TANTANGAN DAN STRATEGI PENGUSAHAAN AGRIBISNIS SAPI POTONG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TANTANGAN DAN STRATEGI PENGUSAHAAN AGRIBISNIS SAPI POTONG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS"

Transkripsi

1 bab empat belas TANTANGAN DAN STRATEGI PENGUSAHAAN AGRIBISNIS SAPI POTONG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS PENDAHULUAN Tidak lama lagi, kita akan memasuki suatu babak baru perekonomian internasional yakni era perdagangan bebas. Banyak pihak yang memperkirakan bahwa salah satu dampak dari perdagangan bebas adalah meningkatnya pendapatan per kapita setiap negara yang terlibat. Perkiraan yang optimis dalam peningkatan pendapatan ini akan terjadi di kawasan Asia-Pasific (APEC), khususnya negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara, yang selama dekade terakhir ini mampu bertumbuh melampaui rata-rata dunia. Diperkirakan dalam era perdagangan bebas, sekitar 50 persen dari GNP dunia akan berada pada kawasan APEC. Peningkatan pendapatan masyarakat khususnya di kawasan APEC akan membuka peluang bisnis yang lebih besar khususnya bagi bisnis komoditi yang bersifat elastis terhadap perubahan 159

2 pendapatan. Meningkatnya pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan (konsumsi) produk-produk yang bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan sedemikian rupa, sehingga akan meningkatkan kegiatan produksi dan perdagangan produk tersebut. Salah satu produk yang memiliki sifat produk seperti diatas adalah daging sapi potong. Meskipun faktor pendapatan bukan satu-satunya yang mempengaruhi konsumsi daging sapi namun ada hubungan yang erat antara tingkat pendapatan dengan konsumsi daging sapi. Sebagai gambaran pada tahun 1993, Indonesia dengan pendapatan per kapita masih sekitar US$ 780, konsumsi daging sapi baru mencapai sekitar 1.8 kg/kapita/ tahun. Sementara itu, Korea Selatan dengan pendapatan per kapita sekitar US S 8000, konsumsi daging sapi telah mencapai sekitar 7.1 kg/kapita/tahun. Kemudian Australia dengan pendapatan per kapita sekitar US $ 17000, konsumsi daging sapi telah mencapai sekitar 36 kg/kapita/tahun. Dan Amerika Serikat dengan pendapatan per kapita sekitar US $ 25000, konsumsi daging sapi telah mencapai sekitar 43 kg/kapita/tahun. Gambaran mi menunjukkan bahwa meningkatnya pendapatan akan meningkatkan konsumsi daging sapi. Karakteristik permintaan daging sapi yang demikian, menjadikan agribisnis sapi potong sebagai salah satu kegiatan bisnis yang prospektif dimasa yang akan datang. Mengingat negara-negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara merupakan negara importir daging sapi; komsumsi per kapita daging sapi masih relatif rendah; dan merupakan kawasan pusat pertumbuhan ekonomi dunia dimasa yang akan datang, maka kawasan tersebut merupakan pasar daging sapi yang sangat besar pada waktu yang akan datang. Perdagangan Bebas dan Perubahan PasarDaging Sapi Dengan diratifikasinya WTO pada tanggal 1 Januari

