akuades tadi dan disentrifuse pada rpm selama 10 menit. Supernatan (ekstrak kasar enzim) yang diperoleh merupakan protein utama dari mitokondria dan lisosom yang siap untuk diteliti aktivitasnya lebih lanjut Ekstraksi enzim kolagenase (Moore dan Stein 1954 diacu dalam Kim et al. 2002) Penelitian tahap ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kasar enzim kolagenase yang siap digunakan dalam pengujian selanjutnya. Ekstraksi kolagenase dilakukan pada sampel P, Q, R, dan S pada setiap tahap kemunduran mutu. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara mencuci daging ikan bandeng dengan air dingin dan ditambahkan dengan 100 mm buffer Tris-HCl (ph 8,0) (Lampiran 4a dan 4b), dengan perbandingan bahan baku:larutan buffer 1:5, kemudian dihomogenkan dengan homogenizer. Selanjutnya daging yang telah homogen tersebut, disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 20 menit. Setelah itu, pelet yang telah dihasilkan disentrifugasi kembali dengan kecepatan rpm selama 20 menit menggunakan larutan buffer yang sama. Perbandingan antara bahan baku:larutan buffer sebesar 1:3. Selanjutnya supernatan yang dihasilkan ditambahkan dengan 20 mm Tris-HCl (ph 8,0) yang mengandung 0,36 mm CaCl 2 dan didiamkan pada suhu rendah (± 4 0 C) selama 48 jam. Larutan yang dihasilkan merupakan ekstrak kasar kolagenase yang akan digunakan untuk pengujian selanjutnya.

31 Analisis Sampel daging ikan bandeng pada setiap tahap post mertem dilakukan analisis yang meliputi analisis tingkat kesegaran ikan (penilaian organoleptik, penentuan nilai ph, penghitungan jumlah total bakteri dengan metode TPC, penghitungan TVB), uji aktivitas katepsin, uji aktivitas kolagenase, dan pengukuran konsentrasi protein enzim Uji organoleptik (BSN 2006) Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah dengan score sheet berdasarkan SNI (BSN 2006). Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subjektif menggunakan indra yang ditujukan pada mata, insang, lendir permukaan, badan, daging, bau, dan tekstur. Pada uji organoleptik ini ada beberapa syarat yang harus disepakati oleh panelis, antara lain tertarik dan terampil serta konsisten dalam mengambil keputusan, siap sedia pada saat dibutuhkan dalam pengujian, tidak menolak contoh yang akan di uji, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT dan tidak buta warna, serta jumlah panelis minimum untuk satu kali pengujian adalah 15 orang (semi terlatih). Dari data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis kesegaran ikan dengan kriteria sebagai berikut (SNI ) : Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9 Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 5-6 Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara Uji nilai ph (Apriyantono et al. 1989) Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph meter dengan cara dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 10 gram daging ikan dihancurkan dan dihomogenkan dengan 90 ml air destilata. Kemudian daging homogen tersebut diukur dengan ph meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar ph 4 dan 7 (Lampiran 5a) Uji TPC (Fardiaz 1987) Prinsip kerja analisis TPC adalah penghitungan jumlah bakteri yang ada di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai kebutuhan dan dilakukan

32 32 secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 gram sampel yang telah dihancurkan yang diambil dari bagian punggung ikan, lalu dimasukkan ke dalam botol yang berisi 90 ml larutan garam 0,85 % steril, kemudian dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 30 0 C selama 48 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara koloni (Lampiran 5b) Uji TVB (Apriyantono et al. 1989) Penetapan ini bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawasenyawa basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein. Prinsip dari analisis TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil (amin, mono-, di-, dan trimetilamin). Senyawa tersebut kemudian diikat oleh asam borat dan kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menimbang 15 gram sampel yang diambil dari daging ikan, kemudian ditambahkan 45 ml TCA 7 % dan dihomogenkan selama satu menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel maka dilakukan uji TVB dengan cara memasukkan 1 ml H 3 BO 3 ke dalam inner chamber cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. Dengan memakai pipet 1 ml yang lain, filtrat dimasukkan ke dalam outer chamber disebelah kiri. Kemudian 1 ml larutan K 2 CO 3 jenuh