3 yang lalu, maka regim protektif dalam perdagangan internasional telah berakhir. Berbagai kebijakan proteksi perdagangan seperti tarif, subsidi, kuota dan berbagai bentuk hambatan non-tarif lairtrtya yang populer membatasi perdagangan internasional di masa lalu akan dihapus atau diminimumkan. Meskipun liberalisasi perdagangan internasional secara penuh akan efektif setelah tahun 2020, namun secara regional telah dan segera dimulai. Kawasan NAFTA misalnya telah dimulai sejak tanggal 1 Januari 1994 yang lalu. Kemudian akan disusul oleh kawasan AFTA pada tahun 2003 dan kawasan APEC pada tahun 2010 yang akan datang. Beralihnya perdagangan internasional dari regim protektif ke perdagangan bebas akan berdampak langsung pada produkproduk yang diproteksi seperti produk agribisnis sapi potong. Dimasa lalu, banyak negara-negara (eksportir, importir) daging sapi menggunakan proteksi yang relatif tinggi untuk melindungi produksi domestik daging sapi, Beberapa negara Eropa, Amerika Serikat dan sejumlah negara Amerika Latin sebagai eksportir daging sapi menerapkan subsidi bagi agribisnis sapi potongnya, Sementara itu negara-negara importir daging sapi menerapkan tarif yang tinggi, kuota dan hambatan non-tarif Iainnya untuk melindungi kepentingan produsen sapi potong dalam negeri. Negara Jepang dan Korea Selatan mengenakan tarif impor daging sapi lebih dari 100 persen. Kemudian Thailand, Philipina, dan Indonesia menerapkan tarif impor sekitar persen, disamping kuota dan lisensi impor. Dalam perdagangan bebas, kebijakan tarif dan subsidi akan dihapuskan/ diminimumkan. Demikian juga kebijakan non-tarif harus dikonversikan ke dalam bentuk tarif (tarifikasi) yang selanjutnya dihapus secara bertahap sampai seminimum mungkin. Penghapusan bentuk-bentuk proteksi tersebut akan membawa perubahan pada pasar daging sapi internasional. Dalam jangka pendek perubahan-perubahan yang terjadi adalah: pertama, pasar daging sapi dan produknya akan terbuka di setiap negara dan dapat dimasuki dengan mudah oleh setiap negara tanpa hambatan yang berarti. Kedua, produksi daging 161

4 sapi domestik negara-negara importir daging sapi (terutama yang sangat protektif dimasa lalu) akan menurun, karena kalah bersaing dengan daging impor. Ketiga, konsumsi daging sapi di negara-negara importir dan sangat protektif di masa lalu akan meningkat Peningkatan konsumsi daging sapi yang cukup besar diperkirakan akan terjadi pada negara-negara kawasan Asia Timur dan Tenggara. Hal ini disebabkan karena disamping konsumsi daging sapi utama masih rendah selama ini (dibawah rata-rata dunia), juga disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat di kawasan tersebut. Peningkatan konsumsi ini tentunya akan meningkatkan impor daging sapi dari kawasan tersebut. Dalam jangka panjang, peningkatan permintaan daging sapi dan penurunan produksi daging sapi di negara importir, serta penghapusan subsidi pada negara-negara eksportir daging sapi, akan meningkatkan harga daging sapi di pasar internasional. Peningkatan harga daging sapi ini diperkirakan akan membuka peluang bagi pelaku bisnis baru (new entrants). Diperkirakan pendatang baru dalam eksportir daging sapi, akan muncul dari negara-negara yang masih memiliki ruang gerak pengembangan agribisnis sapi potong yang masih luas, seperti Indonesia dan Cina. Sejauh mana peluang ini akan berlaku bagi Indonesia akan tergantung pada berapa besar kenaikan harga daging tersebut dan keseriusan kita menggarap agribisnis sapi potong kita, yang selama ini belum kita kembangkan secara serius. Selain dampak liberalisasi perdagangan perubahan pasar daging sapi juga terjadi akibat perubahan fundamental dalam preferensi konsumen. Meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, telah meningkatkan perhatian konsumen tentang aspek informasi nutrisi dari bahanmakanan yang akan dikonsumsi. Konsumen daging sapi yang kita hadapi saat ini dan akan datang telah menuntut (demanding demand) kualitas bahan makanan konsumsi yang aman dan menyehatkan. Selain itu, adanya perubahan gay a hidup serta makin terbatasnya waktu yang tersedia bagi ibu rumah tangga untuk melakukan pekerjaan dapur; telah menyebabkan 162

5 pergeseran permintaan bahan makanan dari yang siap untuk dimasak (ready to cook) kepada yang siap untuk dikonsumsi (ready to eat). Secara keseluruhan hal ini telah menyebabkan peningkatan tuntutan akan keberagaman (increased demand for variety), tuntutan akan atribut gizi yang lengkap (increased nutritional information), dan peningkatan tuntutan akan kenyaman dalam mengkonsumsi (increased demand for convenience) dari daging sapi dan produknya. Perkembangan mutakhir dari preferensi konsumen tersebut secara konvergen telah merubah perilaku konsumen dalam mengevaluasi suatu produk yang akan dibeli. Bila di masa Ialu konsumen hanya mengevaluasi suatu produk (termasuk daging sapi dan produknya) berdasarkan atribut utama seperti jenis dan harga, maka dewasa ini dan akan datang konsumen telah menuntut atribut yang lebih rinci dan lengkap. Pertama, apakah bahan pangan yang bersangkutan aman untuk kesehatan (food safety attributes) seperti kandungan patogen (food borne pailiogens), kandungan logam berat (Iieavy metals), kandungan residu pestisida dan antibiotika (pesticide and veterinary residues), dan Iain-lain. Kedua, apakah bahan makanan yang bersangkutan mengandung nutrisi yang dapat mendukung kesehatan dan kebugaran (nutritional attributes) seperti kandungan lemak (fat content), kandungan serat (fiber), kandungan mineral, asam-amino, vitamin, dll. Ketiga, kandungan nilai dari bahan makanan yang bersangkutan (value atributes) seperti kemurnian (purity), komposisi nilai apakah alamiah atau yang diperkaya (enrichment), ukuran (size), penampilan (appearance), rasa (tastes), dan aspek nilai penyajian (convenience of preparation). Keempat bagaimana pengepakan dilakukan (package attributes), apa materialnya (package materials), label dan informasi lainnya. Perubahan preferensi konsumen yang demikian telah terjadi secara internasional termasuk di Indonesia. Sehingga perlu diikuti perkembangannya dan diendogenuskan dalam pengembangan agribisnis sapi potong. Kemampuan bersaing dalam bisnis sapi potong di masa yang akan datang akan sangat 163

6 ditentukan oleh kemampuan pelaku agribisnis sapi potong untuk memenuhi atribut yang dituntut konsumen. Pada batasbatas tertentu, harga produk daging sapi (khususnya pada level industri makanan) yang rendah bukan lagi jaminan kemampuan bersaing. Bahkan ada kecenderungan terutama pada pasar yang menuntut kebersihan dan kenyamanan (clean market), harga rendah dipersepsikan konsumen sebagai barang murahan. Sebaliknya, konsumen telah bersedia membayar harga yang relatif tinggiasalkan sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen. Makin maraknya konsumen industri makanan di Indonesia seperti restoran Pizza Hut, McDonald s, Hoka Hoka Bento, dan Wendy s merupakan indikasi bahwa konsumen telah bersedia membayar produk daging yang relatif mahal asalkan memenuhi atribut yang dituntut konsumen. Semua hal di atas merupakan tantangan sekaligus peluang yang dihadapi oleh agribisnis sapi potong kita ke depan. Di satu sisi liberalisasi perdagangan akan membuka peluang baru bagi agribisnis sapi potong, namun di sisi lain kita juga berhadapan dengan konsumen yang semakin menuntut atribut yang rinci dan lengkap. Tantangan dan peluang yang demikian tidak mungkin dapat dihadapi dengan pengusaha agribisnis sambilan, berorientasi jangka pendek serta hanya menguasai salah satu segmen dari agribisnis sapi potong saja. Kinerja Agribisnis Sapi Potong Indonesia Secara jujur harus kita akui bahwa perhatian kita pada pengembangan agribisnis sapi potong di Indonesia di masa lalu masih sangat miriim. Tulang punggung dalam penyediaan daging sapi di Indonesia hampir sepenuhnya di tangan peternak rakyat yang umumnya skala kecil, hanya sebagai usaha sambilan atau cabang usaha dan tersebar mengikuti penyebaran penduduk, Selain investasi pemerintah dalam pembangunan prasarana dan sarana agribisnis sapi potong, hampir tidak ada investasi swasta (pengusaha swasta) dalam agribisnis sapi potong- Investasi swasta dalam agribisnis sapi potong baru muncul setelah tahun 164

7 1990 pada usaha penggemukan {fattening) dan perdagangan daging sapi, setelah pemerintah membuka impor sapi bakalan secara terbatas. Dalam upaya mendorong pertumbuhan populasi sekaligus untuk perbaikan mutu genetik sapi potong, pemerintah pada tahun 1970-an telah memasyaiakatkan teknologi inseminasi buatan. Namun karena keterbatasan yang dimiliki pemerintah, jangkauan inseminasi buatan masih terbatas. Hasil evaluasi sosial ekonomi pelaksanaan inseminasi buatan sapi potong di wilayah Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur menunjukkan bahwa realisasi inseminasi buatan sapi potong masih sekitar persen dari potensi akseptor (PSP-IPB, 1996), Akibatnya terjadi kelebihan kapasitas produksi (over capacity) straw pada Balai Inseminasi Buatan (BIB) sekitar 80 persen setiap tahunnya. Selain itu, pada wilayah-wilayah pelayanan inseminasi buatan tersebut, ditemukan bahwa efisiensi reproduksi dari sapi potong masih relatif rendah (sekitar 60 persen dari potensi efisiensi reproduksi). Hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti keterlambatan diagnosa birahi dari peternak, gangguan organ reproduksi, kualitas pakan yang rendah, dan kesalahan teknis dari para inseminator. Rendahnya efisiensi reproduksi dan terbatasnya jangkauan inseminasi buatan menyebabkan pertumbuhan populasi sapi potong di Indonesia rend ah. Akibatnya laju pertumbuhan produksi daging sapi domestik juga relatif lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan perrnintaan daging sapi domestik. Ketidakseimbangan ini telah ikut menyebabkan relatif mahalnya harga sapi di pasar domestik. Dalam keadaan demikian, pemerintah menghadapi masalah yang dilematis antara membela konsumen atau produsen. Dari sudut kepentingan konsumen, seharusnya pemerintah membebaskan impor daging atau sapi bakalan, namun harus mengorbankan kepentingan agribisnis sapi potong domestik. Bila pemerintah melarang impor daging dan sapi bakalan, harga daging sapi di pasar domestik akan melambung tinggi, sehingga merugikan konsumen. Tampaknya pilihan yang dilakukan oleh pemerintah paling tidak selama 5 (lima) tahun terakhir ini 165

8 adalah Iebih berpihak pada kepentingan agribisnis sapi potong domestik sembari mencegah kenaikan harga daging sapi yang terlalu tinggi, dengan cara mengimpor daging sapi dan sapi bakalan secara terkontrol (kuota dan pajak impor daging sapi). Tabel 8. Perkemban JENIS P Menurut data Dirjen Peternakan, dalam periode tahun (Tabel 7) pangsa daging sapi asal impor mengalami Volume ( Nilai (U peningkatan rata-rata persen per tahun. Namun dernikian, pangsa daging asal impor tersebut relatif kecil (kurang dari 10 Volume ( persen) dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi domestik. Nilai (U (TABEL 7. HAL. 130) abel 7. enawaran dan Pangsa Daging Sapi Tahun di Indonesia (Ribu ton) Volume ( Sumber Penyediaan Total (%/t Nilai Produksi Domestik Sumber : D8 Pangsa (%) Hal Impor Pangsa (%) Total umber : Statistik Peternakan dan Data File Ditjen Peternakan (hal 130) Relatif cepatnya pertumbuhan impor daging sapi dan sapi bakalan (Tabel 8) menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi daging sapi domestik tidak mampu mengikuti pertumbuhan konsumsi daging sapi domestik. Dengan kata lain ada kecenderungan yang kuat bahwa pengadaan daging sapi di indonesia makin tergantung pada asal impor. ( TABEL.8 HAL 131) 166

9 gan Volume Dan Nilai Impor Sapi Potong Bakalan, Daging Sapi dan Hati/Jeroan Sapi Indonesia Ta Trend RODUK (%/thn) 000 ekor) S buhan $ 000) ahun) (US $ 000) 8022, ata 61 File Ditjen Peternakan (diolah) Sapi Bakalan 000 ekor) S $ 000) Daging Sapi 000 ekor) S $ 000) Hati/Jeroan Sapi Dengan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang dilakukan oleh pemerintah, maka mahalnya harga daging sapi di pasar domestik (berkisar antara Rp Rp /kg) selama irri lebih banyak disebabkan oleh tingginya biaya pengadaan daging sapi di dalam negeri. Selain efisiensi reproduksi dan produkti vitas yang masih rendah, tingginya biaya pengadaan ini disebabkan oleh karakteristik dan usaha sapi potong domestik. Dengan skala pengusahaan sapi potong petemak rakyat yang kecil-kecil dan terpencar-pencar, biaya pengumpulan menjadi relatif tinggi Kemudian, proses produksi sapi potong yang melibatkan banyak tahapan dengan pelaku dan wilayah yang berbeda (sapi lepas sapih dari peternak A di wilayah I ke peternak B di wilayah II ke peternak C di wilayah III ke Feedloter dan seterusnya) menyebabkan biaya transportasi menjadi besar dan menciptakan masalah margin ganda (double margins). Akhirnya harga pokok penjualan per unit daging sapi di tingkat konsumen menjadi relatif tinggi. 167

10 Secara teoritis, relatif mahalnya harga daging sapi di pasar domestik akan merangsang produsen sapi potong untuk meningkatkan produksinya.fenomena ekonomi ini tampaknya tidak berjalan pada peternak rakyat. Hal ini banyak disebabkan karena usaha sapi potong bagi peternak rakyat masih bersifat usaha sambilan dan cenderung berfungsi sebagai tabungan dan atau status sosial. Pada pola dan peran usaha sapi potong peternak rakyat yang demikian, signal pasar bukan lagi menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan bagi peternak, melainkan lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan non ekonomi. Yang juga menjadi pertanyaan besar adalah mengapa para pengusaha swasta tidak terangsang untuk memasuki usaha penghasil sapi bakalan (breeding farm) di Indonesia? Dengan kinerja agribisnis sapi potong yang demikian, jelas sulit diharapkan menjadi andalan penyediaan daging sapi dalam perdagangan bebas yang akan datang. Kalau kondisi agribisnis sapi potong yang demikian tetap berlangsung, dikhawatirkan akan terdesak oleh daging sapi impor. Sebaliknya, bila pengadaan daging sapi dipenuhi sebagian besar oleh impor akan menghadapi resiko dan mengorbankan devisa yang besar. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang diperkiiakan berjumlah sekitar 220 juta jiwa pada tahun 2005, dan konsumsi perkapita daging sapi 2 kg saja, maka kita memerlukan sekitar 4 juta ekor sapi potong setiap tahunnya. Bila separuhnya saja dipenuhi dari impor, maka seluruh produksi sapi potong dari Queensland Australia harus kita impor. Jelas hal ini mengorbankan devisa negara yang cukup besar, Selain itu, untuk memperoleh sekitar 2 juta ekor sapi setiap tahun dari pasar internasional tidaklah mudah dimasa yang akan da tang. Oleh sebab itu, pilihan yang terbaik bagi kita adalah mempercepat pertumbuhan agribisnis sapi potong di Indonesia. Strategi Pengusahaan Agribisnis Sapi Potong Untuk mempercepat pengembangan agribisnis sapi potong khususnya pengadaan sapi bakalan, tidak dapat hanya dengan 168

11 mengandalkan peternak rakyat. Peran serta pengusaha swasta khususnya anggota Asosiasi Pengusaha Feedloter Indonesia (APFINDO) dan ASPIDI sangat diperlukan. Bila selama ini APFINDO hanya bergerak pada bidang importir sapi bakalan dan feedloter, dan ASPIDI pada perdagangan sapi, di masa yang akan datang perlu mengembangkan usahanya pada usaha pembibitan sapi potong di dalam negeri, sedemikian rupa, sehingga agribisnis sapi potong dari hulu hingga ke hilir dikuasai secara utuh. Bentuk pengusahaan sapi potong yang mungkin dan diharapkan dilaksanakan oleh anggota APFINDO dan ASPIDI adalah salah satu atau kombinasi dari berikut ini, Pertama, pengusahaan agribisnis sapi potong dengan pola kemitraan usaha dengan peternak rakyat. Pada pola ini peternak rakyat sapi potong pada suatu wilayah tertentu (mis.2-5 kabupaten, tergantung kepadatan sapi potong) dijadikan wilayah binaan masingmasing anggotaaspidi/apfindo, yang dikembangkan lebih lanjut menjadi sumber bakalan. Dalam hal ini usaha peternak rakyat diperbesar skala pemeliharaannya sehingga menjadi usaha pokok penghasil bakalan bahkan sampai penggemukan, sementara usaha pemotongan, perdagangan daging sapi bahkan sampai pada industri makanan ditangani oleh pengusaha. Kedua, pengusaha agribisnis sapi potong dengan pola pengusahaan integrasi vertikal. Dalam pola ini pengusaha/grup pengusaha mengembangkan suatu usaha pembibitan (ranch) sebagai sumber bakalan (tentu saja ini sesuai untuk wilayah luar Jawa khususnya di wilayah KTI), usaha penggemukan, pemotongan, perdagangan yang terintegrasi secara vertikal. Pada pola ini dapat bekerjasama (usaha patungan) dengan pengusaha sapi potong Australia atau negara eksportir lain. Bila salah satu atau kombinasi dari kedua pola tersebut diatas dapat direalisasikan, maka agribisnis sapi potong di Indonesia akan dapat bertahan bahkan dapat merebut peluang-peluang ekonomi dalam era perdagangan bebas yang akan datang. Pengusahaan agribisnis sapi potong yang terintegrasi secara 169

12 vertikal mulai dari hulu sampai ke hilir, akan dapat mengurangi tahapan-tahapan proses produksi sapi potong yang ada selama ini, sehingga dapat mengurangi biaya transportasi dan mengurangi margin ganda yang ditimbulkannya. Dengan demikian efisiensi pengadaan daging sapi asal domestik dapat ditingkatkan. Selain itu, pengusahaan agribisnis sapi potong secara terintegrasi vertikal akan mempermudah penyesuaian terhadap perubahan pasar (misalnya: perubahan preferensi konsumen). Catatan Penutup Untuk mempercepat pengadaan sapi bakalan dari dalam negeri tentu saja memerlukan sapi bibit yang unggul. Sumber sapi bibit ini dapat dipenuhi dari turunan F2 dari hasil inseminasi buatan yang saat ini terdapat cukup banyak di wilayah pelayanan IB seperti Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan NTB. Selain itu, impor sapi bibit {parent stock) juga perlu dilakukan dari Australia Utara. Selain itu, Bina Mulia Ternak (BMT) milik BUMN Departemen Pertanian yang ada di Sulawesi Selatan, barangkali lebih baik diserahkan kepada perusahaan swasta, guna dapat dikembangkan sebagai perusahaan pembibitan yang lebih maju. 170

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS bab dua AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS Pendahuluan Tinggal satu Pelita lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas yakni pada tahun 2003 di kawasan AFTA (Asean

Lebih terperinci

14Pengembangan Agribisnis

14Pengembangan Agribisnis 14Pengembangan Agribisnis Berbasis Perikanan Menghadapi Era Perdagangan Bebas Abad 21 Pendahuluan Pengembangan subsektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan. Produksi perikanan laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS bab tiga belas PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS AYAM RAS DALAM ERA PASAR BEBAS Pendahuluan Tidak lama lagi era perdagangan bebas akan segera kita masuki. Meskipun secara internasional era perdagangan

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein hewani yang sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT Sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat: Prospek dan 16Agribisnis Pemberdayaannya Pendahuluan Satu PELITA lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan

Lebih terperinci

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2) Pendahuluan KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI 2010 1) Oleh : Teguh Boediyana 2) 1. Meskipun daging sapi bukan merupakan bahan makanan yang pokok dan strategis seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN bab tiga PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN Kalau kita membicarakan upaya memberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI Disusun Oleh : Muhammad Ikbal Praditiyo (10.12.4370) STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Jl. Ring Road Utara Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta Usaha peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA bab tujuh belas MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA Pendahuluan Sejak dikeluarkannya SK Menperindag No.ll5/MPP/ Kep/2/1998 tanggal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi.

BAB I PENDAHULUAN. dari Departemen Pertanian, bahwa komoditas daging sapi. pilihan konsumen untuk meningkatkan konsumsi daging sapi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang meningkat diiringi dengan perkembangan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, dan perubahan gaya hidup yang terjadi di masyarakat yang

Lebih terperinci

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka

Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka Peternak Melalui Pengembangan Koperasi 13Memberdayakan Agribisnis Peternakan Kalau kita membicarakan upaya pemberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA bab lima belas MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA Pendahuluan Di Indonesia, ternak domba diduga telah mulai dikenal sejak nenek moyang pertama bangsa Indonesia mendiami Indonesia. Adanya ternak

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi untuk kebutuhan protein manusia, daging sapi digolongkan sebagai salah satu produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan Workshop FLPI Kamis, 24 Maret 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 1 Perkiraan Supply-Demand Daging Sapi Tahun 2015-2016 Uraian Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING bab enam belas MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS BERBASIS AYAM RAS BERDAYA SAING Agribisnis ayam ras di Indonesia merupakan salah satu agribisnis yang paling cepat perkembangannya. Dimulai dengan usaha keluarga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG » Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian Volume 1 No. 1, 2009 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan pengetahuan (knowledge creation) memiliki arti yang penting dan strategis bagi suatu organisasi (Soo et al. 2002a). Penciptaan pengetahuan merupakan proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA bab enam PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Pendahuluan Kegiatan ekonomi yang berbasis peternakan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING bab delapan belas REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING Duapuluh tahun sudah kemelut pada agribisnis perunggasan berlangsung, namun tanda-tanda akan berakhir

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri daging olahan merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang peternakan. Pada tahun 2009, industri pengolahan daging di dalam negeri mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN bab tujuh PEMBANGUNAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN DAN IMPLIKASINYA PADA ASPEK PENYULUHAN DI WILAYAH PERKOTAAN Banyak pihak berpendapat bahwa dengan direlokasinya usaha peternakan dari wilayah perkotaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa dan diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BBKBN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA DAGING SAPI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN Tim Peternakan

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA DAGING SAPI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN Tim Peternakan KINERJA PRODUKSI DAN HARGA DAGING SAPI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN Tim Peternakan I. Pendahuluan Pasokan daging sapi di pasar tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PANGAN MELALUI TEKNOLOGI PRODUKSI SAPI POTONG Oleh : Zulfanita. Abstrak

PENINGKATAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PANGAN MELALUI TEKNOLOGI PRODUKSI SAPI POTONG Oleh : Zulfanita. Abstrak PENINGKATAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PANGAN MELALUI TEKNOLOGI PRODUKSI SAPI POTONG Oleh : Zulfanita Abstrak Rencana pembangunan peternakan jangka panjang akan berada dalam ruang tahun 2005 2020. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT Sasongko W Rusdianto, Farida Sukmawati, Dwi Pratomo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi membuat keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi berarti peluang pasar internasional

Lebih terperinci

PROJECT PENGGEMUKAN & PEMOTONGAN SAPI

PROJECT PENGGEMUKAN & PEMOTONGAN SAPI PROJECT PENGGEMUKAN & PEMOTONGAN SAPI LATAR BELAKANG Harga Daging Sapi di Indonesia Termahal di Dunia Harga daging sapi di Indonesia kini mencapai 10 dolar (sekitar Rp 100 ribu), tertinggi di dunia jika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam peranan perekonomian nasional. Masih banyak warga negara Indonesia yang bermata pencaharian di sektor pertanian,

Lebih terperinci