33 33 ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K 2 CO 3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup dengan diolesi vaselin pada pinggir cawan agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur. Disamping itu dikerjakan blanko dengan prosedur yang sama tetapi filtrat diganti dengan TCA 7 %. Kemudian kedua cawan conway tersebut diinkubasi selam 24 jam pada suhu 37 0 C. Setelah diinkubasi, larutan asam borat dalam inner chamber cawan conway yang berisi blanko dititrasi dengan larutan HCl 0,032 N dan cawan digoyang-goyangkan sampai larutan asam borat berubah warna menjadi merah muda. Selanjutnya cawan conway yang berisi sampel juga dititrasi dengan larutan HCl 0,032 N yang sama dengan blanko (Lampiran 5c). Kadar TVB dapat dihitung dengan rumus : %N (mg N/100g) = (j i) x N HCl x 100 x fp x 14 mg N/100 g g contoh 1 Keterangan : j : ml titrasi sampel fp : faktor pengenceran i : ml titrasi blanko N : normalitas HCl (0,032 N) Aktivitas enzim katepsin (Dinu et al. 2002) Aktivitas proteolitik dari katepsin diuji menggunakan hemoglobin terdenaturasi asam sebagai substratnya (Lampiran 6a dan 6b). Sebanyak 8 % hemoglobin dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:3. Kemudian ph dibuat menjadi 2,0 dengan HCl 1 N dan konsentrasi akhir hemoglobin dibuat sebesar 2 % dengan akuades. Selanjutnya 1 ml dari larutan substrat diinkubasi dengan 0,2 ml TCA 5 %. Campuran disaring dan hasil reaksi yang dapat larut ditambah dengan 1 ml pereaksi folin serta diukur absorbansinya pada 750 nm. Selain itu dilakukan pula pengukuran untuk larutan blanko dan larutan standar dengan prosedur yang sama seperti larutan sampel, hanya untuk larutan blanko dan larutan standar enzimnya digantikan dengan akuades dan tirosin. Aktivitas enzim katepsin dapat dihitung dengan rumus berikut : UA Asp Ast Abl Abl xpx 1 T

34 34 Dimana : UA : Jumlah enzim yang menyebabkan perubahan 1 μmol substrat per menit Asp : Nilai absorbansi sampel Abl : Nilai absorbansi blanko Ast : Nilai absorbansi standar P : Faktor pengenceran (5) T : Waktu inkubasi (10 menit) Aktivitas enzim Kolagenase (Moore dan Stein 1954 diacu dalam Park et al. 2002) Aktivitas enzim kolagenase dapat diukur dengan metode Moore dan Stein (1954) yang telah dimodifikasi dengan cara mereaksikan 5 ml kolagen dengan 1 ml 0,05 M Tris-HCl (ph 7,5) yang mengandung 5 mm CaCl 2 dan 0,1 ml larutan enzim diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 1 jam (Lampiran 6c dan 6d). Reaksi dihentikan dengan penambahan 0,2 ml 50 % TCA. Setelah 10 menit pada suhu ruang, disaring dengan kertas saring. Supernatan (0,2 ml) dicampur dengan 1,0 ml larutan ninhidrin dan diinkubasi pada suhu C selama 20 menit. Kemudian didinginkan pada suhu kamar. Campuran tersebut diencerkan dengan 5 ml 50 % 1-propanol untuk pengukuran absorbansi dengan panjang gelombang 570 nm. Larutan buffer (0,05 M Tris-HCl ph 7,5) yang mengandung 5 mm CaCl 2 digunakan sebagai pengganti larutan enzim sebagai larutan kontrol dan larutan tirosin digunakan sebagai larutan standar enzim kolagenase. Aktivitas enzim kolagenase dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : UA Asp Ast Abl Abl xpx 1 T Dimana : UA = Jumlah enzim yang menyebabkan perubahan 1 μmol substrat per menit Asp = Nilai absorbansi sampel Abl = Nilai absorbansi blanko Ast = Nilai absorbansi standar P = Faktor pengencer (5) T = Waktu inkubasi (10 menit)

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN.

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN. 1 AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE DARI DAGING IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskall) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU IKAN Rustamaji DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Pelaksanaan Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Pelaksanaan Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokiomia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April 2009 sampai Bulan September 2009 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Suhu Optimum Ekstraksi Inhibitor Katepsin Penentuan suhu optimum ekstraksi inhibitor katepsin bertujuan untuk mengetahui suhu optimum untuk pemisahan antara kompleks

Lebih terperinci

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati.

0 C. Ikan dimatikan dengan cara menusuk pada kepala bagian medula oblongata yang menyebabkan ikan langsung mati. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah penentuan fase kemunduran mutu (post mortem) pada ikan bandeng. Penentuan fase post mortem pada ikan bandeng

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU MOHAMMAD IRFAN C

AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU MOHAMMAD IRFAN C AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU MOHAMMAD IRFAN C34051397 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) (www.ag.auburn.edu /fish/image_gallery/data/media/13/milk. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) Ikan bandeng atau milkfish termasuk ikan yang sudah lama dikenal di Indonesia. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3 perlakuan, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi

Lebih terperinci

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 12 September 2011 mengenai perubahan fisik, kimia dan fungsional pada daging. Pada praktikum kali ini dilaksanakan pengamatan perubahan

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap selama bulan April-Oktober 2010. Tahap pertama adalah proses pencekokan serbuk buah kepel dan akuades dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTB- PTB-BPPT)-Serpong.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap protein terlarut dan kandungan asam amino pada ikan tongkol adalah melalui eksperimen di bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Lolosi Merah (C. chrysozona) Menurut Subani dan Barus (1989), ikan lolosi merah (C. chrysozona) termasuk dalam family ikan caesiodidae yang erat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di

III. METODE PERCOBAAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di 18 III. METODE PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forskal)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forskal) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto Lampiran 2. Pembuatan Media dan Reagen 2.1 Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) dalam 1000 ml (Amelia, 2005) a. 20 gram susu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp)

PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) PEMANFAATAN FILTRAT TAOGE UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharinus sp) Anna C.Erungan 1, Winarti Zahiruddin 1 dan Diaseniari 2 Abstrak Ikan cucut merupakan ikan yang potensi produksinya cukup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Bahan dan Alat

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Bahan dan Alat 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) LAMPIRAN Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) Pereaksi Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl) Penyangga Tris HCl (0.2 M) ph 7.5 Substrat kasein for biochemistry (1 %) Ekstrak kasar

Lebih terperinci

PERANAN ENZIM PROTEASE JEROAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) DALAM PROSES KEMUNDURAN MUTU NINA FENTIANA

PERANAN ENZIM PROTEASE JEROAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) DALAM PROSES KEMUNDURAN MUTU NINA FENTIANA PERANAN ENZIM PROTEASE JEROAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) DALAM PROSES KEMUNDURAN MUTU NINA FENTIANA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

PERANAN INHIBITOR KATEPSIN ALAMI DARI IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DALAM MENGHAMBAT KEMUNDURAN MUTU IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskal)

PERANAN INHIBITOR KATEPSIN ALAMI DARI IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DALAM MENGHAMBAT KEMUNDURAN MUTU IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskal) PERANAN INHIBITOR KATEPSIN ALAMI DARI IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DALAM MENGHAMBAT KEMUNDURAN MUTU IKAN BANDENG (Chanos chanos Forskal) ARY APRILAND DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Bahan dan Alat. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu

III. METODOLOGI Bahan dan Alat. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu III. METODOLOGI 3.1. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu (Anadara inequivalvis) segar yang diperoleh dari Pasar Sukaramai Pekanbaru. Sebagai bahan pembantu

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

11 Volume 5. Nomor 2. Tahun 2011 ISSN

11 Volume 5. Nomor 2. Tahun 2011 ISSN AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan 11 Volume. Nomor 2. Tahun 2011 ISSN 1978-162 KEMUNDURAN MUTU IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PASCA KEMATIAN PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING Water Space Usement of Floating

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pengaruh konsentrasi starter bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus terhadap kualitas yoghurt susu kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nike (Awaous melanocephalus) Ikan nike adalah schooling dari juvenil ikan Awaous melanocephalus, dan banyak terdapat di Perairan Gorontalo. Klasifikasi ikan nike menurut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Penggolongan hasil perikanan laut berdasarkan jenis dan tempat kehidupannya Golongan demersal: ikan yg dapat diperoleh dari lautan yang dalam. Mis.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

KEMUNDURAN MUTU IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA MATI. Oleh: Rahadian Hardja Utama C

KEMUNDURAN MUTU IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA MATI. Oleh: Rahadian Hardja Utama C KEMUNDURAN MUTU IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA PENYIMPANAN SUHU CHILLING DENGAN PERLAKUAN CARA MATI Oleh: Rahadian Hardja Utama C34103042 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh nilai atau kecukupan gizi. Unsur gizi yang dibutuhkan manusia antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mineral, serta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu. 3.2 Bahan dan Alat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu. 3.2 Bahan dan Alat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan Laboratorium Pengendalian Mutu Hasil Perikanan Jurusan THP Fak. Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR. Riyantono 1 Indah Wahyuni Abida 2 Akhmad Farid 2 1 Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo 2 Dosen Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM Oleh : Melly Dianti C03400066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Februari 2012, bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Pengujian yang

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 5 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Penelitian 1.1.1. Alat Alat yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 X 60 X 60 cm 3 dan ketinggian air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

TATI NURHAYATI, ELLA SALAMAH, MOHAMMAD IRFAN, RONI NUGRAHA

TATI NURHAYATI, ELLA SALAMAH, MOHAMMAD IRFAN, RONI NUGRAHA 13 AKTIVITAS ENZIM KATEPSIN DAN KOLAGENASE PADA KULIT IKAN BANDENG (Chanos chanos, Forskal) SELAMA PERIODE KEMUNDURAN MUTU Cathepsin and collagenase Activity And Its Correlation To The Parameters Of Milkfish

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 21 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 2014 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia, Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian kefir dari susu sapi dengan kualitas terbaik

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Ikan Bandeng Tipe ikan bandeng yang ditemukan di Indonesia memiliki ciri adanya perpanjangan sirip dorsal dan pektoral. Tipe ikan dengan perpanjangan ini

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C34103001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci